Anda di halaman 1dari 4

Nama : Yudha Gangga Wiratama

NIM : KHGC 16086

Judul Penelitian : Hubungan Kecemasan Dan Pola Makan Dengan Terjadinya Gastritis.

LATAR BELAKANG

Gastritis atau Dyspepsia atau istilah yang sering dikenal oleh masyarakat sebagai maag atau

penyakit lambung adalah kumpulan gejala yang dirasakan sebagai nyeri ulu hati, orang yang

terserang penyakit ini biasanya sering mual, muntah, rasa penuh, dan rasa tidak nyaman

(Misnadiarly, 2009). Gastritis dapat terjadi tiba tiba (gastritis akut) atau secara bertahap (gastritis

kronis). Kebanyakan kasus gastritis tidak secara permanen merusak lambung tetapi seseorang

yang menderita gastritis sering mengalami serangan kekambuhan yang mengakibatkan nyeri ulu

hati (Ehrlich, 2011). Gastritis akut merupakan suatu peradangan permukaan mukosa lambung

dengan kerusakan pada superfisial sedangkan gastritis kronis merupakan peradangan permukaan

mukosa lambung yang bersifat menahun, resiko terjadinya kanker gastrik yang berkembang

dikatakan meningkat setelah 10 tahun gaatritis kronik. Perdarahan mungkin terjadi setelah satu

episode gastritis akut atau dengan luka yang disebabkan oleh gastritis kronis (Deden, 2010).

Gastritis merupakan penyakit yang cenderung mengalami kekambuhan sehingga menyebabkan

pasien harus berulang kali untuk berobat. Salah satu penyebab kekambuhan gastritis adalah

karena minimnya pengetahuan pasien dalam mencegah kekambuhan gastritis.

Seiring dengan perkembangan dan globalisasi zaman, gaya hidup serta aktivitas manusia

menjadi lebih tidak teratur. Perubahan gaya hidup tersebut salah satunya menyebabkan
pergeseran kebiasaan makan. Kebiasaan makan sendiri merupakan suatu pola perilaku yang

berhubungan dengan frekuensi makan seseorang, pemilihan jenis dan kandungan makanan serta

porsi makan (Pasaribu, Lampus, & Sapulete, 2014). Saat ini pemilihan jenis makanan pada

remaja tidak lagi didasarkan pada kandungan gizi di dalam makanan, tetapi lebih kepada mencari

kepraktisan, untuk bersosialisasi atau kesenangan semata(Kant, Pandelaki, & Lampus, 2013).

Remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak menjadi dewasa. Menurut World Health

Organization (WHO) batasan usia remaja adalah 10-20 tahun, sedangkan usia 10-19 tahun

merupakan batasan menurut Departemen Kesehatan RI, dan 10-21 tahun menurut Badan

Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasionall (BKKBN). Pada masa ini terjadi banyak

perubahan baik secara fisik maupun psikologi yang membawa pada perasaan dilema berujung

pada stress. Studi lain menunjukkan bahwa usia remaja merupakan suatu masa yang menyita

banyak waktu. Pada masa ini, waktu yang tersita untuk berbagai kegiatan baik akademik maupun

nonakademik serta waktu untuk keluarga dan diri sendiri, menyebabkan tidak sedikit remaja

yang memilih untuk melakukan perubahan pada hidupnya sebagai upaya mengatasi stress dan

tekanan.(Saufika, Retraningsih., & Alfiasari., 2012). Perubahan gaya hidup yang terjadi pada

pola makan meliputi makan tidak teratur dan tepat waktu, mengonsumsi makanan cepat saji,

pedas, asam, mengkonsumsi alkohol, serta rokok.(Begum, 2013).

Kebiasaan makan yang baik serta keteraturan pola makan penting untuk menjaga kesehatan,

sedangkan buruknya kebiasaan makan serta ketidakteraturan pola makan dapat memunculkan

berbagai gangguan sistem pencernaan. Salah satu gangguan sistem pencernaan yang sering

terjadi adalah gastritis atau yang lebih popular disebut mag ( Duwi Wahyu, Supono, & Nurul

Hidayah, 2015). Gastritis atau tukak lambung didefinisikan sebagai peradangan (iritasi) yang

terjadi pada mukosa lambung ditandai dengan rasa tidak nyaman pada perut bagian atas, rasa
mual, muntah, nafsu makan menurun atau sakit kepala (Sumangkut & Karundeng, 2014).

Berbagai gejala lain seperti kembung, rasa sesak, nyeri pada ulu hati, wajah pucat, suhu badan

naik, bersendawa berlebihan juga menunjukkan adanya gastritis ( Sulastri, Muhammad Arifin

Siregar, & Siagian, 2012).Gastritis disebabkan oleh Helicobacter pylori dan faktor risiko seperti

merokok, mengonsumsi alkohol, makanan pedas, obat-obatan, stress, infeksi yang menyebabkan

peradangan dan iritasi mukosa lambung, serta sekresi asam lambung berlebih.(Begum, 2013).

Normalnya lapisan mukosa melindungi lambung dari aktivitas asam lambung dimana asam

lambung melindungi dari infeksi bakteri, serta Helicobacter Pylori merupakan flora normal di

sistem pencernaan. Konsumsi dari tembakau, alkohol, makanan pedas dan stress dapat merusak

lapisan normal yang ada di lambung sehingga menimbulkan infeksi Helicobacter Pylori yang

akan melukai mukosa lambung. Kontak yang terjadi antara asam lambung dengan mukosa

lambung yang mengalami iritasi akan menyebabkan nyeri pada daerah perut yang disebut

sebagai gastritis (Begum, 2013).

Gastritis merupakan gangguan kesehatan pencernaan yang paling sering terjadi. Tercatat

sekitar 10% pasien yang datang ke Unit Gawat Darurat rumah sakit yang mengeluh nyeri pada

perutnya, menderita gastritis (Pasaribu et al., 2014). Selain itu, menurut data dari WHO

presentase angka kejadian gastritis di dunia diantaranya Kanada 35%, Inggris 22%, Jepang 14 ,

5%, Perancis 29,5%, dan Cina 31%. Setiap tahunnya insiden kejadian gastritis di dunia sekitar

1,8-2,1 juta dari jumlah penduduk. Prevalensi populasi gastritis di Shanghai yang telah

dikonfirmasi melalui endoskopi selisih sekitar 13,1% lebih tinggi daripada populasi di

barat(Gustin, 2011). Sementara, di Indonesia sendiri angka kejadian gastritis pada beberapa

daerah cukup tinggi dengan prevalensi 274.396 kasus dari 238.452.952 jiwa penduduk ( Gustin,

2011). Berdasarkan Departemen Kesehatan RI persebaran angka kejadian gastritis tersebut


meliputi Surabaya 31,2%, Denpasar 46%, Jakarta 50%, Bandung 32,5%, Palembang 35,5%,

Aceh 31,7%, Pontianak 31,2% serta Medan dengan angka kejadian paling tinggi sebesar 91,6%

(Sulastri et al., 2012). Melihat tingginya angka kejadian gastritis di Indonesia, jika tidak

ditangani dengan baik, terlebih melalui pengaturan pola makan, gastritis dapat menyebabkan

kekambuhan yang dapat mengganggu aktivitas.

Anda mungkin juga menyukai