SYOK NEUROGENIK
A. Definisi
Seseorang dikatakan syok bila terdapat ketidakcukupan perfusi oksigen
dan zat gizi ke sel- sel tubuh. Kegagalan memperbaiki perfusi menyebabkan
kematian sel yang progressif, gangguan fungsi organ dan akhirnya kematian
penderita.
Syok neurogenik disebut juga syok spinal merupakan bentuk dari syok
distributif, syok neurogenik terjadi akibat kegagalan pusat vasomotor karena
hilangnya tonus pembuluh darah secara mendadak diseluruh tubuh. sehingga
terjadi hipotensi dan penimbunanan darah pada pembuluh tampung
(capacitance vessels). hasil dari perubahan resistensi pembuluh darah sistemik
ini diakibatkan oleh cidera pada sistem saraf.
B. Etiologi
Syok neurogenik merupakan kondisi syok yang terjadi karena hilangnya
kontrol saraf simpatis terhadap tahanan vaskular sehingga sebagai akibatnya,
muncul dilatasi arteriol dan vena di seluruh tubuh (Duane, 2008).
Penyebabnya antara lain :
1. Trauma medula spinalis dengan quadriplegia atau paraplegia (syok spinal).
2. Rangsangan hebat yang kurang menyenangkan seperti rasa nyeri hebat
pada fraktur tulang.
3. Rangsangan pada medula spinalis seperti penggunaan obat anestesi
spinal/lumbal.
4. Trauma kepala (terdapat gangguan pada pusat otonom).
5. Suhu lingkungan yang panas, terkejut, takut.
6. Syok neurogenik bisa juga akibat letupan rangsangan parasimpatis ke
jantung yang memperlambat kecepatan denyut jantung dan menurunkan
rangsangan simpatis ke pembuluh darah. Misalnya pingsan mendadak
akibat gangguan emosional
C. Patofisiologi
Syok neurogenik termasuk syok distributif dimana penurunan perfusi
jaringan dalam syok distributif merupakan hasil utama dari hipotensi arterial
karena penurunan resistensi pembuluh darah sistemik (systemic vascular
resistance). Syok neurogenik mengacu pada hilangnya tonus simpatik (cedera
spinal). Gambaran klasik pada syok neurogenik adalah hipotensi tanpa
takikardi atau vasokonstriksi kulit.
Syok neurogenik bisa juga akibat rangsangan parasimpatis ke jantung yang
memperlambat kecepatan denyut jantung dan menurunkan rangsangan
simpatis ke pembuluh darah. Misalnya pingsan mendadak akibat gangguan
emosional.
Pada penggunaan anestesi spinal, obat anestesi melumpuhkan kendali
neurogenik sfingter prekapiler dan menekan tonus venomotor. Pasien dengan
nyeri hebat, stress, emosi dan ketakutan meningkatkan vasodilatasi karena
mekanisme reflek yang tidak jelas yang menimbulkan volume sirkulasi yang
tidak efektif dan terjadi sinkop, syok neurogenik disebabkan oleh gangguan
persarafan simpatis descendens ke pembuluh darah yang mendilatasi
pembuluh darah dan menyebabkan terjadinya hipotensi dan bradikardia.
(Ristari, 2012)
Syok neurogenik disebabkan oleh hilangnya kontrol saraf simpatis
terhadap tahanan vaskular, sehingga sebagai hasilnya, terjadilah vasodilatasi
arteriol dan venula secara besar-besaran di seluruh tubuh (Cheatham dkk,
2003). Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, beberapa etiologi yang
mendasari terjadinya syok neurogenik antara lain adalah penggunaan zat
anesthesia maupun cidera pada medula spinalis yang mekanismenya kurang.
Bagian terpenting sistem saraf otonom bagi pengaturan sirkulasi adalah
sistem saraf simpatis. Selain serabut saraf simpatis yang menyuplai pembuluh
darah, serabut simpatis juga pergi secara langsung menuju jantung. Perlu
diingat kembali bahwa rangsangan simpatis jelas meningkatkan aktivitas
jantung, meningkatkan frekuensi jantung, dan menambah kekuatan serta
volume pompa jantung.
