Anda di halaman 1dari 22

Referat

AUDIOMETRI

Oleh:
Janice Susanto, S.Ked 04084822124064
Putri Shela Sabila, S.Ked 04084822124049

Pembimbing:
dr. Ahmad Hifni, Sp. T.H.T.K.L

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN THT-KL RSMH


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
PALEMBANG
2021
HALAMAN PENGESAHAN

Referat

Judul:
Audiometri

Janice Susanto, S.Ked 04084822124064


Putri Shela Sabila, S.Ked 04084822124049

Telah diterima sebagai salah satu syarat mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior di
Bagian Ilmu Kesehatan THT-KL Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya/RSUP dr.
Mohammad Hoesin Palembang periode 15 Juli – 31 Juli 2021.

Palembang, Juli 2021


Pembimbing

dr. Ahmad Hifni, Sp. T.H.T.K.L

ii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT atas berkah dan
rahmat- Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan referat dengan judul
“Audiometri” untuk memenuhi tugas referat yang merupakan bagian dari sistem
pembelajaran dan penilaian kepaniteraan klinik, khususnya Bagian Ilmu Kesehatan
THT-KL Universitas Sriwijaya.
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada dr.
Ahmad Hifni, Sp. T.H.T.K.L selaku pembimbing yang telah membantu
memberikan ajaran dan masukan sehingga referat ini dapat selesai.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan referat ini
disebabkan keterbatasan kemampuan penulis. Oleh karena itu, kritik dan saran
yang membangun dari berbagai pihak sangat penulis harapkan demi perbaikan di
masa yang akan datang. Semoga referat ini dapat memberi manfaat dan pelajaran
bagi kita semua.

Palembang, Juli 2021

Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i


HALAMAN PENGESAHAN........................................................................ ii
KATA PENGANTAR................................................................................... iii
DAFTAR ISI ................................................................................................. iv
BAB I PENDAHULUAN............................................................................... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Anatomi Pendengaran ................................................................................ 2
2.1.1. Telinga Luar (Auris Externus) ...................................................... 2
2.1.2. Telinga Tengah (Auris Media) ....................................................... 3
2.1.3. Telinga Dalam ................................................................................ 5
2.2. Fisiologi Pendengaran ............................................................................... 6
2.3. Audiometri Nada Murni ............................................................................ 7
2.3.1. Tujuan Pemeriksaan Audiometri .................................................. 9
2.3.2. Indikasi dan Kontraindikasi Pemeriksaan Audiometri .................. 9
2.3.3. Syarat Pemeriksaan Audiometri .................................................... 9
2.3.4 Komponen Audiometer................................................................ 10
2.3.5 Teknik Pemeriksaan Audiometri ................................................. 11
2.4 Gangguan Pendengaran ........................................................................... 12
2.4.1 Gangguan Pendengaran Konduktif ............................................. 12
2.4.2 Gangguan Pendengaran Sensorineural ........................................ 13
2.4.3 Gangguan Pendengaran Campuran .............................................. 14
2.5 Pemeriksaan Tuli Anorganik .................................................................... 14
2.6 Audiologi Anak ........................................................................................ 15
BAB III KESIMPULAN ............................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 17

