Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN PENDAHULUAN CKD/GGK

A. DEFINISI
 Gagal ginjal kronik atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan
gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan
tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan
dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain
dalam darah) (Brunner & Suddarth, 2001).
 Gagal Ginjal Kronik (GGK) adalah penurunan fungsi ginjal yang bersifat
persisten dan irreversible. Sedangkan gangguan  fungsi ginjal  yaitu
penurunan laju filtrasi glomerulus yang dapat digolongkan dalam kategori
ringan, sedang dan berat (Mansjoer, 2007).

B.     KLASIFIKASI CKD
1. Gagal ginjal kronik / Cronoic Renal Failure (CRF) dibagi 3 stadium :
a. Stadium I  : Penurunan cadangan ginjal
 Kreatinin serum dan kadar BUN normal
 Asimptomatik
 Tes beban kerja pada ginjal: pemekatan kemih, tes GFR.
b. Stadium II : Insufisiensi ginjal
 Kadar BUN meningkat (tergantung pada kadar protein dalam diet)
 Kadar kreatinin serum meningkat
 Nokturia dan poliuri (karena kegagalan pemekatan)
Ada 3 derajat insufisiensi ginjal:
1) Ringan : 40% - 80% fungsi ginjal dalam keadaan normal
2) Sedang : 15% - 40% fungsi ginjal normal
3) Kondisi berat : 2% - 20% fungsi ginjal normal
c. Stadium III: gagal ginjal stadium akhir atau uremia
 Kadar ureum dan kreatinin sangat meningkat
 Ginjal sudah tidak dapat menjaga homeostasis cairan dan elektrolit
 Air kemih/ urin isoosmotis dengan plasma, dengan BJ 1,010
2. KDOQI (Kidney Disease Outcome Quality Initiative)  merekomendasikan
pembagian CKD berdasarkan stadium dari tingkat penurunan LFG (Laju
Filtrasi Glomerolus) :
a. Stadium 1   : kelainan ginjal yang ditandai dengan albuminaria persisten
dan LFG yang masih normal ( > 90 ml / menit / 1,73 m2)
b. Stadium 2   : Kelainan ginjal dengan albuminaria persisten dan LFG
antara 60 -89 mL/menit/1,73 m2)
c. Stadium 3   : kelainan ginjal dengan LFG antara 30-59 mL/menit/1,73m2)
d. Stadium 4   : kelainan ginjal dengan LFG antara 15-29mL/menit/1,73m2)
e. Stadium 5   : kelainan ginjal dengan LFG < 15 mL/menit/1,73m2 atau
gagal ginjal terminal.

C.    ETIOLOGI
Gagal ginjal kronik terjadi setelah berbagai macam penyakit yang merusak
nefron ginjal. Sebagian besar merupakan penyakit parenkim ginjal difus dan
bilateral.
1. Infeksi, misalnya Pielonefritis kronik.
2. Penyakit peradangan, misalnya Glomerulonefritis.
3. Penyakit vaskuler hipertensif, misalnya Nefrosklerosis benigna,
nefrosklerosis maligna, stenosis arteri renalis.
4. Gangguan jaringan penyambung, seperti lupus eritematosus sistemik (SLE),
poli arteritis nodosa, sklerosis sistemik progresif.
5. Gangguan kongenital dan herediter, misalnya Penyakit ginjal polikistik,
asidosis tubuler ginjal.
6. Penyakit metabolik, seperti DM, gout, hiperparatiroidisme, amiloidosis.
7. Nefropati toksik, misalnya Penyalahgunaan analgetik, nefropati timbale.
8. Nefropati obstruktif                           
a. Sal. Kemih bagian atas: Kalkuli neoplasma, fibrosis, netroperitoneal.
b. Sal. Kemih bagian bawah: Hipertrofi prostate, striktur uretra, anomali
congenital pada leher kandung kemih dan uretra.
D.     PATOFISIOLOGI
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk
glomerulus dan tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron
utuh). Nefron-nefron yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang
meningkat disertai reabsorpsi walaupun dalam keadaan penurunan GFR / daya
saring. Metode adaptif ini memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai ¾ dari
nefron–nefron rusak. Beban bahan yang harus dilarut menjadi lebih besar daripada
yang bisa direabsorpsi berakibat diuresis osmotik disertai poliuri dan haus.
Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak bertambah banyak oliguri timbul
disertai retensi produk sisa. Titik dimana timbulnya gejala-gejala pada pasien
menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila kira-kira
fungsi ginjal telah hilang 80% - 90%. Pada tingkat ini fungsi renal yang demikian
nilai kreatinin clearance turun sampai 15 ml/menit atau lebih rendah itu.
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang
normalnya diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia
dan mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk
sampah, akan semakin berat.
1. Gangguan Klirens Ginjal
Banyak masalah muncul pada gagal ginjal sebagai akibat dari penurunan
jumlah glomeruli yang berfungsi, yang menyebabkan penurunan klirens substansi
darah yang sebenarnya dibersihkan oleh ginjal. Penurunan laju filtrasi
glomerulus (GFR) dapat dideteksi dengan mendapatkan urin 24-jam untuk
pemeriksaan klirens kreatinin. Menurut filtrasi glomerulus (akibat tidak
berfungsinya glomeruli) klirens kreatinin akan menurunkan dan kadar kreatinin
akan meningkat. Selain itu, kadar nitrogen urea darah (BUN) biasanya meningkat.
Kreatinin serum merupakan indicator yang paling sensitif dari fungsi karena
substansi ini diproduksi secara konstan oleh tubuh. BUN tidak hanya dipengaruhi
oleh penyakit renal, tetapi juga oleh masukan protein dalam diet, katabolisme
(jaringan dan luka RBC), dan medikasi seperti steroid.
2. Retensi Cairan dan Ureum
Ginjal juga tidak mampu untuk mengkonsentrasi atau mengencerkan urin
secara normal pada penyakit ginjal tahap akhir, respon ginjal yang sesuai terhadap
perubahan masukan cairan dan elektrolit sehari-hari, tidak terjadi. Pasien sering
menahan natrium dan cairan, meningkatkan resiko terjadinya edema, gagal
jantung kongestif, dan hipertensi. Hipertensi juga dapat terjadi akibat aktivasi
aksis rennin angiotensin dan kerja sama keduanya meningkatkan sekresi
aldosteron. Pasien lain mempunyai kecenderungan untuk kwehilangan garam,
mencetuskan resiko hipotensi dan hipovolemia. Episode muntah dan diare
menyebabkan penipisan air dan natrium, yang semakin memperburuk status
uremik.
3. Asidosis
Dengan semakin berkembangnya penyakit renal, terjadi asidosis metabolic
seiring dengan ketidakmampuan ginjal mengekskresikan muatan asam (H+) yang
berlebihan. Penurunan sekresi asam terutama akibat ketidakmampuan tubulus
gjnjal untuk menyekresi ammonia (NH3‾) dan mengabsopsi natrium bikarbonat
(HCO3) . penurunan ekskresi fosfat dan asam organic lain juga terjadi
4. Anemia
Sebagai akibat dari produksi eritropoetin yang tidak adekuat,
memendeknya usia sel darah merah, defisiensi nutrisi dan kecenderungan untuk
mengalami perdarahan akibat status uremik pasien, terutama dari saluran
gastrointestinal. Pada gagal ginjal, produksi eritropoetin menurun dan anemia
berat terjadi, disertai keletihan, angina dan sesak napas.
5. Ketidakseimbangan Kalsium dan Fosfat
Abnormalitas yang utama pada gagal ginjal kronis adalah gangguan
metabolisme kalsium dan fosfat. Kadar serum kalsium dan fosfat tubuh memiliki
hubungan saling timbal balik, jika salah satunya meningkat, maka yang satu
menurun. Dengan menurunnya filtrasi melalui glomerulus ginjal, terdapat
peningkatan kadar serum fosfat dan sebaliknya penurunan kadar serum kalsium.
Penurunan kadar kalsium serum menyebabkan sekresi parathormon dari kelenjar
paratiroid. Namun, pada gagal ginjal tubuh tak berespon secara normal terhadap
peningkatan sekresi parathormon dan mengakibatkan perubahan pada tulang dan
pebyakit tulang. Selain itu juga metabolit aktif vitamin D (1,25-
dehidrokolekalsiferol) yang secara normal dibuat di ginjal menurun.
6. Penyakit Tulang Uremik
Disebut Osteodistrofi renal, terjadi dari perubahan kompleks kalsium,
fosfat dan keseimbangan parathormon.

