Anda di halaman 1dari 8

F1.

PENYULUHAN TENTANG DIABETES MELITUS

Latar Belakang

Diabetes Melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan


karakteristik hiperglikemi yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau
kedua-duanya, sehingga menyebabkan kelainan metabolisme karbohidrat, protein dan lemak.
Diabetes Melitus secara umum sering ditandai dengan peningkatan kadar glukosa didalam
darah. Penyakit ini dapat menyerang segala lapisan umur dan sosial ekonomi. Hiperglikemi
kronik pada diabetes berhubungan dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi atau
kegagalan beberapa organ tubuh, terutama mata, ginjal, saraf, jantung dan pembuluh darah.
Diabetes Melitus (DM) merupakan salah satu penyakit degeneratif, yaitu penyakit akibat
fungsi atau struktur dari jaringan atau organ tubuh yang secara progresif menurun dari waktu
ke waktu karena usia atau pilihan gaya hidup. Diantara penyakit degeneratif, diabetes
merupakan salah satu penyakit yang akan meningkat jumlahnya dimasa yang akan datang.
Diabetes sudah merupakan salah satu ancaman utama bagi kesehatan umat manusia abad 21.
Secara global, diabetes melitus merupakan masalah kesehatan yang serius serta memerlukan
penanganan intensif, dapat dilihat dari persentase jumlah penderitanya yang mengalami
peningkatan cukup tajam setiap tahunnya. Indonesia merupakan negara dengan jumlah
penderita keempat terbesar di dunia setelah India, Amerika Serikat, dan Brazil, dengan 8,4
juta penderita pada tahun 2000. Selain itu, diperkirakan bahwa pada tahun 2030, penderita
diabetes di Indonesia akan meningkat menjadi 21,3 juta, hampir tiga kali lipat dari jumlah
tahun 2000. Sementara itu, jika dilihat per provinsinya, Prevalensi DM tertinggi terdapat di
Kalimantan Barat dan Maluku Utara (masing-masing 11,1%), diikuti Riau (10,4 %) dan NAD
(8,5%). Sedangkan prevalensi DM terendah di Papua (1,7%), diikuti NTT (1,8%). Prevalensi
TGT tertinggi adalah di provinsi Papua Barat (21,8%), diikuti Sulbar (17,6%), dan Sulut
(17,3%), sedangkan terendah adalah di Jambi (4%), diikuti NTT (4,9%).

Permasalahan

Kurangnya pengetahuan masyarakat tentang pencegahan dan pemberantasan penyakit


tidak menular, mengakibatkan masih banyak penderita PTM ini khususnya di daerah
kabupaten cirebon. Pola hidup masyarakat sangat berpegaruh dan berperan penting dalam
mencegah penyakit tidak menular. Seperti yang kita ketahui saat ini bahwa masyarakat rata-
rata hidup dengan gaya hidup yang tidak sehat. Makan makanan yang cepat saji dan yang
berpengawet, kurang olahraga dan kurang beraktivitas. Selain itu, permasalahan yang ada
dalam masyarakat saat ini yaitu kurangnya konsultasi kepada pakar kesehatan serta
ketidakpatuhan masyarakat dalam berobat sesuai yang dianjurkan oleh dokter.

Perencanaan dan Pemilihan Intervensi

Oleh karena permasalahan yang terjadi di atas, maka kami bermaksud mengadakan
penyuluhan kesehatan. Pada penyuluhan ini disampaikan mengenai pengertian Penyakit
tidak menular khususnya penyakit Diabetes Melitus. Dimana dijelaskan juga apa saja gejala
atau tanda-tanda penyakit DM, bagaimana cara pencegahannya,kriteria diagnosis DM, faktor
resiko apa saja serta terapinya.