iv
BAB I
PENDAHULUAN

Telinga adalah organ pendengaran dan keseimbangan. Telinga dibagi menjadi


tiga substruktur dasar yaitu telinga luar, telinga tengah, dan telinga dalam. Telinga
mendeteksi dan menganalisis suara dengan mekanisme transduksi, yang merupakan
proses mengubah gelombang suara menjadi impuls elektrokimia. Gelombang suara
melewati telinga luar dan menyebabkan getaran di gendang telinga. Gendang telinga
dan tiga tulang kecil di telinga tengah memperkuat getaran saat bergerak ke telinga
bagian dalam. Getaran melewati cairan dalam struktur berbentuk siput di telinga
bagian dalam (koklea). Ribuan rambut kecil yang menempel pada sel saraf di koklea
membantu menerjemahkan getaran suara menjadi sinyal listrik yang dikirim ke otak
lalu otak akan mengubah sinyal menjadi suara.1,2
Secara fisiologis, telinga orang muda yang sehat dapat mendengar pada rentang
frekuensi 20 hingga 20.000Hz namun untuk pendengaran sehari-hari yang efektif
antara 500 hingga 2.000Hz, sedangkan nilai ambang intensitas suara yaitu 0 dB
sampai dengan 130 dB. Seseorang yang tidak dapat mendengar layaknya orang
normal dikatakan mengalami gangguan pendengaran. Gangguan pendengaran dapat
terjadi karena proses kongenital ataupun didapat dari penyebab lain yang berdampak
pada kemampuan untuk berkomunikasi dengan orang lain, ekonomi, dan lingkungan
sosial.3,4
Salah satu pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk mengevaluasi fungsi
pendengaran adalah audiometri. Audiometri adalah tes pendengaran menggunakan
sebuah mesin yang disebut dengan audiometer. Audiometer akan menghasilkan suara
dengan volume dan frekuensi yang berbeda-beda. Audiometri dibagi menjadi
beberapa tipe dan disesuaikan dengan rangsangan yang digunakan. Dokter umum
dapat melakukan pemeriksaan audiometri untuk mendeteksi adanya gangguan
pendengaran pada tahap awal. Oleh karena itu, diperlukan pemahaman mengenai
pemeriksaan audiometri agar dapat menentukan tingkat gangguan pendengaran dan
melakukan tindakan yang tepat serta sesuai kepada pasien. Tulisan ini berisi tentang
dasar sistem pendengaran dan pengetahuan tentang audiometri sebagai dokter umum.
5,6

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Telinga


Telinga memiliki struktur mirip cangkang yang terletak di sisi samping
kepala. Struktur telinga merupakan tulang rawan. Telinga dibagi menjadi tiga
substruktur dasar yaitu telinga luar, telinga tengah, dan telinga dalam.7

Gambar 1. Pembagian utama telinga.7

2.1.1 Telinga Luar (Auris Externa)


Telinga luar terdiri dari auricula dan meatus acusticus externus. Auricula
yang mempunyai bentuk yang khas berfungsi mengumpulkan getaran udara.
Auricula terdiri dari kartilago elastik yang tertutup kulit dan tidak terdapat jaringan
lemak subkutan. Auricula mempunyai otot intrinsik dan ekstrinsik, dipersarafi
nervus facialis.7,8
Meatus acusticus externus adalah saluran penghubung yang menghantarkan
gelombang suara dari auricula ke membrana tympanica. Meatus dilapisi oleh kulit,
dan sepertiga bagian luarnya mempunyai rambut, glandula sebacea, dan glandula
ceruminosa. Glandula ceruminosa merupakan modifikasi kelenjar keringat yang
menghasilkan sekret serumen berwarna coklat kekuningan yang lengket. Rambut
2
dan serumen mencegah masuknya benda asing. Di ujung telinga luar, terletak
telinga tengah, yang secara eksternal dibatasi oleh membran timpani dan secara
internal oleh oval window.7,8,9

2.1.2 Telinga Tengah (Auris Media)


Telinga tengah mengandung rongga timpani (cavitas tympani) yang terisi
udara, suatu ruang iregular yang berada di dalam pars petrosa ossis temporalis, di
antara membran timpani dan permukaan tulang telinga dalam. Ruang ini berisi
tulang-tulang pendengaran yang berfungsi meneruskan getaran membrana
tympanica (gendang telinga) ke perilympha telinga dalam. Membran timpani
berhubungan dengan tingkap lonjong, melalui sederetan tiga tulang kecil (tulang
pendengaran), yaitu ossicula auditus: Maleus (tulang pendengaran terbesar), Incus,
dan Stapes.7

Gambar 2. Bagian Telinga Tengah.7

3
Batas-batas telinga tengah:8,9
a. Bagian atas dibentuk oleh tegmen tympani
b. Dasarnya dibentuk oleh lempeng tipis tulang yang memisahkan cavitas tympani
dari bulbus superior vena jugularis interna.
c. Di sebelah anterior, terdapat muara dari dua buah saluran, yaitu menuju ke
nasopharynx melalui tuba auditorius (tuba Eustachii) dan saluran untuk
musculus tensor tympani.
d. Di bagian atas dinding posterior terdapat aditus ad antrum. Di bawah ini terdapat
penonjolan yang disebut pyramis, yang terdapat tendo musculus stapedius pada
puncaknya.
e. Dinding lateral sebagian besar dibentuk oleh membrana tympanica.
f. Dinding medial dibentuk oleh dinding lateral telinga dalam. Bagian terbesar dari
dinding terdapat promontorium. Di atas dan belakang promontorium terdapat
fenestra vestibuli. Di bawah ujung posterior promontorium terdapat fenestra
cochleae.

