Anda di halaman 1dari 4

UAS Condition Monitoring & Condition Based Maintenance

Nama : Sean Chen Gyarino

NRP : 04211740000002

1. Jelaskan prosedur pelaksanaan Condition Monitoring untuk Main Engine, dalam hal ini :
Vibration monitoring dan Thermal condition.
2. Berdasarkan database monitoring, bagaimana anda membuat prosedur pemeliharaan?
Tolong jelaskan menggunakan metodologi pemeliharaan.
3. Bagaimana pendapat Anda dan rencana Anda jika mendapatkan pekerjaan di bagian
maintenance?
4. Jelaskan tentang prinsip perawatan di kamar mesin kapal menggunakan bathtub curve

Jawab
1. Proses condition monitoring di kapal dapat diterapkan pada banyak peralatan, salah
satunya adalah main engine. Pada main engine kita dapat melakukan condition
monitoring dengan memperhatikan kondisi dari temperature pada sistem bahan bakar
yang digunakan main engine. Thermal analysis pada sistem bahan bakar dapat dilakukan
dengan bantuan temperature indicator, dimana dengan bantuan indikator tersebut, main
engine yang dioperasikan dapat terhindar dari temperature bahan bakar yang tidak sesuai
ketentuan (overheat/underheat) yang dapat menyebabkan berkurangnya efektifitas dari
penggunaan bahan bakar hingga kerusakan pada mesin.
Selain itu, kita juga dapat memantau kondisi main engine dari segi getaran yang terjadi.
Hal tersebut dilakukan dengan peralatan seperti tranduser dan FFT (Fast Fourier
Transform) Analyzer. Dengan diketahuinya level getaran yang terjadi pada mesin, kita
dapat mendeteksi kondisi mesin jika mesin tersebut beroperasi tidak sebagaimana
mestinya. Permasalahan yang dapat diidentifikasi dari vibration analysis dari main engine
tersebut seperti unbalance, misalignment, mechanical looseness, dan lain sebagainya.

Ilustrasi data vibrasi yang ditransformasikan oleh FFT

Dengan adanya condition monitoring tersebut kita juga dapat merencanakan perbaikan
maupun overhaul pada main engine selama downtime dengan berdasarkan hasil analisis
kondisi mesin yang ada, yang mana dapat menurunkan biaya perawatan serta
menurunkan keseluruhan biaya operasi yang digunakan.

2. Dari data hasil dari monitoring yang didapatkan, langkah berikutnya adalah penentuan
tindakan atau action terhadap kondisi yang akan dirawat atau diperbaiki. Tindakan
tersebut dapat disusun dengan berbagai metode, salah satunya adalah FMEA.
FMEA (Failure Mode and Effect Analysis) adalah analisa yang dilakukan untuk menemukan
penyebab kegagalan suatu komponen, beserta dengan efek lanjutan yang dihasilkan.
Dengan metode FMEA ini, kita dapat menganalisa langkah-langkah perawatan yang perlu
dilakukan ketika suatu komponen atau suatu proses yang dilakukan mengalami kegagalan.
Selain itu, kita juga dapat mengambil langkah-langkah perawatan tersebut sesuai dengan
kebutuhan dan prioritasnya, berdasarkan risk priority number (RPN), dimana RPN
merupakan hasil perhitungan dari beberapa aspek yang perlu dipertimbangkan, yaitu
Severity, Occurrence, dan Detection, dengan penjelasan sebagai berikut :

• Severity = Pentingnya pengaruh item tersebut pada suatu plant


• Occurrence = Frekuensi terjadinya kegalalan pada equipment berupa
failure mode (jika memungkinkan, dapatkan data dari masa lalu)
• Detection = Kemampuan suatu failure mode untuk dapat dideteksi
dengan skema control yang sudah ada.
Setelah kita menentukan nilai dari aspek-aspek diatas, maka kita akan mendapatkan
RPN (Risk Priority Number) dengan persamaan sebagai berikut:
Severity x Occurrence x Detection = RPN
Berikut ini adalah prosedur dari FMEA:
• Pada setiap input proses (dimulai dengan input bernilai tinggi), tentukan
failure mode dari setiap input
• Untuk setiap failure mode, tentukan efeknya (severity level)
• Identifikasi penyebab potensial dari setiap failure mode (occurrence
level)
• Buat daftar kontrol yang ada saat ini untuk setiap failure mode (detection
level)
• Hitung Risk Priority Number (RPN)
• Menentukan tindakan yang akan direkomendasikan, menetapkan orang
yang akan bertanggung jawab atas tindakan tersebut, dan mengeksekusi
tindakan tesebut. Jangan lupa untuk menentukan deadline tanggal,
kapan tindakan ini harus mulai/selesai dilakukan.
• Setelah tindakan dilakukan, hitung ulang nilai occurence dan detection.
Dalam banyak kasus, nilai severity tidak perlu diubah kecuali jika kita
memutuskan bahwa hal tersebut bukanlah isu yang penting.
Template dari FMEA

