Anda di halaman 1dari 36

FAIR PRESENTATION

i
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kita panjatkan kepada Allah SWT, Yang Maha Pengasih dan

Penyayang kepada segala makhluk yang diciptakan-Nya. Shalawat dan salam semoga tetap

tercurahkan kepada Rasul pembawa ajaran Islam, dan yang menjadi rahmat bagi semesta

alam, Nabi Muhammad SAW.

Kami dapat menyelesaikan makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat

sederhana. Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk

maupun pedoman bagi pembacanya.

Harapan kami semoga makalah ini dapat membantu dan menambah pengetahuan

serta pengalaman bagi para pembaca, sehingga kami dapat memperbaiki bentuk maupun isi

makalah ini sehingga untuk kedepannya dapat lebih baik.

Makalah ini kami akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang kami

miliki sangat kurang. Oleh karena itu kami harapkan kepada para pembaca untuk

memberikan masukan- masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah

ini.

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................................... ii
DAFTAR ISI ....................................................................................................................... iii
BAB I ................................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN ................................................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang............................................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah........................................................................................................ 1
1. 3 Tujuan Pemaparan ...................................................................................................... 1
BAB II .................................................................................................................................. 2
KAJIAN TEORI ................................................................................................................... 2
2.1 Definisi Audit .............................................................................................................. 2
2.2 Standar Auditing .......................................................................................................... 4
2.2.1 Standar Audit 700................................................................................................ 10
2.2.2 Standar Audit 705................................................................................................ 14
2.3 Konsep Fair Presentation ........................................................................................... 15
2.3.1 Kerangka Pelaporan Keuangan ............................................................................ 18
2.4 Laporan Auditor ........................................................................................................ 20
BAB III ............................................................................................................................... 24
PEMBAHASAN ................................................................................................................. 24
3.1 Contoh Kasus ............................................................................................................ 24
3.2 Jurnal Pertama ........................................................................................................... 26
3.3 Jurnal Kedua .............................................................................................................. 29
3.4 Kesimpulan dan Saran ............................................................................................... 31
3.4.1 Kesimpulan ......................................................................................................... 31
3.4.2 Saran ................................................................................................................... 32
Daftar Pustaka ..................................................................................................................... 33

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Laporan keuangan merupakan bentuk tanggung jawab pihak manajemen perusahaan

terhadap stakeholders perusahaan. Laporan secara wajar, dibutuhkan pihak independen yaitu

auditor untuk melakukan pemeriksaan terhadap laporan keuangan tersebut. (Pintasari &

Rahmawati, 2017).

Untuk melihat kewajaran Laporan keuangan tersebut maka kita harus melihat apakah fair

presentation sudah diterapkan. Mautz and Sharaf dalam bukunya mengatakan bahwa Fair

Presentation adalah Konsep yang menuntut adanya informasi laporan keuangan yang bebas

(tidak memihak), tidak bias, dan mencerminkan posisi keuangan, hasil operasi, dan aliran

kas perusahaan. Dengan demikian fair presentation merupakan suatu penyajian wajar dalam

menyajikan informasi dalam laporan keuangan entitas.

Kewajiban untuk melaporkan sesuai dengan kebenaran dan ketepatan. Penemuan-

penemuan, kesimpulan, dan laporan-laporan audit harus dapat mencerminkan secara benar,

tepat, dan lengkap seluruh aktivitas audit.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas, maka tulisan ini merumuskan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana pengaruh Fair Presentation dalam menyajikan informasi di laporan

keuangan entitas?

1. 3 Tujuan Pemaparan

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuanpenulisan ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk Mengetahui pengaruh Fair Presentation dalam menyajikan informasi di laporan

keuangan entitas

1
BAB II

KAJIAN TEORI

2.1 Definisi Audit

Mulyadi dan Kanaka Purwadiredja dalam Sunyoto Danang (2014:5) dalam bukunya

memaparkan bahwa Auditing adalah suatu proses sistematik untuk memperoleh dan

mengevaluasi bukti secara objektif mengenai pernyataan-pernyataan tentang kegiatan dan

kejadian ekonomi dengan tujuan untuk menetapkan tingkat kesesuaian antara pernyataan-

pernyataan tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan serta menyampaikan hasil-hasilnya

kepada pemakai yang berkepentingan. Dari definisi diatas, memiliki unsur-unsur sebagai

berikut :

1. Satuan proses sistematik

Auditing merupakan suatu proses sistematik, yaitu berupa suatu rangkaian langkah atau

prosedur yang logis, berangka dan terorganisasi. Auditing dilaksanakan dengan suatu urutan

langkah yang direncanakan, terorganisasi, dan bertujuan.

2. Untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara objektif

Dalam auditnya, auditor melakukan proses sistematik untuk memperoleh bukti-bukti yang

menjadi dasar pernyataan yang disajikan oleh badan usaha dalam laporan keuangannya, dan

mengevaluasi secara objektif, tidak memihak, baik kepada pemberi kerja maupun kepada

pihak ketiga atau pemakai hasil audit.

3. Pernyataan mengenai kegiatan dan kejadian ekonomi

Hasil proses akuntansi yang merupakan roses pengidentifikasian, pengukuran, dan

penyampaian informasi ekonomi yang dinyatakan dalam satuan uang. Proses akuntansi ini

2
menghasilkan suatu pernyataan yang disajikan dalam laporan keuangan, yang umumnya,

terdiri dari empat laporan keuangan pokok, yaitu neraca, laporan laba rugi, laporan saldo

laba, dan laporan arus kas.

4. Menetapkan tingkat kesesuaian

Pengumpulan bukti mengenai pernyataan dan evaluasi terhadap hasil pengumpulan bukti

tersebut dimaksudkan untuk menetapkan kesesuaian pernyataan tersebut dengan kriteria yang

telah ditetapkan. Tingkat kesesuaian antara pernyataan kriteria tersebut kemungkinan dapat

dikuantifikasikan, kemungkinan pula bersifat kualitatif.

5. Kriteria yang telah ditetapkan

Kriteria yang digunakan sebagai dasar untuk menilai pernyataan dapat berupa peraturan

yang ditetapkan leh suatu badap legislatif, anggaran atau ukuran prestasi lain yang ditetapkan

oleh manajemen, dan prinsip akuntansi umum.

6. Penyampaian hasil

Penyampaian hasil auditing sering disebut atestasi, di mana penyampaian hasil ini

dilakukan secara tertulis dalam bentuk laporan audit. Atestasi dalam bentuk laporan tertulis ni

dapat menaikan atau menurunkan tingkat kepercayaan pemakai informasi keuangan atas

asersi yang dibuat oleh pihak yang diaudit

7. Pemakaian yang berkepentingan

Dalam dunia bisnis pemakai yang berkepentingan terhadap laporan audit adalah para

informasi keuangan seperti pemegang saham, manajemen, kreditur, calon investor dan

kreditor, organisasi buruh, dan kantor pelayanan pajak.

3
2.2 Standar Auditing

Rahayu dan Suhayati (2010:37) menyatakan bahwa Standar Profesional Akuntan

Publik merupakan standar auditing yang menjadi kriteria atau pedoman kerja minimum yang

memiliki kekuatan hukum bagi para auditor dalam menjalankan tanggung jawab

profesinalnya. Standar Auditing adalah pengukur kualitas dan tujuan, sehingga jarang erubah,

sedangkan prosedut audit adalah metode-metode atau teknik-teknik rinci utuk melaksanakan

standar, sehingga prosedur akan dbuat berubah-ubah bila lingkungan auditnya berubah, lanjut

keduanya.

