Anda di halaman 1dari 32

Pengaruh multikultural, kapitalis, kultur, kesetaraan gender, inovasi

kreatif dan demokrasi terhadap Pendidikan islam di indonesia

Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas ujian akhir smester

DOSEN PENGAMPU:

Dr. H. M.Tarmizi, MM

Dibuat oleh

Aksani taqwim

NIM. 801201028

PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM

PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGRI SULTAN TAHAHA


SAIFUDDIN JAMBI TAHUN 2021
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat


Allah SW, Tuhan yang maha ‘alim yang kita tidak mengetahui kecuali apa
yang diajarkannya. Dengan segala sifat kesempurnaannya-Nya dan Dzat
yang mengatur segala apa yang didunia dengan kekuasaan-Nya. Dzat
yang telah menganugerahkan kepada manusia akal fikiran dan
memahami tanda-tanda kekuasaan-Nya. Dialah Allah yang tak pernah
lepas pengawasannya terhadap apa yang dilakukan manusia dan kepada-
Nya lah kita mempertanggung jawabkan Setiap apa yang kita kerjakan.

Sholawat dan salam tetap tercurahkan kepada junjungan Alam Nabi


Besar Muhammad SAW. Untuk segala keluarga serta para sahabat beliau
yang senantiasa istiqamah dalam perjuangan Islam. Semoga kita menjadi
hamba-hamba pilihan laksana mereka.

Alhamdulillah proses perjuangan dalam penyusunan Makalah ini


dengan segala pengorbanan dan rintangan lahir batin telah dapat penulis
lalui. Tak ada penggambaran lain yang dapat penulis utarakan selain
ucapan syukur yang tiada tara pada Allah SWT karena hanya atas ridha
dan pertolongan-Nya lah penulis dapat melalui semua ini. Penyusunan
Makalah ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak

Akhirnya penulis hanya bisa berdoa, semoga amal ibadah semua


pihak dapat diterima dan dicatat oleh Allah SWT. Sebagai amal sholeh
dan mendapatkan balasan sebaik-baiknya. Tidak ada sesuatu yang
sempurna didunia ini melainkan Allah yang maha sempurna. Oleh karena
itu, penulis sangat mengharapkan kepada semua pihak untuk memberikan
kritik dan saran dalam penulisan makalah ini.

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang
B. Permasalahan
C. Tujuan penulisan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Multikultural
B. Kapitalis
C. Kultur
D. Kesetaraan gender
E. Inovasi kreatif
F. Demokrasi

BAB III PEMBAHASAN

A. Pengaruh multikultural terhadap Pendidikan islam di Indonesia


B. Pengaruh kapitalis terhadap Pendidikan islam di Indonesia
C. Pengaruh kultur terhadap Pendidikan islam di Indonesia
D. Pengaruh kesetaraan gender terhadap Pendidikan islam di
Indonesia
E. Pengaruh inovasi kreatif terhadap Pendidikan islam di Indonesia
F. Pengaruh demokrasi terhadap Pendidikan islam di Indonesia

BAB IIV PENUTUP

A. Kesimpulan
B. Saran

DAFTAR PUSTAKA

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Kemajuan suatu bangsa dapat dilihat dari tingkat pendidikan
bangsa tersebut. Tidaklah mengherankan jika kemudian Negara
mengatur dan menjadikan pendidikan sebagai salah satu persoalan
penting yang harus dibenahi sebaik-baiknya.
Di Indonesia, pendidikan merupakan satu bidang yang menjadi
tanggung jawab Negara. Hal ini tercantum dengan jelas pada
pembukaan UUD 1945 yang berbunyi : “Mencerdaskan kehidupan
bangsa”. Amanat tersebut dituangkan dalam Undang-undang nomor 20
tahun 2003 tentang system pendidikan nasional, disebutkan bahwa:
“pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara
aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia
dan keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan
Negara”.
Rumusan tujuan Pendidikan Nasional dalam Undang-undang
nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
menyatakan pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Bertujuan
untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia
yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara
yang demokrasi dan bertanggungjawab.
Salah satu manusia berkualitas dalam rumusan undangundang
No. 20 Tahun 2003 diatas adalah mereka yang beriman dan bertaqwa
serta memiliki akhlak mulia. Dengan demikian salah satu ciri 3
kompetensi keluaran pendidikan nasional adalah ketangguhan dalam
iman, taqwa serta akhlak mulia.

4
B. RUMUSAN MASALAH
Apa pengertian multikultural, kapitalis, kultur, kesetaraan gender,
inovasi kreatif dan demokrasi ?

C. TUJUAN PENULISAN
Untuk mengetahui Pengaruh multikultural, kapitalis, kultur, kesetaraan
gender, inovasi kreatif dan demokrasi terhadap Pendidikan islam di
indonesia

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. multikultural,
Dasar dari pada multikultural adalah kebudayaan. Pengertian
kebudayaan menurut para ahli sangat beragam namun dalam konteksi
ini kebudayaan dalam perspektif kehidupan dan pendidikan. Dalam
konteks perspektif kebudayaan tersebut, maka multikulturalisme adalah
ideology yang dapat menjadi alat atau wahana untuk meningkatkan
derajat manusia dan kemanusiannya.1
Multikulturalisme memandang sebuah masyarakat mempunyai
sebuah kebudayaan yang berlaku umum dalam masyarakat yang
coraknya seperti sebuah mosaik. Di dalam mosaik tercakup semua
kebudayaan dari masyarakatmasyarakat lebih kecil yang membentuk
terwujudnya masyarakat yang lebih besar, yang mempunyai
kebudayaan seperti sebuah mosaik tersebut.
Istilah “multibudaya” (multiculture) jika ditelaah asal-usulnya mulai
dikenal sejak tahun 1960-an, setelah adanya gerakan hak-hak sipil
sebagai koreksi terhadap kebijakan asimilasi kelompok minoritas
terhadap melting pot9 yang sudah berjalan lama tentang kultur dominan
Amerika khususnya di New York dan California10. Will Kymlicka
berpendapat, multibudaya merupakan suatu pengakuan, penghargaan
dan keadilan terhadap etnik minoritas baik yang menyangkut hak-hak
universal yang melekat pada hak-hak individu maupun komunitasnya
yang bersifat kolektif dalam mengekspresikan kebudayaannya.2
Berbagai konsep yang relevan dengan multikulturalisme antara
lain adalah demokrasi, keadilan dan hukum, nilai-nilai budaya dan etos,
kebersamaan dalam perbedaan yang sederajat, sukubangsa,
kesukubangsaan, kebudayaan sukubangsa, keyakina keagamaan,

1
Parsudi Suparlan, “Menuju Masyarakat Indonesia yang Multikultural,” Makalah.
Disampaikan pada Simposium Internasional Bali ke-3, Jurnal Antropologi Indonesia,
Denpasar Bali, 16-21 Juli 2002, hlm. 1.
2
Will, Kymlicka, “Mitsunderstanding Nationalism” dalam Theorizing Nationalism,
ed. R. Beiner, (Albany: State University of New York, 1999), hlm 24.

