I, MA
A. Pengertian Aqidah
Ilmu ini juga bisa disebut dengan istilah ilmut-tauhid ()علم التﻭحيد,
tauhid berarti satu atau esa; ke-esa-an ini dalam pandangan Islam
sebagai agama monotheisme (percaya atau menyembah satu tuhan),
merupakan salah satu sifat yang terpenting diantara sifat-sifat tuhan.
Ilmu ini disebut Ilmu Tauhid ilmut-tauhid ( )علم التوحيدkarena tujuan
pokok ilmu ini adalah meng-esa-kan Tuhan (Allah) baik zat, sifat
maupun af’alnya (perbuatan-perbuatan-Nya).
Ilmu ini juga biasa dikenal dengan istillah ilmul-kalam
( ;)علم الكالمnama ini diambil dari:
3) Aqidah Islam sesuai dengan fitrah manusia, karena mengenal Allah dan beribadah
kepada-Nya merupakan fitrah bagi manusia.
“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Islam); (sesuai) fitrah dari
Allah disebabkan Dia telah menciptakan manusia menurut (fitrah) itu. Tidak ada
perubahan pada ciptaan Allah. (Itulah) agama yang lurus, tapi kebanyakan manusia
tidak mengetahui” (ar-Rum: 30).
4) Aqidah Islam bersesuaian dengan akal manusia dan tidak terdapat didalamnya
pertentangan dengan akal.
C.Tujuan Aqidah Islam
Aqidah Islam menumbuhkan:
1) Keikhlasan dalam niat untuk melakukan amal baik dan ibadah hanya karena
Allah semata, karena Allah-lah yang menciptakan manusia dan tidak ada
sekutu baginya.
2) Membebaskan akal dan pikiran dari kekeliruan yang timbul karena jiwa yang
kosong dari aqidah.
3) Mendapatkan ketenangan jiwa dan pikiran serta terhindar dari kecemasan
jiwa dan kegoncangan pikiran.
4) Meluruskan tujuan dan perbuatan dari penyelewengan dalam beribadah
kepada Allah dan dalam bermuamalah dengan orang lain.
5) Bersungguh-sungguh dalam segala sesuatu dan tidak melewatkan kesempatan
untuk beramal saleh.
6) Menciptakan umat yang kuat untuk menegakkan agama Allah.
7) Meraih kebahagian dunia dan akhirat dengan memperbaiki pribadi maupun
kelompok serta meraih pahala dan kemuliaan.
D.Sifat-Sifat Allah SWT
Sifat wajib (yang pasti ada) pada Allah (ada 20):
2. Salbiyah,yaitu sifat-sifat Allah yang menolak sifat-sifat yang tidak sesuai atau tidak layak bagi-Nya.
-Qidam ()ﻗﺪم
-Baqa‘ ()ﺑﻘﺎﺀ
-Mukholafatuhu lilhawadits ()هﺨﺎلﻔﺘﻪ للﺤﻮادﺙ
-Qiyamuhu Binafsihi ()ﻗﻴﺎهﻪ ﺑﻨﻔﺴﻪ
-Wahdaniyyah ()ﻭحﺪاﻧﻴﺔ
3.Ma'ani,yaitu sifat-sifat wajib yang dapat digambarkan oleh akal pikiran manusia.
-Qudrah ()ﻗﺪﺭﺓ
-Iradah ()ﺇﺭادﺓ
-Ilmu ()علن
-Hayat ()حﻴﺎﺓ
-Sama‘ ()ﺳوﻊ
- Bashar ()ﺑﺼﺮ
-Kalam ()كال م
4. Ma'nawiyah,yaitu sifat-sifat yang berhubungan dengan sifat ma'ani,atau keaktifan sifat-sifat tujuh diatas. Atau
dengan kata lain sifat yang menjadi lazim karena adanya sifat Ma`ani, Contohnya: Allah memiliki sifat Maha Kuasa,
maka lazimlah Allah itu keadaannya Maha Kuasa.
