POSTPARTUM
Ditujukan Untuk Memenuhi Tugas Pada Tahap Stase Keperawatan Maternitas
Disusun Oleh :
VIVY PRAGUSTILA
0432950920021
Pada ibu postpartum involusi uterus merupakan proses yang sangat penting
karena ibu memerlukan perawatan yang khusus, bantuan dan pengawasan
demi pulihnya kesehatan seperti sebelum hamil. Salah satu indikator dalam
proses involusi adalah tinggi fundus uteri.(Gunawan & Astuti, 2015)
d. Patofisiologi
Dalam masa postpartum atau masa nifas, alat-alat genetalia interna maupun
eksterna akan berangsur-angsur pulih kembali seperti keadaan sebelum hamil.
Perubahan-perubahan alat genetal ini dalam keseluruhannya disebut
“involusi”. Disamping involusi terjadi perubahanperubahan penting lain yakni
memokonsentrasi dan timbulnya laktasi yang terakhir ini karena pengaruh
lactogenik hormon dari kelenjar hipofisis terhadap kelenjar-kelenjar mama.
3) Serviks
Segera setelah melahirkan, serviks menjadi lembek, kendur, terkulai
dan berbentuk seperti corong. Hal ini disebabkan korpus uteri
berkontraksi, sedangkan serviks tidak berkontraksi, sehingga
perbatasan antara korpus dan serviks uteri berbentuk cincin.
Warna serviks merah kehitam-hitaman karena penuh pembuluh darah.
Segera setelah bayi lahir, tangan pemeriksa masih dapat dimasukkan 2-
3 jari dan setelah 1 minggu hanya 1 jari saja yang dapat masuk. Namun
demikian, selesai involusi, ostium eksternum tidak sama seperti
sebelum hamil (Rukiyah, 2011).
5) Payudara
wanita yang telah melahirkan proses laktasi terjadi secara alami. Proses
menyusui mempunyai dua mekanisme fisiologis, yaitu produksi susu
dan sekresi susu (let down). Selama sembilan bulan kehamilan,
jaringan payudara tumbuh menyiapkan fungsinya untuk menyediakan
makanan bagi bayi baru lahir. Setelah melahirkan, ketika hormon yang
dihasilkan plasenta tidak ada lagi untuk menghambat kelenjar pituitary
akan mengeluarkan prolaktin (hormon laktogenik). Ketika bayi
menghisap puting, reflek saraf merangsang lobus posterior pituitary
untuk menyekresi hormon oksitosin. Oksitosin merangsang reflek let
down (mengalirkan), sehingga menyebabkan ejeksi ASI melalui sinus
aktiferus payudara ke duktus yang terdapat pada puting. Ketika ASI
dialirkan karena isapan bayi atau dengan dipompa sel-sel acini
terangsang untuk menghasilkan ASI lebih banyak (Saleha, 2013)
3. Perubahan Sistem Pencernaan
Setelah kelahiran plasenta, maka terjadi pula penurunan produksi
progesteron. Sehingga hal ini dapat menyebabkan heartburn dan konstipasi
terutama dalam beberapa hari pertama. Kemungkinan terjadi hal ini karena
kurangnya keseimbangan cairan selama persalinan dan adanya reflek
hambatan defekasi dikarenakan adanya rasa nyeri pada perineum karena
adanya luka episiotomi (Bahiyatun, 2016).
2) Nadi
Denyut nadi normal pada orang dewasa antara 60-80 kali per menit
atau 50-70 kali per menit. Sesudah melahirkan biasanya denyut nadi
akan lebih cepat. Denyut nadi yang melebihi 100 kali per menit, harus
waspada kemungkinan infeksi atau perdarahan postpartum.
3) Tekanan Darah
Tekanan darah meningkat pada persalinan 15 mmHg pada systole dan
10 mmHg pada diastole. Biasanya setelah bersalin tidak berubah
(normal), kemungkinan tekanan darah akan rendah setelah ibu
melahirkan karena ada perdarahan. Tekanan darah tinggi pada
postpartum dapat menandakan terjadinya preeklamsi pada masa
postpartum.
