Anda di halaman 1dari 23

SINDROM NEFROTIK

Disusun Oleh :

DIPLOMA KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI


ILMU KESEHATAN AL-IRSYAD AL-ISLAMIYYAH
CILACAP

2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,yang telah melimpahkan
berkatnya kepada kami,sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah
tentang “SINDROM NEFROTIK ”Sebagai manusia biasa, kami menyadari masih banyak
kekurangan dalam penyusunan makalah ini.

Demi kesempurnaan dan peningkatan kualitas makalah ini, kami mohon kritik dan
saran dari berbagai pihak dalam rangka penyempurnaan makalah ini. Untuk itu pada
kesempatan ini, kami mengucapkan banyak terima kasih kepada teman-teman yang telah
membantu kami dalam proses penyelesaian penyusunan makalah ini yang telah memberikan
bimbingan dan pengarahan pada kami guna terselesainya makalah ini, dengan tidak
mengurangi rasa hormat yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu.

Akhirnya kami berharap semoga makalah ini dapat berguna dan membantu kami dalam
melaksanakan kuliah nanti.
DAFTAR ISI

SINDROM NEFROTIK........................................................................................................................1
KATA PENGANTAR...........................................................................................................................2
DAFTAR ISI.........................................................................................................................................3
BAB I....................................................................................................................................................4
PENDAHULUAN.................................................................................................................................4
1.1 Latar belakang.......................................................................................................................4
1.2 Rumusan masalah..................................................................................................................4
1.3 Tujuan....................................................................................................................................4
1.4 Manfaat..................................................................................................................................4
BAB II...................................................................................................................................................5
PEMBAHASAN...................................................................................................................................5
2.1 Definisi........................................................................................................................................5
2.2 Etiologi........................................................................................................................................5
2.3 Klasifikasi....................................................................................................................................5
2.4 Patofisiologi.................................................................................................................................5
2.5 Manifestasi klinis.........................................................................................................................5
2.6 Pemeriksaan diagnostic...............................................................................................................5
2.7 Penatalaksanaan...........................................................................................................................5
BAB III..................................................................................................................................................6
ASUHAN KEPERAWATAN...............................................................................................................6
BAB IV.................................................................................................................................................7
PENUTUP.............................................................................................................................................7
3.1 SIMPULAN.................................................................................................................................7
3.2 SARAN.......................................................................................................................................7
DAFTAR
PUSTAKA……………………………………………………………………….....8
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Sindrom nefrotik merupakan salah satu penyakit ginjal yang sering dijumpai
pada masa kanak kanak, menurut kepustakaan di Amerika Serikat dan Eropa, insiden
sindrom nefrotik pada anak berkisar antara 1-3 kasus baru dari setiap 100.00 anak
dibawah 16 tahun setiap tahunnya,dengan prevalensi kumulatif sebesar 16 kasus per
100.000 anak. Di negaraberkembang angka kejadian sindrom nefrotik pada anak lebih
tinggi daripada di negara maju. Di Indonesia Willa Wirya (Jakarta) memastikan
adanya 6 orang anak menderita sindrom nefrotik di antara 100.000 anak yang berusia
dibawah 14 tahun per tahun.
Sindrom nefrotik merupakan penyakit kronis yang ditandai dengan timbulnya
relaps dan remisi. Perjalanan penyakit sindrom nefrotik, 76-93% akan mengalami
relaps, 30% diantaranya akan mengalami relaps sering/frekuen, 10-20% akan
mengalami relaps jarang, sedangkan sisanya akan mengalami dependen steroid
(Wirya, 2002). Perjalanan kasus sindrom nefrotik yang berat dapat menimbulkan
banyak komplikasi, penggunaan kortikosteroid jangka panjang, frekuensi opname
yang meningkat dan gagal ginjal. Perawatan dan pengobatan yang lama, sering di
rumah sakit, dan pikiran tentang masa depan yang tidak jelas merupakan hal-hal yang
memiliki implikasi yang serius bagi kesehatan sehubungan dengan kualitas hidupnya
(Eiser, 1997). Penelitian oleh Selewski (2015) diperoleh data skor kualitas hidup pada
pasien lama, lebih rendah dibandingkan pasien baru, terutama fungsi sosial dan
sekolah.
Kejadian relaps pada sindrom nefrotik semakin meningkat, dengan
kemungkinan relaps setelah serangan pertama sebesar 30-40% (Vogt dan Avner,
2004). Pemberian steroid jangka panjang dapat menimbulkan efek samping seperti
gangguan pertumbuhan, hipertensi, katarak, osteoporosis, moon face dan obesitas
yang menimbulkan kekhawatiran orangtua dan memengaruhi faktor psikologi
orangtua (Leonard dkk, 2004). Menurut penelitian oleh Manti dkk (2013) tentang
fungsi psikososial dan kognitif pasien sindrom nefrotik bahwa terdapat hubungan
positif antara keparahan sindrom nefrotik dengan tingkat gangguan tingkah laku/
emosi dan somatik. Penggunaan steroid yang lama juga berhubungan dengan tingkat
kecemasan dan depresi pada anak.
Penilaian kualitas hidup merupakan suatu konsep yang mencakup karakteristik
fisik dan psikologis secara luas yang menggambarkan kemampuan individu berperan
dalam lingkungannya dan memperoleh kepuasan dari yang dilakukannya. Penilaian
kualitas hidup dipengaruhi oleh keadaan fisik, mental, sosial dan emosional.
Instrumen pengukur kualitas hidup spesifik untuk sindrom nefrotik saat ini belum
dikembangkan, sehingga dipilih instrumen generik yaitu Pediatric Quality of Life
Inventory (PedsQLTM). Instrumen tersebut dipilih berdasarkan usia penderita yang
akan diteliti, keandalan, kesahihan dan kepraktisannya. Keandalan instrumen ini
ditunjukkan dengan konsistensi internal yang baik, koefisien alpha pada berbagai
survei berkisar antara 0,70-0,92. Kesahihannya ditunjukkan pada analisis tingkat
bidang maupun tingkat pertanyaan yang memberikan penurunan nilai sehubungan
dengan adanya penyakit dan pengelolaan, tidak hanya mewakili penyakit kronis saja.
Penilaian sangat mudah dan hanya memakan waktu kurang dari 5 menit,
dengan rasio hanya sekitar 0,01%. Penilaian kualitas hidup pada pelayanan kesehatan
anak dapat menfasilitasi komunikasi dokter-pasien, meningkatkan kepuasan
pasien/orangtuanya, mengidentifikasi morbiditas dan membantu pengambilan
keputusan klinis, misalnya merujuk pasien pada dokter psikiater atau profesi lain
sesuai dengan hasil penilaian. (Varni dkk, 2005).

