Anda di halaman 1dari 14

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Hadis
Menurut ibn manzhur, kata hadis berasal dari bahasa arab, yaitu al-
hadits, jamaknya al-ahadits, al-haditsan dan al-hudtsan. Secara etimologis,
kata ini memiliki banyak arti, daiantaranya al-jadid (yang baru) lawan dari
al-qadim (yang lama), dan al-khabar, yang berarti kabar atau berita.1
Disamping pengertian tersebut, M.M. Azami mendefinisikanbahwa
kata hadits (arab: al- hadits), secara etimologi ( lughawiyah), berarti
komunitas,kisah, percakapan: religius atau sekuler, historis atau
kontemporer.2
Hadis menpunyai beberapa sinonim/muradif menurut para pakar
ilmu hadis, yaitu sunnah, khabar, dan atsar. Dari segi terminologi, banyak
para ahli hadis (muhadditsin) memberikan definisi yang berbeda redaksi,
tetapi maknanya sama, diantaranya Mahmud Ath-Thahan (guru besar
Hadis di fakultas syari’ah dan dirasah islamiyah di universitas kuwait)
mendefinisikan: “sesuatu yang datang dari nabi Saw, baik berupa
perkataan atau perbuatan dan atau persetujuan. 3
Para ulama, baik muahaditsin,fuqaha, ataupun ulama ushul,
merumuskan pengertian hadis secara berbeda-beda. Perbedaan pandangan
tersebut lebih disebabkan oleh terbatas dan luasnya objek tinjauan masing-
masing, yang tentu saja mengandung kecenderungan pada aliran ilmu yang
didalamnya.4
1. Hadis menurut Muhadditsun
Para ulama hadis mensinonomkan pengertian hadis dengan
sunnah. “Sunnah dalam pengertian para ahli hadis adalah segala riwayat
yang berasal dari Rasulullah baik berupa perkataan, perbuatan, ketetapan

1
Muhammad Ibn Manzhur. Lisan Al-Arab. Juz II. 1992. hlm. 131.
2
M.M. Azami.Studies in Hadis Methodology and Literature. Terj.Meth
Kieraha.Jakarta:Letera.2003.hlm.21-23.
3
Ath-thahan, Taysir Mushthalah AL-Hadits...,hlm.15 dan Amr bin Abdul mun’im, Taysir Ulumul
Al-Hadits...,hlm.12.
4
Endang Soetari.Ilmu Hadis: Kajian Riwayah Dan Dirayah.Bandung: Mimbar
Pustaka.2005.hlm.2.

1
( teqrir ),sifat fisik dan tingkah laku, beliau baik sebelum diangkat
menjadi Rasul ( seperti thannuts beliau di Gua Hira) maupun
sesudahnya.5
2. Hadis menurut Ushuliyyun
Para ulama ahli ushu fiqh ( ushuliyyun), juga mensinonimkan
pengerian hadis dan sunnah. “ al sunnah menurut pengertian ulama ushul
fiqh adalah segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW selain
Al-Qur’an, berupa perkataan,perbuatan maupun ketetapan ( taqrir)
beliau, yang dapat dijadikan sebagai dalil hukum syari’ah.
3. Hadis menurut Fuqaha
Para ulama fiqh tidak memberikan definisi secara khusus
tentang pengertian hadis namun mereka memberikan definisi sunnah,
yang dipergunakan untuk menunjuk salah satu bentuk atau sifat hukum
yang lima ( al ahkam al khamsah). Para fuqaha mendefinisi sunnah
sebagai segala perbuatan yang ditetapkan oleh Rasulullah, namun
pelaksanaannya tidak sampai kepada tingkat wajib.

