Anda di halaman 1dari 24

PENGARUH PENERAPAN TAX AMNESTY, PELAYANAN

PERPAJAKAN, DAN SANGSI PERPAJAKAN TERHADAP


PENERIMAAN PAJAK

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 latar belakang masalah

Pajak merupakan sumber pendapatan negara terbesar di indonesia. Dilihat dari


data Kementerian Keuangan (2017) besarnya peran pajak dalam membiayai
pembangunan juga tercermin dari sumber penerimaan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara (APBN) tahun 2017 yang 85,6% dari total penerimaan negara
bersumber dari pajak. (www.kemenkeu.go.id/apbn2017). Pajak yang dipungut
negara dikembalikan lagi kepada masyarakat dengan cara pemerintah memberikan
fasilitas seperti pembangunan jalan, sekolah, rumah sakit, jaminan kesehatan,
pendidikan dan lain lain.

Penerimaan pajak merupakan kontribusi wajib dari orang pribadi maupun badan
kepada negara yang terutang dan bersifat memaksa berdasarkan undang-undang
perpajakan di indonesia. Pajak berpengaruh terhadap penerimaan negara, berbagai
jenis pajak yang dibebankan negara kepada wajib pajak diantaranya berupa pajak
bumi dan bangunan (PBB), pajak penghasilan (PPH), bea materai, bea masuk,
cukai, dan pajak ekspor.

Wajib Pajak menurut UU KUP adalah orang pribadi atau badan, meliputi
pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan
kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan. Kontribusi yang diharapkan dari wajib pajak sangat menentukan
berapa besar dan luas tingkat pembangunan yang akan dilakukan. Oleh karenanya
pemerintah terus menggenjot aparatur pajak agar dapat mencapai target yang telah
ditetapkan.

(1)
Tax amnesty merupakan program pengampunan pajak yang diberikan oleh
pemerintah kepada wajib pajak berupa penghapusan pajak yang seharusnya
terutang, penghapusan sanksi administrasi perpajakan, serta penghapusan dari
sanksi pidana di bidang perpajakan yang dimana wajib pajak diminta untuk
melaporkan harta yang diperolehnya di Tahun 2015 dan sebelumnya yang belum
dilaporkan dalam SPT dengan cara melunasi seluruh tunggakan pajak yang
dimiliki serta membayar uang tebusan. Adanya program ini dharapkan dapat
memberikan tambahan penerimaan pajak melalui pembayaran tunggakan pajak
oleh wajib pajak dan dari uang tebusan yang dibayarkan oleh wajib pajak yang
mengikuti program tersebut.

Dasar hukum pelaksanaan tax amnesty ini diatur dalam UU RI Nomor 11 Tahun
2016 tentang Pengampunan Pajak, PMK RI Nomor 118/PMK.03/2016 tentang
Pelaksanaan UU Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak, dan PMK
RI Nomor 141/PMK.03/2016 tentang perubahan atas PMK Nomor
118/PMK.03/2016 tentang Pelaksanaan UU Nomor 11 Tahun 2016 tentang
Pengampunan Pajak.

Pengampunan pajak atau tax amnesty ini sebenarnya pernah diterapkan Indonesia
yakni pada tahun 1964 melalui Penetapan Presiden No. 5 tahun 1964 dan pada
tahun 1984 melalui Keputusan Presiden (Kepres) No. 26 tahun 1984 tentang
Pengampunan Pajak dan Kepres No. 72 tahun 1984 tentang Perubahan Keputusan
Presiden No. 26 tahun 1984 tentang Pengampunan Pajak (Bagiada dan
Darmayasa, 2016). Pelaksanaan tax amnesty selama dua periode sebelumnya ini
dinilai tidak berjalan efektif. Kurangnya respons dari wajib pajak serta tidak
diikuti dengan reformasi sistem administrasi perpajakan secara menyeluruh
menyebabkan tidak berjalan efektifnya program tersebut.

Tujuan pemerintah Indonesia kembali memberlakukan kebijakan tax amnesty ini


adalah pertama repatriasi atau untuk menarik dana warga negara Indonesia yang
ada di luar negeri. Dan kedua untuk meningkatkan basis perpajakan nasional
dimana aset yang disampaikan dalam permohonan pengampunan pajak dapat
dimanfaatkan untuk pemajakan yang akan datang yang nantinya akan berdampak
pada efektivitas penerimaan pajak. Efektivitas penerimaan pajak adalah
kemampuan kantor pajak dalam memenuhi target penerimaan pajak berdasarkan
realisasi penerimaan pajak. Artinya seberapa jauh kantor pajak dapat mencapai
target penerimaan pajak (Ellya Florentin, 2012).

(2)
Dari data yang diperoleh, realisasi penerimaan pajak oleh 341 kantor pajak sampai
dengan Bulan Juni 2016 rata-rata belum dapat memenuhi 50% dari target
penerimaan pajak yang ditentukan (Sumber: KPP Pratama Gorontalo). Hal ini
dapat disimpulkan bahwa penerimaan pajak untuk seluruh KPP se-Indonesia
belum dapat dikatakan efektif.

