AUDIOMETRI
Oleh:
Janice Susanto, S.Ked 04084822124064
Putri Shela Sabila, S.Ked 04084822124049
Pembimbing:
dr. Ahmad Hifni, Sp. T.H.T.K.L
Referat
Judul:
Audiometri
Telah diterima sebagai salah satu syarat mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior di
Bagian Ilmu Kesehatan THT-KL Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya/RSUP dr.
Mohammad Hoesin Palembang periode 15 Juli – 31 Juli 2021.
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT atas berkah dan
rahmat- Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan referat dengan judul
“Audiometri” untuk memenuhi tugas referat yang merupakan bagian dari sistem
pembelajaran dan penilaian kepaniteraan klinik, khususnya Bagian Ilmu Kesehatan
THT-KL Universitas Sriwijaya.
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada dr.
Ahmad Hifni, Sp. T.H.T.K.L selaku pembimbing yang telah membantu
memberikan ajaran dan masukan sehingga referat ini dapat selesai.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan referat ini
disebabkan keterbatasan kemampuan penulis. Oleh karena itu, kritik dan saran
yang membangun dari berbagai pihak sangat penulis harapkan demi perbaikan di
masa yang akan datang. Semoga referat ini dapat memberi manfaat dan pelajaran
bagi kita semua.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
Batas-batas telinga tengah:8,9
a. Bagian atas dibentuk oleh tegmen tympani
b. Dasarnya dibentuk oleh lempeng tipis tulang yang memisahkan cavitas tympani
dari bulbus superior vena jugularis interna.
c. Di sebelah anterior, terdapat muara dari dua buah saluran, yaitu menuju ke
nasopharynx melalui tuba auditorius (tuba Eustachii) dan saluran untuk
musculus tensor tympani.
d. Di bagian atas dinding posterior terdapat aditus ad antrum. Di bawah ini terdapat
penonjolan yang disebut pyramis, yang terdapat tendo musculus stapedius pada
puncaknya.
e. Dinding lateral sebagian besar dibentuk oleh membrana tympanica.
f. Dinding medial dibentuk oleh dinding lateral telinga dalam. Bagian terbesar dari
dinding terdapat promontorium. Di atas dan belakang promontorium terdapat
fenestra vestibuli. Di bawah ujung posterior promontorium terdapat fenestra
cochleae.
4
2.1.3 Telinga Dalam
Telinga dalam terdiri dari kokla (rumah siput) yang berupa dua setengah
lingkaran dan vestibular yang terdiri dari 3 buah kamalis semisirkularis. Ujung
atau puncak koklea disebut helikotrema, menghubungkan perilimfa skala
timpani dengan skala vestibuli. Kanalis semisirkularis saling berhubungan secara
tidak lengkap dan membentuk lingkaran yang tidak lengkap. Pada irisan
melintang koklea tampak skala vestibuli sebelah atas, skala timpani di sebelah
bawah dan skala media (duktus koklearis) diantaranya. Skala vestibuli dan skala
timpani berisi perilimfa, sedangkan skala media berisi endolimfa. lon dan garam
yang terdapat di perilimfa berbeda dengan endolimfa. Hal ini penting untuk
pendengaran. Dasar skala vestibuli disebut sebagai membran vestibuli
(Reissner's membrane) sedangkan dasar skala media adalah membran basalis.
Pada membran ini terletak organ Corti. Pada skala media terdapat bagian yang
berbentuk lidah yang disebut membran tektoria, dan pada membran basal
melekat sel rambut yang terdiri dari sel rambut dalam, sel rambut Iuar dan
kanalis Corti, yang membentuk organ Corti.7
5
Gambar 5. Koklea7
6
Gambar 6. Fisiologi Pendengaran7
7
Dari audiogram dapat dilihat apakah pendengaran normal (N) atau tuli.
Jenis ketulian, tuli konduktif, tuli sensorineural atau tuli campur. Derajat ketulian
dihitung dengan menggunakan index Fletcher, yaitu:
Dapat dihitung ambang dengar hantaran udara (AC) atau hantaran tulang
(BC). Pada interpretasi audiogram harus ditulis (a) telinga yang mana, (b) apa
jenis ketuliannya, (c) bagaimana derajat ketuliannya; misalnya: teinga kiri tuli
campur sedang. Dalam menentukan derajat ketulian, yang dihitung hanya
ambang dengar hantaran udaranya (AC) saja. 5,6
Tabel 1.. Derajat Gangguan Pendengaran5
Ambang pendengaran Interpretasi
0-25 dB Normal
26-40 dB Tuli ringan
41-60 dB Tuli sedang.
