Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


BPJS Kesehatan merupakan program kesehatan baru dari pemerintah yang
resmi diberlakukan 1 Januari 2014 yang menyelenggarakan program jaminan
kesehatan. Adapun program BPJS Kesehatan berupa perlindungan kesehatan agar
peserta jaminan kesehatan bisa memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan
juga manfaat perlindungan dalam memenuhi kebutuhan pokok yang diberikan
kepada tiap masyarakat yang sudah membayarkan iuran atau pun yang sudah
dibayarkan oleh pemerintah. Diketahui selama ini tingkat kesehatan bagi
masyarakat miskin masih rendah karena sulitnya akses terhadap pelayanan
kesehatan, hal ini disebabkan tidak adanya kemampuan secara ekonomi untuk
membayar biaya pelayanan kesehatan yang semakin mahal. Peningkatan biaya
kesehatan diakibatkan oleh berbagai faktor seperti perubahan pola penyakit,
perkembangan teknologi kesehatan dan kedokteran, pola pembayaran kesehatan
berbasis pembayaran out of pocket, dan kondisi geografis yang sulit untuk
menjangkau sarana kesehatan.1
Derajat kesehatan yang rendah berpengaruh terhadap rendahnya produktivitas
pekerja yang pada akhirnya menjadi beban masyarakat dan pemerintah. Walaupun
selama ini pemerintah telah membentuk beberapa program jaminan kesehatan
bagi masyarakat khususnya masyarakat miskin, namun sebagian besar masyarakat
belum memperoleh perlindungan yang memadai dengan program sebelumnya.
Untuk itu perlu adanya sasaran yang lebih luas lagi dan manfaat yang lebih besar
pada setiap peserta. Oleh karena itu, dibentuklah BPJS yang diharapkan menjadi
penyempurna dari program-program jaminan sosial sebelumnya. Pelaksanaan
program BPJS Kesehatan tahun 2014 dilaksanakan dengan beberapa
penyempurnaan pada aspek kepesertaan, pelayanan, pendanaan, dan
pengorganisasian.1

1
Akan tetapi setelah empat tahun berjalannya program BPJS Kesehatan, masih
ditemukan kendala pada persiapan dan infrastruktur, yaitu masih kurangnya
jumlah kamar rawat inap di rumah sakit, belum lengkapnya peraturan pelaksanaan
yang mengatur mekanisme pelayanan BPJS Kesehatan, dan belum sinkronnya
aspek teknis dalam pelayanan di lapangan, serta permasalahan dalam proses
migrasi dari pengguna Askes menjadi pengguna BPJS Kesehatan yang akhirnya
dapat mengurangi kepuasan pasien terhadap pelayanan BPJS Kesehatan.2
Kepuasan pelanggan adalah tanggapan terhadap kesesuaian tingkat
kepentingan atau harapn (ekspetasi) pelanggan sebelum mereka menerima jasa
pelayanan dengan sesudah pelayanan yang mereka terima.3
Terdapat lima faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan klien/pasien, yaitu
bukti langsung (tangible) berupa bukti fisik yang dapat dilihat, kehandalan
(reability) berupa kemampuan dalam memberikan pelayanan yang dijanjikan
dengan cepat, akurat dan memuaskan, ketanggapan (responsiviness) berupa
inisiatif para pegawai untuk membantu para pelanggan dengan tanggap, jaminan
(assurance) pengetahuan, kemampuan, kesopanan, dan sifat dapat dipercaya yang
di punyai para pegawai, serta kepedulian (emphaty) kemudahan dalam
membangun hubungan komunikasi yang baik antara pegawai dengan klien,
perhatian pribadi, serta dapat memahami kebutuhan pasien.4
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Agus Diman Syaputra (2015), mutu
pelayanan BPJS Kesehatan di Instalasi Rawat Inap Kelas II Rumah Sakit Umum
Daerah Sekayu adalah tidak baik dan terdapat hubungan antara mutu pelayanan
dengan kepuasan pasien. Pada penelitian ini dapat dianalisa bahwa responden
menilai BPJS Kesehatan memberikan pelayanan rujukan yang tidak memuaskan
dan banyak kendala pada saat pengaplikasiannya, responden merasa apa yang
mereka keluhkan mengenai sistem pelayanan rujukan berjenjang selama ini belum
ada tindakan perbaikan, kinerja petugas kesehatan kurang sopan dan ramah, serta
BPJS Kesehatan belum memahami kebutuhan pasien.5
Pada tahun 2015 di Indonesia terdapat 140 juta jiwa pengguna BPJS,
sedangkan di Provinsi Jambi pada tahun 2015 terdapat 1.858.594 pengguna BPJS
dimana pada tahun 2015 terdapat 11983 merupakan pengguna BPJS yang

2
terdaftar di RSUD Raden Mattaher. Dari 11.983 pasien pengguna BPJS di RSUD
Raden Mattaher tersebut, 2030 pasiennya (16,94%) pengguna BPJS merupakan
pasien dari bangsal penyakit dalam.

Rumah Sakit Umum Daerah Raden Mattaher, sudah menjadi mitra BPJS
sejak tahun 2014, selain itu cukup banyak pasien pengguna BPJS di RSUD Raden
Mattaher sehingga menarik untuk diteliti mengenai kualitas layanan dengan
mengukur tangible, reability, responsiveness, assurance, emphaty, kepada pasien
rawat inap agar tercapai kepuasan bagi pasien dalam mendapatkan pelayanan dan
tercapainya program pemerintah untuk mengentaskan kemiskinan melalui layanan
kesehatan dan jaminan sosial.

Rumusan Masalah

“Bagaimanakah gambaran kepuasan pasien pengguna BPJS terhadap mutu


pelayanan kesehatan pada pelayanan rawat inap di bangsal penyakit dalam RSUD
Raden Mattaher?
1.3. Tujuan Penelitian

Penelitian ini memiliki tujuan yang dikelompokkan ke dalam tujuan


umum dan tujuan khusus yang dipaparkan berikut ini.
1.3.1. Tujuan Umum
Untuk memberikan gambaran tentang kepuasan pasien pengguna BPJS
terhadap mutu pelayanan kesehatan pada pelayanan rawat inap di bangsal
penyakit dalam RSUD Raden Mattaher.
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui karakteristik responden (jenis kelamin, umur,
pendidikan, pekerjaan) pengguna BPJS pada pelayanan rawat inap di
bangsal penyakit dalam RSUD Raden Mattaher.
2. Untuk mengetahui persentase kepuasan pasien pengguna BPJS
terhadap mutu pelayanan kesehatan pada pelayanan rawat inap di
bangsal penyakit dalam RSUD Raden Mattaher.