Layanan pajak online adalah sistem elektronik yang disediakan oleh direktorat
jendral pajak atau pihak lain yang ditunjuk oleh direktur jendral pajak yang
digunakan oleh wajib pajak untuk melakukan transaksi elektronik dengan
direktrorat jendral pajak meliputi DJP online dan penyedian layanan penyampaian
SPT elektronik. DJP merupakan instansi pemerintah setingkat eselon I di
lingkungan Kementerian Keuangan yang melaksanakan tugas di bidang
administrasi perpajakan. DJP berjalan dengan dibiayai APBN dengan arahnya
untuk mendapatkan penerimaan APBN dari penerimaan perpajakan. Penerimaan
perpajakan itu sendiri menjadi faktor penentu besarnya APBN di mana pajak
mengambil porsi lebih dari 70 persen komposisi APBN. Pentingnya penerimaan
pajak dalam menunjang APBN mengharuskan DJP untuk berkerja secara optimal
dalam menyelenggarakan tugas dan fungsinya, Layanan pajak online yang
disedian kan oleh DJP seperti e-filling, e-billing ,e-faktur,e-spt dan sebagainya.

Salah satu faktor menyebabkan penerimaan pajak yang sulit tercapai yaitu
kepatuhan wajib pajak yang rendah itu dibuktikan karena masyarakat selaku wajib
pajak lupa, atau bahkan mungkin mengabaikan kewajibannya untuk membayar
pajak, khususnya pajak penghasilan orang pribadi. Terlebih ditengah perubahan
pandangan masyarakat terhadap seluruh aspek penyelenggaraan pemerintahan,
serta berbagai situasi yang muncul serta memberikan kesan negatif terkait
masalah perpajakan (Aceng HM Fikri,2012)

Sanksi perpajakan merupakan pemberian sanksi bagi wajib pajak yang tidak
memenuhi kewajibannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan yang berlaku.Terdapat undang-undang yang mengatur tentang
ketentuan umumdan tata cara perpajakan. Agar peraturan perpajakan dipatuhi,
maka harus adasanksi perpajakan bagi para pelanggarnya. Wajib pajak akan
memenuhikewajiban perpajakannya bila memandang bahwa sanksi perpajakan
akan lebih banyak merugikannya (Nugroho, 2006)

(3)
Berdasarkan latar belakang diatas maka masalah yang akan dirumuskan sebagai
berikut: (1) Apakah penerapan tax amnesty berpengaruh terhadap penerimaan
pajak? (2) Apakah pelayanan fiskus perpajakan berpengaruh terhadap
penerimanan pajak? (3) Apakah sanksi berpengaruh terhadap penerimaan pajak?.
Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk menguji pengaruh penerapan tax
amnesty, pelayanan perpajakan, dan sanksi perpajakan terhdap penerimanan
pajak.

1.2 Perumusan masalah

Berdasarkan latar bekalang diatas peneliti merumuskan permasalahan dalam


penelitian ini yaitu:

Bagaimana pengaruh tax amnesty, pelayanan perpajakan dan sanksi perpajakan


terhadap penerima pejak

1.3 batasan masalah

penelitian ini memiliki beberapa masalah, yaitu:

kebijakan tax amnesty yang diteliti adalah kebijakan yang dikeluarkan sesuai
undang-undang no 11 tahun 2016

1.4 tujuan penelitian

tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ada hubungan antara tax
amnesty, pelayanan perpajakan dan sanksi perpajakan terhadap penerima pejak

1.5 manfaat penelitian

Penelitian ini diharapkan mampu memberi kontribusi maanfaat, antara lain


adalah:

1.5.1 Manfaat secara teoritis

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi mengenai tax amnesty


terhadap peneriman pajak
(4)

1.5.2 Manfaat praktis

a. Bagi pihak Direktorat jendral pajak

Dengan adanya penelitiaan ini diharapkan dapat memberi bahan evaluasi dalam
membantu penerapan tax amnesty kepada wp

b. Bagi wajib pajak

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan serana informasi mengenai tax


amnesty Bagi wajib pajak.

c. Bagi penulis

Penelitian ini sebagai sarana untuk menambah pengetahuan dan wawasan dalam
penerapan teori-teori yang diperoleh di bangku perkuliahan dengan keadaan
sebenarnya yang terjadi dilapangan.

d. Bagi pembaca

Penelitian ini diharapkan mampu memberi informasi kepada public dan bisa
dijadikan bahan penelitian selanjutnya.
(5)

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Kajian Teori

2.1.1 Pajak

A. Pengertian Pajak

Menurut Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 pajak adalah kontribusi wajib


kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa
berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung
dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Menurut Diana (2013:33) ada beberapa definisi pajak menurut para ahli antara
lain: menurut Rochmat pajak adalah iuran rakyat ke kas Negara berdasarkan
undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal balik
(kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukan dan digunakan untuk membayar
pengeluaran umum.

Adapun menurut Djajadiningrat dalam Diana (2013:33) menyatakan bahwa pajak


sebagai suatu kewajiban menyerahkan sebagian dari kekayaan ke kas Negara yang
disebabkan suatu keadaan, kejadian, dan perbuatan yang memberikan kedudukan
tertentu, tetapi bukan sebagai hukuman, menurut peraturan yang ditetapkan
pemerintah serta dipaksakan tetapi tidak ada jasa timbal balik dari Negara secara
langsung, untuk memelihara kesejahteraan secara umum.

Jadi berdasarkan pengertian diatas, pajak adalah suatu kewajiban yang bersifat
memaksa orang pribadi atau badan untuk memberikan iuran pada kas Negara
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang diberlakukan oleh Negara dan
hanya digunakan untuk menutup pengeluaran umum Negara.
(6)

B. Jenis Pajak

Menurut Siti (2009:7), terdapat berbagai jenis pajak, yang dikelompokan menjadi
tiga yaitu: menurut golongan, menurut sifat dan menurut lembaga pemungutnya.

