Anda di halaman 1dari 12

MarineFisheries P-ISSN 2087-4235

Vol. 10, No. 1, Mei 2019 E-ISSN 2541-1659


Hal: 83-94

EVALUASI KEBERLANJUTAN PERIKANAN GURITA DENGAN INDIKATOR


EAFM (ECOSYSTEM APPROACH TO FISHERIES MANAGEMENT)
DI KABUPATEN BANGGAI LAUT

Sustainability Assessment of Octopus Fishery with EAFM Indicator


in Banggai Laut Regency

Oleh:

Daniel Julianto Tarigan 1*, Domu Simbolon 2, Budy Wiryawan 3


1 Program Studi Teknologi Perikanan Laut, Sekolah Pascasarjana, IPB. danieljuliantoo@gmail.com
2 Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
domu@apps.ipb.ac.id
3 Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

bud@psp-ipb.org

* Korespondensi: danieljuliantoo@gmail.com

Diterima: 09 April 2018; Disetujui: 12 Juli 2019

ABSTRACT
Octopus production data show that catch in Banggai Laut waters is decreasing. In addition,
some destructive or illegal fishing gear such as spears, bombs and poisons are still used to catch
octopus. Given this alarming situation, this study is intended to assess the sustainability status of
octopus fishery in Banggai Laut Regency by means of the Ecosystem Approach Fisheries
Management (EAFM) indicator. Octopus catch data incorporating species and amount of catch,
number of fishing efforts, mantle size, weight, fishing ground, and the type of protected species are
obtained through direct observation on handline fishing and interviews with fishermen.
Furthermore, the same method was applied to collect fishing techniques data including fishing
efforts, fleet size, crew certification and data on illegal fishing practices. The result shows that the
status of octopus resource and the domain of fishing technique in Banggai Laut Regency is in the
medium category with a value of 63.33 and 68.75 respectively. Accordingly, the sustainability level
of octopus fisheries is in the moderate category with a value of 66.04. Fisheries management
related to the fishing practice that is targeting undersize octopus and exceeding the annual quota
require further investigation in order to maintain the sustainability level of octopus fisheries.
Keywords: Banggai Laut Regency, EAFM, octopus, sustainability level

ABSTRAK
Informasi tentang produksi menunjukkan bahwa hasil tangkapan gurita di perairan Banggai
Laut cenderung menurun. Selain itu, penangkapan gurita masih ada yang menggunakan alat
tangkap yang destruktif atau illegal seperti tombak, bom dan racun. Hal ini sangat
mengkhawatirkan keberlanjutan sumberdaya gurita. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi
status atau tingkat keberlanjutan perikanan gurita di Kabupaten Banggai Laut. Kondisi
keberlanjutan perikanan gurita di Kabupaten Banggai Laut dianalisis menggunakan indikator
Ecosystem Approach Fisheries Management (EAFM). Data sumberdaya gurita diperoleh melalui
pengamatan langsung dalam kaitannya dengan pancing ulur dan wawancara yang meliputi jenis
dan jumlah produksi hasil tangkapan pancing ulur, upaya penangkapan, ukuran panjang mantel
84 Marine Fisheries 10(1): 83-94, Mei 2019

gurita, bobot gurita, spot daerah penangkapan gurita dan spesies yang dilindungi. Data teknik
penangkapan ikan diperoleh melalui wawancara, survey dan observasi data yang meliputi data
upaya penangkapan, jumlah armada penangkapan pancing ulur, sertifikasi awak kapal perikanan
dan pelanggaran operasi penangkapan pancing ulur. Domain sumberdaya gurita di Kabupaten
Banggai Laut termasuk dalam kategori sedang dengan nilai 63,33. Domain teknik penangkapan
termasuk kategori sedang dengan nilai 68,75. Tingkat keberlanjutan perikanan gurita secara
keseluruhan termasuk kategori sedang dengan nilai 66,04. Pengelolaan terkait penangkapan gurita
yang berukuran tidak layak tangkap dan membatasi hasil tangkapan maksimal yang boleh
ditangkap per tahun perlu dilakukan untuk menjaga tingkat keberlanjutan perikanan gurita.
Kata kunci: Kabupaten Binggai Laut, EAFM, gurita, keberlanjutan

PENDAHULUAN dengan pendekatan EAFM. Pendekatan EAFM


dalam studi ini menggunakan 2 domain/aspek,
Gurita merupakan salah satu sumberda- meliputi aspek/domain sumberdaya gurita dan
ya perikanan yang memiliki nilai ekonomis teknik penangkapan gurita.
penting. Nilai ekonomis gurita menjadikannya
sebagai salah satu komoditas eksport dari Indo- Penelitian gurita umumnya masih terka-
nesia. Peningkatan permintaan terhadap sum- it dengan alat tangkap (Farikha et al. 2014),
berdaya gurita menjadikan peluang bagi per- makanan (FAO 2014; Segawa dan Namoto
ikanan di Indonesia. Meningkatnya permintaan 2002) dan habitat (Herwig et al. 2012;
pasar terhadap produk gurita dikhawatirkan Raberinary dan Benbow 2012). Penelitian ini
menyebabkan tekanan terhadap sumberdaya bertujuan untuk mengevaluasi status atau ting-
gurita itu sendiri. Tekanan penangkapan yang kat keberlanjutan perikanan gurita di Kabupaten
terus menerus dikhawatirkan mengganggu ke- Banggai Laut dengan menggunakan pendekat-
berlanjutan sumberdaya gurita. an EAFM.
Data time series tentang perkembangan
produksi gurita dewasa ini masih terbatas di
METODE
Kabupaten Banggai Laut. Informasi tentang
produksi menunjukkan bahwa tangkapan gurita Penelitian dilaksanakan pada bulan
di perairan Banggai Laut cenderung menurun September dan Oktober 2017 di Desa Provinsi
setiap tahunnya. Pada tahun 2014, total pro- dan Banggai, Kabupaten Banggai Laut,
duksi gurita mencapai 790 ton, namun cen- Provinsi Sulawesi Tengah. Lokasi penelitian
derung menurun tahun 2015 menjadi 409 ton disajikan pada Gambar 1.
dan hanya 352 ton pada tahun 2016. Selain
Jenis data yang digunakan dalam pene-
itu, penangkapan gurita masih ada yang
litian ini adalah data primer dan data sekunder.
menggunakan alat tangkap yang destruktif dan
Data primer meliputi domain/aspek sumberdaya
illegal. Penangkapan dilakukan menggunakan
gurita dan aspek teknik penangkapan gurita.
alat tangkap tombak, bom dan racun. Hal ini
Data primer diperoleh melalui survei, observasi
sangat mengkhawatirkan keberlanjutan sum-
langsung dan melalui wawancara. Wawancara
berdaya gurita. Oleh karena itu, dibutuhkan
dilakukan terhadap responden yang berkepen-
pengelolaan yang bertujuan untuk menjamin
tingan dalam pengelolaan gurita di Kabupaten
keberlanjutan sumberdaya gurita.
Banggai Laut. Responden ditentukan menggu-
Pengelolaan perikanan merupakan su- nakan teknik snowball sampling. Menurut Sal-
atu kegiatan yang wajib dilakukan untuk men- ganik dan Douglas (2007), snowball sampling
capai perikanan yang berkelanjutan. Ecosys- adalah suatu pendekatan untuk menemukan
tem Approach to Fisheries Management informan-informan (responden) kunci yang me-
(EAFM) merupakan pendekatan pengelolaan miliki banyak informasi terkait dengan penelitian
dengan konsep bagaimana menyeimbangkan yang dilakukan. Pendekatan dilakukan meng-
antara tujuan sosial, ekonomi dan kesehatan gunakan beberapa responden yang berkom-
ekosistem perikanan secara terpadu, kompre- peten untuk dihubungi dan ditanya apakah
hensif dan berkelanjutan (FAO 2003). Pene- narasumber mengetahui responden lain
litian pengelolaan dengan pendekatan EAFM dengan kriteria yang sudah ditentukan sesuai
sudah banyak yang melakukan (Adel et al. keperluan penelitian. Kontak awal sangat
2016; FAO 2003; Garcia dan Cochrane 2005). membantu peneliti untuk mendapatkan respon-
Oleh karena itu, dalam kajian pengelolaan den lainnya. Data dikumpulkan melalui wawan-
sumberdaya perikanan gurita akan dilakukan cara terhadap responden. Wawancara dilaku-
Tarigan et al. – Evaluasi Keberlanjutan Perikanan Gurita dengan Indikator EAFM … 85