6
ungkapan-ungkapan budaya, domain privat dan publik, hak asasi
manusia, hak budaya komunitas, dan konsepkonsep lainnya yang
relevan.3
Sebagai sebuah ideologi, multikulturalisme terserap dalam
berbagai interaksi yang ada dalam berbagai struktur kegiatan
kehidupan manusia yang tercakup dalam kehidupan sosial, kehidupan
ekonomi dan bisnis, dan kehidupan politik, dan berbagai kegiatan
lainnya di dalam masyarakat yang bersangkutan. Interaksi tersebut
berakibat pada terjadinya perbedaan pemahaman tentang
multikulturalisme. Lebih jauh, perbedaan ini berimplikasi pada
perbedaan sikap dan perilaku dalam menghadapi kondisi multikultural
masyarakat. Sebagai sebuah ideologi, multikulturalisme harus
diperjuangkan, karena dibutuhkan sebagai landasan bagi tegaknya
demokrasi, hak asasi manusia dan kesejahteraan hidup
masyarakatnya.4
Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk memperjuangkan
multikulturalisme adalah melalui pendidikan yang multikultural.
Pengertian pendidikan multikultural menunjukkan adanya keragaman
dalam pengertian istilah tersebut.5
Multikultural dapat diartikan sebagai keragaman budaya,meskipun
ada tiga istilah lain yang biasanya digunakan untuk menggambarkan
masyarakat yang mempunyai keberagaman, baik agama, ras, bahasa
dan budaya yang berbeda, yaitu pluralitas (plurality), keragaman
(diversity) dan multicultural (multicultural). Pada dasarnya ketiga istilah
tersebut mengacu pada satu hal yang sama, yaitu “ketidaktunggalan”,
namun secara konseptual memiliki perbedaan diantara ketiga istilah
tersebut. Pluralitas merepresentasikan adanya kemajemukan, lebih dari
itu multikultural memberikan penegasan bahwa dengan segala
perbedaan itu mereka tetap sama diruang public.6

3
Ibid p. 135
4
Ibid. p 156
5
Ibid, p. 158
6
Lash, Scott dan Mike Featherstone (ed). 2002. Recognition and Difference:
Politics, Identity, Multiculture. London: Sage Publication.hlm.

7
Konsep multikulturalisme tidak dapat disamakan dengan konsep
keanekaragaman suku bangsa atau kebudayaan suku bangsa yang
menjadi ciri mayarakat majemuk, karena multikulturalisme menekankan
keanekaragaman kebudayaan dalam kesederajatan. Multikulturalisme
merupakan sebuah ideologi yang mengakui dan mengagungkan
perbedaan dalam kesederajatan, baik secara individual maupun secara
kebudayaan.7
Wacana tentang multikulturalisme pertama muncul di Amerika dan
negaranegara Eropa Barat pada tahun 1960-an, oleh gerakan yang
menuntut diperhatikannya hak-hak sipil. Gerakan ini bertujuan
mengurangi praktik diskriminasi di tempat-tempat publik, di rumah, di
tempat-tempat kerja dan di lembaga-lembaga pendidikan, yang
dilakukan kelompok mayoritas terhadap kelompok minoritas. Pada
waktu itu disana hanya dikenal satu kebudayaan, yaitu kebudayaan
mayoritas kulit putih yang beragama Kristen, golongan yang ada di
masyarakat dikelompokkan sebagai kelompok minoritas yang memiliki
hak-hak yang terbatas. 8
B. kapitalis,
Menurut Francis Wahono (dalam Komara, 2012), kapitalisme
pendidikan merupakan arah pendidikan yang dibuat sedemikian rupa
sehingga pendidikan menjadi pabrik tenaga kerja yang cocok untuk
tujuan kapitalis tersebut. Dalam hal ini, kita dihadapkan pada pilihan
antara pendidikan kompetisi ekonomi yang mencari kemenangan diri
dan pendidikan keadilan sosial yang menjamin kemandirian.
Pendidikan ekonomi yang mencari kemenangan diri, akan menciptakan
korban yakni mereka yang kalah berkompetensi, tetapi disisi lain tetap
membuahkan keuntungan fiinansial bagi yang menang.
Sementara, pendidikan keadilan sosial yang menjamin
kemandirian akan menuntut biaya yang tidak tentu membuahkan bunga
uang atau keuntungan finansial langsung, namun akan lebih

7
8 Suparlan, Parsudi. 2002. “Menuju Masyarakat Indonesia yang Multikultural”,
8
Ibis,p. 3

8
mengangkat banyak orang yang mampu menentukan dirinya sendiri.
Dimana dalam hal ini terdapat dua pilihan yakni :
1. Pendidikan elitis yang meminggirkan yang miskin dan tak produktif,
2. Pendidikan yang membebaskan, memberdayakan semua orang
menurut bakat dan keterbatasannya sehingga menjadi orang realis
dan kreatif.

Kapitalisme pendidikan telah melahirkan mental yang jauh dari


cita-cita pendidikan sebagai praktik pembebasan dan agenda
pembudayaan.9 Dengan hal itu, sekolah saat ini tidak mengembangkan
semangat belajar yang sebenarnya. Sekolah tidak menanamkan
kecintaan pada ilmu atau mengajarkan keadilan, anti korupsi, atau anti
penindasan. Sekolah lebih menekankan pengajaran menurut kurikulum
yang telah di paket demi memperoleh sertifikat selembar bukti untuk
mendapatkan legitimasi bagi individu untuk memainkan perannya
dalam pasar kerja yang tersedia.

C. kultur
Kultur merupakan pandangan hidup yang diakui bersama oleh
suatu kelompok masyarakat, yang mencakup cara berfikir, perilaku,
sikap, nilai yang tercermin baik dalam wujud fisik maupun abstrak. Oleh
karena itu, suatu kultur secara alami akan diwariskan oleh suatu
generasi kepada generasi berikutnya. Sekolah merupakan lembaga
utama yang didesain untuk memeperlancar proses transmisi kultural
antar generasi tersebut.

Kultur-kultur yang direkomendasikan Depdiknas untuk dikembangkan


antara lain :

1. Kultur yang terkait prestasi/kualitas : (a) semangat membaca dan


mencari referensi; (b) keterampilan siswa mengkritisi data dan
memecahkan masalah hidup; (c) kecerdasan emosional siswa; (d)
keterampilan komunikasi siswa, baik itu secara lisan maupun
tertulis; (e) kemampuan siswa untuk berpikir obyektif dan sistematis
9
Peters, Michael A. 2011. Cognitive Capitalism, Education, and Digital Labor

9
2. Kultur yang terkait dengan kehidupan sosial : (a) nilai-nilai
keimanan dan ketaqwaan; (b) nilai-nilai keterbukaan; (c) nilainilai
kejujuran; (d) nilai-nilai semangat hidup; (e) nilai-nilai semangat
belajar; (f) nilai-nilai menyadari diri sendiri dan keberadaan orang
lain; (g) nilai-nilai untuk menghargai orang lain; (h) nilai-nilai
persatuan dan kesatuan; (i) nilai-nilai untuk selalu bersikap dan
berprasangka positif; (j) nilai-nilai disiplin diri; (k) nilai-nilai tanggung
jawab; (l) nilai-nilai kebersamaan; (m) nilai-nilai saling percaya; (n)
dan nilai-nilai yang lain sesuai kondisi sekolah ( Depdiknas
Direktorat Pendidikan Menengah Umum, 2003: 25-26).

Sedangkan menurut Jumadi (2006: 6) Keberhasilan


pengembangan kultur dapat dilihat dari tanda-tanda atau indikator
sesuai fokus yang dikembangkan. Beberapa indikator yang dapat
dilihat antara lain : adanya rasa kebersamaan dan hubungan yang
sinergis diantara warga sekolah, berkurangnya pelanggaran
disiplin, adanya motivasi untuk berprestasi, adanya semangat dan
kegairahan dalam menjalankan tugas, dan sebagainya.