1) Menurut golongan

Berdasarkan golongan pajak dikelompokan menjadi dua yaitu: pajak langsung dan
pajak tidak langsung. Pajak langsung adalah pajak yang harus dipikul atau
ditanggung sendiri oleh Wajib Pajak dan tidak dapat dilimpahkan atau dibebankan
kepada orang lain atau pihak lain. Pajak harus menjadi beban Wajib Pajak yang
bersangkutan. Sedangkan pajak tidak langsung adalah pajak yang pada akhirnya
dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain atau pihak ketiga. Pajak
tidak langsung dapat terjadi jika terdapat suatu kegiatan, peristiwa atau perbuatan
yang menyebabkan terutangnya pajak, misalnya terjadi penyerahan barang atau
jasa.

2) Menurut sifat

Berdasarkan sifatnya pajak dikelompokan menjadi dua, yaitu: pajak subjektif dan
pajak objektif. Pajak subjektif adalah pajak yang pengenaannya memerhatikan
keadaan pribadi Wajib Pajak atau pengenaan pajak yang memerhatikan
subjeknya. Sedangkan pajak objektif adalah pajak yang pengenaannya
memerhatikan objeknya baik berupa benda, keadaan, perbuatan, atau peristiwa
yang mengakibatkan timbulnya kewajiban membayar pajak, tanpa memerhatikan
keadaan pribadi subjek pajak (Wajib Pajak) maupun tempat tinggal.
(7)

3) Menurut lembaga pemungutnya

Berdasarkan lembaga pemungut, pajak dikelompokan menjadi dua, yaitu: Pajak


Negara (pajak pusat) dan Pajak Daerah. Pajak negara adalah pajak yang dipungut
oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara pada
umumnya. Sedangkan pajak daerah adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah
daerah baik daerah tingkat I (pajak provinsi) maupun daerah tingkat II (pajak
kabupaten/kota) dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah masing-
masing. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 91 Tahun 2010, Pajak Provinsi
terdiri dari: Pajak Kendaraan Bermotor, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor,
Pajak Bahan 16 Bakar Kendaraan Bermotor, Pajak Air Permukaan dan Pajak
Rokok. Sedangkan Pajak Daerah terdiri dari: Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak
Hiburan, Pajak Reklame, Pajak Penerangan Jalan, Pajak Mineral Bukan Logam
dan Batuan, Pajak Parkir, Pajak Air Tanah, Pajak Sarang Burung Walet, Pajak
Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB) dan Bea Perolehan Hak atas
Tanah dan Bangunan.

C. Subjek Pajak

subjek pajak adalah orang yang dituju oleh UU untuk dikenakan pajak. Subjek
pajak berkenaan dengan penghasilan yang diperolehnya dalam tahun pajak.
Sedangkan menurut Isroah (2012:33) yang menjadi subjek pajak antara lain:

1) Orang Pribadi

2) Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang


berhak

3) Badan

4) Bentuk Usaha tetap

D. Objek Pajak

Menurut Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 objek pajak adalah penghasilan,


yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib
Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat
dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang
bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun
(8)

2.1.2 Penerapan Tax Amnety

A. Pengertian Tax Amnesty

Secara umum Pengertian Tax Amnesty adalah kebijakan pemerintah yang


diberikan kepada pembayar pajak tentang forgiveness / pengampunan pajak, dan
sebagai ganti atas pengampunan tersebut pembayar pajak diharuskan untuk
membayar uang tebusan. Mendapatkan pengampunan pajak artinya data laporan
yang ada selama ini dianggap telah diputihkan dan atas beberapa utang pajak juga
dihapuskan.

Menurut "UU No 11 Tahun 2016 Tentang Pengampunan Pajak" Tax Amnesty


adalah penghapusan pajak yang seharusnya terutang, tidak dikenai sanksi
administrasi perpajakan dan sanksi pidana di bidang perpajakan, dengan cara
mengungkap Harta dan membayar Uang Tebusan sebagaimana diatur dalam
Undang-Undang ini.

Menurut "PMK No. 118/PMK.03/2016" Tax Amnesty adalah adalah penghapusan


pajak yang seharusnya terutang, tidak dikenai sanksi administrasi perpajakan dan
sanksi pidana di bidang perpajakan, dengan cara mengungkap Harta dan
membayar Uang Tebusan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang
Pengampunan Pajak.

B. Latar Bekang Tax Amnety

Latar belakang Tax Amnesty atau mengapa Indonesia perlu memberikan tax
amnesty kepada para pembayar pajak (wajib pajak) diantaranya yaitu:

1) Penyebab Pertama Indonesia memberlakukan Tax Amnesty adalah karena


terdapat Harta milik warga negara baik di dalam maupun di luar negeri yang
belum atau belum seluruhnya dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan
Pajak Penghasilan.

2) Tax Amnesty adalah untuk meningkatkan penerimaan negara dan


pertumbuhan perekonomian serta kesadaran dan kepatuhan masyarakat dalam
pelaksanaan kewajiban perpajakan, perlu menerbitkan kebijakan Pengampunan
Pajak

3) Kasus Panama Pappers


(9)

C. Sabjek Tax Amnesty

Subjek Tax Amnesty adalah warga negara Indonesia baik yang ber NPWP
maupun tidak yang memiliki harta lain selain yang telah dilaporkan dalam SPT
Tahunan Pajak (warga negara yang pembayaran pajaknya selama ini masih belum
sesuai dengan kondisi nyata).

D. Objek Tex Amnesty

Objek Tax Amnesty adalah Harta yang dimiliki oleh Subjek Tax Amnesty, artinya
yang menjadi sasaran dari pembayaran uang tebusan adalah atas Harta baik itu
yang berada di dalam negeri maupun diluar negeri. Pengertian Tax Amnesty
secara umum saya jabarkan dalam tanya jawab tax amnesty dibawah ini.