kan secara terstruktur menggunakan daftar per- suatu indikator. Nilai skor indikator dapat
tanyaan (kuisioner). Walpole (1995) menyebut- dilihat pada Tabel 1.
kan jumlah sampel yang dapat digunakan da-
6. Menentukan nilai dari masing-masing indi-
lam penelitian sebanyak 10% dari total sampel
kator dengan formula:
yang bersifat homogen. Berdasarkan hal ter-
sebut, jumlah sampel yang digunakan adalah Nilai Indikator=Bobot x Nilai Skor……......(1)
30 responden yang terdiri dari 20 sampel
7. Menentukan nilai dari masing-masing aspek/
nelayan dari 104 total nelayan yang ada, 5
domain dengan mengakumulasikan nilai in-
sampel pegawai Dinas Kelautan dan Perikanan
dikator yang didapat di dalam setiap aspek.
Kabupaten Banggai Laut, 3 sampel pegawai
Badan Karantina ikan, Pengendalian Mutu dan 8. Nilai dari masing-masing domain/aspek ke-
Keamanan Hasil Perikanan dan 2 pegawai mudian dianalisis dengan menggunakan
Pengawasan Sumberdaya Kelautan dan Per- analisis komposit sederhana berbasis rataan
ikanan. Data sekunder diperoleh dari Dinas aritmatik. Indeks komposit ini merupakan ni-
Kelautan dan Perikanan Kabupaten Banggai lai konversi nilai total setiap aspek/domain
Laut. Data yang dikumpulkan meliputi data pro- EAFM. Proses konversi ini dilakukan untuk
duksi, data jumlah armada perikanan gurita, memperoleh batasan yang baku dari nilai
dan data pelanggaran. EAFM. Nilai total dari perkalian komponen
EAFM selanjutnya dikonversi dalam skala
Kondisi keberlanjutan perikanan gurita di
33-100. Konversi ini diperlukan untuk me-
Kabupaten Banggai Laut dianalisis mengguna-
mudahkan pengkategorian suatu domain
kan pendekatan penilaian indikator Ecosystem
EAFM. Nilai skala setiap domain/aspek
Approach Fisheries Management (EAFM).
Tahapan analisis dengan pendekatan EAFM yaitu:
mengacu pada KKP (2014), Budiarto et al. Nk-i=(Cat-i)/(Cat-imax) x 100……............(2)
(2015) dan Pregiwati et al. (2015). Tahapan
analisis dengan pendekatan EAFM adalah dengan:
sebagai berikut KKP (2014), Budiarto et al. Cat : Nilai total yang didapat dalam
(2015) dan Pregiwati et al. (2015): suatu aspek/domain
1. Menentukan kriteria untuk setiap indikator Cat-imax : Nilai maksimal dalam suatu
dari masing-masing domain/aspek yang aspek/domain yang diperoleh
terdapat di dalam EAFM (aspek sumber saat semua indikator
daya dan teknik penangkapan). memiliki skor 3.
2. Menentukan batasan nilai (reference point) 9. Menentukan nilai komposit total dari seluruh
untuk masing-masing kriteria pada setiap domain/aspek EAFM yang dikaji. Nilai
indikator. komposit ditentukan dari nilai rata-rata dari
3. Menentukan bobot untuk setiap indikator. seluruh domain yang dikaji dalam wilayah
Pembobotan ditetapkan dalam skala 0-100. EAFM. Hasil ini kemudian dikonversi
Indikator yang memiliki bobot besar menjadi nilai dengan skala 33-100. Nilai
dianggap memiliki nilai kepentingan paling 100 termasuk paling tinggi dan paling baik
tinggi dalam domain tersebut. Pembobotan kondisinya, dan nilai yang rendah tergolong
maksimal tiap domain/aspek adalah 100 paling buruk kondisinya. Nilai yang didapat
yang dibagi habis dalam setiap indikator. kemudian dideskripsikan atas 5 kelompok
atau kategori. Kelima kategori ini
4. Mengkaji keragaan masing-masing indikator menggambarkan 5 tingkatan status
yang diuji. pengelolaan perikanan suatu wilayah.
Kategori nilai EAFM dapat dilihat pada Tabel
5. Menentukan nilai skor untuk setiap indikator
2.
dengan menggunakan skala Likert (berbasis
ordinal 1 dan 3) sesuai dengan keragaan Penilaian terhadap aspek/domain sum-
masing-masing indikator. Penentuan skor 1 berdaya gurita meliputi 6 indikator. Indikator
dan 3 didasarkan pada data indikator EAFM tersebut meliputi CPUE, tren ukuran gurita,
yang telah dikumpulkan. Data dikumpulkan proporsi ikan juvenile yang ditangkap, kompo-
dengan mempertimbangkan sifat homogen sisi spesies hasil tangkapan, range collapse
yaitu alat tangkap pancing ulur dan sumberdaya ikan dan spesies endangered
Kabupaten Banggai Laut yang merupakan species, threatened species, and protected
daerah yang masih dalam tahap species (ETP). Kriteria penilaian dan bobot
pengembangan. Nilai skor digunakan untuk untuk masing-masing indikator disajikan pada
menunjukkan bagus atau jeleknya nilai Tabel 3. Pemberian bobot untuk masing-
86 Marine Fisheries 10(1): 83-94, Mei 2019