Dalam keadaan normal, daerah vasokonstriktor di pusat vasomotor terus
menerus mengantarkan sinyal ke serabut saraf vasokonstriktor seluruh tubuh,
menyebabkan serabut ini mengalami cetusan yang lambat dan kontinu dengan
frekuensi sekitar satu setengah sampai dua impuls per detik. Impuls ini,
mempertahankan keadaan kontraksi parsial dalam pembuluh darah yang
disebut tonus vasomotor. Tonus inilah yang mempertahankan tekanan darah
dalam batas normal, sehingga fungsi sirkulasi tetap terjaga untuk kebutuhan
jaringan.
Melemahnya tonus vasomotor, secara langsung menimbulkan manifestasi
klinis dari syok neurogenik. Sebagai contoh, trauma pada medula spinalis
segmen toraks bagian atas akan memutuskan perjalanan impuls
vasokonstriktor dari pusat vasomotor ke sistem sirkulasi. Akibatnya, tonus
vasomotor di seluruh tubuh pun menghilang.
Efeknya (vasodilatasi), paling jelas terlihat pada vena-vena juga arteri
kecil. Dalam vena kecil yang berdilatasi, darah akan tertahan dan tidak
kembali bermuara ke dalam vena besar. Karena faktor ini, aliran balik vena
maupun curah jantung akan menurun, dan dengan demikian tekanan darah
secara otomatis jatuh hingga nilai yang sangat rendah. Di momen yang
bersamaan, dilatasi arteriol menyebabkan lemahnya tahanan vaskular
sistemik yang seharusnya membantu memudahkan kerja jantung sebagai
pompa yang mengalirkan darah ke seluruh tubuh. Pada saat ini, didapatkanlah
tanda-tanda syok neurogenik yang jalur akhirnya tidak jauh berbeda dengan
syok tipe lain.(Guyton & Hall, 2008).
Pathway
Multiple Vehicle
Trauma
refleks Perdarahan
Spinal Lumbal
Reaksi Vasokonstriksi
pembuluh
Nadi
vasovagal
darah
Lumpuhnya Penekanan
neurogenik venus
sfingter venomotor
Volume sirkulasi
perkapiler
Sinkop
darah tidak
efektif
Syok
neurogenik
hilangnya kontrol Hilangnya tonus
Deficit Pengumpulan darah
saraf simpatis simpatik
neurogeni di arteriol, vena dan
terhadap tahanan
kapiler
vaskular
quadriplegi paraplegi Vasodilatas
i perifeal ↓ Kulit Kulit merah,
Vasodilatasi vasokonstrik si
kulit
Mengham
Tidak sadar bat respon
Dilatasi Dilatasi
baroresept
vena arteri
or Hiperterm
Resiko Kegagalan
i
cedera
darah akan Tonus pemb.termoregul
tertahan dan tidak darah periferas
kembali bermuara
ke
Perfusi
Jaringan ↓
Venous return
↓, SV ↓
CO ↓
MAP ↓
TD ↓
D. Manifestasi Klinis
Pada syok neurogenik juga ditemukan hipotensi, hanya saja akibat dari
berbagai disfungsi saraf otonom (khususnya saraf simpatis) nadi bahkan dapat
lebih lambat (bradikardi). Kadang gejala ini disertai dengan adanya defisit
neurologis dalam bentuk quadriplegia atau paraplegia. Sedangkan pada
keadaan lanjut, sesudah pasien menjadi tidak sadar, barulah nadi bertambah
cepat. Karena terjadinya pengumpulan darah di dalam arteriol, kapiler dan
vena, maka kulit terasa agak hangat dan cepat berwarna kemerahan
E. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan laboratorium tidak membantu diagnosis.
1. Rontgen cervik, thorax, dan lumbosakral spinal merupakan sangat penting
untuk menentukan adanya patah tulang atau tidak.