3
3. Untuk mengetahui gambaran mutu pelayanan kesehatan dengan
tingkat kepuasan pasien BPJS terhadap kehandalan, daya tanggap,
jaminan, empati dan bukti fisik.
1.4. Manfaat Penelitian
1.4.1. Bagi RSUD Raden Mattaher
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada pihak
RSUD Raden Mattaher Jambi mengenai gambaran kepuasan pasien pengguna
BPJS terhadap mutu pelayanan kesehatan rawat inap di bangsal penyakit dalam.
1.4.2. Bagi FKIK UNJA
Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi mahasiswa FKIK UNJA untuk
menambah pengetahuan dan sebagai referensi bagi mahasiswa yang
membutuhkan informasi mengenai gambaran kepuasan pasien pengguna BPJS
terhadap mutu pelayanan kesehatan.
1.4.3. Bagi Peneliti Lain
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan pengetahuan bagi
peneliti lain, serta dapat dijadikan sebagai dasar atau bahan untuk penelitian
selanjutnya.
1.4.4. Bagi Peneliti
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sarana pengembangan diri dan
penerapan pengetahuan yang diperoleh penulis tentang metodologi penelitian,
serta dapat menjadi tambahan pengetahuan mengenai kepuasan pasien pengguna
BPJS terhadap mutu pelayanan kesehatan.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)


2.1.1 Sejarah BPJS
Dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang
Sistem Jaminan Sosial Nasional, bangsa Indonesia telah memiliki sistem Jaminan
Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Untuk mewujudkan tujuan sistem jaminan
sosial nasional perlu dibentuk badan penyelenggara yang berbentuk badan hukum
publik berdasarkan prinsip kegotong royongan, nirlaba, keterbukaan, kehati-
hatian, akuntabilitas, portabilitas, kepesertaan bersifat wajib, dana amanat, dan
hasil pengelolaan Dana Jaminan Sosial dipergunakan seluruhnya untuk
pengembangan program dan sebesar-besarnya untuk kepentingan Peserta.6
Sebagaimana amanat Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem
Jaminan Sosial Nasional maka dibentuk Badan penyelenggara Jaminan Sosial
melalui Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial. Dengan Undang-Undang ini dibentuk 2 (dua) BPJS yaitu BPJS
Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. BPJS Kesehatan mulai beroperasi
menyelenggarakan Program Jaminan Kesehatan pada tanggal 1 Januari 2014 dan
merupakan transformasi kelembagaan PT Askes (Persero).6
1. Badan Penyelenggara Dana Pemeliharaan Kesehatan (BPDPK) Tahun
1968
Pemerintah Indonesia mengeluarkan kebijakan yang secara jelas mengatur
pemeliharaan kesehatan bagi Pegawai Negeri dan Penerima Pensiun (PNS
dan ABRI) beserta anggota keluarganya berdasarkan Keputusan Presiden
Nomor 230 Tahun 1968. Menteri Kesehatan membentuk Badan Khusus di
lingkungan Departemen Kesehatan RI yaitu Badan Penyelenggara Dana
Pemeliharaan Kesehatan (BPDPK), dimana oleh Menteri Kesehatan RI pada
waktu itu (Prof. Dr. G.A. Siwabessy) dinyatakan sebagai embrio Asuransi
Kesehatan Semesta.7

5
2. Perusahaan Umum Husada Bhakti Tahun 1984-1991
Untuk lebih meningkatkan program jaminan pemeliharaan kesehatan bagi
peserta dan agar dapat dikelola secara profesional, pemerintah menerbitkan
Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1984 tentang Pemeliharaan
Kesehatan Bagi Pegawai Negeri Sipil, Penerima Pensiun (PNS, ABRI dan
Pejabat Negara) beserta anggota keluarganya. Dengan Peraturan Pemerintah
Nomor 23 Tahun 1984, status badan penyelenggara diubah menjadi
Perusahaan Umum Husada Bhakti.8
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1991, kepesertaan
program jaminan pemeliharaan kesehatan yang dikelola Perum Husada
Bhakti ditambah dengan Veteran dan Perintis Kemerdekaan beserta anggota
keluarganya. Disamping itu, perusahaan diijinkan memperluas jangkauan
kepesertaannya ke badan usaha dan badan lainnya sebagai peserta sukarela.8
3. PT Askes (Persero) Tahun 1992 - 2013
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1992 status Perusahaan
Umum (Perum) diubah menjadi Perusahaan Perseroan (PT Persero) dengan
pertimbangan fleksibilitas pengelolaan keuangan, kontribusi kepada
Pemerintah dapat dinegosiasi untuk kepentingan pelayanan kepada peserta
dan manajemen lebih mandiri.9
Pada tahun 2004 sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, PT Askes (Persero) sebagai
salah satu calon Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) kesehatan.
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1241/Menkes/XI/2004
PT Askes (Persero) ditunjuk sebagai penyelenggara Program Jaminan
Kesehatan Bagi Masyarakat Miskin (PJKMM). PT Askes (Persero) mendapat
penugasan untuk mengelola kepesertaan serta pelayanan kesehatan dasar dan
rujukan.10
Di tahun 2008, Pemerintah mengubah nama Program Jaminan Kesehatan
Bagi Masyarakat Miskin (PJKMM) menjadi Program Jaminan Kesehatan
Masyarakat (Jamkesmas). PT Askes (Persero) berdasarkan Surat Menteri
Kesehatan RI Nomor 112/Menkes/II/2008 mendapat penugasan untuk

6
melaksanakan Manajemen Kepesertaan Program Jamkesmas yang meliputi
tatalaksana kepesertaan, tatalaksana pelayanan dan tatalaksana organisasi dan
manajemen.10
Untuk mempersiapkan PT Askes (Persero) bertransformasi menjadi BPJS
Kesehatan atas diberlakukannya Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004
tentang SJSN, maka dilakukan pemisahan Program Askes Sosial dan Askes
Komersial. Dan tahun 2008 dibentuk anak perusahaan PT Askes (Persero)
yaitu PT Asuransi Jiwa InHealth Indonesia, yang didirikan berdasarkan Akta
Notaris Nomor 2 Tahun 2008, tanggal 6 Oktober 2008 dengan perubahan
Nomor 7 tanggal 18 Desember 2008 dengan Akta Nomor 4 tanggal 13 Maret
2009.11
Pada tanggal 20 Maret 2009 berdasarkan Surat Keputusan Menteri
Keuangan Nomor Kep-38/KM.10/2009 PT Asuransi Jiwa InHealth Indonesia
selaku anak perusahaan dari PT Askes (Persero) telah memperoleh ijin
operasionalnya. Dengan dikeluarkannya ijin operasional ini maka PT
Asuransi Jiwa InHealth Indonesia mulai beroperasi secara komersial pada 1
April 2009. 12
PT Askes (Persero) melalui Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2009
ditugaskan untuk menyelenggarakan jaminan kesehatan bagi para menteri dan
pejabat tertentu (Program Jamkesmen).13
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial, Dewan Komisaris dan Direksi PT Askes
(Persero) sampai dengan beroperasinya BPJS Kesehatan ditugasi untuk:
a. Menyiapkan operasional BPJS Kesehatan untuk program jaminan
kesehatan.
b. Menyiapkan pengalihan aset dan liabilitas, pegawai, serta hak dan
kewajiban PT Askes (Persero) ke BPJS Kesehatan.13

4. BPJS Kesehatan Tahun 2014 – Sekarang

7
Berdasarkan Undang-undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem
Jaminan Sosial Nasional dan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 24
Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial maka pada tanggal
1 Januari 2014 PT Askes (Persero) bertransformasi kelembagaan menjadi
BPJS Kesehatan. Transformasi tersebut diikuti adanya pengalihan peserta,
program, aset dan liabilitas, pegawai, serta hak dan kewajiban.10
Sejak beroperasinya BPJS Kesehatan, Kementerian Kesehatan tidak lagi
menyelenggarakan program jaminan kesehatan masyarakat, Kementerian
Pertahanan, Tentara Nasional Indonesia, dan Kepolisian Republik Indonesia
tidak lagi menyelenggarakan program pelayanan kesehatan bagi pesertanya,
kecuali untuk pelayanan kesehatan tertentu berkaitan dengan kegiatan
operasionalnya yang ditetapkan dengan Peraturan Presiden dan PT Jamsostek
(Persero) tidak lagi menyelenggarakan program jaminan pemeliharaan
kesehatan.10