Gambar 1 Peta lokasi penelitian


Tabel 1 Nilai skor indikator
Skor Indikator Deskripsi
1 Jelek/rendah
2 Sedang
3 Baik
Sumber: KKP (2014), Budiarto et al. (2015) dan Pregiwati et al. (2015)

Tabel 2 Batasan skor nilai EAFM


Rentang Nilai Deskripsi
≥33,33 ≤46,17 Buruk dalam menerapkan EAFM
≥46,67 ≤59,5 Kurang dalam menerapkan EAFM
≥60 ≤72,83 Sedang dalam menerapkan EAFM
≥73,33 ≤86,17 Baik dalam menerapkan EAFM
≥86,67 ≤100 Sangat baik dalam menerapkan EAFM
Sumber: KKP (2014), Budiarto et al. (2015) dan Pregiwati et al. (2015)

masing indikator berbeda-beda. Hal ini didasar- terhadap stok gurita di suatu wilayah perairan
kan pada tingkat kepentingan dari indikator- atau kecenderungan mengalami overfishing.
indikator yang ada. Bobot tren ukuran ikan dan Perhitungan CPUE dilakukan dengan rumus
proporsi juvenile yang tertangkap merupakan sebagai berikut:
yang terbesar (30). Hal ini menunjukkan bahwa 𝑻𝒐𝒕𝒂𝒍 𝒑𝒓𝒐𝒅𝒖𝒌𝒔𝒊 𝒑𝒂𝒅𝒂 𝒕𝒂𝒉𝒖𝒏 𝒌𝒆−𝒊
indikator tersebut menjadi indikator yang paling 𝑪𝑷𝑼𝑬 = 𝑱𝒖𝒎𝒍𝒂𝒉 𝒂𝒓𝒎𝒂𝒅𝒂 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒃𝒆𝒓𝒐𝒑𝒆𝒓𝒂𝒔𝒊 ………… (3)
utama dalam aspek/domain sumberdaya gurita.
Jika penangkapan dilakukan dengan menang- Ukuran rata-rata gurita yang tertangkap
kap ukuran gurita yang kecil, akan menyebab- selama kegiatan penelitian dianalisis secara
kan menurunnya laju recruitmen (Simbolon deskriptif. Hasil analisis kemudian disajikan
2007). Indikator spesies ETP merupakan yang dalam bentuk tabel atau grafik. Selanjutnya di-
terkecil (5) yang menunjukkan bahwa indikator bandingkan dengan hasil penelitian beberapa
tersebut memiliki tingkat kepentingan yang tahun terakhir untuk dilihat tren ukuran gurita
paling kecil dalam penilaian aspek sumberdaya yang tertangkap. Data tangkapan gurita dari se-
gurita. tiap sampel kapal dicatat jumlahnya dan diukur
panjang mantel sejumlah 804 sampel gurita.
Penilaian terhadap CPUE bertujuan Data gurita dibedakan berdasarkan jenis ke-
untuk mengetahui tren perubahan status stok lamin jantan dan betina. Perbedaan gurita jan-
ikan dari kegiatan perikanan yang diteliti dari tan dan betina terletak pada lengan atau ten-
waktu ke waktu. Tren CPUE yang menunjukkan takel ketiga. Gurita jantan memiliki garis putih
kecenderungan menurun dapat mengindikasi- disepanjang tentakel, dengan ujung tentakel
kan bahwa telah terjadi dampak negatif berbentuk kerucut. Adapun gurita betina tidak
Tarigan et al. – Evaluasi Keberlanjutan Perikanan Gurita dengan Indikator EAFM … 87

memiliki garis putih di tentakel, dengan ujung digunakan nelayan setempat termasuk alat
tentakel berbentuk bulat. tangkap yang tidak ramah lingkungan.
Pengukuran sampel gurita dilakukan Penilaian indikator komposisi spesies
dengan mengikuti tahapan berikut: (1) me- hasil tangkapan bertujuan untuk mengetahui
nyortir tangkapan pancing ulur berdasarkan je- komposisi spesies gurita yang menjadi target
nis tangkapan dan mencatat jumlah setiap jenis penangkapan dan ikan non target (by-catch).
tangkapan, (2) mengambil sampel gurita tanpa Penentuan komposisi spesies hasil tangkapan
mempertimbangkan ukuran gurita yang telah dilakukan secara kuantitatif dengan membuat
disortir dengan by-catch (3) mengukur panjang data komposisi spesies target dan non target
mantel gurita dan mencatatnya pada log book secara survey dan monitoring. Hasil analisis
yang telah disediakan. Panjang mantel gurita kemudian disajikan secara deskriptif dalam
diukur mulai dari ujung kepala hingga bagian bentuk grafik atau diagram.
titik tengah mata (FAO 2014). Setelah panjang Penilaian terhadap range collapse dilaku-
mantel diukur, (4) selanjutnya dilakukan penim- kan dengan cara wawancara terhadap nelayan
bangan bobot gurita, dan kemudian bobot ter- pancing ulur gurita yang beroperasi di daerah
sebut dicatat pada log book yang telah dise- Kabupaten Banggai Laut. Nelayan pancing ulur
diakan. yang dijadikan target adalah nelayan yang telah
Indikator proporsi juvenile yang tertang- mengoperasikan pancing ulur gurita lebih dari
kap digunakan untuk melihat alat tangkap yang 10 tahun. Tujuan dari indikator ini adalah untuk
digunakan oleh nelayan setempat terhadap melihat dampak yang ditimbulkan terhadap
proporsi gurita juvenile yang tertangkap. Hasil biologi dan ekologi gurita sebagai akibat dari
analisis disajikan dalam bentuk tabel atau grafik tekanan kegiatan penangkapan yang dilakukan.
kemudian dianalisis secara deskriptif. Semakin Penilaian terhadap spesies yang unik
banyak proporsi gurita kecil yang tertangkap dan dilindungi atau Endangered species,
maka dapat dikatakan bahwa alat tangkap yang Threatened species, and Protected species
Tabel 3 Kriteria penilaian indikator dalam domain/aspek sumberdaya gurita
Domain/Aspek Teknik Penangkapan Gurita
No Indikator Kriteria Skor Bobot Nilai Indikator
1 Metode Frekuensi pelanggaran >10 1 30
penangkapan gurita kasus per tahun
yang bersifat Frekuensi pelanggaran 5-10 kasus per 2
destruktif dan atau tahun
illegal Frekuensi pelanggaran <5 kasus per 3
tahun

