Anda di halaman 1dari 5

Hijrahku untuk Abi

Karya : Rifqia Kholifatu Rosia


PDCI 1
Dinginnya air di sungai dan hembusan angin phagi ini meneteskan air mata ku.
Tenggelam dalam lautan kepedihan inilah aku mulai merasakan keresahan hidup di
pesantren.

“Bagaimana kabarnya abi kamu latisa ? ” Tanya ustadzah Maura dari belakang bebatuan.

(aku menoleh kebelakang tak sadar bahwa air mata ku masih mengalir deras dipipi)

“Oh ustadzah Maura , Abi baik-baik saja kok , kemarin baru keluar dari rumah sakit tetapi
Alhamdulilah sudah baikan” Jawabku.

“Alhamdulilah kalau begitu ustadzah ikut senang , mengapa menangis ? Ayo kembali ke
pondok sudah masuk waktu dhuha” ajak ustadzah sambil meninggalkanku.

***

Setoran hafalan minggu ini sedikit berbeda karena Gus.Abdulloh tidak bisa
menghadiri acara hafalan bersama. Mungkin beliau sedang sibuk bertemu abi dan umi ku
dirumah. Entahlah apa yang mereka bicarakan. Tetapi mengapa feeling ku cemas seperti
ini? Ah sudahlah , tetap kuatkan iman kepada sang Pencipta.

Alhamdulilah hafalan sudah selesai sehingga aku bisa segera menghubungi Abi dan
Umi , 2 bulan sudah tinggal di pesantren ini segenggam telefon pun belum pernah
kupegang. Akhirnya penantian kerinduan ku pun tersampaiakan.

“Assalamualaikum ukhti , ana mau pinjam telefon untuk menghubungi keluarga di


rumah” pintaku kepada ukhti syafira

“Silahkan dek latisa , waktu maksimal 15 menit ya”

“Iya ukhti” jawabku tersebar senyuman manis.


***

Sinyal telefon tidak bersahabat dengan ku dan akhirnya rindu kali ini tak
tersampaikan juga. Lagi-lagi perasaan bercampur aduk ini selalu menghantui diriku”

“Latisa , dipanggil Gus Abdulloh diruang pertemuan” panggil ukhti Idula dari balik
pintu.

“Oh , ada apa ukh ?” tanyaku.

“maaf sa , ukhti tidak tahu. Sebaiknya kamu segera bertemu Gus Abdulloh, mungkin
hal penting” balasnya.

“Baik ukh , terimakasih” balasku dengan hati yang sangat cemas

***

Didepan pintu kaca yang sangat bening terlihat Gus Abdulloh mengusap air mata
degan sorban yang dikalungkan di lehernya. Aku pun masuk untuk bertemu dengan beliau.

“Assalamualaikum Gus , Ada apa Gus memanggil saya ?” tanyaku.

“Waalaikumsalam latisa , Nduk sampeyan kudu kuat ngadepi sedoyo cobaan saking
Gusti Alloh , nduk latisa Abi panjenengan sampun dipun pundhut datheng ALLOH SWT.
Monggo sakniki wangsul dateng dalem kaleh Gus lan Ustadzah Maura” jelas Gus
Abdulloh

“Innalillahiwainnailaihirojiun , Abi….” (Jawabku di dalam hati sambil meneteskan


air mata diatas Al-Quran yang ada ditanganku)

***

Malam sunyi ini aku menginjakan kaki ditanah lahirku , bendera bertuliskan Arab itu
terpatok tepat diatas halaman rumahku. Rintik hujan malam ini menggambarkan bagaimana
perasaanku ditinggal oleh Abi. Aku masuk kedalam dan bersalaman dengan Umi. Tampak
wajah umi sedang merasakan kesedihan ditinggal oleh Abi.
Aku anak kedua dari 2 bersaudara. Kakak laki-laki ku tinggal di pondok pesantren.
Namanya Alvian. Disaat seperti ini dia tidak bisa pulang ke rumah karena Abi berpesan
sebelum hafal penuh Al-Quran tidak boleh pulang ke rumah apapun situasinya. Aku sangat
merasakan betapa sedihnya kakak ku disana. Tetapi aku juga memaklumi karena itu adalah
Amanah dari Abi ke kakak.

***

Suara adzan shubuh yang menggelegar membangunkan mimpiku pagi ini , embun
saling menetes membasahi dedaunan yang kekeringan. Samudera awan masih menyelimuti
gunung-gunung untuk menunjukan ke-Agungan sang pencipta alam ini.

“Nduk latisa , latisa kudu sabar nggih niki cobaan ingkang ALLOH paring datheng
kita. Semoga Abi diparingi panggenan datheng ALLOH ingkang sae”( cakap Umi dengan
nada yang halus sambil mengusap air mata ku.)