Pelaksanaan

Penyuluhan dilaksanakan pada hari sabtu, 7 november 2020 pukul 07.20 WITA.
Penyuluhan ini dibawakan oleh dokter intership, diikuti oleh kurang lebih 20 orang peserta
prolanis. Dengan memberikan edukasi mengenai penyakit diabetes , pencegahan penyakit,
pengobatan penyakit dan komplikasi dari penyakit diabetes di puskesmas oebobo.

Monitoring Dan Evaluasi

 Evaluasi Struktur

Penyuluhan dilakukan didepan para peserta , Pembimbing dan dokter intership lain.

 Evaluasi Proses

Peserta yang hadir kurang lebih 20 orang. Pelaksanaan penyuluhan berjalan


sebagaimana yang diharapkan dimana peserta antusias peserta aktif melontarkan
pertanyaan.

LAPORAN KEGIATAN PENYULUHAN IMUNISASI DASAR


1. Latar Belakang
Pembangunan bidang kesehatan menitik beratkan kepada upaya promotif dan
preventif tanpa meninggalkan aspek kuratif dan rehabilitatif. Imunisasi merupakan upaya
preventif yang telah terbukti sangat cost efektif dalam menurunkan angka kesakitan,
kecacatan dan kematian akibat penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I).
PD3I yang saat ini masuk dalam program imunisasi di I ndonesia adalah Hepatitis B,
Polio, Campak, Perthusis, Diptheri, Tetanus dan TBC. Sesuai dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi, pemerintah selalu berupaya mengembangkan vaksin baru
dalam rangka mencegah lebih banyak penyakit yan g masuk dalam program imunisasi
nasional, antara lain Hemophilus Influensa type B (HiB), Rotavirus, JE dan lain-lain.
Dalam pengembangan vaksin baru tersebut sangatlah dibutuhkan saran dan rekomendasi
dari team ahli dibidang imunisasi antara lain Technical Advisorry Group (TAG) dan
Technical Working Group (TWG).
Keberhasilan pelaksanaan imunisasi dapat diukur dengan tingginya cakupan imunisasi
dasar lengkap pada bayi tanpa mengesampingkan aspek kualitas. Kualitas pelayanan
imunisasi antara lain dapat diukur dengan manajemen pengelolaan vaksin, akurasi data
laporan, tidak terjadinya kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI). Hasil cakupan imunisasi
pada bayi dari tahun ketahun tidak mencapai cakupan 100%, sehingga mengakibatkan
akumulasi anak yang rentan yang akan meningkatkan kemungkinan terjadinya kejadian
luar biasa (KLB), terutama campak. Untuk mengurangi resiko terjadinya KLB yang
diakibatkan oleh rendahnya cakupan, dipandang perlu dilakukannnya crash program ,
yaitu pemberian imunisasi (campak dan polio) kepada anak usia 0-59 bulan.
Aspek lain yang harus diperhatikan dalam meningkatkan keberhasilan imunisasi
adalah ketersediaan logistik sampai ketingkat pelayanan secara tepat waktu, tingginya
kesadaran masyarakat tentang pentingnya imunisasi dan tersedianya sistem pelaporan
yang memadai.
2. Permasalahan
Sebagian besar masyarakat memiliki perilaku yang tidak sehat karena belum
mengetahui dan menerapkan pola hidup bersih dan sehat serta seringnya tidak
mengkonsumsi makanan yang sehat. Selain itu status ekonomi menjadi salah satu
penyebab terjadinya penyakit karena pencegahan yang tidak hanya dari status imunisasi
saja tetapi dari faktor lingkungan sekitar kurang sehat yang menjadi layak untuk
perkembangbiakan penyakit terdapat pula bebrapa faktor lain yang turut membantu proses
penyebaran penyakit, yaitu seringnya interaksi dengan orang lain yang mungkin
mempunyai penyakit yang bisa menular melalui udara, penerapan kebiasaan cuci tangan
yang kurang, serta pengetahuan masyarakat yang kurang tentang proses penularan
penyakit dan pencegahannya. Penyelenggaraan Imunisasi merupakan salah satu upaya
preventif untuk mencegah penyakit melalui pemberian kekebalan tubuh harus
dilaksanakan secara terus menerus, menyeluruh, dan dilaksanakan sesuai standar sehingga
mampu memberikan perlindungan kesehatan dan memutus mata rantai penularan.
3. Perencanaan dan Pemilihan Intervensi