D. kesetaraan gender
Kata gender jika ditinjau secara terminologi merupakan kata
serapan yang diambil dari bahasa Inggris. Kata gender ini jika dilihat
posisinya dari segi struktur bahasa (gramatikal) adalah bentuk nomina
(noun) yang menunjuk kepada arti jenis kelamin, sex atau disebut
dengan al-jins dalam bahasa Arab. Sehingga jika seseorang menyebut
atau bertanya tentang gender maka yang dimaksud adalah jenis
kelamin dengan menggunakan pendekatan bahasa. Kata ini masih
terbilang kosa kata baru yang masuk ke dalam khazanah
perbendaharaan kata bahasa Indonesia. Istilah ini menjadi sangat lazim
digunakan dalam beberapa dekade terakhir. Pengertian gender secara
terminologi, cukup banyak dikemukakan oleh para feminis dan
pemerhati perempuan. Julia Cleves Musse dalam bukuanya Halfthe
World, Half a Chance mendefenisikan gender sebagai sebuah
perangkat peran yang bisa diibaratkan dengan kostum dan topeng

10
pada sebuah acara pertunjukan agar orang lain bisa mengidentifikasi
bahwa kita adalah feminin atau maskulin.
Gender merupakan sifat yang melekat pada kaum Iaki-laki dan
perempuan yang dikonstruksi secara sosial dan kultural. Misalnya,
bahwa perempuan itu dikenal lemah lembut, cantik, emosional, atau
keibuan. Sementara laki-laki dianggap: kuat, rasional, jantan atau
perkasa.
Suke Silveris memberi pengertian tentang gender sebagai pola
relasi hubungan antara laki-laki dan wanita yang dipakai untuk
menunjukkan perangkat sosial dalam rangka validitasi dan pelestarian
himpunan hubungan-hubungan dalam tatanan sosial. Ivan Illich
mendefenisikan gender dengan pembedabedaan tempat, waktu, alat-
alat, tugas-tugas, bentuk pembicaraan, tingkah laku dan persepsi yang
dikaitkan dengan perempuan dalam budaya sosial.
Zaitunah Subhan mengemukakan bahwa yang dimaksud gender
adalah konsep analisis yang dipergunakan untuk menjelaskan sesuatu
yang didasarkan pada pembedaan laki-laki dan perempuan karena
konstruksi sosial budaya.
Pengertian yang lebih kongkrit dikemukakan oleh Nasaruddin
Umar bahwa gender adalah konsep kultural yang digunakan untuk
memberi identifikasi perbedaan dalam hal peran, prilaku dan lain-lain
antara laki-laki dan perempuan yang berkembang di dalam masyarakat
yang didasarkan pada rekayasa sosial.
Berdasarkan hal tersebut dua atas, dipahami bahwa gender
adalah sebuah konsep yang dijadikan paramater dalam
pengidentifikasian peran laki-laki dan perempuan yang didasarkan pada
pengaruh sosial budaya masyarat (social construction) dengan tidak
melihat jenis biologis secara equality dan tidak menjadikannya sebagai
alat pendiskriminasian salah satu pihak karena pertimbangan yang
sifatnya biologis
E. inovasi kreatif

11
Sebelum dijelaskan tentang pengertian inovasi pendidikan terlebih
dulu akan dijelaskan arti inovasi secara umum. Kata “inovasi” berasal
dari innovation (Inggris) atau tajdid (Arab), sering di terjemahkan
sebagai suatu hal yang baru atau pembaharuan, namun ada pula yang
menggunakan kata tersebut untuk menyatakan penemuan (invention),
karena hal yang baru itu merupakan hasil penemuan. Ada juga yang
mengkaitkan antara pengertian inovasi dengan “modernisasi”, karena
keduanya membicarakan usaha pembaharuan. Berdasarkan beberapa
pengertian dasar tersebut, kata inovasi dapat diartikan sebagai: suatu
ide, barang, kejadian, metode, yang di rasakan atau di amati sebagai
suatu hal yang baru bagi seseorang atau sekelompok orang
(masyarakat) ,baik itu hasil penemuan atau discovery.
Sedangkan istilah pendidikan Islam pada umumnya mengacu
kepada terminologi at-Tarbiyah, al-Ta’dib dan al-Ta’lim, pengertian
dasarnya menunjukkan makna tumbuh, berkembang, memelihara,
merawat, mengatur, menjaga kelestarian dan eksistensinya.
Sedangkan secara filosofis mengisyaratkan bahwa proses pendidikan
islam adalah bersumber pada pendidikan yang diberikan Allah sebagai
“pendidik” seluruh ciptaan-Nya, termasuk manusia.
Jadi yang dimaksud dengan inovasi pendidikan Islam dapat
diartikan sebagai pembaharuan untuk memecahkan masalah di dalam
pendidikan Islam. Atau dengan perkataan lain, inovasi pendidikan Islam
ialah suatu ide, barang, metode, yang dirasakan atau diamati sebagai
hal yang baru bagi seseorang atau sekelompok orang (masyarakat)
baik berupa hasil penemuan (invention), atau discovery, yang
digunakan untuk mencapai tujuan atau memecahkan masalah
pendidikan Islam.
Pembaharuan atau tajdid dalam Islam atau pendidikan Islam
adalah sesuatu yang fitrah sifatnya. Islam bukanlah suatu agama yang
beku dalam pemikiran dan statis dalam amalan. Dinamika Islam
memberikan ruang kepada kreativitas. Kreativitas dalam pemikiran
Islam adalah dituntut tanpa menolak faktor syara’.

12
Berfikir reflektif adalah suatu keperluan krena perubahan hari ini
dan hari depan berasaskan cerminan masa lalu supaya terwujud
kesinambungan antara yang lalu dengan hari ini. Apa yang berlaku
pada masa lalu memberikan kita landasan tradisi yang baik. Upaya
umat Islam mengimbangi faktor perubahan zaman ialah kebijaksanaan
menjembatani faktor tradisi yang baik dan cemerlang dengan faktor
perubahan kini yang tidak lari dari kerangka fitrah
F. demokrasi
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), demokrasi
adalah bentuk atau sistem pemerintahan yang seluruh rakyatnya turut
serta memerintah dengan perantaraan wakilnya yang terpilih. Jadi,
pengertian demokrasi adalah pemerintahan yang diselenggarakan dari
rakyat, untuk rakyat, dan oleh rakyat.
Dalam demokrasi, setiap warga negara diperbolehkan untuk
berpartisipasi, baik secara langsung atau melalui perwakilan dalam
perumusan, pengembangan, dan pembuatan hukum.
Definisi demokrasi secara etimologi berasal dari bahasa Yunani
yaitu demos (rakyat) dan kratos (pemerintahan). Demokrasi adalah
sistem pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Dengan
kata lain suatu sistem pemerintahan di mana rakyat memegang
kekuasaan tertinggi dalam melakukan kontrol sosial. Dewasa ini,
system pererintahan demokrasi telah diterima oleh 9 hamper seluruh
Negara di dunia. memiliki tiga unsur utama, yaitu: adanya kemauan
politik sebuah Negara (state), adanya kemauan yang kuat dari politik
masyarakat (political society), dan adanya civil society yang kuat dan
mandiri. Ketiga unsur ini diproses dalam sebuah negara dengan tujuan
untuk menjamin adanya kekuasaan mayoritas, suara rakyat dan
pemilihan umum yang dilangsungkan dengan prisip langsung, umum,
bebas, dan rahasia . 10
Setelah itu untuk mewujudkan tatanan kehidupan yang demokratis
dalam berbagai aspek kehidupan perlu diupayakan suatu proses
10
Toto Suharto, ―Konsep dasar pendidikan berbasis masyarakat,‖ Jurnal
Cakrawala Pendidikan, no. 3 (2005).

