Anda di halaman 1dari 33

TAUHID SEBAGAI LANDASAN AQIDAH YANG BENAR

Tugas Mata Kuliah Pendidikan Agama Islam

Disusun Oleh

Kelompok 3

Gledis Shandra (155134015)


Misbahul Aulia (1551340)
Shofi Aghnia Fauziyyah (155134029)

D4 – AKUNTANSI
MANAJEMEN
PEMERINTAHAN

POLITEKNIK NEGERI BANDUNG


2015
1
KATA PENGANTAR

Segala puji hanya milik Allah SWT. Shalawat dan salam selalu tercurahkan kepada
Rasulullah SAW. Berkat limpahan dan rahmat-Nya penyusun mampu menyelesaikan tugas
makalah ini guna memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Agama Islam.
Agama sebagai sistem kepercayaan dalam kehidupan umat manusia dapat dikaji
melalui berbagai sudut pandang. Islam sebagai agama yang telah berkembang selama empat
belas abad lebih menyimpan banyak masalah yang perlu diteliti, baik
itu menyangkut ajaran dan pemikiran keagamaan maupun
realitas sosial, politik, ekonomi dan budaya.

Dalam penyusunan tugas ini, tidak sedikit hambatan yang kami hadapi. Namun kami
menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan materi ini tidak lain berkat bantuan,
dorongan, dan bimbingan semua pihak yang terlibat sehingga kendala-kendala yang kami
hadapi dapat teratasi.

Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang Tauhid sebagai Landasan
Aqidah yang Benar, yang kami sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber
informasi, referensi, dan berita. Makalah ini disusun oleh penyusun dengan berbagai
rintangan. Baik itu yang datang dari diri penyusun maupun yang datang dari luar. Namun
dengan penuh kesabaran dan terutama pertolongan dari Allah akhirnya makalah ini dapat
terselesaikan.

Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan menjadi sumbangan
pemikiran kepada pembaca khususnya para mahasiswa Politeknik Negeri Bandung. Kami
sadar bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna. Untuk itu, 
kepada  dosen mata kuliah pendidikan agama islam kami, meminta masukannya
demi perbaikan pembuatan makalah saya di masa yang akan datang dan mengharapkan kritik
dan saran dari para pembaca.

2
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ..................................................................................................... 3

Pengertian Aqidah dan Tauhid


a. Pengertian Aqidah dan Tauhid ......................................................................................... 5

b. Ruang Lingkup Tauhid ..................................................................................................... 5

c. Macam-macam Tauhid ................................................................................................... 13


a) Tauhid Rububiyah ...................................................................................................... 13
b) Tauhid Asma wa al Sifat ............................................................................................ 15
c) Tauhid Ibadah.............................................................................................................. 15
b) Tauhid Isti’anah ........................................................................................................ 16

d. Manifestasi, Fungsi dan Peran Tauhid ........................................................................... 18

e. Hal yang merusak Tauhid ............................................................................................... 19

f. Rukun Iman .................................................................................................................... 26

3
A. Tauhid sebagai landasan Aqidah yang benar

Pengertian Aqidah dan Tauhid


1. Tauhid

Secara bahasa:
Tauhid merupakan masdar/kata benda dari kata wahhada – yuwahhidu, yang artinya
menunggalkan sesuatu.

Secara istilah syar’i:


Mengesakan Allah dalam hal-hal yang menjadi kekhususan diri-Nya. Kekhususan
itu meliputi perkara rububiyah, uluhiyah dan asma’ wa shifat

2. Aqidah
Secara bahasa:
Diambil dari kata dasar “al-‘aqdu” yaitu ikatan.

Secara istilah syar’i:


Aqidah adalah iman yang teguh dan pasti, yang tidak ada keraguan sedikit pun bagi
orang yang meyakininya.

Ruang Lingkup Tauhid


 Aqidah Pokok

Obyek materi pembahasan mengenai aqidah pada umumnya adalah Arkan Al-Iman,


yaitu:

1.      Iman kepada Allah swt.

2.      Uman kepada malaikat (termasuk pembahasan tentang makhluk rohani lainnya

seperti Jin, iblis dan syaitan).

3.      Iman kepada kitab-kitab Allah

4.      Iman kepada Rasul Allah

5.      Iman kepada hari akhir

6.      Iman kepada taqdir Allah.

4
Aqidah Islam berawal dari keyakinan kepada zat mutlak yang Maha Esa yang
disebut Allah.Allah Maha Esa dalam zat, sifat, perbuatan dan wujudnya.Kemaha-
Esaan Allah dalam zat, sifat, perbuatan dan wujdunya itu disebut tauhid.Tauhid
menjadi inti rukun iman.

Aqidah pokok yang perlu dipercayai oleh tiap-tiap muslimin, yang termasuk
unsur pertama dari unsur-unsur keimanan ialah mempercayai

1. Iman kepada Allah swt.


Pengertian iman kepada Allah ialah:
 Membenarkan dengan yakin akan adanya Allah.
 Membenarkan dengan yakin keesan-Nya, baik dalam perbuatan-Nya
menciptakan alam, makhluk seluruhnya, maupun dalam menerima ibadat
segenap makhluknya.
 Membenarkan dengan yakin, bahwa Allah bersifat dengan segala sifat
sempurna, suci dari   sifat kekurangan yang suci pula dari menyerupai
segala yang baharu (makhluk).

Allah zat yang maha mutlak itu, menurut ajaran Islam, adalah Tuhan yang
Maha Esa.Segala sesuatu yang mengenai Tuhan disebut ketuhanan.

Firman Allah QS. Al-Baqarah (2): 163.

‫َوإِ ٰ َل ُه ُكمْ إِ ٰ َله ٌَوا ِح ۖ ٌداَل إِ ٰ َل َهإِاَّل ه َُوالرَّ حْ ٰ َم ُنالرَّ حِي ُم‬
Terjemahnya:

“Dan Tuhanmu adalah Tuhan Yang Maha Esa; tidak ada Tuhan (yang berhak
disembah) melainkan Dia, Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.”

Dengan demikian setelah kita mengimani Allah, maka kita membenarkan


segala perbuatan dengan beribadah kepadanya, melaksanakan segala perintahnya dan
menjauhi segala larangannya, mengakui bahwa Allah swt.bersifat dari segala sifat,
dengan ciptaan-Nya di muka bumi sebagai bukti keberadaan, kekuasaan, dan
kesempurnaan Allah swt.

5
a.      Dua Puluh Sifat Wajib Allah
1.      Wujud (Ada) 11.  Sama’ (Mendengar)

2.      Qidam (Dahulu) 12.  Bashar (Melihat)

3.      Baq’ (Kekal) 13.  Kalam (Berfirman)

4.      Mukhalafatuhu lil 14.  Qadiran (Selalu Berkuasa)


hawaditsi (Berbeda, tidak
menyerupai apapun) 15.  Muridan (Selalu Berkehendak)

5.      Qiyamuhu binafsihi (Berdiri 16.  ‘Aliman (Yang Mengetahui)


sendiri) 17.  Hayyan (Yang Hidup)
6.      Wahdaniyah (Tunggal) 18.  Sami’an (Yang Selalu
7.      Qudrat (Kuasa) Mendengar)

8.      Iradah (Berkehendak) 19.  Bashiran (Yang Selamanya


Melihat)
9.      ‘Ilmu (Mengetahui)
20.  Mutakalliman (Yang
10.  Hayat (Hidup) Senantiasa Berkata-kata)

b.      Dua Puluh Sifat Mustahil Allah

1.      Adam (Tidak Ada) 10.  Mawt (Mati)

2.      Huduts  (Baru) 11.  Shamam (Tuli)

3.      Fana’ (Tidak Kekal, Binasa) 12.  ‘Umyu (Buta)

4.      Mumatsalatuhu lil 13.  Bakam (Bisu)


hawaditsi (Menyerupai
Sesuatu) 14.  Ajizan (Selalu Lemah)

5.      Ihtiyajuhu li ghayrihi (Tidak 15.  Mukrahan (Yang Terpaksa)


Berdiri Sendiri) 16.  Jahilan (Yang Bodoh)
6.      Ta’addud (Berbilang) 17.  Mayyitan (Yang Mati)
7.      ‘Ajz (Lemah) 18.  Ashamma (Yang Tuli)
8.      Karahiyah (Tak berkehendak, 19.  A’ma (Yang Buta)
Terpaksa)
20.  Abkam (YangBisu)
9.      Jahl (Bodoh)

6
2.Iman Kepada Malaikat-Nya
Beriman kepada malaikat ialah mempercayai bahwa Allah mempunyai
makhluk yang dinamai “malaikat” yang tidak pernah durhaka kepada Allah, yang
senantiasa melaksanakan tugasnya dengan sebaik-baiknya dan secermat-cermatnya.
Lebih tegas, iman akan malaikat ialah beritikad adanya malaikat yang menjadi
perantara antara Allah dengan rasul-rasul-Nya, yang membawa wahyu kepada rasul-
rasul-Nya.

Malaikat selalu memperhambakan diri kepada Allah dan patuh akan segala
perintah-Nya, serta tidak pernah berbuat maksiat dan durhaka kepada Allah swt.

Firman Allah swt. QS. Al-Anbiya (21): 27

َ‫اَل َي ْس ِبقُو َن ُه ِبا ْل َق ْول َِو ُه ْم ِبأ َ ْم ِر ِه َي ْع َملُون‬


“Mereka itu tidak mendahului-Nya dengan perkataan dan mereka mengerjakan
perintah-perintahNya.”

Di antara nama-nama dan tugas malaikat adalah:

1. Malaikat Jibril, bertugas menyampaikan wahyu kepada Nabi-nabi dan rasul


2. Malaikat Mikail, bertugas mengatur hal-hal yang berhubungan dengan alam
seperti
melepaskan angin menurunkan hujan, menumbuhkan tumbuh-tumbuhan.
3. Malaikat Israfil, bertugas meniup terompet di hari kiamat dan hari
kebangkitan nanti.
4. Malaikat Maut (Malaikal maut) bertugas mencabut nyawa manusia dan
makhluk hidup lainnya.
5. Malaikat Raqib bertugas mencatat amal baik manusia
6. Malaikat Atid bertugas mencatat amal buruk manusia.
7. Malaikat Munkar bertugas menanyakan amal manusia di kubur
8. Malaikat Nakir bertugas menanyakan amal manusia di kubur
9. Malaikat ridwan bertugas menjaga surga.
10. Malaikat Malik, bertugas menjaga neraka dan pemimpin para malaikat
menyiksa penghuni neraka.

