Anda di halaman 1dari 3

BAB 1.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Luka adalah terputusnya suatu jaringan yang dapat disebabkan oleh benda tajam
atau trauma tumpul, perubahan suhu, bahan kimia, ledakan, sengatan listrik, gigitan
binatang dan kontak panas (Nirwana et al, 2019). Ulkus merupakan luka terbuka
jaringan kulit atau mukosa, berbentuk seperti kawah dengan batas bulat tetapi bisa
tidak teratur yang dapat disebabkan berbagai faktor dan seringkali terasa sakit
(Langlais et al, 2017). Prevalensi terjadinya ulkus dirongga mulut sekitar 83,6%
(Sahrah, 2015). Rekam diagnosa ulkus rongga mulut pada Departemen OMII
selama tahun 2010-2012 menunjukkan presentase kasus ulkus yaitu 43% dengan
286 kasus dari 1268 pasien (Zakiawati et al, 2020).
Ulkus yang berulang seringkali disebabkan karena trauma dan disebut ulkus
traumatikus. Ulkus traumatikus bisa disebabkan karena reaksi kimia, panas, atau
tekanan kimia. (Langlais et al, 2017). Penyebab paling umumnya antara lain yaitu
trauma dari menggigit, gigi malposisi, dan juga bahan makanan yang tajam.
(Thompson, 2011)
Sebagian besar masyarakat menganggap remeh dan menganggap ulkus
traumatikus akan sembuh dengan sendirinya, sedangkan ulkus traumatikus yang
tidak ditangani dengan manajemen yang efektif seperti memberikan obat yang tepat
dan menghilangkan sumber trauma akan menyebabkan meningkatknya tingkat
kekambuhan dan memakan waktu lama dalam penyembuhan (Sahrah, 2015). Dalam
kondisi pandemi pada saat ini, masyarakat perlu melakukan upaya untuk terhindar
dari paparan dan infeksi virus covid-19 seperti menjaga daya tahan tubuh dan
menjaga kebersihan diri (Indrawati, 2020). Lamanya penyembuhan dari ulkus akan
menghambat upaya-upaya pencegahan wabah covid tersebut, perlu diketahui bahwa
lamanya proses penyembuhan ulkus akan menyebabkan berbagai kondisi, seperti
gangguan rasa, kesulitan saat berbicara, makan, dan menelan, yang dapat
menyebabkan keengganan makan, atau bahkan mengganggu kemampuan
melakukan prosedur kebersihan mulut. (Zakiawati et al, 2020).
Proses penyembuhan luka sendiri meliputi peradangan, repitelisasi, kontraksi
luka, dan metabolisme kolagen (Kalangi, 2004). Banyak orang yang merawat luka
dengan menggunakan larutan Povidone Iodine 10% namun dikhawatirkan
menimbulkan efek alergi, penetrasi yang tidak efektif, dan efek toksik pada sel
inang (Nirwana et al, 2019). Kortikosteroid topical ataupun obat kumur juga biasa
digunakan sebagian orang untuk perawatan ulkus, dimana mengandung antiseptic
seperti klorheksidin namun dalam penggunaan jangka panjang dapat menyebabkan
perubahan warna pada gigi (Sahrah, 2015).
Penemuan dan inovasi sumber bahan baku obat dari berbagai senyawa aktif
bahan alami maupun tradisional pada saat ini marak dilakukan. Selain ekonomis,
bahan-bahan tersebut lebih mudah untuk ditemukan dan memiliki efek samping
yang rendah. Salah satu bahan alami yang dapat digunakan untuk penyembuhan
luka adalah daun Tin (Ficus carica Linn) (Nugraha et al, 2020). Pohon Tin
dikembangbiakkan di Indonesia, terutama di Jawa Timur. Daun Tiin mengandung
kandungan flavonoid, terpenoid, dan tannin yang mana diketahui memiliki aktivitas
biologis sebagai antioksidan, antikanker, anti-inflamasi, antivirus, dan antibakteri.
(Nirwana et al, 2019)

DAFTAR PUSTAKA:

Langlais, R. P., Miller, C. S., Gehrig, J. S. 2017. Color Atlas of Common Oral Diseases
5th Edition. Philadelphia:Wolters Kluwer.

Thompson, L. D. R. 2011. Oral Traumatic Ulcer. Ear Nose Throat J, 90(11):518-534

Sahrah, S. 2015. Potensi Jatropha Multifida Terhadap Epitelisasi pada Ulkus


Traumatikus Oral Mucosa. Jurnal Biosains Pascasarjana; 17(3): 110-114.

Indrawati, Wiwik. 2020. ‘Adalah’ Buletin Hukum dan Keadilan. Jakarta: POSKO-
LEGNAS; 4(1):146-150

Nirwana, Intan., Yuliati, Anita., Meizarini, Asti., Yogiartono, M. R., Sary, H. P.,
Kusuma, M. Y. R., Hefni, M. A. 2019. Histopathological Changes on Wistar Rat
Wounds after Topical Application of Fig Leaves Extracts. Journal of Khrisna Institute
of Medical Sciences University, 8(3) :66-74

Anda mungkin juga menyukai