Pathway Chronic Kidney Disease (CKD)/ Gagal Ginjal Kronik


E. TANDA DAN GEJALA
1. Kelainan hemopoesis, dimanifestasikan dengan anemia
a. Retensi toksik uremia → hemolisis sel eritrosit, ulserasi mukosa
sal.cerna, gangguan pembekuan, masa hidup eritrosit memendek,
bilirubuin serum meningkat/normal, uji comb’s negative dan jumlah
retikulosit normal.
b. Defisiensi hormone eritropoetin Ginjal sumber ESF (Eritropoetic
Stimulating Factor) → def. H eritropoetin → Depresi sumsum tulang
→ sumsum tulang tidak mampu bereaksi terhadap proses
hemolisis/perdarahan → anemia normokrom normositer.
2. Kelainan Saluran cerna
a. Mual, muntah, hicthcup dikompensasi oleh flora normal usus →
ammonia (NH3) → iritasi/rangsang mukosa lambung dan usus.
b. Stomatitis uremia
Mukosa kering, lesi ulserasi luas, karena sekresi cairan saliva banyak
mengandung urea dan kurang menjaga kebersihan mulut.
c. Pankreatitis
Berhubungan dengan gangguan ekskresi enzim amylase.
3. Kelainan mata
4. Kardiovaskuler :
a. Hipertensi
b. Pitting edema
c. Edema periorbital
d. Pembesaran vena leher
e. Rub Pericardial
5. Kelainan kulit
a. Gatal : Terutama pada klien dgn dialisis rutin karena:
 Toksik uremia yang kurang terdialisis
 Peningkatan kadar kalium phosphor
 Alergi bahan-bahan dalam proses HD
b. Kering bersisik : Karena ureum meningkat menimbulkan penimbunan
kristal urea di bawah kulit.
c. Kulit mudah memar
d. Kulit kering dan bersisik
e. rambut tipis dan kasar
6. Neuropsikiatri
7. Kelainan selaput serosa
8. Neurologi :
a. Kelemahan dan keletihan
b. Konfusi
c. Disorientasi
d. Kejang
e. Kelemahan pada tungkai
f. rasa panas pada telapak kaki
g. Perubahan Perilaku
h. Kardiomegali.

