Firmanmaulana 171027 Viii A Sistem Politik Indonesia
Firmanmaulana 171027 Viii A Sistem Politik Indonesia
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NUSANTARA
KPK dipimpin oleh Pimpinan KPK yang terdiri atas lima orang, seorang ketua merangkap
anggota dan empat orang wakil ketua merangkap anggota. Pimpinan KPK memegang jabatan
selama empat tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk sekali masa jabatan. Dalam
pengambilan keputusan, pimpinan KPK bersifat kolektif kolegial.[1] Ketua KPK saat ini
adalah Firli Bahuri yang menjabat sejak 20 Desember 2019.
Upaya pemberantasan korupsi sudah dilakukan sejak lama dengan menggunakan berbagai
cara. Sanksi terhadap pelaku korupsi sudah diperberat, namun hampir setiap hari kita masih
membaca atau mendengar adanya berita mengenai korupsi. Berita mengenai operasi tangkap
tangan (OTT) terhadap pelaku korupsi masih sering terjadi.
Korupsi seolah telah menjadi warisan budaya yang sengaja dilestarikan oleh oknum-oknum tak
bertanggungjawab. Jika korupsi dalam suatu masyarakat telah merajalela dan menjadi makanan
masyarakat setiap hari, maka akibatnya akan menjadikan masyarakat tersebut sebagai masyarakat
yang kacau, tidak ada sistem sosial yang dapat berlaku dengan baik.
Kini, revisi UU KPK dipandang sebagai bentuk melemahkan dan menghilangkan
independensi KPK sehingga banyak masyarakat menolak revisi UU KPK tersebut. Dalam hal ini
masyarakat harus melihat dengan jernih bahwa sebenarnya revisi UU KPK diperlukan, hanya saja
21122020
PANITIA UJIAN AKHIR SEMESTER
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NUSANTARA
saat ini persoalannya adalah substansi dalam revisi UU KPK berpotensi melemahkan KPK dalam
pemberantasan korupsi, termasuk dengan mencabut independensi.
Wacana Revisi UU KPK telah dimulai tahun 2010 dan komisi II berencana memasukannya dalam
Program Legislasi Nasional Prioritas pada Januari 2011. Adapun substansi UU KPK yang
berencana direvisi pada 2011 antara lain adalah kewenangan penyadapan, kewenangan KPK
mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3), kewenangan KPK mengangkat
penyelidik dan penyidik mandiri, serta kewenangan melakukan penyitaan dan penggeledahan.
Rencana Revisi UU KPK ini akhirnya berhenti pada sekitar 16 Oktober 2012 DPR RI
menghentikan rencana pembahasan Revisi UU KPK setelah pada bulan yang sama, Presiden
Susilo Bambang Yudhoyono menolak Revisi UU KPK.
Terdapat banyak pasal yang tidak disetujui dalam Undang-Undang yang baru tersebut.
Yang dianggap akan melemahkan KPK karena mengurangi sejumlah kewenangan yang
sebelumnya dimiliki KPK berdasarkan UU No.30 Tahun 2002. Selain itu, dalam UU KPK yang
baru juga menyebutkan untuk mengalihkan status pegawai KPK menjadi Aparatur Sipil Negara.
Sebagaimana dalam Pasal 69 C bahwa “Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi yang belum
berstatus sebagai pegawai aparatur sipil negara dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun
terhitung sejak Undang-Undang ini mulai berlaku dapat diangkat menjadi pegawai aparatur sipil
negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”.
Namun pada pelaksannaanya tes ini menimbulkan berbagai permasalahan seiring dengan
adanya 75 pegawai KPK yang tidak lulus dalam tes wawasan kebangsaan yang dilakukan oleh
BKN. Badan Kepegawaian Negara (BKN) coba memberikan penjelasan mengenai pelaksanaan
asesmen Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) dalam rangka pengalihan pegawai Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN). Seperti diketahui, sebanyak
75 pegawai KPK dinyatakan Tidak Memenuhi Syarat (TMS) menjadi ASN setelah melalui tes
tersebut.
Melihat peristiwa ini, penulis menyimpulkan bahwa budaya politik yang berkembang
akibat permasalah Ini menjadikan masyarakat sebagai pelaksana budaya politik campuran. Dimana
sebagian masyarakat memiliki budaya politik parokial, dan sebagian memegang budaya politik
partisifan. Hal ini dapat dilihat dari tindakan-tindakan masyarakat dalam menanggapi peristiwa
ini, yang mana sebagian masyarakat memiliki kesadaran akan terjadinya kejanggalan terhadap
permasalahan ini dan mulai menyuarakan suara nya untuk membela kebenaran dan hak-hak
21122020
PANITIA UJIAN AKHIR SEMESTER
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NUSANTARA
pegawai KPK yang sebenarnya. Sedangkan sebagian masyarakat tidak berminat untuk
mengungkapkan keadilan dalam permasalahan ini.