4) Pernapasan
Keadaan pernapasan selalu berhubungan dengan keadaan suhu dan
denyut nadi. Bila suhu dan nadi tidak normal, pernapasan juga akan
mengikutinya, kecuali apabila ada gangguan khusus pada saluran
napas contohnya penyakit asma. Bila pernapasan pada masa
postpartum menjadi lebih cepat, kemungkinan ada tanda-tanda syok.
h. Komplikasi
1. perdarahan Perdarahan postpartum adalah perdarahan dalam kala IV lebih
dari 500-600 cc dalam 24 jam setelah anak dan plasenta lahir Perdarahan
Postpartum diklasifikasikan menjadi 2, yaitu:
a. Early Postpartum : Terjadi 24 jam pertama setelah bayi lahir
b. Late Postpartum : Terjadi lebih dari 24 jam pertama setelah bayi lahir
2. Infeksi
Infeksi ini terjadi setelah persalinan, kuman masuk dalam tubuh pada saat
berlangsungnya proses persalinan. Diantaranya, saat ketuban pecah sebelum
maupun saat persalinan berlangsung sehingga menjadi jembatan masuknya
kuman dalam tubuh lewat rahim. Jalan masuk lainnya adalah dari penolong
persalinan sendiri, seperti alat-alat yang tidak steril digunakan pada saat
proses persalinan
3. blues
Post-partum blues (PPB) atau sering juga disebut maternity blues atau baby
blues dimengerti sebagai suatu sindroma gangguan afek ringan yang sering
tampak dalam minggu pertama setelah persalinan atau pada saat fase taking
in, cenderung akan memburuk pada hari ketiga sampai kelima dan
berlangsung dalam rentang waktu 14 hari atau dua minggu pasca
persalinan.
i. Penatalaksanaan
1. Memberitahukan hasil pemeriksaan kepada ibu. Hasil pemeriksaan TTV
2. Memberitahu bahwa involusi uteri ibu berjalan dengan normal, TFU
bertambah kecil, tidak ada perdarahan yang abnormal dan tidak berbau.
Ibu dalam keadaan normal.
3. Menganjurkan ibu untuk menjadi akseptor KB dan memberikan konseling
macam-macam alat kontrasepsi yang sesuai kepada kondisi ibu yaitu
MAL, IUD, suntik 3 bulan dan AKBK.
4. Memberitahu kepada ibu bahwa ibu sudah dapat kembali aktif untuk
melakukan hubungan seksual.
5. Menganjurkan ibu membawa bayinya untuk penimbangan dan imunisasi
dan menuliskan jadwal imunisasi di buku KIA.
6. Menganjurkan ibu untuk tetap menjaga pola makan yang sehat dan bergizi,
karena mempengaruhi produksi ASI.
j. Pencegahan
1. Mobilisasi
2. Pemeriksaan fisik
1) Vital Sign
Vital sign yang perlu di cek yaitu: suhu, nadi, pernapasan, dan juga
tekanan darah. Suhu tubuh diukur setiap 4 sampai 8 jam selama
beberapa hari pascapartum karena demam biasanya merupakan gejala
awal infeksi. Suhu tubuh 38oC mungkin disebabkan oleh dehidrasi
pada 24 jam pertama setelah persalinan atau karena awitan laktasi
dalam 2 sampai 4 hari(Sembiring, 2018)
Demam yang menetap atau berulang diatas 24 jam pertama dapat
menandakan adanya infeksi. Bradikardi merupakan perubahan
fisiologis normal selama 6 sampai 10 hari pascapartum dengan
frekuensi nadi 40 sampai 70 kali/menit. Frekuensi diatas 100kali/menit
dapat menunjukan adanyya infeksi, hemoragi, nyeri, atau kecemasan,
nadi yang cepat dan dangkal yang dihubungkan dengan hipotensi,
menunjukan hemoragi, syok atau emboli
3) Dada: inspeksi irama napas, dengarkan bunyi nafas dan bunyi jantung,
hiting frekuensi. Payudara: pengkajian payudara pada ibu post partum
meliputi inspeksi ukuran, bentuk, warna, dan kesimetrisan dan palpasi
konsisten dan apakah ada nyeri tekan guna menentukan status laktasi.
Normalnya putting susu menonjol, areola berwarna kecoklatan, tidak
ada nyeri tekan, tidak ada bekas luka, , payuadara simetris dan tidak
ada benjolan atau masa pada saat di palpasi
4) Abdomen: menginspeksi adanya striae atau tidak, adanya luka/insisi,
adanya linea atau tidak. Involusi uteri: kemajuan involusi yaitu proses
uterus kembali ke ukuran dan kondisinya sebelum kehamilan, di ukur
dengan mengkaji tinggi dan konsistensi fundus uterus, masase dam
peremasan fundus dan karakter serta jumlah lokia 4 sampai 8 jam.