13
demokratisasi. Demokratisasi adalah suatu proses berkelanjutan untuk
menuju demokrasi. Dalam konteks pendidikan merupakan sarana dan
kesempatan palin strategis untuk mewujudkan iklim demokratisasi.
Pendidikan demokrasi dapat dipahami sebagai suatu proses sosialisasi,
internalisasi, dan aktualisasi konsep, dan nilainilai demokrasi melalui
proses pembelajaran berlangsung. Dalam kaitan ini, upaya untuk
mewujudkan system pendidikan yang demokratis menjadi keharusan
yang perlu disikapi secara posifit oleh seluruh praktisi pendidikan. 11
Sistem demokratisasi pendidikan akan berjalan dengan baik sesuai
koridor apabila semua warga negara memahami, menyadari, dan
mendukung proses itu.

11
Zamroni, Pendidikan untuk demokrasi: tantangan menuju civil society (Bigraf
Pub., 2001).

14
BAB III

PEMBAHASAN

A. pengaruh multikultural terhadap Pendidikan islam di Indonesia


Di Indonesia implementasi paradigma pendidikan multikultural
setidaknya menjadi salah satu perhatian, karena secara implisit dalam
UU No. 20/ tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dinyatakan
bahwa pendidikandiselenggarakan secara demokratis, berkeadilan,
tidak diskriminatif, menjunjung tinggi hak azasi manusia, nilai
keagamaan, nilai kultural dan kemajemukan bangsa; pendidikan
diselenggarakan sebagai satu kesatuan yang sistemik dengan sistem
yang terbuka dan multimakna.12
Pendidikan multikultural di Indonesia dapat diimplementasikan,
baik pada jalur pendidikan formal, informal maupun nonformal. Pada
pendidikan formal tingkat pendidikan dasar, pendidikan menengah dan
tinggi wacana pendidikan multikultural dapat diimplementasikan dengan
cara memasukan muatan. wawasan multikultural pada materi kurikulum
terkait seperti agama, pendidikan kewargaan/civic education, sosiologi
atau materi lain yang relevan. Disamping itu dapat diimplementasikan
melalui pendekatan, metode dan model pembelajaran seperti diskusi,
tugas kelompok, dan ontextual Teaching and Learning.
Pada pendidikan non formal muatan pendidikan multicultural
dapat diimplementasikan dengan menanamkan nilai-nilai multikultural
pada pendidikan yang dilakukan oleh keluarga dan atau lingkungan
secara mandiri. Wawasan multikultural dapat diberikan kepada anak
dari hal yang sederhana seperti menyadari perbedaan jenis kelamin
dan gender, pengetahuan tentang bermcam adat istiadat, toleransi
antara sesama anggota keluarga dan teman sepermainan dan lain-lain.
Pendidikan Islam merupakan usaha yang dilakukan dalam
menggali dan mengembangkan potensi peserta didik yang beriman,
bertakwa dan berakhlak mulia atau mewujudkan peserta didik menjadi

12
UU No.20/ tahun 2003 pasal 4:1 dan 2

15
Insan Kamil. Tidak mudah mencapai Insan kamil, perlu persiapan dan
pembelajaran hidup yang maksimal, dimana orang yang sudah masuk
katagori Insan Kamil, secara manusiawi sudah sempurna, relatif sudah
tidak ada problem ketuhanana dan kemanusiaan. Sudah optimal secara
hablum min Allaah wa hablun min an- nas, atau manusia yang sudah
bisa mengoptimalkan dan menggunakan Multiple Intelegence-nya
secara seimbang dalam segala aspek kehidupan.
Karena pendidikan Islam di Indonesia merupakan bagian dari
pendidikan nasional, maka sesungguhnya pendidikan Islam di
Indonesia-pun bisa mengimplementasikan wawasan pendidikan
multikultural. Pada dasarnya Islam sudah “beragam”sejak kelahirannya,
setidaknya menurut catatan sejarah. Pendidikan Islam-pun beragam,
maka orang Islam tidak akan dianggap mengingkari sejarah bila
mengimplementasikan pendidikan yang multikultural. Pada
kenyataannya untuk mengajarkan Islam saja, seorang guru atau dosen
sudah biasa mengimplementasikan wawasan multikultural. Dalam
pembelajaran fiqih misalnya satu peribadatan bisa dilaksanakan secara
beragam menurut keyakinan dan pemahaman (fiqh) yang berbeda
intern umat Islam, bagaimana kita membelajarkan peserta didik secara
monokultur? Toleransiberagamapunbahkan sudah terlebih dahulu
diajarkan oleh Allah melalui ayat AlQuran (surat al-Kaafirun,
diantaranya) dan diajarkan nabi melalui Sunnahnya (kebersamaan
antara kaum Muhajirin dan Anshor, diantara sampelnya); manusia
diciptkan Allah laki-laki dan perempuan dengan berbeda bangsa dan
suku, supaya manusia saling mengenal ( bagian dari ayat al-Quran
surat An-Nisa, misalnya).
Yang sangat menarik adalah pendidikan Islam informal seperti
majlis taklim,barangkali agak ideal kalau paradigama multikultural
diimplementasikan mealui jenis pendidikan Islam semacam ini. Menurut
hemat penulis pada majlis taklim-pun wawasan dan paradigma
pendidikan multikultural dapat disampaikan, mungkin dimulai dari
masalah yang sangat sederhana dan keseharian, seperti masalah

16
toleransi beragama baik internal agama Islam maupun antar umat
beragama. Kesan sementara pengajian dan pengkajian melalui majlis
taklim, relatif kurang “multi” dan fanatik madzhab, ini tidak berarti sama
sekali sulit, hanya perlu dibiasakan (pembiasaan bagi guru/ustadz
maupun murid/santrinya) untuk mengaji dan mengkaji fiqih berbagai
madzhab, mengaji dan mengkaji aqidah dari berbagai aliran, membaca
alqur’an dengan qiroah sab’ah, mengaji dan mengakaji ilmu Islam
dengan berbagai cara dari berbagai sudut pandang, semuanya
dimaksudkan untuk melaksanakan pendidikan dan pengajaran dengan
memasukan nilai-nilai multikultural pada setiap materi bahasan maupun
pendekatan pembelajaran. Dengan demikian tidak akan ada keraguan
bagi kita para pendidik Islam untuk mengimplementasikan wawasan
multikultural dalam pendidikan yang kita lakukan.
Dengan pendidikan multikultural Islam akan semakin inklusif tidak
eksklusif, membumi tidak melangit, kontekstual tidak tekstual, dan
betulbetul merupakan bagian dari perwujudan Islam sebagai rahmatan
lil a’lamin
B. pengaruh kapitalis terhadap Pendidikan islam di Indonesia
Dampak Negatif Kapitalisasi bagi Pendidikan Islam Praktik
kapitalisme yang terjadi pada dunia pendidikan, dituding masih menjadi
salah satu akar permasalahan yang menghambat kemajuan pendidikan
di negeri ini. Salah satu persoalan di tengah maraknya praktik
kapitalisme dalam dunia pendidikan adalah belum terpenuhinya upah
serta jaminan kerja yang layak bagi seluruh tenaga pendidikan. sistem
dan tatanan pendidikan dalam masyarakat kapitalis saat ini bukan
bertujuan untuk mencerdaskan dan memajukan pemikiran manusia,
tetapi hanya mencetak calon tenaga kerja sesuai kebutuhan para
kapitalis. Selain itu juga mencetak calon tenaga kerja yang patuh dan
hormat kepada tatanan masyarakat kapitalis dan hanya menjadikan
dunia pendidikan sebagai tempat akumulasi modal. Hal ini hanya akan
melahirkan sistem hubungan kerja yang menindas, yang ditandai
dengan adanya sistem kerja kontrak, outsourcing maupun tenaga