1.2 Rumusan masalah


1. Bagaimana studi literature/pembahasan Sindrom nefrotik ?
a. Definisi
b. Etiologi
c. Klasifikasi
d. Patofisiologi
e. Manifestasi klinis
f. pemeriksaan diagnostic
g. pentalaksanaan
2. Bagaimana Asuhan keperawatan tentag penyakit Sindrom Nefrotik ?
1.3 Tujuan
1. Tujuan umum
Mengetahui dan menganalisa asuhan keperawatan pada pasien dengan
diagnose sinndrom nefrotik
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui apa itu sindrom nefrotik
b. Mengetahui patofisiologi ? literature tentang sindrom nefrotik
1.4 Manfaat
Menilai/mengevaluasi sejauh mana pemahaman mahasiswa dalam memahami
ilmu yang telah diberikan dan sebagai referensi untuk penelitian terutaa yang
berkaitan dengan asuhan keperawatan.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi
Sindrom nefrotik (SN) merupakan keadaan klinis yang disebabkan oleh peningkatan
permeabilitas glomerulus terhadap protein plasma yang menimbulkan proteinuria masif
(≥ 3,5 g per 24 jam), hipoalbuminemia (≤ 3,0 g/dL), edema, serta dyslipidemia, sindrom
nefrotik ini juga ditandai dengan terdapat hematuria, hiepertensi, penurunan fungsi ginjal
(Soemyarso,2014).
Sindrom nefrotik terbagi menjadi primer atau idiopatik dan sekunder. Sindrom
nefrotik sekunder dapat disebabkan oleh penyakit metabolik, imunologi, neoplasma,
infeksi, penggunaan obat-obatan, alergi, atau kelainan genetik.
Dapat disimpulkan Sindrom nefrotik merupakan sekumpulan gejala klinis yang
disebabkan oleh hilangnya permeabilitas glomerulus terhadap protein yang ditandai
dengan 4 gejala khas yaitu proteinuria, hipoalbuminemia, edema, dan hyperlipidemia.