Dengan beriman kepada malaikat-malaikat-Nya, maka kita akan lebih mengenal


kebesaran dan kekuasaan Allah swt. lebih bersyukur akan nikmat yang diberikan dan
berusaha selalu berbuat kebaikan dan menjauhi segala larangannya. Karena malaikat
selalu mengawasi dan mencatat amal perbuatan manusia.

3.    Iman kepada kitab-kitab Allah SWT

Keyakinan kepada kitab-kitab suci merupakan rukun iman ketiga.Kitab-kitab


7
suci itu memuat wahyu Allah.Beriman kepada kitab-kitab Tuhan ialah beritikad
bahwa Allah ada menurunkan beberapa kitab kepada Rasulnya, baik yang
berhubungan itikad maupun yang berhubungan dengan muamalat dan syasah, untuk
menjadi pedoman hidup manusia.baik untuk akhirat, maupun untuk dunia. Baik
secara individu maupun masyarakat.

Jadi, yang dimaksud dengan mengimani kitab Allah ialah mengimani


sebagaimana yang diterangkan oleh Al-Qur’an dengan tidak menambah dan
mengurangi.Kitab-kitab yang diturunkan Allah telah turun berjumlah banyak,
sebanyak rasulnya. Akan tetapi, yang masih ada sampai sekarang nama dan
hakikatnya hanya Al-Qur’an. Sedangkan yang masih ada namanya saja ialah Taurat
yang diturunkan kepada Nabi Musa, Injil kepada Nabi Isa dan Zabur kepada Daud.

Kitab-kitab Allah yang diturunkan sebelum kitab suci Al-Qur’an tidak bersifat
universal seperti Al-Qur’an, tapi hanya bersifat lokal untuk umat tertentu.Dan tidak
berlaku sepanjang masa.Oleh karena itu, tidak memberi jaminan terpelihara keaslian
atau keberadaan kitab-kitab tersebut sepanjang zaman sebagaimana halnya Allah
memberikan jaminan terhadap Al-Qur’an.

Al-Qur’an adalah kitab suci umat Islam yang memuat wahyu Allah yang
disampaikan oleh Malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad selama masa kerasulannya.
Al-Qur’an merupakan kitab suci yang mempunyai kesempurnaan di atas kitab-kitab
sebelumnya atau menjadi penyempurna, kelebihan Al-Qur’an tidak dapat diragukan
lagi

Selain menurunkan empat kitab suci, Allah juga menurunkan Shuhuf(lembaran)


kepada Nabi lainnya, yaitu:

1. Nabi Adam mendapat 10 shuhuf.


2. Nabi Syits mendapat 50 shuhuf.
3. Nabi Idris mendapat 30 shuhuf.
4. Nabi Ibrahim mendapat 30 shuhuf(versi lain menyebutkan 10 atau 20 shuhuf).
5. Nabi Musa mendapat 10 shuhuf sebelum Taurat diturunkan.

4.    Iman kepada Nabi dan Rasul

Beriman kepada Rasul-Rasul Allah ialah meyakini bahwa Allah telah memilih
beberapa orang diantara manusia, memberikan wahyu kepada mereka dan menjadikan
mereka sebagai utusan (Rasul) untuk membimbing manusia kejalan yang benar.

Mereka diutus Allah untuk mengajarkan Tauhid, meluruskan aqidak,


membimbing cara beribadah dan memperbaiki akhlak manusia yang rusak. Beiman
kepada Rasul cukup secara global (Ijmal) dan yang wajib diketahui ada 25 Rasul,
Yaitu :

8
1. Nabi Adam a.s 3. Nabi Nuh a.s
2. Nabi Idris a.s 4. Nabi Hud a.s
5. Nabi Shaleh a.s
6. Nabi Ibrahim a.s
7. Nabi Luth a.s
8. Nabi Ismail a.s
9. Nabi Ishaq a.s
10. Nabi Ya’qub a.s
11. Nabi Yusuf a.s
12. Nabi Ayub a.s
13. Nabi Syu’aib a.s
14. Nabi Musa a.s
15. Nabi Harun a.s
16. Nabi Zulkifli a.s
17. Nabi Daud a.s
18. Nabi Sulaiman a.s
19. Nabi Ilyas a.s
20. Nabi Ilyasa’ a.s
21. Nabi Yunus a.s
22. Nabi Zakaria a.s
23. Nabi Yahya a.s
24. Nabi Isa a.s
25. Nabi Muhammad SAW

9
Masalah yang masih diperselisihkan dalam kaitannya dengan iman kepada para
Nabi dan Rasul adalah mengenai jumlah.Hanya Allah yang mengetahui
jumlahnya.Sebagian ulama mengatakan bahwa jumlah seluruhnya adalah 124.000
orang.Dari sejumlah itu yang diangkat menjadi Rasul ada 313 orang.

5.     Iman kepada Hari Akhir

Rukun iman yang kelima adalah keyakinan kepada hari akhir. Keyakinan ini
sangat penting dalam rangkaian kesatuan rukun iman lainnya, sebab tanpa mempercayai
hari akhirat sama halnya dengan orang yang tidak mempercayai agama Islam, itu
merupakan hari yang tidak diragukan lagi.

“Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Sesungguhnya Dia akan
mengumpulkan kamu di hari kiamat, yang tidak ada keraguan terjadinya.Dan siapakah
orang yang lebih benar perkataan (nya) daripada Allah.” Q.S. An-Nisa (4): 87

Hari kiamat (Hari Akhirat) ialah kehancuran alam semesta segala yang ada
didunia ini akan musnah dan semua makhluk hidup akan mati, selanjutnya akan berganti
dengan yang baru yang disebut Alam Akhirat. Iman kepada hari kiamat berarti
mempercayai akan adanya hari tersebut dan kehidupan sesudah mati serta beberap hal
yang berhubungan dengan hari kiamat. Seperti kebangkitan dari kubur, Hisab
(Perhitungan Amal), Sirat (Jembatan yang terbentang diatas punggung neraka), Surga dan
Neraka. Kapan hari kiamat akan datang, tidak seorangpun yang tahu dan hanya Allah saja
yang mengetahui. Manusia hanya diberi tahu melalui tanda-tandanya sebelum hari kiamat
tiba.

6.    Iman kepada qada dan qadar

Rukun iman keenam ialah iman kepada qada’ dan qadar.Qada ialah kepastian, dan
qadar adalah ketentuan.Beriman kepada Qada dan Qadar maksudnya adalah setiap
manusia wajib mempunyai niat dan keyakinan sungguh-sungguh bahwa segala perbuatan
makhluk, sengaja ataupun tidak telah ditetapkan oleh Allah.

Sejak zaman azali, ketentuan itu telah ditulis didalam Lauh Muhfuzh (papan tulis
yang terpelihara). Jadi, semua yang sudah, sedang dan akan terjadi di dunia ini semuanya
sudah diketahui oleh Allah SWT.
Ada beberapa hikmah yang dapat dipetik dari keimanan kepada qada danqadar, ini antara
lain:

1. Melahirkan kesadaran bagi umat manusia bahwa segala sesuatu di dalam semesta
ini berjalan sesuai dengan hukum-hukum yang telah ditetapkan pasti oleh Allah
SWT.
2. Mendorong manusia untuk terus beramal dengan sungguh-sungguh untuk mencapai
kehidupan baik di dunia maupun di akhirat, mengikuti hukum sebab akibat dari
Allah SWT.
3. Mendorong manusia untuk semakin dekat dengan Allah SWT.
4. Menanamkan sikap tawakkal dalam diri manusia, karena manusia hanya bisa
berusaha dan berdoa, sedangkan nasibnya diserahkan kepada Allah SWT.
5. Mendatangkan ketenangan jiwa dan ketentraman hidup, karena menyakini apapun
yang terjadi adalah atas kehendak dan qadar Allah SWT,

B. Aqidah cabang

Aqidah cabang adalah cabang-cabang aqidah yang pemahamannya bervariasi dari


masing-masing aspek rukun iman yang enam. Setelah berakhirnya kepemimpinan
Khalifah Umar bin Khattab umat Islam tidak dapat menahan diri dengan apa yang telah
dijaga bersama. Kemudian muncul kemelut yang pada klimaksnya melahirkan peristiwa
pembunuhan Khalifah Usman bin Affan (Tahun 345-656 M) oleh para pemberontak yang
sebagian besar dari Mesir yang tidak puas dengan kebijakan politiknya.

Memang secara lahir nampak peristiwa adalah persualan politik yang berkembang
menjadi persoalan Akidah (Teologi) yang melahirkan berbagai kelompok dan aliran
teologi dengan pandangan dan pendapat yang berbeda-beda.Pada masa umat Islam tidak
mampu lagi mempertahankan kesatuan dan keutuhan akidah, karena masing-masing
berusaha membuka persoalan akidah yang pada masa sebelumnya terkunci.Masing-
masing kelompok membawa keluar persoalan Akidah untuk dilepaskan bersama
kelompoknya sehingga muncul pemahaman versi kelompok tersebut.

Maka lahir cabang-cabang akidah yang pemahaman bervariasi dari masing-


masing aspek rukun iman misalnya rukun iman yang pertama (iman kepada Allah)
muncul perbedaan pendapat (ikhtilaf) dalam membicarakan zat tuhan, sifat tuhan, dan
af’a,al (perbuatan) tuhan. Persoalan yang muncul dalam masalah iman kepada malaikat
separti, apakah iblis termasuk golongan dari mereka.Dalam mempercayai kitab Allah
juga muncul persoalan yang diikhtilafkan seperti apakah kitab (wahyu) itu malaikat
(diciptakan) atau bukan makhluk sehingga bersifat kekal (qadim).Mereka juga
berpendapat mengenai berapa jumlah Rasul atau Nabi yang pernah diutus oleh Allah
kebumi.  Persoalan yang muncul dari keyakinan tentang hari kiamat adalah balasan
apakah yang akan diterapkan kelak pada hari kiamat, jasmani atau hanya rohani saja.
Adapun persoalan yang muncul disekitar masalah rukun iman yang ke enam (iman
kepada takdir) adalah apakah manusia mempunyai kebebasan dalam berbuat ataukah
sebaliknya.

Namun dalam kenyataannya karena berkembangnya filsafat dikalangan kaum


muslimin dan sebagainya menjadikan kaum muslimin terusik untuk membicarakan
perihal ketuhanan secara lebih luas melalui kedalaman ilmunya sehingga melahirkan
pemahaman yang berbeda (ikhtilaf) dalam sekitar pembahasan ketuhanan diantaranya
mengenai Zat, sifat, dan Af”al/perbuatan Tuhan.Dalam masalah zat Tuhan muncul
pendapat yang menggambarkan Tuhan dengan sifat-sifat bentuk jasmani/fisik.Golongan
ini disebut Mujassimah (orang-orang yang merumuskan Tuhan).