2 Modifikasi alat Lebih dari 50% ukuran target 1 25


penangkapan ikan spesies <Lm
dan alat bantu 25-50% ukuran target spesies <Lm 2
penangkapan <25% ukuran target spesies 3
<Lm

3 Kapasitas perikanan Rasio kapasitas penangkapan <1 1 15


dan upaya Rasio kapasitas penangkapan = 1 2
penangkapan Rasio kapasitas penangkapan >1 3

4 Selektivitas Rendah (>75% ikan hasil tangkapan 1 15


penangkapan adalah non target)
Sedang (50%-75% ikan hasil 2
tangkapan adalah non target)
Tinggi (<50% ikan hasil 3
tangkapan adalah non target)

5 Kesesuaian fungsi Kesesuaian rendah (>50% sampel tidak 1 10


dan ukuran kapal sesuai dengan dokumen legal)
penangkapan ikan Kesesuaian sedang (≥30-50% sampel 2
dengan dokumen tidak sesuai dengan dokumen legal)
legal Kesesuaian tinggi (<30% sampel tidak 3
sesuai dengan dokumen legal)

6 Sertifikasi awak Kepemilikan sertifikat <50% 1 5


kapal perikanan Kepemilikan sertifikat 50-75% 2
sesuai dengan Kepemilikan sertifikat >75% 3
peraturan
Sumber: Modul penilaian indikator untuk perikanan dengan pendekatan ekosistem (2014)
88 Marine Fisheries 10(1): 83-94, Mei 2019

Tabel 4 Kriteria penilaian indikator dalam domain/aspek teknik penangkapan gurita


Domain/Aspek Sumberdaya Gurita
No Indikator Kriteria Skor Bobot Nilai Indikator
1 CPUE Menurun tajam (rata-rata turun 1 20
>25% per tahun
Menurun sedikit (rata-rata turun 2
<25% per tahun)
Stabil/meningkat 3
2 Tren ukuran ikan Tren ukuran rata-rata semakin 1 30
kecil 2
Tren ukuran relatif tetap 3
Tren ukuran semakin besar
3 Proporsi juvenile Banyak sekali (>60%) 1 30
yang tertangkap Banyak (30-60%) 2
Sedikit (<30%) 3
4 Komposisi spesies Proporsi target lebih sedikit 1 10
hasil tangkapan (<15% dari total volume)
Proporsi target sama dengan 2
non target (16-30%)
Proporsi target sama dengan 3
non target (>31%)
5 Range collapse Semakin sulit, tergantung 1 5
sumberdaya ikan spesies target
Relatif tetap, tergantung spesies 2
target
Semakin mudah, tergantung 3
spesies target
6 Spesies ETP Terdapat individu ETP yang 1 5
tertangkap namun tidak dilepas
Tertangkap namun dilepas 2
Tidak terdapat individu yang 3
tertangkap
Sumber: Modul penilaian indikator untuk perikanan dengan pendekatan ekosistem (2014)

(ETP) dilakukan dengan cara observasi lang- terdapat pada indikator sertifikasi awak kapal
sung dan wawancara terhadap nelayan dan perikanan yaitu 5.
stakeholder setempat. Hal ini dimaksudkan
Tujuan dari penilaian indikator metode
untuk memperoleh informasi adanya spesies
penangkapan ikan yang bersifat destruktif dan
ikan yang unik dan dilindungi yang tertangkap
atau illegal adalah untuk menilai praktik pe-
selama dilakukannya operasi penangkapan
nangkapan ikan yang bersifat merusak. Peni-
ikan. Jika banyak spesies yang unik dan dilin-
laian dilakukan dengan memperhatikan jumlah
dungi tertangkap maka kegiatan penangkapan
pelanggaran yang dilakukan oleh nelayan ter-
tersebut tidak sustainable.
kait dengan penggunaan alat tangkap yang
Penilaian terhadap domain teknik pe- dilarang dalam kurun waktu beberapa tahun.
nangkapan ikan meliputi 6 indikator. Indikator Hasil analisis kemudian disajikan secara des-
tersebut meliputi metode penangkapan ikan kriptif.
yang bersifat destruktif/illegal, modifikasi alat Penilaian terhadap indikator modifikasi
penangkapan ikan, kapasitas perikanan dan alat penangkapan dan alat bantu penangkapan
upaya penangkapan, selektivitas penangkapan, ikan dilakukan dengan cara melakukan sam-
kesesuaian fungsi dan ukuran kapal, serta ser- pling terhadap gurita yang tertangkap. Hasil
tifikasi awak kapal perikanan. Kriteria penilaian pengukuran tersebut kemudian dibandingkan
dan bobot untuk masing-masing indikator di- dengan ukuran gurita pada saat pertama kali
sajikan pada Tabel 4. Pemberian bobot untuk matang gonad atau length at first maturity (Lm).
masing-masing indikator berbeda-beda. Hal ini
didasarkan pada tingkat kepentingan dari in- Penilaian terhadap kapasitas perikanan
dikator-indikator yang ada. Penilaian tertinggi dan upaya penangkapan dianalisis dengan
terdapat pada aspek/domain metode penang- membandingkan jumlah aktivitas penangkapan
kapan ikan yang bersifat destruktif dan atau dalam hal ini adalah jumlah nelayan yang
illegal yaitu 30. Hal ini dikarenakan bila metode beroperasi. Jumlah nelayan yang dibandingkan
penangkapan ikan dilakukan dengan sifat me- adalah jumlah nelayan dalam kurun waktu 3
rusak atau illegal maka akan memberikan te- tahun terakhir mulai dari tahun 2014 hingga
kanan langsung terhadap terjadinya kerusakan tahun 2016.
sumberdaya dan ekosistem di suatu perairan Selektivitas penangkapan dapat dilihat
dalam waktu yang relatif cepat. Nilai terendah melalui hasil tangkapan yang diperoleh dari
Tarigan et al. – Evaluasi Keberlanjutan Perikanan Gurita dengan Indikator EAFM … 89