2.2 Etiologi
Etiologi sindrom nefrotik (SN) terbagi menjadi primer atau idiopatik dan
sekunder. Pada anak, etiologi sindrom nefrotik tersering adalah minimal change
nephropathy. Sedangkan pada dewasa, penyebab tersering adalah focal segmental
glomerulosclerosis (FSGS). Keduanya dapat terjadi secara primer atau sekunder.
Penyebab tersering SN pada anak adalah minimal change nephropathy yang dapat
terjadi secara primer atau sekunder karena limfoma Hodgkin. Glomerulonefritis
post infeksi Streptococcus juga dapat memicu SN idiopatik pada anak.
Penyebab tersering SN pada dewasa adalah  focal segmental
glomerulosclerosis (FSGS) yang dapat terjadi primer atau sekunder
akibat HIV, reflux nephropathy, obesitas, atau penyebab kerusakan nefron lain
(misalnya obstruksi ginjal dan glomerulonefritis).
Pada usia tua, membranous nephropathy merupakan penyebab tersering SN.
Mekanisme terjadinya adalah melalui deposisi dan pembentukkan kompleks imun
secara in situ pada podosit atau membran dasar glomerular.
a. Sindrom Nefrotik Primer/bawaan
Diturunkan sebagai resesif autosomal atau karena reaksi
maternofetal.Gejalanya adalah edema pada masa neonatus. Sindrom
nefrotik jenis iniresisten terhadap semua pengobatan. Salah satu cara
yang bisa dilakukanadalah pencangkokan ginjal pada masa neonatus
namun tidak berhasil.Prognosis buruk dan biasanya penderita
meninggal dalam bulan-bulanpertama kehidupannya.
Sebagian besar kasus sindrom nefrotik (SN) disebabkan oleh penyakit
glomerulus primer. Beberapa etiologi penyakit glomerulus primer yang dapat
menyebabkan SN primer, antara lain focal segmental glomerulosclerosis,
membranous glomerular disease, minimal change glomerular
disease, dan membranoproliferative glomerular disease.
b. Sindrom Nefrotik Sekunder
Berbagai macam penyakit sistemik dan penggunaan obat-obatan juga bisa
menjadi penyebab sindrom nefrotik (SN) sekunder. Diabetes
mellitus dan lupus eritematosis sistemik  merupakan penyebab tersering.
Beberapa etiologi SN sekunder adalah :
1) Metabolik : diabetes mellitus, amiloidosis

2) Imunologi : cryoglobulinemia, erythema multiforme, henoch schonlein


purpura, microscopic polyangiitis, polyarteritis nodosa, Sjogren
syndrome, lupus eritematosus sistemik
3) Neoplasma : karsinoma, limfoma, leukemia, melanoma, multiple myeloma
4) Penggunaan obat : heroin, interferon alfa, lithium, dan pamidronate
5) Alergi : antitoksin, sengatan serangga, gigitan ular, poison ivy
6) Genetik : familial focal segmental glomerulosclerosis, Alport syndrome
7) Lainnyainfeksi, preeklampsia, malignant hypertension,
sarcoidosis, Castleman disease, dan chronic allograft nephropathy. [3,8]
Faktor Risiko
Beberapa faktor risiko terjadinya sindrom nefrotik (SN) adalah :

1) Kondisi medis tertentu (diabetes mellitus, lupus eritematosus sistemik,


amiloidosis)
2) Obat (heroin, interferon alfa, lithium, dan pamidronate) Infeksi bakteri, virus,
atau protozoa.

2.3 Klasifikasi
Whaley dan Wong (1999 : 1385) membagi tipe-tipe sindrom nefrotik:

1. Sindrom Nefrotik Lesi Minimal ( MCNS : minimal change nephrotic


syndrome) Kondisi yang sering menyebabkan sindrom nefrotik
pada anak usiasekolah. Anak dengan sindrom nefrotik ini, pada
biopsi ginjalnya terlihathampir normal bila dilihat dengan mikroskop
cahaya.

2. Sindrom Nefrotik Sekunder

Terjadi selama perjalanan penyakit vaskuler seperti lupus


eritematosussistemik, purpura anafilaktik, glomerulonefritis, infeksi
system endokarditis,bakterialis dan neoplasma limfoproliferatif.