2.1.2 Fungsi BPJS


UU BPJS menentukan bahwa, “BPJS Kesehatan berfungsi menyelenggarakan
program jaminan kesehatan”. Jaminan kesehatan menurut UU SJSN
diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial danprinsip
ekuitas, dengan tujuan menjamin agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan
kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan.BPJS
Ketenagakerjaan menurut UU BPJS berfungsi menyelenggarakan 4 (empat)
program, yaitu program jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan
pensiun, dan jaminan kematian.14

2.1.3 Tugas BPJS


a. Melakukan dan/atau menerima pendaftaran peserta;
b. Memungut dan mengumpulkan iuran dari peserta dan pemberi kerja;
c. Menerima bantuan iuran dari pemerintah;
d. Mengelola dana jaminan sosial untuk kepentingan peserta;
e. Mengumpulkan dan mengelola data peserta program jaminan sosial;

8
f. Membayarkan manfaat dan/atau membiayai pelayanan kesehatan sesuai
dengan ketentuan program jaminan sosial; dan
g. Memberikan informasi mengenai penyelenggaraan program jaminan sosial
kepada peserta dan masyarakat.14

2.1.4 Wewenang BPJS


a. Menagih pembayaran iuran.
b. Menempatkan dana jaminan sosial untuk investasi jangka pendek dan jangka
panjang dengan mempertimbangkan aspek likuiditas, solvabilitas, kehati-
hatian, keamanan dana, dan hasil yang memadai.
c. Melakukan pengawasan dan pemeriksaan atas kepatuhan peserta dan pemberi
kerja dalam memenuhi kewajibannya sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan jaminan sosial nasional.
d. Membuat kesepakatan dengan fasilitas kesehatan mengenai besar pembayaran
fasilitas kesehatan yang mengacu pada standar tarif yang ditetapkan oleh
pemerintah.
e. Membuat atau menghentikan kontrak kerja dengan fasilitas kesehatan.
f. Mengenakan sanksi administratif kepada peserta atau pemberi kerja yang
tidak memenuhi kewajibannya.
g. Melaporkan pemberi kerja kepada instansi yang berwenang mengenai
ketidakpatuhannya dalam membayar iuran atau dalam memenuhi kewajiban
lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
h. Melakukan kerja sama dengan pihak lain dalam rangka penyelenggaraan
program jaminan sosial.
Kewenangan menagih pembayaran iuran dalam arti meminta pembayaran
dalam hal terjadi penunggakan, kemacetan, atau kekurangan pembayaran,
kewenangan melakukan pengawasan dan kewenangan mengenakan sanksi
administratif yang diberikan kepada BPJS memperkuat kedudukan BPJS sebagai
badan hukum publik.14

9
2.1.5 Hak BPJS
UU BPJS menentukan bahwa dalam melaksanakan kewenangannya, BPJS
berhak:
1. Memperoleh dana operasional untuk penyelenggaraan program yang
bersumber dari dana jaminan sosial dan/atau sumber lainnya sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
2. Memperoleh hasil monitoring dan evaluasi penyelenggaraan program jaminan
sosial dari DJSN.
Dalam penjelasan Pasal 12 huruf A UU BPJS dikemukakan bahwa yang
dimaksud dengan “dana operasional” adalah bagian dari akumulasi iuran jaminan
sosial dan hasil pengembangannya yang dapat digunakan BPJS untuk membiayai
kegiatan operasional penyelenggaraan program jaminan sosial.14
Mengenai hak memperoleh hasil monitoring dan evaluasi penyelenggaraan
program jaminan sosial dari DJSN setiap 6 (enam) bulan, dimaksudkan agar BPJS
memperoleh umpan balik sebagai bahan untuk melakukan tindakan korektif
memperbaiki penyelenggaraan program jaminan sosial. Perbaikan
penyelenggaraan program akan memberikan dampak pada pelayanan yang
semakin baik kepada peserta.14
Dari 11 (sebelas) kewajiban yang diatur dalam UU BPJS, lima di antaranya
menyangkut kewajiban BPJS memberikan informasi. UU Nomor 14 Tahun 2008
tentang keterbukaan informasi publik memang mewajibkan badan publik untuk
mengumumkan informasi publik yang meliputi informasi yang berkaitan dengan
badan publik, informasi mengenai kegiatan dan kinerja badan publik, informasi
mengenai laporan keuangan, dan informasi lain yang diatur dalam peraturan
perundang-undangan.14
Dengan keterbukaan informasi tersebut diharapkan kedepan BPJS dikelola
lebih transparan dan adil, sehingga publik dapat turut mengawasi kinerja BPJS
sebagai badan hukum publik yang bertanggung jawab kepada pemangku
kepentingan.14

2.1.6 Kewajiban BPJS

10
a. Memberikan nomor identitas tunggal kepada peserta.
b. Mengembangkan aset dana jaminan sosial dan aset BPJS untuk sebesar-
besarnya kepentingan peserta.
c. Memberikan informasi melalui media massa cetak dan elektronik mengenai
kinerja, kondisi keuangan, serta kekayaan dan hasil pengembangannya.
d. Memberikan manfaat kepada seluruh peserta sesuai dengan Undang-Undang
e. Tentang sistem jaminan sosial nasional.
f. Memberikan informasi kepada peserta mengenai hak dan kewajiban untuk
mengikuti ketentuan yang berlaku.
g. Memberikan informasi kepada peserta mengenai prosedur untuk
mendapatkan hak dan memenuhi kewajibannya.
h. Memberikan informasi kepada peserta mengenai saldo jaminan hari tua dan
pengembangannya 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun.
i. Memberikan informasi kepada peserta mengenai besar hak pensiun 1 (satu)
kali dalam 1 (satu) tahun.
j. Membentuk cadangan teknis sesuai dengan standar praktik aktuaria yang
lazim dan berlaku umum.
k. Melakukan pembukuan sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku dalam
penyelenggaraan jaminan sosial.
l. Melaporkan pelaksanaan setiap program, termasuk kondisi keuangan, secara
berkala 6 (enam) bulan sekali kepada presiden dengan tembusan kepada
DJSN. (Peraturan BPJS No.1 Tahun 2014) .14

2.1.7 Syarat Pendaftaran BPJS


Peserta adalah setiap orang, termasuk orang asing yang bekerja paling singkat
6 (enam) bulan di Indonesia, yang telah membayar iuran. Pekerja bukan penerima
upah (peserta pembayar mandiri) dan anggota keluarganya yaitu setiap orang yang
bekerja atau berusaha atas risiko sendiri, contohnya: pekerja di luar hubungan
kerja atau pekerja mandiri (pekerja professional seperti pengacara, dokter praktek,
notaris, konsultan, dan lain-lain), dan pekerja mandiri lainnya seperti petani,
nelayan, pedagang, tukang ojek, pekerja mandiri salon, pekerja mandiri bengkel,
dan lain-lain.15