2. CT scan dan MRI akan berguna untuk menentukan bagian medulla spinalis
yang menyebabkan kompresi medulla spinalis. (Duane, 2008)
3. Elektrolit serum menunjukkan kekurangan cairan dan elektrolit
4. Sinar X spinal menentukan lokasi dan jenis cedera tulang (fraktur ,
dislokasi), untuk kesejajaran traksi atau operasi
5. Pemeriksaan fungsi paru: mengukur volume inspirasi maksimal dan ekpirasi
maksimal terutama pada kasus trauma servikal bagian bawah
6. GDA : menunjukan keefektifan pertukaran gas atau upaya ventilasi
F. PenatalaksanaanPenanganan
1. Baringkan pasien dengan posisi kepala lebih rendah dari kaki (posisi
Trendelenburg).
2. Pertahankan jalan nafas dengan memberikan oksigen, sebaiknya dengan
menggunakan masker. Pada pasien dengan distress respirasi dan
hipotensi yang berat, penggunaan endotracheal tube dan ventilator
mekanik sangat dianjurkan. Ventilator mekanik juga dapat menolong
menstabilkan hemodinamik dengan menurunkan penggunaan oksigen
dari otot -otot respirasi.
3. Untuk keseimbangan hemodinamik, sebaiknya ditunjang dengan
resusitasi cairan. Cairan kristaloid seperti NaCl 0,9% atau Ringer Laktat
sebaiknya diberikan per infus secara cepat 250-500 cc bolus dengan
pengawasan yang cermat terhadap tekanan darah, akral, turgor kulit, dan
urin output untuk menilai respon terhadap terapi.
4. Bila tekanan darah dan perfusi perifer tidak segera pulih, berikan obat –
obat vasoaktif (adrenergik; agonis alfa yang indikasi kontra bila ada
perdarahan seperti ruptur lien) :
a. Dopamin
Merupakan obat pilihan pertama. Pada dosis > 10 mcg/kg/menit,
berefek serupa dengan norepinefrin. Jarang terjadi takikardi.
b. Norepinefrin
Efektif jika dopamin tidak adekuat dalam menaikkan tekanan darah.
Monitor terjadinya hipovolemi atau cardiac output yang rendah jika
norepinefrin gagal dalam menaikkan tekanan darah secara adekuat.
Sebaiknya diberikan per infus. Obat ini merupakan obat yang terbaik
karena pengaruh vasokonstriksi perifernya lebih besar dari pengaruh
terhadap jantung (palpitasi). Pemberian obat ini dihentikan bila
tekanan darah sudah normal kembali. Awasi pemberian obat ini pada
wanita hamil, karena dapat menimbulkan kontraksi otot-otot uterus.
c. Epinefrin
Pada pemberian subkutan atau im, diserap dengan sempurna dan
dimetabolisme cepat dalam badan. Efek vasokonstriksi perifer sama
kuat dengan pengaruhnya terhadap jantung Sebelum pemberian obat
ini harus diperhatikan dulu bahwa pasien tidak mengalami syok
hipovolemik. Perlu diingat obat yang dapat menyebabkan vasodilatasi
perifer tidak boleh diberikan pada pasien syok neurogenik
d. Dobutamin
Berguna jika tekanan darah rendah yang diakibatkan oleh
menurunnya cardiac output. Dobutamin dapat menurunkan tekanan
darah melalui vasodilatasi perifer.
G. Komplikasi
1. Kegagalan multi organ akibat penurunan aliran darah dan hipoksia
jaringan yang berkepanjangan
2. Sindrome disstres pernafasan dewasa akibat destruksi pertemuan
alveolus kapiler karena hipoksia
A. Pengkajian
1. Primery survey
a. (Airway)
Jalan nafas adalah sumbatan jalan atas (larynx, pharinx) akibat cedera
inhalasi yang ditandai kesulitan bernafas atau suara nafas yang
berbunyi stridor. Tindakan dengan membersihkan jalan napas,
memberikan oksigen, trakeostomi, pemberian kortikosteroid dosis
tertinggi dan antibiotik.
b. (Breathing)
Kemampuan bernafas, ekspansi rongga dada dapat terhambat karena
nyeri atau eschar melingkar di dada. Tindakan yang dilakuakan kaji
dan monitor kemampuan bernafas, memberikan oksigen, melakukan
tindakan kedaruratan jalan napas agresif.