3. Sinrom nefrotik kongenital


Factor herediter sindrom nefrotik disebabkan oleh gen resesif autosomal.
Bayi yang terkena sindrom nefrotik , usia gestasinya pendek dan gejala
awalnya adalah edema dan proteinuria.penyakit inni resistenn terhadap
semua pengobatan dan kematiian dapat terjadi pada tahun-tahun pertama
kehidupan bayi jika tidak dilakukandia lysis.
2.4 Patofisiologi
Pada individu yang sehat, dinding kapiler glomerrolusberfungsi sebagai sawar
untuk menyingkirkan protein semoga tidak memasuki ruangan urinarius melalui
diskriminasi ukuran dan muatan listrik(Tisher, 1997, hal 37).
Dengan adanya gangguan pada glomerulus, ukuran dan muatan sawar selektif
sanggup rusak sehingga terjadi peningkatan permeabilitas membran glomerolus.
Proses penyaringan pun menjadi terganggu.molekul protein yang seharusnya bisa
tersaring oleh glomerulus, tidak sanggup tersaring. Sehingga urine mengandung
protein(Tisher, 1997, hal 37).
Sebagian besar protein dalam urine yaitu albumin. Dengan banyaknya albumin
yang keluar bersama urine, menimbulkan kandungan albumin dalam darah
menjadi rendah yang disebut hipoalbuminemia(Mansjoer, 1999, hal 526)
Rangkaian keadaan yang memperlihatkan mulai dari proteinuria hingga
sindrom nefrotik tergantung pada perkembangan dari hipoalbuminemia.
Hipoalbuminemia mengurangi tekanan onkotik plasma, dan kemudian
mengakibat perpindahan cairan intravaskular ke ruang interstitial. Perpindahan
cairan ini akan menjadikan volume cairan intravaskular menurun, sehingga
menurunkan jumlah anutan darah ke ginjal / volume darah efektif
menurun(Soeparman, 1990, hal 286).
Ginjal akan melaksanakan kompensasi dengan merangsang produksi renin -
angiotensin dan sekresi aldosteron yang kemudian menimbulkan retensi natrium
dan air. Kejadian ini menimbulkan edema perifer, anasarka dan asites. Kondisi
hipoalbuminemia juga mensugesti respon imun seseorang.faktor imun Ig G
menurun sehingga penderita nefrotik sindrom lebih peka terhadap semua macam
infeksi(Soeparman, 1990, hal 286).

2.5 Manifestasi klinis


Pada penderita Sindrom Nefrotik, edema merupakan tanda-tanda klinik yang
menonjol. Kadang - kadang mencapai 40 % dari pada berat tubuh dan didapatkan
edema anasarka. Pasien sangat rentan terhadap infeksi sekunder. Selama beberapa
ahad mungkin terdapat hematuria, azotemia dan hipertensi ringan. Terdapat
proteinuria terutama albumin      (85-95%) sebanyak 10 - 15 gram perhari. Selama
edema masih banyak biasanya produksi urin berkurang, berat jenis urin meninggi.
Sedimen sanggup normal atau berupa torak hialin, granula, lipoid; terdapat pula
sel darah putih. Pada fase non nefritis, uji fungsi ginjal tetap normal atau
meninggi. Dengan perubahan yang progresif di glomerulus terdapat penurunan
fungsi ginjal pada fase nefrotik.
Kimia darah memperlihatkan hipoalbuminemia. Kadar globulin normal atau
meninggi sehingga terdapat perbandingan albumin - globulin yang terbalik.
Didapatkan pula hiperkolesterolemia, kadar fibrinogen meninggi sedangkan kadar
ureum normal. Pada keadaan lanjut biasanya terdapat glukosuria tanpa
hiperglikemia(Ngastiyah, 1997, hal 306).
Mansjoer(1999, hal 526) menyatakan bahwa tanda-tanda utama yang ditemukan
pada penderita nefrotik sindrom yaitu :
1) proteinuria > 3,5 g / hari
2) hipoalbuminemia  < 30 g / l
3) edema anasarka
4) hiperlipidemia / hiperkolesterolemia
5) hiperkoagulabilitas, yang akan meningkatkan resiko trombosis vena dan
arteri.
6) hematuria, hipertensi
Pada masalah berat sanggup ditemukan gagal ginjal.

Komplikasi Sindrom Nefrotik :


1. Infeksi (akibat defisiensi respon imun)
2. Tromboembolisme (terutama vena renal)
3. Emboli pulmo
4. Peningkatan terjadinya aterosklerosis
5. Hypovolemia
6. Hilangnya protein dalam urin
7. Dehidrasi 
2.6 Pemeriksaan diagnostic
Pemeriksaan diagnostic pada sindrom nefrotik menurut Benz, Cecily L, 2002 :
1. Uji urin
a. Protein urin : >3,5G/1,73 m luas permukaa tubuh/hari
b. Urinalisa : cast hialin dan granular, hematuria
c. Dipstick urin : positif untuk protei dan darah
d. Berat jenis urin : meningkat (normal;285 mOsmol)
2. Uji Darah
a. Albumin serum : <3gr/dl
b. Kolesterol serum : meningkat
c. Hemoglobin dan hemotokrit : meningkat ( hemokonsentrasi)
d. Laju endap darah (LED) : menigkat
e. Elektrolit serum : bervariasi dengan keadaan penyakit perorangan
f. Bila curiga lupus erimatosus sistemik pemeriksaan dilengkapi dengan
pemeriksaan kadar kompleme 4 (C4), ANA (anti nuclear, anti body)
dan anti-dsDNA.
3. UJI Diagnostik
a. Rontgen dada menunjukan adanya cairan berlebihan
b. USG ginjal dan CT Scan ginjal atau IVP menunjukan pengkisutan
ginjal
c. Biopsi ginjal dapat menunjukan salah satu bentuk glomerulonephritis
kronis atau pembentukan jaringan parut yang tidak spesifik pada
glomeruli