B. Sejarah Dan Penulisan Al Hadis


1. Penulisan Hadis
Sebelum agama islam datang, bangsa Arab tidak mengenal
kemampuan membaca dan menulis. Mereka lebih dikenal sebagai bangsa
yang ummi (tidak bisaa membaca dan menulis). Namun, ini tidak berarti
bahwa tidak ada seorang pun yan bisa menulis dan membaca. Keadaan
ini hanyalah sebagai ciri kebanyakan mereka.sejarah telah mencatat
sejumlah orang yang mampu membaca dan menulis. Adiy bin Zaid Al-
Adi (w.35 H) misalnya, sudah belajar menulis hingga menguasainya, dan
merupakan orang pertama yang menulis dengan bahasa Arab dalam surat
yang ditujukan kepada Kisra. Sebagian orang Yahudi juga mengajari
anak-anak di Madinah untuk menulis Arab. Kota Mekah dengan pusat
perdagangannya sebelum kenabian, menjadi saksi adanya para penulis
dan orang yang mampu membaca dan menulis di Kota Mekah hanya
5
Muhammad ‘Ajjaj al-Khatib, Ushul al-Hadits ‘Ulumuh wa Musthalahuh ( Beirut: Dar al-
Fikr,1975),19.

2
sekitar 10 orang. Inilah yang dimaksud bahwa orang Arab adalah bangsa
yang ummi.6
Banyak akhbar yang menunjukkan bahwa para penulis lebih
banyak terdapat di Mekah dari pada di Madinah. Hal ini dibuktikan
dengan adanya izin Rasulullah kepada para tawanan dalam Perang Badar
dari Mekah yang mampu menulis untuk mengajarkan menulis dan
membaca kepada 10 anak Madinah sebagai tebusan diri mereka.
Pada masa Nabi, tulis-menulis sudah tersebar luas. Apalagi Al-
Qur’an mengajurkan untuk belajar dan membaca. Rasulullah pun
mangangkat para penulis wahyu hingga jumlahnya mencapai 40 orang.
Nama-nama mereka disebut dalam kitab At-Taratib Al-Idariyyah.
Baladzuri dalam kitab Futuhul uldan menyebutkan sejumlah penulis
wanita, diantaranya Ummul Mu’minin Hafshah, Ummu Kulsum binti
Uqbah, Asy-Syifa’ binti Abdullah Al-Qurasyiyah, ‘Aisyah binti Sa’ad,
dan Karimah binti Al-Miqdad.
Para penulis semakin banyak di Madinah setelah hijrah setelah
Perang Badar. Nabi menyuruh Abdullah bin Sa’id bin ‘Ash agar
mengajar menulis di Madinah, sebagimana disebutkan Ibnu Abdil Barr
dalam Al-Isti’ab Ibnu Hajar menyebutkan bahwa nama asli ‘abdullah bin
Sa’id bin Al-‘Ash adalah Al-Hakam, lalu Rasulullah memberinya nama
Abdullah, dan menyuruhnya agar mengajar menulis di Madinah.7
Para penulis sejarah Rasul, ulama hadis, dan umat Islam
sependapat bahwa Al-Qur’an Al-Karim telah memperoleh perhatian yang
penuh dari Rasul dan para sahabatnya. Rasul mengharapkan para sahabat
untuk menghafalkan Al-Qur’an dan menuliskannya di tempat-tempat
tertentu, seperti keping-keping tulang, pelepah kurma, batu, dan
sebaginya.
Oleh karena itu, ketika Rasulullah SAW wafat, Al-Qur’an telah
dihafalkan dengan sempurna oleh para sahabat. Seluruh ayat suci Al-
Qur’an pun telah lengkap ditulis, tetapi belum terkumpul dalam bentuk