Daftar Pustaka
https://analisis.kontan.co.id/news/polemik-revisi-undang-undang-kpk
Pengujian Oleh Publik (Public Review) Terhadap Rancangan Undang-Undang Tentang Komisi Tindak
Pidana Korupsi Diterbitkan oleh Indonesia Corruption Watch (ICW), 2016.
Kelompok 2
1. AHMAD MUJAHID 171.077
2. EKA GANETVIANTI 171.045
3. LUKMAN ABDUL 171.167
4. ANHAR DWI R 171.050
5. GUMBIRA AGUNG 171.070
6. FIRMAN MAULANA 171.027
BADAN EKSEKUTIF
A. Pengertian
• Badan eksekutif adalah salah satu cabang pemerintahan yang memiliki kekuasaan dan
bertanggungjawab untuk menerapkan hukum.
• Dalam Buku Dasar - Dasar Ilmu Politik yang ditulis oleh Prof. Miriam Budiardjo,
Menurutnya Badan eksekutif itu biasanya dipegang oleh badan eksekutif.
Contoh paling umum dalam sebuah cabang eksekutif disebut ketua pemerintahan. eksekutif
dapat merujuk kepada administrasi, dalam sistem presiden, atau sebagai pemerintah, dalam
sistem parlementer. Di negara - negara demokratis badan eksekutif biasanya terdiri dari kepala
negara (raja atau presiden), beserta menteri – menterinya.
B. Wewenang Badan Eksekutif
Dalam buku dasar - dasar ilmu politik (2008:296-297) Kekuasaan eksekutif mencakup
beberapa bidang:
- Administratif : Yaitu keakuasaan untuk melaksanakan Undang-Undang dan
peraturan perundang-undangan lainnya.
- Legislatif: yaitu membuat rancangan perundang - undangan dan membimbingnya
dalam badan perwakilan rakyat.
- Keamanan: yaitu kekuasaan yang mengatur polisi dan angkatan bersenjata.
- Yudikatif: memberi grasi, amnesti, dan sebagainya.
- Diplomatik: yaitu kekuaaan untuk menyelenggarakan hubungan diplomatik
dengan negara lain.
Sistem Parlementer dengan Parliementary Executive dalam sistem ini badan eksekutif
dan legislatif satu sama lain. kabinet, sebagai bagian dari badan eksekutif yang
21122020
PANITIA UJIAN AKHIR SEMESTER
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NUSANTARA
Tugas Badan Eksekutif menurut Tafsiran tradisional dalam Trias Politica hanya
melaksanakan kebijakan yang sudah ditetapkan oleh badan legislatif. Akan tetapi zaman
modern telah menimbulkan paradoks bahwa lebih banyak undang-undang yang diterima
oleh badan legislatif yang harus dilaksanakan oleh badan eksekutif. Dalam menjalankan
tugasnya badan eksekutif dibantu oleh tenaga kerja yang ahli serta tersedianya macam-
macam fasilitas dimasing-masing kementerian.
Sebagai kepala negara, presiden dibantu oleh seorang wakil presiden dalam
menjalankan tugasnya serta menteri-menteri yang dipilih langsung oleh presiden.
Keberjalanan sehari-hari sebuah negara dipengaruhi oleh kebijakan presiden serta wakil
dan staff-staffnya. Di beberapa negara lain, presiden hanya berperan sebagai kepala negara
sedangkan kepala pemerintahannya di pegang oleh seorang perdana menteri. Perdana
mentri tersebut ada jika suatu negara menganut sistem Parlementer. Tetapi, Indonesia yang
menganut sistem presidensial tidak menenal seorang perdana mentri.
21122020
PANITIA UJIAN AKHIR SEMESTER
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NUSANTARA
Di Susun Oleh :
Nama : Firman Maulana
NIM : 171.027
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NUSANTARA
2021
21122020
PANITIA UJIAN AKHIR SEMESTER
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NUSANTARA
KATA PENGANTAR
Bismillaahirrahmaanirrohiim,
Puji syukur Kehadirat Allah SWT atas petunjuk, rahmat, dan hidayah-Nya
penyusun dapat menyelesaikan tugas ini tanpa ada halangan apapun sesuai dengan
waktu yang telah di tentukan.
