Anda di halaman 1dari 8

Manajemen Keuangan

Eka Sulistyana

PERKULIAHAN 7
PENILAIAN SURAT BERHARGA
1. Instrumen Surat Berharga
Tujuan dilaksanakan investasi dana jangka pendek adalah : Menjaga Likuiditas
perusahaan, artinya kelebihan dana yang dimiliki oleh perusahaan dibelikan surat
berharga agar tidak terjadi iddle fund sehingga mendapatkan keuntungan, namun
sekuritas tersebut harus bisa segera menjadi uang tunai bila likuiditas perusahaan
kurang baik.
Secara garis besar sekuritas dibagi menjadi dua, yaitu sekuritas yang
memberikan penghasilan tetap (obligasi). Dan sekuritas yang memberikan
penghasilan tidak tetap (saham). Obligasi adalah surat hutang yang dikeluarkan
perusahaan dalam jangka panjang dan memberikan bunga. Sedangkan saham adalah
surat bukti kepemilikan perusahaan.
Perbedaaan yang mendasar antara saham dan obligasi adalah :

Faktor Saham Obligasi


Status Bukti Kepemilikan Bukti Hutang
Kepentingan Berkepentingan langsung Hanya berkepentingan
Terhadap terhadap tujuan/misi terhadap keamanan
Emiten perusahaan pinjaman
Umur Tidak Terbatas Mempunyai Jatuh Tempo
Bunga
Deviden
Laba/rugi tetap dibayar
Pendapatan Dibayar Bila Untung
Pendapatan bunga mudah
Potensi Laba Sulit diukur
dihitung
Bunga dikeluarkan dulu
Perlakuan Pajak Deviden adalah bagian laba
sebagai biaya sebelum pajak
di tingkat emiten setelah dikurangi pajak
diperhitungkan
Harga Hak Lebih berfluktuatif Relatif lebih stabil
Suara Memiliki hak suara Tidak memiliki hak suara
Klaim dalam
Inferior Superior atau didahulukan.
Likuidasi
Sumber : Sutrisno, 2003, 112

2. Penilaian Obligasi
Obligasi adalah surat hutang yang dikeluarkan perusahaan atau lembaga-
lembaga lain yang mempunyai nilai nominal tertentu, serta akan memberikan bunga
secara tetap.
Sehingga dari pengertian tersebut diatas diperoleh ciri-ciri obligasi adalah
sebagai berikut :

42
43

a. Mempunyai nilai nominal atau disebut face value yaitu jumlah nilai yang akan
dibayarkan pada saat obligasi tersebut jatuh tempo.
b. Memberikan bunga atau sering disebut coupon yang akan dibayarkan secara
periodik tahunan, semesteran atau kuartalan.
c. Mempunyai jangkan waktu dalam melunasi obligasinya dan biasanya berjangka
panjang.
Dalam penilaian obligasi dapat ditentukan dengan formulasi berikut ini :
C C C + N
Po + + .......... ... +
(1 + r )1 ) (1 +r )2 ) (1 +
r )n )

Dimana :
Po = Harga yang layak bagi investor saat ini
C = Bunga Obligasi (Rp)
N = Nilai Nominal Obligasi
r = Return yang diharapkan
Contoh :
Rafi membeli obligasi dengan nominal Rp. 200.000 berjangka waktu 5 tahun dan
memberikan bunga 20% per tahun, maka bila obligasi tersebut dimiliki hingga jatuh
tempo, akan diperoleh aliran kas tahun pertama hingga tahun kelima
sebesar 20% x Rp. 200.000 = Rp. 40.000, dan pad akhir tahu kelima memperoleh
dana sebesar Rp. 200.000.
Dan jika return sebesar 25% per tahun, maka harga yang layak adalah :
40.000 40.000 40.000 40.000 40.000+ 200.000
Po = + + + +
(1+0,25) ) (1+0,25) ) (1+0,25) ) (1+0,25)4 ) (1+0,25)5)
1 2 3

40.000 40.000 40.000 40.000 40.000+ 200.000


Po = + + + +
1,25 1,56 1,95 2,44 3,05

Po = 32.000+ 25.641+ 20.513+16.393+ 78.689

Po = 173.236

3. Penilaian Saham
Sesuai dengan pengertian diatas bahwa saham adalah surat bukti kepemilikan
perusahaan yang memberikan penghasilan tidak tetap. Selain penghasilan berupa
pembagian laba (deviden) maka pemilik saham dapat memperoleh penghasilan
berupa selisih harga saham. Jika harga jual saham lebih tinggi dari harga beli saham
maka investor akan memperoleh capital gain. Jika sebaliknya maka akan memperoleh
capital loss.
Misalkan harga saham saat ini Rp. 10.000 perlembar, dan diharapkan akan
memperoleh deviden sebesar Rp. 1.500 per lembar ditahun depan. Pada tahun depan
tersebut diperkirakan harga saham menjadi Rp. 12.000, perlembar, dengan demikian
44

maka keuntungan yang diharapkan dari saham tersebut dapat dihitung sebagai
berikut :
D1 P1 − P0
r= + x100 %
P0 P0
Dimana :
D1= Devidend Tahun 1
P0 = Harga Beli
P1 = Harga Jual
Sehingga dari soal tersebut dapat diselesaikan sebagai berikut :
1.500 12.000 − 10.000
r= + x100 %
10.000 10.000

r = (0,15 + 0,20) x100 % = 35%


Dari hasil tersebut diatas dapat pula dirumuskan sebagai berikut :
D1 P1
Po = +
(1 + r ) (1 + r )
Dan jika n tahun lebih dari satu maka rumusnya adalah :
D1 D2 Dn
Po = + + .......... +
(1 + r ) 1
(1 + r ) 2
(1 + r ) n