Sedangkan masalah sifat Tuhan juga muncul persoalan, apakah Tuhan itu mempunyai
sifat atau tidak.

Dalam hal ini muncul 2 golongan pendapat :

Pertama : Golongan Mu’atilah yang diwakili oleh Golongan Mu’tazilah yang


berpendapat bahwa Tuhan tidak mempunyai sifat. Dia adalah Esa, bersih dari hal-hal
yang menjadikan tidak Esa.Mereka meng Esakan Tuhan dengan mengosongkan Tuhan
dari berbagai sifat-sifat.Kedua : Golongan Ahlus Sunah Wal Jamaah yang diwakili oleh
golongan (Asy’ariyah dan Maturidiyah ) meyakini bahwa Tuhan mempunyai sifat yang
sempurna dan tidak ada yang menyamai-Nya. Mensifati Tuhan dengan sifat-sifat
kesempunaan tidak akan mengurangi ke Esaan-Nya Dan dalam masalah perbuatan/Af-Al
Tuhan muncul perbedaan cabang seperti ; apakah Tuhan mempunyai kewajiban berbuat.
Golongan Mu’tazilah berpendapat bahwa Tuhan mempunyai kewajiban berbuat baik dan
terbaik bagi manusia (As Salah Al Asbah).Sebaliknya, golongan Ahlus Sunah Wal
Jamaah (Asy’ariyah dan Maturidiyah) berpendapat bahwa Tuhan tidak mempunyai
kewajiban kepada makhluk-Nya.Tuhan dapat berbuat sekehendak-Nya terhadap
makhluknya karena kalau Tuhan mempunyai kewajiban berbuat berarti kekuasaan Tuhan
dan kehendak Tuhan tidak mutlak.

Permasalahan yang diikhtilafkan dalam persoalan kitab dikalanagan orang Islam


ialah apakah Al-Qur’an itu Qadim (kekal) atau hadis (baru).Golongan Asy’ariyah dan
Maturidiyah berpendapat bahwa Al-Qur’an adalah Qadim, bukan makhluk (diciptakan).
Sedangkan pendapat yang lain mengatakan bahwa Al-Qur’an adalah tidak qadim karena
Al-Qur’an itu diciptakan (makhluk). 

Dalam persoalan mengimani takdir, orang Islam sepakat perlunya meyakini


adanya ketentuan Allah yang berlaku bagi semua makhluk yang ada dialam semesta ini.
Namun berbeda dalam memahami dan mempraktekannya Gilongan Jabariyah yang
dipelopori oleh Jahm bin Sahfwan berpendapat bahwa takdir Allah berarti manusia
memiliki kemampuan untuk memilih, segala perbuatan dan gerak yang dilakukan
manusia pada hakikatnya adalah dari Allah semata, manusia menurut merekasama seperti
wayang yang digerakkan oleh ki dalang karena itu manusia tidak mempunyai bagian
sama sekali dalam mewujudkan perbuatan-Nya. Pendapat lain bahwa manusia mampu
mewujudkan perbuatannya. Tuhan tidak ikut campur tangan dalam perbuatan manusia itu
dan mereka menolak segala sesuatu terjadi karena takdir Allah SWT.Golongan mereka
disebut Aliran Qadariyah yang dipelopori oleh Ma’bad Al-Jauhari dan Gharilan Al-
Damsiki.

C. Macam-macam Tauhid

Dari hasil pengkajian terhadap dalil-dalil tauhid yang dilakukan para ulama sejak
dahulu hingga sekarang, mereka menyimpulkan bahwa ada tauhid terbagi menjadi lima:
Tauhid Rububiyah, Tauhid Uluhiyah, Tauhid Al Asma’ Was Shifat, Tauhid Ibadah, dan
Tauhid Isti’anah.

a). Tauhid Rububiyah

Yang dimaksud dengan Tauhid Rububiyyah adalah mentauhidkan Allah dalam


kejadian-kejadian yang hanya bisa dilakukan oleh Allah, serta menyatakan dengan
tegas bahwa Allah Ta’ala adalah Rabb, Raja, dan Pencipta semua makhluk, dan
Allahlah yang mengatur dan mengubah keadaan mereka. (Al Jadid Syarh Kitab
Tauhid, 17). Meyakini rububiyah yaitu meyakini kekuasaan Allah dalam mencipta dan
mengatur alam semesta, misalnya meyakini bumi dan langit serta isinya diciptakan
oleh Allah, Allahlah yang memberikan rizqi, Allah yang mendatangkan badai dan
hujan, Allah menggerakan bintang-bintang, dll. Di nyatakan dalam Al Qur’an:

‫ور‬ ِ ‫الظلُ َما‬


َ ‫ت َوال ُّن‬ َ ْ‫ت َواأْل َر‬
ُّ ‫ض َو َج َع َل‬ َ َ‫ْال َح ْم ُد هَّلِل ِ الَّ ِذي خَ ل‬
ِ ‫ق ال َّس َما َوا‬
“Segala puji bagi Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dan Mengadakan gelap
dan terang” (QS. Al An’am: 1)

Dan perhatikanlah baik-baik, tauhid rububiyyah ini diyakini semua orang baik mukmin,
maupun kafir, sejak dahulu hingga sekarang. Bahkan mereka menyembah dan beribadah
kepada Allah. Hal ini dikhabarkan dalam Al Qur’an:

ُ ‫َولَئِ ْن َسأ َ ْلتَهُ ْم َم ْن خَ لَقَهُ ْم لَيَقُولُ َّن هَّللا‬


“Sungguh jika kamu bertanya kepada mereka (orang-orang kafir jahiliyah), ’Siapa yang
telah menciptakan mereka?’, niscaya mereka akan menjawab ‘Allah’ ”. (QS. Az
Zukhruf: 87)
ُ ‫س َو ْالقَ َم َر لَيَقُولُ َّن هَّللا‬ َ ْ‫ت َواأْل َر‬
َ ‫ض َو َس َّخ َر ال َّش ْم‬ َ َ‫َولَئِ ْن َسأ َ ْلتَهُ ْم َم ْن خَ ل‬
ِ ‫ق ال َّس َما َوا‬
“Sungguh jika kamu bertanya kepada mereka (orang-orang kafir jahiliyah), ’Siapa yang
telah menciptakan langit dan bumi serta menjalankan matahari juga bulan?’, niscaya
mereka akan menjawab ‘Allah’ ”. (QS. Al Ankabut 61)

Oleh karena itu kita dapati ayahanda dari Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam
bernama Abdullah, yang artinya hamba Allah. Padahal ketika Abdullah diberi nama
demikian, Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam tentunya belum lahir.

Adapun yang tidak mengimani rububiyah Allah adalah kaum komunis atheis. Syaikh
Muhammad bin Jamil Zainu berkata: “Orang-orang komunis tidak mengakui adanya
Tuhan. Dengan keyakinan mereka yang demikian, berarti mereka lebih kufur daripada
orang-orang kafir jahiliyah” (Lihat Minhaj Firqotin Najiyyah)

Pertanyaan, jika orang kafir jahiliyyah sudah menyembah dan beribadah kepada Allah
sejak dahulu, lalu apa yang diperjuangkan oleh Rasulullah dan para sahabat? Mengapa
mereka berlelah-lelah penuh penderitaan dan mendapat banyak perlawanan dari kaum
kafirin? Jawabannya, meski orang kafir jahilyyah beribadah kepada Allah mereka tidak
bertauhid uluhiyyah kepada Allah, dan inilah yang diperjuangkan oleh Rasulullah dan
para sahabat.

c) Tauhid Uluhiyah

Tauhid Uluhiyyah adalah mentauhidkan Allah dalam segala bentuk peribadahan baik
yang zhahir maupun batin (Al Jadid Syarh Kitab Tauhid, 17). Dalilnya:

ُ ‫إِيَّاكَ نَ ْعبُ ُد َوإِيَّاكَ نَ ْست َِع‬


‫ين‬
“Hanya Engkaulah yang Kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah Kami meminta
pertolongan” (Al Fatihah: 5)

Sedangkan makna ibadah adalah semua hal yang dicintai oleh Allah baik berupa
perkataan maupun perbuatan. Apa maksud ‘yang dicintai Allah’? Yaitu segala sesuatu
yang telah diperintahkan oleh Allah dan Rasul-Nya, segala sesuatu yang dijanjikan
balasan kebaikan bila melakukannya. Seperti shalat, puasa, bershodaqoh, menyembelih.
Termasuk ibadah juga berdoa, cinta, bertawakkal, istighotsah dan isti’anah. Maka
seorang yang bertauhid uluhiyah hanya meyerahkan semua ibadah ini kepada Allah
semata, dan tidak kepada yang lain. Sedangkan orang kafir jahiliyyah selain beribadah
kepada Allah mereka juga memohon, berdoa, beristighotsah kepada selain Allah. Dan
inilah yang diperangi Rasulullah, ini juga inti dari ajaran para Nabi dan Rasul seluruhnya,
mendakwahkan tauhid uluhiyyah. Allah Ta’ala berfirman:
َ‫َولَقَ ْد بَ َع ْثنَا فِي ُكلِّ أُ َّم ٍة َر ُسواًل أَ ِن ا ْعبُ ُدوا هَّللا َ َواجْ تَنِبُوا الطَّا ُغوت‬
“Sungguh telah kami utus Rasul untuk setiap ummat dengan tujuan untuk mengatakan:
‘Sembahlah Allah saja dan jauhilah thagut‘” (QS. An Nahl: 36)

Syaikh DR. Shalih Al Fauzan berkata: “Dari tiga bagian tauhid ini yang paling
ditekankan adalah tauhid uluhiyah. Karena ini adalah misi dakwah para rasul, dan alasan
diturunkannya kitab-kitab suci, dan alasan ditegakkannya jihad di jalan Allah. Semua itu
adalah agar hanya Allah saja yang disembah, dan agar penghambaan kepada selainNya
ditinggalkan” (Lihat Syarh Aqidah Ath Thahawiyah).