TFU
pada hari pertama setinggi pusat, pada hari kedua 1 jari dibawah pusat,
pada hari ketiga 2 jari dibawah pusat, pada hari keempat 2 jari diatas
simpisis, pada hari ketujuh 1 jari diatas simpisis, pada hari kesepuluh
setinggi simpisi. Konsistensi fundus harus keras dengan bentuk bundar
mulus. Fundus yang lembek atau kendor menunjukan atonia atau
subinvolusi. Kandung kemih harus kosong agar pengukuran fundus
akurat, kandung kemih yang penuh menggeser uterus dan
meningkatkan tinggi fundus
5) Vulva dan vagina: melihat apakah vulva bersih atau tidak, adanya
tandatanda infeksi. Lokea: karakter dan jumlah lochea secara tidak
langsung menggambarkan kemajuan penyembuhan normal, jumlah
lochea perlahan-lahan berkurang dengan perubahan warna yang khas
yang menunjukan penurunan komponen darah dalam aliran lochea.
Jumlah lokia sangat sedikit noda darah berkurang 2,5-5 cm= 10 ml,
sedikit noda darah berukuran ≤ 10cm= 10,25 ml, sedang noda darah
berukuran
3. Diagnosa Keperawatan
4. Intervensi keperawatan
Intervensi keperawatan atau rencana tindakankeperawatan adalah suatu
proses di dalam pemecahan masalahyang merupakan keputusan awal
tentang sesuatu apa yang akandilakukan, bagaimana dilakukan, kapan
dilakukan dan siapayang melakukan dari semua tindakan keperawatan
(Dermawan,2012).
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1) Identitas klien
B. Pemeriksaan Fisik
1. Status Generalis
a. Keadaan Umum : Baik
b. Kesadaran : Composmentis
c. TTV
TD =110/70 mmHg N = 92 x/menit S =
36,8OC P = 22 x/menit
e. Berat Badan : 65 kg
f. LILA : 26,5 cm
2. Pemeriksaan fisik
Rambut bersih, hitam gelombang, ada rontok dan tidak
gusi bersih
Abdomen Terdapat linea nigra, tidak ada nyeri tekan, ada
3. Terapi
- Infuse RL 20 tetes/menit
- Amphicilin 500 mg 3 kali 1 tablet
4. Pemeriksaan Penunjang
Jenis Pemeriksaan Hasil Normal
Hemoglobin 9,6 gr % 12,00 - 15,00 gr %
Hematokrit 36,70 % 35,00 – 47,00 gr %
Trombosit 213.000 mm3 150.00 – 400.000 mm3
Leukosit 7.800 mm3 4.000 – 10.000 mm3
Eritrosis 2,76 mm3 4,5 – 6 juta/ mm3
C. Analisa Data
DO :
- Ny. V tampak meringis
- Ny. V tampak tidak bebas saat
bergerak
DO :
- Gelisah
- TTV :
- Lochea rubra
- Ekimosis
D. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri (akut) b.d Agen pencederaan fisik (luka episiotomi)
ANALISA JURNAL
A. Isi Jurnal
Penulis memilih jurnal yang di tulis oleh Elly Susilawati dan Wita Raniva Ilda sebagai
jurnal untuk di analisis. Jurnal tersebut di terbitkan di Pekanbaru pada tahun 2019
dengan judul “Efektifitas Kompres Hangat dan Kompres Dingin Terhadap
Intensitas Nyeri Luka Perineum pada Ibu Post Partum Di BPM Siti Julaeha
Pekanbaru”.
Metode yang di gunakan dalamn jurnal penelitian ini adalah dengan menggunakan
Quasy Experiment dengan rancangan one grup pretest and postted design. Penelitian
ini dilakukan pada bulann Januari-Juni 2018. Jumlah sampel penelitian yaitu 30
orang, 15 orang kelompok kompres hangan dan 15 orang kelompok kompres dingin.
Populasi penelitian yaitu ibu post partum yang mengalami luka perineum di BPM Siti
Julaeha. Teknik kompres hangat dan kompres dingin di lakukan selama 20 menit
setelah 6 jam post partum. Alat ukur yang di gunakan yaitu Numerical Ratting Scale
(NRS).
Pada penelitian ini didapatkan hasil yang menunjukan bahwa terdapat perbedaan
antara terapi kompres hangat dan kompres dingin dalam penurunan intensitas nyeri
dimana terapi kompres dingin lebih efektid dalam mengatasi nyeri luka perineum
pada ibu post partum di bandingkan dengan terapi komres hangat. Sehingga peneliti
menyimpulkan terapi kompres dingin dapat dijadikan sebagai terapi alternative untuk
mengatasi nyeri luka perineum pada ibu post partum.
B. Kelebihan Jurnal
Kelebihan pada jurnal yang di tulis oleh Elly Susilawati dan Wita Raniva Ilda adalah
mencantumkan lama waktu terapi, kapan waktu terapi dilakukan serta alat ukur yang
digunakan.
C. Kekurangan Jurnal
Kekurangan pada jurnal yang di tulis oleh Elly Susilawati dan Wita Raniva Ilda
adalah adalah tidak mencantumkan pada bagian mana saja yang di kompres, teknik
komresnya, suhu kompres berapa, serta berapa kali dilakukan dalam waktu sehari.