Dalam menghitung harga yang layak untuk suatu saham jika semakin jauh jangka
waktunya maka akan semakin sulit untuk memprediksikan penerimaan deviden,
sehingga perlu penyederhanaan, penyederhanaan tersebut dengan membuat asumsi :
1. Keuntungan tidak berubah setiap tahunnya.
2. Tidak semua saham dibagi, tapi ada sebagian yang ditahan dengan asumsi
3. Laba yang ditahan akan diinvestasikan lagi, sehingga menghasilkan keuntungan
yang mengakibatkan deviden semakin tahun akan semakin besar, artinya akan
ada pertumbuhan saham.
Berdasarkan asumsi tersebut diatas maka untuk menghitung harga saham yang layak
adalah,
D1 D1 (1 + g ) D1 (1 + g ) n −1
Po = + + .......... .... +
(1 + r ) 1 (1 + r ) 2 (1 + r ) n
Bila n tak terhingga, maka persamaan tersebut merupakan penjumlahan dari deret
ukur dengan kelipatan ( {(1 + g ) / (1 + r ) )}, sehingga jumlahnya sama dengan :
D1 1
Po = +
(1 + r ) 1 − (1 − g )
(1 − r )
45

Maka persamaan tersebut dapat disederhanakan sebagai berikut :


D1 D
Po = atau r = 1 + g
(r − g) Po
Contoh :
Saham PT. Dewanti pada saat ini mempunyaim harga pasar sebesar Rp. 15.000 per
lembar, diperkirakan akan memberikan deviden Rp. 1.500 per lembar.
a. Berapa tingkat keuntungan investor bila harga jual diproyeksikan sebesar Rp.
20.000,-
b. Pada harga jula berapa sebaiknya dijual bila diingikan keuntungan 20%.
Jawab :
a. Tingkat keuntungan jika harga jula Rp. 20.000,00 adalah
1.500 + 20 .000 − 15 .000
Er = x100 % = 43,3 %
15 .000
b. Harga jual yang layak jika keuntungan yang diharapkan 20% adalah
1.500 + P1 − 15.000
20% =
15.000
15 . 000 x 20 % = P1 − 15 .000 + 1 . 500

P1 = 16 . 500

4. Capital Asset Princing Model


Untuk menentukan harga yang layak bagi sekuritas, tergantung dari tingkat
keuntungan yang diharapkan dri sekuritas yang bersangkutan. Sehingga semakin
tinggi tingkat keuntungan yang diharapkan investor akan semakin kecil harga yang
bersedia dibayar investor. Kemudian apakah tidak ada ukuran yang realistis untuk
tingkat keuntungan tersebut ?.
Salah satu model yang dipergunakan untuk menaksir tingkat keuntungan tersebut
adalah Capital Asset Princing Model, Model ini secara tegas bahwa ada hubungan
yang positif dan linier antara tingkat keuntungan yang layak dengan resiko.
Resiko dalam teori portofolio diartikan sebagai deviasi tingkat keuntungan (=σ),
yang menunjukkan seberapa jauh kemungkinan nilai yang diperoleh menyimpang dari
nilai yang diharapkan (Expected Value= Er), semakin tinggi nilai σ, semakin besar
kemungkinan nilai riil menyimpang dari nilai yang diharapkan, yang berarti semakin
tinggi resikonya. Sedangkan nilai yang diharapkan merupakan rata-rata (mean) yang
diberi notasi Er.
Sebagai contoh berikut ada dua sekuritas yang memiliki karakteristik sebagai
berikut :
46

Investasi sekuritas A Investasi Sekuritas B


Probabilitas Return Probabilitas Return
0,25 15% 0,15 15%
0,50 25% 0,70 25%
0,25 35% 0,15 35%

Jika dihitung tingkat keuntungan yang diharapkan (Er) untuk kedua investasi
tersebut, maka didapatkan nilai sebagai berikut :

ErA = 0,25(15%) + 0,50(25% + 0,25(35%) = 25%


ErB = 0,15(15%) + 0,70(25% + 0,15(35%) = 25%

Ternyata diperoleh nilai keuntungan yang sama, akan tetapi jika kita amati
diperoleh kenyataan bahwa penyebaran nilai keuntungan tersebut berbeda. Yakni
penyebaran nilai investasi A lebih besar daripada penyebaran nilai investasi B, hal ini
dibisa dilihat dari distribusi probabilitasnya. Artinya kemungkinan invetasi A menerikan
keuntungan dibawah 25% adalah 0,25 sedangkan investasi B sebesar 0,15, untuk
ukuran resiko dapat dicari dengan deviasi standart sebagai berikut :