penggunaan suatu alat penangkapan ikan. rita yang tertangkap dan juga banyaknya spe-
Penilaian terhadap indikator selektivitas alat sies ikan non target yang tertangkap dari
tangkap dilakukan dengan melihat ukuran gu-
penggunaan alat tangkap yang digunakan ne- kapan berkisar 0,05–4,07 kg dengan rata-rata
layan. 1,01 kg. Tangkapan gurita didominasi ukuran
0,07–1,00 kg, yaitu 226 ekor (46%), sedangkan
Penilaian terhadap indikator kesesuai-
tangkapan yang berukuran 3,08–4,07 kg hanya
an fungsi dan ukuran kapal penangkapan ikan
6 ekor (1%) (Gambar 3). Guard dan Mgaya
dengan dokumen legal dilakukan dengan me-
(2002) menyebutkan bahwa ukuran gurita jan-
lakukan pengecekan langsung. Pengecekan di-
tan kategori dewasa adalah 320 gr. Oleh ka-
lakukan untuk mencocokan kesesuaian ukuran
rena itu, gurita jantan yang tertangkap dido-
dan fungsi kapal dengan dokumen yang ada.
minasi oleh kategori layak tangkap. Jumlah
tangkapan gurita jantan yang termasuk dalam
kategori layak tangkap adalah 448 ekor (91%),
HASIL DAN PEMBAHASAN dan hanya 47 ekor (9%) yang masuk dalam
Status Pengelolaan Perikanan Berdasar- kategori tidak layak tangkap.
kan Domain Sumberdaya Gurita Bobot tangkapan gurita betina berkisar
Nilai skor indikator tren ukuran panjang 0,05–4,02 kg dengan rata-rata 1,00 kg. Tang-
mantel gurita adalah 60 yang berarti relatif kapan didominasi ukuran 0,06–0,09 kg, yaitu
tetap. Hasil wawancara terhadap nelayan yang 108 ekor (35%), sedangkan tangkapan yang
sudah melakukan penangkapan gurita lebih berukuran 3,00–4,00 kg hanya 9 ekor (3%)
dari 10 tahun menyebutkan tren ukuran gurita (Gambar 3). Guard dan Mgaya (2002) menye-
yang tetap. Sampling yang dilakukan selama butkan bahwa ukuran gurita betina kategori
penelitian, terdapat 804 gurita, yakni 495 gurita dewasa adalah 600 gr. Oleh karena itu, gurita
jantan dan 309 gurita betina. betina yang tertangkap di perairan Banggai
Laut pada bulan September-Oktober 2017 telah
Panjang mantel gurita jantan berkisar didominasi oleh kategori layak tangkap secara
5,3-18,0 cm dengan rata-rata 11 cm. Hasil biologis.
tangkapan didominasi ukuran 8-11 cm, yaitu
245 ekor (49%). Hasil tangkapan sedikit terda- Nilai indikator komposisi spesies hasil
pat pada ukuran 16-18 cm yaitu 18 ekor (4%) tangkapan adalah 20. Hal ini mengindikasikan
(Gambar 2). Menurut Guard and Mgaya (2002), bahwa proporsi spesies target (gurita) men-
gurita jantan pertama kali dewasa dengan dominasi hasil tangkapan (16-30%). Penang-
panjang mantel 7 cm. Oleh karena itu, gurita kapan gurita di Kabupaten Banggai Laut umum-
jantan yang tertangkap di Kabupaten Banggai nya dilakukan dengan menggunakan pancing
Laut didominasi oleh ukuran layak tangkap. ulur. Jumlah total tangkapan pancing ulur di
Jumlah hasil tangkapan yang layak tangkap perairan Banggai Laut pada tahun 2016 tercatat
yaitu 340 ekor (69%), sedangkan yang tidak 33.088 ton. Jumlah tangkapan terbanyak ada-
layak tangkap 155 ekor (31%). Berikut meru- lah lencam dan gurita, yaitu 8.076 ton (26%)
pakan sebaran panjang mantel gurita jantan dan 8.034 ton (24%), kemudian menyusul ke-
dan betina (Gambar 2). rapu 7.600 ton (23%). Berikut merupakan kom-
posisi hasil tangkapan pancing ulur di Kabu-
Tangkapan gurita betina didominasi pan- paten Banggai Laut (Gambar 4).
jang mantel 11-13 cm, yaitu 103 ekor (33%).
Adapun hasil tangkapan gurita dengan ukuran Nilai indikator range collapse sumberda-
18 cm sebanyak 2 ekor (1%). Menurut Guard ya gurita adalah 10. Hal ini menunjukkan bah-
dan Mgaya (2002), gurita betina pertama kali wa nelayan menangkap gurita pada lokasi yang
dewasa dengan ukuran panjang mantel 7,7 cm. tetap. Nelayan sulit menangkap gurita di dekat
Oleh karena itu panjang mantel gurita betina perairan Banggai Laut, karena menurunnya
yang tertangkap didominasi ukuran yang layak stok sumberdaya. Sudarmo et al. (2013) me-
tangkap. Jumlah hasil tangkapan yang layak nyatakan salah satu faktor yang mempengaruhi
tangkap yaitu 211 ekor (68%), sedangkan yang nelayan untuk memilih lokasi penangkapan ikan
tidak layak tangkap 98 ekor (32%). Sebaran adalah ketersediaan sum-berdaya ikan. Selain
panjang mantel jantan dan betina didominasi itu terbatasnya kemampuan armada penang-
layak tangkap yaitu 551 ekor (68%), dan hanya kapan nelayan dalam menjangkau daerah
253 ekor (32%) yang termasuk tidak layak penangkapan ikan yang lebih jauh.
tangkap.
Nilai indikator spesies Endangered spe-
Nilai skor indikator proporsi gurita juve- cies, Threatened species, and Protected spe-
nile yang tertangkap adalah 60 ekor yang ber- cies (ETP) adalah 15. Hasil ini menunjukkan
arti banyak. Pada gurita jantan, bobot tang- bahwa aktivitas penangkapan gurita yang
90 Marine Fisheries 10(1): 83-94, Mei 2019