Berdasarkan masalah di atas, maka diadakan pengenalan tentang penyakit apa saja
yang bisa terkena bila tidak melakukan imunisasi dasar serta komplikasinya. Dan
dilakukan pula kegiatan imunisasi dasar pada 20 balita yang hadir pada kegiatan
posyandu balita hari ini.

4. Pelaksanaan Kegiatan
Kegiatan : Penyuluhan tentang imunisasi
Tujuan : Meningkatkan pengetahuan anggota Posyandu Balita oetete
tentang pentingnya melakukan imunisasi dasar.
Peserta : Anggota posyandu balita berjumlah 20 ibu dan 20 balita
Waktu : Rabu, 11 November 2020, pukul 09.00-11.00 WITA
Metode : Pemberian materi melalui leaflet yang berisi materi penyuluhan
imunisasi antara lain : definisi dari imunisasi, pemaparan program
imunisasi wajib dasar dari pemerintah, penyakit yang bisa dicegah
dengan imunisasi dasar, kapan usia untuk diimunisasi,tanda dan
gejala KIPI, dan hal apa saja yang bisa membuat anak tidak
diimunisasi.
Penanggung Jawab : Dokter internsip dan petugas PKM Oebobo.

5. Monitoring dan Evaluasi


Kegiatan penyuluhan ini dilaksanakan bersamaan dengan agenda pertemuan rutin
bulanan Kelompok Posyandu Balita. Salah satu acara dalam kegiatan tersebut adalah
penyuluhan. Dalam kesempatan kali ini kami menyampaikan tentang Imunisasi kepada
para anggota kelompok posyandu. Tujuan penyuluhan ini adalah untuk memberikan
tambahan informasi kepada anggota tentang imunisasi. Saat pemberian penyuluhan,
peserta menyimak dengan tenang dan terlihat antusias. Selama sesi diskusi, banyak dari
peserta yang bertanya. Adapun beberapa pertanyaan yang diajukan oleh peserta:
1. Bagaimana bila anak terlambat imunisasi?
2. Apa penanganan bila terjadi demam pada anak setelah imunisasi?
3. Apakah lumpuh di satu sisi wajah ada hubungannya dengan imunisasi?
Monitoring dan evaluasi dilakukan dengan pengecekan pemahaman peserta
penyuluhan dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan seputar materi yang telah
disampaikan. Dengan adanya pemahaman tersebut diharapkan kepercayaan masyarakat
terhadap imunisasi meningkat kembali. Proses penyuluhan berjalan lancar, sesuai dengan
tujuan penyuluhan. Para peserta berusaha untuk memahami materi, memanfaatkan sesi
diskusi dengan baik dan banyak dari peserta yang bertanya. Penyuluhan dimulai pukul
09.00 dan diakhiri pukul 11.00 WITA.
Target pemberian pengetahuan kepada masyarakat sudah tercapai dan semoga
menambah kepercayaan masyarakat terhadap program imunisasi pemerintah. Dengan
demikian pencegahan penyakit menular khususnya Penyakit yang Dapat Dicegah
Dengan Imunisasi (PD3I) dapat berjalan maksimal demi mencapai tujuan eradikasi
PD3I.