Tanpa memandang penyebabnya terdapat rangkaian perubahan


fungsi ginjal yang serupa yang disebabkan oleh destruksi nefron progresif.
Rangkaian perubahan tersebut biasanya menimbulkan efek berikut pada
pasien : bila GFR menurun 5-10% dari keadaan normal dan terus
mendekati nol, maka pasien menderita apa yang disebut Sindrom Uremik
Terdapat dua kelompok gejala klinis :
 Gangguan fungsi pengaturan dan ekskresi; kelainan volume cairan dan
elektrolit, ketidakseimbangan asam basa, retensi metabolit nitrogen
dan metabolit lainnya, serta anemia akibat defisiensi sekresi ginjal.
 Gangguan kelainan CV, neuromuscular, saluran cerna dan kelainan
lainnya
F. MANIFESTASI SINDROM UREMIK
Sistem Tubuh Manifestasi
Biokimia  Asidosis Metabolik (HCO3 serum 18-20 mEq/L)
 Azotemia (penurunan GFR, peningkatan BUN,
kreatinin), Hiperkalemia, Retensi atau pembuangan
Natrium, Hipermagnesia, Hiperurisemia.
Perkemihan&  Poliuria, menuju oliguri lalu anuria
Kelamin  Nokturia, pembalikan irama diurnal
 Berat jenis kemih tetap sebesar 1,010, Protein silinder,
Hilangnya libido, amenore, impotensi dan sterilitas
Kardiovaskular  Hipertensi, Retinopati dan enselopati hipertensif,
Beban sirkulasi berlebihan, Edema, Gagal jantung
kongestif, Perikarditis (friction rub), Disritmia.
Pernafasan  Pernafasan Kusmaul, dispnea, Edema paru,
Pneumonitis.
Hematologik  Anemia menyebabkan kelelahan, Hemolisis,
Kecenderungan perdarahan, Menurunnya resistensi
terhadap infeksi (ISK, pneumonia,septikemia).
Kulit  Pucat, pigmentasi Perubahan rambut dan kuku (kuku
mudah patah, tipis, bergerigi, ada garis merah biru yang
berkaitan dengan kehilangan protein), Pruritus,
“Kristal” uremik, Kulit kering Memar
Saluran cerna  Anoreksia, mual muntah menyebabkan penurunan BB,
Nafas berbau amoniak, Rasa kecap logam, mulut
kering, Stomatitis, parotitid, Gastritis, enteritis,
Perdarahan saluran cerna, Diare,
Metabolisme  Protein-intoleransi, sintesisi abnormal
intermedier  Karbohidrat-hiperglikemia, kebutuhan insulin menurun
 Lemak-peninggian kadar trigliserida
Neuromuskular  Mudah lelah
 Otot mengecil dan lemah
 Susunan saraf pusat :
 Penurunan ketajaman mental, Konsentrasi buruk,
Apati, Letargi/gelisah, insomnia, Kekacauan mental,
Koma, Otot berkedut, asteriksis, kejang.
 Neuropati perifer :
 Konduksi saraf lambat, sindrom restless leg, Perubahan
sensorik pada ekstremitas – parestesi, Perubahan
motorik – foot drop yang berlanjut menjadi paraplegi.
Gangguan kalsium  Hiperfosfatemia, hipokalsemia
dan rangka  Hiperparatiroidisme sekunder
 Osteodistropi ginjal
 Fraktur patologik (demineralisasi tulang)
 Deposit garam kalsium pada jaringan lunak (sekitar
sendi, pembuluh darah, jantung, paru-paru)
 Konjungtivitis (uremik mata merah)

G. KOMPLIKASI
a. Hiperkalemia akibat penurunana ekskresi, asidosis metabolic, katabolisme
dan masukan diet berlebih.
b. Perikarditis, efusi pericardial, dan tamponade jantung akibat retensi produk
sampah uremik dan dialysis yang tidak adekuat
c. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi system rennin-
angiotensin-aldosteron
d. Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah
merah, perdarahan gastrointestinal akibat iritasi toksin dna kehilangan drah
selama hemodialisa
e. Penyakit tulang serta kalsifikasi metastatik akibat retensi fosfat, kadar
kalsium serum yang rendah dan metabolisme vitamin D abnormal.
f. Asidosis metabolic
g. Osteodistropi ginjal
h. Sepsis
i. neuropati perifer
j. hiperuremia

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium
a. Pemeriksaan penurunan fungsi ginjal
 Ureum kreatinin.
 Asam urat serum.
b. Identifikasi etiologi gagal ginjal
 Analisis urin rutin, Mikrobiologi urin, Kimia darah, Elektrolit,
Imunodiagnosis.
c. Identifikasi perjalanan penyakit
 Progresifitas penurunan fungsi ginjal
 Ureum kreatinin, Clearens Creatinin Test (CCT).
GFR / LFG dapat dihitung dengan formula Cockcroft-Gault:

Nilai normal :
Laki-laki : 97 - 137 mL/menit/1,73 m3 atau
                   0,93 - 1,32 mL/detik/m2
Wanita    : 88-128 mL/menit/1,73 m3 atau
                 0,85 - 1,23 mL/detik/m2
 Hemopoesis   : Hb, trobosit, fibrinogen, factor pembekuan
 Elektrolit        : Na+, K+, HCO3-, Ca2+, PO42-, Mg+
 Endokrin        : PTH dan T3,T4
 Pemeriksaan lain: berdasarkan indikasi terutama faktor pemburuk  
ginjal, misalnya: infark miokard.
2. Diagnostik
a. Etiologi CKD dan terminal
 Foto polos abdomen, USG, Nefrotogram, Pielografi retrograde, Pielografi
antegrade, Mictuating Cysto Urography (MCU).
b. Diagnosis pemburuk fungsi ginjal
 RetRogram, USG.

I. PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Terapi Konservatif
Perubahan fungsi ginjal bersifat individu untuk setiap klien Cronic renal
Desease (CKD) dan lama terapi konservatif bervariasi dari bulan sampai
tahun.
Tujuan terapi konservatif :
a. Mencegah memburuknya fungsi ginjal secara profresi.
b. Meringankan keluhan-keluhan akibat akumulasi toksi asotemia.
c. Mempertahankan dan memperbaiki metabolisme secara optimal.
d. Memelihara keseimbangan cairan dan elektrolit.
Prinsip terapi konservatif :
 memburuknya  fungsi ginjal.
a. Hati-hati dalam pemberian obat yang bersifat nefrotoksik.
b. Hindari keadaan yang menyebabkan diplesi volume cairan ekstraseluler
dan hipotensi.

c. Hindari gangguan keseimbangan elektrolit.