E. Prosedur Penggunaan Tax Amnesty

2.1.3 Pelayanan Pajak

A. Pengertian Pelayanan

Menurut Pandji Santosa (2008: 55) menyebutkan pelayanan publik adalah


pemberian jasa, baik oleh pemerintah, pihak swasta atas nama pemerintah, atau
pun pihak swasta kepada masyarakat, dengan atau tanpa pembayaran guna
memenuhi kebutuhan dan atau kepentingan masyarakat.

Konsep pelayanan publik yang diterangkan oleh Valerie A. Zeithaml (1990)


dalam buku Pandji Santosa (2008: 59) mengonsepkan mutu layanan publik pada
dua pengertian yaitu expected service dan preceived service. Keduanya terbentuk
oleh dimensi-dimensi mutu layanan, yaitu tangibles (terjamah), rehability (andal),
credibility (bisa dipercaya), responsiveness (tanggap), competence (kompeten),
courtesy (ramah), security (aman), access (akses), communication (komunikasi),
understanding the customer (memahami pelanggan).
(10)

Menurut Keputusan Menpan Nomor 06/1995 tentang Pedoman Penganugerahan


Piala Abdisatyabati Bagi Unit Kerja atau Kantor Pelayanan Percontohan,
sebagaimana tertera pada lampirannya diatur mengenai kriteria pelayanan
masyarakat yang baik yaitu sebagai berikut:

1) Kesederhanaan

Kriteria ini mengandung arti bahwa prosedur atau tatacara pelayanan


diselenggarakan secara mudah, lancar, cepat, tidak berbelit-belit, mudah
dipahami, dan mudah dilaksanakan oleh masyarakat yang meminta pelayanan.

2) Kejelasan dan Kepastian

Kriteria ini mengandung arti adanya kejelasan dan kepastian mengenai prosedur
atau tatacara pelayanan, persyaratan pelayanan, unit kerja dan atau pejabat yang
berwenang dan bertanggungjawab dalam memberikan pelayanan, rincian biaya
pelayanan dan tatacara pembayarannya serta jadwal waktu penyelesaian
pelayanan.

3) Keamanan

Kriteria ini mengandung arti bahwa proses serta hasil pelayanan dapat memberi
rasa aman, kenyamanan, dan dapat memberikan kepastian hukum bagi
masyarakat.

4) Keterbukaan

Kriteria ini mengandung arti bahwa prosedur, tatacara, persyaratan, satuan kerja
atau pejabat penanggung jawab pemberi pelayanan, biaya atau tarif, serta hal-hal
yang berkaitan dengan proses pelayanan wajib diinformasikan secara terbuka agar
mudah diketahui dan dipahami oleh masyarakat.

5) Efisien

Persyaratan pelayanan hanya dibatasi pada hal-hal yang berkaitan langsung


dengan pencapaian sasaran pelayanan dengan tetap memperhatikan keterpaduan
antara persyaratan dengan produk pelayanan yang diberikan. Dicegah adanya
pengulangan pemenuhan persyaratan, dalam hal proses pelayanan masyarakat
yang bersangkutan mempersyaratkan adanya kelengkapan persyaratan dari satuan
kerja atau instansi pemerintah lain yang terkait.
(11)

6) Ekonomis

Nilai barang dan atau jasa pelayanan masyarakat dan tidak menuntut biaya yang
terlalu tinggi di luar kewajaran. Kondisi dan kemampuan masyarakat untuk
membayar. Ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku.

7) Keadilan dan Merata

Kriteria ini mengandung arti bahwa cakupan atau jangkauan pelayanan harus
diusahakan seluas mungkin dengan distribusi yang merata dan diberlakukan
secara adil bagi seluruh lapisan masyarakat. 8) Ketepatan Waktu Kriteria ini
mengandung arti bahwa pelaksanaan pelayanan masyarakat dapat diselesaikan
dalam kurun waktu telah ditentukan.

B. Kreteria Pelayanan Perpajakan

Pegawai Pajak juga harus memberikan Kepercayaan dan Kenyamanan untuk


Wajib Pajak yang akan membayarkan pajaknya pada 22 Kantor Pelayanan Pajak.
Beberapa tolok ukur perusahaan atas tingkat kepercayaan terhadap konsultan
pajak. Menurut Thomas Sumarman (2012: 6).

1) Komitmen (commitment)

Pegawai pajak dapat dinilai bagaimana dia memberikan nasihat dan masukkan
kepada Wajib Pajak atau perusahaan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan perpajakan yang berlaku dan harus berkomitmen untuk membantu
Wajib Pajak dan klien pada waktu yang lama.

2) Integritas dan Kejujuran (integritty and honesty)

Pegawai Pajak harus memiliki kejujuran tetapi juga mempunyai integritas tinggi.
Kejujuran yaitu tidak melakukan kebohongan, tidak tepat janji, tidak tepat waktu.
Pegawai yang memiliki integritas tinggi adalah pegawai yang jujur dan dapat
diandalkan, sehingga pegawai juga harus mempunyai etika yang tinggi juga.

3) Pengetahuan (Knowledge)

Seorang konsultan pajak atau staf perpajakan diperoleh dari pendidikan formal,
yaitu sarjana ekonomi atau sarjana lainnya yang mengerti tentang peraturan dan
perundang-undangan perpajakan. Pengetahuan keuangan, masalah perpajakan,
maupun tentang akuntansi harus dimiliki oleh tax review.

