Anda di halaman 1dari 8

MAKALAH

Teori Karl Marx Tentang Agama Sebagai Fenomena Sosial

Disusun oleh:
KELOMPOK I :
1. LA ODE ALPIAN
2. JASMIN DERWOTUN
3. SARJUN

JURUSAN SOSIOLOGI AGAMA


FAKULTAS USHULUDDIN DAN DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
AMBON
2021
1
DAFTAR ISI

Dafta isi

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

B. Rumusan Masalah

C. Tujuan

BAB II PEMBAHASAN

A. Teori Karl Marx Tentang Agama Sebagai Fenomena Sosial

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan

DAFTAR PUSTAKA

2
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkembangan pemikiran Marx memang tidak lepas dari pengaruh


filsuf-filsuf hebat seperti Hegel, Feuerbach, Smith, juga Engels. von Magnis
membagi lima tahap perkembangan pemikiran marx yang dibedakan ke dalam
pemikiran ‘Marx muda’ (young Marx) dan ‘Marx tua’ (mature Marx). Gagasan
dan pemikirannya terutama diawali dengan kajiannya terhadap kritik Feuerbach
atas konsep agamanya Hegel yang berkaitan dengan eksistensi atau keberadaan
Tuhan. Marx yang materialistik benar-benar menolak konsep Hegel yang
dianggapnya terlalu idealistik dan tidak menyentuh kehidupan keseharian.

Pemikiran-pemikirannya sosiologisnya antara lain dialektika, teori kelas


sosial, determinisme ekonomi dan kritik masyarakat. kekuatan yang mendorong
manusia dalam sejarah adalah cara manusia berhubungan antara manusia yang
satu dengan yang lainnya, yang abadi untuk merenggut kehidupan dari alam.

Oleh karena itu sangat menarik sekali untuk mengkaji tentang pemikiran
Karl Marx, kami penulis akan mencoba mengulas mengenai bagaimana latar
belakang timbulnya pemikiran Karl Marx, serta pemikiran Karl Marx itu sendiri
sehingga dapat menambah wawasan dan pengetahuan kita mengenai pemikiran
karl Marx tentang agama sebagai fenomena sosial.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah makalah ini antara lain adalah :

1. Bagaimanakah pemikiran Karl Marx Tentang Agama Sebagai Fenomena


Sosial ?
C. Tujuan

Tujuan dari pembahasan makalah ini antara lain adalah :

1. Untuk mengetahui pemikiran karl Marx tentang agama sebagai


fenomena sosial

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Teori Karl Marx Tentang Agama Sebagai Fenomena Sosial

Teori Marx tentang agama, berangkat dari pemahamannya tentang sejarah


dan Kesadaran diri serta dibangun berdasarkan pada kritiknya terhadap
pengeksploitasian agama Di Eropa yang dilakukan oleh negara dan kaum kapitalis
pada jamannya.

Pemahaman Marx tentang sejarah berbeda dengan pemahaman Hegel


walaupun Marx Dengan jujur mengakui bahwa Hegellah yang memberikan dia
sebuah perangkat analisis Sejarah yang sangat penting.

Para filsuf dan teolog kritis Jerman pun yang oleh Marx disebut “kaum
Ideologi“ seperti Bruno Bauer sering terperangkap olehnya dan sulit melepaskan diri
Darinya. Penilaian ini didasarkan pada fakta bahwa, ketika “kaum ideologi” Jerman
mencoba Mengelaborasi pemahaman sejarah Hegel yang bercorak dialektis idealis,
sebagai titik tolak Kritisisme mereka terhadap sistem sosial kapitalis pada jaman
mereka, yang nyata-nyata Menimbulkan problem-problem material kehidupan,
mereka senyatanya tetap berpegang pada Keyakinan bahwa pergulatan dialektis
ide-ide lama dan baru yang merubah sejarah Berlangsung dalam dunia idea,
sehingga mereka tidak mengambil bagian dalam kondisi Sosial-kritis.

Sementara Hegel dan kaum ideologi Jerman berpendirian bahwa proses


terbentuknya Dialektika ide-ide lama dan baru yang mentransformasi sejarah, ada
pada dunia ide sehingga Kebenaran dalam pikiran manusia adalah kebenaran yang
terberi oleh sang ide kekal.