d. Hindari pembatasan ketat konsumsi protein hewani.
e. Hindari proses kehamilan dan pemberian obat kontrasepsi.
f. Hindari instrumentasi dan sistoskopi tanpa indikasi medis yang kuat.
g. Hindari pemeriksaan radiologis dengan kontras yang kuat tanpa
indikasi medis yang kuat.
 Pendekatan terhadap penurunan fungsi ginjal progresif lambat
a. Kendalikan hipertensi sistemik dan intraglomerular.
b. Kendalikan terapi ISK.
c. Diet protein yang proporsional.
d. Kendalikan hiperfosfatemia.
e. Terapi hiperurekemia bila asam urat serum > 10mg%.
f. Terapi hIperfosfatemia.
g. Terapi keadaan asidosis metabolik.
h. Kendalikan keadaan hiperglikemia.
 Terapi alternativ gejala asotemia
a. Pembatasan konsumsi protein hewani.
b. Terapi keluhan gatal-gatal.
c. Terapi keluhan gastrointestinal.
d. Terapi keluhan neuromuskuler.
e. Terapi keluhan tulang dan sendi.
f. Terapi anemia.
g. Terapi setiap infeksi.
h.
2. Terapi simtomatik
a. Asidosis metabolik
Jika terjadi harus segera dikoreksi, sebab dapat meningkatkan serum
K+ (hiperkalemia ) :
1. Suplemen alkali dengan pemberian kalsium karbonat 5 mg/hari.
2. Terapi alkali dengan sodium bikarbonat IV, bila PH < atau sama
dengan 7,35 atau serum bikarbonat < atau sama dengan 20 mEq/L.
b. Anemia
1. Anemia Normokrom normositer
Berhubungan dengan retensi toksin polyamine dan defisiensi hormon
eritropoetin (ESF: Eritroportic Stimulating Faktor). Anemia ini diterapi
dengan pemberian Recombinant Human Erythropoetin ( r-HuEPO ) dengan
pemberian 30-530 U per kg BB.

2. Anemia hemolisis
Berhubungan dengan toksin asotemia. Terapi yang dibutuhkan adalah
membuang toksin asotemia dengan hemodialisis atau peritoneal dialisis.
3. Anemia Defisiensi Besi
Defisiensi Fe pada CKD berhubungan dengan perdarahan saluran cerna dan
kehilangan besi pada dialiser ( terapi pengganti hemodialisis ). Klien yang
mengalami anemia, tranfusi darah merupakan salah satu pilihan terapi
alternatif ,murah dan efektif, namun harus diberikan secara hati-hati.
Indikasi tranfusi PRC pada klien gagal ginjal :
a. HCT < atau sama dengan 20 %
b. Hb  < atau sama dengan 7 mg5
c. Klien dengan keluhan : angina pektoris, gejala umum anemia    dan
high output heart failure.
Komplikasi tranfusi darah :
a. Hemosiderosis
b. Supresi sumsum tulang
c. Bahaya overhidrasi, asidosis dan hiperkalemia
d. Bahaya infeksi hepatitis virus dan CMV
e. Pada Human Leukosite antigen (HLA) berubah, penting untuk rencana
transplantasi ginjal.
c. Kelainan Kulit
1. Pruritus (uremic itching)
Keluhan gatal ditemukan pada 25% kasus CKD dan terminal, insiden
meningkat pada klien yang mengalami HD.
Keluhan :
a. Bersifat subyektif
b. Bersifat obyektif : kulit kering, prurigo nodularis, keratotic papula dan
lichen symply
Beberapa pilihan terapi :
a. Mengendalikan hiperfosfatemia dan hiperparatiroidisme
b. Terapi lokal : topikal emmolient ( tripel lanolin )
c. Fototerapi dengan sinar UV-B 2x perminggu selama 2-6 mg, terapi ini
bisa diulang apabila diperlukan.
d. Pemberian obat
 Diphenhidramine 25-50 P.O
 Hidroxyzine 10 mg P.O   
2. Easy Bruishing
Kecenderungan perdarahan pada kulit dan selaput serosa berhubungan denga
retensi toksin asotemia dan gangguan fungsi trombosit. Terapi yang
diperlukan adalah tindakan dialisis.
a. Kelainan Neuromuskular
Terapi pilihannya : 
1. HD reguler.
2. Obat-obatan : Diasepam, sedatif.
3. Operasi sub total paratiroidektomi.
b. Hipertensi
Bentuk hipertensi pada klien dengan GG berupa : volum dependen
hipertensi, tipe vasokonstriksi atau kombinasi keduanya. Program
terapinya meliputi :
a. Restriksi garam dapur.
b. Diuresis dan Ultrafiltrasi

3. Terapi pengganti
Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5,
yaitu pada LFG kurang dari 15 ml/menit. Terapi tersebut dapat berupa
hemodialisis, dialisis peritoneal, dan transplantasi ginjal (Suwitra, 2006).
a. Dialisis yang meliputi :
1. Hemodialisa : Tindakan terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk
mencegah gejala toksik azotemia, dan malnutrisi. Tetapi terapi dialisis
tidak boleh terlalu cepat pada pasien GGK yang belum tahap akhir akan
memperburuk faal ginjal (LFG). Secara khusus, indikasi HD adalah
2. Pasien yang memerlukan hemodialisa adalah pasien GGK dan GGA untuk
sementara sampai fungsi ginjalnya pulih.
3. Pasien-pasien tersebut dinyatakan memerlukan hemodialisa apabila
terdapat indikasi:
a. Hiperkalemia > 17 mg/lt
b. Asidosis metabolik dengan pH darah < 7.2
c. Kegagalan terapi konservatif
d. Kadar ureum > 200 mg % dan keadaan gawat pasien uremia, asidosis
metabolik berat, hiperkalemia, perikarditis, efusi, edema paru ringan
atau berat atau kreatinin tinggi dalam darah dengan nilai kreatinin > 100
mg %
e. Kelebihan cairan
f. Mual dan muntah hebat
g. BUN > 100 mg/ dl (BUN = 2,14 x nilai ureum )
h. preparat (gagal ginjal dengan kasus bedah )
i. Sindrom kelebihan air
j. Intoksidasi obat jenis barbiturat