(12)

4) Keahlian

Keahlian seorang konsultan pajak atau staf pajak adalah pengalaman, semakin
banyak pengalaman maka akan semakin tinggi tingkat keahliannya.

5) Komunikasi (communication)

Seorang konsultan atau pegawai pajak harus dapat berkomunikasi dengan jelas,
tepat dan win-win. Banyak kesalahpahaman yang terjadi karena tidak dapat
berkomunikasi dengan baik.

6) Tingkat kenyamanan (convenient level)

Tingkat kenyamanan dapat dirasakan oleh perusahaan dari ketersediaan waktu


seorang pegawai pajak atau konsultan pajak untuk Kantor Pajak.

Dapat disimpulkan bahwa Pelayanan Pegawai Pajak adalah jasa yang diberikan
oleh pegawai Kantor Pelayanan Pajak Pratama yogyakarta kepada masyarakat
dalam hal perpajakan. Pegawai pajak yang memberikan pelayanan kepada Wajib
Pajak harus bersikap dengan baik, bersikap komunikatif, memahami pelanggan,
serta memberikan pelayanan yang ramah dan memberikan rasa aman agar Wajib
Pajak merasa nyaman untuk melakukan pembayaran pajaknya. Pegawai Pajak
juga harus dapat dipercaya, terbuka, jujur, memberikan informasi dengan jelas,
dengan adil dan tepat waktu, dengan pelayanan yang diberikan tersebut maka
Wajib Pajak tidak akan merasa enggan atau lebih merasa senang untuk membayar
pajak pada Kantor Pelayanan Pajak yang ada. Pegawai Pajak juga harus memiliki
sikap komiten, berpengetahuan dengan baik, untuk membantu Wajib Pajak dan
kliennya, serta memiliki banyak pengalaman yang berkaitan dengan pajak.

2.1.4 Sanksi Perpajakan

A. Pengertian Sanksi Pajak

Sanksi adalah suatu tindakan berupa hukuman yang diberikan kepada orang yang
melanggar peraturan. Peraturan atau undang-undang merupakan rambu-rambu
bagi seseorang untuk melakukan sesuatu mengenai apa yang harus dilakukan dan
apa yang seharusnya tidak dilakukan.

(13)

B. Bentuk Sanksi Pajak

Dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum Dan


Tata Cara Perpajakan disebutkan bahwa ada dua macam sanksi, yaitu:

Pertama. Sanksi Administrasi yang terdiri dari: (1) Sanksi Administrasi berupa
denda. Sanksi denda adalah jenis saniksi yang paling banyak ditemukan dalam
Undang-Undang perpajakan.Terkait besarannya denda dapat ditetapkan sebesar
jumlah tertentu, presentasi dari jumlah tertentu, atau angka perkalian dari jumlah
tertentu. Pada sejumlah pelanggaran, sanksi denda ini akan ditambah dengan
sanksi pidana. (2) Sanksi Administrasi berupa bunga. Sanksi ini biasa dikenakan
atas pelanggaran yang menyebabkan utang pajak menjadi lebih besar.Jumlah
bunga dihitung berdasarkan presentasi tertentu dari suatu jumlah, mulai dari saat
bunga itu menjadi hak/kewajibansampai dengan saat diterima dibayarkan. (3)
Sanksi Administrasi berupa kenaikan. Sanksi ini bisa jadi sanksi yang paling
ditakuti oleh Wajib Pajak. Hal ini karena bila dikenakan sanksi tersebut, jumlah
pajak yang harus dibayar bias menjadi berlipat ganda. Sanksi berupa kenaikan
pada dasarnya dihitung dengan angka presentasi tertentu dari jumlah pajak yang
tidak kurang dibayar. Kedua. Sanksi Pidana yang terdiri dari: (1) pidana
kurungan. Sanksi ini biasa terjadi karena adanya tindak pidana yang dilakukan
karena kelalaian. Batas maksimum hukuman kurunga ialah 1 (satu) tahun,
pekerjaan yang harus dilakukan oleh para tahanan kurungan biasanya lebih sedikit
dan lebih ringan, selain di penjara negara, dalam kasus terentu diizinkan
menjalaninya di rumah sendiri dengan pengawasan yang berwajib, kebebasan
tahanan kurungan lebih banyak, pada dasarnya tidak ada pembagian atas kelas-
kelas, dan dapat menjadi pengganti hukuman denda. (2) pidana penjara. Sanksi ini
biasa terjadi karena adanya tindak pidana yang dilakukan dengan sengaja. Batas
maksimum penjara ialah seumur hidup, pekerjaan yang dilakukan oleh tahanan
penjara biasanya lebih banyak dan lebih berat, terhukum menjalani di gedung atau
di rumah penjara, kebebasan para tahanan penjara amat terbatas, dibagi atas
kelaskelas menurut kualitas dan kuantitas kejahatan dari yang tergolong berat
sampai dengan yang teringan, dan tidak dapat menjadi pengganti hukuman denda.
Ngadiman (2005).
(14)

2.2 Penelitian Terdahulu

2.2.1 Renny Sri Utami (2015)

Penelitian dengan judul “PENGARUH SANKSI PERPAJAKAN TERHADAP


KEPATUHAN WAJIB PAJAK DAN IMPLIKASINYA PADA PENERIMAAN
PAJAK” (Survey pada KPP Pratama di Kanwil Jabar 1)

Persentase total skor tanggapan responden atas variabel sanksi perpajakan sebesar
36,40% berada di antara interval 36-52%. Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa sanksi perpajakan dalam kategori kurang baik/ buruk. Selanjutnya bila
dilihat berdasarkan indikator tampak bahwa persentase skor tanggapan responden
pada semua indikator berada pada interval 36-52% yang termasuk dalam kategori
kurang baik. Hal ini dapat disimpulkan sanksi perpajakan secara keseluruhan
berada pada kategori kurang baik. Perbedaan pada penelitian ini adalah tempat
dan waktu saat, dan lingkungan wajib pajak yang berbeda. Persamaan dari
penelitian ini yaitu terhadap penerimaan pajak melakukan penelitian tersebut serta
variabel Sanksi Perpajakan dan sama-sama menggunakan kuisioner.