Standar auditing merupakan pedoman umum untuk membantu auditor dalam

memenuhi tanggung jawab profesinya untuk melakukan audit atas laporan keuangan. Standar

auditing mencerminkan ukuran mutu pekerjaan audit laporan keuangan.

Dalam buku auditing, Konsep Dasar dan Pedoman Pemeriksaan Akuntan Publik, Rahayu

dan Suhayati (2010:41) menyatakan bahwa standar auditing terdiri atas 10 (sepuluh), standar,

dan terbagi dalam 3 (tiga) kelompok:

A. Standar Umum

1. Keahlian dan Pelatihan teknis yang memadai

a) Ahli : auditor harus memiliki latar belakang pendidikan formal bidang auditing dan

bidang akuntansi, diperluas melalui pengalaman kerja dalam profesi akuntan publik,

dan selalu mengikuti pendidikan profesi berkelanjutan.

b) Pelatihan/Pengalaman: untuk memenuhi pesyaratan sebagai seorang yang

profesional auditor harus menjalani pelatihan teknis yang cukup, mencakup aspek

teknis maupun pendidikan umum. Auditor harus mempelajari, memahami, dan

menerapkan ketentuan baru dalam prinsip akuntansi dan standar auditing yang

4
ditetapkan oleh IAI. Auditor selalu dituntut untuk memenuhi kualifikasi teknis dan

berpengalaman dalam bidang industri klien.

2. Sikap mental independen

Independen artinya tidak mudah dipengaruhi, karena auditor melaksanakan

ekerjaannya untuk kepentingan umum. Auditor tidak dibenarkan memihak kepada

kepentingan siapaun. Bagaimanapun sempurnanya keahlian teknis auditor jika auditr

memihak pada salah satu kepentingan maka dia tidak bisa mempertahankan kebebasan

pendapatnya, ia kehilangan sikap tidak memihak, berarti auditor tidak memiliki sikap mental

independen.

Auditor mengakui kewajiban untuk jujur tidak hanya kepada manajemen klien dan

pemilik perusahaan klien tetapi juga kepada kreditur dan investor. Untuk menjadi independen

auditor harus secara intelektual jujur.

Independensi secara intrinsik merupakan masalah mutu pribadi, bukan merupakan

suatu aturan yang dirumuskan untuk dapat diuji secara obyektif. Sepanjang persepsi

independensi dimasukan kedalam aturan etika, hal ini akan engikat dauditor independen

menurut ketentuan profesi. Untuk menekankan independensi auditor dari manajemen,

pennunjukan auditor di banyak perusahaan dilaksanakan oleh dewan komisariss, rapat umum

pemegang saham atau komite audit.

3. Kemahiran profesional dengan cermat & sesama

Penggunaan kemahiran profesional dengan cermat dan seksama menekankan

tanggung jawab setiap profesional yang bekerja dalam organisasi auditor independen untuk

mengamati standar pekerjaan lapangan. Auditor harus ditugasi dan disupervisi sesuai dengan

tingkat pengetahuan, keterampilan dan kemampuan sedemikian rupa sehingga mereka dapat

mengevaluasi bukti audit.


5
Penggunaan kemahiran profesional dengan cermat dan seksama menuntut auditor

untuk melaksanakan skeptisme profesional. Skeptisme profesional adalah sikap yang

mencakup pikiran selalu mempertanyakan dan melakukan evaluasi secara kritis bukti audit.

Pengumpulan dan penilaian bukti audit secara obyektif menurut auditor

mempertimbagkan kompetensi dan kecukupan bukti tersebut. Karena bukti dikumpulkan dan

dinilai selama proses audit, skeptisme profesional harus digunakan selama proses tersebut.

Penggunaan kemahiran profesional dengan cermat dan seksama memungkinkan

auditor untuk memperoleh keyakinan memadai bahwa laporan keuangan bebas dari salah saji

material, baik akrena kekeliruan atau kecurangan. Auditor bukanlah penjamin dan laporannya

bukan juga merupakan suatu jaminan. Oleh karena itu salah saji material karena kekeliruan

dan kecurangan yang ada dalam laporan keuangan tidak berarti bahwa dengan sendirinya

merupakan bukti:

a) Kegagalan untuk memperoleh keyakinan memadai

b) Tidak memadainya perencanaan, pelaksanaan atau pertimbangan

c) Tidak menggunakan kemahiran profesonal dengan cermat dan seksama

d) Kegagalan untuk mematuhi standar auditing yang diterapkan IAI

B. Standar Pekerjaan Lapangan

1. Perencanaan dan supervisi audit

Auditor sebagai penanggung jawab akhir atas audit dapat mendelegasikan sebagan

fungsi perencanaan dan supervisi auditnya kepada personel lain dalam KAP.

6
a. Perencanaan

Merupakan merupakan pengembangan strategi menyeluruh pelaksanaan dan lingkup

audit yang diharapkan, yang meliputi penentuan:

1. Sifat, luas, dan pelaksanaan audit

- Masalah yang berkaitan dengan bisnis entitas (sifat bisnis entitas, organisasinya,

karakteristik operasinya) pengetahuan tentang bisnis entitas diperlukan aditor

untuk memahami peristiwa, transaksi, dan praktik yang menurut pertimbangan

berdampak pada laporan keuangan.

- Kebijakan dan prosedut akuntansi entitas.

- Metode dalam mengelola akuntansi yang digunakan entitas mempunyai pengaruh

terhadap desain pengendalian internal.

- Tingkat risiko pengendalian

- Pertimbangan awal tentang tingkat materialitas untuk tujuan audit.

- Pos laporan keuangan yang memerlukan penyesuaian (adjustment)

- Tisiko kekeliruan atau kecuangan material atau hubungan istimewa

- Sifat laporan auditor yang diharapkan akan diserahkan

2. Program audit

Dalam perencanaan audit auditor uga harus membuat suatu program audit secara tertulis

untuk setiap audit. Program audit harus menggariskan dengan rinci prosedur audit yang

menurut keyakinan auditor diperlukan untuk mencapai tujuan audit.

7
b. Supervisi

Mencakup pengarahan usaha asisten dalam mencapai tujuan audit dan penentuan apakah

tujuan tersebut tercapai.

Unsur supervisi adalah:

- Memberikan instruksi kepada asisten

- Menjaga informasi masalah-masalah penting yang dijumpai dalam audit

- Mereview pekerjaan yang dilaksanakan

- Menyelesaikan perbedaan pendapat di antara staf auditor dan kantor akuntan

Luasnya supervisi memadai dalam suatu keadaan tergantung atas banyak faktor, termasuk

kompleksifitas masalah dan kualifikasi orang yang melaksanakan audit.

2. Pemahaman memadai atas pengendalian internal

Auditor harus memperoleh pemahaman tentang pengendalian internal yang memadai

untuk merencanakan audit, menentukan sifat saat dan ruang lingkup pengujian dengan

melaksanakan prosedut untuk memahami desain pengendalian yag relevan dengan audit atas

laporan keuangan, dan apakah pengendalian internal tersebut dioperasikan.

3. Bukti Kompeten yang cukup

Bukti audit kopeten yang cukup harus diperoleh melalui inspeksi, pengamatan,

permintaan keterangan dan konfirmasi sebagai dasar memadai untuk menyatakan pendapat

atas laporan keuangan.

