Anda di halaman 1dari 3

Nama : Difa Asyifia Alfani

NPM : 044118422

Kelas : Humas-2 Semester 4

TUGAS KOMUNIKASI POLITIK

ANALISIS KOMUNIKATOR POLITIK TERKAIT KESALAHAN MENGGUNAKAN


BAHASA POLITIK

Bahasa politik atau politisasi bahasa adalah rekayasa menggunakan bahasa, memberlakukan
atran bahasa, dan memaksa pemaknaan bahasa. Bahasa dengan demikian, bermaknakan sesuai
dengan konteks politik penguasa (Alwasilah, 1994). Politisasi bahasa memang sudah menjadi
karakter dari penggunaan bahasa kekuasaan Orde Baru.

Komunikator Politik merupakan orang yang menyampaikan pesan poltik kepada masyarakat.
Dalam menyampaikan pesan politik tentu diwajibkan menggunakan bahasa politik yang benar
agar tidak terjadi kesalahpahaman oleh masyarakat sebagai pendengarnya. Namun sekarang ini
sudah banyak pernyataan komunikator politik dalam menyampaikan pesan politiknya
menggunakan bahasa politik yang kontroversional sehingga banyak diperbincangkan oleh
pengamat politik. Salah satu kasus kesalahan menggunakan bahasa politik yang disampaikan
komunikator politik yaitu pada pidato Prabowo Subianto selaku Capres nomor urut 02 di pilpres
2019. Beliau berpidato dalam acara Konferensi Nasional Partai Gerindra di Sentul International
Convention Center yang dalam isi pidatonya menyebutkan "Karena itu kita tidak bisa kalah.
Kita tidak boleh kalah. Kalau kita kalah, negara ini bisa punah,"

Sumber : https://www.youtube.com/watch?v=KISo39j4U94
Ketua Umum Partai Gerindra ini mengatakan Indonesia akan punah jika ia dan Sandiaga
Uno kalah dalam Pemilihan Presiden atau Pilpres 2019. Pidato ini menjadi penting dan mendapat
beragam tanggapan publik. Bahasa politik yang digunakan pada pernyataan itu dianggap
kontroversial. Menurut Prabowo, "kepunahan Indonesia" karena sistem yang di dalam negara
Indonesia sekarang merupakan sistem yang keliru atau salah. Agar tidak punah, maka hanya
Prabowo dan Sandi lah yang bisa menyelamatkan Indonesia dari kepunahan tersebut.

Banyak tokoh politik yang mengkritik dan memberi tanggapan seperti ketua MUI Ma’ruf Amin
selaku calon wakil presiden nomor urut 01 ia menanggapi pidato bahwa Ma'ruf optimistis bisa
mematahkan pernyataan itu bersama Jokowi. Bahkan Ketua MUI itu menyindir pernyataan
Prabowo."Saya kira Indonesia tidak akan punah. Memang anu, apa namanya, hewan purba? Saya
kira Indonesia ke depan makin kuat," kata Ma'ruf. Ia menanggapi bahasa politik yang dipakai
Prabowo yakni Indonesia akan punah itu memangnya hewan purba. Ketua Umum PPP
Romahurmuziy juga mengatakan pidato Prabowo tersebut sebagai semprotan kebohongan ala
Presiden Amerika Serikat Donald Trump. "Ini kan lagu lama. Saya selalu menyampaikan,
strategi yang dilakukan Prabowo - Sandiaga diadopsi dari Donald Trump, saya istilahkan
semprotan kebohongan atau firehose of the falsehood," ujar Rommy.

Sebagai calon presiden dalam berkampanye, Prabowo harus berkaca dan belajar merenung lebih
dalam dan dewasa tentang sebuah negara yang kompleks. Saat para elite membentuk Indonesia
dan kemudian menjalankannya dengan segala dinamikanya sehingga bisa eksis diantara bangsa
dan negara di dunia. Saat itu, tidak ada Prabowo dan Sandi yang kini menjadi Calon Presiden
Republik Indonesia. Lalu, apakah harus punah hanya karena Prabowo-Sandi tidak menjadi
presiden RI, Presiden hanyalah bagian dari sebuah sistem. Dalam Trias Politica, posisi presiden
bagian dari sistem eksekutif yang setara dengan legislatif dan yudikatif. Oleh Prabowo, dua
sistem itu tidak ada apa-apanya kalau dia tidak jadi presiden. Untuk itu, dia akan mengatur kerja
yudikatif dan legislatif karena kalau tidak maka Indonesia akan punah. Prabowo sepertinya
terobsesi ingin menjadi pemimpin. Kalau dilihat dari isi pidato Prabowo, hal tersebut bukan tidak
mungkin dilakukan karena kalau tidak maka Indonesia akan punah. Dan obsesi seperti itu sangat
disayangkan dari seorang calon presiden, dan menakutkan bagi rakyat yang akan dipimpinnya.

Berdasarkan teori hegemoni yang dipakai untuk membedah bahasa politik, bahasa yang dipakai
Prabowo yakni jika ia kalah maka negara Indonesia akan punah menunjukan adanya kelas
dominan yang mengarahkan tidak hanya mengatur masyarakat melalui pemaksaan
kepemimpinan moral dan intelektual. Hegemoni diatur oleh mereka yang oleh Gramsci disebut
“intelektual organic”. Mereka disini adalah Prabowo selaku tokoh moral dan intelektual yang
secara dominan menentukan arah konflik, politik, dan wacana yang berkembang di masyarakat.
Prabowo menyampaikan pidato seperti itu untuk melanggengkan kekuasaan atas kelompok yang
lemah. Dominasi “intelektual organik” diwujudkan melalui rekayasa bahasa sebagai sebuah
kekuasaan. Kebijakan Prabowo dalam bahasa "Karena itu kita tidak bisa kalah. Kita tidak boleh
kalah. Kalau kita kalah, negara ini bisa punah” telah menghegemoni masyarakat untuk senantiasa
menerima berbagai keputusan, yang merugikan sekalipun. Kata-kata ini menjadi sangat sakti
ketika berubah wujud menjadi opini public. Prabowo menggunakan bahasa sebagai alat untuk
mempengaruhi khalayak.

Anda mungkin juga menyukai