Perhatikanlah, sungguh aneh jika ada sekelompok ummat Islam yang sangat bersemangat
menegakkan syariat, berjihad dan memerangi orang kafir, namun mereka tidak memiliki
perhatian serius terhadap tauhid uluhiyyah. Padahal tujuan ditegakkan syariat, jihad
adalah untuk ditegakkan tauhid uluhiyyah. Mereka memerangi orang kafir karena orang
kafir tersebut tidak bertauhid uluhiyyah, sedangkan mereka sendiri tidak perhatian
terhadap tauhid uluhiyyah??

d) Tauhid Al Asma’ was Shifat

Sedangkan Tauhid Al Asma’ was Shifat adalah mentauhidkan Allah Ta’ala dalam
penetapan nama dan sifat Allah, yaitu sesuai dengan yang Ia tetapkan bagi diri-Nya
dalam Al Qur’an dan Hadits Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam. Cara bertauhid
asma wa sifat Allah ialah dengan menetapkan nama dan sifat Allah sesuai yang Allah
tetapkan bagi diriNya dan menafikan nama dan sifat yang Allah nafikan dari diriNya,
dengan tanpa tahrif, tanpa ta’thil dan tanpa takyif (Lihat Syarh Tsalatsatil Ushul).
Allah Ta’ala berfirman yang artinya:

‫َوهَّلِل ِ اأْل َ ْس َما ُء ْال ُح ْسنَى فَا ْد ُعوهُ بِهَا‬


“Hanya milik Allah nama-nama yang husna, maka memohonlah kepada-Nya dengan
menyebut nama-nama-Nya” (QS. Al A’raf: 180)

Tahrif adalah memalingkan makna ayat atau hadits tentang nama atau sifat Allah dari
makna zhahir-nya menjadi makna lain yang batil. Sebagai misalnya kata ‘istiwa’ yang
artinya ‘bersemayam’ dipalingkan menjadi ‘menguasai’.

Ta’thil adalah mengingkari dan menolak sebagian sifat-sifat Allah. Sebagaimana


sebagian orang yang menolak bahwa Allah berada di atas langit dan mereka berkata
Allah berada di mana-mana.

Takyif adalah menggambarkan hakikat wujud Allah. Padahal Allah sama sekali tidak
serupa dengan makhluknya, sehingga tidak ada makhluk yang mampu menggambarkan
hakikat wujudnya. Misalnya sebagian orang berusaha menggambarkan bentuk tangan
Allah,bentuk wajah Allah, dan lain-lain.
Adapun penyimpangan lain dalam tauhid asma wa sifat Allah adalah tasybih dan tafwidh.

Tasybih adalah menyerupakan sifat-sifat Allah dengan sifat makhluk-Nya. Padahal Allah
berfirman yang artinya:

ِ َ‫ْس َك ِم ْثلِ ِه َش ْي ٌء َوهُ َو ال َّس ِمي ُع ْالب‬


‫صي ُر‬ َ ‫لَي‬
“Tidak ada sesuatupun yang menyerupai Allah. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar
Lagi Maha Melihat” (QS. Asy Syura: 11)

Kemudian tafwidh, yaitu tidak menolak nama atau sifat Allah namun enggan menetapkan
maknanya. Misalnya sebagian orang yang berkata ‘Allah Ta’ala memang ber-istiwa di
atas ‘Arsy namun kita tidak tahu maknanya. Makna istiwa kita serahkan kepada Allah’.
Pemahaman ini tidak benar karena Allah Ta’ala telah mengabarkan sifat-sifatNya dalam
Qur’an dan Sunnah agar hamba-hambaNya mengetahui. Dan Allah telah
mengabarkannya dengan bahasa Arab yang jelas dipahami. Maka jika kita
berpemahaman tafwidh maka sama dengan menganggap perbuatan Allah mengabarkan
sifat-sifatNya dalam Al Qur’an adalah sia-sia karena tidak dapat dipahami oleh hamba-
Nya.

Bukankah Anda mengetahui bahwa tidaklah sah keimanan seseorang, hingga terkumpul
pada dirinya ketiga macam tauhid sekaligus, yaitu Tauhidur Rububiyyah, Tauhidul
Uluhiyyah dan Tauhidul Asma’ wash Sifat? Maka Tauhidur Rububiyyah tidaklah
bermanfaat tanpa Tauhidul Uluhiyyah. Tauhidul Uluhiyyah tidak akan tegak tanpa
Tauhidur Rububiyyah, dan tidaklah bisa benar tauhidullah dalam rububiyyah dan
uluhiyyah-Nya tanpa tauhidul asma’ wash sifat.

e) Tauhid Ibadah

Maksudnya adalah Allah swt. satu-satunya Dzat yang harus disembah, dan selain-Nya
tidak pantas disembah. Karena ibadah khusus bagi seseorang yang sempurna mutlak
(kamâl mutlaq) dan mutlak sempurna (mutlaq kamâl). Dzat yang tidak memerlukan
segala sesuatu, pemberi seluruh anugerah, pencipta seluruh wujud. Dan sifat ini tidak
akan dijumpai selain pada Dzat Nan Kudus.

Tujuan utama ibadah adalah menemukan jalan untuk mendekatkan diri kepada derajat
kesempurnaan mutlak dan mutlak sempurna, Wujud Nir-Batas itu. Dan refleksi pancaran
dari sifat sempurna dan indah-Nya bertakhta dalam relung jiwa yang merupakan hasil
penjagaan jarak dari hawa nafsu, serta menggayutkan diri kepada membina dan
menghias diri (tahdzib nafs).

Tujuan ini hanya dapat tercapai dengan beribadah kepada Allah swt. yang merupakan
Pemilik kesempurnaan mutlak. (Tafsir Nemûneh, jilid 27, hal. 446).
f) Tauhid Isti’anah

Istianah adalah kata dasar yang bermakna “meminta pertolongan”. Oleh karena itu, yang
dimaksud dengan  tauhid istianah adalah bahwa manusia hanya memohon dan meminta
pertolongan kepada Allah Swt dalam segala urusannya, tangan kita hanya menengadah
kepada-Nya dalam setiap kebutuhan kita dan hanya kepada-Nya lah kita mencari
pertolongan. Mengenai pentingnya pembahasan tauhid istianah ini, cukuplah al-Quran
sendiri yang membuktikan hal tersebut dengan mensejajarkan antara tauhid istianah
dengan tauhid ibadah, dan kaum muslimin dalam setiap shalatnya menegaskan hal
tersebut, “(Ya Allah), hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada
Engkaulah kami mohon pertolongan.” (Qs. Al-fatihah: 5)

Tauhid istianah, tidak bertentangan dengan permohonan dan permintaan kita kepada
makhluk –yang sering kita alami dalam kehidupan sehari-hari–, dengan syarat bahwa kita
meyakini bahwa mahkluk tersebut dalam perbuatannya pun tidaklah independen, yakni
makhluk itu juga bergantung secara hakiki kepada-Nya. Karena boleh jadi muncul dalam
anggapan kita bahwa berdasarkan tauhid istianah, apa saja yang disebut dengan “meminta
pertolongan kepada selain Tuhan” adalah syirik. Namun anggapan ini adalah anggapan
yang tidak benar, dikarenakan jika permohonan pertolongan kepada selain Tuhan diiringi
dengan sebuah keyakinan bahwa untuk terdapat sebagian manusia telah diberikan
wewenang dan wilayah tertentu oleh Tuhan, dan atas izin Tuhan dan iradah-Nya lah
orang tersebut mampu memenuhi sebagian hajat dan kebutuhan manusia, dengan
demikian hal ini tentunya tidaklah bertentangan dengan tauhid istianah itu. Akan tetapi,
jika permohonan pertolongan kepada selain Tuhan diiringi dengan sebuah keyakinan
bahwa orang tersebut dalam segala perbuatannya memiliki independensi hakiki dan tanpa
berhubungan dengan izin Tuhan serta iradah-Nya mampu memenuhi sebagian hajat dan
kepentingan manusia, maka tentunya pandangan seperti ini bertentangan dengan tauhid
istianah. Oleh karena itu, orang yang sakit dan berusaha mencari penyembuhan dirinya ke
dokter, maka selama orang tersebut berkeyakinan bahwa obat dan dokter hanyalah
sebuah perantara dan wasilah dimana Tuhan telah menjadikan hal tersebut di alam natural
ini sebagai perantara bagi penyembuhan orang sakit, begitu pula dia meyakini bahwa
dokter dan obat tersebut hanya akan berpengaruh berdasarkan izin dan iradah Tuhan,
maka hal ini tentunya sama sekali tidaklah bertentangan dengan tauhid istianah. Begitu
juga bertawassul kepada Rasulullah saw dan para Imam Ahlulbait serta para wali Tuhan
lainnya, selama kita meyakini bahwa mereka hanyalah sebagai perantara dan segala
perbuatan mereka tidaklah independen, maka tidak akan pernah bertentangan dengan
tauhid istianah. Kita meyakini bahwa para wali Tuhan, dikarenakan posisi serta derajat
spiritualnya yang tinggi di sisi Tuhan, mereka dapat memenuhi sebagian hajat manusia
dengan berdasarkan kekuasaan yang Tuhan berikan pada mereka serta adanya izin dan
iradah Tuhan.

Meminta pertolongan kepada selain Tuhan, baik dalam wilayah alam materi (seperti
penggunaan obat) ataupun dalam wilayah nonmateri (seperti memohon pertolongan
kepada ruh-ruh suci para Nabi dan wali Tuhan), selama hal tersebut dibawah dipahami
berada dalam naungan Tuhan dan atas izin serta iradah Tuhan, maka tentunya tidak
bertentangan dengan tauhid istianah.

g. Manifestasi, Fungsi dan Peran Tauhid

Manifestasi

I’tikad dan keyakinan tauhid mempunyai konsekuensi berfikir dan bersikap tauhid yang
nampak pada:

a) Tauhid dalam ibadah dan doa, yaitu tidak ada yang patut disembah kecuali hanya Allah
dan tidak ada dzat yang pantas menerima doa kecuali hanya Allah (al-Faatihah: 5)

b) Tauhid dalam mencari nafkah dan berekonomi, yaitu tidak ada dzat yang memberi rizki
kecuali hanya Allah (Hud: 6). Dan pemilik mutlak dari semua yang ada adalah Allah
SWT (al-Baqarah: 284, An-Nur: 33).

c) Tauhid dalam melaksanakan pendidikan dan dakwah, yaitu bahwa yang menjadikan
seseorang itu baik atau buruk hanyalah Allah SWT. Dan hanya Allah yang mampu
memeberikan petunjuk (hidayah) kepada seseorang (al-Qoshosh: 56, an-Nahl: 37).

d) Tauhid dalam berpolitik, yaitu penguasa yang Maha Muthlaq hanyalah Allah SWT (al-
Maidah: 18, al-Mulk: 1) dan seseorang hanya akan memperoleh kekuasaan karena
anugerah Allah semata (Ali Imran: 26). Demikian pula, kemulyaan serta kekuasaan
hanyalah kepunyaan Allah SWT (Yunus: 65)
e) Tauhid dalam menjalankan hukum, yaitu bahwa hukum yang benar adalah hukum yang
datang dari Allah SWT, dan sumber kebenaran yang muthlak adalah Allah SWT
(Yunus: 40 dan 67).