6
Al-Qaththan.Mabahits fi ‘Ulum Al-Hadis. Terj. Mifdol Abdurrahman. Jakarta: Pustaka Al-
Kautsar.2005
7
Ibid.hlm. 47

3
sebuah mushaf. Adapun hadis atau sunnah dalam penulisannya ketika itu
kurang memperoleh perhatian seperti halnya Al-Qur’an. Penulisan hadis
dilakukan oleh beberapa sahabat secara tidak resmi karena tidak
diperintahkan oleh Rasul. Diriwayatkan bahwa beberapa sahabat
memiliki catatan hadis-hadis Rasulullah SAW. Mereka mencatat
sebagian hadis yang pernah mereka dengar dari Rasulullah SAW.
Diantara sahabat Rasulullah SAW yang mempunyai catatan-
catatan hadis Rasulullah SAW adalah Abdullah bin Amr bin Ash yang
menulis sahifah-sahifah yang dinamai As-Sadiqah.
2. Penghafalan Hadis
Para sahabat dalam menerima hadis dari Nabi Saw berpegang
pada kekuatan hafalannya, yakni menerimanya dengan jalan hafalan,
bukan dengan menulis hadis dalam buku. Karena itu, kebanyakan
sahabat menerima hadis melalui mendengar dengan hati-hati yang
disabdakan Nabi. Kemudian, terekamlah lafazh dan makna itu dalam
sanubari mereka. Mereka dapat melihat langsung apa yang Nabi kerjakan
atau mendengar pula dari orang yang mendengarkannya sendiri dari Nabi
karena tidak semua dari mereka dapat mengikuti ataumenghadiri majelis
Nabi pada setiap waktu. Kemudian, para sahabat menghafal setiap apa
yang diperoleh dari sabda-sabdanya dan berupaya mengingat yang
pernah Nabi lakukan lalu menyampaikannya kepada orang lain secara
hafalan pula.
Hanya beberapa orang sahabat yang mencatat hadis yang
didengarnya dari Nabi SAW. Diantara sahabat yang paling banyak
menghafal atau meriwayatkan hadis adalah Abu Hurairah. Menurut Ibnu
Jauzi, hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah berjumlah 5.374 buah
hadis. Adapun sahabat yang paling banyak hafalannya sesudah Abu
Hurairah adalah:
1. ‘Abdullah bin Umar r.a. meriwayatkan 2.630 buah hadis.
2. Anas bin Malik meriwayatkan 2.276 buah hadis.
3. Aisyah meriwayatkan 2.210 buah hadis.
4. ‘Abdullah Ibnu Abbas meriwayatkan1.660 buah hadis.

4
5. Jabir bin Abdullah meriwayatkan 1.540 buah hadis.
6. Abu Said Al-Khudri meriwayatkan 1.170 buah hadis.
3. Pembukuan Hadis
Pada abad pertama hijriah, yakni masa Rasulullah SAW,
Khulafaar Rasyidin, dan sebagian besar masa Bani Umayyah hingga
akhir pertama hijriah, hadis-hadis itu berpindah-pindah dan disampaikan
dari mulut ke mulut. Masing-masing perawi pada waktu itu
meriwayatkan hadis berdasarkan kekuatan hapalannya.hafalan mereka
terkenal kuat sehingga mampu mengeluarkan kembali hadis-hadis yang
pernah direkam dalam ingatannya. Ide penghimpunan hadis Nabi secara
tertulis untuk pertama kalinya dikemukakan oleh Khalifah Umar bin
khathab (w. 23 H/644 M). Namun, ide tersebut tidak dilaksanakan oleh
Umar karena khawatir bila umat Islam terganggu perhatiannya dalam
mempelajari Al-Qur’an.
Pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Abdul Aziz yang
dinobatkan akhir abad pertama Hijrah, yakni tahun 99 Hijriah, datanglah
angin segar yang mendukung kelestarian hadis. Umar bin Abdul Aziz
terkenal sebagai seorang khalifah dari Bani Umayyah yang terkenal adil
dan wara’ sehingga dipandang sebagai khalifah Rasyidin yang kelima.

C. Kategori Hadis: Sahih, Hasan, Dho’if, Dan Maudhu’


1. Hadits Sahih
a. Pengerian
Hadis sahih adalah hadis yang bersambung sanadnya, yang
diriwayatkan oleh rawi yang adil dan dhabith dari rawi lain yang
(juga) adil dan dhbiath sampai akhir sanad, dan hadis itu tidak janggal
serta titak mengandung cacat ( ilat).
Definisi diatas mengandung lima sifat yang harus dimiliki oleh
suatu hadis agar dapat dikategorikan sebagai hadis sahih:
1. Bersambung sanadnya
Yang dimaksud dengan ketersambungan sanad adalah
bahwa setiap rawi hadis yang bersangkutan benar-benar