Gambar 3. Batas-batas Telinga Tengah.7

4
2.1.3 Telinga Dalam
Telinga dalam terdiri dari kokla (rumah siput) yang berupa dua setengah
lingkaran dan vestibular yang terdiri dari 3 buah kamalis semisirkularis. Ujung
atau puncak koklea disebut helikotrema, menghubungkan perilimfa skala
timpani dengan skala vestibuli. Kanalis semisirkularis saling berhubungan secara
tidak lengkap dan membentuk lingkaran yang tidak lengkap. Pada irisan
melintang koklea tampak skala vestibuli sebelah atas, skala timpani di sebelah
bawah dan skala media (duktus koklearis) diantaranya. Skala vestibuli dan skala
timpani berisi perilimfa, sedangkan skala media berisi endolimfa. lon dan garam
yang terdapat di perilimfa berbeda dengan endolimfa. Hal ini penting untuk
pendengaran. Dasar skala vestibuli disebut sebagai membran vestibuli
(Reissner's membrane) sedangkan dasar skala media adalah membran basalis.
Pada membran ini terletak organ Corti. Pada skala media terdapat bagian yang
berbentuk lidah yang disebut membran tektoria, dan pada membran basal
melekat sel rambut yang terdiri dari sel rambut dalam, sel rambut Iuar dan
kanalis Corti, yang membentuk organ Corti.7

Gambar 4. Telinga dalam7

5
Gambar 5. Koklea7

2.2 Fisiologi Pendengaran


Getaran suara dikumpulkan oleh auricula dalam bentuk gelombang, yang
lalu dialirkan melalui meatus acusticus externus ke membran timpani. Getaran
diteruskan ketelinga tengah melalui rangkaian ossicular auditus (maleus, incus,
stapes) yang akan mengimplikasi getaran melalui tulang pendengaran dan luas
membran timpani dan tingkap lonjong. Getaran yang telah diamplifikasi ini akan
diteruskan ke stapes yang menggerakkan tingkap lonjong sehingga perilympha
pada skala vestibula bergerak. Sistem ossicula auditus mengamplifikasikan
tekanan dari gelombang suara dengan meningkatkan gaya pada fenestra vestibuli
untuk menghasilkan getaran cairan pada koklea.8,9
Getaran diteruskan melalui membrane Reissner yang mendorong
endolympha, sehingga menimbulkan gerakan relatif antara membrana basilaris
dan membrana tectoria. Sel rambut di organ corti menghasilkan sinyal saraf saat
rambut permukaannya mengalami perubahan bentuk secara mekanik. Sel rambut
dalam yang mengubah gaya mekanik suara menjadi impuls listrik pendengaran
(potensial aksi) yang menyampaikan pesan pendengaran melalui saraf auditorius
ke korteks serebri di lobus temporalis.8,9