“Umi , latisa sudah ikhlas dengan cobaan yang Alloh berikan kepada kita. Tetapi
Umi , latisa tidak mau lagi belajar di pesantren. Latisa ingin belajr di sekolah biasa dan bisa
meluangkan waktu dirumah untuk Umi.”(jawabku sambil menatap mata umi.)

“mboten nduk , nduk latisa kudu belajar ing pondok pesantren supados dados anak
ingkang sholehah. Niki surat saking Abi. Umi mau ke dapur dahulu ” balas Umi ku

Akhirnya selembar kertas dari Abi itu ku baca dengan suara pelan.

Assalamualaikum latisa , doakan abi disini ya Nak. Abi mohon kepada kamu nak
supaya tetap di pondok pesantren apapun halanganya ,seberat apapun batunya kamu
harus tetap di pondok nak. Ikutilah jejak kakakmu yang selalu di pondok. Abi punya hadiah
untuk putri abi yang sholehah ini . nanti buka di almari kamar Abi ya Nak. Pakailah apa
yang abi berikan dan tetaplah di pondok untuk menghadiahi Abi surga.

Melihat pesan dari Abi itu aku langsung membuka almari kamar. Aku menemukan
sebuah kotak yang terbuat dari kertas berisikan kerudung hitam dan 12 pasang Handsock
jempol. Mungkin maksud Abi agar aku memakainya dan menjadi seorang wanita yang
selalu menjaga diri dari fitnah. Aku agak risih memakai handsock seperti ini. Tetapi akan
aku mulai hijrahku untuk Abi mulai pagi ini. Aku akan melakukan apa itu amanah dari abi.
Karena Abi aku disini dan karena Abi aku seperti ini. Terimakasih atas petunjuk mu ya
Rabb.

***

Hari yang cerah ini aku memulai hidup baruku dengan sesuatu yang berbeda. Tepat
pukul 06.00 WIB aku menuju Pondok pesantren diantar oleh Umi naik mobil. Aku
bersalaman dengan Umi dan akan berjumpa lagi setelah 3 tahun selanjutnya. Umi
menyuruhku menghafal Al-quran dan menjadi perempuan sholehah agar bisa
menghadiahkan Abi dan Umi surga kelak di akhirat.

Suara lantuan tilawatil Al-quran mulai terdengar lagi ditelingaku suara itu
menmbawaku seperti merasakan keAgungan sang pencipta. Pelajaran hari ini membuatku
lelah tetapi alhamdulilah beberapa menit pun sudah selesai. Turun dari tangga aula ada
segerombolan kakak kelas dari aula yang bertanya kepadaku.

“dek , kamu latisa kan ? dek kamu itu kenapa kok pakai handsock kaya gitu ? Tidak
panas ? ” Tanya kakak kelas XII.

“Oh , tidak apa-apa kak” jawabku singkat.

“Oh begitu”jawab kakak itu dengan singkat sambil meninggalkanku.

“Mulut bisa mengubah perkataan tetapi hatiku tidak bisa berbohong. Bukan
maksudku berbohong kepada kalian kak. Tetapi aku tidak mau terlihat sombong. Mengapa
aku pakai pakaian seperti ini ? Tidak panas kah ? Iya sangat panas , tetapi tidak
sebanding dengan panas nya api neraka”.

Berpakaian seperti ini bukan karena aku wanita yang baik tetapi aku hanya menjalankan
salah satu kewajiban sang penguasa Alam ini. Apakah tidak boleh ? jangan hina pakaian
ku karena kau akan memakainya nanti. Dan aku tidak akan menghina pakaian yang kau
genakan karena aku pernah memakainya dahulu.
***

2 tahun sudah aku hidup dipondok pesantren ini., hafalanku alhamdulilah sudah
terpenuhi. Masa belajarku di pondok sudah terselesaikan. Semua mata santri mengalir deras
karena harus meninggalkan rumah tercinta ini. Aku bersalaman dengan guru-guru ku , Gus
Abdulloh dan Ustadzah Maura. Gus berpesan kepadaku agar tetap mengamalkan apa yang
sudah dia ajarkan. Dia memberi ku nama putri mawar berduri. Entah apa artinya . aku
menjadi santriwati terbaik di pondok ini dan mendapatkan beasiswa di Universitas islam
favorit.

Pulang kerumah dengan disapa umi dan kakak ku tercinta. Hati ini serasa ingin
melayang karena rindu ini tak terkalahkan. Walaupun abi tidak ada disini , tetapi aku tahu
Abi pasti bahagia disana. Aku berterimakasih dengan semua yang ada di pondok pesantren
ini. Karena aku dapat menjalankan perintah Alloh menjadi wanita muslimah. Dan
menghadiahkan Abi dan Umi surga kelak di akhirat. Aku sangat mencintaimu Abi.

Anda mungkin juga menyukai