17
honorer. "Semua ini tidak memberikan kepastian hubungan kerja
dengan upah dan jaminan yang lebih layak kepada para pekerja.
Dampak dari sistem pendidikan kapitalis telah menciptakan
kepentingan akumulasi birokrat kampus, yang diwujudkan melalui
penambahan jumlah mahasiswa tanpa diimbangi dengan fasilitas,
sarana dan prasarana yang ideal.
Hal ini juga membawa dampak negatif kepada para pekerja
kampus. Seperti beban kerja yang semakin bertambah berat tanpa
diimbangi kesesuaian upah dan tunjangan yang diberikan. Bagi
mahasiswa, ini juga mengakibatkan padatnya jam kuliah kian membuat
ruang gerak mahasiswa kian terbatas, termasuk dalam hal
berorganisasi dan berdemokrasi.
Disamping memiliki dampak positif, sebagaimana dikemukakan di
atas, sudah barang tentu juga mempunyai dampak negatif terhadap
pendidikan termasuk pendidikan Islam. Beberapa dampak negatif
tersebut diuraikan berikut:
1. Pendidikan bersifat kapitalistik. Pendidikan mengarah kepada
industrialisasi. Pendidikan seolah pabriknya buruh, mengabdi pada
kepentingan industri bukan untuk mengembangkan keilmuan dan
peradaban manusia dalam upaya menata masa depannya. Sekolah
misalnya, hanya untuk mencari kerja, atau lebih eksplisit mencari
uang. Pengaruh dunia industri terhadap pendidikan adalah
penyamaan antara proses pendidikan dengan proses produksi
dengan pola input-proses- output. Anak didik diibaratkan sebagai
raw input, sementara komponen pendidikan lain seperti guru,
kurikulum dan fasilitas pendidikan dianggap sebagai komponen
produksi dalam suatu pabrik. Output yang baik adalah output yang
dikehendaki oleh pasar terutama dunia industri dan politik.
Pendidikan dengan demikian memandang manusia secara parsial
yaitu sebagai makhluk. Sementara, dampak dari pendidikan yang
terlalu material oriented seperti demikian, dapat berkibat pada
pelanggaran nilai-nilai kemanusiaan yang dijunjung tinggi oleh

18
humanisme.Pendidikan dalam konsep industrialisasi akan
memberikan solusi bagi manusia pada pilihan-pilihan mekanistik.
Industrialisasi telah memenjarakan pada pemaknaan-pemaknaan
baru sehingga tingkat kesadaran manuasia atas posisi di semesta
terekayasa oleh kepentingan interpretasi industrialisasi. Bila nama,
istilah, dan simbol dimaknai secara mekanistik, maka makna-
makna ini akan mengikat manusia pada dunia baru yang serba
materialistis.13 Dengan demikian, maka kehormatan manusia
dihargai dari berapa besar materi yang dihasilkannya. Kehidupan
menjadi diskriminatif, karena diskriminasi adalah konsekuensi dari
simbol kemajuan industrialisasi.(Agus Zainul Fitri:2008) 14
2. Privatisasi pendidikan atau swastanisasi pendidikan. Salah satu
sektor jasa yang menjadi korban liberalisasi dan privatisasi adalah
sektor pendidikan yang ditelurkan melalui perjanjian GATT (General
Agreements on Tariff and Trade) pada tahun 1994 bersama
berbagai sektor jasa lain yang ikut diliberalisasi dan diprivatisasi,
termasuk kesehatan. Regulasi yang telah didiktekan oleh WTO
untuk meliberalisasi dan memprivatisasi pendidikan Indonesia
dimulai dengan disahkannya UU Sisdiknas yang salah satu
pasalnya mewajibkan Pendidikan Indonesia berbentuk Badan
Hukum kemudian BHP dengan semangat otonomi dan pembukaan
ruang kepada publik (masyarakat dan industri) untuk menjadi
penyedia dana pendidikan, dan setelah dibatalkan oleh MK, maka
tahun 2012 kemarin lahirlah UU Pendidikan tinggi yang tetap
memiliki semangat yang sama yakni semangat liberalisasi yang
memberi ruang pada sektor swasta dan industri untuk menjadi
penyedia dana (investasi) di dunia pendidikan.
3. Dampak lanjutan Apabila pemerintah membiarkan privatisasi
pendidikan terus berkembang tanpa adanya kebijakan dan regulasi

13
Abdurrahman Mas‟ud, Pengantar dalam Tobroni, Pendidikan Islam: Paradigma
Teologis, Filosofis dan Spiritualitas Malang: UMM Press, 2008.
14
Agus Zainul Fitri, “Desain Kurikulum Pondok Pesantern Modern Unggulan:
Upaya Meminimalisasi Indusrtialisasi dan Kapitalisasi Pendidikan” dalam Wahidul Anam
dan Syaifullah, Implementasi Pendidikan

19
yang tepat maka dampak berikutnya adalah: 1) lembaga-lembaga
pendidikan yang didirikan dengan menggunakan uang rakyat hanya
akan dinikmati oleh sekelompok kecil masyarakat mampu. 2)
masyarakat miskin hanya bisa mengakses pendidikan di sekolah-
sekolah murah yang pada umumnya berkualitas rendah. 3) akibat
pendidikan yang tidak berkualitas, masyarakat miskin tidak akan
dapat bersaing dengan orang-orang kaya yang memperoleh
pendidikan dengan kualitas yang jauh lebih baik. 4) akibat
selanjutnya, anak dari keluarga miskin akan sulit keluar dari
kemiskinannya.
C. pengaruh kultur terhadap Pendidikan islam di Indonesia
Tentu membangun kultur governance sangat penting dalam
mendukung terciptanya sistem governance yang baik. Langkah
pertama untuk membentuk "kultur baru" tersebut sebenarnya adalah
komitmen perubahan perilaku kepemimpinan. Sebagai pemimpin,
setiap ucapan dan perilaku harus mencerminkan praktek good
govermance. Govermance sebagai sebuah sistem, dan layaknya
sistem mana pun, yang mengoperasikan adalah manusia, sehingga
kesuksesan penerapannya sangat bergantung pada integritas dan
komitmen. Sehingga, bagaimana cara kita melakukan kegiatan
berkaitan dengan berbagai aspek, baik itu individu, organisasi di mana
kita berada, dunia usaha, maupun masyarakat sekitar.
Good govenance sebagai prinsip sangat universal menjadi rujukan
bagi semua umat beragama, dan dapat ditemukan pada kultur budaya
mana pun. Sedangkan yang membedakan praktek-praktek good
governance di suatu negara adalah good governance sebagai sistem,
karena harus selalu menyesuaikan dengan sistem hukum, keadaan,
dan perkembangan kemajuan, serta kultur bangsa itu sendiri. Dalam
menerapkan governance yang baik, sekaligus diperlukan membangun
suatu sistem dan mengubah paradigma. Kadarnya bisa berbeda-beda,
pada keadaan dan waktu tertentu, bisa saja diperlukan pendekatan
yang sarat aturan atau sistem, ketimbang pendekatan etika. Sedangkan