6
Gambar 6. Fisiologi Pendengaran7

2.3 Audiometri Nada Murni


Audiometri nada murni adalah tes standar untuk menilai gangguan
pendengaran dan pendengaran. ini adalah cara untuk mengukur ambang
pendengaran pada frekuensi yang berbeda dan di kedua telinga. Ini adalah tes
subjektif karena melibatkan kerja sama dari orang yang diuji dan ini berbeda
dengan tes obyektif seperti audiometri yang ditimbulkan batang otak atau emisi
otoakustik.5,6,11
Audiometri nada murni merupakan prosedur uji sensitivitas masing-
masing telinga dengan menggunakan audiometer. Audiometer adalah perangkat
elektronik yang menghasilkan nada murni, dengan intensitas yang dapat
ditingkatkan atau diturunkan dalam tingkatan 5 dB. Ambang batas air
conduction diukur untuk nada 125, 250, 500, 1000, 2000, 4000 dan 8000 Hz dan
ambang batas bone conduction 250, 500, 1000, 2000 dan 4000 Hz. Besarnya
intensitas yang harus dinaikkan di atas nilai normal merupakan ukuran derajat
gangguan pendengaran pada frekuensi tersebut. 3
Hasil digambarkan dalam bentuk grafik yang disebut audiogram. Ambang
batas bone conduction merupakan ukuran fungsi koklea. Perbedaan ambang air
conduction dan tulang (celah A–B) adalah ukuran derajat tuli konduktif. Perlu
dicatat bahwa audiometer sangat terkalibrasi sehingga pendengaran orang
normal, baik untuk air conduction dan tulang, berada pada 0 dB dan tidak ada
celah A–B, sedangkan uji garpu tala biasanya menunjukkan AC > BC. 5,6

7
Dari audiogram dapat dilihat apakah pendengaran normal (N) atau tuli.
Jenis ketulian, tuli konduktif, tuli sensorineural atau tuli campur. Derajat ketulian
dihitung dengan menggunakan index Fletcher, yaitu:

Ambang Dengar (AD) =

Dapat dihitung ambang dengar hantaran udara (AC) atau hantaran tulang
(BC). Pada interpretasi audiogram harus ditulis (a) telinga yang mana, (b) apa
jenis ketuliannya, (c) bagaimana derajat ketuliannya; misalnya: teinga kiri tuli
campur sedang. Dalam menentukan derajat ketulian, yang dihitung hanya
ambang dengar hantaran udaranya (AC) saja. 5,6
Tabel 1.. Derajat Gangguan Pendengaran5
Ambang pendengaran Interpretasi
0-25 dB Normal
26-40 dB Tuli ringan
41-60 dB Tuli sedang.
61-90 dB Tuli berat
>90 dB Tuli sangat berat

Terdapat ambang dengar menurut konduksi udara (AC) dan menurut


konduksi tulang (BC). Apabila ambang dengar ini dihubungkan dengan garis,
baik AC maupun BC, maka akan didapatkan didalam audiogram. Simbol dan
istilah yang akan muncul dalam audiogram ini:11,12
a. Hertz : standar pengukuran untuk frekuensi suara, pada audigram
biasanya berkisar antara 250 Hz - 8000Hz
b. Desibel (dB HL) : standar pengukuran untuk amplitudo atau kekerasan
(intensitas) suara, biasanya berkisar antara 0-110 dB HL
c. Warna merah dan biru: jika yang diperiksa adalah telinga kiri maka
titik dan garisnya berwarna biru, sebaliknya jika telinga kanan yang
diperiksa maka titik dan garis berwarna merah.
d. o dan x: kedua simbol untuk pemeriksaan hantaran udara (air
conduction/AC), o untuk telinga kanan, dan x untuk telinga kiri.
e. < and >: Kedua simbol untuk pemeriksaan hantaran tulang (bone
conduction/BC), < untuk telinga kanan dan > untuk telinga kiri

8
f. AC : Air conduction, suara yang dihantarkan melalui udara
g. BC : Bone conduction, suara yang dihantarkan melalui tulang,
pemeriksaan dengan bagian headset khusus yang dipasang di belakang
daun telinga.

Gambar 6. Audiogram pada orang normal5

2.3.1 Tujuan Pemeriksaan Audiometri


Tujuan pemeriksaan audiometri nada murni adalah untuk mengukur
ambang pendengaran melalui air conduction dan bone conduction, mengukur
derajat dan jenis gangguan pendengaran, audiogram dapat disimpan untuk
referensi di masa mendatang, audiogram dapat digunakan untuk pemberian resep
alat bantu dengar, dan membantu menemukan tingkat kecacatan untuk tujuan
pengobatan.5,11