D. Implentasi pada Klinik
Sesuai dengan jurnal yang di tulis oleh Elly Susilawati dan Wita Raniva Ilda
implementasi yang dilakukan dalam jurnal tersebut adalah menerapkan metode non
farmakologi yang paling sederhana yang dapat di gunakan utuk mengatasi nyeri dan
ketidaknyamanan terutama ibu post partum dengan nyeri luka perineum adalah
dengan menerapkan penggunaan kompres hangat dan kompres dingin. Penggunaan
kompres hangat dan kompres dingin merupakan salah satu bentuk pemberian
stumulasi kutaneus dengan pemanfaatan suhu. Kompres hangat dan kompres dingin
ini bekerja dengan memblok transmisi stimulus nyeri sehingga impuls nyeri yang
mencapai otak lebih sedikit.
Kompres hangat dapat memberikan rasa hangat yang bertujuan untuk memberikan
rasa nyaman, mengatasi nyeri, mengurangi atau mencegah spasme otot dan
memberikan rasa hangat pada daerah tertentu. Kompres hangat memiliki dampat
fisiologis bagi tubuh, yaitu pelunakan jaringan fibrosa, mempengaruhi oksigenasi
jaringan sehingga dapat mencegah kekakuan otot, memvasodilatasikan dan
memperlancar aliran darah, sehingga dapat menurunkan atau menghilangkan rasa
nyeri.selain itu kelebihan kompres hangat dapat membantu pemulihan luka,
mengurangi infeksi dan inflamasi, memperlancar pasokan aliran darah serta
memberikan ketenangan dan kenyaman pada klien.
Kompres dingin merupakan metode yang dapat di terapkan untuk membantu
kenyamanan pada ibu nifas untuk mengurangi rasa nyeri. Manfaat kompres dingin
diantaranya adalah mengurangi aliran darah ke daerah luka sehingga dapat
mengurangi resiko perdarahan dan oedema, kompres dingin menimbulkan efek
analgetik dengan memperlambat kecepatan hantaran saraf sehingga impuls nyeri yang
mencapai otak akan lebih sedikit.
DAFTAR PUSTAKA
Gunawan, I., & Astuti, T. (2015). Tinggi fundus uteri pada ibu post partum yang
melaksanakan senam nifas. Jurnal Keperawatan, 11(2), 183–188.
https://ejurnal.poltekkes-tjk.ac.id/index.php/JKEP/article/view/569
Purnaningsari, F., & Wb, A. W. (n.d.). BUKU SAKU.
Sembiring, H. (2018). Asuhan Kebidanan pada Ny. N Masa Nifas P2A0 Di Puskesmas Namo
Trasi Kecamatan Sei Bingai Kabupaten Langkat. Respiratory Poltekkes Medan, 52.
http://repo.poltekkes-medan.ac.id/jspui/bitstream/123456789/973/1/BU hesti.pdf
Wenniarti, Muharyani, P. W., & Jaji. (2016). Pengaruh Terapi Ice Pack Terhadap Perubahan
Skala Nyeri Pada Ibu Post Episiotomi Pendahuluan negara dengan tingkat kematian ibu
yang Development AKI adalah Program Kerja Gerakan Sayang ketika persalinan karena
dapat terjadi mengecil serta mengaktivasi tra. Jurnal Kedokteran Dan Kesehatan, 3(1),
377–382.
Purnaningsari, F., & Wb, A. W. (n.d.). BUKU SAKU.
Sembiring, H. (2018). Asuhan Kebidanan pada Ny. N Masa Nifas P2A0 Di Puskesmas Namo
Trasi Kecamatan Sei Bingai Kabupaten Langkat. Respiratory Poltekkes Medan, 52.
http://repo.poltekkes-medan.ac.id/jspui/bitstream/123456789/973/1/BU hesti.pdf
Wenniarti, Muharyani, P. W., & Jaji. (2016). Pengaruh Terapi Ice Pack Terhadap Perubahan
Skala Nyeri Pada Ibu Post Episiotomi Pendahuluan negara dengan tingkat kematian ibu
yang Development AKI adalah Program Kerja Gerakan Sayang ketika persalinan karena
dapat terjadi mengecil serta mengaktivasi tra. Jurnal Kedokteran Dan Kesehatan, 3(1),
377–382.
2015.http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/profil-
kesehatanindonesia/profil-kesehatan-indonesia2015.pdf (diakses tanggal 02 Januari 2017).
Walyani, E. S. (2015). Asuhan Kebidanan pada Kehamilan. Yogyakarta: Pustaka Baru.