11
Pekerja bukan penerima upah tidak termasuk pensiunan TNI, pensiunan Polri,
pensiunan PNS, pensiunan pejabat negara, veteran dan perintis kemerdekaan.
Pekerja bukan penerima upah dan anggota keluarganya meliputi: pekerja di luar
hubungan kerja atau pekerja mandiri, dan pekerja yang tidak termasuk di atas
yang bukan penerima upah. Termasuk Warga Negara Asing (WNA) yang bekerja
di Indonesia paling singkat 6 (enam) bulan. Anggota keluarga meliputi istri/suami
yang sah, anak kandung, anak tiri dari perkawinan yang sah, dan anak angkat
yang sah, sebanyak-banyaknya 5 (lima) orang. Anak kandung, anak tiri dari
perkawinan yang sah, dan anak angkat yang sah dengan kriteria:15
Tidak atau belum pernah menikah atau tidak mempunyai penghasilan sendiri;
a. Belum berusia 21 (dua puluh satu) tahun atau belum berusia 25 (dua puluh
lima) tahun yang masih melanjutkan pendidikan formal.
b. Peserta bukan PBI Jaminan Kesehatan dapat mengikutsertakan anggota
keluarga yang lain. Anggota keluarga yang lain meliputi anak ke 4 (empat)
dan seterusnya, ayah, ibu, dan mertua.15
2.1.8 Pelayanan Kesehatan yang Dijamin BPJS
1. Pelayanan kesehatan tingkat pertama, meliputi pelayanan kesehatan non
spesialistik yang mencakup:
a. Administrasi pelayanan
b. Pelayanan promotif dan preventif
c. Pemeriksaan, pengobatan, dan konsultasi medis
d. Tindakan medis non spesialistik, baik operatif maupun non operatif
e. Pelayanan obat dan bahan medis habis pakai
f. Transfusi darah sesuai dengan kebutuhan medis
g. Pemeriksaan penunjang diagnostik laboratorium tingkat pratama; dan
h. Rawat Inap Tingkat Pertama sesuai dengan indikasi medis.
2. Pelayanan kesehatan rujukan tingkat lanjutan, meliputi pelayanan kesehatan
rawat jalan dan rawat inap, yang mencakup:
a. Administrasi pelayanan
b. Pemeriksaan, pengobatan dan konsultasi spesialistik oleh dokter spesialis
dan subspesialisanan Bagi Peserta BPJS Kesehatan 31

12
c. Tindakan medis spesialistik, baik bedah maupun non bedah sesuai dengan
indikasi medis;
d. Pelayanan obat dan bahan medis habis pakai
e. Pelayanan penunjang diagnostik lanjutan sesuai dengan indikasi medis
f. Rehabilitasi medis
g. Pelayanan darah
h. Pelayanan kedokteran forensik klinik
i. Pelayanan jenazah pada pasien yang meninggal setelah di rawat inap di
fasilitas kesehatan yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan,berupa
pemulasaran jenazah tidak termasuk peti mati.16
2.2 Mutu Pelayanan Kesehatan
2.2.1 Pengertian Mutu Pelayanan Kesehatan
Mutu adalah tingkat dimana pelayanan kesehatan pasien ditingkatkan
mendekati hasil yang diharapkan dan mengurangi faktor-faktor yang tidak
diinginkan. Mutu juga dapat diartikan sebagai kepatuhan terhadap suatu
spesifikasi dan keadaan tanpa cacat.17
Pelayanan menurut Lovelock didefinisikan sebagai kegiatan ekonomi yang
menciptakan dan memberikan manfaat bagi pelanggan pada waktu dan tempat
tertentu, sebagai hasil dan tindakan mewujudkan perubahan yang diinginkan
dalam diri atau atas nama penerima jasa tersebut.18 Sedangkan pengertian
pelayanan menurut Kotler yaitu setiap tindakan atau kegiatan yang dapat
ditawarkan oleh satu pihak kepada pihak lain pada dasarnya tidak berwujud dan
tidak mengakibatkan kepemilikan apapun.19 Jadi pelayanan dapat didefinisikan
sebagai tindakan atau kinerja yang menciptakan manfaat bagi pelanggan dengan
mewujudkan perubahan yang diinginkan dalam diri atau atas nama penerima.
Sehingga pelayanan itu sendiri memiliki nilai tersendiri bagi pelanggan dalam
hubungannya dengan menciptakan nilai-nilai pelanggan.20
Mutu pelayanan kesehatan atau pemeliharaan kesehatan diterima dan
didefinisikan dalam banyak pengertian. Menurut Djoko Wijono,mutu pelayanan
kesehatan dapat semata-mata dimaksudkan adalah dari aspek teknis medis yang
hanya berhubungan langsung antara pelayanan medis dan pasien saja, atau mutu

13
kesehatan dari sudut pandang sosial dan sistem pelayanan kesehatan secara
keseluruhan, termasuk akibat-akibat manajemen administrasi, keuangan, peralatan
dan tenaga kesehatan lainnya.20
Mutu pelayanan kesehatan adalah kesesuaian antara pelayanan kesehatan
dengan standar profesi dengan pemanfaatan sumber daya yanag ada secara baik,
sehingga semua kebutuhan pelanggan dan tujuan mencapai derajat kesehatan yang
optimal dapat tercapai.20

2.2.2 Kegiatan-Kegiatan Peningkatan Mutu


Dalam peningkatan mutu, kegiatan-kegiatan yang bisa dilakukan antara lain
adalah sebagai berikut:20
1) Mengadakan infrastruktur yang diperlukan bagi upaya peningkatan mutu.
2) Identifikasi apa yang perlu ditingkatkan dan proyek peningkatan mutu.
3) Menetapkan tim proyek.
4) Menyediakan tim dengan sumber daya, pelatihan, motivasi untuk :
a) Mendiagnosa penyebab.
b) Merangsang perbaikan.
c) Mengadakan pengendalian agar tetap tercapai perolehan.

2.2.3 Faktor-Faktor Fundamental yang Mempengaruhi Mutu


Mutu produk dan jasa pelayanan secara langsung dipengaruhi oleh 9 area
fundamental,yaitu :20
1) Men: kemajuan teknologi, komputer dan lain-lain memerlukan pekerja-
pekerja spesialis yang makin banyak.
2) Money : meningkatnya kompetisi disegala bidang memerlukan penyesuaian
pembiayaan yang luar biasa termasuk untuk mutu.
3) Materials: bahan-bahan yang semakin terbatas dan berbagai jenis material
yang diperlukan.
4) Machines and mechaniztion: selalu perlu penyesuaian-penyesuaian seiring
dengan kebutuhan kepuasan pelanggan.
5) Modern information methods: kecepatan kemajuan teknologi komputer yang
harus selalu diikuti.

14
6) Markets: tuntutan pasar yang semakin tinggi dan luas.
7) Management: tanggung jawab manajemen mutu oleh perusahaan.
8) Motivation: meningkatnya mutu yang kompleks perlu kesadaran mutu bagi
pekerja-pekerja.
9) Mounting product requirement: persyaratan produk yang meningkat yang
diminta pelanggan perlu penyesuaian mutu terus-menerus.
Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi mutu pelayanan kesehatan
menurut Azrul Azwar adalah:21
1) Unsur Masukan
Unsur masukan adalah tenaga, dana dan sarana. Secara umum disebutkan
apabila tenaga dan sarana tidak sesuai dengan standar yang telah ditetapkan,
serta jika dana yang tersedia tidak sesuai dengan kebutuhan, maka sulitlah
diharapkan baiknya mutu pelayanan.
2) Unsur Lingkungan
Unsur lingkungan adalah kebijakan, organisasi dan manajemen.
3) Unsur Proses
Unsur proses adalah tindakan medis dan tindakan non-medis. Salah satu
faktor yang mempengaruhi mutu adalah money, meningkatnya kompetisi
disegala bidang memerlukan penyesuaian pembiayaan yang luar biasa
termasuk untuk mutu.