dilakukan nelayan tidak ada spesies ETP yang penurunan CPUE juga dapat dijadikan indikator
tertangkap. Berdasarkan informasi nelayan dan bahwa kegiatan penangkapan gurita di daerah
pengamatan yang dilakukan selama penelitian Kabupaten Banggai Laut telah terjadi tekanan
tidak ditemukan adanya spesies ETP yang penangkapan yang berlebihan. Pengelolaan
ditangkap. Spesies ETP yang dimaksud antara sumberdaya gurita perlu dilakukan dengan cara
lain hiu, penyu, lumba-lumba. mengendalikan jumlah upaya penangkapan
pada tingkat alokasi optimum (Simbolon et al.
Nilai skor indikator CPUE yang diperoleh
2011; Triono et al. 2015; Nelwan et al. 2010).
adalah 20, yang berarti rendah. Hal ini menun-
Selain itu, ukuran gurita yang tertangkap perlu
jukkan bahwa telah terjadi penurunan CPUE
dikontrol mengingat jumlah hasil tangkapan
yang tajam (>25%). Hasil tersebut diperoleh
banyak yang berukuran kecil dan sedang. Hal
dari perhitungan CPUE pada tahun 2014
ini seharusnya menjadi perhatian masyarakat
hingga tahun 2016. Tahun 2014 terjadi penu-
dan pemerintah setempat. Bila operasi penang-
runan sebesar 52% dan pada tahun 2015
kapan dilakukan secara terus menerus dan
terjadi penurunan sebesar 45%. Penilaian
dalam jumlah hasil tangkapan yang banyak,
komposit domain/aspek sumberdaya gurita ter-
bukan tidak mungkin kategori yang sedang
diri dari 1 indikator bernilai baik, 4 indikator
pada aspek/domain sumberdaya gurita akan
bernilai sedang dan 1 indikator bernilai buruk
berubah menjadi buruk dalam beberapa tahun
(Gambar 5). Nilai komposit yang paling
mendatang.
mempengaruhi sumberdaya gurita adalah trend
CPUE. Hal ini disebabkan karena indikator Hasil penilaian indikator keseluruhan pa-
CPUE yang dalam kondisi buruk. Kondisi buruk da domain/aspek sumberdaya gurita menunjuk-
tersebut diakibatkan oleh penurunan CPUE. kan nilai 190. Rata-rata nilai indikator sumber-
Penurunan CPUE merupakan indikasi terjadi- daya gurita adalah 63,33 dengan kategori
nya penurunan stok sumberdaya gurita. Tren sedang (Tabel 5).

Gambar 2 Sebaran ukuran panjang mantel gurita

Gambar 3 Sebaran bobot gurita

Kuwe
Kerapu 4%
Lencam
23%
26%

Gurita
24% Kakap merah
Pinjalo11%
Cumi
2% Kurau
1% Kakak Tua Baronang
3% 1% 5%

Gambar 4 Komposisi hasil tangkapan pancing ulur di Kabupaten Banggai Laut


Tarigan et al. – Evaluasi Keberlanjutan Perikanan Gurita dengan Indikator EAFM … 91

CPUE 20
Tren ukuran panjang mantel gurita 60

Indikator
Proporsi juvenil yang tertangkap 60
Komposisi spesies hasil tangkapan 20
Range collapse sumberdaya ikan 10
Spesies ETP 15
0 20 40 60 80
Nilai
Gambar 5 Perhitungan nilai komposit domain/aspek sumberdaya ikan

Status Pengelolaan Perikanan Berdasar- Kabupaten Banggai Laut sebagian besar meng-
kan Domain Teknik Penangkapan Gurita gunakan alat tangkap yang ramah lingkungan
dalam menangkap gurita. Sebagian besar nela-
Nilai indikator metode penangkapan ikan yan menggunakan pancing ulur dalam menang-
yang bersifat destruktif dan atau illegal adalah kap gurita. Alat tangkap yang digunakan khu-
90. Hasil ini menunjukkan bahwa frekuensi pe- sus untuk menangkap gurita, yaitu pancing ulur
langgaran yang terjadi kurang dari 5 kasus per- dengan umpan buatan cipo dan manis. Pancing
tahun. Metode penangkapan ikan yang bersifat ulur merupakan salah satu alat penangkapan
destruktif atau illegal dapat secara langsung ikan yang dikategorikan sebagai alat tangkap
mengakibatkan kerusakan sumberdaya ikan yang selektif (Sulistyaningsih et al. 2011).
beserta ekosistem didalamnya. Metode des-
truktif tersebut meliputi penggunaan bom, racun Nilai indikator kesesuaian fungsi dan
sianida maupun potassium. Penggunaan alat ukuran kapal penangkapan ikan dengan doku-
tangkap yang destruktif ataupun tidak ramah men legal adalah 30. Hal ini menunjukkan bah-
lingkungan juga dapat menimbulkan kerusakan. wa kesesuaian kapal dengan dokumen yang
Penggunaan alat tangkap yang destruktif atau ada sangat tinggi. Berdasarkan hasil wawanca-
illegal sudah diatur dalam UU No 45/2009 ten- ra terhadap pegawai Dinas Kelauan dan
tang Perikanan pasal 8 ayat 1 sampai 3 dan Perikanan Kabupaten Banggai Laut lebih dari
pasal 12 ayat 1. Larangan metode penangkap- 90% (dari total 1818 armada) kapal yang
an ikan yang destruktif atau illegal seharusnya beroperasi di Kabupaten Banggai Laut memiliki
sudah ditaati oleh semua pihak. kesesuaian fungsi dan ukuran.
Nilai indikator modifikasi alat penangkap- Kondisi domain/aspek teknik penangkap-
an dan alat bantu penangkapan ikan 75, yang an gurita mendapatkan hasil komposit sedang
berarti baik. Modifikasi alat tangkap pancing dengan nilai 68,75 (Gambar 6). Teknik penang-
ulur yang dilakukan nelayan hanya sebatas pe- kapan gurita yang dilakukan nelayan pancing
nambahan panjang tali pancing dan peng- ulur di Kabupaten Banggai Laut sudah ramah
gunaan batu, masker dan balok kayu sebagai lingkungan. Penggunaan alat tangkap pancing
alat bantu penangkapan. Panjang tali pancing ulur dengan umpan buatan (manis dan cipo)
ulur mencapai kedalaman 20-25 m. Pengguna- dan metode penangkapan yang dipakai oleh
an batu dimaksudkan untuk mempercepat pe- nelayan bersifat ramah lingkungan. Hasil tang-
nurunan pancing ulur. Masker selam digunakan kapan menunjukkan bahwa gurita yang tertang-
untuk mempermudah/melihat di dalam air laut, kap sudah selektif sesuai ukuran yang layak
sehingga dapat lebih mudah menemukan tem- tangkap dan spesies target yang ditangkap.
pat gurita bersembunyi. Alat bantu penang-
kapan balok kayu digunakan untuk memukul Sertifikasi awak kapal perikanan terma-
gurita agar mudah dilumpuhkan. suk dalam indikator yang buruk dengan nilai 5.
Sertifikasi awak kapal bernilai rendah dikarena-
Nilai indikator kapasitas perikanan dan kan nelayan yang belum memiliki keahlian
upaya penangkapan adalah 30. Kapasitas per- khusus untuk penanganan pasca penangkapan
ikanan dan upaya penangkapan yang ada di gurita. Oleh karena itu diperlukan peningkatan
Kabupaten Banggai Laut menunjukkan rasio dan pelatihan sertifikasi terkait penanganan
kapasitas penangkapan ≤1. Berdasarkan data pasca penangkapan. Hal ini dilakukan terhadap
DKP Banggai Laut, jumlah nelayan gurita yang nelayan untuk meningkatkan kualitas hasil
beroperasi di Kabupaten Banggai Laut dari tangkapan gurita, mengingat hasil tangkapan
tahun 2014-2016 menunjukkan peningkatan gurita merupakan komoditas ekspor dan juga
jumlah nelayan sebanyak 67 nelayan dari tahun untuk menjamin bahwa nelayan gurita di Bang-
2015 ke 2016.
gai Laut sudah terampil dalam menangkap atau
Nilai indikator selektivitas penangkapan melakukan penanganan hasil pasca tangkapan.
adalah 45. Hal ini menunjukkan bahwa nelayan Selain itu, yang perlu dipertimbangkan secara
92 Marine Fisheries 10(1): 83-94, Mei 2019