c. (Circulation)
Status volume pembuluh darah. Keluarnya cairan dari pembuluh darah
terjadi karena meningkatnya permeabilitas pembuluh darah (jarak
antara sel endotel dinding pembuluh darah).
d. (Disability)
Pada primary survey, disability dikaji dengan menggunakan skala
AVPU/GCS
1) A - alert, yaitu merespon suara dengan tepat, misalnya mematuhi
perintah yang diberikan
2) V - vocalises, mungkin tidak sesuai atau mengeluarkan suara
yang tidak bisa dimengerti
3) P - responds to pain only (harus dinilai semua keempat tungkai
jika ekstremitas awal yang digunakan untuk mengkaji gagal untuk
merespon)
4) U - unresponsive to pain, jika pasien tidak merespon baik
stimulus nyeri maupun stimulus verbal.
e. Ekspose, Examine dan Evaluate
Dalam situasi yang diduga telah terjadi mekanisme trauma yang
mengancam terjadinya gagal napas, maka Rapid Trauma Assessment
harus segera dilakukan:
1) Lakukan pemeriksaan kepala, leher, dada dan ekstremitas pada
pasien
2) Perlakukan setiap temuan luka baru yang dapat mengancam nyawa
pasien luka dan mulai melakukan transportasi pada pasien yang
berpotensi tidak stabil atau kritis
2. Secondary survey
a. Identitas Pasien
Meliputi jenis kelamin, umur, demografi, agama, status perkawinan,
pendidikan, pekerjaan, dll
b. Keluhan utama
1) Provoking, merupakan peristiwa apa yang bisa mencetuskan
nyeri yang dirasakan oleh klien
2) Quality, seperti apa nyeri yang sedang dirasakan oleh klien saat
ini
3) Region, tempat dimana rasa nyeri itu terjadi
4) Severity, skala nyeri yang dirasakan oleh klien
5) Time, berapa lama nyeri yang dirasakan oleh klien biasanya
berlangsung
c. Pemeriksaan fisik didasarkan pada survei umum (Apendiks F) dapat
menunjukkan manifestasi klasifikasi syok: hipotensi takikardia,
pucat, kulit lembab dingin, sianosis perifer, haluaran urine rendah,
gelisah, perubahan sesorium (delirium, kacau mental, agitasi, letargi,
obtudansi, koma).
Selain itu, perhatikan manifestasi khusus terhadap Syok neurogenik:
hipotensi dengan penampilan merah hangat, reaksi refleks simpatis
khas dari syok tidak terjadi, seperti takikardia dan takipnea (Engram,
1998).
d. Pemeriksaan penunjang
e. Penilaian masalah terhadap kasus syok neurologis:
1) Perubahan kesadaran
2) Perubahan mental
3) Status pernapasan, diperlukan alat bantu respirasi atau tidak
4) Perubahan tekanan intracranial
5) Kematian jaringan otak
B. Diagnosa Keperawatan
1. Airway
a. Bersihan Jalan Nafas tidak efektif berhubungan dengan:
1) Infeksi, disfungsi neuromuskular, hiperplasia dinding bronkus, alergi
jalan nafas, asma, trauma
2) Obstruksi jalan nafas: spasme jalan nafas, sekresi tertahan,
banyaknya mukus, adanya jalan nafas buatan, sekresi bronkus,
adanya eksudat di alveolus, adanya benda asing di jalan nafas
b. Resiko Aspirasi berhubungan dengan ketidakbersihan jalan napas,
penurunan tingkat kesadaran, kaku rahang
2. Circulation
a. Perfusi jaringan cerebral tidak efektif b/d penurunan konsentrasi Hb,
Hipervolemia, Hipoventilasi, gangguan transport O2, gangguan aliran
arteri dan vena
b. Penurunan curah jantung b/d gangguan irama jantung, stroke volume, pre
load dan afterload, kontraktilitas jantung.