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas pada mata kuliah Sistem Politik
Indonesia, penyusun sadar bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna oleh karena
itu kritik dan saran sangat membantu dalam meningkatkan kualitas makalah yang
akan dibuat penyusun pada kesempatan berikutnya.
Semoga makalah ini dapat bermafaat bagi penulis khususnya untuk pembaca.
21122020
PANITIA UJIAN AKHIR SEMESTER
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NUSANTARA
DAFTAR ISI
C. Tujuan.................................................................................................................9
21122020
PANITIA UJIAN AKHIR SEMESTER
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NUSANTARA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setiap masyarakat memiliki kecenderungan untuk menanamkan norma dan nilai-
nilai kepada anggotanya, termasuk dalam bidang politik. Dari proses penanaman
tersebut, anggota masyarakat akan berusaha mempelajari tentang bagaimana sistem
politik seharusnya bekerja serta apa yang harus dilakukan pemerintah untuk rakyatnya.
Dalam kurun waktu yang relatif panjang, sikap-sikap politik yang dipelajari oleh
anggota masyarakat tersebut akan membentuk suatu budaya tertentu, yaitu budaya
politik.
Pada dasarnya, budaya politik merupakan nilai-nilai pengetahuan, adat istiadat, dan
norma-norma yang dianut bersama dan melandasi pandangan hidup warga masyarakat
suatu negara.
Budaya politik lebih fokus terhadap aspek-aspek non perilaku aktual, seperti
pandangan, sikap, nilai, dan kepercayaan. Dengan demikian, budaya politik merupakan
dimensi psikologis dari sebuah sistem politik yang mempunyai peranan penting bagi
keberlangsungan suatu sistem politik. Budaya politik memang tidak bisa lepas dari
sistem politik. Sebab hal yang diorientasikan dalam budaya politik adalah sistem
politik. Berarti, setiap berbicara tentang budaya politik, maka tidak akan jauh-jauh dari
pembicaraan sistem politik yang mencakup komponen-komponen struktur politik,
fungsi-fungsi sistem politik, atau gabungan antara struktur dan fungsi politik.
Tipe-tipe budaya politik Dalam buku Mengenal Ilmu Politik (2015) karya Ikhsan
Darmawan, dijelaskan beberapa tipe budaya politik, yaitu: Budaya politik parokial
Budaya politik parokial merupakan tipe budaya politik yang terbatas pada lingkup kecil
yang bersifat kedaerahan. Budaya politik ini memperlihatkan tingkat partisipasi politik
masyarakatnya sangat rendah yang diakibatkan oleh faktor kognitif (tingkat pendidikan
rendah). Budaya politik tipe ini juga memperlihatkan bahwa masyarakatnya tidak
memiliki minat maupun kemampuan untuk berpartisipasi dalam politik. Budaya politik
tipe ini terlihat jelas pada kelompok masyarakat tradisional. Budaya politik subyek
Budaya politik subyek merupakan tipe budaya politik di mana anggota masyarakat
tidak mempunyai perhatian dan kesadaran besar terhadap keseluruhan sistem politik
yang ada. Dalam budaya politik tipe ini, perhatian yang lebih besar ditunjukkan pada
hasil dari sistem politik yang bersangkutan. Sementara dalam hal partisipasi dan
keterlibat dalam sistem politik, bisa dibilang sangat kecil.
Kekuatan subyek politik dalam tipe ini sangat kecil dalam hal memengaruhi dan
mengubah sistem politik yang ada. Dengan demikian, posisi subyek politik dalam tipe
ini hanya menunggu kebijakan yang dihasilkan oleh para pembuat kebijakan. Budaya
21122020
PANITIA UJIAN AKHIR SEMESTER
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NUSANTARA
politik partisipan Budaya politik partisipan merupakan tipe budaya politik di mana
anggota masyarakat menyadari hak dan kewajibannya sebagai warga negara. Dalam
tipe ini, anggota masyarakat berperan aktif dalam proses politik serta dapat
memengaruhi sebuah kebijakan politik yang akan dibuat oleh pemegang kekuasaan.
Budaya politik tipe partisipan merupakan tempat yang ideal bagi tumbuh suburnya
demokrasi. Hal ini dikarenakan adanya harmonisasi hubungan warga negara dengan
pemerintah. Harmonisasi hubungan tersebut terlihat dari partisipasi aktif warga negara
dalam proses politik.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan budaya politik?