5
menerimanya dari rawi yang berada diatasnya dan begitu
selanjutnya sampai kepada pembicara yang pertama.
2. Keadilan para perawinya
Uraian arti adil dan perincian syarat-syaratnya telah
disebutkan dimuka. Keadilan rawi merupakan faktor penentu bagi
diterimanya suatu riwayat, karena keadialn itu merupakan suatu
sifat yang mendorong seseorang untuk bertakwa dan
mengekangnya dari berbuat maksiat, dusta, dan hal-hal lain yang
merusak harga diri ( muru’a) seseorang.
3. Ke-dhabith-an para perawinya
Yang dimaksud dengan dhabith adalah bahwa rawi hadis
yang bersangkutan dapat menguasai hadisnya dengan baik, baik
dengan hafalannya yang kuat atau dengan kitabnya, kemudian dia
mampu mengungkapkannya kembali ketika meriwayatkannya.
4. Tidak rancu
Kerancuan ( syudzudz) adalah suatu kondisi dimana
seorang rawi berbeda dengan rawi lain yang lebih kuat posisinya.
Kondisi ini dianggap rancu karena bila ia berbeda dengan rawi
lain yang lebih kuat darinya, bai dari segi kekuatan daya hafalnya
atau jumlah mereka yang lebih banyak, maka para rawi yang lain
itu harus diunggulkan dan ia sendiri disebut syudzudz atau rancu.
Dan karena kerancuannya maka timbulah penilaian negatif
terhadap periwayatan hadis yang bersangkutan.
5. Tidak ada cacat
Maksudnya adalah bahwa hadis yang bersangkutan terbebas
dari cacat kesahihannya. Yakni hadis itu terbebas dari sifat-sifat
samar yang membuatnya cacat, meskipun tanpak bahwa hadis itu
tidak menunjukkan cacat-cacat tersebut. 8
2. Hadits Hasan
a. Pengertian

8
‘Itr. Op. Cit. hlm. 4.

6
Hadis hasan adalah hadis yang bersambung sanadnya,
diriwayatkan oleh rawi yang adil,yang rendah tingkat daya hafalnya
tidak rancu dan tidak cacat.9
Untuk membedakan antara hadis sahih dan hadis hasan, kita
harus mengetahui batasan dari kedua hadis tersebut. Batasannya
adalah keadilan pada hadis hasan disandang oleh orang yang tidak
begitu kuat ingatannya, sedangkan pada hadis sahih terdapat rawi-rawi
yang benar-benarkuat ingatannya. Akan tetapi, keduanya bebas dari
keganjilan dan penyakit. Keduanya bisa digunakan sebagai hujjah dan
kandungannya dapat dijadikan penguat.10
3. Hadits dho’if
a. Pengertian
Hadis dho’if adalah hadis yang kehilangan salah satu syaratnya
sebagai hadis maqbul ( yang dapat diterima). Dhaif menurut lughan
adalah lemah, lawan dari qawi (yang kuat).11
b. Klasifikasi
Para ulama Muhaditsin mengemukakan seba-sebab tertolaknya
hadis dari dua jurusan, yakni dari jurusan sanad dan jurusan matan.
Sebab-sebab tertolaknya hadis dari jurusan sanad adalah:
1. Terwujudnya cacat-cacat pada rawinya, baik tentang keadilan
maupun ke-dhabit-anya.
2. Ketidaksambungannya sanad, dikarenakan adalah seorang
rawi atau lebih, yang digugurkan atau saling tidak bertemu
satu sama lain.
Adapun cacat pada keadilan dan ke-dhabit-annya rawi itu ada
sepuluh macam, yaitu sebagai berikut:
1. Dusta
2. Tertuduh dusta
3. Fasik
4. Banyak salah

9
Syarh al-Nukhbah, hlm. 17; Lihat pula Syarh al-Baiquniyah karya al-Zarqani, hlm. 25.
10
Subhi Ash-Shahih. Membahas Ilmu-Ilmu Hadis. Jakarta: Pustaka Firdaus. 1997. hlm. 103.
11
Soetari. Op.cit. hlm. 141.