2.2.2 Kadek Diah Puspareni (2017)

Berdasarkan hasil dari uji variabel tax amnesty terhadap tingkat kepatuhan wajib
pajak diperoleh tingkat signifikansi 0,000 yang artinya lebih kecil dari 0,05.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa tax amnesty berpengaruh positif terhadap
kepatuhan wajib pajak. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Ngadiman
dan Huslin (2015) yang menyatakan bahwatax amnestyberpengaruh positif
terhadap kepatuhan wajib pajak. Tax amnesty mampu mendorong masyarakat
untuk memulai kewajiban perpajakannya dengan benar melalui pengungkapan
seluruh harta yang belum dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh. Menurut
Pramushinta dan Siregar (2011) selain menghasilkan peningkatan penerimaan
pajak tax amnesty juga diharapkan mampu meningkatkan kepatuhan serta
efektivitas pembayaran karena daftar kekayaan wajib pajak semakin akurat setelah
mengikuti amnesti. Wajib pajak yang sebelumnya tidak patuh dengan mengikuti
program tax amnesty akan menjadi wajib pajak yang patuh. Dan untuk
membangun kepatuhan wajib pajak sukarela, setelah tax amnesty sebaiknya
dilakukan transparansi atas penggunaan uang pajak serta alokasinya yang harus
tepat sasaran dan berkeadilan (Ngadiman dan Huslin, 2015). Perbedaan dari
penelitian terdahulu yait: tertak pada variabel dan tempat peneltian. Persamaan
dari penelitian ini pada sama-sama ingin mengetahui betapa besar penggunaan tax
amnesty di indonesia.

(15)

2.2.3 Maya Angriani Awaeh (2017)

Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bitung adalah lembaga pemerintahan yang


bergerak dibidang pelayanan perpajakan, KPP Pratama Bitung merupakan salah
satu kantor cabang Direktorat Jenderal Pajak Departemen Keuangan. Sejak tahun
2002 Direktorat Jenderal Pajak melakukan reformasi birokrasi dan menjadi
instansi percontohan reformasi birokrasi dalam memberikan pelayanan prima dan
pelaksanaan good governance mengingat kedudukan DJP sebagai instansi yang
sangat strategis. Tugas dari Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bitung adalah
melaksanakan tugas pokok Direktorat Jendral Pajak dalam Penerimaan Pajak
Negara. Prosedur Pelayanan dan Teknis Tax Amnesty (Pengampunan Pajak).
Perbadaan peda penelitian ini yaitu tempat penelitian dan responden.
Persamaannya sama-sama mengunakan kuisioner.

2.3 Kerangka Pikir Penelitian

Penelitian ini menjelasakan pengaruh penerapan tax amnesty, pelayanan


perpajakan dan sanksi perpajakan terhadap penerimaan pajak.

2.3.1 Pengaruh Penerapan Tax Amnesty Terhadap Penerimaan Pajak

Tax manesty merupakan program pengampunan pajak yang dikeluarkan


pemerintah dan telah disah kan oleh presiden jokowi dodo, tujuan program ini
merupakan untuk repatriasi atau menarik dana warga negara Indonesia yang ada
di luar negeri, untuk meningkatkan pertumbuhan nasional, meningkatkan basis
perpajakan nasional yaitu aset yang disampaikan dalam permohonan
pengampunan pajak dapat dimanfaatkan untuk pemajakan yang akan datang, tax
amnesty untuk meningkatkan penerimaan pajak. Dilihat dari tujuan tax amnesty
jelas bahwa tax amnesty sangat berpengaruh dalam peneriman pajak, jika wp
pajak semuanya mengikuti program tax amnesty maka penerimaan pajak akan
juga bertambah.

2.3.2 Pengaruh Pelayan Perpajakan Terhadap Peneriman Pajak

Menurut Wallschutzky (1984), pemberian pelayanan yang baik kepada Wajib


Pajak akan menimbulkan kepatuhan. Glaser dan Hildreth (1999) sebagaimana
dikutip Kelly (2005) juga mengungkapkan bahwa terdapat bukti empiris bahwa
penduduk bersedia untuk membayar pajak yang tinggi karena layanan yang dapat
dipercaya dan yang dilaksanakan dengan baik. Kepatuhan Wajib Pajak memenuhi
kewajiban perpajakannya akan meningkatkan penerimaan negara dan pada
gilirannya akan meningkatkan besarnya rasio pajak.

(16)

2.3.3 Pengaruh Sanksi Perpajakan Terhadap Penerimaan Pajak

Sanksi adalah suatu tindakan berupa hukuman yang diberikan kepada orang yang
melanggar peraturan. Peraturan atau undang-undang merupakan rambu-rambu
bagi seseorang untuk melakukan sesuatu mengenai apa yang harus dilakukan dan
apa yang seharusnya tidak dilakukan. Sanksi perpajakan ada berupa sanksi pidana
dan sanksi administrasi, jika peerintah bener benar dalam menetapkan sanksi ini
maka wp pajak akan patuh dalam membayar pajak yang berdampak pada
meningkat ya pendapatan pajak.