Sebagian besar pekerjaan auditor adalah dalam rangka memberikan pendapat atas

laporan keuangan terdiri dari usaha untuk mendapatkan dan mengaevaluasi bukti audit.

ukuranevaluasi bukti audit. Ukuran validity bukti audit yang mendukung laporan keuangan

terdiri dari data akuntansi dan semua informasi penguat yang tersedia bagi auditor.

8
Untuk dapat dikatakan kompeten, bukti auditor harus sah dan relevan yang tergantung

atas keadaan yang berkaitan dengan memperoleh bukti tersebut. Audit yang dilakukan auditor

independen bertujuan untuk memperoleh bukti audit kompeten yang cukup, untuk dipakai

sebagau dasar memadai dalam merumuskan pendapatnya.

Agar secara ekonomis bermanfaat, pendapatnya harus dirumuskan dalam jangka waktu

yang pantas dan dengan biaya yang masuk akal, karena auditor bekerja dalam batas-batas

pertimbangan ekonomi. Auditor harus dapat memutuskan apakah bukti audit yang tersedia

baginya dengan batasan waktu dan biaya, cukup memadai untuk membenarkan pernyataan

pendapatnya.

Harus terdapat hubungan yang rasional antara biaya untuk mendapatkan bukti dengan

manfaat einformasu yang diperoleh. Masalah kesulitan dan biaya pengujian suatu pos bukan

merupakan dasar yang sah untuk menghilangkan pengujian tersebut dalam proses audit.

C. Standar Pelaporan

1. Pernyataan kesesuaian laporan keuangan sesuai dengan prinsip akuntansi yang

berlaku umum standar pelaporan pertama berbunyi “laporan audit harus menyatakan

apakah laporan keuangan telah disusun sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku

umum di Indonesia” istilah prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia yang

digunakan dalam standar pelaporan pertama dimaksudkan meliputi tidak haya prinsip

dan praktik akuntansi, tetapi juga metode penerapannya.

2. Pernyataan ketidakonsistenan penerapan prinsip akuntansi yang berlaku umum

standar pelaporan kedua berbunyi “laporan auditor harus memnunjukan, jika ada,

ketidak konsistenan penerapan prinsip akuntansi dalam penyusunan laporan keuangan

periode berjalan dibandingkan dengan penerapan prinsip akuntansi tersebut dalam

periode sebelumnya.

9
Menurut Sunyoto (2014:21) Standar Pelaporan yaitu :

a. Auditor dalam laporan auditnya harus menyatakan apakah laporan keuangan telah

disajikan sesuai prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum.

b. Auditor dalam laporan auditnya harus mengidentifikasi mengenai keadaan di mana

prinsip akuntansi tidak secara konsistendiikuti selama periode berjalan dibandingkan

dengan periode sebelumnya.

c. Jika auditor menetapkan bahwa pengungkapan secara ingormatif belum memadai,

auditor harus menyatakan dalam laporan audit.

d. Auditor dalam laporan auditnya harus menyatakan pendapat mengenai laporan

keuangan secaar keseluruhan atau menyatakan bahwa suatu pendapat tidak dapat

dibenarkan. Jika auditor tidak dapat memberikan suatu pendapat, auditor harus

menyebutkan alasan-alasan yang mendasarinya dalam laporan auditor. Dalam semua

kasus jika nama seorang auditor dikaitkan dengan laporan keuangan, auditor ini harus

secara jelas (dalam laporan auditor) menunjukan sifat pekerjaannya, jika ada, serta

tanggung jawab yang dipikul oleh auditor yang bersangkutan.

2.2.1 Standar Audit 700

Standar audit (“SA”) ini mengatur tanggung jawab auditor dalam merumuskan suatu

opini atas laporan keuangan. SA ini mengatur bentuk dan isi laporan yang diterbitkan sebagai

hasil suatu audit atas laporan keuangan. SA ini ditulis dalam konteks laporan keuangan

bertujuan umum yang lengkap.

SA ini mendorong konsistensi dalam laporan auditor. Konsistensi dalam laporan

auditor, ketika audit telah dilaksanakan berdasarkan SA, mendukung kredibilitas dalam pasar

global dengan membuat audit tersebut (yang telah dilaksanakan berdasarkan standar yang

10
diakui secara global) lebih siap dapat teridentifikasi. SA ini juga membantu peningkatan

pemahaman pengguna laporan keuangan dan pengidentifikasian kondisi yang tidak biasa

ketika terjadi.

Menurut Standar Audit 700 pada alinea ke 6, tujuan auditor adalah untuk merumuskan

suatu opini atas laporan keuangan berdasarkan suatu evaluasi atas kesimpulan yang ditarik

dari bukti audit yang diperoleh dan untuk menyatakan suatu opini secara jelas melalui suatu

laporan tertulis yang juga menjelaskan basis untuk opini tersebut.

2.2.1.1 Perumusan suatu opini atas laporan keuangan berdasarkan SA 700

Auditor harus merumuskan suatu opini tentang apakah laporan keuangan disusun,

dalam semua hal yang material, sesuai dengan kerangka pelaporan keuangan yang berlaku.

Untuk merumuskan opini tersebut, auditor harus menyimpulkan apakah auditor telah

memperoleh keyakinan memadai tentang apakah laporan keuangan secara keseluruhan bebas

dari kesalahan penyajian material, baik yang disebabkan oleh kecurangan maupun kesalahan,

Auditor harus mengevaluasi apakah laporan keuangan disusun, dalam semua hal yang

material, sesuai ketentuan dalam kerangka pelaporan keuangan yang berlaku. Pengevaluasian

tersebut harus mencakup pertimbangan atas aspek kualitatif praktik akuntansi entitas,

termasuk indicator kemungkinan penyimpangan dalam pertimbangan manajemen.

Secara khusus auditor harus mengevaluasi apakah, dari sudut pandang ketentuan

kerangka pelaporan keuangan yang berlaku:

a) Laporan keuangan menggunakan kebijakan akuntansi signifikan yang dipilih

ketentuan diterapkan secara memadai;

11
b) Kebijakan akuntansi yang dipilih dan diterapkan konsisten dengan kerangka

pelaporan keuangan yang berlaku dan sudah tepat;

c) Estimasi akuntansi yang dibuat oleh manajemen adalah wajar;

d) Informasi yang disajikan dalam laporan keuangan adalah relevan, dapat diandalkan,

dapat diperbandingkan, dan dapat dipahami;

e) Laporan keuangan menyediakan pengungkapan yang memadai untuk

memungkinkan pengguna laporan keuangan yang dituju memahami pengaruh

transaksi dan peristiwa material terhadap informasi yang disampaikan dalam laporan

keuangan; dan

f) Terminology yang digunakan dalam laporan keuangan, termasuk judul setiap

laporan keuangan sudah tepat.

Auditor harus mengevaluasi apakah laporan keuangan menunjukan secara memadai

pada, atau menjelaskan, kerangka pelaporan keuangan yang berlaku.

2.2.1.2 Bentuk Opini

Auditor harus menyatakan opini tanpa modifikasi bila auditor menyimpulkan bahwa

laporan keuangan disusun dalam smua hal yang material, sesuai dengan kerangka pelaporan

keuangan yang berlaku.