7
5. Lengah dalam menghafal
6. Menyalahi riwayat orang kepercayaan
7. Banyak waham (purbasangka)
8. Tidak diketahui identitasnya
9. Penganut bid’ah
10. Tidak baik hafalannya.
4. Hadis Maudhu’
Hadis maudhu’ adalah hadis yang dicipta serta dibuat oleh
seseorang (pendusta), yang ciptaan itu dinisbahkan kepada Rasulullah
SAW. secara palsu dan dusta, baik disengaja maupun tidak.12

D. Fungsi Hadits Terhadap Al Qur'an


1. Hadits sebagai bayan tafsil
Yang dimaksud bayan tafsil adalah bahwa kehadiran hadits
berfungsi untuk memberikan rincian dan tafsiran terhadap ayat-ayat Al
Qur'an yang masih bersifat global (mujmal). Atau dengan kata lain
adalah penjelasan hadits terhadap ayat-ayat yang memerlukan perincian
atau penjelasan lebih lanjut, seperti pada ayat-ayat mujmal, mutlaq, dan
‘aam. Maka fungsi hadits dalam hal ini memberikan perincian (tafshil).
Contohnya adalah sabda Rasulullah SAW. berikut,
Telah dihalalkan bagi kamu dua (macam) bangkai dan dua
(macam) darah. Adapun dua bangkai adalah bangkai ikan dan bangkai
belalang, sedangkan dua darah adalah hati dan limpa.13
2. Hadits sebagai bayan At-Taqrir
Bayan at-taqrir atau sering juga disebut dengan bayan at-ta’kid
dan bayan al-itsbat adalah hadis yang berfungsi untuk memperkokoh dan
memperkuat pernyataan Al-Qur’an. Dalam hal ini, hadis hanya berfungsi
untuk memperkokoh isi kandungan Al-Qur’an. Contoh bayan at-taqrir
adalah hadis Nabi SAW. yang memperkuat firman Allah Q.S. Al-
Baqarah [2]: 185, yaitu,

12
Soetari. Op.cit. hlm. 142.
13
As-Suyuthi. Op. Cit.hlm. 13.

8
...karena itu, barang siapa yang mempersaksikan pada waktu itu
bulan, hendaklah ia berpuasa....(Q.S. Al-Baqarah [2]: 185).
Ayat diatas di-taqrir oleh hadis Nabi SAW., yaitu,
....Apabila kalian melihat (ru’yat) bulan, berpuasalah, bagitu
pula apabila melihat (ru’yat) bulan itu, berbukalah.... (H.R.
Muslim dari Ibnu Umar).
Menurut sebagian ulama, bayan at-taqrir atau bayan ta’kid ini
disebut juga bayan al-muwafiq li nash al-kitab al-karim. Hal ini karena
hadis-hadis sesuai dan untuk memperkokoh nash Al-Qur’an.14
3. Hadits sebagai bayan An-Nasakh
Secara bahasa, an-naskh bisa berarti al-ibthal (membatalkan),al
ijalah (menghilangkan), at-tahwil (memindahkan), atau at-tagyir
(mengubah).
Menurut ulama mutaqaddimin, yang dimaksud dengan bayan an-
nasakh adalah adanya dalil syara’ yang datang kemudian.15 Dari
pengertian tersebut, menurut ulama yang setuju adanya fungsi bayan
an-nasakh, dapat dipahami bahwa hadis sebagai ketentuan yang datang
berikutnya dapat menghapus ketentuan-ketentuan atau isi Al-Qur’an
yang datang kemudian.16

E. Ruang Lingkup Hadis


1. Hadits Riwayah
Kata riwayah artinya periwayatan atau cerita. Ilmu hadis riwayah,
secara bahasa, berarti ilmu hadis yang berupa periwayatan.
Para ulama berbeda-beda dalam mendefenisikan ilmu hadis
riwayah, namun yang paling terkenal diantara defenisi-defenisi tersebut
adalah defenisi Ibnu Al-Akhfani,yaitu,

14
Abbas Al-Mutawali Hamadah. As-Sunnah An-Nabawiyah wa Makanatuh fi Al-Tasyri’. Kairo:
Dar Al-Qaumiyah.t.t. hlm. 143. Lihat Ranuwijaya. Op.cit. hlm. 27-29.
15
Ibid. hlm.169.
16
Mustafa As-Siba’i. As-Sunnah wa Makanatuha fi At-Tasyri’ Al-Islami. Kairo: Dar Al-
Qaumiyah. 1949. hlm.360.