Marx Justru berpendapat bahwa proses dialektis ide-ide yang


mentransformasi sejarah itu, dibentuk Dalam dunia material-sosial. Oleh karena
proses dialektis antara ide-ide lama dan baru yang Mentrasformasi sejarah
berlangsung dalam dunia sosial, maka menurut Marx , elemen utama Dalam sejarah
adalah produksi dan reproduksi kehidupan sosial sehari-hari. Produksi dan
Reproduksi sosial ini, dilakukan oleh manusia sendiri dalam dunia nyata sebagai
pencipta Sejarahnya. Penciptaan sejarah manusia, dalam pengamatan Marx,
dilakukan manusia di Bawah asumsi-asumsi dan kondisi-kondisi tertentu, serta
berlangsung dalam kontestasi Konfliktual antara berbagai kekuatan kehendak,
paham, cita-cita dan program. Produksi dan Reproduksi kehidupan sehari-hari, di
mata Marx, menjadi medan pengembangan berbagai Teori atau ilmu. Sebagai
produksi sosial, teori atau ilmu itu, dalam pandangan Marx, Merupakan
pengorganisasian konsep-konsep yang berlangsung dalam masyarakat, yang harus
Digunakan secara efektif agar menjadi kekuatan praktis yang membebaskan dan
mengubah Dunia.

4
Pemahaman Marx mengenai kesadaran dirijuga tidak sama dengan
pemahaman Hegel. Menurut Marx kesadaran diri abstraktif egoistik ini
Memproduksi kesadaran diri palsu, yaitu suatu keadaan mental yang tercekoki oleh
konsep-Konsep yang mengaburkan pemahaman masyarakat akan kekuatan-
kekuatan yang secara Nyata membimbing dan mengarahkan pemikiran mereka.
Oleh Marx kesadaran diri palsu itu, Dikarakterisasi sebagai ketidaksadaran manusia
akan keasalan ide-ide yang mencekoki Mereka itu adalah dari dalam kondisi-kondisi
sosial dan juga sebagai ketidaksadaran Manusia akan peran yang dimainkan oleh
ide-ide termaksud dalam rangka mempertahankan Atau mengubah kondisi-kondisi
yang melingkupi mereka.

Pemahaman Marx tentang kesadaran diri itu, sebagaimana menampak


nyata dalam Pengembangan pikiran Marx yang dilakukan oleh George Lukacs dan
Antonio Gramsci, Adalah kesadaran sosial yang bersifat riil dan komunal sehingga
tidak bersifat individual. Hal Itu terjadi demikian, karena ia muncul dari kelompok
kelas terjajah yang menceburkan diri Dan hidup dalam seluruh pengalaman kelas
terjajah. Kesadaran diri yang demikian ini, bukan Merupakan bentukan realitas-
realitas spiritual, tetapi justru ia terbentuk dari realitas-realitas Sosial. Oleh karena
begitu pembentukannya, maka kesadaran sosial itu adalah expressi diri Dari masa
kelas terjajah yang sadar akan penderitaannya, dan yang kini siap mewujudkan
Mimpinya akan transformasi sosial melalui persuasi, intelektual, kultural dan moral.

Pada jamannya, Marx memang melihat bahwa ide-ide yang berkuasa adalah
ide-ide Kelas penguasa, yaitu kelas yang menguasai kekuatan material dan
intelektual masyarakat. Kelas berkuasa memproduksi ideologi dominan yang
senyatanya adalah kesadaran palsu Untuk mempertahankan status hegemoni dan
dominasi sosial, politik dan ekonomi mereka Atas masyarakat. Mereka
mendiseminasi kesadaran palsu untuk menguasai kesadaran Masyarakat. Dalam
menghegemoni kesadaran sosial masyarakat, kelas berkuasa melakukan
Indoktrinasi, tekanan dan pembatasan serta pengawasan terhadap masyarakat.
Dalam Mengindoktrinasi masyarakat, Marx juga menyaksikan bahwa negara dan
masyarakat Memposisikan agama sebagai institusi yang memiliki daya otoritatif
metafisik, lalu Mengeksploitasinya sebagai bagian dari sistem penghasil dan
indoktrinator kesadaran sosial Palsu atau ideologi dominan kelas berkuasa.