2.4 Hipotesis

Hipotesis dalam peneltian ini adalah sebagai berikut:

H1: penerapan tax amnesty berpengaruh positif terhadap penerimaan pajak

H2: pengaruh pelayanan perpajakn berpengaruh positif terhadap penerimaan pajak

H3: pengaruh sanksi perpajakan berpengaruh positif terhadap penerimaan pajak


(17)

BAB III

METODELOGI

3.1 Sifat Penelian

Jenis penelitian ini bersifat kausal komparatif (causal comparative reaserch) yang
merupakan tipe penelitian dengan karakteristik masalah berupa hubungan sebab
akibat antara dua variabel atau lebih. Penelitian kausal komparatif ini juga
termasuk penelitian yang mengidentifikasikan fakta yang terjadi sebagai variabel
yang dipengaruhi dan melakukan penyelidikan terhadap variabel-variabel yang
mempengaruhi. Pendekatan penelitian menggunakan pendekatan kuantitatif.

3.2 Variabel Penelitian

Variabel adalah apapun yang dapat membedakan atau membawa variasi pada
nilai. Nilai bisa berbeda pada berbagai waktu untuk objek atau orang yang sama,
atau pada waktu yang sama untuk objek atau orang yang berbeda. Ada pun
variabel dalam penelitian ini adalah:

a. Variabel Terikat (Dependence Variable) adalah variabel yang menjadi


perhatian utama peneliti. Variabel terikat merupakan variabel utama yang menjadi
faktor yang berlaku dalam investigasi. Dalam penelitian ini, variabel terikatnya
adalah peneriaman pajak

b. Variabel Bebas (Independence Variable) adalah variabel yang


mempengaruhi variabel terikat, entah secara positif atau negatif. Varians variabel
terikat ditentukan oleh variabel bebas. Dalam penelitian ini, variabel bebas adalah
penerapan tax amnesty, pelayan perpajakan dan sanksi perpajakan.

3.3 Defenisi Operasional

Menurut Pertiwi Kundalini (2016) Pada bagian definisi operasional variabel


penelitian ini peneliti memberikan definisi secara jelas tentang variabel-variabel
yang digunakan dalam penelitian ini. Variabel bebas (independen) dan variabel
terikat (dependen).
a. Variabel ‘Dependen (Y)

Variabel dependen dalam penelitian ini adalah penerimaan pajak.

(18)

Penerimanan pajak adalah Menurut Moh. Zain (2005) definisi Penerimaan pajak
merupakan gambaran partisispasi masyarakat dalam pembiayaan penyelenggaraan
pemerintah dan pembangunan Negara..apabila kontribusi penerimaan pajak
semakin besar terhadap pembangunan, hal tersebut berarti bahwa pajak yang telah
dipungut dari masyarakat akan dikembalikan secara tidak langsung kepada
masyarakat dalam bentuk penyediaan sarana dan prasaran publik, menyediakan
lapangan kerja, memberikan rasa aman dan nyaman.

Sedangkan Menurut H. Simanjuntak Timbul dan Mukhlis Imam (2012:30) adalah


Penerimaan negara dari pajak merupakan salah satu komponen penting dalam
rangka kemandirian pembiayaan pembangunan.

b. Variabel independen (X)

Variabel independen atau variabel bebas adalah yang mempengaruhi timbulnya


variabel terikat (Sugiyono, 2009:61).

1) Penerapan tax amnesty

tax amnesty Menurut "UU No 11 Tahun 2016 Tentang Pengampunan Pajak" Tax
Amnesty adalah penghapusan pajak yang seharusnya terutang, tidak dikenai
sanksi administrasi perpajakan dan sanksi pidana di bidang perpajakan, dengan
cara mengungkap Harta dan membayar Uang Tebusan sebagaimana diatur dalam
Undang-Undang ini.

2) Pelayanan perpajakan

Menurut Pandji Santosa (2008: 55) menyebutkan pelayanan publik adalah


pemberian jasa, baik oleh pemerintah, pihak swasta atas nama pemerintah, atau
pun pihak swasta kepada masyarakat, dengan atau tanpa pembayaran guna
memenuhi kebutuhan dan atau kepentingan masyarakat.

3) Sanksi perpajakan

Sanksi adalah suatu tindakan berupa hukuman yang diberikan kepada orang yang
melanggar peraturan. Peraturan atau undang-undang merupakan rambu-rambu
bagi seseorang untuk melakukan sesuatu mengenai apa yang harus dilakukan dan
apa yang seharusnya tidak dilakukan.

(19)

3.4 Populasi, Sampel Dan Tehnik Pengambilan Sampel

3.4.1 Populasi

Menurut Sugiyono (2008:61) populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri


atas objek atau subjek yang mempunyai kualitas dan karasteristik tertentu yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.
Populasi bukan hanya orang tetapi juga objek dan bendabenda alam yang lain.
Populasi dalam penelitian ini adalah Wajib Pajak yang sudah membayar pajak di
KPP Pratama Yogyakarta. Pemilihan populasi tersebut karena Wajib Pajak
tersebut pernah ikut program tax amnesty sehingga dapat dijadikan responden
untuk mengetahui Kepatuhan Wajib Pajak di KPP Pratama Yogyakarta.

