Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN FEBRIS TYPHOID

A.        PENGERTIAN

Typhiod adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan oleh

infeksi Sallmonela Typhi yang masuk melalui makanan dan minuman yang

telah terinfeksi (Bruner dan Sudart, 1994).

Typhoid adalah salah satu penyakit infeksi akut usus halus yang

menyerang saluran pencernaan oleh kuman Sallmonela Typhi.

Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh

kuman salmonella thypi dan salmonella para thypi A,B,C. sinonim dari

penyakit ini adalah Typhoid dan paratyphoid abdominalis. (Syaifullah Noer,

1996).

Typhoid adalah suatu penyakit pada usus yang menimbulkan gejala-

gejala sistemik yang disebabkan oleh salmonella typhosa, salmonella type

A.B.C. penularan terjadi secara pecal, oral melalui makanan dan minuman

yang terkontaminasi (Mansoer Orief.M. 1999).

B.             ETIOLOGI

Etiologi thypi adalah salmonella thypi, salmonella parathypi A,B,C

ada dua sumber penularan salmonella thypi yaitu pasien dengan thypoid dan

pasien dengan carier. Carier  adalah orang yang sembuh dari demam

thypoid dan masih terus mengekresi salmonella thypi dan air kemih selama

lebih dari 1 tahun.  (Ngastiyah,  2005 ).


Kuman ini banyak terdapat di kotoran, tinja manusia, dan makanan

atau minuman yang terkena kuman yang dibawa oleh lalat. Sebenarnya

sumber utama dari penyakit ini adalah lingkungan yang kotor dan tidak

sehat. Tidak seperti virus yang dapat beterbangan di udara, bakteri ini hidup

di sanitasi yang buruk seperti lingkungan kumuh, makanan, dan minuman

yang tidak higienis.

C.             TANDA DAN GEJALA

Masa tunas 7-14 hari, selama inkubasi ditemukan gejala prodromal

( gejala awal tumbuhnya penyakit/gejala yang tidak khas )

·                Perasaan tidak enak badan

·                Nyeri kepala

·                Pusing

·                Diare

·                Anoreksia

·                Batuk

·                Nyeri otot

·                Muncul gejala klinis yang lain

Demam berlangsung 3 minggu. Minggu pertama: demam ritmen,

biasanya menurun pagi hari, dan meningkat  pada sore dan malam hari.

Minggu kedua : demam terus. Minggu ketiga     : demam mulai turun secara

berangsur-angsur, gangguan pada saluran pencernaan, lidah kotor yaitu

ditutupi selaput kecoklatan kotor, ujung dan tepi kemerahan, jarang disertai
tremor, hati dan limpa membesar yang nyeri pada perabaan, gangguan pada

kesadaran, kesadaran yaitu apatis-samnolen. Gejala lain ”RESEOLA”

( bintik-bintik kemerahan karena emboli hasil dalam kapiler kulit ) ( Kapita

selekta, kedokteran, jilid 2 ).

D.            PATOFISIOLOGI

Masuknya kuman salmonella typhi (S. typhi) dan salmonella

paratyphi (S. Paratyphi) kedalam tubuh manusia terjadi melalui makanan

yang terkontaminasi kuman. Sebagian kuman dimusnahkan dalam lambung,

sebagian yang lain lolos masuk ke dalam usus dan selanjutnya berkembang

biak. Bila respon amunitas hormonal (16. A) usus kurang baik, maka kuman

menembus sel-sel epital (terutama sel – M) dan selanjutnya lulamina propia

kuman berkembang biak dan di fogosit oleh sel-sel fagosit terutama oleh

fakrofog.

Kuman dapat hidup dan berkembangbiak di dalam makrofag dan

selanjutnya dibawa ke plague. Piyenikum dislat dan kemudian kelenjar

getah bening mesentrika. Selanjutnya melalui duktus terasikus kuman yang

terdapat makrofag ini masuk ke dalam sirkulasi darah dan menyebar

keseluruh organ retikulo endotetial tubuh terutama hati dan limpa.

Diagnosa ini kuman meninggalkan sel-sel fogosit dan kemudian

berkembang biak di luar sell fagosit dan selanjutnya masuk ke dalam

sirkulasi darah lagi menyebabkan bakterimia yang kedua kalinya dengan

disertai tanda-tanda dan gejala  penyakit infeksi sisremir di dalam usus,


sebagian kuman dikeluarkan melalui rases dan sewbagian masuk lagi keda

lam serkulasi setelah menembus usus. Proses yang sama terulang kembali

berhubungan makrofag telah teraktivasi dan hiperaktif maka saat-saat

fagosifosis kuman salmonella terjadi pelepasan beberapa mediator inflamasi

dan selanjutnya akan menimbulkan inflamasi sisteler seperti deman,

malaise, mialgia, sakit kepala, sakit perut, motabilias vaskuler, gangguan

muntah dan mual.