20
pada keadaan dan waktu yang berbeda bisa jadi diperlukan
pendekatan dengan porsi yang berbeda. Sebagai contoh, Amerika dan
Singapura lebih memilih pendekatan "Hard Law", sedangkan negara-
negara Skandinavia, Inggris, dan Australia lebih memilih pendekatan
"Soft Low".
Secara umum sampai saat ini Indonesia masih menganut
pendekatan yang lembut, meski di tengah kenyataan perilaku koruptif
yang berlebihan. Apakah Indonesia memerlukan regulasi yang lebih
ketat? Beberapa kajian rating tentang penerapan good corporate
governance di Indonesia memberikan indikasi bahwa memang
diperlukan dorongan hukum untuk dapat merealisasi perubahan kultur
ke arah yang lebih baik. Namun, tentu saja hal ini bukan satu-satunya
jawaban dari semua persoalan. Pendekatan komprehensif mencakup
penerapan regulasi, implementasi yang konsisten, termasuk dalam
pemberian sanksi yang sangat diperlukan untuk menciptakan efek jera,
juga didukung dengan sistem penilaian kinerja yang adil, secara jangka
panjang dapat mengubah perilaku.
Kita tahu bahwa manusia cenderung mencari peluang untuk
memanfaatkan peraturan, sehingga solusi mendasar adalah juga
mengubah paradigma. Perlu usaha serius dari para pemimpin untuk
membangun kultur yang etis dan berbasis governance yang baik.
Dengan kata lain, tunjukkan kepemimpinan yang pantas untuk selalu
menjadi panutan, dan bangun integritas.
D. pengaruh kesetaraan gender terhadap Pendidikan islam di
Indonesia
Dengan menyimak betapa telah terjadi “tafsir yang melenceng”
terhadap ajaran Islam tentang kesetaraan gender yang ditransformasi
secara lestari melalui praktik pendidikan agama Islam yang
berlangsung berabad-abad, maka perlu diadakan reorientasi, bahkan
dekonstruksi terhadap struktur bangunan tafsir materi pendidikan
agama Islam tersebut, dengan mengacu pada ajaran al-Qur‟ân dan
praktik teladan Nabi Muhammad saw. Untuk itu diperlukan strategi

21
pengarusutamaan kesetaraan gender melalui bahan ajar pendidikan
agama Islam mengingat kehidupan mayoritas Muslim menunjukkan
realitas aktual ketimpangan faktual sebagai berikut pertama, pola relasi
laki-laki dan perempuan dalam masyarakat Muslim di Jawa misalnya,
merupakan cerminan dari sistem pengetahuan tentang relasi laki-laki
dan perempuan yang terserap dari budaya Jawa dan tafsir ajaran
agama yang disosialisasikan melalui sentral pendidikan yaitu
pesantren, madrasah dan sekolah. Kedua, beberapa penelitian
menunjukkan bahwa lembaga pendidikan pesantren masih banyak
diwarnai oleh gaya kepemimpinan paternalistik. Banyak pesantren yang
menggunakan kitab „Uqûd al-Lujjayn yang mengungkapkan hak dan
kewajiban suami istri dengan proporsi yang tidak imbang.
Atas dasar fakta-fakta tersebut, jelas sangat dibutuhkan suatu
usaha pengarusutamaan gender dalam sistem pengetahuan
masyarakat Islam, dan hal ini tidak bisa lain kecuali dilakukan dengan
ikhtiar pengarusutamaan gender melalui pendidikan. Diakui atau tidak,
pendidikan merupakan kunci utama bagi terwujudnya keadilan gender
dalam masyarakat, karena pendidikan disamping merupakan alat
mentransformasi norma-norma masyarakat, pengetahuan dan
kemampuan mereka, juga sebagai alat untuk mengkaji dan
menyampaikan ideide dan nilai-nilai baru. Karena itu, dalam lembaga
pendidikan, sebagai tempat transfer ilmu pengetahuan kepada
masyarakat, sejak awal perlu diusahakan terwujudnya keadilan gender.
Untuk mengarah pada terwujudnya hal tersebut, maka diperlukan
pertama, memberlakukan keadilan gender dalam pendidikan dan
menghilangkan pembedaan pada peserta didik, kedua, mengupayakan
keadilan keadilan di kalangan pimpinan, ketiga, meredam sebab-sebab
terjadinya kekerasan dan diskriminasi melalui materi pengetahuan yang
diajarkan, proses pembelajaran yang dilakukan dan menentang segala
ide dan pemikiran yang mengandung steriotyping. Dari uraian tersebut
menunjukkan bahwa kurikulum merupakan unsur utama bagi
terlaksananya pengarusutamaan gender dalam pendidikan.

22
E. pengaruh inovasi kreatif terhadap Pendidikan islam di Indonesia
Faktor penunjang terhadap inovasi pendidikan Islam yaitu:
1. Pokok-pokok pikiran tentang inovasi pendidikan Islam yang datang
dari luar negeri, juga tidak kalah pentingnya dengan faktor-faktor
yang lain. Karena, dengan pemikiran-pemikiran itulah, PAI
melakukan perubahan-perubahan materi pelajaran pendidikan Islam.
2. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Karena dengan
banyaknya referensi yang bisa di dapatkan dari internet, maka akan
memperkaya khasanah ilmu pengetahuan

Pembelajaran yang berbasis TI ini, banyak bertumpu pada aktifitas


siswa, maka guru tidak lagi sebagai satu-satunya agent of
information, melainkan lebih berperan sabagai penggerak, innovator,
motivator, dinamisator, katalisator, penghubung, fasilitator, korektor,
pengaya, dan evaluator.[3]

Disamping adanya faktor penunjang dalam usaha mengadakan


pembaharuan, tidak sedikit juga kita akan menghadapi faktor-faktor
penghambat jalannya pembaharuan pendidikan Islam ini. Faktor
penghambat yang ditemui diantaranya, yaitu:

a. Adanya pertentangan antara Ulama Muda dan Ulama Tua yang


pada akhirnya melahirkan istilah Kaum Muda dan Kaum Tua.
b. Dikotomi atau diskrit

Segala sesuatu hanya dilihat dari dua sisi yang berlawanan,


seperti laki-laki dan perempuan, ada dan tidak ada, bulat dan tidak
bulat, madrasah dan non madrasah, pendidikan keagamaan dan
non keagamaan atau pendidikan agama dan pendidikan umum,
demikian seterusnya.

Pandangan yang dikotomis tersebut pada giliran selanjutnya


dikembangkan dalam melihat dan memandang aspek kehidupan
dunia dan akhirat, kehidupan jasmani dan rohani sehingga

23
pendidikan Islam hanya diletakkan pada aspek kehidupan akhirat
saja atau kehidupan rohani saja.

Di dalam Islam padahal tidak pernah membedakan antara


ilmu-ilmu agama dan ilmu umum (keduniaan), dan/atau tidak
berpandangan dikotomis mengenai ilmu pengetahuan. Namun
demikian, dalam realitas sejarahnya justru supremasi lebih
diberikan pada ilmu-ilmu agama (al-‘ulum al-diniyah) sebagai jalan
tol untuk menuju Tuhan. Sehingga menyebabkan kemunduran
peradaban Islam serta keterbelakangan sains dan teknologi di
dunia Islam. Hal ini terjadi bukan saja karena faktor dari luar tapi
juga banyak dipengaruhi oleh faktor-faktor dari diri umat Islam itu
sendiri, yang kurang peduli terhadap kebebasan penalaran
intelektual dan kurang menghargai kajian-kajian rasional-empiris
atau semangat pengembangan ilmiah dan filosofis.