Fungsi Tauhid
Manusia yang bertauhid mengemban tugas untuk membersihkan manusia dari
menyembah manusia, hewan, tumbuhan, matahari, berhala, dan lain-lain kepada
menyembah alloh. Dengan tauhid, kedudukan manusia sama manusia yang lain, yang
membedakan manusia dihadapan alloh adalah tingkat ketaqwaannya (QS. Al Hujurat: 13).

Hubungan manusia tidak hanya dengan tuhannya, tetapi juga mencakup hubungan
horisontal dengan sesamanya. Maka dari itu tauhid juga memiliki fungsi membentuk suatu
masyarakat yang mengejar nilai-nilai utama dan mengusahakan tegaknya nilai keadilan
sosial sehingga memberikan insipirasi pada manusia untuk mengubah dunia disekelilingnya
agar sesuai dengan kehendak Allah. Hal ini akan memicu manusia untuk membentuk suatu
misi yang bertujuan mengubah dunia, menegakkan kebenaran, dan keadilan, merealisasikan
berbagai nilai-nilai utama dan memberantas kerusakan dimuka bumi. Dengan misi ini akan
terwujud kehidupan sosial yang adil, etis, dan agamis.

Dalam konteks pengembangan umat, tauhid berfungsi mentransformasikan setiap


individu yang meyakininya menjadi manusia yang lebih ideal dalam arti memiliki sifat-sifat
mulia yang membebaskan dirinya dari setiap belenggu sosial, politik, ekonomi, dan budaya.

Peran Tauhid

Tauhid menempati kedudukan sentral dan esensial dalam islam, tauhid berarti komitmen
manusia kepada Allah sebagai fokus dari seluruh rasa hormat, rasa syukur, dan sebagai satu-
satunya sumber nilai dalam islam.

D. Hal yang merusak Tauhid

a) Kesyirikan.
“Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan
kezaliman (syirik), mereka Itulah yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-
orang yang mendapat petunjuk.”  (Qs. Al-An’am 6: 82).

Makna zhalim dalam ayat ini adalah syirik.

“Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran
kepadanya: “Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya
mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar”. 
(Qs. Lukman 31: 13).

“Katakanlah: “sesungguhnya aku ini hanyalah seorang manusia seperti kamu, yang
diwahyukan kepadaku: ‘bahwa sesungguhnya sesembahan kamu adalah sesembahan
yang Esa’, maka barangsiapa yang mengharap perjumpaan dengan Rabbnya hendaklah ia
mengerjakan amal shaleh dan janganlah ia berbuat kemusyrikan sedikitpun dalam
beribadah kepada Rabbnya.” (Qs.  Al Kahfi 18: 110).

Yang paling dikhawatirkan Rasulullah saw terhadap para shahabat.

Sabda Rasulullah saw.

‫ك اأْل َصْ َغ ُر‬


ُ ْ‫م قَا َل إِ َّن أَ ْخ َوفَ َما أَخَافُ َعلَ ْي ُك ْم ال ِّشر‬œَ َّ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسل‬ َ ‫ع َْن َمحْ ُمو ِد ب ِْن لَبِي ٍد أَ َّن َرس‬
َ ِ ‫ُول هَّللا‬

ُ‫ي النَّاس‬ ِ ‫ال ال ِّريَا ُء يَقُو ُل هَّللا ُ َع َّز َو َج َّل لَهُ ْم يَوْ َم ْالقِيَا َم ِة إِ َذا ج‬
َ ‫ُز‬ َ ‫ك اأْل َصْ َغ ُر يَا َرس‬
َ َ‫ُول هَّللا ِ ق‬ ُ ْ‫قَالُوا َو َما ال ِّشر‬

=‫ =رواه احمد‬ ‫بِأ َ ْع َمالِ ِهم ْاذهَبُوا إِلَى الَّ ِذينَ ُك ْنتُ ْم تُ َراءُونَ فِي ال ُّد ْنيَا فَا ْنظُرُوا هَلْ تَ ِج ُدونَ ِع ْن َدهُ ْم َجزَ ا ًء‬

Dari Mahmud bin Labid ra, bahwa Rasulullah saw bersabda: “Sesungguhnya yang paling
aku khawatirkan atas kamu adalah syirik kecil. Mereka (sahabat) bertanya, apakah syirik
kecil itu. Rasulullah saw bersabda, riya, Allah akan berfirman kepada mereka pada hari
kiamat apabila manusia diberi balasan akan amal mereka, pergilah kalian kepada orang
yang dulu kalian tunjukkan di dunia, perhatikan kalian, apakah kalian mendapati pahala
pada mereka…?” (HR. Ahmad).

Diriwayatkan dari Abu Said dalam hadits marfu’ bahwa Rasulullah SAW. bersabda:

ُ
َ َ‫ ق‬،ِ‫ بَلَى يَا َرسُوْ َل هللا‬:‫َّال؟ قَالُوْ ا‬
:‫ال‬ ِ ‫أَالَ أ ْخبِ ُر ُك ْم بِ َما هُ َو أَ ْخ َوفُ َعلَ ْي ُك ْم ِع ْن ِديْ ِمنَ ْال َم ِسي‬
ِ ‫ْح ال َّدج‬
َ ُ‫ فَيُ َزيِّن‬œ‫صلِّي‬
=‫ =رواه احمد‬ ))‫صالَتَهُ لِ َما يَ َرى َم ْن نَظَ ِر َرج ٍُل إِلَ ْي ِه‬ َ ُ‫ك ْال َخفِ ُّي يَقُوْ ُم ال َّر ُج ُل فَي‬
ُ ْ‫(( ال ِّشر‬

“Maukah kalian aku beritahu tentang sesuatu yang bagiku lebih aku khawatirkan
terhadap kamu dari pada Al Masih Ad-Dajjal..? para sahabat menjawab: “baik, ya
Rasulullah.”, kemudian Rasulullah r bersabda: “syirik yang tersembunyi, yaitu ketika
seseorang berdiri melakukan shalat, ia perindah shalatnya itu  karena mengetahui ada
orang lain yang melihatnya” (HR. Ahmad).
Allah swt meninggalkan amal seseorang yang mengandung kesyirikan.

Sabda Rasulullah saw.

‫ أَنَا أَ ْغنَى ال ُّش َر َكا ِء ع َْن‬œ‫ال هَّللا ُ تَبَا َركَ َوتَ َعالَى‬
َ َ‫م ق‬œَ َّ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسل‬ َ َ‫ع َْن أَبِي هُ َر ْي َرةَ قَا َل ق‬
َ ِ ‫ال َرسُو ُل هَّللا‬

َ ‫ك َم ْن َع ِم َل َع َماًل أَ ْش َر‬
=‫ =رواه مسلم‬ ُ‫ك فِي ِه َم ِعي َغي ِْري تَ َر ْكتُهُ َو ِشرْ َكه‬ ِ ْ‫ال ِّشر‬
Dari Abu Hurairah ra, berkata: Bersabda Rasulullah saw, Allah Tabaraka wa Ta’ala
berfirman: Aku adalah sekutu paling kaya dari segala sekutu. Barangsiapa yang
melakukan satu amal, dia dalam amalnya ada selain Aku, maka Aku tinggalkan dia dan
sekutunya itu.  (HR. Muslim).

Doa berlidung dari syirik kecil.

Dari Abu Musa al-Asy’ari ra, bahwa Rasulullah saw bersabda:

َ ُ‫ب النَّ ْم ِل فَقَا َل لَهُ َم ْن َشا َء هَّللا ُ أَ ْن يَق‬


‫ول َو َك ْيفَ نَتَّقِي ِه‬ ِ ‫أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا هَ َذا ال ِّشرْ كَ فَإِنَّهُ أَ ْخفَى ِم ْن َدبِي‬
: ‫ب النَّ ْم ِل يَا َرسُو َل هَّللا ِ قَا َل قُولُوا‬ِ ‫َوه َُو أَ ْخفَى ِم ْن َدبِي‬
=‫ =رواه احمد‬  ُ‫ستَ ْغفِ ُركَ لِ َما الَ نَ ْعلَ ُمه‬ ْ َ‫ َون‬,ُ‫ش ْي ًئ نَ ْعلَ ُمه‬
َ َ‫ش ِر َك بِك‬ ْ ُ‫اَللَّ ُه َّم اِنَّا نَ ُع ْو ُذ بِكَ ِمنْ اَنْ ن‬

Hai sekalian manusia, takutlah kalian kepada syirik ini, karena sesungguhnya syirik itu
lebih tersembunyi dari semut merayap. Lalu bertanyalah kepada Nabi orang yang Allah
kehendaki seraya berkata, Bagaimana kami menyelamatkan diri dari syirik itu, sedang
syirik itu lebih tersembunyi dari semut merayap ya Rasulallah? Beliau saw bersabda,
Ucapkan kalianlah: Ya Allah, sesungguhnya kami berlindung kepada-Mu dari
menyekutukan-Mu dengan sesuatu sedang kami mengetahuinya,  dan kami mohon
ampun kepada-Mu atas apa yang kami tidak mengetahuinya. (HR. Ahmad).

Kemudian yang dimaksud dengan aman adalah:

ِ ‫ فِي ْال ُح َّج ِة بِ ْال َمع‬œ‫ َو ْالهُ َدى‬،‫ب‬


‫ْرفَ ِة َوااْل ِ ْستِقَا َم ِة‬ ِ ‫اَأْل َ ْمنُ ِمنَ ْال َع َذا‬
Aman dari azab, dan petunjuk pada jalan yang lurus. (Tafsir Ath Thabari).

Allah swt mengancam Rasulullah saw bila ia juga melakukan kesyirikan.


Dan Sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) yang
sebelummu. “Jika kamu mempersekutukan (Tuhan), niscaya akan hapuslah amalmu dan
tentulah kamu Termasuk orang-orang yang merugi.  (Qs. Az Zumar 39: 65).

Allah swt hanya mengampuni dosa selain dari dosa syirik.

َ ِ‫إِ َّن هَّللا َ اَل يَ ْغفِ ُر أَ ْن يُ ْش َركَ بِ ِه َويَ ْغفِ ُر َما ُدونَ َذل‬
. . . ‫ك لِ َم ْن يَ َشا ُء‬

Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan dia mengampuni segala
dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya . . .
(Qs. An Nisaa’ 4: 48 dan 116).