E.          PATHWAY

F.              PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan diagnostik untuk pasien dengan kasus febris typhoid

menurut Corwin (2000) antara lain:

1.    Pemeriksaan Leukosit

Pada febris typhoid terhadap ileumopenia dan limfobrastis relatif tetap

kenyataan leukopenia tidaklah sering dijumpai. Pada kasus febris typhoid

jumlah leukosit pada sediaan darah tepi pada berada dalam batas normal,

walaupun kadang-kadang terikat leukositanis tidak ada komplikasi

berguna untuk febris typhoid.

2.    Pemeriksaan SGOT dan SGPT


Sering kali meningkat tetapi kembali normal setelah sembuhnya febris

typhoid, kenaikan SGOT dan SGPT tidak memerlukan pembatasan

pengobatan.

3.    Kenaikan Darah

Gerakan darah (+) memastikan febris typhoid tetapi biakan (-) tidak

menyingkirkan febris typhoid. Hal ini karena hasil biakan darah

bergantung pada beberapa faktor, yaitu :

a)   Tekhnik pemeriksaan laboratorium.

b)   Saat pemeriksaan selama perjalanan penyakit.

c)    Laksinasi di masa lampau.

d)   Pengobatan dengan obat anti mikroba.

4.    Uji Widal

Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi

(aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap salmonella thypi terdapat

dalam serum klien dengan typhoid juga terdapat pada orang yang pernah

divaksinasikan. Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspensi

salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Tujuan dari

uji widal ini adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum

klien yang disangka menderita typhoid. Akibat infeksi oleh salmonella

thypi, klien membuat antibodi atau aglutinin yaitu :


·      Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari

tubuh kuman).

·      Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari

flagel kuman).

·      Aglutinin Vi, yang dibuat karena rangsangan antigen Vi (berasal dari

simpai kuman)

Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan

titernya untuk diagnosa, makin tinggi titernya makin besar klien

menderita typhoid.

G.            PENATALAKSANAAN

1.      Perawatan

Penderita typhoid perlu dirawat dirumah sakit untuk isolasi (agar

penyakit ini tidak menular ke orang lain). Penderita harus istirahat total

minimal 7 hari bebas panas. Istirahat total ini untuk mencegah terjadinya

komplikasi di usus. Makanan yang dikonsumsi adalah makanan lunak

dan tidak banyak berserat. Sayuran dengan serat kasar seperti daun

singkong harus dihindari, jadi harus benar-benar dijaga makanannya

untuk memberi kesempatan kepada usus menjalani upaya penyembuhan.

2. Diet

·      Diet yang sesuai, cukup kalori, dan tinggi protein

·      Pada penderita yang akut dapat diberi bubur saring

·      Setelah bekas demam di beri bubur kasar selama 2 hari lalu nasi tim
·      dilanjutkan nasi, biasanya setelah penderita bebas dari demam selam

7 hari

3.    Obat- obatan

·      Chloramphenicol dengan dosis 3-4 x 500 mg/hari; pada anak

dosisnya adalah 50-100 mg/kg berat badan/hari.

·      Tiamfenikol, dosis dewasa 3 x 500 mg/hari, dosis anak: 30-50 mg/kg

berat badan/hari.

·      Ampisilin, dosis dewasa 4 x 500 mg, dosis anak 4 x 500-100 mg/kg

berat badan/hari.

·      Kotrimoksasol (sulfametoksasol 400 mg + trimetoprim 80 mg)

diberikan dengan dosis 2 x 2 tablet/hari.     (Soedarto, 2007)

4. Pencegahan         

Cara pencegahan yang dilakukan pada demam thypoid adalah cuci tangan

setelah dari toilet dan khususnya sebelum makan mempersiapkan

makanan hindari minum susu mentah  (yang belum di pleurisasi) hindari

minum air mentah ,rebus air sampai mendidih dan hindari makanan

pedas.

KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS

A.            PENGKAJIAN

1.             Identitas Klien

2.             Keluhan Utama

3.             Riwayat penyakit sekarang


4.             Riwayat penyakit keluarga

5.             Riwayat penyakit dahulu

6.             Pola Nutrisi

7.             Pola Eliminasi

8.             Pola Aktifitas dan Latihan

9.             Pola Tidur dan Istirahat

10.         Pola Persepsi

11.         Pemeriksaan Fisik

B.             DIAGNOSA KEPERAWATAN

1.    Hipertermi berhubungan dengan infeksi Sallmonela Typhi

2.    Resiko tinggi ketidakseimbangan volume cairan dan elektrolit

berhubungan dengan hipertermi dan muntah

3.    Resti gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

berhubungan dengan intake yang tidak adekuat

C.             INTERVENSI KEPERAWATAN

1.    Diagnosa Keperawatan 1

Tujuan           : Hipertermi teratasi

Kriteria Hasil : Tanda-tanda vital dalam batas normal, tidak ada

Komplikasi

Intervensi      :

Intervensi Rasoinalisasi
1.    Observasi suhu tubuh klien 1.    Mengetahui keadaan umum klien
2.    Anjurkan keluarga untuk membatasi 2.    Membantu klien untuk dapat

aktivitas klien beristirahat secara maximal

3.    Beri kompres dengan air dingin (air 3.    Dengan mengkompres dapat

biasa) pada daerah axila, lipat paha, menurunkan suhu tubuh

temporal bila terjadi panas

4.    Anjurkan keluarga untuk memakaikan 4.    Untuk dapat memberikan keadaan lebih

pakaian yang dapat menyerap keringat nyaman karena pakaian bahan katun

seperti katun dapat lebih cepat menyerap keringat

5.    kolaborasi dengan dokter dalam 5.    Membantu dalam proses pengobatan

pemberian obat anti piretik.


2.      Diagnosa Keperawatan 2

Tujuan           : Ketidakseimbangan volume cairan tidak terjadi

Kriteria Hasil : Mukosa bibir lembab, TTV dalam batas normal, tak ada

dehidrasi

Intervensi      :

Intervensi Rasonalisasi
1.   Kaji tanda-tanda dehidrasi seperti 1.     Untuk mengetahui tanda- tanda

mukosa bibir kering, turgor kulit tidak dehidrasi dan tindakan selanjutnya

elastis dan peningkatan suhu tubuh,

2.   Pantau intake dan output cairan dalam 2.     Mengetahui asupan caiaran dan

24 jam elektrolit

3.   Catat laporan atau hal-hal seperti mual, 3.     Membantu dalam mengidentifikasi

muntah nyeri dan distorsi lambung adanya kekurangan cairan

4.   Anjurkan klien minum banyak kira-kira 4.     Untuk memenuhi intake cairan
2000-2500 cc per hari yang hilang

5.   Kolaborasi dengan dokter dalam 5.     Untuk mengetahui hasil

pemberian cairan tambahan melalui pemeriksaan yang akan

parenteral sesuai indikasi mempengaruhi kesehatan tubuh

3.    Diagnosa 3

Tujuan           : Resiko Nutrisi kurang dari tubuh tidak terjadi

Kriteria Hasil : Nafsu makan bertambah, bising usus normal, konjungtiva

ananemis.

Intervensi      :

Intervensi Rasionalisasi
1.    Kaji pola nutrisi klien 1.     Membantu dan menntukan dalam

intervensi selanjutnya

2.    Anjurkan tirah baring  pembatasan 2.     Dapat mengontrolkan aktivitas yang

aktivitas selama fase akut diberikan.

3.    Anjurkan klien makan sedikit tapi 3.     Memenuhi kebutuhan nutrisi tubuh

sering 4.     Membantu dalam mengidentifikasi

4.    catat laporan atau hal-hal seperti mual, adanya kekurangan cairan

muntah, nyeri dan distensi lambung, 5.     Membantu dalam diit yang seimbang

5.    kolaborasi dengan ahli gizi untuk

pemberian diet 6.     Membantu dalam penyembuhan

6.    kolaborasi dengan dokter dalam

pemberian obat
DAFTAR PUSTAKA

Doenges Marilynn, E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi

VII. Jakarta: EGC.

Mansjoer Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi III, Jilid I.

Jakarta: EGC.

Ngatisyah. 1999. Perawatan Anak Sakit, Edisi II. Jakarta: EGC.

Zulkarnain Iskandar. 2006. Pertemuan Ilmia Tahun Ilmu Penyakit

Dalam. Jakarta:  ECG.

Anda mungkin juga menyukai