4. Dialisis Peritoneal (DP)


Akhir-akhir ini sudah populer Continuous Ambulatory Peritoneal
Dialysis (CAPD) di pusat ginjal di luar negeri dan di Indonesia. Indikasi
medik CAPD, yaitu pasien anak-anak dan orang tua (umur lebih dari 65
tahun), pasien-pasien yang telah menderita penyakit sistem kardiovaskular,
pasien-pasien yang cenderung akan mengalami perdarahan bila dilakukan
hemodialisis, kesulitan pembuatan AV shunting, pasien dengan stroke, pasien
GGT (gagal ginjal terminal) dengan residual urin masih cukup, dan pasien
nefropati diabetik disertai co-morbidity dan co-mortality. Indikasi non-medik,
yaitu keinginan pasien sendiri, tingkat intelektual tinggi untuk melakukan
sendiri (mandiri), dan di daerah yang jauh dari pusat ginjal (Sukandar, 2006).
Transplantasi ginjal atau cangkok ginjal.
Transplantasi ginjal merupakan terapi pengganti ginjal (anatomi dan faal).
Pertimbangan program transplantasi ginjal, yaitu:
1. Cangkok ginjal (kidney transplant) dapat mengambil alih seluruh (100%) faal
ginjal, sedangkan hemodialisis hanya mengambil alih 70-80% faal ginjal
alamiah
2. Kualitas hidup normal kembali
3. Masa hidup (survival rate) lebih lama
4. Komplikasi (biasanya dapat diantisipasi) terutama berhubungan dengan obat
imunosupresif untuk mencegah reaksi penolakan
5. Biaya lebih murah dan dapat dibatasi

J. Pengkajian Keperawatan
I. PNGKAJIAN  PRIMER
Pengkajian dilakukan secara cepat dan sistemik,antara lain :
 Airway
1. Lidah jatuh kebelakang
2. Benda asing/ darah pada rongga mulut
3. Adanya sekret
 Breathing
1. pasien sesak nafas dan cepat letih
2. Pernafasan Kusmaul
3. Dispnea
4. Nafas berbau amoniak
 Circulation
1. TD meningkat
2. Nadi kuat
3. Disritmia
4. Adanya peningkatan JVP
5. Terdapat edema pada ekstremitas bahkan anasarka
6. Capillary refill > 3 detik
7. Akral dingin
8. Cenderung adanya perdarahan terutama pada lambung
 Disability : pemeriksaan neurologis  GCS menurun bahkan terjadi
koma, Kelemahan dan keletihan, Konfusi, Disorientasi, Kejang,
Kelemahan pada tungkai.
1. A : Allert : sadar penuh, respon bagus
2. V : Voice Respon : kesadaran menurun, berespon thd suara
3. P : Pain Respon : kesadaran menurun, tdk berespon thd suara,
berespon thd rangsangan nyeri
4. U : Unresponsive : kesadaran menurun, tdk berespon thd suara, tdk
bersespon thd nyeri
II. PENGKAJIAN SEKUNDER
Pemeriksaan sekunder dilakukan setelah memberikan pertolongan atau
penenganan pada pemeriksaan primer. Pemeriksaan sekunder meliputi :
1. AMPLE : alergi, medication, past illness, last meal, event
2. Pemeriksaan seluruh tubuh : Head to toe
3. Pemeriksaan penunjang : lebih detail, evaluasi ulang
 Keluhan Utama
Badan lemah, cepat lelah, nampak sakit, pucat keabu-abuan, kadang-
kadang disertai udema ekstremitas, napas terengah-engah.
 Riwayat kesehatan
Faktor resiko (mengalami infeksi saluran nafas atas, infeksi kulit, infeksi
saluran kemih, hepatitis, riwayat penggunaan obat nefrotik, riwayat
keluarga dengan penyakit polikistik, keganasan, nefritis herediter)
 Anamnesa
 Oliguria/ anuria 100 cc/ hari, infeksi, urine (leucosit, erytrosit, WBC,
RBC)
 Cardiovaskuler: Oedema, hipertensi, tachicardi, aritmia, peningkatan
kalium
 Kulit : pruritus, ekskortiasis, pucat kering.
 Elektrolit: Peningkatan kalium, peningkatan H+, PO, Ca, Mg,
penurunan HCO3
 Gastrointestinal : Halitosis, stomatitis, ginggivitis, pengecapan
menurun, nausea, ainoreksia, vomitus, hematomisis, melena, gadtritis,
haus.
 Metabolik : Urea berlebihan, creatinin meningkat.
 Neurologis: Gangguan fungsi kognitif, tingkah laku, penurunan
kesadaran, perubahan fungsi motorik
 Oculair : Mata merah, gangguan penglihatan
 Reproduksi : Infertil, impoten, amenhorea, penurunan libido
 Respirasi : edema paru, hiperventilasi, pernafasan kusmaul
 Lain-lain : Penurunan berat badan