LAPORAN PENYULUHAN KELEBIHAN DAN KEKURANG ALAT KONTRASEPSI

I. LATAR BELAKANG
Jumlah penduduk yang besar, tingkat pertumbuhannya yang masih tinggi,
dan penyebaran antar daerah yang kurang seimbang merupakan ciri penduduk
Indonesia dan merupakan masalah pokok di bidang kependudukan. Keadaan
penduduk yang demikian ini telah mempersulit usaha peningkatan dan pemerataan
kesejahteraan rakyat dan pada akhirnya dapat memperlambat terca painya tujuan
pembangunan nasional, yaitu mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur
berdasarkan Pancasila. Semakin tinggi tingkat pertumbuhan penduduk, semakin
besar usaha yang diperlukan untuk mempertahankan dan meningkatkan taraf
kesejahteraan rakyat tertentu dan semakin besar pula usaha yang diperlukan untuk
mencapai tingkat pemerataan kesejahteraan rakyat. Pertumbuhan penduduk yang
masih tinggi disebabkan tingkat kelahiran masih lebih tinggi dibandingkan tingkat
kematian penduduk. Hal ini selanjutnya mengakibatkan proporsi penduduk dengan
usia muda yang besar, sehingga kelompok penduduk yang secara langsung ikut
dalam proses produksi harus memikul beban yang relatif lebih berat untuk
melayani kebutuhan penduduk yang belum termasuk dalam kelompok usia kerja.
Makin besarnya jumlah penduduk usia muda mengakibatkan juga peningkatan
kebutuhan pendidikan, penyediaan lapangan kerja dan kebutuhan-kebutuhan lain
untuk menunjang kesejahteraan penduduk.
Kebijaksanaan dan langkah-langkah dalam bidang kependudukan dan
keluarga berencana sejak Repelita I merupakan bagian dari serangkaian langkah-
langkah jangka panjang dalam pengendalian pertumbuhan penduduk dan merupakan
pula bagian terpadu dari usaha pembangunan lainnya. Dengan demikian, di harapkan
tercapai keseimbangan yang baik antara jumlah dan kecepatan pertumbuhan
penduduk dengan perkembangan sosial ekonomi. Dalam hubungan ini maka usaha-
usaha operasional dibidang kependudukan dijabarkan kedalam berbagai sasaran
kuantitatif dan kualitatif untuk menurunkan tingkat kelahiran dan kematian,
memperpanjang tingkat harapan hidup, dan menyerasikan penyebaran penduduk dan
tenaga kerja. Kebijaksanaan kependudukan juga diarahkan untuk menunjang tarap
hidup, kesejahteraan dan kecerdasan bangsa serta tujuan-tujuan pembangunan
lainnya.
Usaha menurunkan tingkat kelahiran dilaksanakan melalui penyebarluasan
dan penyediaan sarana-sarana keluarga berencana serta usaha meningkatkan
pengetahuan, sikap, dan praktek keluarga berencana. Di samping itu diusahakan juga
berbagai kegiatan yang mendorong para keluarga untuk melaksanakan nor-ma
keluarga kecil yang bahagia dan sejahtera. Rentang tahun 1800-1900 jumlah penduduk
Indonesia bertambah tiga kali lipatnya. Sedangkan 1900 -2000 terjadi pertambahan
penduduk lima kali lipat dari 40,2 juta orang menjadi 205,8 juta orang. Selama rentang
1900-2000, program Keluarga Berencana (KB) berhasil mencegah kelahiran 80 juta
orang
Pada awal pelaksanaan program keluarga berencana, angka kesuburan total atau
Total Fertility Rate (TFR) di Indonesia relative tinggi, yaitu sebesar 5,61 kelahiran
perwanita. Kemudian tahun 1991 menurun menjadi 2,79, turun kembali menjadi 2,6 pada
tahun 2002 (SDKI, 2002). Berdasarkan hasil survey terbaru tahun 2007, TFR turun
menjadi 2,4. Dengan demikian, TFR di Indonesia tahun 2007 termasuk dalam tingkat
kesuburan sedang. Menurut Kepala Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional
(BKKBN), Suhiri Syarif, diperkirakan pada tahun 2050 penduduk dunia akan mencapai
9,2 milyar dan penduduk Indonesia 280 juta. Hal tersebut akan terjadi jika TFR masih
berada di kisaran 2,5-2,6. Namun bila target nasional tercapai, TFR dapat diturunkan
menjadi 2,1-2,0 pada tahun 2015, maka jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2050
dapat turun menjadi 245 juta.
Hasil mini survey tahun 2005 menunjukkan bahwa prevalensi peserta KB di
Indonesia sebesar 66,2%. Alat atau cara KB yang dominan dipakai adalah suntikan (34%)
dan pil (17%). Sedangkan yang lainnya ialah intra uterine devices (IUD) 7%, implant atau
susuk KB 4%, Medis Operatif Wanita (MOW) 2,6%, Medis Operatif Pria (MOP) 0,3%
dan kondom 0,6%. Angka prevalensi peserta KB tertinggi dicapai oleh provinsi Bali
(77%), Bengkulu (76%), DIY (75%), jambi (74%), Sulut (72%). Sedangkan angka
prevalensi rendah ditempati oleh propinsi papua (44%), NTT (47%) dan Maluku utara
(48%) (Iswarti, 2008). Menurut laporan hasil pelayanan kontrasepsi oleh BKKBN bulan
desember 2011, metode kontrasepsi suntikan memiliki peminat tertinggi dengan 42,33%,
pil 29,5%, implant 11,8%, kondom 9,33%, IUD 5,67%, MOW 1,08% kemudian MOP
0,29%. (BKKBN, 2012).