Dari Anas bin Malik ia berkata:  “aku mendengar Rasulullah SAW. bersabda:

‫ أَل َتَ ْيتُكَ بِقُ َرابِهَا‬،‫ك بِ ْي َش ْيئًا‬ ِ ْ‫ب األَر‬


œُ ‫ ثُ َّم لَقِ ْيتَنِ ْي الَ تُ ْش ِر‬،‫ض َخطَايَا‬ ِ ‫ لَوْ أَتَ ْيتَنِ ْي بِقُ َرا‬،‫ يَا ا ْبنَ آ َد َم‬:‫قَا َل هللاُ تَ َعالَى‬

=‫َم ْغفِ َرةً =رواه الترمذي‬

“Allah berfirman: “Hai anak Adam, jika engkau datang kepada-Ku dengan membawa
dosa sejagat raya, dan engkau ketika mati dalam keadaan tidak menyekutukan-Ku dengan
sesuatupun, pasti Aku akan datang kepadamu dengan membawa ampunan sejagat raya
pula”.  (HR. Tirmidzi).

b) Mengada-ngada dalam urusan agama

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan Rasulnya dan
bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha mendengar lagi Maha
mengetahui.  (Qs. Al Hujurat 49: 1).

Dari A`isyah ra. bahwa Nabi saw bersabda:

َ ‫َم ْن َع ِم َل َع َمالً لَي‬


=‫ =رواه مسلم‬ ‫ُو َر ٌّد‬œَ ‫ْس َعلَ ْي ِه اَ ْم ُرنَا فَه‬

Barangsiapa yang melakukan satu `amal yang tidak ada perintahnya dari kami, maka itu
pasti tertolak. (HR. Muslim).

Peringatan Rasulullah saw tentang kebid’ahan.

Dari Abi Najih Al-Irbadl bin Sariyah ra, bahwa Rasul saw bersabda:

=‫ =رواه ابو داود‬ ٌ‫ضاَل لَة‬ œِ ‫ت اأْل ُ ُم‬


َ ‫ور فَإِ َّن ُك َّل ُمحْ َدثَ ٍة بِ ْد َعةٌ َو ُك َّل بِ ْد َع ٍة‬ ِ ‫َوإِيَّا ُك ْم َو ُمحْ َدثَا‬
… jauhi kamulah dari urusan yang mengada-ada, karena setiap yang baru itu adalah
bid’ah dan setiap bid’ah adalah sesat. (HR. Abu Dawud).
َ ‫ (أَيُّهَا النَّاسُ ! إِنَّهُ لَي‬:‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬
‫ْس ِم ْن َشي ٍْئ يُقَرِّ بُ ُك ْم‬ َ ِ‫ قَا َل َرسُوْ ُل هللا‬: ‫د قَا َل‬œٍ ْ‫ع َْن ا ْب ِن َم ْسعُو‬

‫ار َويُ ْب ِع ُد ُك ْم ِمنَ ْال َجنَّ ِة إِالَّ قَ ْد‬


ِ َّ‫ئ يُقَرِّ بُ ُك ْم ِمنَ الن‬ َ ‫ار إِالَّ قَ ْد أَ َمرْ تُ ُك ْم بِ ِه َولَي‬
ٌ ‫ْس َش ْي‬ ِ َّ‫ِمنَ ْال َجنَّ ِة َويُ ْب ِع ُد ُك ْم ِمنَ الن‬
=‫نَهَ ْيتُ ُك ْم َع ْنهُ =رواه ابن ابي شيبة والبيهقي‬

Dari Ibnu Mas’ud ra, berkata: Bersabda Rasulullah saw, Hai sekalian manusia,
Sesungguhnya tidak ada sedikitpun yag dapat mendekatkan kamu ke surga dan
menjauhkan kamu dari neraka kecuali aku telah menyuruh kamu kepadanya, dan tidak
ada sedikit pun yang mendekatkan kamu ke neraka dan menjauhkan kamu dari surga
kecuali aku juga telah melarang kamu dari hal itu.  (HR. Ibnu Abi Syaibah dalam
Mushannaf dan Al-Baihaqi dalam Syu’abul Iman)

Sufyan Tsauri berkata: “Iblis lebih menyukai bid’ah dari pada ma’siat, karena seseorang
lebih mudah kembali (kepada kebenaran) dari ma’siat, sedang bid’ah lebih sulit, karena
ia mengira bahwa yang dilakukannya adalah ibadah kepada Allah”.

Firman Allah swt.

Katakanlah: “Apakah akan Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang


paling merugi perbuatannya?” Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam
kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-
baiknya. (Qs. Al-Kahf 18: 103-104).

Barangsiapa yang berpaling dari pengajaran Tuhan yang Maha Pemurah (Al Quran),
Kami adakan baginya syaitan (yang menyesatkan) Maka syaitan Itulah yang menjadi
teman yang selalu menyertainya. Dan Sesungguhnya syaitan-syaitan itu benar-benar
menghalangi mereka dari jalan yang benar dan mereka menyangka bahwa mereka
mendapat petunjuk.  (Qs. Az Zukhruf 43: 36-37).

Allah swt memperingatkan Rasulullah saw dalam masalah mengada-ada dalam urusan
agama.

Firman Allah swt.

Seandainya Dia (Muhammad) Mengadakan sebagian Perkataan atas (nama) Kami.


Niscaya benar-benar Kami pegang Dia pada tangan kanannya. Kemudian benar-benar
Kami potong urat tali jantungnya. Maka sekali-kali tidak ada seorangpun dari kamu
yang dapat menghalangi (Kami), dari pemotongan urat nadi itu. (Qs. Al Haaqqah 69:
44-47).
c) Kemaksiatan.

Firman Allah swt.

Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari setetes mani yang bercampur yang
Kami hendak mengujinya (dengan perintah dan larangan), karena itu Kami jadikan dia
mendengar dan melihat.  (Qs. Al Insan 76: 2).

Diantara ujian terhadap manusia adalah kemaksiatan. Maksiat adalah lawan ketaatan,
baik itu dalam bentuk meninggalkan perintah maupun melakukan suatu larangan. Maka
hilang rasa takut, khusyu’ dan cahaya dalam hatinya. Sabda Rasulullah saw.

‫َت فِى قَ ْلبِ ِه‬ ِ َ ‫ قَا َل « إِ َّن ْال َع ْب َد إِ َذا أَ ْخطَأ‬-‫صلى هللا عليه وسلم‬- ِ ‫ع َْن أَبِى هُ َر ْي َرةَ ع َْن َرسُو ِل هَّللا‬
ْ ‫خَطيئَةً نُ ِكت‬

‫َاب ُسقِ َل قَ ْلبُهُ َوإِ ْن عَا َد ِزي َد فِيهَا َحتَّى تَ ْعلُ َو قَ ْلبَهُ َوه َُو الرَّانُ الَّ ِذى‬
َ ‫نُ ْكتَةٌ َسوْ دَا ُء فَإِ َذا ه َُو نَ َز َع َوا ْستَ ْغفَ َر َوت‬

=‫=رواه الترمذي وابن ماجه‬  ) َ‫َذ َك َر هَّللا ُ ( َكالَّ بَلْ َرانَ َعلَى قُلُوبِ ِه ْم َما َكانُوا يَ ْك ِسبُون‬

Dari Abu Hurairah, dari Rasulullah SAW, beliau bersabda, “Seorang hamba
apabila melakukan suatu kesalahan, maka dititikkan dalam hatinya sebuah titik hitam.
Apabila ia meninggalkannya dan meminta ampun serta bertaubat, hatinya dibersihkan.
Apabila ia kembali (berbuat maksiat), maka ditambahkan titik hitam tersebut hingga
menutupi hatinya. Itulah yang diistilahkan “ar raan” yang Allah sebutkan dalam firman-
Nya (yang artinya), ‘Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka
usahakan itu menutupi hati mereka’.

HR. At Tirmidzi no. 3334, Ibnu Majah no. 4244, Ibnu Hibban (7/27) dan Ahmad
(2/297). At Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih. Syaikh Al Albani
mengatakan bahwa hadits ini hasan.

Dari Hudzaifah bin Yaman ra, Rasulullah saw beliau bersabda:

ٍ ‫ نُ ِكتَ فِي ِه نُ ْكتَةٌ َسوْ دَا ُء َوأَيُّ قَ ْل‬œ‫ب أُ ْش ِربَهَا‬


‫ب أَ ْن َك َر‬ ٍ ‫ير عُودًا عُودًا فَأَيُّ قَ ْل‬
ِ ‫ص‬ِ ‫ب َك ْال َح‬
ِ ‫تُ ْع َرضُ ْالفِتَنُ َعلَى ْالقُلُو‬

‫ت ال َّس َما‬ َّ ‫ض ِم ْث ِل ال‬


ْ ‫صفَا فَاَل تَضُرُّ هُ فِ ْتنَةٌ َما دَا َم‬ َ َ‫َصي َر َعلَى قَ ْلبَ ْي ِن َعلَى أَ ْبي‬ َ ‫هَا نُ ِكتَ فِي ِه نُ ْكتَةٌ بَ ْي‬
ِ ‫ضا ُء َحتَّى ت‬

َ ‫ َواَل يُ ْن ِك ُر ُم ْن َكرًا إِاَّل َما أُ ْش ِر‬œ‫ْرفُ َم ْعرُوفًا‬


 ُ‫ب ِم ْن هَ َواه‬ œِ ‫ات َواأْل َرْ ضُ َواآْل َخرُأَ ْس َو ُد ُمرْ بَا ًّدا َك ْال ُك‬
ِ ‫وز ُم َج ِّخيًا اَل يَع‬ ُ ‫َو‬
=‫=رواه مسلم‬

Fitnah-fitnah akan melekat di hati bagaikan tikar, dengan berulang-ulang. Setiap hati
yang termakan fitnah itu, maka pada hatinya akan terdapat bintik hitam dan setiap hati
yang menolaknya, maka akan muncul bintik putih. Sehingga hati tersebut menjadi
terbagi dua, putih yang bagaikan batu besar, sehingga tidak akan terkena bahaya fitnah,
selama masih ada langit dan bumi. Sedangkan bagian yang lain hitam keabu-abuan
seperti kuali terbalik, dia tidak mengerti yang ma’ruf dan tidak akan menolak
kemungkaran; kecuali hanya hawa nafsu yang diserap (hatinya). (HR.Muslim).

Maka pengaruh kemaksiatan bagi manusia.

 Hatinya akan seperti kuali yang terbalik (sulit menerima kebenaran).


