Latar Belakang
Permasalahan
Oleh karena permasalahan yang terjadi di atas, maka kami bermaksud mengadakan
penyuluhan kesehatan. Pada penyuluhan ini disampaikan mengenai pengertian Penyakit
tidak menular khususnya penyakit Diabetes Melitus. Dimana dijelaskan juga apa saja gejala
atau tanda-tanda penyakit DM, bagaimana cara pencegahannya,kriteria diagnosis DM, faktor
resiko apa saja serta terapinya.
Pelaksanaan
Penyuluhan dilaksanakan pada hari sabtu, 7 november 2020 pukul 07.20 WITA.
Penyuluhan ini dibawakan oleh dokter intership, diikuti oleh kurang lebih 20 orang peserta
prolanis. Dengan memberikan edukasi mengenai penyakit diabetes , pencegahan penyakit,
pengobatan penyakit dan komplikasi dari penyakit diabetes di puskesmas oebobo.
Evaluasi Struktur
Penyuluhan dilakukan didepan para peserta , Pembimbing dan dokter intership lain.
Evaluasi Proses
Berdasarkan masalah di atas, maka diadakan pengenalan tentang penyakit apa saja
yang bisa terkena bila tidak melakukan imunisasi dasar serta komplikasinya. Dan
dilakukan pula kegiatan imunisasi dasar pada 20 balita yang hadir pada kegiatan
posyandu balita hari ini.
4. Pelaksanaan Kegiatan
Kegiatan : Penyuluhan tentang imunisasi
Tujuan : Meningkatkan pengetahuan anggota Posyandu Balita oetete
tentang pentingnya melakukan imunisasi dasar.
Peserta : Anggota posyandu balita berjumlah 20 ibu dan 20 balita
Waktu : Rabu, 11 November 2020, pukul 09.00-11.00 WITA
Metode : Pemberian materi melalui leaflet yang berisi materi penyuluhan
imunisasi antara lain : definisi dari imunisasi, pemaparan program
imunisasi wajib dasar dari pemerintah, penyakit yang bisa dicegah
dengan imunisasi dasar, kapan usia untuk diimunisasi,tanda dan
gejala KIPI, dan hal apa saja yang bisa membuat anak tidak
diimunisasi.
Penanggung Jawab : Dokter internsip dan petugas PKM Oebobo.
I. LATAR BELAKANG
Jumlah penduduk yang besar, tingkat pertumbuhannya yang masih tinggi,
dan penyebaran antar daerah yang kurang seimbang merupakan ciri penduduk
Indonesia dan merupakan masalah pokok di bidang kependudukan. Keadaan
penduduk yang demikian ini telah mempersulit usaha peningkatan dan pemerataan
kesejahteraan rakyat dan pada akhirnya dapat memperlambat terca painya tujuan
pembangunan nasional, yaitu mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur
berdasarkan Pancasila. Semakin tinggi tingkat pertumbuhan penduduk, semakin
besar usaha yang diperlukan untuk mempertahankan dan meningkatkan taraf
kesejahteraan rakyat tertentu dan semakin besar pula usaha yang diperlukan untuk
mencapai tingkat pemerataan kesejahteraan rakyat. Pertumbuhan penduduk yang
masih tinggi disebabkan tingkat kelahiran masih lebih tinggi dibandingkan tingkat
kematian penduduk. Hal ini selanjutnya mengakibatkan proporsi penduduk dengan
usia muda yang besar, sehingga kelompok penduduk yang secara langsung ikut
dalam proses produksi harus memikul beban yang relatif lebih berat untuk
melayani kebutuhan penduduk yang belum termasuk dalam kelompok usia kerja.
Makin besarnya jumlah penduduk usia muda mengakibatkan juga peningkatan
kebutuhan pendidikan, penyediaan lapangan kerja dan kebutuhan-kebutuhan lain
untuk menunjang kesejahteraan penduduk.
Kebijaksanaan dan langkah-langkah dalam bidang kependudukan dan
keluarga berencana sejak Repelita I merupakan bagian dari serangkaian langkah-
langkah jangka panjang dalam pengendalian pertumbuhan penduduk dan merupakan
pula bagian terpadu dari usaha pembangunan lainnya. Dengan demikian, di harapkan
tercapai keseimbangan yang baik antara jumlah dan kecepatan pertumbuhan
penduduk dengan perkembangan sosial ekonomi. Dalam hubungan ini maka usaha-
usaha operasional dibidang kependudukan dijabarkan kedalam berbagai sasaran
kuantitatif dan kualitatif untuk menurunkan tingkat kelahiran dan kematian,
memperpanjang tingkat harapan hidup, dan menyerasikan penyebaran penduduk dan
tenaga kerja. Kebijaksanaan kependudukan juga diarahkan untuk menunjang tarap
hidup, kesejahteraan dan kecerdasan bangsa serta tujuan-tujuan pembangunan
lainnya.