umum pada domain teknik penangkapan gurita 68,75. Secara keseluruhan, tingkat keberlanjut-
yaitu dengan pembatasan alat tangkap gurita. an perikanan gurita di Kabupaten Banggai Laut
Hal ini digunakan untuk menjamin keberlanjut- diperoleh hasil sedang, dengan nilai 66,04 (Ta-
an sumberdaya gurita dari penggunaan alat bel 7). Kategori sedang, menunjukkan bahwa
tangkap yang berlebihan (Fernandez & Rueda tingkat keberlanjutan masih memiliki nilai indi-
2007, Kim 2008, Sudarmo et al. 2016). kator yang kurang baik. Nilai indikator yang
kurang baik, menunjukkan bahwa sudah seha-
Hasil penilaian indikator keseluruhan pa- rusnya perlu dilakukan pengelolaan yang tepat.
da domain/aspek teknik penangkapan gurita Pengelolaan dilakukan terhadap nelayan gurita
menunjukkan nilai 275. Rata-rata nilai indikator agar tidak melakukan penangkapan gurita yang
domain/aspek teknik penangkapan gurita ada- berukuran tidak layak tangkap dan berlebih.
lah 68,75 dengan kategori sedang (Tabel 6). Pengelolaan juga dilakukan terkait batas mak-
simal hasil tangkapan gurita yang boleh ditang-
Status Pengelolaan Perikanan Gurita kap per tahun. Selain itu diperlukan penelitian
dengan menggunakan domain/aspek lainnya
Keberlanjutan aspek sumberdaya gurita dalam pengelolaan gurita di Kabupaten Bang-
termasuk dalam kategori sedang dengan nilai gai Laut. Hal ini diperlukan untuk menjaga
63,33. Domain/aspek teknik penangkapan guri- keberlanjutan sumberdaya gurita di Kabupaten
ta juga termasuk kategori sedang, dengan nilai Banggai Laut.

Metode penangkapan yang bersifat… 90


Modifikasi alat penangkapan ikan dan… 75
Indikator

Kapasitas perikanan dan upaya… 30


Selektivitas penangkapan 45
Kesesuaian fungsi dan ukuran kapal… 30
Sertifikasi awak kapal perikanan sesuai… 5
0 20 40 60 80 100
Nilai
Gambar 6 Perhitungan nilai komposit domain/aspek teknik penangkapan gurita

Tabel 6 Domain/aspek teknik penangkapan gurita


Indikator Hasil Skor Bobot Nilai Indikator
Metode penangkapan gurita Frekuensi 3 30 90
yang bersifat destruktif atau pelanggaran <5
illegal kasus pertahun
25-50%ukuran 3 25 75
Modifikasi alat penangkapan target spesies <Lm
ikan dan alat bantu Rasio kapasitas 2 15 30
penangkapan penangkapan = 1
Kapasitas perikanan dan upaya Tinggi (<50% ikan 3 15 45
perikanan hasil tangkapan
Selektivitas penangkapan adalah non target)
Kesesuian tinggi 3 10 30
(<30% sampel tidak
Kesesuaian fungsi dan ukuran sesuai dengan
kapal penangkapan dengan dokumen legal)
dokumen legal Kepemilikan 1 5 5
sertifikat 50-75%
Sertifikasi awak kapal perikanan
sesuai dengan peraturan
Total Nilai 275
Nilai Domain 68,75

Tabel 7 Nilai setiap domain/aspek EAFM di Kabupaten Banggai Laut


Domain/aspek Nilai Domain Keterangan
Sumberdaya gurita 63,33 Sedang
Teknik penangkapan gurita 68,75 Sedang
Rata-rata agregat 66,04 Sedang
Tarigan et al. – Evaluasi Keberlanjutan Perikanan Gurita dengan Indikator EAFM … 93

KESIMPULAN Fernandez, Rueda P. 2007. Octopus vulgaris


(Mollusca: Cephalopoda) Fishery Mana-
Tingkat keberlanjutan pengelolaan per- gement Assessment in Asturias (North–
ikanan gurita pada domain/aspek sumberdaya West Spain). Fisheries Research. 83(2
gurita dan teknik penangkapan gurita di Kabu- -3): 351-354.
paten Banggai Laut tergolong sedang dengan
nilai 66,04. Garcia M, Cochrane KL. 2005. Ecosystem
Approach to Fisheries: A Review of Im-
plementation Guidelines. ICES J. Mar.
SARAN Sci. 62:311–318.