 Tidak akan mengerti yang baik.
 Tidak akan menginkari kemungkaran.
 Hanya memperturutkan hawa nafsunya.
 Akhirnya hilanglah rasa takut, malu, khusyu’ dan cahaya dalam hatinya.

Ketiga hal diatas sesuatu yang dapat merusak tauhid atau kesempurnaan tauhid, maka
yang harus kita lakukan:

 Bertaubat dari syirik, bid’ah dan kema’siatan masa lalu.

. . . ‫يَا أَيُّهَا الَّ ِذينَ آَ َمنُوا تُوبُوا إِلَى هَّللا ِ تَوْ بَةً نَصُوحًا‬

Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubatan nasuhaa
(taubat yang semurni-murninya). . . (Qs. At Tahrim 66: 8)

ِ ‫وب َج ِميعًا إِنَّهُ ه َُو ْال َغفُو ُر الر‬


‫َّحي ُم‬ ُّ ‫ي الَّ ِذينَ أَ ْس َرفُوا َعلَى أَ ْنفُ ِس ِه ْم اَل تَ ْقنَطُوا ِم ْن َرحْ َم ِة هَّللا ِ إِ َّن هَّللا َ يَ ْغفِ ُر‬
َ ُ‫الذن‬ َ ‫قُلْ يَا ِعبَا ِد‬

Katakanlah: “Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri,
janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni
dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah yang Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang.  (Qs. Az Zumar 39: 53).

 Menghindari dan menjauhi perbuatan-perbuatan itu.


 Membangun rasa takut, malu, khusyu’ dan berusaha menjaga cahaya bathin.
Rukun Iman dan Penjelasannya
Rukun Iman dan Penjelasannya - Segala sesuatu memiliki rukun (hal pokok) yang
mendasari hal tersebut. Begitu juga dengan keimanan, maka ia juga memiliki pokok-
pokok yang menjadi asas atas bagian-bagiannya. Sebagaimana telah kita ketahui
bahwa rukun iman ada enam yaitu: iman kepada Allah, malaikat, kitab-kitabNya, para
rasul, hari akhir dan iman pada takdir.
Dalilnya adalah firman Allah ta’ala,

‫ب َولَـ ِك َّن ْالبِ َّر َم ْن آ َم َن بِاهّلل ِ َو ْاليَ ْو ِم‬


ِ ‫ق َو ْال َم ْغ ِر‬
ِ ‫وا ُوجُوهَ ُك ْم قِبَ َل ْال َم ْش ِر‬ ْ ُّ‫ْس ْالبِ َّر أَن تُ َول‬َ ‫لَّي‬
َ ‫ب َوالنَّبِي‬
‫ِّين‬ ِ ‫اآلخ ِر َو ْال َمآلئِ َك ِة َو ْال ِكتَا‬
ِ
“Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan
tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian,
malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi …” (QS Al Baqarah: 177).

Dan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassallam bersabda dalam sebuah hadist saat
menjawab pertanyaan Jibril‘alaihissalam tentang keimanan, Keimanan adalah engkau
beriman kepada Allah, dan para malaikatNya, dan kitab-kitabNya, dan para rasulNya,
dan hari akhir, dan engkau beriman pada takdir baik yang baik maupun yang buruk
[HR Muslim dari sahabat ‘Umar radhiyallahu ‘anhu].
Baca Juga : Asmaul Husna

Pengertian Rukun Iman

Kata "rukun" didalam rukun iman adalah asas, landasan atau dasar. Artinya adalah 6
hal yang disebutkan didalam rukun iman adalah dasar dan landasan utama dalam
beragama. Tanpa ke enam hal ini maka kita belum sempurna beragama islam. Kenapa
demikian ? Karena semua rukun islam ini saling berkaitan. Jika kita mempercayai
Alloh maka kita wajib mempercayai rosul, dan sebaliknya. Seperti yang difirmankan
Alloh dalam surat Annisa ayat ke 59 yang berbunyi: "'Ati'ulloha Wa 'Ati'urrosuula..."
yang berarti: "Ikutilah Alloh dan ikutilah Rosul...". Dari ayat tersebut dapat kita ambil
maknanya bahwa kita tidak bisa mempercayai salah satu, misalkan hanya
mempercayai alloh saja, tetapi tidak mempercayai rosul, atau sebaliknya.
Kesimpulannya adalah jika kita mengaku beriman kepada Alloh, imani lah (percaya)
juga Rosululloh dan ikuti setiap perintahnya, serta beriman lah juga kepada setiap
rukun yang ada didalam rukun iman agar islam kita sempurna.
"Iman" menurut bahasa adalah percaya atau membenarkan. Sedangkan iman menurut
istilah syar'i yaitu Keyakinan dalam hati, Perkataan di lisan, amalan dengan anggota
badan, bertambah dengan melakukan ketaatan dan berkurang dengan maksiat.
Jika kita hubungkan keduanya, maka arti dari rukun iman adalah dasar-dasar atau
landasan yang harus diyakini didalam hati setiap muslim, dan dibuktikan didalam lisan
serta perbuatannya sehari-hari. Wallohu a'lam bisshawab.

Rukun Iman Ada 6 :


Iman kepada ALLAH
Iman kepada Malaikat-malikat ALLAH
Iman Kepada Kitab-kitab ALLAH
Iman Kepada Rasul-rasul ALLAH
Iman kepada hari Kiamat
Iman kepada Qada dan Qadar
Berikut penjelasan ringkas mengenai keenam rukun iman ini:

1. Iman kepada Allah.

Tidaklah seseorang dikatakan beriman kepada Allah hingga dia mengimani 4 perkara:
a. Mengimani adanya Allah Ta’ala.
b. Mengimani rububiah Allah, bahwa tidak ada yang mencipta, menguasai, dan
mengatur alam semesta kecuali Allah.
c. Mengimani uluhiah Allah, bahwa tidak ada sembahan yang berhak disembah selain
Allah dan mengingkari semua sembahan selain Allah Ta’ala.
d. Mengimani semua nama dan sifat Allah yang Allah telah tetapkan untuk diri-Nya
dan yang Nabi-Nya shallallahu alaihi wasallam tetapkan untuk Allah, serta menjauhi
ta’thil, tahrif, takyif, dan tamtsil.

2. Iman kepada para malaikat Allah.

Maksudnya kita wajib membenarkan bahwa para malaikat itu ada wujudnya dimana
Allah Ta’ala menciptakan mereka dari cahaya. Mereka adalah makhluk dan hamba
Allah yang selalu patuh dan beribadah kepada-Nya. Allah Ta’ala berfirman:

َ ‫ُون َع ْن ِعبَا َدتِ ِه َواَل يَ ْستَحْ ِسر‬


*‫ُون‬ ِ ْ‫ت َواأْل َر‬
َ ‫ض َو َم ْن ِعن َدهُ اَل يَ ْستَ ْكبِر‬ ِ ‫َولَهُ َمن فِي ال َّس َما َوا‬

‫ُون‬ َ َ‫ُون اللَّ ْي َل َوالنَّه‬


َ ‫ار ال يَ ْفتُر‬ َ ‫يُ َسبِّح‬
“Dan malaikat-malaikat yang di sisi-Nya, mereka tiada mempunyai rasa angkuh untuk
menyembah-Nya dan tiada (pula) merasa letih. Mereka selalu bertasbih malam dan
siang tiada henti-hentinya.” (QS. Al-Anbiya`: 19-20)

Kita wajib mengimani secara rinci setiap malaikat yang kita ketahui namanya seperti
Jibril, Mikail, dan Israfil. Adapun yang kita tidak ketahui namanya maka kita
mengimani mereka secara global. Di antara bentuk beriman kepada mereka adalah
mengimani setiap tugas dan amalan mereka yang tersebut dalam Al-Qur`an dan hadits
yang shahih, seperti mengantar wahyu, menurunkan hujan, mencabut nyawa, dan
seterusnya.

3. Iman kepada kitab-kitab Allah.

Yaitu kita mengimani bahwa seluruh kitab Allah adalah kalam-Nya, dan kalamullah
bukanlah makhluk karena kalam merupakan sifat Allah dan sifat Allah bukanlah
makhluk.

Kita juga wajib mengimani secara terperinci semua kitab yang namanya disebutkan
dalam Al-Qur`an seperti taurat, injil, zabur, suhuf Ibrahim, dan suhuf Musa.
Sementara yang tidak kita ketahui namanya maka kita mengimani secara global bahwa
Allah Ta’ala mempunyai kitab lain selain daripada yang diterangkan kepada kita.
Secara khusus tentang Al-Qur`an, kita wajib mengimani bahwa dia merupakan
penghapus hukum dari semua kitab suci yang turun sebelumnya. Allah berfirman, :
ِ ‫صدِّقا ً لِّ َما بَي َْن يَ َد ْي ِه ِم َن ْال ِكتَا‬
‫ب َو ُمهَ ْي ِمنا ً َعلَ ْي ِه‬ ِّ ‫اب بِ ْال َح‬
َ ‫ق ُم‬ َ َ‫ْك ْال ِكت‬
َ ‫َوأَن َز ْلنَا إِلَي‬
“Dan Kami telah turunkan kepadamu Al Qur’an dengan membawa kebenaran,
membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya)
dan batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu.”(QS al Ma’idah: 48)

4. Iman kepada para nabi dan rasul Allah.

Yaitu mengimani bahwa ada di antara laki-laki dari kalangan manusia yang Allah
Ta’ala pilih sebagai perantara antara diri-Nya dengan para makhluknya. Akan tetapi
mereka semua tetaplah merupakan manusia biasa yang sama sekali tidak mempunyai
sifat-sifat dan hak-hak ketuhanan, karenanya menyembah para nabi dan rasul adalah
kebatilan yang nyata.

Wajib mengimani bahwa semua wahyu nabi dan rasul itu adalah benar dan bersumber
dari Allah Ta’ala. Karenanya siapa saja yang mendustakan kenabian salah seorang di
antara mereka maka sama saja dia telah mendustakan seluruh nabi lainnya.
Karenanya Allah Ta’ala mengkafirkan Yahudi dan Nashrani tatkala tidak beriman
kepada Muhammad shallallahu alaihi wasallam dan Allah mendustakan keimanan
mereka kepada Musa dan Isa alaihimassalam, karena mereka tidak beriman kepada
Muhammad shallallahu alaihi wasallam.