2.3.2 Indikasi dan Kontraindikasi Pemeriksaan Audiometri


Indikasi pemeriksaan audiometri diantaranya adalah adanya penurunan
pendengaran, telinga berdenging (tinnitus), rasa penuh ditelinga, riwayat infeksi
telinga kronis, riwayat keluar cairan pada telinga, riwayat terpajan kebisingan
terus-menerus, riwayat tauma pada telinga, riwayat pemakaian obat ototoksik,
riwayat gangguan pendengaran pada keluarga, dan penyakit telinga bagian
dalam misalnya meniere disease. 11
Kontraindikasi pada pemeriksaan audiometri adalah pada pasien yang
tidak dapat kooperatif karena usia muda (anak-anak) atau karena kondisi lain
sehingga tidak dapat menjalani pemeriksaan audiometri nada murni, sehingga
membutuhkan tes sistem pendengaran dengan metode lain.12
9
2.3.3 Syarat Pemeriksaan Audiometri
Terdapat beberapa syarat untuk dapat dilakukan pemeriksaan audiometri
nada murni, yaitu:12,13
1. Pasien yang kooperatif
2. Pasien dianjurkan bebas pajanan bising minimal 12-14 jam sebelum
pemeriksaan
3. Sebaiknya pasien melakukan pemeriksaan serumen terlebih dahulu sehingga
liang telinga bersih dan tidak terdapat serumen maupun benda asing
sebelum dilakukannya pemeriksaan audiometri
4. Ruang pemeriksaan audiometri harus memenuhi syarat tidak ada jendela
keluar/jendela kaca tebal, kamar chamber/lapis karpet, lantai karpet,
acoustic tile on walls and ceiling, dan double or “acoustic door”
5. Lingkungan pemeriksaan yang baik
- Dapat dilihat sepenuhnya oleh pemeriksa
- Pemeriksaan dilakukan didalam ruangan dengan tingkat kebisingan
terendah sehingga kepekaan pendengaran pasien tidak terganggu.
- Suara tambahan tidak boleh lebih dari 38 dB (Sesuai dengan standar
BS EN ISO 8253-1)
6. Kontrol infeksi
- Alat yang dipakai harus dibersihkan dan disinfeksi setiap kali
pemakaian
- Pemeriksaan harus cuci tangan dengan sabun ataupun alkohol sebelum
menyentuh pasien
Kelemahan dari audiometri nada murni adalah pada pasien yang sama,
dibuat oleh dua orang yang berbeda sehingga didapatkan hasil yang berbeda
karena pengaruh faktor teknis dan psikis. Lalu kelemahan audiometri nada murni
ini tidak dapat menentukan dengan tepat validitas sosial pada pasien.17

10
2.3.4 Komponen Audiometer
Komponen utama audiometer terdiri dari oksilator yang menghasilkan
berbagai nada murni, amplifier untuk menaikkan internsitas nada murni hingga
dapat terdengar, pemutus (interrupter) yang memungkinkan pemeriksa menekan
dan mematikan tombol nada murni secara halus tanpa tedengar bunyi lain,
attenuator agar pemeriksa dapat menaikkan dan menurunkan intensitas ke
tingkat yang dikehendaki, earphone yang mengubah gelombang listrik menjadi
bunyi yang dapat didengar, sumber suara pengganggu (masking) yang sering
diperlukan untuk meniadakan bunyi ke telinga yang tidak diperiksa.
Narrowband masking noise atau garis selubung suara sempit merupakan suara
putih atau white noise (sejenis suara mirip aliran uap atau deru angin) yang
sudah disaring dari energi suara yang tidak dubutuhkan untuk menyelubungi
bunyi tertentu yang sedang digarap. Ini adalah bunyi masking yang paling efektif
untuk audiometerik nada murni.15