2.7 Penatalaksanaan
Ngastiyah(1997, hal 306) menjelaskan penatalaksanaan penderita Sindrom
Nefrotik yaitu sebagai berikut:
a. Medis 
Pengobatan :
1) Istirahat hingga edema tinggal sedikit.
2) Diet tinggi protein 2-3 gram/kgBB/hari dengan garam minimal kalau
edema masih berat. Bila edema berkurang sanggup diberi garam sedikit.
3) Diuretik
4) Kortikosteroid. Berikan prednison peroral dengan takaran awitan 60
mg/hari/luas permukaan badan(lbp) selama 28 hari. Kemudian dilanjutkan
dengan prednison per oral selama 28 hari dengan takaran 40 mg/hari/lbp,
setiap 3 hari dalam satu ahad dengan takaran maksimum 60 mg/hari.
5) Antibiotik diberikan untuk mencegah infeksi
6) Berikan obat digitalis kalau ada indikasi gagal jantung.

b. Keperawatan
Penderita sindrom nefrotik perlu dirawat di rumah sakit lantaran
memerlukan pengawaan dan pengobatan yang khusus. Masalah pasien yang
perlu diperhatikan yaitu edema anasarka, diet, risiko terjadi komplikasi dan
pengawasan mengenai pengobatan/gangguan rasa kondusif dan nyaman.
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

Dalam pengelolaan kasus, penulis memakai metode proses keperawatan secara


sistematis dan efisien dalam memecahkan duduk kasus keperawatan, mencakup :
1. pengkajian 
Pada pengkajian klien dengan sindrom nefrotik, penulis memakai
format pengkajian konseptual Gordon yang terdiri dari 11 pola. Hal ini
dikarenakan format ini menunjang dan mempermudah dalm memperoleh data
focus.
Pada klien dengan nefrotik sindrom, hal yang perlu di kaji berdasarkan
11 pola konseptual Gordon yang dikemukakan oleh Doengoes (2000,hal 20)
dan Carpenito (2001).
a. Persepsi kesehatan
Tanyakan wacana alasan klien masuk rumah sakit, riwayat   kejadian ,
keluhan utama, riwayat penyakit masa kemudian yang berkaitan dengan
nefrotik sindrom, riwayat kesehatan keluarga dan riwayat gaya hidup
klien.
b. Pola nutrisi metabolic
Tanyakan wacana pola makan klien sebelum dan selama sakit, kaji
status nutrisi klien dengan, kaji input cairan klien selama 24 jam, dan kaji
turgor kulit serta observasi adanya oedema anasarka.
c. Pola eliminasi
Kaji pola kepingan dan kolam klien sebelum sakit dan selama
sakit.apakah terjadi perubahan pola berkemih menyerupai peningkatan
frekuensi, proteinuria.
d. Pola aktivitas
Kaji tanda – tanda vital terutama tekanan darah, kaji adanya tanda - tanda
kelelahan, Kebutuhan istirahat tidur Kaji pola tidur klien sebelum dan
selama sakit
e. Pola persepsi kognitif
Kaji kemampuan pancaindra klien, kaji pengetahuan klien wacana
penyakit yang di deritanya.
f. Pola persepsi diri
Kaji persepsi diri klien mencakup body image, harga diri, kiprah diri,
ideal diri, konsep diri.
g. Pola kekerabatan sosial
Kaji pola komunikasi klien terhadap keluarga, klien satu ruang, dan
perawat.
h. Pola secualitas
Kaji kebutuhan secual klien
i. Pola mekanisme koping 
Kaji bagaimana respon diri klien terhadap penyakit yang dideritanya
j. Pola spiritual
Kaji persepsi klien dilihat dari segi agama, apakah klien memahami
bahwa penyakitnya yaitu ujian dari Allah SWT.
Selain itu, lakukan investigasi fisik pada klien mencakup penkajian edema yang
tampak, infeksi di mata, kaki, tangan, wajah dan genital, serta catat derajat pitting.