-Kaunuhu Qadiran ()كﻮﻧﻪ ﻗﺎدﺭًا
- Kaunuhu Muridan ()كﻮﻧﻪ هﺮيﺪًا
- Kaunuhu 'Aliman ()كﻮﻧﻪ عﺎلوًﺎ
- Kaunuhu Hayyan ()كﻮﻧﻪ حﻴًّﺎ
- Kaunuhu Sami'an ()كﻮﻧﻪ ﺳوﻴﻌًﺎ
- Kaunuhu Bashiran ()كﻮﻧﻪ ﺑﺼﻴﺭًا
- Kaunuhu Mutakalliman ()كﻮﻧﻪ هﺘﻜلِّوًﺎ
Sifat mustahil (yang tidak mungkin terdapat) pada Allah
Kata “Jaiz” menurut bahasa berarti “boleh atau bisa”. Yang dimaksud dengan
sifat jaiz bagi Allah ialah sifat yang bisa ada dan bisa pula tidak ada pada Allah.
“Dan Tuhanmu menciptakan apa yang Dia kehendaki dan memilihnya. Sekali-
kali tidak ada pilihan bagi mereka. Maha Suci Allah dan Maha Tinggi dari apa
yang mereka persekutukan (dengan Dia)”. (al-Qashash: 68)
E.Aliran-Aliran / Kelompok-Kelompok dalam
Ilmu Kalam (Teologi Islam)
Sejarah singkat munculnya kelompok-kelompok ini:
Pertempuran antara pihak Ali bin Abi Thalib dan Muawiyah dalam perang
shiffin berakhir dengan peristiwa arbitrase (tahkim).
Hal ini menyebabkan sekelompok orang keluar dari barisan Ali bin Abi Thalib,
karena memandang Ali telah berbuat salah dengan menerima arbitrase
(tahkim), kelompok ini dikenal dengan Khawarij (kelompok/orang-orang
yang keluar). Mereka lalu mulai melawan Ali dan Muawiyah.
Persoalan politik ini akhirnya membawa kepada persoalan teologi, yaitu siapa
yang kafir dan siapa yang tidak, maksudnya siapa yang telah keluar dari Islam
(murtad) dan siapa yang masih tetap dalam Islam.
Kelompok khawarij menganggap Ali, Muawiyah dan lain-lain yang menerima
arbitrase (tahkim) telah kafir, murtad (keluar dari Islam) dan harus dibunuh,
karena -menurut mereka- dengan menerima tahkim (arbitrase) , Ali,
Muawiyah dan lain-lain telah membuat hukum selain dengan hukum Allah.
Pada akhirnya kelompok khawarij pecah menjadi beberapa sekte. Konsep kafir
turut mengalami perubahan, yang dipandang kafir oleh mereka bukan lagi
hanya orang yang tidak menentukan hukum dengan Al-Qur’an, tetapi juga
orang-orang yang telah berbuat dosa besar, -menurut kaum khawarij,- orang
yang telah melakukann dosa besar juga telah kafir dan harus dibunuh.
Hal ini menyebabkan munculnya aliran kedua yang disebut Murji’ah, menurut
kelompok murji’ah, orang yang melakuakan dosa besar masih mu’min, bukan
kafir. Adapun dosa yang dilakukannya, terserah pada Allah untuk
mengampuni atau tidak mengampuninya.
Lalu juga muncul aliran ketiga yang disebut Mu’tazilah, menurut mu’tazilah
orang yang melakukan dosa besar bukan mu’min bukan pula kafir, tetapi orang
ini, -menurut mu’tazilah- mengambil posisi antara mu’min dan kafir. (terkenal
dengan istilah al-manzilah baina al-manzilatain / posisi diantara dua posisi).
Pada masa ini muncul pula aliran al-Qadariyah dan al-Jabariyah. Menurut
al-Qadariyah manusia memiliki kebebasan dalam kehendak dan
perbuatannya. Sedangkan menurut al-Jabariyah, justru sebaliknya, manusia
tidak memiliki kebebasan dalam kehendak dan perbuatannya, dengan kata
lain –menurut al-Jabariyah- manusia bertindak dengan paksaan Tuhan.
Dengan banyaknya buku-buku filsafat Yunani yang diterjemahkan ke Bahasa
Arab, Kelompok mu’tazilah banyak terpengaruh oleh kebudayaan Yunani
klasik yang banyak mengedepankan pemakaian akal atau rasio. Pemakaian dan
kepercayaan pada rasio ini mereka bawa ke dalam lapangan teologi Islam,
sehingga teologi mereka terkenal dengan corak liberal, dalam pengertian -
meskipun tidak meninggalkan wahyu-, mereka terkenal lebih
mengedepankan akal. Maka oleh sebab ini, dalam persoalan apakah manusia
terpaksa dalam berpikir dan bertindak (yang diperdebatkan oleh al-Qadariyah
dan al-Jabariyah), sebagai golongan yang percaya pada kekuatan dan
kemerdekaan akal untuk berpikir, mereka lebih memilih pendapat qadariyah.