2.3.5 Teknik Pemeriksaan Audiometri


Selama audiometri air conduction, pasien mendapatkan nada murni satu
frekuensi melalui headphone. Intensitassuara awal harus mudah diidentifikasi
oleh pasien. Pemeriksaan audiometri harus dimulai pada 1.000 Hz, karena
frekuensi ini mudah didengar oleh sebagian besar pasien. Urutan frekuensi
umum untuk pemeriksaan audiometri pencarian ambang batas nada murni adalah
menguji pada 1.000, 2.000, 3.000, 4.000, 8.000, 1.000 (ulangi), 500, dan 250 Hz.
Secara bertahap, tingkat intensitas nada berkurang pada 10 dB hingga
menghilangnya persepsi.15,16
Kemudian intensitas stimulus meningkat dengan kelipatan 5 dB hingga
munculnya sensasi pendengaran. Jika pasien meresponssecara konsisten
(minimal dua dari tiga respons dalam urutan menaik), penguji mencatat tingkat
dB di mana pasien merespons sebagai ambang batas air conduction. Setelah
menguji telinga tersebut dan dianggap memiliki pendengaran yang lebih baik,
penguji kemudian melakukan tes yang sama pada telinga sebelahnya. Sedangkan
selama audiometri bone conduction, sinyal tes direproduksi menggunakan
osilator tulang yang terletak di tulang mastoid atau tulang frontal.16
Nilai ambang dimasukkan ke dalam lembar kosong audiogram. Frekuensi
nada yang dinyatakan dalam hertz direkam pada sumbu horizontal, sedangkan

11
sumbu vertikal menunjukkan intensitas nada yang dinyatakan dalam desibel
yang mengacu pada ambang pendengaran normal rata-rata. Kurva air conduction
ditampilkan sebagai garis kontinu, sedangkan kurva bone conduction
ditampilkan sebagai garis putus-putus. Ambang telinga kanan direkam secara
manual sebagai lingkaran merah pada audiogram. Ambang telinga kiri direkam
secara manual sebagai X berwarna biru. Audiogram memberikan gambaran
mendasar tentang sensitivitas pendengaran. Menurut klasifikasi gangguan
pendengaran internasional, untuk menghitung derajat gangguan pendengaran
perlu dijumlahkan empat nilai pengukuran yaitu intensitassuara terendah
menggunakan frekuensi 500, 1000, 2000 dan 4000 Hz seperti rumus berikut:16
Menurut nilai rata-rata yang dihitung, derajat gangguan pendengaran dibagi
menjadi pendengaran normal(0–25 dB), gangguan pendengaran ringan (26–40
dB), gangguan pendengaran sedang (41-55 db), gangguan pendengaran sedang-
berat (56-70 db), gangguan pendengaran yang parah (71–90 db), gangguan
pendengaran yang sangat dalam (> 90 db). Audiogram membantu menentukan
tidak hanya derajat gangguan pendengaran, tetapi juga jenis patologi:
sensorineural, konduktif atau campuran.16,17

2.4 Gangguan Pendengaran


Gangguan pendengaran adalah menurunnya sensitivitas telinga sehingga
diperlukan intensitas bunyi yang lebih tinggi untuk bisa mendengar bunti pada
frekuensi tersebut dan dikenal dengan ketulian. Ada tiga jenis gangguan
pendengaran, yaitu tuli konduktif, tuli saraf (sensorineural deafness) dan tuli
campur (mixed deafness).14
2.4.1 Gangguan Pendengaran Konduktif
Setiap proses penyakit yang mengganggu konduksi suara mencapai koklea
menyebabkan gangguan pendengaran konduktif. Lesi mungkin terletak di telinga
luar dan membran timpani, telinga tengah atau tulang sendi hingga sendi
stapediovestibular. Ciri-ciri gangguan pendengaran konduktif adalah tes Rinne
negative (BC > AC), Weber lateralisasi ke telinga yang mengalami gangguan,
konduksi tulang absolut normal, frekuensi rendah lebih berpengaruh, audiometri
menunjukkan konduksi tulang lebih baik daripada konduksi udara dengan celah
A-B, semakin besar celah A-B maka semakin berat pula kehilangan konduktif,
kehilangan tidak lebih dari 60 dB, diskriminasi ucapan normal.14