61-90 dB Tuli berat
>90 dB Tuli sangat berat
8
f. AC : Air conduction, suara yang dihantarkan melalui udara
g. BC : Bone conduction, suara yang dihantarkan melalui tulang,
pemeriksaan dengan bagian headset khusus yang dipasang di belakang
daun telinga.
10
2.3.4 Komponen Audiometer
Komponen utama audiometer terdiri dari oksilator yang menghasilkan
berbagai nada murni, amplifier untuk menaikkan internsitas nada murni hingga
dapat terdengar, pemutus (interrupter) yang memungkinkan pemeriksa menekan
dan mematikan tombol nada murni secara halus tanpa tedengar bunyi lain,
attenuator agar pemeriksa dapat menaikkan dan menurunkan intensitas ke
tingkat yang dikehendaki, earphone yang mengubah gelombang listrik menjadi
bunyi yang dapat didengar, sumber suara pengganggu (masking) yang sering
diperlukan untuk meniadakan bunyi ke telinga yang tidak diperiksa.
Narrowband masking noise atau garis selubung suara sempit merupakan suara
putih atau white noise (sejenis suara mirip aliran uap atau deru angin) yang
sudah disaring dari energi suara yang tidak dubutuhkan untuk menyelubungi
bunyi tertentu yang sedang digarap. Ini adalah bunyi masking yang paling efektif
untuk audiometerik nada murni.15
11
sumbu vertikal menunjukkan intensitas nada yang dinyatakan dalam desibel
yang mengacu pada ambang pendengaran normal rata-rata. Kurva air conduction
ditampilkan sebagai garis kontinu, sedangkan kurva bone conduction
ditampilkan sebagai garis putus-putus. Ambang telinga kanan direkam secara
manual sebagai lingkaran merah pada audiogram. Ambang telinga kiri direkam
secara manual sebagai X berwarna biru. Audiogram memberikan gambaran
mendasar tentang sensitivitas pendengaran. Menurut klasifikasi gangguan
pendengaran internasional, untuk menghitung derajat gangguan pendengaran
perlu dijumlahkan empat nilai pengukuran yaitu intensitassuara terendah
menggunakan frekuensi 500, 1000, 2000 dan 4000 Hz seperti rumus berikut:16
Menurut nilai rata-rata yang dihitung, derajat gangguan pendengaran dibagi
menjadi pendengaran normal(0–25 dB), gangguan pendengaran ringan (26–40
dB), gangguan pendengaran sedang (41-55 db), gangguan pendengaran sedang-
berat (56-70 db), gangguan pendengaran yang parah (71–90 db), gangguan
pendengaran yang sangat dalam (> 90 db). Audiogram membantu menentukan
tidak hanya derajat gangguan pendengaran, tetapi juga jenis patologi:
sensorineural, konduktif atau campuran.16,17
12
Gambar 7. Gangguan Pendengaran Konduktif. 14
13
2.4.3 Gangguan Pendengaran Campuran (Mixed Hearing Loss)
Gangguan ini mengacu pada kombinasi dari gangguan pendengaran
konduktif dan sensorineural. Ini berarti bahwa mungkin ada kerusakan di telinga
luar atau tengah dan di telinga bagian dalam (koklea) atau saraf pendengaran.