Jika auditor:

a) Menyimpulkan bahwa berdasarkan bukti yang diperoleh laporan keuangan secara

keseluruhan tidak bebas dari kesalahan penyajian material; atau

b) Tidak dapat memperoleh bukti audit yang cukup dan tepat untuk menyimpulkan

bahwa laporan keuangan secara keseluruhan bebas dari kesalah penyajian material;

12
Auditor harus memodifikasi opininya dalam laporan auditor berdasarkan SA 705.Jika

laporan keuangan disusun sesuai dengan ketentuan suatu kerangka penyajian wajar tidak

mencapai penyajian wajar, maka auditor harus mendiskusikan hal tersebut dengan

manajemen tergantung dari ketentuan kerangka pelaporan keuangan yang berlaku dan

bagaimana hal tersebut diselesaikan. Harus menentukan apakah perlu untuk memodifikasi

opininya dalam laporan auditor berdasarkan SA 705.

Ketika laporan keuangan disusun sesuai dengan suatu kerangka kepatuhan, auditor

tidak diharuskan untuk mengevaluasi apakah laporan keuangan mencapai penyajian wajat.

Namun, jika dalam kondisi yang sangat jarang terjadi, auditor menyimpulkan bahwa laporan

keuangan tersebut menyesatkan, maka auditor harus mendiskusikan hal tersebut dengan

manajemen dan, tergantung dari bagaimana hal tersebut diselesaikan, harus menentukan

apakah, dan bagaimana, mengomunikasikan hal tersebut dalam laporan auditor.

2.2.1.3 Tanggung Jawab Manajemen atas Laporan Keuangan

Bagian dari laporan auditor ini menjelaskan tanggung jawab pihak-pihak dalam

organisasi yang bertanggung jawab atas penyusunan laporan keuangan. Laporan auditor tidak

perlu merujuk secara khusus pada ‘manajemen.’ Tetapi harus menggunakan istilah tepat

dalam konteks kerangka hukum dalam yuridiksi tertentu. Dalam beberapa yuridiksi,

pengacuan yang tepat dapat menggunakan “pihak yang bertanggung jawab atas tata kelola”

Manaemen bertanggung jawab untuk menyusun laporan keuangan sesuai dengan

kerangka pelaporan keuangan yang berlaku, dan atas pengendalian internal yang dipandang

perlu oleh manajemen untuk memungkinkan penyusun laporan keuangan yang bebas dari

kesalah penyajian material, baik yang disebabkan oleh kecurangan maupun kesalahan.

13
2.2.2 Standar Audit 705

Standar Audit (“SA”) ini mengatur tanggung jawab auditor untuk menerbitkan suatu

laporan yang tepat dalam kondisi ketika, dalam merumuskan suatu opini berdasarkan SA 700,

auditor menyimpulkan bahwa modifikasi terhadap opini auditor atas laporan keuangan

diperlukan.

SA ini menetapkan tiga tipe opini modifikasi, yaitu wajar dengan pengecualian, opini

tidak wajar, dan opini tidak menyatakan pendapat. Keputusan tentang ketetapan penggunaan

tipe opini modifikasi ini bergantung pada:

a. Sifat dari hal-hal yang menyebabkan dilakukannya modifikasi, yaitu apakah

laporan keuangan mengandung kesalahan penyajian material, atau dalam hal

ketidak mampuan untuk memperoleh bukti audit yang cukup dan tepat,

kemungkinan mengandung kesalahan penyajian material; dan

b. Pertimbangan auditor tentang seberapa pervasifnya dampak atau kemungkinan

dampak hal-hal tersebut tergadap laporan keuangan.

Auditor harus menyatakan opini wajar dengan pengecualian ketika: (a) auditor setelah

memperoleh bukti audit yang cukup dan tepat, menyimpulkan bahwa kesalahan penyajian,

baik secara individual maupun secara agregasi, adalah material, tetapi tidak pervasive,

terhadap laporan keuangan atau (b) auditor tidak dapat memperoleh bukti audit yang cukup

dan tepat yang mendasari opini, tetapi auditor menyimpulkan bahwa kemungkinan dampak

kesalahan penyajian yang tidak terdeteksi terhadap laporan keuangan, jika ada, dapat bersifat

material, tetapi tidak pervasive.

Auditor harus menyatakan suatu opini tidak wajar ketika auditor, setelah memperoleh

bukti audit yang cukup kuat dan tepat menyimpulkan bahwa kesalahan penyajian, baik secara

individual maupun secara agregasi, adalah material dan pervasive terhadap laporan keuangan.

14
Auditor tidak boleh menyatakan pedapat ketika auditor tidak dapat memperoleh bukti

yang cukup dan tepat mendasari opini, dan auditor menyimpulkan bahwa kemungkinan

dampak kesalahan penyajian yang tidak wajar terdeteksi dalam laporan keuangan, jika ada,

dapat bersifat material dan pervasive.

Auditor tidak menyatakan pendapat ketika, dalam kondisi yang sangat jarang yang

melibatkan banyak ketidakpastian, auditor menyimpulkan bahwa, meskipun telah

memperoleh bukti audit yang cukup dan tepat tentang setiap ketidakpastian tersebut, auditor

tidak dapat merumuskan suatu opini atas laporan keuangan karena interaksi yang potensial

dari ketidakpastian tersebut dan kemungkinan dampak kumulatif dari ketidakpastian tersebut

terhadap laporan keuangan.

2.3 Konsep Fair Presentation

Mautz and Sharaf dalam bukunya mengatakan bahwa Fair Presentation adalah konsep

yang menuntut adanya informasi laporan keuangan yang bebas (tidak memihak), tidak bias,

dan mencerminkan posisi keuangan, hasil operasi, dan aliran kas perusahaan. Dengan

demikian fair presentation merupakan suatu penyajian wajar dalam menyajikan informasi

dalam laporan keuangan entitas.

Kewajiban untuk melaporkan sesuai dengan kebenaran dan ketepatan. Penemuan-

penemuan, kesimpulan, dan laporan-laporan audit harus dapat mencerminkan secara benar,

tepat, dan lengkap seluruh aktivitas audit. Setiap pendapat-pendapat yang berbeda dan tidak

terpecahkan diantara team audit dengan auditee dan setiap kendala yang terjadi harus

dilaporkan. Auditing berkonsentrasi pada kewajaran data keuangan yang disajikan dalam

laporan keuangan. Kewajaran data keuangan merupakan cerminan dari kondisi keuangan

yang benar-benar terjadi di sebuah entitas. Istilah untuk menyebut hal tersebut adalah

15
“presents fairly”. Inti dari auditing adalah jasa yang diberikan oleh auditor untuk memberikan

pendapatnya mengenai penyajian yang wajar dalam data keuangan. Auditor bertanggung

jawab atas opini yang dia berikan, maka dari itu konsep “fairly presentation” atau penyajian

yang wajar sangat penting agar auditor dapat memberikan opini yang benar. Konsep ini

dijabarkan lagi dalam 3 sub konsep, yaitu:

a) Accounting Propriety

Berhubungan dengan penerapan prinsip akuntansi tertentu dalam kondisi tertentu.