12
Gambar 7. Gangguan Pendengaran Konduktif. 14

2.4.2 Gangguan Pendengaran Sensorineural


Gangguan pendengaran sensorineural (sensorineural hearing loss, SNHL)
diakibat oleh lesi koklea ataupun retrokoklea, nervus VIII atau jalur pendengaran
sentral. Bisa muncul saat lahir (kongenital) atau mulai di kemudian hari
(didapat). Tuli sensorineural dapat bersifat akut (acute sensorineural deafness)
yakni tuli sensorineural yang terjadi tiba-tiba dimana penyebab tidak diketahui
dengan pasti dan sensorineural kronik deafness merupakan tuli sensorineural
yang terjadi secara perlahan.Ciri-ciri gangguan pendengaran sensorineural
adalah tes Rinne positif (AC > BC), Weber lateralisasi ke telinga yang lebih
baik, konduksi tulang berkurang pada Schwabach dan pemeriksaan konduksi
tulang absolut, lebih sering melibatkan frekuensi tinggi, tidak ada celah antara
udara dan kurva konduksi tulang diometri, kehilangan bisa melebihi 60 dB,
diskriminasi ucapan buruk, kesulitan mendengar jika ada suara bising.14,15

Gambar 8. Gangguan Pendengaran Sensorineural. 15

13
2.4.3 Gangguan Pendengaran Campuran (Mixed Hearing Loss)
Gangguan ini mengacu pada kombinasi dari gangguan pendengaran
konduktif dan sensorineural. Ini berarti bahwa mungkin ada kerusakan di telinga
luar atau tengah dan di telinga bagian dalam (koklea) atau saraf pendengaran.
Gejala yang timbul juga merupakan kombinasi dari kedua komponen gejala
gangguan pendengaran jenis konduktif dan sensorineural.14
Gangguan pendengaran campuran adalah jenis gangguan pendengaran
yang memiliki kombinasi kerusakan konduktif dan sensorineural di telinga yang
sama. Ditandai celah udara-tulang lebih besar dari 10 dB dan ambang konduksi
tulang yang tinggi. 15

14
Gambar 9. Gangguan Pendengaran Campuran

2.6 Pemeriksaan Tuli Anorganik


Pemeriksaan tuli anorganik dapat digunakan untuk memeriksa seseorang
yang pura-pura tuli. Terdapat beberapa cara pemeriksaan, antara lain:16
a. Pemeriksaan Stenger, merupakan pemeriksaan yang paling baik untuk
diagnosis tuli nonorganik. Prinsip pemeriksaan ini adalah ketika dua nada
suara dengan frekuensi yang sama diberikan secara bersamaan pada
kedua telinga, maka hanya nada yang lebih keras yang akan terdengar.
b. Audiometri nada murni secara berulang dalam satu minggu, hasil
audiogramnya berbeda
c. Audiometri impedans
d. Brainstem Evoked Response Audiometry (BERA)

14
2.8 Audiologi Anak
Pemeriksaan ambang pendengaran pada anak dapat dilakukan di dalam
ruangan khusus (free field). Prosedur pemeriksaan dapat digunakan dengan
berbagai cara, antara lain: 16,17
a. Free field test, menilai kemampuan anak dalam memberikan respon
terhadap rangsang bunyi yang diberikan. Anak diberi rangsang bunyi
sambil bermain, kemudian dievaluasi reaksi pendengarannya. Alat yang
digunakan dapat berupa neometer atau viena tone
b. Audiometri bermain, pemeriksaan audiometri nada murni pada anak yang
dilakukan sambil bermain. Dapat dimulai pada usia 3-4 tahun bila anak
cukup kooperatif
c. BERA, menilai fungsi pendengaran secara objektif, dapat dilakukan pada
anak yang tidak kooperatif yang sulit diperiksa dengan konvensional
d. Emisi otoakustik (OAE), menilai fungsi koklea secara objektif dan dapat
dilakukan dalam waktu yang sangat singkat. Sangat bermanfaat untuk
program skrining pendengaran pada bayi dan anak.