Aliran teologi mu’tazilah yang lebih bersifat liberal dan mengedepankan rasio
ini mendapat perlawanan –perlawanan. Perlawanan ini memunculkan
kelompok al-Asy’ariyah atau al-Asya’irah. Kelompok ini didirian oleh Abu
al-Hasan al-Asy’ari (W.935 M) , yang pada mulanya adalah pengikut mu’tazilah,
tetapi menurut riwayatnya, setelah ia melihat dalam mimpinya bahwa ajaran-
ajaran mu’tazilah dicap oleh Nabi Muhammad SAW sebagai ajaran yang sesat,
ia membentuk aliran baru yang mengedepankan ajaran untuk kembali kepada
Al-Qur’an dan As-Sunnah. Aliran ini dikenal dengan nama al-Asy’ariyah atau
al-Asya’irah.
Disamping aliran al-Asy’ariyah , di Samarkand juga muncul aliran yang
menentang ajaran Mu’tazilah. Aliran ini dinamakan al-Maturidiyah, yang
tidak setradisional al-Asy’ariyah, tetapi juga tidak seliberal mu’tazilah. Pada
perkembangannnya, aliran ini juga terbagi dua, al-Maturidiyah Samarkand,
dan al- Maturidiyah Bukhara .
Pada kenyataanya, saat ini aliran khawarij, Murji’ah dan Mu’tazilah telah
punah.
Yang masih ada hingga saat ini adalah aliran al-Asy’ariyah dan al-Maturidiyah.
Kedua aliran ini biasa disebut sebagai ahlus sunnah wal-jama’ah. Aliran
teologi al-Maturidiyah banyak dianut oleh umat islam yang beraliran fiqh
(mazhab fiqh) Hanafi, sedangkan aliran teologi al-Asy’ariyah banyak dianut
oleh umat islam yang beraliran fiqh (mazhab fiqh) lainnya.
Pada zaman modern saat ini, melalui interaksi dengan kebudayaan barat
modern, terutama dikalangan kaum cendekiawan Muslim yang mendapat
pendidikan barat, muncul kaum liberal yang banyak mengadopsi kembali
ajaran Mu’tazilah dan mereka menamakan kelompok mereka dengan nama
neo-Mu’tazilah.
Pada zaman modern juga muncul aliran Wahhabiyah atau Wahhabi yang
didirikan oleh Muhammad bin Abdul Wahhab (lahir tahun 1111 H/1699 M),
saat ini aliran teologi ini banyak dianut oleh kaum Muslim yang beraliran fiqh
(mazhab fiqh) Hanbali di Arab Saudi, karena Muhammad bin Saud, pendiri
Kerajaan Arab Saudi sendiri menganut aliran ini. Wahhabi menganggap
kelompoknya sebagai bagian dari ahlus sunnah wal-jama’ah. Kelompok ini
memiliki tujuan untuk meluruskan atau memurnikan aqidah umat Islam dari
syirk, khurafat dan bid’ah, dengan kembali kepada ajaran para salafus shalih
(Generasi pertama dan terbaik dari umat Islam, yang terdiri dari para sahabat,
tabi’in, tabi’ at-tabi’in dan para imam yang dimuliakan oleh Allah), yang
dianggap sebagai ahlus sunnah wal-jama’ah yang sejati. Menurut Wahhabi ,
kelompok teologi al-Asy’ariyah dan kelompok al-Maturidiyah sudah dekat
pemahamannya kepada ahlus sunnah wal-jama’ah, tetapi bukan merupakan
bagian darinya, karena kelompok al-Asy’ariyah dan kelompok al-maturidiyah,
-menurut wahhabi- masih lebih mengedepankan akal atau rasio dari wahyu,
masih banyak membahas permasalahan-permasalahan ilmu kalam dan masih
banyak melakukan ta’wil. Kelompok Wahhabi juga menolak filsafat dan
tasawwuf, karena –menurut mereka- filsafat banyak berlandaskan khayalan,
sedangkan tasawwuf banyak mengandung khurafat.