Auditing sering di pandang sebagai bagian dari akuntansi, padahal auditing sebenarnya ilmu

yang berdiri sendiri. Misalnya saja, pada akuntansi hanya mengacu pada penerapan prinsip-

prinsip yang berterima umum (PABU) tetapi pada auditing, auditor tidak hanya mengacu

pada penerapan PABU tapi juga pengembangan PABU untuk menganalisa keadaan yang dia

temui. Untuk menjadi auditor, harus merupakan akuntan yang terlatih dan berkompeten,

mengerti secara baik prosedur dan praktek akuntansi, serta memiliki pengalaman yang cukup

di bidang akuntansi. Tapi setelah menjadi auditor, seseorang tidak cukup hanya menjadi

seorang akuntan saja, dia harus bersiap mengembangkan pengetahuan dan menelaah segala

sesuatu dari sudut pandang yang lebih luas dari sekedar akuntansi dan menerima spesifikasi

tugas yang lebih dari akuntan biasa. Dengan pekerjaan yang lebih kompleks dari akuntan,

maka evaluasi dari auditor juga lebih rumit.

Evaluasi tidak hanya dilakukan pada prinsip akuntansi yang mereka gunakan saja tapi

juga pada metode akuntansi spesifik yang mereka gunakan. Dan jika dari 2 evaluasi itu

hasilnya tidak menunjukkan manfaat untuk menyelesaikan tugas yang mereka hadapi dengan

baik maka mereka harus mengganti keduanya dan mengembangkan kemampuan mereka

untuk mencari solusi yang lebih tepat. Dasar penolakan atau penggantian prinsip akuntansi

yang digunakan, berdasarkan pada situasi luar biasa yang menyebabkan prinsip tersebut tidak

16
bisa digunakan. Prinsip memang bias digunakan pada berbagai macam kondisi. Akan tetapi,

tidak semua prinsip juga dapat digunakan dengan semua kondisi.

b) Adequate Disclosure

Berkaitan dengan jumlah dan luas pengungkapan atau penyajian informasi. Jenis dan

jumlah dari informasi yang diungkapkan menyediakan substansi bagi konsep ini.

Pengungkapan lengkap atau “full disclosure” harus memperhatikan jenis apa dan berapa

banyak informasi yang harus diungkapkan. Terlalu banyak detail yang diungkapkan bisa jadi

malah berbahaya bukannya bermanfaat

c) Audit Disclosure

Berkaitan dengan kewajiban auditor untuk independen dalam memberikan pendapat.

Tanggung jawab auditor pada accounting propriety dan adequacy of disclosure tidak berhenti

sampai disitu saja. Auditor masih harus bertanggung jawab melaporkan hasil dari pengujian

yang mereka lakukan. Laporan yang di berikan oleh auditor berisi opini terhadap informasi

keuangan perusahaan yang mereka uji. Mereka juga harus menjaga agar yang membaca

laporan mereka tidak tersesatkan. Seperti yang sudah dibahas sebelumnya, lingkup audit

harus dikembangkan tidak hanya pada memberikan jasa penyediaan jaminan penilaian untuk

professional yang lain dalam investment market, tetapi juga untuk memenuhi public policy.

Jasa yang diberikan auditor adalah memberikan pengujian sebagai orang yang ahli,

menggunakan namanya untuk meminjamkan pada informasi-informasi yang tidak terjamin

manfaatnya. Auditor independent harus memperjelas semua jasa yang diberikan dan tidak

memberikan toleransi terhadap penyalahgunaan namanya untuk kepentingan yang salah.

Dalam melakukan pekerjaannya, auditor harus secara bijak menyikapi keinginan klien.

17
Mereka harus bias menelaah mana keinginan klien yang memang berguna dan harus mereka

lakukan. Tidak semua keinginan klien harus auditor lakukan karena hal ini nantinya malah

bias membahayakan auditor.

2.3.1 Kerangka Pelaporan Keuangan

Opini auditor atas laporan keuangan dibuat dalam konteks “general purpose

framework”. Dalam kerangka pelaporan keuangan ada beberapa yang (secara luas) diterima,

seperti:

a) Standar Pelaporan Keuangan Internasional untuk Entitas Kecil dan Menengah

b) Standar Pelaporan Keuangan Internasional

c) Standar Internasional mengenai Akuntansi Sektor Publik

Dalam ISA 700 dijelaskan bahwa tujuan umum dari laporan keuangan yaitu menyiapkan

dan menyajikan sesuai dengan karangka yang bertujuan umum. Sedangkan tujuan khusus dari

kerangka pelaporan keuangan diciptakan untuk memenuhi kebutuhan informasi keuangan

umum dari berbagai pengguna. Kerangka pelaporan keuangan dapat berupa “fair Presentation

Framework” atau “compliance Framework”

Ada dua jenis general purpose frameworks, yakni:

1. Fair Presentation Framework

Suatu kerangka pelaporan keuangan (seperti International Financial Reporting

Standards) yang mewajibkan kepatuhan terhadap syarat-syarat dalam kerangka tersebut, dan:

18
a) Mengakui secara eksplisit atau implisit bahwa untuk mencapai penyajian yang wajar

dalam laporan keuangan, mungkin saja manajemen perlu menyajikan disclosures diluar

syarat-syarat yang secara spesifik ditetapkan kerangka tersebut; atau

b) Mengakui secara ekplisit, mungkin saja manajemen perlu menyimpang dari syarat-

syarat yang ditetapkan kerangka tersebut, untuk mencapai penyajian yang wajar dalam

laporan keuangan. Penyimpangan (departures) itu diharapkan diperlukan dalam situasi

yang sangat jarang (extremely rare circumstances).

Auditor melaporkan apakah laporan keuangan menyajikan secara wajar dalam segala

hal yang material atau memberikan gambaran secara benar dan wajar mengenai informasi

yang terkandung dalam laporan keuangan yang memang dirancang untuk menyajikan

informasi tersebut).

2. Compliance Framework

Suatu kerangka pelaporan keuangan yang mengharuskan kepatuhan terhadap syarat-

syarat dalam kerangka tersebut, tetapi tidak berisi pengakuan dalam butir (i) atau (ii) di atas

untuk penyajian yang wajar. Auditor tidak diharuskan mengevaluasi apakah laporan

keuangan mencapai penyajian yang wajar. Contoh: kerangka pelaporan keuangan yang

ditetapkan berdasarkan ketentuan perundang-undangan untuk memenuhi kebutuhan keuangan

dari beraneka ragam pemakai laporan.

Jika laporan keuangan disusun dan disajikan sesuai dengan persyaratan Kerangka

penyajian yang adil tidak mencapai penyajian yang wajar, auditor harus membahas masalah

dengan manajemen dan, tergantung pada persyaratan keuangan yang berlaku kerangka

pelaporan dan bagaimana masalah tersebut diselesaikan, akan menentukan apakah hal itu

benar diperlukan untuk mengubah opini dalam laporan auditor sesuai dengan SA 705.

19
Ketika laporan keuangan disusun dan disajikan sesuai dengan kerangka kepatuhan,

auditor tidak diharuskan untuk mengevaluasi apakah laporan keuangan mencapai penyajian

yang wajar. Namun, jika dalam keadaan yang sangat jarang, auditor menyimpulkan bahwa

laporan keuangan tersebut menyesatkan, auditor harus mendiskusikan masalah tersebut

dengan manajemen dan, bergantung pada bagaimana penyelesaiannya, harus menentukan

apakah, dan bagaimana, mengomunikasikannya dalam laporan auditor.