Perlunya pelatihan dan pemberdayaan Guard M, Mgaya YD. 2002. The Artisanal
nelayan terkait penanganan pasca penangkap- Fishery for Octopus cyanea Gray in Tan-
an gurita untuk meningkatkan kualitas hasil zania. AMBIO: A Journal of the Human
tangkapan gurita di Kabupaten Banggai Laut. Environment. 31(7): 528-536.
Herwig JN, Depczynski M, Roberts JD, Sem-
mens JM, Gagliano M. 2012. Using Age
UCAPAN TERIMA KASIH Based Life History Data to Investigate the
Life Cycle and Vulnerability of Octopus
Penulis menyampaikan terima kasih ke-
cyanea. Plos One. 7(8): 43679.
pada Fakultas Pertanian Universitas Tanjung-
pura yang telah memberikan pendanaan peneli- Kim DH. 2008. Optimal Economic Fishing
tian DIPA tahun 2017 serta kepada tim redaksi Efforts in Korean Common Octopus,
dan reviewer yang telah memberikan saran dan Octopus Minor Trap Fishery. Fisheries
masukan untuk peningkatan kualitas artikel ini. Science. 74(6): 1215-1221.
[KKP] Kementerian Kelautan dan Perikanan.
2014. Indikator untuk Pengelolaan Per-
DAFTAR PUSTAKA ikanan dengan Pendekatan Ekosistem
Adel Y, Yonvitner, Rahardjo MF. 2016. Penge- (Ecosystem Approach to Fisheries Ma-
lolaan Sumber Daya Perikanan Banggai nagement). Satker Pengelolaan dan Re-
Cardinalfish (Pterapogon kauderni, Kou- habilitasi Terumbu Karang–CTI. Jakarta.
mans 1933) dengan Pendekatan Ekosis- Nelwan AFP, Sondita MFA, Monintja DR,
tem (Studi Kasus Pulau Banggai Kabu- Simbolon D. 2010. Analisis Upaya Pe-
paten Banggai Laut). Jurnal Ilmu Perta- nangkapan Ikan Pelagis Kecil di Selat
nian Indonesia (JIPI). 21(3): 186194. Makassar, Perairan Pantai Barat Sula-
Budiarto A, Adrianto L, Kamal M. 2015. Status wesi Selatan. Jurnal Teknologi Perikanan
Pengelolaan Perikanan Rajungan (Potu- dan Kelautan. 10(1): 1-14.
nus pelagicus) dengan Pendekatan Pregiwati LA, Wiryawan B, Baskoro MS, Wisu-
Ekosistem di Laut Jawa (WPPNRI 712). do SH, Satria A. 2015. Linking Indicators
Jurnal Kebijakan Perikanan Indonesia. for Ecosystem Approach Fisheries Ma-
7(1): 9-24. nagement and Management of Marine
Protected Area Effectiveness in Anam-
FAO. 2003. The Ecosystem Approach to
bas Island, Indonesia. Aquaculture, Aqu-
Fisheries. FAO Technical Guidelines for arium, Conservation & Leglislation Inter-
Responsible Fisheries, 4.
national Journal of the Bioflux Soceity.
FAO. 2014. Cephalopods of the world. An 8(6): 1048-1063.
annotated and illustrated catalogue of
Raberinary D, Benbow S. 2012. The Reproduc-
cephalopod species known to date. Volu- tive Cycle of Octopus cyanea in South-
me 3. Octopods and Vampire Squids.
west Madagascar and Implications for
Species Catalogue for Fishery Purposes. Fisheries Management. Fisheries Re-
No. 4, Vol. 3. Rome, FAO. 2014. 370 p.
search. 125–126: 190–197.
11 colour plates.
Salganik MJ, Douglas DH. 2007. Sampling and
Farikha K, Pramonowibowo, Arisyanto. 2014.
Estimation in Hiden Populations Using
Pengaruh Perbedaan Bentuk dan Warna Respondent-Driven Sampling. Journal
Umpan Tiruan terhadap Hasil Tangkapan
Sociological Methodology, 34(1): 193-
Gurita pada Alat Tangkap Pancing Ulur
239.
di Perairan Baron, Gunung Kidul. Journal
of Fisheries Resources Utilization Mana- Segawa S, NomotoA. 2002. Laboratory Growth,
gement and Technology. 3(3): 275-283. Feeding, Oxygen Consumption and
94 Marine Fisheries 10(1): 83-94, Mei 2019

Ammonia Excretion of Octopus ocellatus. Sudarmo AP, Baskoro MS, Wiryawan B, Wiyo-
Bulletin of Marine Science. 71: 801–813. no ES, Monintja DR. 2013. Perikanan
Skala Kecil: Proses Pengambilan Kepu-
Simbolon D. 2007. Pendugaan Daerah Penang-
tusan Nelayan dalam Kaitannya dengan
kapan Ikan Tongkol Berdasarkan Pende-
Fakor-Faktor yang Mempengaruhi Pe-
katan Suhu Permukaan Laut Deteksi Sa-
nangkapan Ikan. Marine Fisheries. 4(2):
telit, dan hasil Tangkapan di Perairan
195-200.
Teluk Palabuharatu. Jurnal Litbangda
NTT Kupang. 04: 23-30. Sulistyaningsih RK, Barata A, Siregar K. 2011.
Perikanan Pancing Ulur Tuna di Ke-
Simbolon D, Wiryawan B, Wahyuningrum PI,
donganan, Bali. Jurnal Penelitian Per-
Wahyudi H. 2011. Tingkat Pemanfaatan
ikanan Indonesia. 17(3): 185-191.
dan Pola Musim Penangkapan Ikan Le-
muru di Perairan Selat Bali. Buletin PSP Triono, Pangesti P, Wiyono ES, Baskoro M,
FPIK IPB. 19(3): 295-309. Nurani TW, Wiryawan B. 2015. Status
Bio-ekonomi Sumberdaya Udang di Ka-
Sudarmo AP, Baskoro MS, Wiryawan B,
bupaten Cilacap. Jurnal Sosial Ekonomi
Wiyono ES, Monintja DR. 2016. Analisis
Kelautan dan Perikanan. 10(2): 149-157.
Internal dan Eksternal Pengelolaan Per-
ikanan Pantai Skala Kecil di Kota Tegal. Walpole, RE. 1995. Pengantar Statistik Edisi 3
Marine Fisheries. 7(1): 45-56. Alih Bahasa: Bambang Sumantri, Jakarta
(ID). Gramedia Pustaka Utama. 518 hal.

Anda mungkin juga menyukai