15
BAB III
KESIMPULAN

Audiometri adalah pemeriksaaan yang dilakukan untuk memeriksa fungsi


pendengaran serta untuk menentukan jenis dan derajat ketulian seseorang.
Pemeriksaan audiometri dapat mendeteksi gangguan pendengaran pada tahap
awal sehingga sebagai dokter umum, diperlukan pemahaman mengenai
pemeriksaan audiometri agar dapat menentukan tingkat gangguan pendengaran
dan tindakan yang akan diberikan kepada pasien. Prinsip dasar pemeriksaan
audiometri adalah pemeriksaan pada bermacam-macam frekunsi dan intensitas
suara (dB), lalu ditransfer melalui headset atau bone conductor ke telinga atau
mastoid, dan batasan intensitas suara (dB) pasien yang tidak dapat didengar lagi
dicatat melaluiprogram komputer atau diplot secara manual pada kertas grafik.
Syarat yang harus dipenuhi untuk melakukan pemeriksaan audiometri adalah
alat audiometer yang dalam kondisi baik, pasien yang kooperatif dan
dianjurkan bebas pajanan bising minimal 12-24 jam sebelum pemeriksaan dan
telinga yang bersih, lingkungan pemeriksaan yang baik, dan kontrol infeksi.

16
DAFTAR PUSTAKA

1. Sherwood, LZ. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi 8. Jakarta. EGC.
2014.
2. Soepardi, Efiaty Arsyad et al. Gangguan Pendengaran dan Kelainan Telinga.
Dalam : Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorokan, Kepala
Leher. Jakarta. Balai Penerbit FKUI; 2008; 10-22.
3. Eryani YM, Catur AW, dan Fitria S. Faktor Risiko Terjadinya Gangguan
Pendengaran Akibat Bising. Medula, 7 (4). 2017.
4. World Health Organization. Deafness and Hearing Loss. In: WHO. 2020.
Available from: https://www.who.int/news-room/factsheets/detail/deafness-
and-hearing-loss
5. Kapul AA, Zubova EI, Torgaev SN, Drobchik VV. Pure-tone Audiometer. In:
ResearchGate. Journal of Physics Conference Series. 2017. Available from: doi
:10.1088/1742-6596/881/1/012010
6. Pradana, Nanang Agung Rio. Faktor Yang Berhubungan Dengan Gangguan
Pendengaran pada Pekerja Mebel CV. Mandiri Prima Semarang. Universitas
Muhammadiyah Semarang. 2018.
7. Richard L Drake; Wayne Vogl; Adam W M Mitchell. 2017. Gray’s Anatomy:
Anatomy of the Human Body. Elsevier; 2017.
8. PL D, Shruti D. Diseases of Ear,Nose, and Throat & Head and Neck Surgery.
Elsevier. 2018.
9. Dhingra PL, Dhingra Shruti. Disease of Ear, Nose, and Throat & Head and
Neck Surgery. Elsevier. 2018.
10. Stavrakas M, Kyriafinis G, Tsalighopoulos M. Diagnosis and Evaluation of
Hearing Loss. In: ResearchGate. 2016. Available from:
http://doi.org/10.4018/978-1-5225-0264-7.ch002
11. Shargorodsky, J. Audiometry. National Institutes of Health. U.S National
Library of Medicine Medline Plus. Audiometry. 2020. [Disitasi 18 Juli 2021].
12. Kutz JW. Audiology Pure Tone Testing. In: Medscape. 2018. Available in:
https://emedicine.medscape.com/article/1822962-overview#a7
13. Cummings WC. Auditory Function Test. Otolaryngology Head and Neck

17
Surgery. 2nd edition. Mosby Year Book. St Louis. 1993;2698-2715
14. DeWet S, Claude L. Classification of Hearing Loss. In: ResearchGate. 2019.
Available from:
https://www.researchgate.net/publication/336306315_Classification_of_hearin
g_loss
15. Walker JJ, Cleveland LM, Davis JL, Seales JS. Audiometry screening and
interpretation. In: Am Fam Physician. 2019;87(1):41–7. Available from:
https://www.aafp.org/afp/2013/0101/afp20130101p41.pdf
16. Soepardi, Efiaty Arsyad et al. Gangguan Pendengaran dan Kelainan Telinga.
Dalam : Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorokan, Kepala
Leher. Jakarta. Balai Penerbit FKUI; 2008; 10-22.
17. Chan Y, Goddard JC. Audiology. In: KJ Less’s Essential Otolaryngology:
Head and Neck Surgery. 12th ed. McGraw-Hill Education; 2019.

18

Anda mungkin juga menyukai