II. PERMASALAHAN DI MASYARAKAT


Pengguna program keluarga berencana di wilayah kerja Puskesmas pembantu
Fatululi masih belum tergolong tinggi. Sementara itu sebagian besar pengguna lebih
memilih menggunakan KB suntik dan pil dibanding metode kontrasepsi lain. Padahal jika
ditelusuri, banyak dari mereka telah merasakan efek samping dari jenis kontrasepsi
tersebut, termasuk siklus haid yang terganggu dan kegemukan.
III. PEMILIHAN INTERVENSI
Berdasarkan permasalahan diatas, maka diperlukan suatu penyuluhan yang selain
berguna untuk menyebarluaskan informasi mengenai pentingnya Program Keluarga
Berencana, juga untuk mempopulerkan metode IUD kepada calon pengguna yang
memiliki efek samping lebih rendah dengan tingkat keberhasilan lebih tinggi
dibandingkan dengan metode suntik ataupun pil KB.
IV. PELAKSANAAN
Penyuluhan dilaksanakan di Balai Pengobatan kesehatan Ibu dan Anak Puskesmas
pembantu Fatululi mulai pada rabu , 13 Januari 2021 pukul 08.00-11.00 WITA sampai
Kamis 14 Januari 2021 pukul 08.00-11.00 WITA. Materi dibawakan dengan
menggunakan leaflett. Peserta terdiri dari ibu hamil dan ibu yang control KB yang datang
ke Puskesmas. Materi penyuluhan berupa pengetahuan mengenai tujuan dan manfaat alat
kontrasepsi, jenis-jenis alat kontrasepsi, kelebihan dan kekurangan alat kontrasepsi.

V. EVALUASI
Kesimpulan
Peserta yang hadir sebanyak 22 orang. Penyuluhan berjalan sebagaimana yang
diharapkan. Namun tingkat pengetahuan peserta masih kurang mengenai materi
penyuluhan sebelum diadakannya penyuluhan. Hampir sebagian besar warga yang hadir
kurang mengetahui materi penyuluhan yang akan disampaikan. Namun setelah
penyuluhan, warga cukup antusias untuk berdiskusi terkait materi penyuluhan.

Saran
Kegiatan penyuluhan mengenai KB harus dilakukan secara rutin baik di
Puskesmas bagian KIA maupun pada saat posyandu, hal ini ditujukan agar ibu-ibu
mengerti dengan baik dan benar mengenai jenis-jenis alat kontrasepsi sehingga memiliki
keinginan untuk menggunakan alat kontrasepsi dan dapat memilih alat kontrasepsi yang
paling tepat untuk dirinya.

Anda mungkin juga menyukai