2.2.4 Penilaian Mutu Pelayanan Kesehatan


Menurut Zeitham1 dan Bitner, Kualitas pelayanan (jasa), adalah tingkat
keunggulan yang diharapkan dan pengendalian atas tingkat keunggulan tersebut
untuk memenuhi keinginan pelanggan. Dengan demikian ada 2 faktor utama yang
mempengaruhi kualitas pelayanan (jasa), yaitu : expected service dan perceived
Service.Apabila pelayanan (jasa) yang diterima atau dirasakan (perceived
service) sesuai dengan yang diharapkan (expected service), maka kualitas
pelayanan (jasa) dipersepsikan baik dan memuaskan. Jika pelayanan (jasa) yang
diterima melampaui harapan pelanggan,maka kualitas pelayanan (jasa)
dipersepsikan sebagai kualitas yang ideal. Sebaliknya jika pelayanan (jasa) yang
di terima lebih rendah daripada yang di harapkan, maka kualitas pelayanan (jasa)

15
dipersepsikan buruk. Maka, baik tidaknya kualitas pelayanan (jasa) tergantung
pada penyedia pelayanan (jasa) dalam memenuhi harapan pelanggannya secara
konsisten.22
Hubungan mutu dan aspek-aspek dalam pelayanan kesehatan dan cara-cara
peningkatan mutu pelayanan kesehatan dapat melalui pendekatan institusional
atau individu. Menurut Djoko Wijono, untuk meningkatkan mutu pelayanan pada
umumnya ada dua cara:20
1) Meningkatkan mutu dan kuantitas sumber daya, tenaga, biaya, peralatan,
perlengkapan dan material yang diperlukan dengan menggunakan teknologi
tinggi atau dengan kata lain meningkatkan input atau struktur.
2) Memperbaiki metode atau penerapan teknologi yang dipergunakan dalam
kegiatan pelayanan, hal ini berarti memperbaiki proses pelayanan organisasi
pelayanan kesehatan.
Secara umum disebutkan yang dimaksud dengan pelayanan kesehatan yang
bermutu adalah pelayanan kesehatan yang dapat memuaskan setiap pemakai jasa
pelayanan kesehatan sesuai dengan tingkat kepuasan rata-rata penduduk, serta
yang penyelenggaraannya sesuai dengan kode etik dan standar pelayanan profesi
yang telah ditetapkan (Azrul Azwar).21
Dalam mengukur kinerja layanan kesehatan,setiap pasien mempunyai standar
pribadinya masing-masing atau bersifat subjektif. Kepuasan pasien akan timbul
apabila kinerja layanan kesehatan yang diperolehnya sama dengan melebihi
harapannya.22Setiap orang dapat saja melakukan penilaian dari dimensi yang
berbeda. Dimensi mutu yang di anut pemakai jasa pelayanan, penyelenggara
pelayanan, ataupun penyandang dana pelayanan kesehatan sangat berbeda.21
Menurut Pasasuraman,Zeithalm dan Berry, Kualitas pelayanan merupakan
sebuah konsep multidimensi (Parasuraman et al. dalam Bloemer et al. 1998).
Dimensi kualitas pelayanan dapat diidentifikasi melalui penelitian yang dilakukan
oleh Parasuraman et al. yang dikenal sebagai SERVQUAL (Kotler dan Keller,
2007:56), sebagai berikut :22
1. Bukti Fisik (Tangibles)

16
Berupa penampilan fasilitas fisik, peralatan, dan berbagai materi
komunikasi. Penampilan, sarana, dan prasarana fisik perusahaan serta
keadaan lingkungansekitarnya adalah bukti nyata dari pelayanan yang
diberikan oleh pemberi jasa.
2. Kehandalan (Reliability)
Kemampuan untuk memberikan jasa sesuai dengan yang
dijanjikan,terpercaya, akurat, konsisten, dan sesuai dengan harapan. Sesuai
dengan harapan pelanggan berarti kinerja yang tepat waktu, pelayanan tanpa
kesalahan, sikap simpatik, dan akurasi tinggi.
3. Daya Tanggap (Responsiveness)
Kemauan dari karyawan dan pengusaha untuk membantu pelanggan dan
memberikan jasa dengan cepat serta mendengar dan mengatasi keluhan yang
diajukan pelanggan, misalnya kesigapan karyawan dalam melayani
pelanggan, kecepatan dalam proses transaksi, dan penanganan keluhan
pelanggan.
4. Jaminan (Assurance)
Kemampuan karyawan untuk menimbulkan keyakinan dan kepercayaan
terhadap janji yang telah dikemukakan kepada konsumen, misalnya
kemampuan karyawan atas: pengetahuan terhadap produk secara tepat,
kualitas keramah-tamahan, perhatian, dan kesopanan dalam memberi
pelayanan, keterampilan dalam memberikan informasi, kemampuan dalam
memberikan keamanan di dalam memanfaatkan jasa yang ditawarkan, dan
kemampuan dalam menanamkan kepercayaan pelanggan terhadap
perusahaan. Dimensi jaminan ini merupakan gabungan dari dimensi:
a. Kompetensi (competence), artinya meliputi keterampilan dan pengetahuan
yang dimiliki oleh karyawan.
b. Kesopanan (courtesy), yang meliputi keramahan, perhatian, dan sikap para
karyawan.
c. Kredibilitas (credibility), meliputi hal-hal yang berhubungan dengan
kepercayaan kepada perusahaan seperti reputasi, prestasi, dan sebagainya.
5. Empati (Empathy)

17
Kesediaan karyawan dan pengusaha memberikan perhatian mendalam dan
khusus kepada pelanggan dengan berupaya memahami keinginan pelanggan
dimana suatu perusahaan diharapkan memiliki suatu pengertian dan
pengetahuan tentang pelanggan dan memahami kebutuhan pelanggan secara
spesifik. Dimensi empati ini merupakan penggabungan dari dimensi:
a. Akses, meliputi kemudahan untuk memanfaatkan jasa yang ditawarkan
perusahaan.
b. Komunikasi, merupakan kemampuan melakukan komunikasi untuk
menyampaikan informasi kepada pelanggan atau memperoleh masukan
dari pelanggan.
c. Pemahaman kepada pelanggan, meliputi: usaha perusahaan untuk
mengetahui dan memahami kebutuhan dan keinginan pelanggan.
SERVQUAL (Services Qualily) telah terbukti menjadi model yang telah
banyak digunakan dalam berbagai organisasi dan industri untuk mengukur
kualitas pelayanan termasuk bank. Walaupun pihak manajemen telah menerapkan
kelima dimensi kualitas jasa sebagai acuan penerapan konsep pemasaran,
adakalanya terjadi kesenjangan atau gap antara kualitas jasa yang dipersepsikan
dan diterima pelanggan dengan pa yang mereka harapkan. Kesenjangan kualitas
adalah hal yang penting, karena hal itulah yang merupakan penilaian pelanggan
secara keseluruhan terhadap apa yang diharapkan dibandingkan dengan apa yang
diterima. Hal ini teridentifikasi dalam lima gap :22
1. Kesenjangan antara harapan pelanggan dengan persepsi manajemen Yaitu
perbedaan antara harapan pelanggan dengan persepsi manajemen mengenai
harapan konsumen. Manajemen tidak selalu memahami dengan tepat apa
yang diinginkan pelanggan.
2. Kesenjangan antara persepsi manajemen dengan spesifikasi mutu jasa Yaitu
perbedaan antara persepsi manajemen terhadap harapan konsumen dan
spesifikasi kualitas jasa. Manajemen mungkin memahami dengan tepat
keinginan-keinginan pelanggan, tetapi tidak dapat menetapkan standar
kinerja.