9
Ilmu hadis riwayah adalah ilmu yang membahas ucapan-ucapan
dan perbuatan-perbuatan Nabi SAW., periwayatannya,
pencatatannya, dan penelitian lafazh-lafazhnya.17
Namun, menurut ‘Itr, defenisi ini dapat sanggahan dari beberapa
ulam hadis lainnya karena defenisi ini tidak komprehensif, tidak
menyebutkan ketetapan dan sifat-sifat Nabi SAW. Defenisi ini juga tidak
mengindahkan pendapat yang menyatakan bahwa hadis itu mencakup
segala apa yang dinisbatkan kepada sahabat atau tabi’in sehingga
pengertian hadis yang lebih tepat menurut ‘Itr, adalah,
Ilmu yang membahas ucapan, perbuatan, ketetapan, dan sifat-sifat
Nabi SAW., periwayatnya, dan penelitian lafazh-lafazhnya.18
2. Hadits Dirayah
Istilah ilmu dirayah, menurut As-Suyuthi, muncul setelah masa Al-
Khatib Al-Baghdadi, yaitu masa Al-Akfani. Ilmu ini dikenal juga dengan
sebutan ilmu ushul al-hadits, ‘ulum al-hadits, musththalah al-hadits, dan
qawa’id al-tahdits.19
Defenisi yang paling baik, seperti yang diungkapkan oleh ‘Izzuddin
bin Jama’ah, yaitu,
Ilmu yang membahas pedoman-pedoman yang dengannya dapat
diketahui keadaan sanad dan matan.20

BAB III
17
Ibid. hlm.4.
18
‘Itr. Op. Cit. hlm.14
19
As-Suyuthi.op.cit. hlm. 5.
20
‘Itr.op.cit. hlm. 16.

10
PENUTUP

A. Kesimpulan
Ilmu hadits yang sering diistilahkan dalam bahasa Arab dengan
Ulumul Hadits mengandung dua kata yaitu ‘Ulum dan al  - Hadits’ kata
ulum dalam bahasa Arab adalah  bentuk jamak dari ‘ilm yang berarti ilmu-
ilmu, sedangkan al-Hadits menurut bahasa mengandung berbagai makna
diantaranya baru, sesuatu yang dibicarakan, sesuatu yang sedikit dan
banyak. Pengertian Ulumul Hadits yaitu “ilmu-ilmu yang membahas atau
berkaitan dengan Hadits Nabi SAW”.
Selain itu, perlu ditambahkan bahwa pentingnya mempelajari serta
memahami Ulumul Hadits ialah kita akan terhindar dari mengamalkan
suatu riwayat yang salah dan karenanya dapat dengan tepat mengamalkan
sunnah Nabi dan melaksanakan ketentuan-ketentuan hukum yang
dikandungnya.

B. Saran
Kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan,
oleh karena itu kami menyarankan kepada teman-teman sesama
mahasiswa untuk mencari informasi lain sebagai tambahan dari apa yang
telah kami uraikan di atas.

DAFTAR PUSTAKA

11
Al-Maliki, Muhammad Alawi. 2009. Ilmu Ushul Hadis. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Suparta, Munzier. 2014. Ilmu Hadis. Jakarta: Rajawali Pers.
Solahudi, Agus,dan Agus Suyadi.2011. Ulumul Hadis. Bandung: CV Pustaka
Setia.
Syafe’i, Rachmat. 2000. AL-HADIS Aqidah, Akhlaq, Sosial, dan Hukum.
Bandung: CV Pustaka Setia.
Sumbulah, Umi. 2010. Kajian Kritis ILMU HADIS. Malang: UIN-Maliki Press.
Al-Qaththan, Syaikh Manna’. 2014. Pengantar Studi Ilmu Hadits. Jakarta:
Pustaka Al-Kautsar.