Marx menyebut agama Yang bercorak transendental, yang dengan impresi


metafisiknya dipakai untuk memproduksi Kesadaran palsu, hiburan semu, dan
mencipta dunia lain sebagai ilusi atau fantasi-fantasi Metafisik yang mampu
membuat masyarakat tidak menyadari realitas sosial historisnya, Sehingga manusia
tidak pernah meraih kebahagiaan yang sejati, bukanlah agama dalam arti Yang
sebenarnya. Marx berpandangan demikian karena baginya agama yang bercorak
Transendental itu senyatanya adalah produksi dari keteralienasian manusia. Dengan
mengikuti Teori Ludwig Feuerbach tentang keatheisan agamawi, Marx menegaskan
bahwa agama itu Dibuat oleh manusia sendiri, namun hasil karyanya itu diasingkan

5
darinya sehingga ia Teralienasi dari karyanya, dan hasil karyanya itu diobyektifikasi
kepada Sang Ideal lalu ia Menundukkan diri kepada Sang Ideal itu yang
sesungguhnya adalah karyanya sendiri. Marx Menganalogikan pandangannya ini
dengan cara produksi dari kaum buruh di pabrik. Apa Yang dihasilkan kaum buruh
adalah dirinya sendiri yang telah diwujudkan dalam bentuk Benda fisik. Setelah
benda diproduksi, benda itu menjadi komoditas dengan kebebasan dan Kekuatan
yang lebih besar dari pembuatnya. Kaum buruh teralienasi dari karyanya bahkan
Kaum buruh tunduk tidak berdaya atas hasil kerjanya sendiri.

Dalam mengembangkan teori Ludwig Feuerbach tentang “keatheisan


agamawi” yang Oleh Marx dinilai hanya berdasar pada ilusi idealistik, dalam arti
hanya berupa paham bahwa Kecerdasan dapat merubah kesadaran manusia, tidak
bersentuhan dengan fakta sosial padahal Fakta sosial berupa penderitaan manusia
itulah yang menyebabkan manusia mencipta ilusi Keagamaan. Marx memandang
esensi agama itu sebagai opium dalam arti sebagai ekspresi Historis dari penderitaan
manusia dan sekaligus sebagai protes atas penderitaan manusia itu. Dengan
memandang agama demikian, Marx menunjukkan bahwa agama itu adalah produksi
Dari sistem sosial, politik, ekonomi dan kultur suatu masyarakat, guna untuk
penciptaan Masyarakat egaliter bebas, dan manusiawi.

Marx juga melihat agama sebagai sebuah ideologi. Dia merujuk pada agama
sebagai candu masyarakat. Marx percaya bahwa agama, seperti halnya ideologi,
merefleksikan suatu kebenaran, namun terbalik. Karena orang-orang tidak bisa
melihat bahwa kesukaran dan ketertindasan mereka diciptakan oleh sistem
kapitalis, maka mereka diberikan suatu bentuk agama. Marx dengan jelas
menyatakan bahwa dia tidak menolak agama, pada hakikatnya, melainkan menolak
suatu sistem yang mengandung ilusi-ilusi agama. Bentuk keagamaan ini mudah di
kacaukan dan oleh karena itu selalu berkemungkinan untuk menjadi dasar suatu
gerakan revolusioner. Kita juga melihat bahwa gerakan-gerakan keagamaan sering
berada garda depan dalam melawan kapitalisme(lihat,misalnya, teologis
pembebasan).

6
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Menurut Marx agama bukanlah wujud alienasi sebenarnya dari manusia.


Tidak seperti Feuerbach, ia menegaskan bahwa fenomena agama hanyalah efek lain
dari alienasi sebenarnya, yang ada di dalam tatanan masyarakat yang riil. Alienasi
yang sebenarnya itu adalah alienasi ekonomi. Mengapa demikian? Karena menurut
Marx, manusia bukanlah entitas material yang bersifat metafisis sebagaimana yang
dibayangkan oleh Feuerbach. Manusia adalah mahluk konkret aktif, yakni mahluk
yang bekerja atau yang memiliki dimensi praxis. Dimensi praxis ini ditemukan di
dalam sebuah organisasi sosial yang mewujud dalam rangka subsistensi. Dimensi
praxis itu atau produksi itu ialah struktur ekonomi. Alienasi ekonomi ini terwujud
ketika kaum proletariat dirampas nilai surplusnya oleh pemilik modal. Dan pelarian
atas kondisi alienasi ini adalah agama. Agama berfungsi sebagai penenang dari
penderitaan yang dialami kelas buruh, sekaligus sebagai pelanggeng tatanan
eksploitatif yang ada di dalam masyarakat. Dengan demikian, penghilangan agama
merupakan, penghilangan atas kebahagiaan palsu menuju kebahagiaan yang riil.

7
DAFTAR PUSTAKA
http://ejournal.iainpurwokerto.ac.id/index.php/komunika/article/download/365
/330
http://ilkom.fis.uny.ac.id/sites/ilkom.fis.uny.ac.id/files/03.%20Karl%20Marx.doc
Agus Machfud Fauzi, M. Si, Sosiologi Agama, UNESA

Anda mungkin juga menyukai