Usaha menurunkan tingkat kelahiran dilaksanakan melalui penyebarluasan
dan penyediaan sarana-sarana keluarga berencana serta usaha meningkatkan
pengetahuan, sikap, dan praktek keluarga berencana. Di samping itu diusahakan juga
berbagai kegiatan yang mendorong para keluarga untuk melaksanakan nor-ma
keluarga kecil yang bahagia dan sejahtera. Rentang tahun 1800-1900 jumlah penduduk
Indonesia bertambah tiga kali lipatnya. Sedangkan 1900 -2000 terjadi pertambahan
penduduk lima kali lipat dari 40,2 juta orang menjadi 205,8 juta orang. Selama rentang
1900-2000, program Keluarga Berencana (KB) berhasil mencegah kelahiran 80 juta
orang
Pada awal pelaksanaan program keluarga berencana, angka kesuburan total atau
Total Fertility Rate (TFR) di Indonesia relative tinggi, yaitu sebesar 5,61 kelahiran
perwanita. Kemudian tahun 1991 menurun menjadi 2,79, turun kembali menjadi 2,6 pada
tahun 2002 (SDKI, 2002). Berdasarkan hasil survey terbaru tahun 2007, TFR turun
menjadi 2,4. Dengan demikian, TFR di Indonesia tahun 2007 termasuk dalam tingkat
kesuburan sedang. Menurut Kepala Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional
(BKKBN), Suhiri Syarif, diperkirakan pada tahun 2050 penduduk dunia akan mencapai
9,2 milyar dan penduduk Indonesia 280 juta. Hal tersebut akan terjadi jika TFR masih
berada di kisaran 2,5-2,6. Namun bila target nasional tercapai, TFR dapat diturunkan
menjadi 2,1-2,0 pada tahun 2015, maka jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2050
dapat turun menjadi 245 juta.
Hasil mini survey tahun 2005 menunjukkan bahwa prevalensi peserta KB di
Indonesia sebesar 66,2%. Alat atau cara KB yang dominan dipakai adalah suntikan (34%)
dan pil (17%). Sedangkan yang lainnya ialah intra uterine devices (IUD) 7%, implant atau
susuk KB 4%, Medis Operatif Wanita (MOW) 2,6%, Medis Operatif Pria (MOP) 0,3%
dan kondom 0,6%. Angka prevalensi peserta KB tertinggi dicapai oleh provinsi Bali
(77%), Bengkulu (76%), DIY (75%), jambi (74%), Sulut (72%). Sedangkan angka
prevalensi rendah ditempati oleh propinsi papua (44%), NTT (47%) dan Maluku utara
(48%) (Iswarti, 2008). Menurut laporan hasil pelayanan kontrasepsi oleh BKKBN bulan
desember 2011, metode kontrasepsi suntikan memiliki peminat tertinggi dengan 42,33%,
pil 29,5%, implant 11,8%, kondom 9,33%, IUD 5,67%, MOW 1,08% kemudian MOP
0,29%. (BKKBN, 2012).
V. EVALUASI
Kesimpulan
Peserta yang hadir sebanyak 22 orang. Penyuluhan berjalan sebagaimana yang
diharapkan. Namun tingkat pengetahuan peserta masih kurang mengenai materi
penyuluhan sebelum diadakannya penyuluhan. Hampir sebagian besar warga yang hadir
kurang mengetahui materi penyuluhan yang akan disampaikan. Namun setelah
penyuluhan, warga cukup antusias untuk berdiskusi terkait materi penyuluhan.
Saran
Kegiatan penyuluhan mengenai KB harus dilakukan secara rutin baik di
Puskesmas bagian KIA maupun pada saat posyandu, hal ini ditujukan agar ibu-ibu
mengerti dengan baik dan benar mengenai jenis-jenis alat kontrasepsi sehingga memiliki
keinginan untuk menggunakan alat kontrasepsi dan dapat memilih alat kontrasepsi yang
paling tepat untuk dirinya.