Juga wajib mengimani secara terperinci setiap nabi dan rasul yang kita ketahui
namanya. Sementara yang tidak kita ketahui namanya maka kita wajib mengimaninya
secara global. Allah Ta’ala berfirman:

‫ِّين ِمن بَ ْع ِد ِه َوأَ ْو َح ْينَا إِلَى إِب َْرا ِهي َم َوإِ ْس َما ِعي َل‬ ٍ ُ‫ْك َك َما أَ ْو َح ْينَا إِلَى ن‬
َ ‫وح َوالنَّبِي‬ َ ‫إِنَّا أَ ْو َح ْينَا إِلَي‬
َ ‫ُون َو ُسلَ ْي َم‬
‫ان َوآتَ ْينَا َدا ُوو َد‬ َ ‫س َوهَار‬ َ ‫اط َو ِعي َسى َوأَي‬
َ ُ‫ُّوب َويُون‬ ِ َ‫وب َواألَ ْسب‬ َ ُ‫ق َويَ ْعق‬ َ ‫ْحا‬ َ ‫َوإِس‬
ً‫َزبُورا‬
“Sesungguhnya Kami telah memberikan wahyu kepadamu sebagaimana Kami telah
memberikan wahyu kepada Nuh dan nabi-nabi yang kemudiannya, dan Kami telah
memberikan wahyu (pula) kepada Ibrahim, Isma’il, Ishak, Ya’qub dan anak cucunya,
‘Isa, Ayyub, Yunus, Harun dan Sulaiman. Dan Kami berikan Zabur kepada Daud.” (QS
an Nisa: 163)

‫ك َو َما‬ َ ‫ْك َو ِم ْنهُ ْم َم ْن لَ ْم نَ ْقصُصْ َعلَ ْي‬ َ ‫صصْ نَا َعلَي‬ َ َ‫ك ِم ْنهُ ْم َم ْن ق‬ َ ِ‫َولَقَ ْد أَرْ َس ْلنَا ُرسُال ِم ْن قَ ْبل‬
َ ِ‫ق َو َخ ِس َر هُنَال‬
‫ك‬ ِ ُ‫ُول أَ ْن يَأْتِ َي بِآيَ ٍة إِال بِإِ ْذ ِن هَّللا ِ فَإِ َذا َجا َء أَ ْم ُر هَّللا ِ ق‬
ِّ ‫ض َي بِ ْال َح‬ ٍ ‫ان لِ َرس‬ َ ‫َك‬
‫ون‬َ ُ‫ْال ُمب ِْطل‬
“Dan sesungguhnya telah Kami utus beberapa orang rasul sebelum kamu, di antara
mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antara mereka ada (pula) yang
tidak Kami ceritakan kepadamu.” (QS. Mu'min: 78)

5. Iman kepada hari akhir.

Dikatakan hari akhir karena dia adalah hari terakhir bagi dunia ini, tidak ada lagi hari
keesokan harinya. Hari akhir adalah hari dimana Allah Ta’ala mewafatkan seluruh
makhluk yang masih hidup ketika itu -kecuali yang Allah perkecualikan-, lalu mereka
semua dibangkitkan untuk mempertanggung jawabkan amalan mereka. Allah Ta’ala
berfirman:

‫صهَا‬ َ ْ‫ال َعلَ ْي ِه ُم ْال ُع ُم ُر أَفَال يَ َر ْو َن أَنَّا نَأْتِي األر‬


ُ ُ‫ض نَ ْنق‬ َ َ‫بَلْ َمتَّ ْعنَا هَ ُؤال ِء َوآبَا َءهُ ْم َحتَّى ط‬
ْ َ‫ِم ْن أ‬
َ ‫ط َرافِهَاأَفَهُ ُم ْال َغالِب‬
‫ُون‬
“Sebagaimana Kami telah memulai panciptaan pertama begitulah Kami akan
mengulanginya, janji dari Kami, sesungguhnya Kami pasti akan melakukannya.” (QS.
Al-Anbiya`: 104)
‫وا فِي أَنفُ ِس ِه ْم َح َرجا ً ِّم َّما‬
ْ ‫وك فِي َما َش َج َر بَ ْينَهُ ْم ثُ َّم الَ يَ ِج ُد‬
َ ‫ون َحتَّ َى ي َُح ِّك ُم‬ َ ُ‫فَالَ َو َرب َِّك الَ ي ُْؤ ِمن‬
ْ ‫ْت َويُ َسلِّ ُم‬
ً ‫وا تَ ْسلِيما‬ َ ‫ضي‬َ َ‫ق‬
“Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka
menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian
mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang
kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.” (an Nisa: 65)

Ini makna hari akhir secara khusus, walaupun sebenarnya beriman kepada akhir itu
mencakup 3 perkara, dimana siapa saja yang mengingkari salah satunya maka
hakikatnya dia tidak beriman kepada hari akhir. Ketiga perkara itu adalah:
a. Mengimani semua yang terjadi di alam barzakh -yaitu alam di antara dunia dan
akhirat- berupa fitnah kubur oleh 2 malaikat, nikmat kubur bagi yang lulus dari fitnah,
dan siksa kubur bagi yang tidak selamat darinya.
b. Mengimani tanda-tanda hari kiamat, baik tanda-tanda kecil yang jumlahnya
puluhan, maupun tanda-tanda besar yang para ulama sebutkan jumlahnya ada 10. Di
antaranya: Munculnya Imam Mahdi, keluarnya Dajjal, turunnya Nabi Isa alaihissalam,
keluarnya Ya`juj dan Ma`jun, dan seterusnya hingga terbitnya matahari dari sebelah
barat.
c. Mengimani semua yang terjadi setelah kebangkitan. Dan kejadian ini kalau mau
diruntut sebagai berikut: Kebangkitan lalu berdiri di padang mahsyar, lalu telaga, lalu
hisab (tanya jawab dan pembagian kitab), mizan (penimbangan amalan), sirath,
neraka, qintharah (titian kedua setelah shirath), dan terakhir surga.

6. Beriman kepada takdir yang baik dan yang buruk.

Maksudnya kita wajib mengimani bahwa semua yang Allah takdirkan, apakah kejadian
yang baik maupun yang buruk, semua itu berasal dari Allah Ta’ala. Beriman kepada
takdir Allah tidak teranggap sempurna hingga mengimani 4 perkara:
a. Mengimani bahwa Allah Ta’ala mengimani segala sesuatu kejadian, yang baik
maupun yang buruk. Bahwa Allah mengetahui semua kejadian yang telah berlalu, yang
sedang terjadi, yang belum terjadi, dan semua kejadian yang tidak jadi terjadi
seandainya terjadi maka Allah tahu bagaimana terjadinya.
Allah Ta’ala berfirman:
“Agar kamu mengetahui bahwasanya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu, dan
sesungguhnya Allah ilmu-Nya benar-benar meliputi segala sesuatu.” (QS. Ath-Thalaq:
12)
b. Mengimani bahwa Allah Ta’ala telah menuliskan semua takdir makhluk di lauh al-
mahfuzh, 50.000 tahun sebelum Dia menciptakan langit dan bumi.
Dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al-’Ash radhiallahu anhuma dia berkata: Saya pernah
mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Allah telah menuliskan takdir bagi semua makhluk 50.000 tahun sebelum Allah
menciptakan langit dan bumi.” (HR. Muslim no. 4797)
c. Mengimani bahwa tidak ada satupun gerakan dan diamnya makhluk di langit, di
bumi, dan di seluruh alam semesta kecuali semua baru terjadi setelah Allah
menghendaki. Tidaklah makhluk bergerak kecuali dengan kehendak dan izin-Nya,
sebagaimana tidaklah mereka diam dan tidak bergerak kecuali setelah ada kehendak
dan izin dari-Nya.
Allah Ta’ala berfirman yang artinya, “Dan kamu tidak dapat menghendaki
(mengerjakan sesuatu) kecuali apabila dikehendaki Allah, Tuhan semesta alam.” (QS.
At-Takwir: 29)
d. Mengimani bahwa seluruh makhluk tanpa terkecuali, zat mereka beserta seluruh
sifat dan perbuatan mereka adalah makhluk ciptaan Allah.
Allah Azza wa Jalla berfirman:
“Allah menciptakan segala sesuatu.” (QS. Az-Zumar: 62)
KESIMPULAN DAN PENUTUP

Dengan kita mengetahui pengertian, dan memahami manfaat, tujuan, dan sumber
Tauhid dan Aqidah Islamiyah, tentu kita akan mengetahui bahwa, apa saja yang
dijadikan materi dalam pembahasan Ilmu ini, baik itu pengertian, manfaat, tujuan, dan
sumber maupun ruang lingkup pembahasannya. Jika ditinjau dari definisinya dapatlah
kita ketahui bahwa Ilmu Tauhid dan Aqidah Islamiyah ini adalah suatu Ilmu yang
membahas dan membicarakan wujudnya Allah SWT. Sifat yang mestinya ada pada-
Nya, sifat-sifat yang tidak ada padanya, dan sifat-sifat yang mungkin ada pada-Nya, dan
membicarakan Rasul-Rasul Allah SWT., untuk menetapkan kerasulannya dan sifat-sifat
yang harus ada padanya. Oleh karena itu kewajiban pertama bagi seorang hamba adalah
mengenal Allah.

Dan hendaknya kita sebagai umat manusia untuk selalu memulai sesuatu dengan
memuju asma-Nya. Sehingga kita dapat mengetahui dengan baik dan benar, tentang
kewajiban sebagai mahluk, serta agar dapat mengambil manfaat dan tujuan sumber
tauhid dan aqidah islamiyah ini, agar umat manusia dapat menjadikannya sebagai
pedoman hidup, yang dengannya umat manusia bisa terbimbing kepada jalan yang
diridhai Allah SWT. Serta dengan ilmu ini umat manusia bisa menjalani hidup dengan
apa yang telah digariskan olah Allah SWT.

Dari semua penjelasan menganai manfaat, tujuan, dan sumber tauhid dan aqidah
islamiyah yang penulis paparkan dalam makalah ini, semoga kita semua dapat
mengambil pelajaran untuk bisa dilaksanakan di kehidupan sehari-hari dalam
bermasyarakat, sehingga keridhaan Allah SWT. Akan dapat kita raih bersama.
DAFTAR PUSTAKA

http://jumadibismillahsukses.blogspot.co.id/2011/11/ruang-lingkup-ilmu-tauhid.html

https://fuadbahsin.wordpress.com/2009/05/25/ruang-lingkup-ilmu-tauhid/

https://isyraq.wordpress.com/

https://muhammadhaidir.wordpress.com/2013/02/18/hal-hal-yang-dapat-merusak-tauhid/

https://puji.wordpress.com/2010/06/24/tauhid-dan-aqidah-definisi-dan-cakupan-bahasannya/

muslim.or.id/

muslimah.or.id/

Anda mungkin juga menyukai