F. pengaruh demokrasi terhadap Pendidikan islam di Indonesia


Salah Satu Tantangan Serius Yang Dihadapi Oleh Sistem
Pendidikan Demokrasi Adalah Globaliasasi Dalam Berbagai Aspek
Kehidupan Yang Bersifat Multidimensi. Globalisasi Yang
Mempengaruhi Gaya Hidup Sekurang-Kurangnya Ditandai Oleh
Kuatnya Pengaruh Institusi Dan Lembaga Sosial Pada Tingkat
Internasional Ketika Bersaing Dengan Negara-Negara Maju Yang Ikut
Mengatur Perpolitkan, Perekonomian, Sosial Budaya, Dan Pertahanan
Global. Isu-Isu Global Seperti Demokrasi, Hak Asasi Manusia Dan
Lingkungan Hidup Turut Pula Mempengaruhi Kondisi Nasional Bangsa
Indonesia. Salah Satu Dampak Globalisasi Yang Terjadi Dalam Aspek
Pesatnya Perkembangan Ilmu Pengetahuan Dan Teknologi, Informasi,
Komunikasi Adalah Membuat Dunia Semakin Sempit Dan Transparan
Yang Seolah-Olah Menjadi Satu Kampung Tanpa Batas Negara.
Menyadari akan tantangan perubahan multidimensi, baik lokal,
nasional, maupun global semakin berat, Pendidikan Agama Islam
sebagai mata pelajaran wajib diharapkan mampu menumbuhkan sikap
spiritua dan emosional yang cerdas, tanggung jawab, dan memiliki

24
kompetensi amal sholeh yang dapat diaplikasikan dalam kehidupan
sehari-hari. Singkatnya adalah materi yang diajarkan dalam kurikulum
pendidikan dapat menjawab semua tantangan kehidupan masyarakat.
Sejak jatuhnya rezim orde baru yang ditandai dengan era
reformasi, demokrasi merupakan kosa kata hangat yang sering
dilontarkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara yang majemuk
ini. Gelombang demokrasi menjadi kosa kata yang ampuh untuk
menuntut adanya kebebasan dan keseteraan dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara. Oleh sebag itu, pendidikan demokrasi dapat
dimanifestasikan sebagai wujud kesadaran tentang keanekaragaman
budaya, hak-hak asasi manusia, dan pengurangan atau penghapusan
jenis prasangka atau prejudice untuk suatu kehidupan masyarakat yang
adil dan maju.
Pendidikan demokrasi memiliki mata rantai keterkaitan dengan
pendidikan multikultural. Adapun konsep dari pendidikan multikultural
yang ditawarkan Zamroni adalah sebagai berikut : a. Pendidikan
multikultural adalah jantung untuk menciptakan kesetaraan pendidikan
bagi seluruh warga masyarakat. b. Pendidikan multikultural bukan
sekedar perubahan kurikulum atau perubahan metode pembelajaran. c.
Pendidikan multikultural mentransformasi kesadaran yang memberikan
arah kemana transformasi praktik pendidikan harusmenuju. d.
Pengalaman menunjukan bahwa upaya mempersempit kesenjangan
pendidikan salah arah yang justru menciptakan ketimpangan semakin
membesar. e. Pendidikan multikultural bertujuan untuk berbuat sesuatu,
yaitu membangun jembatan antara kurikulum dan karakter guru,
pedagogi, iklim kelas, dan kultur sekolah guna membangun visi sekolah
yang menjunjung kesetaraan.
Hal tersebut senada dengan yang telah diungkapkan oleh Anas
Ma‘arif bahwa pentingnya internalisasi nilai multikultural di berbagai
lembaga pendidikan apalagi di integrasikan dalam pembelajaran
agama. Sangat penting dilakukan mengingat Indonesia terdiri dari
berbagai jenis suku, budaya dan agama. Strategi untuk

25
menginternalisasikan juga bisa diintegrasikan dalam pembelajaran
pada materi Pendidikan Islam, yang mana guru harus bisa menjadikan
peserta didik toleransi dan saling menghargai. Implementasi pendidikan
multikultural terdiri dari dua aspek yaitu secara kualitatif dan kuantitatif.
Secara kualitatif adalah pada impelemntasi konsep yang secara
sistematis, sedangkan secara kuantitatif yaitu pendidikan multikultural
belum terisolasi dengan baik terutama di lembaga tinggi (kampus).

26
BAB IV

PENUTUP

A. KESIMPULAN
1. perlu kita keritisi bahwa pendidikan Islam di Indonesia merupakan
bagian dari pendidikan nasional, maka sesungguhnya pendidikan
Islam di Indonesia-pun bisa mengimplementasikan wawasan
pendidikan multikultural. Pada dasarnya Islam sudah
“beragam”sejak kelahirannya, setidaknya menurut catatan sejarah.
Pendidikan Islam-pun beragam, maka orang Islam tidak akan
dianggap mengingkari sejarah bila mengimplementasikan
pendidikan yang multikultural. Pada kenyataannya untuk
mengajarkan Islam saja, seorang guru atau dosen sudah biasa
mengimplementasikan wawasan multikultural. Dalam pembelajaran
fiqih misalnya satu peribadatan bisa dilaksanakan secara beragam
menurut keyakinan dan pemahaman (fiqh) yang berbeda intern
umat Islam, bagaimana kita membelajarkan peserta didik secara
monokultur? Toleransi beragamapun bahkan sudah terlebih dahulu
diajarkan oleh Allah melalui ayat AlQuran (surat alKaafirun,
diantaranya) dan diajarkan nabi melalui Sunnahnya (kebersamaan
antara kaum Muhajirin dan Anshor, diantara sampelnya); manusia
diciptkan Allah laki-laki dan perempuan dengan berbeda bangsa
dan suku, supaya manusia saling mengenal ( bagian dari ayat al-
Quran surat An-Nisa, misalnya).
2. Dalam dunia pendidika Penerapan sistem kapitalis ini banyak
menimbulkan dampak yang tidak baik bagi suatu negara.
diantaranya dampak yang paling mendasar adalah biaya
pendidikan semakin mahal yang menyebabkan tidak semua
masyarakat bisa mengakses pendidikan, sehingga akan semakin
sedikit kesempatan bagi warga yang kurang mampu dalam

27
memperoleh pendidikan. Akibatnya, pemerataan pendidikan tidak
akan bisa berjalan, karena masih banyak warga yang tidak
mendapatkan kesempatan untuk menempuh jenjang pendidikan.
3. pendidikan multikultural harus direalisasikan Dalam menghadapi
tantangan globalisasi. Seperti contoh halnya otonomi daerah,
globalisasi ini dapat melahirkan peluang, ancaman, dan tantangan
bagi kehidupan manusia di belahan bumi manapun, termasuk
Indonesia. Salah satu aspek kehidupan yang terkena imbasnya
adalah kebudayaan bangsa (culture and tradition). Meminjam kata
HAR Tilaar bahwa bangsa yang tidak memiliki strategi untuk
mengelola kebudayaan yang mendapat tantangan sedemikian
dahsyatnya, dikhawatirkan akan mudah terbawa arus hingga
akhirnya kehilangan jati diri lokal dan nasionalnya. Otonomi Daerah
dapat membawa daerah ke dalam ancaman jika Pemerintah
Daerah gagal dalam mengelola keberagaman masyarakat.
Undang-undang No. 22/1999 yang memberikan peluang kepada
daerah-daerah untuk bergabung membentuk propinsi dan
kabupaten baru merupakan salah satu cara dalam meningkatkan
efektivitas pembangunan daerah dan meredam terjadinya gerakan
separatisme.Pendidikan multikultural hendaknya dijadikan strategi
dalam mengelola kebudayaan dengan menawarkan strategi
tranformasi budaya yang ampuh yakni melalui mekanisme
pendidikan yang menghargai perbedaan budaya (different of
culture).
4. Dalam Pendidikan agama Islam sangat mengafirmasi kesetaraan
laki-laki dan perempuan. Karena didasarkan pada gagasan
monteisme (tauhid) yang tidak hanya bermakna individual personal
tetapi juga sosial, tidak hanya berdimensi transendental tapi juga
profan. Ide inilah mengimplikaskan prinsip kemerdekaan manusia
yang berarti juga adanya prinsip kesetaraan manusia secara
universal. Semua manusia dimanapun dan kapanpun, tanpa
memandang etnis, bangsa, warna kulit, jenis kelamin, bahasa,