2. Apa saja tipe-tipe budaya politik?
3. Apa yang dimaksud sosialisasi budaya politik?
4. Apa yang dimaksud peran serta budaya politik partisipan?
C. Tujuan
1. Mampu dan paham dalam menjelaskan tentang budaya politik.
2. Untuk mengetahui perkembangan budaya politik di Indonesia
21122020
PANITIA UJIAN AKHIR SEMESTER
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NUSANTARA
BAB II
PEMBAHASAN
21122020
PANITIA UJIAN AKHIR SEMESTER
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NUSANTARA
Secara garis besar, budaya politik dibagi menjadi tiga tipe, yakni budaya politik
parokial atau parochial political culture, budaya politik kaula atau subject political
culture, dan budaya politik partisipan atau participant political culture.
Budaya politik partisipan
Budaya politik partisipan adalah budaya politik yang memegang prinsip bahwa
setiap warga di suatu negara menyadari posisinya sekaligus proporsinya sebagai
bagian dari sistem politik dan pemerintahan. Kesadaran yang dimiliki ini kemudian
berlanjut pada perilaku masyarakatnya yang aktif dalam mengawal, mengontrol dan
mengkritik setiap kebijakan ataupun keputusan politik yang dibuat oleh pemerintah.
Dibandingkan dengan tipe budaya politik lainnya, tipe budaya politik partisipan ini
memiliki tingkat partisipasi yang paling tinggi.
Contoh sederhana yang mencerminkan tipe budaya politik ini misalnya ketika ada
masyarakat yang secara aktif berdiskusi dan memberi kritikan atas kebijakan politik
yang dibuat oleh pemerintah yang tidak sesuai. Budaya politik dengan sistem ini
biasanya ditemukan pada masyarakat urban modern dan demokratis. Budaya politik
partisipan ini juga memiliki ciri-ciri tertentu, yaitu: Adanya partisipasi aktif dari warga
saat pemilu dan pasca pemilu. Adanya kesadaran dari warga negara terhadap hak dan
kewajibannya sebagai warga negara sekaligus melaksanakannya. Warga mempunyai
loyalitas yang kritis atas kebijakan pemerintah.
Budaya Politik Kaula, yakni budaya politik dimana masyarakatnya cenderung lebih
maju di bidang ekonomi maupun sosial. Meskipun masyarakatnya masih relatif pasif,
21122020
PANITIA UJIAN AKHIR SEMESTER
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NUSANTARA
namun sudah mengerti tentang adanya sistem politik serta patuh terhadap undang-
undang dan para aparat pemerintahan.
Orientasi politik pada individu atau masyarakat subyek terhadap objek politik bisa
kita lihat dari bagaimana penyampaianya, bisa saja berupa suatu kebanggaan,
kemudian dukungan atau tidak mendukung terhadap sistem yang ada. Pendapat
Almond dan Verba (1984:21) “budaya politik subyek memiliki frekuensi orientasi
yang tinggi terhadap sistem politik yang diferensiatif dan aspek output dari sistem itu,
tapi frekuensi orientasi terhadap obyek-obyek input secara khusus, dan terhadap
pribadi sebagai partisipan yang aktif, mendekati nol”. Kesadaran akan sistem politik
dalam bagi kaum subyek sangat baik namun keterlibatan mereka dalam sistem itu
sangat rendah. Kaum subyek bisa saja menerima bisa saja menolak sistem politik yang
ada, namuan kesemuanya hanyalah bersifat pasif terhadap sistem tersebut.
Meskipun kaum subyek mengetahui dan memiliki kesadaran akan sistem politik
yang ada, namuan kaum subyek menganggap dirinya tidak memiliki kemampuan
untuk mempengaruhi sistem politik. Kaum subyek ahirnya mengikuti saja keputusan
atau kebijakan-kebijakan yang berlaku dalam sistem politik yang diambil oleh para
pemegang jabatan. Apapun keputusan yang telah diambil dianggap sebagai suatu yang
final dan tidak bisa lagi diubah olehnya. Perkembangan demokrasi akan sulit apabila
berhadapan dengan kaum subyek, karena mereka merupakan masyarakat yang tidak
aktif dalam sistem politik yang ada, meskipun mereka mengetahui akan sistem politik
tersebut.
Menurut Moctar Masoed dan Colin Mc. Andrew, politik Parokial terjadi karena
masyarakat yang tidak mengetahui atau tidak menyadari tentang adanya pemerintahan
dan sistem politik. Almond dan Sidney Verba (1984: 20) mengemukakan “orientasi
parokial menyatakan alpanya harapan-harapan akan perubahan yang komperatif yang
diinisiasikan oleh sistem politik. Kaum parokial tidak mengharapkan apapun dari
sistem politik”. Pada tingkatan parokial partisipasi atau pranan politiknya sangat
21122020
PANITIA UJIAN AKHIR SEMESTER
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NUSANTARA
randah, hal tersebut disebabkan oleh faktor kognitif yang tidak mendukung. Budaya
politik parokial akan terlihat juga pada tahap statisnya harapan harapan individu
terhadap perubahan ke depan dari sistem politik.