2.4 Laporan Auditor

Menurut Rahayu dan Suhayati (2010:73) laporan auditor dianggap sebagai alat

komunikasi formal untuk mengkomunikasikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan

tentang apa yang telah dilakukan auditor dan kesimpulan yang dicapainya. Atas laporan

keuangan. Tujuan standar pelaporan ini adalah mencegah agar tidak terjadinya penafisaran

keliru mengenai tingkat tanggung jawab auditor, apabila namanya dikaitkan dengan

pelaporan keuangan.

Menurut Halim (2015:77-79) dalam bukunya dasar-dasar audit laporan keuangan

mengatakan bahwa ada lima jenis pendapat yang dapat diberikan oleh auditor, yaitu:

1. Pendapat wajar tanpa pengecualian (unqualifield opinion)

Pendapat wajar tanpa pengecualian dapat diberikan auditor apabila audit telah

dilaksanakan atau diselesaikan sesuai dengan standar auditing, penyajian laporan keuangan

sesuai dengan prinsip akuntansi yang berterima umum dan tidak terdapat kondisi atau

keadaan tertentu yang memerlukan bahasa penjelasan.

Dalam SA 411 par04 dikatakan bahwa laporan keuangan yang wajar dihasilkan setelah

melalui pertimbangan apakah:

20
a) Prinsip akuntansi yang dipilih dan diterapkan telah berlaku umum.

b) Prinsip akuntansi yang dipilih tepat untuk keadaan yang bersangkutan.

c) Laporan keuangan beserta catatan memberikan informasi cukup yang dapat

mempengaruhi penggunaan, pemahaman, dan penafsiran

d) Informasi yang disajikan dalam laporan keuangan diklasifikasikan dan diikhtisarkan

dengan semestinya yang tidak terlalu rinci ataupun terlalu ringkas.

e) Laporan keuangan mencerminkan peristiwa dan transaksi yang mendasarinya dalam

suatu cara yang menyajikan posisi keuangan, hasil usaha, dan arus kas dalam batas-

batas yang dapat diterima, yaitu batas-batas yabg layak dan praktis untuk dicapai

dalam laporan keuangan.

2. Pendapat wajar tanpa pengecualian dengan bahasa penjelas yang ditambahkan dalam

laporan auditor

Pendapat ini diberikan apabila audit telah dilaksanakan atau diselesaikan sesuai dengan

standar auditing, penyajian laporan keuangan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berterima

umum, tetapi terdapat keadaan atau kondisi tertentu yang memerlukan bahasan penjelas.

Kondisi atau keadaan yang memerlukan bahasa penjelasan tambahan antara lain:

a) Pendapat auditor sebagian didasarkan atas laporan independen lain. Auditor harus

menjelaskan hal ini dalam paragraph pengantar untuk menegaskan pemisahan

tanggung jawab dalam pelaksanaan audit.

b) Adanya penyimpangan dari prinsip akuntansi yang ditetapkan oleh IAI.

Penyimpangan tersebut adalah penyimpangan yang terpaksa dilakukan agar tidak

menyesatkan pemakai laporan keuangan auditan. Auditor harus menjelaskan

penyimpangan yang dilakukan berikut taksiran pengaruh maupun alas an

penyimpangan dilakukan dalam satu paragraph khusus.

21
c) Laporan keuangand dipengaruhi oleh ketidakpastian yang material.

d) Auditor meragukan kemampuan satuan usaha dalam mempertahankan kelangsungan

hidupnya.

e) Auditor menemukan adana suatu perubahan material dalam penggunaan prinsip dan

metode akuntansi.

3. Pendapat wajar dengan pengecualian (qualifield opinion)

Sesuai dengan SA 508 par. 20 dikatakan bahwa jenis pendapat ini diberikan apabila:

a) Tidak ada bukti kompeten yang cukup atau adanyya pembatasan lingkup audit

yang material tetapi tidak mempengaruhi laporan keuangan secara keseluruhan.

b) Auditor yakin bahwa laporan keuangan berisi penyimpangan dari prinsip akuntansi

yang berterima umum yang berdampak material tetapi tidak mempengaruhi laporan

keuangan secara keseluruhan. Penyimpangan tersebut dapat berupa pengungkapan

yang tidak memadai, maupun perubahan dalam prinsip akuntansi. Auditor harus

menjelaskan alasa pengecualian dalam saatu paragraph terpisah.

4. Pendapat tidak wajar (adverse opinion)

Pendapat ini menyatakan bahwa laporan keuangan tidak menyajikan secara wajar laporan

posisi keuangan, hasil usaha, dan arus kas sesuai dengan prinsip akuntansi yang berterima

umum. Auditor harus menjelaskan alasan pendukung pendapat tidak wajar, dampak utama

dari hal yang menyebabkan pendapat tersebut diberikan terhadap laporan keuangan massal,

penyimpangan dari prinsip akuntansi yang berterima umum seperti perusahaan menggunakan

penilaian aset berdasar nilai appraisal dan mendepresiasi atas dasar nilai tersebut. penjelasan

tersebut harus dinyatakan dalam paragraph terpisah sebelum paragraph pendapat.

5. Pendapat tidak memberikan pendapat (disclaimer of opinion atau no opinion)

Pernyataan auditor untuk tidak memberikan pendapat ini layak diberikan apabila:

22
a) Ada pembatasan lingkup audit yang sangat material biak oleh klien maupun karena

kondisi tertentu.

b) Auditor tidak independen terhadap klien.

Pernyataan ini tidak dapat diberikan apabila auditor yakin bahwa terdapat

oenyimpangan yang material dari prinsip akuntansi berterima umum. Auditor tidak

diperkenankan mencantumkan paragraph lingkup audit apabila menyatakan untuk tidak

memberikan pendapat. Ia harus menyatakan alas an mengapa auditnya tidak berdasarkan

standar auditing yang ditetapkan IAI dalam satu paragraph khusus sebelum paragraph

pendapat.

23
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Contoh Kasus

Kasus yang berkaitan dengan fair presentation pada makalah ini akan membahas

mengenai kasus Jiwasraya dan mengutip dari web CNN Indonesia

Jakarta, CNN Indonesia -- Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyatakan laba

keuangan PT Asuransi Jiwasraya (Persero) sejak 2006 semu. Sebab, raupan laba itu

diperoleh karena rekayasa laporan keuangan (window dressing).

"Meski sejak 2006 perusahaan masih laba tapi laba itu laba semu sebagai akibat rekayasa

akuntansi atau window dressing," ujar Ketua BPK Agung Firman Sampurna dalam

konferensi pers di kantornya, Rabu (8/1).

Lalu, pada 2017 perusahaan memperoleh laba Rp2,4 triliun tetapi tidak wajar karena

ada kecurangan pencadangan Rp7,7 triliun. "Jika pencadangan sesuai ketentuan harusnya

perusahaan rugi," ujarnya.

Pada 2018, perusahaan merugi Rp15,3 triliun. Kemudian, pada September 2019,

perusahaan diperkirakan rugi Rp13,7 triliun. Keuangan memburuk hingga November 2019,

keuangan perusahaan negatif Rp27,2 triliun.

"Kerugian terjadi karena Jiwasraya menjual produk saving plan bunga tinggi di atas deposito

sejak 2015. Dana itu diinvestasikan di reksa dana kualitas rendah jadi negative spread,"

ujarnya.