J.    Masalah keperawatan
1. Gangguan pertukaran gas b.d perubahan membran kapiler-alveolar
2. Penurunan cardiac output b.d perubahan preload, afterload dan sepsis
3. Pola nafas tidak efektif b.d edema paru, asidosis metabolic, pneumonitis,
perikarditis
4. Kelebihan volume cairan b.d mekanisme pengaturan melemah
5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake
makanan yang inadekuat (mual, muntah, anoreksia dll).
6. Intoleransi aktivitas b.d keletihan/kelemahan, anemia, retensi produk
sampah   dan prosedur dialysis.
N DIAGNOSA
TUJUAN INTERVENSI
O KEPERAWATAN
1 Gangguan pertukaran NOC : NIC :
gas b/d kongesti paru,  Respiratory Status :
hipertensi pulmonal, Airway Management
Gas exchange
penurunan perifer yang  Respiratory Status :
 Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau jaw
mengakibatkan asidosis ventilation
thrust bila perlu
laktat dan penurunan  Vital Sign Status
 Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
curah jantung. Kriteria Hasil :
 Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan
 Mendemonstrasikan
nafas buatan
Definisi : Kelebihan peningkatan
 Pasang mayo bila perlu
atau kekurangan dalam ventilasi dan
oksigenasi dan atau  Lakukan fisioterapi dada jika perlu
oksigenasi yang
pengeluaran  Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
adekuat
karbondioksida di dalam   Auskultasi suara nafas, catat adanya suara
Memelihara
membran kapiler alveoli tambahan
kebersihan paru paru
 Lakukan suction pada mayo
dan bebas dari tanda
Batasan karakteristik : tanda distress  Berika bronkodilator bial perlu
o Gangguan pernafasan  Barikan pelembab udara
penglihatan  Mendemonstrasikan  Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
o Penurunan CO2 batuk efektif dan keseimbangan.
o Takikardi suara nafas yang  Monitor respirasi dan status O2
o Hiperkapnia bersih, tidak ada
o Keletihan sianosis dan dyspneu
Respiratory Monitoring
o somnolen (mampu
o Iritabilitas mengeluarkan
 Monitor rata – rata, kedalaman, irama dan usaha
o Hypoxia sputum, mampu
respirasi
o kebingungan bernafas dengan
 Catat pergerakan dada,amati kesimetrisan,
mudah, tidak ada
o Dyspnoe penggunaan otot tambahan, retraksi otot
pursed lips)
o nasal faring supraclavicular dan intercostal
 Tanda tanda vital
o AGD Normal  Monitor suara nafas, seperti dengkur
dalam rentang
o sianosis  Monitor pola nafas : bradipena, takipenia,
normal
o warna kulit kussmaul, hiperventilasi, cheyne stokes, biot
abnormal (pucat,  Catat lokasi trakea
kehitaman)  Monitor kelelahan otot diagfragma ( gerakan
o Hipoksemia paradoksis )
o hiperkarbia  Auskultasi suara nafas, catat area penurunan / tidak
o sakit kepala ketika adanya ventilasi dan suara tambahan
bangun  Tentukan kebutuhan suction dengan
o frekuensi dan mengauskultasi crakles dan ronkhi pada jalan napas
kedalaman nafas utama
abnormal  Uskultasi suara paru setelah tindakan untuk
 Faktor faktor yang mengetahui hasilnya
berhubungan :
AcidBase Managemen
ketidakseimbangan
perfusi ventilasi
 Monitro IV line
 perubahan
 Pertahankanjalan nafas paten
membran kapiler-
 Monitor AGD, tingkat elektrolit
alveolar
 Monitor status hemodinamik(CVP, MAP, PAP)
 Monitor adanya tanda tanda gagal nafas
 Monitor pola respirasi
 Lakukan terapi oksigen
 Monitor status neurologi
 Tingkatkan oral hygiene

2 Penurunan curah NOC : NIC :


jantung b/d respon  Cardiac Pump  Cardiac Care
fisiologis otot jantung, effectiveness  Evaluasi adanya nyeri dada ( intensitas,lokasi,
peningkatan frekuensi,  Circulation Status durasi)
dilatasi, hipertrofi atau  Vital Sign Status  Catat adanya disritmia jantung
peningkatan isi  Kriteria Hasil:  Catat adanya tanda dan gejala penurunan cardiac
sekuncup putput
 Tanda Vital dalam
rentang normal  Monitor status kardiovaskuler
(Tekanan darah,  Monitor status pernafasan yang menandakan
Nadi, respirasi) gagal jantung
 Dapat mentoleransi  Monitor abdomen sebagai indicator penurunan
aktivitas, tidak ada perfusi
kelelahan  Monitor balance cairan
Tidak ada edema paru,  Monitor adanya perubahan tekanan darah
perifer, dan tidak ada  Monitor respon pasien terhadap efek pengobatan
asites
antiaritmia
Tidak ada penurunan  Atur periode latihan dan istirahat untuk
kesadaran
menghindari kelelahan
 Monitor toleransi aktivitas pasien
 Monitor adanya dyspneu, fatigue, tekipneu dan
ortopneu
 Anjurkan untuk menurunkan stress

Vital Sign Monitoring


 Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
 Catat adanya fluktuasi tekanan darah
 Monitor VS saat pasien berbaring, duduk, atau
berdiri
 Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan
 Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan setelah
aktivitas
 Monitor kualitas dari nadi
 Monitor adanya pulsus paradoksus
 Monitor adanya pulsus alterans
 Monitor jumlah dan irama jantung
 Monitor bunyi jantung
 Monitor frekuensi dan irama pernapasan
 Monitor suara paru
 Monitor pola pernapasan abnormal
 Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit
 Monitor sianosis perifer
 Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi yang
melebar, bradikardi, peningkatan sistolik)
 Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign
3 Pola Nafas tidak efektif  NOC : Fluid management
 Respiratory status :  Pertahankan catatan intake dan output yang akurat
Definisi : Pertukaran Ventilation  Pasang urin kateter jika diperlukan
udara inspirasi dan/atau  Respiratory status :  Monitor hasil lAb yang sesuai dengan retensi cairan
ekspirasi tidak adekuat Airway patency (BUN , Hmt , osmolalitas urin  )
 Vital sign Status  Monitor status hemodinamik termasuk CVP, MAP,
Batasan karakteristik :  Kriteria Hasil : PAP, dan PCWP
tambahan  Mendemonstrasikan  Monitor vital sign
 Nasal flaring batuk efektif dan  Monitor indikasi retensi / kelebihan cairan (cracles,
 Dyspnea suara nafas yang CVP , edema, distensi vena leher, asites)
 Orthopnea bersih, tidak ada  Kaji lokasi dan luas edema
 Perubahan sianosis dan dyspneu  Monitor masukan makanan / cairan dan hitung intake
penyimpangan (mampu kalori harian
dada mengeluarkan  Monitor status nutrisi
 Nafas pendek sputum, mampu  Berikan diuretik sesuai interuksi
 Assumptio bernafas dengan  Batasi masukan cairan pada keadaan hiponatrermi
  Penurunan mudah, tidak ada dilusi dengan serum Na < 130 mEq/l
tekanan pursed lips)
 Kolaborasi dokter jika tanda cairan berlebih muncul
inspirasi/ekspirasi  Menunjukkan jalan memburuk
 Penurunan nafas yang paten
 Fluid Monitoring
pertukaran udara (klien tidak merasa
 Tentukan riwayat jumlah dan tipe intake cairan dan
per menit tercekik, irama
eliminaSi
 Menggunakan otot nafas, frekuensi
 Tentukan kemungkinan faktor resiko dari ketidak
pernafasan n of 3- pernafasan dalam
seimbangan cairan (Hipertermia, terapi diuretik,
point position rentang normal,
kelainan renal, gagal jantung, diaporesis, disfungsi
tidak ada suara nafas
 Pernafasan pursed- hati, dll )
abnormal)
lip  Monitor serum dan elektrolit urine
 Tanda Tanda vital
 Tahap ekspirasi  Monitor serum dan osmilalitas urine
dalam rentang
berlangsung sangat  Monitor BP, HR, dan RR
normal (tekanan
lama
 Monitor tekanan darah orthostatik dan perubahan
darah, nadi,
 Peningkatan
irama jantung
pernafasan)
diameter anterior-
 Monitor parameter hemodinamik infasif
posterior
 Monitor adanya distensi leher, rinchi, eodem perifer
 Pernafasan rata-
dan penambahan BB
rata/minimal
 Monitor tanda dan gejala dari odema
 Bayi : < 25 atau
> 60
 Usia 1-4 : < 20
atau > 30
 Usia 5-14 : < 14
atau > 25
 Usia > 14 : < 11
atau > 24
 Kedalaman
pernafasan
 Dewasa volume
tidalnya 500 ml
saat istirahat
 Bayi volume
tidalnya 6-8
ml/Kg
 Timing rasio
 Penurunan
kapasitas vital