σ = {P1 ( R1 − Er 2 )}
1/ 2

Dari formulasi tersebut diatas standar deviasi masing-masing sekutiras adalah :

σ A = {0,25(0,15 − 0,25) 2 + 0,5(0,25 − 0,25) 2 + 0,25(0,35 − 0,25) 2 )}


1/ 2
= 0,071

σ B = {0,25(0,15 − 0,25) 2 + 0,7(0,25 − 0,25) 2 + 0,15(0,35 − 0,25) 2 )}


1/ 2
= 0,055

Dari perhitungan tersebut nampak resiko investasi pada sekuritas A lebih besar
dibandingkan B. Resiko merupakan salah satu hal yang tidak diinginkan oleh para
investor, namun resiko tidak mungkin dapat dihindari, sehingga untuk mengurangi
resiko tersebut dapat dimanage yang baik, dan untuk mengurangi resiko tersebut
maka investor membuat portofolio sekuritas. Portofolio adalah kombinasi beberapa
jenis sekuritas yang dimiliki, semakin banyak jenis sekuritas dalam portofolio yang
dimiliki investor, resiko bisa ditekan hingga mendekati resiko yang tidak bisa dihindari.
Dan bila digambarkan pengaruh penambahan jumlah sekuritas pada resiko portofolio
akan nampak sebagai berikut :
47

Resiko (%)

Total
Resiko tidak Resiko
sistematis

Resiko sistematis

Jumlah Saham

Dari gambar tersebut resiko dapat dibagi dalam dua jenis, yaitu :
a. Resiko sistematis merupakan bagian resiko yang tidak bisa dihilangkan, dan
b. Resiko tidak sistematis yakni resiko yang bisa dihilangkan dengan menambah
jumlah jenis saham yang dimiliki. Dan kedua resiko disebut resiko total.
Untuk menilai tingkat keuntungan yang diisyaratkan atas portofolio sekuritas dapat
dirumuskan sebagai berikut :
R p = R f + {( Rm − R f ) / σ m }/ σ p

Dimana :
Rp = Tingkat keuntungan portofolio
Rf = Tingkat keuntungan bebas resiko
Rm = Tingkat keuntungan pasar
σm = Penyimpangan standar pasar
σp = Penyimpangan standar portofolio
Dari rumusan tersebut tingkat keuntungan yang diharapkan untuk semua portfolio
yang efisien pada dasarnya adalah sama dengan tingkat keuntungan bebas resiko
ditambah dengan premium resiko tingkat keuntungan sebagai kompensasi atas resiko
portofolio yaitu sebesar :
{( R m − R f ) / σ m } dikalikan dengan penyimpangan standar portofolio (σn). Bila
digambarkan akan sebagai berikut :
48

Expected return

GPM = Rt + {(Rm − Rt ) / σ m }/ σ p

Rm

Rt

σm Risk (σp)

Gambar Garis Pasar Modal

Contoh :
Suatu portofolio sekuritas diketahui bahwa keuntungan bebas resiko (Rf) sebesar
10%, tingkat keuntungan portofolio pasar diperkirakan Rm = 16% dengan deviasi
standar sebesar 14%. Jika standar deviasi portofolio yang merupakan kombinasi dari
investasi bebas resiko dan portofolio M adalah 10%, maka :

Premium resiko = (Rm – Rf)/σm = (16%-10%)/14%


= 42,86%
R p = R f + {( Rm − R f ) / σ m }/ σ p
R p = 10 % + {(16 % − 10 %) / 14 %}/ 10 % = 14 , 29 %

Garis Pasar Sekuritas


Apabila investor mempunyai sekuritas secara individual, tidak dalam kombinasi
saham atau portofolio, dapat diukur dengan persamaan berikut :
Ri = R f + β i ( R m − Rf )

Dimana :
Ri = Tingkat keuntungan yang diisyaratkan oleh sekuritas i
Rf = Tingkat keuntungan bebas resiko
Rm = Tingkat keuntungan yang diisyaratkan rata-data dengan βeta = 1 atau
tingkat keuntungan pasar
βi = Koefisien beta sekuritas i
49

Yang digambarkan dengan garis sekuritas, sebagai berikut :

Expected return

Ri = R f + β i ( R m − Rf )

Rm

Rt

σm Risk (σp)

Gambar Garis Sekuritas

Garis pasar sekuritas merupakan garis yang menunjukkan hubungan antara


tingkat keuntungan yang diisyaratkan dengan resiko sistematis.
Contoh :
Beberapa tingkat keuntungan yang dapat diharapkan dari saham PT. AMPINDO bila
tingkat keuntungan pasar sebesar 15%, koefisien beta 0,50 dan tingkat keuntungan
bebas resiko sebesar 12%.
Ri = R f + β i ( R m − Rf )
Ri = 12 % + 0,60 (15 % − 12 %) = 13,80 %

Anda mungkin juga menyukai