28
kekuasaan, adalah sama dan setara di hadapan Tuhan. Nilai
kesetaraan sosial ini kemudian diperkuat dengan hadirnya surah
an-Nisa‟ yang berbicara tentang pemihakan Islam terhadap kaum
perempuan yang selama ini di margialkan dalam tradisi Arab pra-
Islam. Hal ini bisa dilihat dengan hadirnya hukum warisan yang
memberikan bagian bagi perempuan. Ketika dalam tradisi pra-
Islam, perempuan justru menjadi bagian dari harta suami yang bisa
di wariskan kepada anak atau saudaranya, Islam justru
memperlakukan perempuan sebagai manusia dan anggota
masyarakat yang memiliki kedudukan sama dalam perolehan
warisan. Akibatnya sekolah adalah tempat untuk mendapatkan
ijazah, karena ijazah adalah syarat utama untuk mendapatkan
pekerjaan. Hal ini berimplikasi pada sikap dan prilaku baik
masyarakat maupun peserta didik yang rela melakukan apa saja
demi mendapatkan ijazah. Tradisi menyontek, plagiat, menyuap,
membayar ijazah, membayar skripsi, dll lahir dari paradigma
materialism ini.
5. Dalam sebuah Pendidikan, Inovasi pendidikan memerlukan sebuah
konsep, tujuan dan prinsip yang jelas. Sehingga, akan berimplikasi
baik terhadap pembelajaran pendidikan agama islam. Dalam
konsep bahwa terbentuknya inovasi pendidikan, terdorong dari
sebuah kondisi yang mengharuskan inovasi harus muncul. Namun
tetap menjaga dan menguatkan, tujuan dan prinsip pendidikan. Jika
hal ini terlaksana dengan baik dan benar maka, bentuk implikasi
dari inovasi pendidikan terhadap pendidikan agama islam melalui
model pembelajaran konstektual dengan metode pembiasaan akan
mampu melaksanakan amar makruf nahi mungkar dengan tujuan
mencapai akhlaq mahmudah.
6. Dalam paradigma pendidikan demokrasi merekomendasikan sistem
penyelenggaraan pendidikan dengan melibatkan partisipasi sosial
yang meliputi pendidik, tenaga kependidikan, pemerintah, dan
masyarakat secara bersama-sama untuk memperbaiki sistem

29
pendidikan nasional. Selain itu demokratisasi pendidikan adalah
pengembangan berkelanjutan dari reformasi pendidikan yang
sudah lama digulirkan di Indonesia, Kedua, pendidikan Islam
merupakan proses sosialisasi dan internalisasi nilai-nilai ajaran
Islam yang bersumber pada Alquran dan Hadis untuk
diaktualisasikan melalui proses pembelajaran. Pelaksanaan
pendidikan Islam akan mencapai hasil yang maksimal apabila
dilakukan dengan mempertimbangkan materi, metode, dan media
yang tepat, dan Ketiga, tantangan global dalam pendidikan sudah
menjadi sunnatullah yang tidak mungkin bisa dihindari, dengan
demikian peran lembaga pendidikan adalah mempersiapkan
Sumber Daya Manusia yang handa untuk dapat bersaing secara
profesional. Keempat, inovasi pendidikan perlu dilaksanakan
secara serius dan berkelanjutan untuk menjawab berbagai
tantangan globalisasi.
B. Saran

Pendidikan penting bagi siapa saja bukan hanya anak-anak


namun semua orang juga membutuhkan pendidikan. Pendidikan bisa
didapatkan di bangku sekolah maupun di organisasi pendidikan non
formal lainnya. Apapun pendidikan yang ditempuh pada dasarnya
merupakan upaya untuk meningkatkan pengetahuan seseorang dari
tidak tahu menjadi tahu dan mengerti. Mutu pendidikan sangat
tergantung dari program pendidikan yang dilaksanakan. Bukan hanya
itu pendidikan bermutu bisa didapatkan bila tenaga pengajar benar-
benar bisa melaksanakan program pendidikan dengan baik. Agar
Negara kita tidak kalah dengan Negara tetangga tentu saja pemerintah
harus meningkatkan mutu pendidikan yang ada. Pendidikan di
Indonesia masih tergolong menengah kebawah karena sistem dan
sarana yang kurang memadai.

Mutu pendidikan yang baik akan melahirkan generasi muda yang


baik pula. Bila generasi muda memiliki pendidikan yang baik mereka
bisa membangun negara dengan baik pula dan tidak ketinggalan

30
zaman. Pendidikan sangat diperlukan untuk kemajuan suatu bangsa.
Bila bangsa kita memiliki mutu pendidikan yang baik, perekonomian
dan segala aspek pemerintahan bisa dijalankan dengan baik pula
namun bila generasi penerus pendidikannya kurang Negara kita bisa
dijajah lagi oleh bangsa lain. Pendidikan di Indonesia bisa ditempuh
dengan tiga cara yaitu pendidikan formal, nonformal maupun informal.
Pendidikan formal mencakup pendidikan dasar, menengah dan
pendidikan tinggi. Pendidikan formal bisa di dapatkan di sekolah yang
sudah dibangun oleh pemerintah. Pendidikan Tinggi adalah jalur
pendidikan lanjutan dari sekolah menengah ke perguruan tinggi.
Pendidikan tinggi ini sangat penting untuk mematangkan ilmu yang
didapat sebelumnya.

Jadi Di sinilah pemerintah harus memperbaiki mutu pendidikannya


yang terdiri dari efektivitas, efisien, serta standarisasi pengajaran di setiap
sekolah, oleh karena itu menomorsatukan pendidikan merupakan kebijakan
yang harus ditingkatkan, dan jika suatu negara memiliki sumber daya
manusia yang berkualitas negara tersebut akan maju.

31
DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman Mas‟ud, Pengantar dalam Tobroni, Pendidikan Islam:


Paradigma Teologis, Filosofis dan Spiritualitas Malang: UMM Press,
2008.
Agus Zainul Fitri, “Desain Kurikulum Pondok Pesantern Modern Unggulan:
Upaya Meminimalisasi Indusrtialisasi dan Kapitalisasi Pendidikan”
dalam Wahidul Anam dan Syaifullah, Implementasi Pendidikan
Lash, Scott dan Mike Featherstone (ed). 2002. Recognition and
Difference: Politics, Identity, Multiculture. London: Sage
Publication.hlm.
Parsudi Suparlan, “Menuju Masyarakat Indonesia yang Multikultural,”
Makalah. Disampaikan pada Simposium Internasional Bali ke-3,
Jurnal Antropologi Indonesia, Denpasar Bali, 16-21 Juli 2002, hlm. 1.
Peters, Michael A. 2011. Cognitive Capitalism, Education, and Digital
Labor
Suparlan, Parsudi. 2002. “Menuju Masyarakat Indonesia yang
Multikultural”,
Toto Suharto, ―Konsep dasar pendidikan berbasis masyarakat,‖ Jurnal
Cakrawala Pendidikan, no. 3 (2005).
UU No.20/ tahun 2003 pasal 4:1 dan 2
Will, Kymlicka, “Mitsunderstanding Nationalism” dalam Theorizing
Nationalism, ed. R. Beiner, (Albany: State University of New York,
1999),.
Zamroni, Pendidikan untuk demokrasi: tantangan menuju civil society
(Bigraf Pub., 2001).

32

Anda mungkin juga menyukai