18
3. Kesenjangan antara spesifikasi mutu jasa dengan penyerahan jasa Yaitu
perbedaan antara spesifikasi kualitas jasa dengan jasa yang secara aktual
disampaikan. Karyawan mungkin kurang terlatih, tidak mampu atau tidak
mau mematuhi standar.
4. Kesenjangan antara penyerahan jasa dengan komunikasi eksternal pada
konsumen yaitu merupakan perbedaan antara minat penyampaian jasa dan
apa yang dikomunikasikan tentang jasa kepada pelanggan. Harapan-harapan
pelanggan dipengaruhi oleh pernyataan-pernyataan yang dikeluarkan oleh
perwakilan serta iklan yang dikeluarkan oleh perusahaan.
5. Kesenjangan antara persepsi jasa dan jasa yang diharapkan yaitu perbedaan
antara kinerja aktual dan persepsi pelanggan terhadap jasa. Kesenjangan ini
terjadi apabila pelanggan tersebut memiliki persepsi yang keliru tentang mutu
jasa tersebut.
Sedangkan pengukuran mutu pelayanan digunakan teori analisis Gap yang
menggambarkan seberapa besar suatu atribut produk atau jasa telah memenuhi
harapan pelanggan. Lima kesenjangan (Gap) tersebut yaitu :23
1. Gap Antara Ekspektasi Pelanggan dan Persepsi Manajemen (Knowledge
Gap)
Gap ini terjadi karena adanya perbedaan antara ekspektasi(kepentingan)
pelanggan dengan persepsi pihak manajemen. Pihak manajemen tidak selalu
dapat merasakan dan memahami keinginan pelanggan secara tepat.
Penyempurnaan layanan mutlak membutuhkan pemahaman atas apa yang
sesungguhnya dibutuhkan Penyempurnaan layanan mutlak membutuhkan
pemahaman atas apa yang sesungguhnya dibutuhkan pelanggan berdasarkna
perspektif pelanggan sendiri.
2. Gap Antara Persepsi Manajemen terhadap EkspektasiPelanggan dan
Spesifikasi Layanan (Standar Gap)
Gap ini terjadi karena tidak adanya standar kinerja yang jelas, kesalahan
perencanaan atau prosedur perencanaan kurang memadai, manajemen
perencanaan buruk, kurangnya penetapan tujuan yang jelas dalam organisasi,
kurangnya dukungan dan komitmen manajemen puncak terhadap

19
perencanaan kualitas layanan, kekurangan sumberdaya, dan situasi
permintaan yang berlebihan.
3. Gap antara Spesifikasi Kualitas Layanan dan penyampaian layanan (Delivery
Gap)
Gap ini berarti bahwa spesifikasi kualitas tidak terpenuhi oleh kinerja
dalam proses produksi dan penyampaian layanan. Penyebabnya antara lain:
spesifikasi kualitas terlalu rumit atau terlalu kaku, para karyawan tidak
menyepakati spesifikasi tersebut dan karenanya tidak berusaha memenuhinya,
spesifikasi tidak sejalan dengan budaya korporat yang ada, manajemen
operasi layanan buruk, teknologi dan sistem yang ada tidak memfasilitasi
kinerja sesuai dengan spesifikasi, kurang terlatihnya karyawan, beban kerja
yang berlebihan, dan standar kinerja tidak dapat dipenuhi karyawan (terlalu
tinggi atau tidak realistis)
4. Gap antara Penyampaian Layanan dan Komunikasi Eksternal
(Communication Gap)
Gap ini berarti bahwa jani-janji yang disampaikan melalui aktivitas
komunikasi pemasaran tidak konsisten dengan layanan yang diberikan kepada
para pelanggan. Hal ini disebabkan oleh beberapa factor diantaranya:
perencanaan komunikasi pemasaran tidak terintegrasi dengan operasi
layanan, kurang koordinasi antara aktivitas pemasaran eksternal dengan
operasi layanan, organisasi gagal memenuhi spesifikasi yang ditetapkan
sementara kampaye komunikasi pemasaran sesuai dengan spesifikasi
tersebut.
5. Gap antara Persepsi terhadap Layanan yang Diterima Dan Layanan yang
Diharapkan (Service Gap)
Gap ini berarti yang dipersepsikan tidak konsisten dengan layanan yang
diharapkan. Gap ini terjadi apabila pelanggan mengukur kinerja atau prestasi
puskesmas berdasarkan kriteria atau ukuran yang berbeda, atau bisa juga
keliru menafsirkan kualitas pelayanan bersangkutan. Kunci untuk mengatasi
Gap 5 adalah menutup Gap 1 sampai 4 melalui perencanaan sistem layanan
secara komperhensif, komunikasi dengan pelanggan secara terintegrasi dan

20
konsisten, dan pengembangan petugas layanan terlatih yang mampu secara
konsisten memberikan layanan prima.

2.3 Kepuasan Pasien


2.3.1 Pengertian
Kepuasan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah puas merasa
senang; perihal (hal yang bersifat puas, kesenangan, kelegaan dan sebagainya).
Kepuasaan dapat diartikan sebagai persaan puas, rasa senang dan kelegaan
seseorang dikarenakan mengkonsumsi suatu produk atau jasa untuk mendapatkan
pelayanan suatu jasa.19
Kotler mengungkapkan kepuasan sebagai tingkat perasaan seseorang setelah
membandingkan kinerja (hasil) yang dirasakan dengan harapannya. Sehingga
dapat dinyatakan bahwa harapan dan kinerja yang dirasakan merupakan
komponen pokok kepuasaan konsumen atau pelanggan.24 Kepuasan pelanggan
dapat didefenisikan sebagai suatu keadaan ketika kebutuhan, keinginan dan
harapan pelanggan dapat terpenuhi melalui produk yang dikonsumsi.25
Pasien atau masyarakat yang mengalami kepuasan terhadap pelayanan
kesehatan cenderung mematuhi nasihat, setia, atau taat terhadap rencana
pengobatan yang telah disepakati, namun jika yang terjadi sebaliknya maka pasien
tersebut akan beralih ke dokter atau pengobatan lain. 26 Jadi tingkat kepuasan
merupakan fungsi dari perbedaan antara kinerja yang dirasakan dengan harapan.
Apabila kinerja di bawah harapan, maka masyarakat akan kecewa namun bila
kinerja sesuai harapan ataupun melebihi harapan, masyarakat akan sangat puas.26
2.3.2 Tingkat kepuasan
Perubahan dari sistem layanan kesehatan yang ingin dilakukan tidak akan
dapat berhasil tanpa melakukan pengukuran kepuasan pasien. Karena hasil
pengukuran pasien akan digunakan sebagai dasar untuk mendukung sistem
layanan kesehatan yang harus handal dan dapat dipercaya.25
Pengukuran kepuasan pelanggan merupakan elemen penting dalam
menyediakan Pelayanan yang lebih baik, efisien dan lebih efektif. Tingkat
kepuasan pelanggan terhadap pelayanan merupakan faktor penting yang
mengembangkan suatu sistem penyediaan pelayanan yang tanggap terhadap