Kebudayaan politik parokial, memberi arti bahwa masyarakat lebih cendrung statis
terhadap sistem politik yang ada. Tingkat kepeduliannya terhadap objek sistem politik
tidak menjadi menarik bagi mereka. Minat mereka terhadap sistem politik tidak luas
dan hanya dalam batas-batas tertentu. Keadaan demikian wajar saja terjadi, dan
biasanya terjadi pada masyarakat yang belum terlalu berkembang, dimana
pengetahuannya tentang politik sangat minim.
Maka tidak mengherankan jika budaya politik parokial bersifat kedaerahan. Selain
itu, anggota masyarakatnya juga cenderung tidak tertarik dengan hal politik yang lebih
luas. Menurut Amiruddin Setiawan dalam jurnal yang berjudul Budaya Politik dalam
Komunikasi Politik di Indonesia, tipe budaya politik parokial biasanya terdapat di
Afrika atau masyarakat pedalaman di berbagai negara. Dalam masyarakatnya, tidak
ada peran politik secara khusus. Sehingga tingkat partisipasi politiknya sangat rendah,
jika dibandingkan dengan tipe budaya politik lainnya.
21122020
PANITIA UJIAN AKHIR SEMESTER
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NUSANTARA
21122020
PANITIA UJIAN AKHIR SEMESTER
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NUSANTARA
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berbicara mengenai budaya politik mestinya tidak akan pernah lepas dari tingkah
laku dan pola keluaran sikap masyarakat dalam menanggapi sistem politik. Pengetahun dan
kesadaran sangat diperlukan rangka mengawal sistem politik yang berjalan. Indonesia
merupakan negara multikultural, di mana mutan-muatan suku bangsa sangat beragam, hal
ini akan memberikan sikap politik yang berbeda-beda pula. Adanya perbedaan itulah yang
mendukung bahwa kajian budaya politik diperlukan agar bisa menjadi sasaran petunjuk
dalam merealisasikan kebijakan.
Lajunya perkembangan budaya politik masyarakat hari ini hampir tidak sebanding
dengan tingkat pengetahuan dalam berpolitik, beberapa kajian mengungkapkan perlunya
pendidikan politik dikalangan masyarakat seperti kajian (Jumili Arianto, 2017; Payerli
Pasaribu, 2017) perubahan budaya politik hanya terjadi di daerah perkotaan dan pedesaan
yang telah maju namun tidak untuk daerah terpencil dan peran penting partai politik adalah
untuk memberikan pendidikan politik bagi masyarakat. Masyarakat pedesaan yang kurang
maju pada dasarnya masih memengang erat etika dan budaya yang mereaka bawa secara
turun temurun. Dwi Rianto Jatmiko, dkk (2019) Penelitiannya mengatakan pengaruh
politik masyarakat budaya pada dasarnya membuat budaya politik komunitas masyarakat
lebih beradab. Selanjutnya Claudia Favarato (2019) Mengungkap bahwa pentingnya
agama tradisional dalam budaya politik sebagai pengimbang lajunya arus perkembangan
politik.
Budaya politik masyarakat hari ini di Negara demokrasi tidak akan lepas dengan
politik Pemilu, artinya keterlibatan kolompok-kelompok masyarakat dalam pemilihan
umum juga bisa menjadi suatu bingkai ukuran bagaimana budaya politik masyarakat
disuatu daerah. Nursyirwan Effendi (2014) dalam penelitiannya mengungkapkan
pentingnya memahami kondisi politik Pilkada yang kondusif tidak membangun suasana
konflik dan membangun rasa persaudaraan untuk mencapai pada budaya politik yang khas.
21122020
PANITIA UJIAN AKHIR SEMESTER
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NUSANTARA
DAFTAR PUSTAKA
https://pelayananpublik.id/2020/06/18/pengertian-budaya-politik-ciri-jenis-hingga-contohnya/
http://repository.umy.ac.id/bitstream/handle/123456789/31868/BAB%20II.pdf?sequence=6&isA
llowed=y
https://insanpelajar.com/tipe-budaya-politik-beserta-pengertiannya/
https://guruppkn.com/peran-serta-budaya-politik-partisipan
https://www.gurupendidikan.co.id/sosialisasi-budaya-politik/
21122020