3.4.2 Sampel

Menurut Sugiyono (2008:62) sampel adalah bagian dari jumlah dan karasteristik
populasi. Menurut Roscoe “Ukuran sampel yang layak digunakan dalam
penelitian adalah 30 sampai dengan 500, selain itu bila dalam penelitian akan
melakukan analisis dengan multivariat (korelasi atau regresi berganda), maka
jumlah anggota sampel minimal 10 kali jumlah variabel yang diteliti (roscoe
dalam Sugiyono, 2012: 129)

3.4.3 Tehnik Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampling
insidental. Sampling insidental adalah teknik penentuan sampel berdasarkan
kebetulan, yaitu siapa saja yang secara kebetulan atau insidental bertemu dengan
peneliti dapat digunakan sebagai sampel, bila dipandang orang yang kebetulan
ditemui cocok sebagai sumber data. Penentuan jumlah sampel dalam penelitian
menggunakan pendapat Gay. Menurut Husein Umar (2011:79) pendapat Gay
menyatakan bahwa ukuran sampel yang dapat di terima berdasarkan pada desain
penelitian yang digunakan, dimana penelitian dengan metode deskriptif-
korelasional memiliki ukuran sampel minimal 30 subjek. Jumlah sampel pada
penelitian ini sebanyak 101 responden.

(20)

3.5 Sumber Dan Metode Pengumpulan Data

Jenis data yang diambil adalah data primer yaitu data yang diperoleh secara
lansung kepada responden. Dan pembagian kuesioner dilakukan peneliti kepada
wajib pajak di kkp pratama yogyakarta.

3.6 Intrumen Penelitian

Instrumen dalam penelitian ini adalah berupa kuesioner atau angket yang berisi
pertanyaan untuk memperoleh informasi dari variabel yang diteliti. Angket yang
digunakan bersifat tertutup, karena responden hanya memilih jawaban yang sudah
tersedia dan diharapkan responden memilih jawaban dalam bentuk ceklist.
Jawaban yang akan diberikan yaitu Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju
(TS), Sangat Tidak Setuju (STS).

3.7 Tehnik Analisis Data

3.7.1 Analisis Statistik Deskriptif

Menurut Sugiyono (2008:29) statistik deskriptif adalah stratistik yang berfungsi


untuk mendeskripsikan atau memberi gambaran terhadap objek yang diteliti
melalui data sampel atau populasi sebagaimana adanya, tanpa melakukan analisis
dan membuat kesimpulan berlaku umum.

3.7.2 Uji Prasyarat Analisis

A. Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk melihat apakah nilai residual terdistribusi normal
atau tidak. Model regresi yang baik adalah memiliki nilai residual yang
terdistribusi normal. Menurut Imam Ghozali (2011:160) Uji normalitas data
bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi berganda berdistribusi
normal atau tidak normal.

(21)

B. Uji Linearitas

Uji linearitas dipergunakan untuk melihat apakah model yang dibangun


mempunyai hubungan linear atau tidak. Uji linearitas digunakan untuk
mengetahui apakah spesifikasi model yang digunakan sudah benar atau tidak
(Imam Ghozali, 2011:166).

C. Uji Multikolinearitas

Menurut Imam Ghozali (2011: 105) Uji Multikolonieritas bertujuan untuk


menguji apakah dalam model regresi ditemukan adanya korelasi antara variabel
independence. Jika ada korelasi yang tinggi di antara variabel-variabel bebasnya,
maka hubungan antara variabel bebas terhadap variabel terikatnya menjadi 76
terganggu. Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi multikolonieritas.
Multikolonieritas dapat dilihat dari nilai tolerance dan VIF (Variance Inflation
Factor). Untuk bebas dari masalah multikolinieritas, nilai tolerance harus ≤ 0,1
dan nilai VIF ≥ 10.

D. Uji heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas digunakan untuk melihat apakah terdapat ketidaksamaan


varians dari residual satu ke pengamatan yang lain (Husein Umar, 2011:179).
(22)

DAFTAR PUTAKA

Aceng, HM Fikri, 2012. KEPATUHAN MASYARAKAT MEMBAYAR PAJAK


RENDAH.

Heru, 2017. IMPLIKASI TAX AMNESTY TERHADAP KEBUTUHAN


INVESTASI DAN TAX COMPLIANCE.

Viega, Ayu Permata Sari, 2017. PENGARUH TAX AMNESTY,


PENGETAHUAN PERPAJAKAN, DAN PELAYANAN FISKUS TERHADAP
KEPATUHAN WAJIB PAJAK

Pritiwi. 2015. PENGARUH KESADARAN WAJIB PAJAK DAN PELAYANAN


PEGAWAI PAJAK TERHADAP KEPATUHAN WAJIB PAJAK PADA
KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA KABUPATEN
TEMANGGUNG.

Renny Sry Utami. 2015PENGARUH SANKSI PERPAJAKAN TERHADAP


KEPATUHAN WAJIB PAJAK DAN IMPLIKASINYA PADA PENERIMAAN
PAJAK.

Novita Sari. 2016. Prospek Tax Amnesty dalam Meningkatkan Penerimaan Pajak
dari Sudut Pandang Konsultan Pajak.

Ngadiman, Danil, 2017. PENGARUH SUNSET POLICY, TAX AMNESTY,


DAN SANKSI PAJAK TERHADAP KEPATUHAN WAJIB PAJAK.

Kadek Diah. 2017. PENGARUH TAX AMNESTY, PERTUMBUHAN


EKONOMI, KEPATUHAN WAJIB PAJAK, DAN TRANSFORMASI
KELEMBAGAAN DIREKTORAT JENDERAL PAJAK TERHADAP
PENERIMAAN PAJAK.

www.garutkab.go.id

www.lembagapajak.
(23)

Anda mungkin juga menyukai