Faktor yang
berhubungan :
 Hiperventilasi
 Deformitas tulang
 Kelainan bentuk
dinding dada
 Penurunan
energi/kelelahan
 Perusakan/pelemah
an muskulo-
skeletal
 Obesitas
 Posisi tubuh
 Kelelahan otot
pernafasan
 Hipoventilasi
sindrom
 Nyeri
 Kecemasan
 Disfungsi
Neuromuskuler
 Kerusakan
persepsi/kognitif
 Perlukaan pada
jaringan syaraf
tulang belakang
 Imaturitas
Neurologis
4 Kelebihan volume NOC : NIC :
cairan b/d berkurangnya  Electrolit and acid Fluid management
curah jantung, retensi base balance  Timbang popok/pembalut jika diperlukan
cairan dan natrium oleh  Fluid balance  Pertahankan catatan intake dan output yang akurat
ginjal, hipoperfusi ke Kriteria Hasil:  Pasang urin kateter jika diperlukan
jaringan perifer dan  Terbebas dari  Monitor hasil lAb yang sesuai dengan retensi
hipertensi pulmonal edema, efusi, cairan (BUN , Hmt , osmolalitas urin).
anaskara  Monitor status hemodinamik termasuk CVP, MAP,
Definisi : Retensi cairan  Bunyi nafas bersih, PAP, dan PCWP
isotomik meningkat tidak ada  Monitor vital sign
Batasan karakteristik : dyspneu/ortopneu  Monitor indikasi retensi / kelebihan cairan (cracles,
 Berat badan  Terbebas dari CVP , edema, distensi vena leher, asites)
meningkat pada distensi vena  Kaji lokasi dan luas edema
waktu yang singkat jugularis, reflek  Monitor masukan makanan / cairan dan hitung
 Asupan berlebihan hepatojugular (+) intake kalori harian
dibanding output  Memelihara  Monitor status nutrisi
 Tekanan darah tekanan vena
 Berikan diuretik sesuai interuksi
berubah, tekanan sentral, tekanan
 Batasi masukan cairan pada keadaan hiponatrermi
arteri pulmonalis kapiler paru, output
dilusi dengan serum Na < 130 mEq/l
berubah, jantung dan vital
 Kolaborasi dokter jika tanda cairan berlebih
peningkatan CVP sign dalam batas
muncul memburuk
 Distensi vena normal
jugularis  Terbebas dari
Fluid Monitoring
 Perubahan pada kelelahan,
pola nafas, kecemasan atau  Tentukan riwayat jumlah dan tipe intake cairan dan
dyspnoe/sesak kebingungan eliminasi
nafas, orthopnoe,  Menjelaskanindika  Tentukan kemungkinan faktor resiko dari ketidak
suara nafas tor kelebihan seimbangan cairan (Hipertermia, terapi diuretik,
abnormal (Rales cairan kelainan renal, gagal jantung, diaporesis, disfungsi
atau crakles), hati, dll ).
kongestikemacetan  Monitor berat badan
paru, pleural  Monitor serum dan elektrolit urine
effusion  Monitor serum dan osmilalitas urine
 Hb dan hematokrit
 Monitor BP, HR, dan RR
menurun,
 Monitor tekanan darah orthostatik dan perubahan
perubahan
irama jantung
elektrolit,
 Monitor parameter hemodinamik infasif
khususnya
 Catat secara akutar intake dan output
perubahan berat
 Monitor adanya distensi leher, rinchi, eodem
jenis
perifer dan penambahan BB
 Suara jantung SIII
 Monitor tanda dan gejala dari odema
 Reflek
hepatojugular
positif
 Oliguria, azotemia
 Perubahan status
mental,
kegelisahan,
kecemasan

Faktor-faktor yang
berhubungan :
 Mekanisme
pengaturan
melemah
 Asupan cairan
berlebihan
 Asupan natrium
berlebihan
5 Ketidakseimbangan NOC : NIC :
nutrisi kurang dari  Nutritional Status : Nutrition Management
kebutuhan tubuh food and Fluid  Kaji adanya alergi makanan
Intake  Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan
Definisi : Intake nutrisi Kriteria Hasil : jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien.
tidak cukup untuk  Adanya  Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe
keperluan metabolisme peningkatan berat  Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan
tubuh. badan sesuai vitamin C
dengan tujuan  Berikan substansi gula
Batasan karakteristik :  Berat badan ideal  Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi
 Berat badan 20 % sesuai dengan serat untuk mencegah konstipasi
atau lebih di bawah tinggi badan  Berikan makanan yang terpilih (sudah
ideal  Mampu dikonsultasikan dengan ahli gizi)
 Dilaporkan adanya mengidentifikasi  Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan
intake makanan yang kebutuhan nutrisi makanan harian.
kurang dari RDA  Tidak ada tanda  Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
(Recomended Daily tanda malnutrisi
 Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
Allowance)  Tidak terjadi
 Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi
 Membran mukosa penurunan berat
yang dibutuhkan
dan konjungtiva badan yang berarti
pucat
Nutrition Monitoring
 Kelemahan otot
 BB pasien dalam batas normal
yang digunakan
 Monitor adanya penurunan berat badan
untuk
 Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang biasa
menelan/mengunyah
dilakukan
 Luka, inflamasi pada
 Monitor interaksi anak atau orangtua selama makan
rongga mulut
 Monitor lingkungan selama makan
 Mudah merasa
 Jadwalkan pengobatan  dan tindakan tidak selama
kenyang, sesaat
jam makan
setelah mengunyah
makanan  Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi

 Dilaporkan atau  Monitor turgor kulit

fakta adanya  Monitor kekeringan, rambut kusam, dan mudah


kekurangan makanan patah

 Dilaporkan adanya  Monitor mual dan muntah


perubahan sensasi  Monitor kadar albumin, total protein, Hb, dan kadar
rasa Ht
 Perasaan  Monitor makanan kesukaan
ketidakmampuan  Monitor pertumbuhan dan perkembangan
untuk  mengunyah  Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan jaringan
makanan konjungtiva
 Miskonsepsi  Monitor kalori dan intake nuntrisi
 Kehilangan BB  Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik papila
dengan makanan lidah dan cavitas oral. Catat jika lidah berwarna
cukup magenta, scarlet
 Keengganan untuk
makan
 Kram pada abdomen
 Tonus otot jelek
 Nyeri abdominal
dengan atau tanpa
patologi
 Kurang berminat
terhadap makanan
 Pembuluh darah
kapiler mulai rapuh
 Diare dan atau
steatorrhea
 Kehilangan rambut
yang cukup banyak
(rontok)
 Suara usus hiperaktif
 Kurangnya
informasi,
misinformasi
Faktor-faktor yang
berhubungan :
Ketidakmampuan
pemasukan atau
mencerna makanan atau
mengabsorpsi zat-zat
gizi berhubungan
dengan faktor biologis,
psikologis atau
ekonomi.
6 Intoleransi aktivitas b/d NOC : NIC :
curah jantung yang   Energy conservation Energy Management
rendah,   Self Care : ADLs   Observasi adanya pembatasan klien dalam
ketidakmampuan Kriteria Hasil : melakukan aktivitas
memenuhi metabolisme   Berpartisipasi dalam   Dorong anal untuk mengungkapkan perasaan
otot rangka, kongesti aktivitas fisik tanpa terhadap keterbatasan
pulmonal yang disertai peningkatan   Kaji adanya factor yang menyebabkan kelelahan
menimbulkan tekanan darah, nadi   Monitor nutrisi  dan sumber energi tangadekuat
hipoksinia, dyspneu dan dan RR   Monitor pasien akan adanya kelelahan fisik dan
status nutrisi yang buruk   Mampu melakukan emosi secara berlebihan
selama sakit aktivitas sehari hari   Monitor respon kardivaskuler  terhadap aktivitas
(ADLs) secara   Monitor pola tidur dan lamanya tidur/istirahat pasien
Intoleransi aktivitas b/d mandiri
fatigue Activity Therapy
Definisi :   Kolaborasikan dengan Tenaga Rehabilitasi Medik
Ketidakcukupan energu dalammerencanakan progran terapi yang tepat.
secara fisiologis maupun   Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang
psikologis untuk mampu dilakukan
meneruskan atau   Bantu untuk memilih aktivitas konsisten yangsesuai
menyelesaikan aktifitas dengan kemampuan fisik, psikologi dan social
yang diminta atau   Bantu untuk mengidentifikasi dan mendapatkan
aktifitas sehari hari. sumber yang diperlukan untuk aktivitas yang
diinginkan
Batasan karakteristik :   Bantu untuk mendpatkan alat bantuan aktivitas
 melaporkan secara seperti kursi roda, krek
verbal adanya   Bantu untu mengidentifikasi aktivitas yang disukai
kelelahan atau   Bantu klien untuk membuat jadwal latihan diwaktu
kelemahan. luang
 Respon abnormal   Bantu pasien/keluarga untuk mengidentifikasi
dari tekanan darah kekurangan dalam beraktivitas
atau nadi terhadap   Sediakan penguatan positif bagi yang aktif
aktifitas beraktivitas
 Perubahan EKG   Bantu pasien untuk mengembangkan motivasi diri
yang menunjukkan dan penguatan
aritmia atau   Monitor respon fisik, emoi, social dan spiritual
iskemia
 Adanya dyspneu
atau
ketidaknyamanan
saat beraktivitas.
Faktor factor yang
berhubungan :
 Tirah Baring atau
imobilisasi
 Kelemahan
menyeluruh
 Ketidakseimbangan
antara suplei oksigen
dengan kebutuhan
          Gaya hidup
yang dipertahankan.
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol 3.
Jakarta: EGC

Carpenito. 2001. Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan, Diagnosa


keperawatan dan masalah kolaboratif. Jakarta: EGC

Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second


Edition. New Jersey: Upper Saddle River

Kasuari. 2002. Asuhan Keperawatan Sistem Pencernaan dan Kardiovaskuler


Dengan Pendekatan Patofisiology. Magelang. Poltekes Semarang PSIK
Magelang

Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta:


Media Aesculapius

Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification


(NIC) Second Edition. New Jersey: Upper Saddle River

Nanda. 2005. Nursing Diagnoses Definition dan Classification. Philadelpia

Rab, T. 2008. Agenda Gawat Darurat (Critical Care). Bandung: Penerbit PT


Alumni

Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006.


Jakarta: Prima Medika

Udjianti, WJ. 2010. Keperawatan Kardiovaskuler. Jakarta: Salemba Medika

Anda mungkin juga menyukai