c. Hipertermia berhubungan dengan penyakit/ trauma, peningkatan
metabolisme, aktivitas yang berlebih, dehidrasi
d. Kecemasan berhubungan dengan Faktor keturunan, Krisis situasional,
Stress, perubahan status kesehatan, ancaman kematian, perubahan konsep
diri, kurang pengetahuan dan hospitalisasi
C. Rencana Keperawatan
No Dx. Kep Tujuan dan kriteria hasil intervensi
1. Bersihan Jalan Nafas NOC: NIC:
tidak efektif berhubungan Respiratory status : a. Pastikan
dengan: Ventilation kebutuhan oral
a. Infeksi, disfungsi Respiratory status : atau tracheal
neuromuskular, Airway patency suctioning.
hiperplasia dinding Aspiration Control b. Berikan O2
bronkus, alergi jalan Setelah dilakukan tindakan c. Anjurkan pasien
nafas, asma, trauma keperawatan selama...x 24 untuk istirahat
b. Obstruksi jalan nafas jam pasien menunjukkan dan napas dalam
: spasme jalan nafas, keefektifan jalan nafas d. Posisikan pasien
sekresi tertahan, dibuktikan dengan kriteria untuk
banyaknya mukus, hasil : memaksimalkan
adanya jalan nafas a. Mendemonstrasikan ventilasi
buatan, sekresi batuk efektif dan suara e. Lakukan
bronkus, adanya nafas yang bersih, tidak fisioterapi dada
eksudat di alveolus, ada sianosis dan dyspneu jika perlu
adanya benda asing di (mampu mengeluarkan f. Keluarkan
jalan nafas. sputum, bernafas dengan sekret dengan
DS: mudah, tidak ada pursed batuk atau
Dispneu lips) suction
DO: b. Menunjukkan jalan nafas g. Auskultasi suara
a. Penurunan suara yang paten (klien tidak nafas, catat
nafas merasa tercekik, irama adanya suara
b. Orthopneu nafas, frekuensi tambahan
c. Cyanosis pernafasan dalam rentang h. Berikan
d. Kelainan suara normal, tidak ada suara antibiotic
nafas (rales, nafas abnormal) i. Atur intake
wheezing) c. Mampu untuk cairan
e. Kesulitan berbicara mengidentifikasikan dan
f. Batuk, tidak efektif mencegah faktor yang mengoptimalkan
atau tidak ada penyebab. keseimbangan.
g. Produksi sputum d. Saturasi O2 dalam batas j. Monitor
h. Gelisah normal respirasi dan
i. Perubahan e. Foto thorak dalam batas status O2
frekuensi dan irama normal k. Pertahankan
nafas hidrasi yang
adekuat untuk
mengencerkan
secret
l. Jelaskan pada
pasien dan
keluarga tentang
penggunaan
peralatan : O2,
Suction, Inhalasi
2. Risiko Aspirasi Respiratory Status : NIC:
DO: Ventilation a. Monitor tingkat
a. Peningkatan tekanan Aspiration control kesadaran,
dalam lambung Swallowing Status reflek batuk dan
b. elevasi tubuh bagian Setelah dilakukan tindakan kemampuan
atas keperawatan selamax24 jam menelan
c. penurunan tingkat pasien tidak mengalami b. Monitor status
kesadaran aspirasi dengan kriteria: paru
d. peningkatan residu a. Klien dapat bernafas c. Lakukan suction
lambung dengan mudah, tidak jika diperlukan
e. menurunnya fungsi irama, frekuensi d. Cek nasogastrik
sfingter esofagus pernafasan normal sebelum makan
f. gangguan menelan b. Pasien mampu menelan, e. Hindari makan
g. NGT mengunyah tanpa terjadi kalau residu
h. Penekanan reflek masih banyak
batuk dan gangguan aspirasi, dan f. Potong makanan
reflek mampumelakukan oral kecil kecil
i. Penurunan motilitas hygiene g. Haluskan obat
gastrointestinal c. Jalan nafas paten, mudah sebelum
bernafas, tidak merasa pemberian
tercekik dan tidak ada h. Naikkan kepala
suara nafas abnormal 30-45 derajat
setelah makan