21
keluhan pelanggan, meminimalkan biaya dan waktu serta memaksimalkan
dampak pelayanan terhadap pasien.25
Dalam mengukur kinerja layanan kesehatan,setiap pasien mempunyai standar
pribadinya masing-masing atau bersifat subjektif. Kepuasan pasien akan timbul
apabila kinerja layanan kesehatan yang diperoleh pasien sama dengan melebihi
harapannya. Jika kinerja layanan kesehatan yang diperoleh pasien sesuai dengan
harapannya,pasien akan selalu menggunakan fasilitas layanan tersebut. Namun,
jika kinerja layanan kesehatan yang diperoleh pasien tidak sesuai dengan
harapannya, maka ada kemungkinan pasien akan pindah ke pelayanan kesehataan
lainnya yang dapat memenuhi harapannya.25
Tingkat kepuasan merupakan fungsi dari perbedaan antara kinerja yang
dirasakan dengan harapan apabila kinerja dibawah harapan, maka pelanggan akan
kecewa. Bila kinerja sesuai dengan harapan, pelanggan akan sangat puas..
Pelanggan yang puas akan setia lebih lama, kurang sensitive terhadap harga dan
memberi komentar yang baik tentang perusahaan maupun tempat pelayanan.27

2.3.3 Aspek yang mempengaruhi kepuasan pada pasien


Menurut Purwanto,aspek-aspek yang mempengaruhi kepuasan pada pasien
adalah sebagai berikut: 28
a. Sikap pendekatan bidang pada pasien yaitu sikap staf terhadap pasien ketika
pertama kali datang ke tempat pelayanan kesehatan;
b. Kualitas perawatan yang diterima oleh pasien yaitu apa saja yang telah
dilakukan oleh pemberi layanan kepada pasien, seberapa pelayanan kesehatan
pada pasien selama berada di tempat pelayanan kesehatan;
c. Prosedur administrasi yaitu berkaitan dengan pelayanan administrasi pasien
dimulai masuk, selama perawatan berlangsung sampai ke luar dari tampat
layanan kesehatan;
d. Fasilitas-fasilitas yang disediakan di tempat layanan kesehatan yaitu seperti,
fasilitas ruang bersalin, ruang rawat inap, kualitas makanan, pakaian ganti
pasien, privasi dan waktu kunjungan pasien.
Menurut sabarguna Kepuasan yang dirasakan oleh pasien merupakan aspek
yang sangat penting bagi kelangsungan suatu rumah sakit. Junadi (dalam

22
Sabarguna, 2008) mengemukakan bahwa kepuasan pasien adalah nilai subjektif
terhadap kualitas pelayanan yang diberikan. Penilaian subjektif tersebut
didasarkan pada pengalaman masa lalu, pendidikan, situasi psikis waktu itu, dan
pengaruh lingkungan pada waktu itu.29

2.3.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepuasan


Menurut Muninjaya kepuasan pengguna jasa pelayanan kesehatan
dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain:30
1. Pemahaman pengguna jasa tentang jenis pelayanan yang akan diterimanya.
Dalam hal ini aspek komunikasi memegang peranan penting karena
pelayanan kesehatan adalah high personnal contact.
2. Empati (sikap peduli) yang ditunjukkan oleh petugas kesehatan. Sikap ini
akan menyentuh emosi pasien. Faktor ini akan berpengaruh pada tingkat
kepatuhan pasien (complience) yang akhirnya berdampak positif pada
kesembuhannya.
3. Biaya (cost). Tingginya biaya pelayanan dapat daianggap sebagai sumber
moral hazard bagi pasien dan keluarganya. Misalnya,penjelasan tentang tarif
pelayanan harus diberikan sebelum mereka menerima pelayanan.
4. Penampilan fisik (kerapian) petugas, kondisi kebersihan dan kenyamanan
ruangan (tangibility).
5. Jaminan keamanan yang ditunjukkan oleh petugas kesehatan (assurance).
Misalnya : Ketepatan jadwal pemeriksaan dan kunjungan dokter.
6. Keandalan dan keterampilan (reliability) petugas kesehatan dalam
memberikan perawatan yang sangat bergantung pada pengalaman dan
kompetensi.
7. Kecepatan petugas memberikan tanggapan terhadap keluhan pasien
(responsiveness). Kecepatan memenuhi panggilan pasien pada saat
dibutuhkan sangat ditentuka oleh kesigapan petugas jaga.
Pengukuran kepuasan ini sangat bermanfaat supaya orang memiliki rasa
berhasil dan berprestasi yang kemudian diterjemahkan menjadi pelayanan yang
prima kepada pelanggan, dapat juga dijadikan dasar menentukan standar kerja dan
standar prestasi yang harus dicapai yang mengarah menuju mutu yang semakin

23
baik, memberikan umpan balik kepada pelaksana, untuk memberi perbaikan mutu
dan kepuasan pelanggan bagaimana melakukannya,serta untuk memotivasi
mencapai produktivitas yang lebih tinggi.26

2.3.5 Teknik Mengukur Kepuasan


Beberapa bentuk dan cara mengukur kepuasan, yaitu :19
a. Sistem keluhan dan saran (Complaint and Suggestion System)
Cara ini dilakukan dengan menyiapkan formulir yang diisi oleh pelanggan
tentang hal yang disukai dan tidak disukainya, pelanggan juga dapat
menyampaikan saran, pendapat dan keluhan mereka dengan menggunakan
kartu tanggapan, kotak saran dan sebagainya.
b. Survey Kepuasan Pelanggan (Customer Satisfaction Surveys).
Survey ini adalah tindakan pengukuran langsung yang dilakukan terhadap
pelanggan, baik secara terpilih maupun secara acak. Bahan survey bisa dalam
bentuk tertulis berupa rangkaian maupun bentuk lisan dengan pembicaraan
langsung maupun telepon.
c. Ghost Shopping
Menggaji seseorang untuk menjadi pelanggan baik untuk perusahaannya
sendiri maupun terhadap produk perusahaan lain dan pesaingnya. Ghost
Shopper ini dapat mengajukan keberatan atau masalah kepada sales
personnel untuk mengetahui apakah dia menangani masalah itu dengan baik
dan segera, serta bagaimana cara ia menanganinya.
d. Lost Customer Analysis
Metode ini dilakukan dengan cara menghubungi kembali pelanggan yang
berhenti membeli atau lari kepemasok lain. Tujuannya adalah untuk
mengetahui apa yang terjadi dengan perusahaan sendiri dimana letak
kegagalan, apakah harga terlalu tinggi, kurang pelayanan, produk tidak
berkualitas, tidak percaya, dan lain sebagainya.

24
Kepuasan pasien dapat diukur dengan indikator sebagai berikut :31
a. Kepuasan pasien terhadap akses layanan kesehatan
1. Sejauh mana layanan kesehatan itu tersedia pada waktu dan tempat saat
dibutuhkan.
2. Kemudahan memperoleh layan kesehatan, baik dalam keadaan biasa
maupun gawat darurat.
3. Sejauh mana pasien mengerti bagaimana sistem layanan itu bekerja,
keuntungan dan tersedianya layanan kesehatan .
b. Kepuasan terhadap mutu layanan kesehatan
1. Kompetensi dokter dan layanan kesehatan lain yang berhubungan dengan
pasien.
2. Keluaran dari penyakit atau bagaimana perubahan yang dirasakan oleh
pasien sebagai hasil dari layanan kesehatan.
c. Kepuasan terhadap proses layanan kesehatan, termasuk hubungan antar
manusia
1. Sejauh mana ketersediaan layanan puskesmas atau rumah sakit menurut
penilaian pasien
2. Persepsi tentang perhatian dan kepedulian dokter dan profesi layanan
kesehatan lainnya.
3. Tingkat kepercayaan dan keyakinan terhadap dokter
4. Tingkat pengertian tentang kondisi atau diagnosis
5. Sejauh mana tingkat kesulitan untuk dapat mengerti nasihat dokter atau
rencana pengobatan pasien
d. Kepuasan terhadap sistem layanan kesehatan
1. Fasilitas fisik dan lingkungan layanan kesehatan
2. Sistem perjanjian, termasuk menunggu giliran, waktu tunggu,
pemanfaatan waktu selama menunggu, sikap mau menolong atau
kepedulian personil, mekanisme pemecahan masalah dan keluhan yang
timbul.
3. Lingkup dan sikap keuntungan dan layanan kesehatan yang ditawarkan.