3. Tentunya hal mendasar yang harus dipahami terlebih dahulu adalah memahami dengan
baik keseluruhan asset yang dimiliki serta bagaimana asset tersebut bekerja. Dengan
pengetahuan yang baik tentang asset tersebut, selanjutnya kita dapat melakukan analisis
biaya terkait berjalannya siklus hidup dari asset yang kita miliki, dimana kita dapat
mengetahui manfaat dari keuntungan menghindari failure/downtime.
Selanjutnya, kita dapat melakukan analisis risiko/FMEA (failure mode & effect analysis)
dari keseluruhan asset, yaitu dengan mengidentifikasi kegagalan apa saja yang dapat
terjadi pada asset, menilai frekuensi dan konsekuensi kegagalan tersebut, dan
mengetahui bagian-bagian penting dari asset yang perlu diprioritaskan keandalannya.
Selanjutnya, kita dapat menyusun strategi pemeliharaan berdasarkan data kegagalan
yang ada. Selain itu, kita juga perlu melakukan monitoring terhadap asset, untuk
mendeteksi kegagalan yang dapat muncul. Monitoring yang baik merupakan monitoring
yang dilakukan berdasarkan parameter terbaik/terpenting berdasarkan tren dari karakter
failure yang terjadi. Jika dirasa data monitoring yang didapatkan cukup baik dan dapat
dianalisis dengan baik, maka selanjutnya dapat dilakukan pembuatan strategi
pemeliharaan berdasarkan hasil analisis data monitoring tersebut. Setelah berjalannya
strategi pemeliharaan berdasarkan hasil analisis kondisi monitoring tersebut, perlu
dilakukan penilaian apakah strategi yang dilakukan sudah cukup efektif apa belum. Hal ini
dapat dilihat dari tingkat failure rate, MTTF, MTBF, serta downtime yang ada. Bila
diperlukan, dapat dilakukan perubahan strategi pemeliharan, maupun teknologi yang
digunakan untuk melakukan monitoring. Peninjauan kembali dari strategi yang dilakukan
sangat penting, agar keandalan dari asset yang dimiliki tetap memuaskan.

4. Bathub curve terbagi menjadi 3 fase, yaitu fase burn-in period, fase useful life/normal life
dan fase aging/wear-out.
Fase Karakteristik Penyebab Maintenance
Fase I Tingkat • Cacat dari • Acceptance test
(Burn-in kegagalan manufaktur (biasa (biasa dilakukan pada
period) menurun terjadi pada sensor- peralatan dengan
secara sensor) standar monitor
bertahap • Desain yang tidak keamanan tinggi
seiring waktu memadai seperti generator)
• Komponen yang • Kontrol kualitas
rusak (seperti Class,
• Kualitas buruk maupun owner
(biasa terjadi pada surveyor)
hasil pengelasan) • Analisis kesalahan
• Kondisi diluar
standar (biasa
terjadi pada hasil
pengelasan)
Fase II Tingkat • Perawatan yang • Desain ulang
(Useful kegagalan tidak sesuai komponen
life) cenderung • Beban lebih tinggi • Sistem redundan
konstan dari yang (seperti pada pompa)
diharapkan • Tinjauan teknis proses
(mungkin terjadi dan operasi
pada busbar)
• Peristiwa tak
terduga atau
penyebab
kegagalan yang
tidak disengaja
Fase III Tingkat • Kelelahan • Tugas Proaktif.
(Wear- kegagalan • Korosi (pada pipa) • Penggantian
out) meningkat • Penuaan komponen yang
dikarenakan • Gesekan (pada direncanakan (pada
umur asset mesin/peralatan mesin seperti bearing)
lain yang berotasi)

Anda mungkin juga menyukai