Selanjutnya, Agung menjelaskan, produk saving plan memang memberikan kontribusi

pendapatan tertinggi sejak 2015. Namun, produk yang ditawarkan melalui bank ini

24
(bancaasurance) ini menawarkan bunga tinggi dengan tambahan manfaat asuransi dan tidak

mempertimbangkan biaya atas asuransi yang dijual. Selain itu, penunjukkan bancassurance

diduga tidak sesuai ketentuan.

"Produk saving plan diduga konflik kepentingan karena Jiwasraya mendapat fee atas

penjualan produk tersebut," ujarnya.

Sebelumnya, Ketua BPK Agung Firman Sampurna mengisyaratkan skandal besar

terkait kasus Jiwasraya. Ia juga menekankan persoalan Jiwasraya kompleks.

"Semua yang terlibat, ini kompleks masalahnya. Tidak seperti yang teman-teman (media)

duga. Ini jauh lebih kompleks daripada yang teman-teman bisa bayangkan," ujar Agung

pekan lalu.

Dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester I (IHPS) Tahun 2016, BPK menyatakan

pengelolaan dana investasi nasabah dan pengelola dananya tidak menerapkan prinsip

korporasi yang sehat. Praktik itu terjadi pada 2014-2015.

Masalah lain terkait pembayaran komisi jasa penutupan kepada pihak terjamin. Menurut

BPK, pembayaran tersebut tidak sesuai dengan besaran komisi yang dimuat dalam perjanjian

kerja sama.

Kemudian, pencatatan piutang pokok dan bunga gadai polis yang belum sesuai

dengan nota dinas direksi Nomor 052.a.ND.K.0220066. Lalu, kekurangan penerimaan atas

penetapan nilai premi yang harus dibayarkan oleh PT BSP.

Jiwasraya akhirnya mendapatkan karma dari 'dosa-dosa' lamanya. Perusahaan gagal

membayar klaim nasabahnya sebesar Rp802 miliar pada Oktober 2018 lalu.

Kementerian BUMN mengungkap Jiwasraya banyak menempatkan dana investasi di saham-

saham gorengan.

25
Kemudian, Kejaksaan Agung menyebut 95 persen dana investasi Jiwasraya ditempatkan di

saham 'sampah'. Berdasarkan dugaan awal, Jaksa Agung ST Burhanuddin mengatakan total

dana yang diinvestasikan di saham 'sampah' tersebut mencapai Rp5,7 triliun atau 22,4 persen

dari total investasi Jiwasraya.

Tidak hanya itu, ia melanjutkan, 98 persen dari dana investasi di reksa dana atau

senilai Rp14,9 triliun dititipkan pengelolaannya kepada perusahaan-perusahaan manajer

investasi dengan kinerja buruk.

Demi mengusut kasus Jiwasraya, Kejagung telah mencekal 10 orang. Mereka adalah, HR,

DA, HP, NZ, DW, GL, ER, HD, BT, AS.

3.2 Jurnal Pertama

Judul :

Penerapan Audit Dalam Menilai Kewajaran Penyajian Laporan Keuangan Pada Koperasi “X”

di Jember

Penulis : M. Yoga Dharma Putra, Eko Pudjo Laksono dan Rizky Eriandani (Dosen

Universitas Surabaya)

Abstrack :

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kewajaran penyajian laporan keuangan,

terlihat di Koperasi “X” di Jember setelah dilakukan audit eksternal terutama di bagian yang

rawan salah saji dan penipuan dalam laporan keuangan bahwa manajemen dapat mengambil

tindakan pencegahan segera bahwa salah saji dan penipuan tidak terjadi lagi di koperasi.

Objek penelitian diangkat laporan keuangan. Penelitian difokuskan pada keadilan penyajian

Laporan Keuangan Koperasi “X” yang bergerak di bidang agribisnis tembakau TBN.

26
Dalam pengumpulan dan pengolahan data, langkah yang dilakukan adalah melakukan

survei ke Koperasi X di Jember untuk memperoleh informasi - informasi tentang gambaran

umum dan kondisi organisasi. Setelah dilakukan pengumpulan data melalui angket,

wawancara dan observasi serta analisis dokumen Hasil penerapan audit untuk menilai

kewajaran bisnis laporan keuangan Entitas tahun 2012 diketahui bahwa perbedaan yang

timbul pada akun penjualan jatuh tempo Badan usaha salah mencatat penjualan yang

seharusnya tidak diakui pada tahun tersebut 2012 sehingga hal tersebut berdampak terhadap

akun lain dan opini audit tentang kewajaran laporan keuangan. Koperasi X perlu lebih

konsisten dalam menyajikan setiap akun koresponden dalam laporan keuangan kebijakan

akuntansi yang digunakan.

Kesimpulan :

Melalui pelaksanaan audit laporan keuangan Koperasi X tahun 2012 dapat

diketahui bahwa:

1. Koperasi telah terdapat struktur organisasi dan job description tertulis. Secara

umum pada Koperasi X pun telah terdapat pemisahan fungsi yang jelas antara

fungsi pencatatan dan pengawasan yang ditandai dengan pemisahan bagian

akuntansi yang dijabat oleh bendahara dan bagian keuangan yang dijabat oleh

bidang administrasi/keuangan.

2. Perlakuan akuntansi yang terdapat pada laporan keuangan Koperasi X sebagian

besar telah sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan Entitas Tanpa

Akuntabilitas Publik. Namun terdapat beberapa istilah dalam laporan keuangan

Koperasi X yang belum disesuaikan dengan Undang-Undang No. 17 tahun

2012 tentang Perkoperasian dan masih menggunakan istilah seperti modal

27
sumbangan jangka panjang,simpanan pokok, simpanan wajib, modal

sumbangan, dan sisa hasil usaha.

3. Berdasarkan pada penerapan audit laporan keuangan pada laporan keuangan

Koperasi X tahun 2012 ditemukan beberapa hal yang mengakibatkan adanya

perbedaan saldo penjualan, piutang, beban pokok penjualan, persediaan, beban

usaha dan selisih hasil usaha. Setelah dilakukan penelusuran terhadap

penyebab selisih tersebut seperti salah saji material berupa klien mengakui

penjualan pada tahun 2012 yang seharusnya masuk dalam periode 2013. Saldo

utang badan usaha Y turut salah disajikan karena penurunan nilai piutang yang

normalnya langsung memotong utang koperasi kepada badan usaha Y. Klien

salah mencatat keuntungan (kerugian) selisih kurs pada beban penjualan dalam

negeri yang masuk dalam komponen beban usaha yang seharusnya dicatat pada

pendapatan (beban) lain-lain dalam laporan perhitungan hasil usaha tahun

2012. Salah saji tersebut jika ditelaah lebih lanjut akan secara signifikan

mempengaruhi pengambilan keputusan berdasarkan laporan keuangan

Koperasi X.

4. Temuan-temuan atas audit pada laporan keuangan Koperasi X tahun 2012

tersebut jika tidak dilakukan koreksi dan penyesuaian oleh klien lalu

dibandingkan dengan perencanaan salah saji auditor, maka laporan keuangan

tersebut akan mendapatkan opini tidak wajar karena akan menyesatkan dalam

pengambilan keputusan yang didasarkan pada laporan keuangan tersebut.

Namun karena klien bersedia melakukan koreksi dan penyesuaian, maka opini

audit atas laporan keuangan tersebut adalah wajar dengan pengecualian

karena disini auditor tidak melakukan pemeriksaan terkait perpajakan sehingga

28
pengecualian yang dimaksudkan adalah dari segi perpajakan yang tidak masuk

dalam ruang lingkup pemeriksaan.