Diagnosa keperawatan 

1) Kelebihan volume cairan bekerjasama dengan mekanisme regulator ginjal dengan


retensi air dan natrium(Tucker,1998, hal 578).

2) Resiko infeksi bekerjasama dengan penurunan sistem imun, mekanisme invasif dan
kateterisasi(Doengoes, 2000, hal 622)

3) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan bekerjasama dengan anoreksia(Engram,


1999, hal 131)

4) aktivitas bekerjasama dengan kelelahan(Doengoes, 2000, hal 58).


5) Resiko kekurangan volume cairan bekerjasama dengan imbas diuretik(Swearingen,
2001, hal 77).

6) Resiko kerusakan integritas kulit bekerjasama dengan edema anasarka(Carpenito,


2001, hal 304)

7) Defisit perawatan diri bekerjasama dengan intoleransi aktivitas(Doengoes, 2000, hal


642)

8) Kurang pengetahuan bekerjasama dengan kurangnya warta mengenai


penyakit(Doengoes, 2000, hal 624)

Intervensi Keperawatan

Diagnosa Keperawatan 1.
Kelebihan volume cairan bekerjasama dengan mekanisme regulator ginjal dengan
retensi air dan natrium(Tucker,1998, hal 578).
Kriteria hasil :
1) Menunjukkan keluaran urine sempurna dengan hasil laboratorium mendekati normal.
2) BB stabil, TTV dalam batas normal, tak ada edema.
3) Keseimbangan masukan dan pengeluaran. 
Intervensi :
1) Pantau keluaran urine, catat jumlah dan warna. Rasional : keluaran urin mungkin
sedikit dan pekat lantaran penurunan perfusi. 
2) Pantau / hitung keseimbangan pemasukan dan pengeluaran cairan selama 24
jam. Rasional : terapi diuretik sanggup diakibatkan oleh kehilangan cairan datang -
datang berlebihan meskipun edema masih ada.
3) Pertahankan tirah baring selama fase akut. Rasional : posisi telentang meningkatkan
filtrasi ginjal dan menurunkan produksi ADH sehingga meningkatkan diuresis.
4) Ubah posisi dengan sering, tinggikan kaki kalau duduk. Rasional : pembentukan
edema, nutrisi melambat, gangguan pemasukan nutrisi dan imobilisasi usang
merupakan stressor yang mensugesti intregitas kulit.
5) Kaji TTV terutama tekanan darah. Rasional : hipertensi memperlihatkan kelebihan
natrium, serta sanggup memperlihatkan terjadinya kongesti paru, gagal jantung.
6) Pertahankan asupan cairan, pembatasan asupan natrium sesuai indikasi. Rasional :
asupan narium yang terlalu tinggi memperberat kondisi edema.

Diagnosa Keperawatan 2.

Resiko infeksi bekerjasama dengan penurunan sistem imun, mekanisme invasif dan
kateterisasi(Doengoes, 2000, hal 622)
Kriteria hasil:  
1) Tak mengalami tanda / tanda-tanda infeksi.
2) Intervensi :
3) Tingkatkan basuh tangan yang baik pada pasien dan perawat. Rasional : menurunkan
resiko kontaminasi silang.
4) Pertahankan prinsip aseptik dalam setiap tindakan keperawatan yang bekerjasama
dengan area invasive dan kateterisasi. Rasional : membatasi introduksi basil kedalam
tubuh.
5) Lakukan perawatan kateter rutin dan perawatan infuse. Rasional : Meningkatkan rasa
nyaman klien serta mencegah kontaminasi basil ke tubuh.
6) Kaji intregitas kulit. Rasional : ekskorisi akhir goresan sanggup menjadi infeksi
sekunder.
7) Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai indikasi. Rasional : membantu pemilihan
pengobatan infeksi paling efektif.

Diagnosa Keperawatan 3
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan bekerjasama dengan anoreksia(Engram,
1999, hal 131)

Kriteria hasil : 
1) Mempertahankan / meningkatkan berat tubuh menyerupai yang diindikasikan oleh
klien, bebas edema.
2) Intervensi : 
3) Kaji / catat pemasukan diet. Rasional : membantu dan mengidentifikasi defisiensi dan
kebutuhan diet.
4) Berikan makanan sedikit tapi sering. Rasional : meminimalkan anoreksia dan mual
sehubungan dengan status uremik.
5) Tawarkan perawatan verbal sebelum dan sehabis makan. Rasional : meningkatkan
nafsu makan 
6) Timbang BB tiap hari. Rasional : perubahan kelebihan 0,5 kg sanggup
memperlihatkan perpindahan keseimbangan cairan.
7) Berikan diet tinggi protein dan rendh garam. Rasional : memenuhi kebutuhan protein,
yang hilang bersama urine, Mengurangi asupan garam untuk mencegah edema
bertambah.