25
2.4 Pelayanan Rawat Inap
2.4.1 Pengertian Pelayanan Rawat Inap
Pelayanan rawat inap adalah suatu kelompok pelayanan kesehatan yang
terdapat di rumah sakit yang merupakan gabungan dari beberapa fungsi
pelayanan. Kategori pasien yang masuk rawat inap adalah pasien yang perlu
perawatan intensif atau observasi ketat karena penyakitnya.32
Menurut pendapat Revans bahwa pasien yang masuk pada pelayanan rawat
inap mengalami proses transformasi, yaitu :32
a. Tahap Admission, yaitu pasien dengan penuh kesabaran dan keyakinan
tinggal dirumah sakit.
b. Tahap Diagnosis, yaitu pasien diperiksa dan ditegakkan diagnosisnya.
c. Tahap Treatment, yaitu berdasarkan diagnosis pasien dimasukkan dalam
perawatan dan terapi.
d. Tahap Inspection, yaitu secara terus menerus diobservasi dan dibandingkan
pengaruh serta respon pasien atas pengobatan.
e. Tahap Control, yaitu setelah dianalisa kondisi pasien dipulangkan.
Pengobatan diubah atau diteruskan, namun dapat juga kembali ke proses
untuk diagnosa ulang.
Jadi rawat inap adalah pelayanan pasien yang perlu menginap untuk
keperluan observasi, diagnosa dan terapi bagi individu dengan keadaan medis,
bedah, kebidanan, penyakit kronis atau rehabilitasi medik lainnya yang
memerlukan pengawasan dokter dan perawat serta petugas medik lainnya setiap
hari.

2.4.2 Kualitas Pelayanan Rawat Inap


Jacobalis menyampaikan bahwa kualitas pelayanan kesehatan di ruang rawat
inap rumah sakit dapat diuraikan beberapa aspek diantaranya adalah :32
a. Penampilan keprofesian atau aspek klinis
Aspek ini menyangkut pengetahuan, sikap dan perilaku dokter, perawat dan
tenaga profesi lainnya.

26
b. Efisiensi dan efektivitas
Aspek ini menyangkut pemanfaatan semua sumber daya di rumah sakit agar
dapat berdaya guna dan berhasil guna.
c. Keselamatan pasien
Aspek ini menyangkut keselamatan dan keamanan pasien.
d. Kepuasan pasien
Aspek ini menyangkut kepuasan fisik, mental dan sosial pasien terhadap
lingkungan rumah sakit, kebersihan, kenyamanan, kecepatan pelayanan,
keramahan, perhatian, dan biaya yang diperlukan.

2.4.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Pasien Rawat Inap


Aspek-aspek yang dapat mempengaruhi kepuasan pasien rawat inap, antara
lain :31
1. Petugas kantor penerimaan pasien rawat inap melayani dengan sopan, ramah,
dan tanggap.
2. Petugas melayani dengan cepat, tepat, tidak berbelit-belit.
3. Kursi untuk pasien dan keluarga yang sedang menunggu giliran layanan
tersedia dengan cukup.
4. Kursi roda/troli tersedia pada kantor penerimaan untuk membawa pasien ke
instalasi rawat inap.
5. Perawat instalasi rawat inap melayani dengan sopan, ramah, dan tanggap.
6. Tempat tidur telah disiapkan dalam keadaan rapi, bersih dan siap dipakai.
7. Perawat menolong/mengangkat pasien dari kursi roda/troli ke tempat tidur.
8. Perawat segera menghubungi dokter menanyakan tentang obat dan jenis
makanan pasien.
9. Instalasi rawat inap tertata rapi, bersih dan nyaman.
10. Kelengkapan dan kebersihan peralatan yang dipakai.
11. Perawat memberi informasi tentang peraturan, waktu makan, dan jenis
makanan, waktu tidur, kunjungan dokter, penyimpanan barang berharga, jam
bertamu, dan lain-lain
12. Perawat memberi kesempatan bertanya.

27
13. Penampilan perawat yang bertugas rapi dan bersih serta bersikap mau
menolong.
14. Perawat memperhatikan kebutuhan dan keluhan setiap pasien.
15. Perawat memperhatikan keluhan keluarga pasien.
16. Perawat berupaya menjaga privasi pasien selama berada dalam instalasi rawat
inap.
17. Perawat selalu memberi obat pasien sesuai prosedur pemberian obat.
18. Perawat menanyakan tentang kecukupan dan rasa makanan pasien serta
makanan yang menjadi kesukaan/tidak disukai pasien dan berupaya
memenuhinya jika dimungkinkan oleh penyakit pasien.
19. Dokter mengunjungi instalasi rawat inap dua kali sehari dan berkomunikasi
dengan pasien dan perawat.
20. Perawat melaporkan segala detail perubahan pasien kepada dokter sewaktu
melakukan kunjungan.
21. Dokter selalu menanyakan perubahan keluhan pasien dan melakukan
pemeriksaan dan jika perlu mengganti obat pasien.
22. Jika perlu dokter mengkonsultasikan pasien kepada dokter lain.
23. Dokter memberikan kesempatan bertanya kepada pasien.
24. Perawat menginformasikan persiapan yang harus dilakukan oleh pasien
sebelum dibawa konsultasi ke dokter lain.
25. Perawat membawa pasien dengan menggunakan kursi roda/troli sewaktu akan
berkonsultasi dengan dokter lain.
26. Dokter jaga tersedia selama 24 jam dan dokter yang menangani pasien selalu
on call.

28
2.5 Kerangka Teori
Berdasarkan tinjuan pustaka, disusunlah kerangka teori penelitian mengenai
Faktor – faktor yang Berhubungan dengan Mutu Pelayanan Kesehatan Terhadap
Kepuasan menurut persepsi Pasien pengguna BPJS di pelayanan rawat inap di
bangsal penyakit dalam RSUD Raden Mattaher.

BPJS

(Badan Penyelenggara Jaminan Sosial)

Pelayanan Rawat Inap

Mutu pelayanan

1. Bukti Fisik
(Tangible)
2. Kehandalan
(Reliability)
3. Daya Tanggap
(Responsiveness)
4. Jaminan (Assurance)
5. Empati (Emphaty)

Biaya Kepuasan Pasien Faktor emosional

Gambar 2.1 Kerangka Teori

29
2.6 Kerangka Konsep

Mutu pelayanan

1. Bukti fisik
(tangible)
2. Kehandalan
(Reliability)
3. Daya Tanggap
(Responsiveness)
4. Jaminan
(Assurance)
5. Empati (Emphaty)

Gambaran harapan Gambaran persepsi


pasien pasien terhadap
kepentingan/kinerja
mutu pelayana

Kepuasan pasein Karakteristik Pasien


secara umum
1. Jenis
Kelamin
2. Umur
3. Pendidikan
4. Pekerjaan

Gambar 2.2 Kerangka Konsep

30

Anda mungkin juga menyukai