TENTANG PENULIS

12
YULIA NISMA adalah seorang mahasiswa UIN IMAM BONJOL PADANG
tahun angkatan 2017 dan dari jurusan Tadris IPA/FISIKA. Lahir pada tanggal 9
Juli 1998 di Padang Panjang 1, Kecamatan Lengayang Kabupaten Pesisir Selatan.
Penulis juga suka berolahraga, dan olahraga yang paling di sukainya adalah bola
volly, selain itu ia juga hoby membaca dan menggambar. Sejak kacil sampai
sekarang ia masih gemar menggambar, dan paling suka menggambar
pemandangan walaupun tidak secantik dan sebagus pelukis profesional. Ibunya
bernama Raulis dan ayahnya bernama Nuar, ia anak ketiga dari tiga bersaudara,
saudara yang pertama bernama Nusmaneli dan saudara yang kedua bernama
Bustami. Sejak kecil penulis mengikuti kedua orang tuanya merantau ke Pasaman
Barat. Di sana penulis juga menempuh sekolah dasar di SD Swasta Bina Agro
Gersindo dan melanjutkan ketingkat menengah pertama di SMP Swasta Bina
Agro Minang Gersindo, setelah lulus penulis kembali ke kampung halaman,
disana ia tinggal bersama nenek dan melanjutkan sekolah ketingkat menengah
atas di SMA Negeri 1 Lengayang. Setelah lulus ditingkat menengah atas, ia
melanjutkan keperguruan tinggi dan mengikuti berbagai ujian, mulai dari
SNMPTN, SBMPTN sampai UMPTKIN. Dan penulis lulus ujian di UIN IMAM
BONJOL PADANG.

SILVIA FEBRIANTI, ia adalah seorang mahasiswa UIN IMAM BONJOL


PADANG tahun angkatan 2017 dengan jurusan Tadris IPA/FISIKA. Ia lahir pada
tanggal 24 Februari 1999 di Sukaraja, Bengkulu. Ia merupakan anak kedua dari
empat bersaudara. Ia juga hoby membaca, baik itu buku pelajaran, novel, dan
sebagainya. Penulis menempuh taman kanak-kanak di TK Darma Wanita,setelah
wisuda ia melanjutkan pendidikan di SD Negeri 24 Seluma dan lulus di tahun
2011. Setelah itu ia melanjutkan ketingkat menengah pertama di SMP Negeri 06
Seluma,dan lulusan pada tahun 2014. Dan melanjutkan pendidikannya di SMA
Negeri 06 Seluma, lulus ditahun 2017. Setelah lulus ditingkat menengah atas, lalu
ia meneruskan pendidikan di UIN IMAM BONJOL PADANG di tahun 2017 dan
memilih jurusan fisika keguruan.

13
NADIA NURLAILA adalah seorang mahasiswa UIN IMAM BONJOL
PADANG dengan jurusan Tadris IPA/FISIKA. Lahir pada tanggal 11 Juni 1998
di Pariaman. Penulis adalah anak ketiga dari empat bersaudara. Penulis juga
menempuh pendidikan dasar di SD Negeri 04 Koto Bangko, dan melanjutkan
ketingkat menengah pertama di SMP Negeri 3 Sungai Geringging, setelah lulus ia
melanjutkan pendidikan menengah atas di SMA Negeri 1 Sungai Geringging.
Cita-cita yang diinginkan sejak kecil adalah ingin menjadi seorang guru, dan
menjadi PNS guru fisika. Penulis hoby dengan olahraga badminton. Pengalaman
penulis dari sejak duduk dibangku Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama ,
Sekolah Menengah Atas sampai melanjutkan studinya di UIN IMAM BINJOL
PADANG, ia sangat bersyukur dari apa yang dilaluinya sehingga ia masih dapat
melanjutkan studinya dari yang dasar sampai ke perguruan tinggi seperti saat ini,
oleh karena itu ia berusaha dengan sebaik-baiknya menggunakan kesempatan ini
untuk terus melanjutkan pendidikan ini sampai tercapai apa yang diinginkan dan
dapat membanggakan kedua orang tuanya.

14

Anda mungkin juga menyukai