Diagnosa Keperawatan 4.
Berhubunngan dengan kelelahan(Doengoes, 2000, hal 58).
Kriteria hasil : 
1) Terjadi peningkatan mobilitas.
2) Melaporkan perbaikan rasa berenergi.
Intervensi :
1) Kaji kemampuan klien melaksanakan aktivitas. Rasional : sebagai pengkajian
awal acara klien.
2) Tingkatkan tirah baring / duduk. Rasional : meningkatkan istirahat dan
keteenangan klien, posisi telentang meningkatkan filtrasi ginjal dan menurunkan
produksi ADH sehingga meningkatkan diuresis.
3) Ubah posisi dengan sering. Rasional : pembentukan edema, nutrisi melambat,
gangguan pemasukan nutrisi dan imobilisasi usang merupakan stressor yang
mensugesti intregitas kulit.
4) Berikan dorongan untuk beraktivitas secara bertahap. Rasional : melatih kekuatan
otot sedikit demi sedikit.
5) Ajarkan teknik penghematan energi pola duduk, tidak berdiri. Rasional :
menurunkan kelelahan.
6) Berikan perawatan diri sesuai kebutuhan klien. Rasional : memenuhi kebutuhan
perawatan diri klien selama intoleransi aktivitas.
Diagnosa Keperawatan 5.
Resiko kekurangan volume cairan bekerjasama dengan imbas diuretik(Swearingen,
2001, hal 77).

Kriteria hasil : 
1. Menunjukkan pemasukan dan pengeluaran mendekati seimbang, turgor kulit baik,
membran mukosa lembab.
Intervensi :
1) Kaji input dan output cairan. Rasional : membantu memperkirakan kebutuhan cairan
2) Pantau Tanda vital. Rasional : perubahan tekanan darah dan nadi sanggup dipakai
untuk asumsi kadar kehilangan cairan, hipotensi postural memperlihatkan penurunan
volume sirkulasi
3) Anjurkan tirah baring atau istirahat. Rasional : acara berlebih sanggup meningkat
kebutuhan akan cairan.
4) Berikan cairan sesuai indikasi. Rasional : penggantian cairan tergantung dari berapa
banyaknya cairan yang hilang atau dikeluarkan.

Diagnosa Keperawatan 6.
Resiko kerusakan integritas kulit bekerjasama dengan edema anasarka(Carpenito,
2001, hal 304)
Kriteria hasil : 
1) Mempertahankan kulit utuh.
2) Menunjukkan sikap untuk mencegah kerusakan kulit.
Intervensi : 
1) Inspeksi kulit terhadap penebalan, warna, turgor, vaskularisasi. Rasional :
menunjukan area sirkulasi jelek yang sanggup menimbulkan pembentukan dekubits
2) Inspeksi area tergantung terhadap edema. Rasional : jaringan edema cenderung rusak
3) Berikan perawatan kulit. Rasional : memperlihatkan rasa nyaman dan mencegah
terjadi komplikasi kulit.
4) Ubah posisi dengan sering. Rasional : Menurunkan tekanan pada edema
5) Pertahankan linen kering. Rasional : Menurunklan iritasi dermal.
Diagnosa Keperawatan 7
Defisit perawatan diri bekerjasama dengan intoleransi aktivitas(Doengoes, 2000, hal
642)
Kriteria hasil : 
Berpartisipasi pada acara sehari - hari dalam tingkat kemampuan diri.

Intervensi :
1) Tentukan kemampuan klien untuk berpartisipasi dalam acara perawatan diri. Rasional
: kondisi dasar akan memilih tingkat kekurangan / kebutuhan.
2) Berikan sumbangan dengan acara perawatan diri yang diperlukan. Rasional :
memenuhi kebutuhan dengan mendukung partisipasi kemandirian klien
3) Ajarkan teknik penghematan energi, pola duduk, melaksanakan kiprah secara
bertahap. Rasional : Menghemat energi, menurunkan kelelahan, meningkatkan
kemampuan klien untuk melaksanakan tugas.
4) Libatkan keluarga dalam perawatan klien. Rasional : memandirikan keluarga semoga
lebih peduli pada pemenuhan kebutuhan klien, membuat rasa nyaman klien.