Gejala yang timbul juga merupakan kombinasi dari kedua komponen gejala
gangguan pendengaran jenis konduktif dan sensorineural.14
Gangguan pendengaran campuran adalah jenis gangguan pendengaran
yang memiliki kombinasi kerusakan konduktif dan sensorineural di telinga yang
sama. Ditandai celah udara-tulang lebih besar dari 10 dB dan ambang konduksi
tulang yang tinggi. 15
14
Gambar 9. Gangguan Pendengaran Campuran
14
2.8 Audiologi Anak
Pemeriksaan ambang pendengaran pada anak dapat dilakukan di dalam
ruangan khusus (free field). Prosedur pemeriksaan dapat digunakan dengan
berbagai cara, antara lain: 16,17
a. Free field test, menilai kemampuan anak dalam memberikan respon
terhadap rangsang bunyi yang diberikan. Anak diberi rangsang bunyi
sambil bermain, kemudian dievaluasi reaksi pendengarannya. Alat yang
digunakan dapat berupa neometer atau viena tone
b. Audiometri bermain, pemeriksaan audiometri nada murni pada anak yang
dilakukan sambil bermain. Dapat dimulai pada usia 3-4 tahun bila anak
cukup kooperatif
c. BERA, menilai fungsi pendengaran secara objektif, dapat dilakukan pada
anak yang tidak kooperatif yang sulit diperiksa dengan konvensional
d. Emisi otoakustik (OAE), menilai fungsi koklea secara objektif dan dapat
dilakukan dalam waktu yang sangat singkat. Sangat bermanfaat untuk
program skrining pendengaran pada bayi dan anak.
15
BAB III
KESIMPULAN
16
DAFTAR PUSTAKA
1. Sherwood, LZ. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi 8. Jakarta. EGC.
2014.
2. Soepardi, Efiaty Arsyad et al. Gangguan Pendengaran dan Kelainan Telinga.
Dalam : Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorokan, Kepala
Leher. Jakarta. Balai Penerbit FKUI; 2008; 10-22.
3. Eryani YM, Catur AW, dan Fitria S. Faktor Risiko Terjadinya Gangguan
Pendengaran Akibat Bising. Medula, 7 (4). 2017.
4. World Health Organization. Deafness and Hearing Loss. In: WHO. 2020.
Available from: https://www.who.int/news-room/factsheets/detail/deafness-
and-hearing-loss
5. Kapul AA, Zubova EI, Torgaev SN, Drobchik VV. Pure-tone Audiometer. In:
ResearchGate. Journal of Physics Conference Series. 2017. Available from: doi
:10.1088/1742-6596/881/1/012010
6. Pradana, Nanang Agung Rio. Faktor Yang Berhubungan Dengan Gangguan
Pendengaran pada Pekerja Mebel CV. Mandiri Prima Semarang. Universitas
Muhammadiyah Semarang. 2018.
7. Richard L Drake; Wayne Vogl; Adam W M Mitchell. 2017. Gray’s Anatomy:
Anatomy of the Human Body. Elsevier; 2017.
8. PL D, Shruti D. Diseases of Ear,Nose, and Throat & Head and Neck Surgery.
Elsevier. 2018.
9. Dhingra PL, Dhingra Shruti. Disease of Ear, Nose, and Throat & Head and
Neck Surgery. Elsevier. 2018.
10. Stavrakas M, Kyriafinis G, Tsalighopoulos M. Diagnosis and Evaluation of
Hearing Loss. In: ResearchGate. 2016. Available from:
http://doi.org/10.4018/978-1-5225-0264-7.ch002
11. Shargorodsky, J. Audiometry. National Institutes of Health. U.S National
Library of Medicine Medline Plus. Audiometry. 2020. [Disitasi 18 Juli 2021].
12. Kutz JW. Audiology Pure Tone Testing. In: Medscape. 2018. Available in:
https://emedicine.medscape.com/article/1822962-overview#a7
13. Cummings WC. Auditory Function Test. Otolaryngology Head and Neck
17
Surgery. 2nd edition. Mosby Year Book. St Louis. 1993;2698-2715
14. DeWet S, Claude L. Classification of Hearing Loss. In: ResearchGate. 2019.
Available from:
https://www.researchgate.net/publication/336306315_Classification_of_hearin
g_loss
15. Walker JJ, Cleveland LM, Davis JL, Seales JS. Audiometry screening and
interpretation. In: Am Fam Physician. 2019;87(1):41–7. Available from:
https://www.aafp.org/afp/2013/0101/afp20130101p41.pdf
16. Soepardi, Efiaty Arsyad et al. Gangguan Pendengaran dan Kelainan Telinga.
Dalam : Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorokan, Kepala
Leher. Jakarta. Balai Penerbit FKUI; 2008; 10-22.
17. Chan Y, Goddard JC. Audiology. In: KJ Less’s Essential Otolaryngology:
Head and Neck Surgery. 12th ed. McGraw-Hill Education; 2019.
18