3.3 Jurnal Kedua

Judul :

Persepsi Mengenai Wajar dan Benar Dalam Penyajian Laporan Keuangan Entitas Syariah

Penulis : Nur Hisamduddin & Eka Yuli Hida Pricilia ( Program Studi Akuntansi Fakultas

Ekonomi Universitas Jember

Abstrack :

Penyajian laporan keuangan dari entitas syariah adalah sebuah formulir

pertanggungjawaban yang dibuat oleh entitas untuk diinformasikan kepada pemangku

kepentingan-terkait dengan entitas. Penelitian ini bertujuan untuk menemukan dari persepsi

pihak-terkait dengan syariah akuntansi atau entitas syariah tentang adil dan benar dalam

keuangan presentasi pernyataan entitas syariah. Penelitian ini bersifat kualitatif penelitian

dengan data deskriptif dan analisis triangulasi. Jenis Data dalam penelitian ini adalah data

primer yang diperoleh dari wawancara langsung. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada

beberapa pengertian tentang penggunaan terminologi yang adil dan benar, yang di susun dan

sajikan dalam Laporan keuangan syariah, wajar dan benar harus digunakan bersama untuk

mendapatkan informasi yang sesuai dengan acara berdasarkan kesepakatan, tanpa manipulasi

informasi, dan tanpa melanggar aturan Allah SWT. Hal itu terlihat dari persepsi informan di

proses penelitian. Kajian ini bisa menjadi acuan standar pembuat dalam memperbaiki standar

keberadaan atau bagi sivitas akademika, praktisi, dan ustadz sebagai langkah awal untuk

mengkaji ulang standar keberadaan.

29
Kesimpulan:

Berdasarkan wawancara dan analisis hasil wawancara yang telah penulis

lakukan, persepsi mengenai wajar dan benar di dalam penyajian laporan keuangan

untuk entitas syariah antara lain.

a. Pada umumnya, penggunaan istilah wajar di dalam penyajian laporan

keuangan dalam entitas syariah sama seperti yang digunakan di dalam

entitas non syariah.

b. Penggunaan istilah wajar di dalam penyajian laporan keuangan entitas

syariah memilik beberapa makna, yakni kesesuaian dalam penerapan

PSAK 101 dalam melakukan penyusunan dan penyajian laporan keuangan

di dalam entitas syariah; sesuai dengan kejadian yang sesungguhnya dan

kesepakatan diantara semua pihak; penyajian nilai di dalam Laporan

Keuangan menggunakan nilai sekarang; penilaian secara objektif atas

nilai-nilai dan pos-pos yang akan disajikan di dalam laporan keuangan;

dan kesetaraan dalam melakukan penilaian atas sejumlah uang atau barang

yang ada di dalam entitas syariah.

c. Makna dari penggunaan istilah benar di dalam penyajian laporan keuangan

untuk entitas syariah yaitu, diterapkan sejak persetujuan akad awal; dicatat

sesuai dengan nilai sesungguhnya sesuai dengan kejadian yang berdasar

dari kesepakatan, tanpa mengurangi atau menambah nilai; tidak ada

manipulasi dan permainan informasi; tidak menyembunyikan informasi;

adil dan berimbang tanpa memihak salah satu pihak: serta tidak melanggar

ketentuan dan aturan Allah SWT.

30
d. Wajar dan benar perlu berjalan beriringan dengan syarat sejalan dengan

nilai-nilai Islami yang berangkat dari hati tanpa niat untuk memanipulasi dan memainkan

informasi demi kepentingan salah satu pihak.

e. Baik wajar dan benar tersebut sesuai dengan prinsip dan kaidah Islam

dengan maknanya sendiri, dimana wajar digambarkan melalui perhitungan

dengan nilai kesetaraan dan dikembalikan kepada kesepakatan yang ada

tanpa melanggar aturan Allah SWT, sedangkan benar dalam wujud tanpa

mengurangi atau menambah jumlah yang sebenarnya terjadi.

f. Materialitas dapat dikatakan belum sesuai dengan prinsip syariah jika

dalam menentukan tingkat materialitas terdapat niat untuk memanipulasi

atau menyembunyikan informasi yang seharusnya dilaporkan dan

disajikan di dalam laporan keuangan.

g. Materialitas dapat dikatakan sesuai dengan prinsip syariah jika hal tersebut

merupakan bagian dari kesepakatan dan keridhoan dari seluruh pihak serta

tidak melewati batas aturan Allah SWT.

3.4 Kesimpulan dan Saran

3.4.1 Kesimpulan

Fair Presentation adalah konsep yang menuntut adanya informasi laporan keuangan

yang bebas (tidak memihak), tidak bias, dan mencerminkan posisi keuangan, hasil operasi,

dan aliran kas perusahaan. Dengan demikian fair presentation merupakan suatu penyajian

wajar dalam menyajikan informasi dalam laporan keuangan entitas.

31
Kewajiban untuk melaporkan sesuai dengan kebenaran dan ketepatan. Penemuan-penemuan,

kesimpulan, dan laporan-laporan audit harus dapat mencerminkan secara benar, tepat, dan

lengkap seluruh aktivitas audit.

Auditor bertanggung jawab atas opini yang dia berikan, maka dari itu konsep “fairly

presentation” atau penyajian yang wajar sangat penting agar auditor dapat memberikan opini

yang benar. Konsep ini dijabarkan lagi dalam 3 sub konsep, yaitu:

a) Accounting Propriety

b) Adequate Disclosure

c) Audit Disclosure

3.4.2 Saran

Bagi pembaca makalah ini yang diantaranya para akademisi dan akuntan

profesional dianjurkan terus mengikuti perkembangan Auditing, khususnya dalam Bukti

Audit sehingga dapat menghasilkan penelitian yang mumpuni dan juga meningkatkan

kualitas pembahasan yang lebih baik.

32
Daftar Pustaka

Halim, Abdul. (2015). Auditing 1 (Dasar-dasar Audit Laporan Keuangan), Edisi Kelima, Yogyakarta,
Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen YKPN

Rahayu, Siti Kurnia dan Suhayati, Ely. (2010). Auditing Konsep Dasar dan Pedoman Pemeriksaan
Akuntansi Publik. Yogyakarta, Graha Ilmu.

Suntoyo, Danang. (2014). Auditing (Pemeriksaan AKuntansi). Yogyakarta, CAPS (Center of


Academic Publishing Service)

Tuanakotta, Theodorus M. (2011). Berpikir Kritis dalam Auditing. Jakarta, Salemba Empat.

Pintasari, Dayana dan Rahmawati, Diana. (2017). Pengaruh Kompetensi Auditor, Akuntabilitas dan
Bukti Audit Terhadap Kualitas Audit Pada KAP Di Yogyakarta. Jurnal Profita Edisi 7.

Wiratama, William Jefferson dan Budiartha Ketut. (2015). Pengaruh Independensi, Pengalaman
Kerja, Due Profesional Care dan Akuntabilitas Terhadap Kualitas Audit. ISSN: 2302-8578

https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20200108113755-78-463415/bpk-jiwasraya-
rekayasa-lapkeu-laba-semu-sejak-2006

https://jurnal.unej.ac.id/index.php/JAUJ/article/view/1265

https://journal.ubm.ac.id/index.php/akuntansi-bisnis/article/view/453

33

Anda mungkin juga menyukai