Diagnosa Keperawatan 8.
Kurang pengetahuan bekerjasama dengan kurangnya warta mengenai
penyakit(Doengoes, 2000, hal 624)
Kriteria hasil : 
Menunjukkan respon pemahaman terhadap penyakitnya dan mengetahui  bagaimana
perawatannya.
Intervensi :
1) Kaji status pendidikan klien. Rasional : memilih status awal pengetahuan klien.
2) Kaji pengetahuan klien akan penyakitnya, prognosanya, dietnya dan hal - hal yang
perlu dilakukan klien semoga memperingan tanda-tanda yang muncul. Rasional :
Menentukan sejauh mana pengetahuan klien wacana penyakit yang dideritanya.
3) Kaji pengetahuan keluarga wacana penyakit klien. Rasional : memilih pengetahuan
keluarga akan penyakit klien.
4) Berikan penyuluhan kesehatan wacana penyakitnya termasuk diet dan
perawatannya. Rasional : memperlihatkan warta yang actual yang bisa merubah
persepsi klien wacana penyakitnya.
BAB IV

PENUTUP

3.1 SIMPULAN
Sindrom nefrotik (SN) adalah penyakit kronis yang dapat mengalami remisi dan relaps.
Pada kondisi yang berat, ada risiko komplikasi gagal ginjal hingga membutuhkan dialisis atau
transplantasi ginjal. Manajemen diet pasien sindrom nefrotik yang tepat diperlukan untuk
menghindari perburukan gejala.
Sindrom nefrotik merupakan sekumpulan gejala klinis yang disebabkan oleh hilangnya
permeabilitas glomerulus terhadap protein yang ditandai dengan 4 gejala khas yaitu
proteinuria, hipoalbuminemia, edema, dan hyperlipidemia

3.2 SARAN
Terapkan Edukasi dan promosi kesehatan terhadap penderita dan keluarga
dengan sindrom nefrotik (SN) sangat penting. Beberapa edukasi yang penting untuk
disampaikan, antara lain mengenai perjalanan penyakit, pilihan terapi, komplikasi,
serta prognosis dari SN sesuai etiologinya. 
DAFTAR PUSTAKA

https://www.alomedika.com/penyakit/nefrologi/sindrom-nefrotik

https://sinta.unud.ac.id/uploads/dokumen_dir/062bab720caeab250c3cb35bbe765b2a.pdf

https://id.scribd.com/doc/312846082/MAKALAH-SINDROM-NEFROTIK

https://www.coursehero.com/file/51880219/98395967-Laporan-Pendahuluan-Sindrom-
Nefrotikdoc/

https://blog-ruangguru.blogspot.com/2017/06/laporan-pendahuluan-lp-sindrom-
nefrotik.html

Carpenito, L. J. (2001). Handbook of Nursing Diagnosis, 8/E (Buku Saku Diagnosa


Keperawatan, E/8, editor: Monica Ester). Jakarta: EGC
Doengoes, M. E, Moorhouse, M. F & Geissler, A. C. (2000). Nursing Care Plan: Guidelines
for Planning and Documenting Patient Care, 3/E (Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman
untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien E/3, editor: Monica Ester).
Jakarta: EGC.
Engram,B. (1999). Medical-Surgical Nursing Care Plans, 1/V (Rencana Asuhan
Keperawatan Medikal-Bedah, V/1, alih bahasa oleh Suharyati samba). Jakarta: EGC.
Gunawan, A. C. (2000). Nefrotik Sindrom: Patogenesis dan Penatalaksanaan. (on-line):
http://www.kalbefarma.com/files/cdk/files/ (15 Juni 2006).
Mansjoer, A, Triyanti, K, Savitri, R, Wardani, W. I, Setiowulan, W. (1999). Kapita Selekta
Kedokteran, Edisi III. Jakarta: Media Ausculapius FKUI.
Ngastiyah. (1997). Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC.
Ramali, A. & Pamoentjak, K. (2003). Kamus Kedokteran. Jakarta: Djambatan.
Soeparman. (1990). Ilmu Penyakit Dalam jilid II. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Swearingen. (2001). Pocket Guide to Medical-Surgical Nursing, 2/E (Seri Pedoman Mudah
Keperawatan Medikal Bedah, E/2, alih bahasa oleh Monica Ester). Jakarta: EGC.
Tisher, C. C, Wilcox, C. S. (1997). House Officer Series Nephrology, 3/E (Buku Saku
Nefrologi, E/3). Jakarta: EGC.
Tucker, S. M, Canobbio, M. M, Paquette, E. V, Wells, M. F. (1998). Patient Care Standards;
Nursing Process, Diagnosis, and Outcome, 3/V, 5/E (Standar Perawatan Pasien; Proses
Keperawatan, Diagnosis, dan Evaluasi, V/3, E/5). Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai