Anda di halaman 1dari 49

MAKALAH PBL KEDOKTERAN KERJA

USAHA TRALIS

KELOMPOK XIV (14)

PEMBIMBING : dr. Rudy Pou, MARS

ANGGOTA KELOMPOK
1. Dwi Aji Herdian 030.13.061 (Ketua)
2. Christine Kurniawan 030.13.045 (Sekretaris)

UNIVERSITAS TRISAKTI

FAKULTAS KEDOKTERAN

JAKARTA, APRIL 2017


KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas berkat dan rahmat-Nya,
penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Penulisan makalah ini dilaksanakan
dalam rangka menjalani modul komprehensif di Fakultas Kedokteran (FK)
Universitas Trisakti. Penulisan makalah ini tidak akan selesai tanpa dukungan dan
bimbingan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih
kepada :
1. dr. Gita Handayani Tarigan, MPH, selaku ketua modul yang telah menyediakan
waktu, tenaga, dan pikiran untuk melaksanakan kegiatan belajar pada modul
ini.
2. dr. Rudy Pou, MARS, selaku pembimbing yang telah mengarahkan penulis
dalam penyusunan makalah ini.
3. Ibu Suryati, selaku kader yang telah memfasilitasi dan membantu kami selama
program pembelajaran lapangan berlangsung.
4. Bapak Rosyid, Bapak teguh, dan Bapak Umar, yang telah membantu dan
memberikan waktu dalam wawancara kesehatan kerja.
5. Serta teman-teman satu angkatan di FK Universitas Trisakti dan Semua pihak
yang tidak mungkin disebutkan satu per satu atas motivasi, inspirasi, dan
kebersamaannya selama menjalani proses pembelajaran di Rusunawa,
Cengkareng Timur.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih belum sempurna. Oleh karena
itu, kritik dan saran sangat penulis perlukan demi melengkapi makalah ini. Akhir
kata, Semoga Tuhan membalas kebaikan semua pihak dan makalah ini hendaknya
membawa manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan, profesi, dan
masyarakat luas.
Jakarta, April 2017

Penulis

DAFTAR ISI

1
HALAMAN
KATA PENGANTAR ........................................................................................ i
DAFTAR ISI ......................................................................................................ii
DAFTAR TABEL...............................................................................................iv
DAFTAR GAMBAR..........................................................................................v
DAFTAR LAMPIRAN.......................................................................................vi

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ...............................................................................1
1.2 Rumusan Masalah .........................................................................3
1.3 Tujuan Penelitian ...........................................................................4
1.3.1 Tujuan Umum.......................................................................4
1.3.2 Tujuan Khusus......................................................................4
1.4 Manfaat ..........................................................................................4
1.4.1 Bagi Pekerja dan Pemilik.....................................................4
1.4.2 Bagi Mahasiswa....................................................................4
1.4.3 Bagi Institusi Pemerintah......................................................4
1.4.4 Bagi Institusi Pendidikan......................................................4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Pengertian Keselamatan dan Kesehatan Kerja...............................5
2.2 Peraturan Tentang K3 ....................................................................7
2.3 Penggunaan Alat Pelindung Diri pada Pekerja Konveksi.............9
2.4 Pengendalian Bahaya Kerja pada Usaha Tralis..............................11
2.5 Ukuran Partikel...............................................................................14
2.6 Undang-undang menurut PERMENAKER....................................14
2.7 Perbedaan Industri Formal dan Informal........................................20
2.8 Data Puskesmas di Wilayah Kecamatan Cengkareng Jakbar.........22
2.9 Gambaran Umum Wilayah.............................................................22
2.9.1 Wilayah Jakarta Barat............................................................22
2.9.2 Wilayah Kecamatan Cengkareng..........................................23

BAB III HASIL KUNJUNGAN


3.1 Profil Perusahaan............................................................................25
3.2 Data Demografi Tenaga Kerja.......................................................25
3.3 Sanitasi Tempat Kerja.....................................................................26
3.4 Alur Kerja.......................................................................................29
3.5 Identifikasi Faktor Risiko Di Tempat Kerja...................................31
3.6 Aplikasi Program Kesehatan dan Keselamatan Kerja Di Tempat
Kerja...............................................................................................34
3.7 Temuan-temuan Kasus Penyakit Akibat Kerja...............................34
3.8 Temuan-temuan hasil Pemeriksaan Kesehatan Karyawan.............34

BAB IV PEMBAHASAN
4.1 Pengetahuan Tentang K3................................................................35

2
4.2 Sanitasi Tempat Kerja.....................................................................35
4.3 Kondisi Lingkungan Kerja.............................................................35
4.4 Temuan-temuan Hasil Pemeriksaan Kesehatan Karyawan............36

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN


5.1 Kesimpulan.....................................................................................37
5.2 Saran...............................................................................................38
5.2.1 Bagi Pekerja...........................................................................38
5.2.2 Bagi Pemilik Perusahaan.......................................................38
5.2.3 Bagi Institusi Pemerintah / Puskesmas..................................39
5.2.4 Bagi Institusi Pendidikan dan Mahasiswa.............................39

DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................40
LAMPIRAN.....................................................................................................42

DAFTAR TABEL

3
Tabel 1 Perbedaan sektor usaha Formal dan Informal..........................................20
Tabel 2 Pukesmas di Kecamatan Cengkareng.......................................................22
Tabel 3 Perbatasan Jakarta Barat.......................................................................... 22
Tabel4 Perbatasan Kecamatan Cengkareng...........................................................23
Tabel 5 Faktor Fisik.............. ................................................................................27
Tabel 6 Identifikasi Faktor Resiko di Tempat Kerja..............................................31
Tabel 7 Penilaian Tingkat Risiko dan Minimalisir Kerja......................................33
Tabel 8 Hasil Pemeriksaan.....................................................................................34

DAFTAR GAMBAR

4
Gambar 1 Wilayah Jakarta Barat... .......................................................................23
Gambar 2 Wilayah Jakarta Barat ..........................................................................24
Gambar 3 Denah Ruangan.....................................................................................25
Gambar 4 Alur Kerja.............................................................................................29

DAFTAR LAMPIRAN

5
Lampiran 1. Kondisi Pabrik...................................................................................42
Lampiran 2. Tabel POA.........................................................................................45
Lampiran 3. Kuesioner ..........................................................................................47

6
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG


Keselamatan kerja secara filosofi diartikan sebagai suatu pemikiran
dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmaniah
maupun rohaniah tenaga kerja pada khususnya dan manusia pada umumnya
serta hasil budaya dan karyanya. Dari segi keilmuan diartikan sebagai suatu
pengetahuan dan penerapannya dalam usaha mencegah kemungkinan
terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja.1
Lingkungan kerja dalam perusahaan, merupakan modal utama bagi
setiap perusahaan, disebabkan karyawan merupakan aset yang dipunyai
perusahaan supaya perusahaan dapat memenuhi tujuan yang ingin
dicapainya. Oleh karena itu perusahaan wajib untuk mendukug karyawan
supaya tetap produktif dalam melaksanakan pekerjaanya masing-masing,
yaitu dengan menciptakan kepuasan dalam diri karyawan, yaitu dengan
caramemberikan pelayanan K3 yang sesuai dengan standart operating
procedure (SOP) perusahaan.2
K3 sangatlah penting untuk di terapkan sebagai modal utama di
dalam menunjang kepuasan kerja karyawan terutama pada bagian pabrikasi.
Karena karyawan yang berkerja di area pabrik selalu berinteraksi langsung
dengan alat-alat berat dan cairan kimia yang dapat membahayakan diri
sendiri maupun orang lain. Sehingga resiko kecelakaan kerja pada karyawan
memiliki potensi yang besar, sehingga di perlukan adanya penerapan yang
tepat serta pengetahuan di dalam menjalankan alat-alat produksi. Adanya
penggunaan teknologi yang canggih saat ini yang di sertai dengan peralatan
dan mesin-mesin modern selalu membawa kemudahan, namun di lain hal
peralatan tersebut memiliki resiko kecelakaan kerja apabila di gunakan tidak
sesuai dengan cara penggunaannya.2
Pada dasarnya definisi tersebut mengarah pada interaksi pekerja
dengan mesin dan alat-alat berat yang di gunakan untuk menghasilkan dan
memproduksi tralis. Di mana suatu terjadinya kecelakaan tidak hanya

1
merugikan karyawan tetapi juga perusahaan. Oleh karena itu di perlukan
suatu ketelitian dan kehati-hatian yang tinggi di dalam mengoperasikan.2
Pada umumnya kecelakaan kerja dapat di sebabkan oleh dua faktor
yaitu manusia dan lingkungan. Faktor manusia yaitu kekurang hati- hatian
serta tindakan dari manusia yang tidak di sengaja melanggar peraturan
keselamatan kerja. Sedangkan faktor lingkungan adalah tindakan yang tidak
aman dari lingkungan kerja antara lain meliputi mesin-mesin dan peralatan
kerja. Akan tetapi terjadinya kecelakaan kerja lebih besar terjadi pada diri
manusia, karena manusia paling banyak berperan di dalam menggunakan
peralatan yang terdapat di perusahaan.2
Pada dasarnya program K3 adalah suatu perlindungan kesejahteraan
untuk karyawan. Mangkunegara mengemukakan “setiap pegawai agar
memperoleh jaminan K3 baik secara fisik, sosial, psikologis”. Karena itu
timbulnya K3, dikarenakan oleh kondisi perusahaan tentang sejauh mana
program K3 kerja itu di terapkan sehingga dapat memberikan kepuasan
kerja bagi karyawan secara maksimal.3
Pelaksanaan keamanan dan kesehatan kerja harus memenuhi sasaran
yaitu untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja, mencegah timbulnya
penyakit akibat kerja, mencegah/mengurangi kematian dan cacat tetap,
pemeliharaan terhadap peralatan kerja, dapat meningkatkan produktifitas
kerja sehingga tenaga kerja tidak harus memeras tenaganya, dapat
menjamin keadaan kempat kerja yang aman dan sehat, dapat memperlancar
kegiatan dan pekerjaan pada industri konveksi tersebut.4
Sama halnya dengan usaha tralis yang dimiliki oleh pak Rosyid,
berbagai kemungkinan terjadinya kecelakaan kerja dapat terjadi. Hal ini
dapat disebabkan karena kurangnya pengetahuan pekerja terhadap
kesehatan dan keselamatan kerja itu sendiri.
Selain kemungkinan besar terjadinya kecelakaan kerja, penyakit
akibat kerja juga tidak menutup kemungkinan dapat terjadi pada pekerja
apalagi pada usaha yang informal. Hal ini disebabkan karena pada biasanya
mereka bekerja dengan peralatan apa adanya tanpa memenuhi syarat
ergonomik alat tersebut serta jam kerja yang tidak menentu.

2
Tidak hanya usaha formal, usaha informal juga memerlukan
pelayanan kesehatan okupasi. Pelayanan kesehatan primer kedokteran
okupasi adalah pelayanan kesehatan yang diberikan kepada pekerja, baik
sebagai individu maupun komunitas pekerja pada tingkat primer.1
Menurut survai jumlah perusahaan di Indonesia skala kecil sejumlah
141,894 (83.70%),industri skala sedang 14,970 (8.83%) dan jumlah
industri skala besar sejumlah 12,660 (7.47%), sehingga jumlah total
industri di Indonesia adalah sejumlah 169,524 perusahaan.13
Berdasarkan data International Labour Organization (ILO) tahun
2013, 1 pekerja di dunia meninggal setiap 15 detik karena kecelakaan kerja
dan 160 pekerja mengalami sakit akibat kerja. Tahun sebelumnya (2012)
ILO mencatatat angka kematian dikarenakan kecelakaan dan penyakit
akibat kerja (PAK) sebanyak 2 juta kasus setiap tahun. hasil laporan
pelaksanaan kesehatan kerja di 26 Provinsi di Indonesia tahun 2013, jumlah
kasus penyakit umum pada pekerja ada sekitar 2.998.766 kasus, dan jumlah
kasus penyakit yang berkaitan dengan pekerjaan berjumlah 428.844
kasus.13
Pemerintah Indonesia juga menjamin kesehatan dan ketenaga kerjaan
yang tertuang pada Undang-Undang No. 36 tahun 2009 tentang kesehatan
dan Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Berdasarkan adanya permasalahan di atas, maka timbul pemikiran
dan keinginan pada penulis untuk melakukan survei tentang kesehatan dan
keselamatan kerja pada sektor usaha informal tralis milik bapak Rosyid.

1.2. RUMUSAN MASALAH


Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka
dirumuskan permasalahan dalam laporan ini adalah:
a. Bagaimanakah pengetahuan pekerja tentang K3?
b. Apakah bahaya kondisi lingkungan kerja?
c. Bagaimanakah pengendalian kecelakaan kerja?

3
1.3. TUJUAN PENELITIAN
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui keselamatan dan kesehatan kerja pada industri informal.
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Mengetahui profil perusahaan atau industri informal tersebut.
b. Mengetahui proses produksi atau alur prosesnya.
c. Mengetahui pemantauan K3.
d. Mengidentifikasi risiko, menganalisa risiko dan mengendalikan
risiko.

1.4 MANFAAT PENELITIAN


1.4.1 Bagi pekerja dan pemilik
Diharapkan dapat memberikan informasi serta saran untuk
memperbaiki sistem kesehatan dan keselamatan kerja di industri
informal

1.4.2 Bagi mahasiswa


Diharapkan dapat menambah ilmu di bidang kesehatan dan
keselamatan kerja pada industri informal

1.4.3 Bagi institusi pemerinah


Diharapkan agar pusat pelayanan kesehatan terdekat dapat
melanjutkan serta mengembangkan solusi untuk pencegahan
kecelakaan kerja.

1.4.4 Bagi institusi pendidikan


Diharapkan dapat menambah bahan bacaan tentang ilmu
kesehatan dan keselamatan kerja pada industri informal

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 PENGERTIAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA


Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual
maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif
secara sosial dan ekonomis”. faktor kecelakaan kerja di perusahaan. Di
tempat kerja terdapat faktor-faktor yang menjadi sebab penyakit akibat
kerja, antara lain:
a. Golongan fisik, seperti:
1) Suara/bunyi yang bisa menyebabkan tuli. Bunyi yang bisa
menyebabkan tuli. Bunyi yang melebihi batas toleransi manusia dapat
menggangu produktivitas atau kesehatan karyawan. Tingkat
kebisingan yang menggangu adalah di atas 85 disebel selama 8 jam
dan seterusnya
2) Suhu yang terlalu tinggi menyebabkan heat stroke heat cramps
atau hyperpyrexia, sedangkan suhu yang rendah bisa menimbulkan
froshhite.
3) Penerangan lampu yang kurang baik, misalnya menyebabkan
kelainan pada indra penghliatan atau kesilauan yang memudahkan
terjadinya kecelakaan.
b. Golongan kimiawi, yaitu:
1) Debu yang menyebabkan pnemokoniasi, diantaranya: silikosis,
bisinosis, asbetosis, dan lain-lain.
2) Uap yang di antaranya bisa menyebabkan metal frame fever,
Dermatilis atau keracunan gas,misalnya keracunan CO, H2S, dan lain-
lain.
c. Golongan infeksi misalnya: virus, parasit, maupun jamur.
d. Golongan fisiologis yang disebabkan oleh kesalahan-kesalahan kontruksi
mesin,sikap badan yang kurang baik, salah dalam melakukan pekerjaan,
dan lain-lain yang semuanya bisa menimbulkan fisik atau bahkan lambat
laun perubahan fisik pekerja.
e. Golongan psikologis, yaitu :

5
1) Proses kerja yang rutin dan membosankan
2) Hubungan kerja yang selalu menekan atau sangat menuntut
3) Suasana kerja yang kurang aman.2
Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah suatu sistem
yang direncanakan untuk menjamin keselamatan yang baik pada semua
personel di tempat kerja agar pekerja tidak menderita luka maupun
menyebabkan penyakit di tempat kerja dengan mematuhi/taat kepada
hukum dan aturan keselamatan dan kesehatan kerja, yang tercermin pada
perubahan yang menuju keselamatan di tempat kerja. Program Keselamatan
dan Kesehatan Kerja (K3) adalah suatu sistem program yang dibuat bagi
pekerja maupun pengusaha sebagai upaya pencegahan (preventive)
timbulnya kecelakaan serta penyakit kerja akibat hubungan kerja dalam
lingkungan kerja dengan cara mengenali hal yang berpotensi menimbulkan
kecelakaan dan penyakit kerja akibat hubungan kerja, kemudian tindakan
antisipatif bila terjadi hal demikian.1,4
Keselamatan kerja merupakan sebuah keniscayaan dalam dunia kerja
hari ini. Kondisi ini bukan hanya disebabkan oleh aturan atau regulasi
pemerintah dalam bidang ketenagakerjaan yang semakin ketat tapi juga
demi keberlanjutan bisnis dari perusahaan itu sendiri. Secara umum,
kesehatan dapat diartikan sebagai perlindungan terhadap tubuh dan pikiran
dari penyakit yang berasal dari material, proses dan prosedur yang
digunakan di tempat kerja. Sedangkan keselamatan dapat definisikan
sebagai perlindungan dari luka fisik. Batasan antara kesehatan dan
keselamatan sebuah kondisi yang dikenal dengan sakit. Kedua kata ini
sering digunakan secara bersama-sama untuk mengindikasikan
penampakan fisik dan kesehatan mental dari individu di tempat kerja.1
Program keselamatan dan kesehatan kerja diselenggarakan karena
tiga alasan pokok, yaitu 5,6:
1. Moral. Para pengusaha menyelenggarakan upaya pencegahan
kecelakaan dan penyakit kerja pertama sekali semata-mata atas dasar
kemanusiaan. Mereka melakukan hal itu untuk memperingan
penderitaan karyawan dan keluarganya yang mengalami kecelakaan
dan penyakit akibat kerja.

6
2. Hukum. Dewasa ini, terdapat berbagai peraturan perundang-
undangan yang mengatur ikhwal keselamatan dan kesehatan kerja,
dan hukuman terhadap pihak-pihak yang melanggar ditetapkan cukup
berat. Berdasarkan peraturan perundang-undangan itu, perusahaan
dapat dikenakan denda, dan para supervisor dapat ditahan apabila
ternyata bertanggungjawab atas kecelakaan dan penyakit fatal.
3. Ekonomi. Adanya alasan ekonomi karena biaya yang dipikul
perusahaan dapat jadi cukup tinggi sekalipun kecelakaan dan penyakit
yang terjadi kecil saja. Asuransi kompensasi karyawan ditujukan
untuk member ganti rugi kepada pegawai yang mengalami
kecelakaan dan penyakit akibat kerja.
Apabila perusahaan dapat melaksanakan program keselamatan dan
kesehatan kerja dengan baik, maka perusahaan akan dapat memperoleh
manfaat sebagai berikut 5:
1. Meningkatkan produktivitas karena menurunnya jumlah hari kerja
yang hilang.
2. Meningkatnya efisiensi dan kualitas pekerja yang lebih komitmen.
3. Menurunnya biaya-biaya kesehatan dan asuransi.
4. Tingkat kompensasi pekerja dan pembayaran langsung yang lebih
rendah karena menurunnya pengajuan klaim.
5. Fleksibilitas dan adaptabilitas yang lebih besar sebagai akibat dari
partisipasi dan ras kepemilikan.
6. Rasio seleksi tenaga kerja yang lebih baik karena meningkatkan citra
perusahaan.
7. Perusahaan dapat meningkatkan keuntungannya secara substansial.

2.2 PERATURAN TENTANG K3


Keselamatan dan kesehatan kerja harus diperhatikan oleh perusahaan.
Hal tersebut merupakan langkah yang baik agar setiap karyawan
mendapatkan jaminan keamanan. Adapun peraturan perundang-undangan di
Indonesia yang menyangkut keselamatan dan kesehatan kerja antara lain
sebagai berikut:

a. Undang-Undang No 36 tahun 2009


Undang-undang ini mengantikan Undang- undang No.23
tahun 1992 Tentang kesehatan. Undang-Undang ini menetapkan
bahwa setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh

7
akses atas sumber daya di bidang kesehatan, dan setiap orang
mempunyai hak dalam memperoleh pelayanan kesehatan yang aman,
bermutu, dan terjangkau.
b. Undang-Undang No 13 Tahun 2003
Undang-undang ini menjelaskan mengenai Ketenagakerjaan
menetapkan pada hakikatnya hukum ketenagakerjaan tidak hanya
mengatur kepentingan saja tetapi termasuk kepentingan masyarakat
pemberi kerja.dalam pasal 86 sampai dengan 87 undang-undang ini
di tetapkan bahwa setiap pekerja berhak mendapatkan perlindungan
atas Keselamatan dan Kesehatan Kerja, moral dan kesusilaan, serta
perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta
nilai-nilai agama,untuk mewujudkan produktivitas kerja yang optimal
dan setiap perusahaan wajib menerapkan sistem manajemen
Keselamatan dan Kesehatan kerja yang terintegrasi dengan sistem
manajemen perusahaan dan pelaksanaanya di atur sanksi
administratif atas pelanggaran ketentuan ini, Undang-undang ini
meliputi:
1) Ketenagakerjaan adalah segala hal yang berhubungan
dengan tenaga kerja pada waktu sebelum, selama, dan
sesudah masa kerja.
2) Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan
pekerjaan guna menghasilkan barang dan atau jasa baik untuk
memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat.
3) Pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan
menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain.
4) Pemberi kerja adalah orang perseorangan, pengusaha,
badan hukum, atau badan-badan lainnya yang mempekerjakan
tenaga kerja dengan membayar upah atau imbalan dalam
bentuk lain.
c. Undang-Undang No 1 Tahun 1970
UU Keselamatan kerja yang di gunakan untuk mencegah
terjadinya kecelakaan kerja, menjamin suatu proses produksi berjalan
teratur dan sesuai rencana, dan mengatur agar proses produksi tidak
merugikan semua pihak, setiap tenaga kerja berhak mendapatkan
perlindungan keselamatan dalam melakukan pekerjaannya untuk
kesejahteraan dan meningkatkan produksi serta produktivitas

8
nasional, Undang-undang ini meletakan dasar-dasar pelaksanaan
Kesehatan Kerja, seperti yang tercantum dalam pasal 3 dan pasal 8
dalam pasal 3 di atur tentang:
a. pemberian pertolongan pada kecelakaan mencegah dan
mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja.
b. memelihara kebersihan, kesehatan dan ketertiban serta
memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja,
lingkungan, cara dan proses kerja, sedangkan pasal 8 diatur
tentang kewajiban pemberi kerja untuk memeriksakan
kesehatan pekerja yang akan di terima maupun akan di
pindahkan, serta pemeriksaan kesehatan secara berkala. UU
Keselamatan Kerja yang berlaku di Indonesia sekarang adalah
UU Keselamatan Kerja (UUKK) No.1 tahun 1970. Undang-
undang ini merupakan Undang-undang pokok yang memuat
aturan dasar atau ketentuan-ketentuan umum tentang
keselamatan kerja di segala macam tempat kerja yang berada
di wilayah kekuasan hukum NKRI.2

2.3 PENGGUNAAN ALAT PELINDUNG DIRI PADA PEKERJA


KONVEKSI
Perlindungan tenaga kerja melalui usaha-usaha teknis pengamanan
tempat, peralatan dan lingkungan kerja. Namun terkadang keadaan bahaya
masih belum dapat dikendalikan sepenuhnya, sehingga digunakan alat
pelindung diri. Alat-alat demikian harus memenuhi persayaratan:7,10,11
 Nyaman dipakai
 Tidak mengganggu kerja
 Memberikan perlindungan efektif terhadap jenis bahaya.
Alat pelindung diri mencakup bagian kepala, mata, muka, tangan dan
jari-jari, kaki, alat pernafasan, telinga serta tubuh.
Para pekerja yang beraktivitas dan melakukan pekerjaannya, tidak
menggunakan APD (alat pelindung diri) dalam bentuk apapun. Alat
pelindung diri diklasifikasikan berdasarkan target organ tubuh yang
berpotensi terkena resiko dari bahaya. Pada bidang konveksi ini, APD yang
seharusnya digunakan yaitu:6
a. Kacamata

9
Dengan menggunakan kacamata, para pekerja dapat terlindung dari
serpihan yang dihasilkan dari potongan besi.
b. Kacamata Hitam
Dengan menggunakan kacamata hitam, para pekerja dapat terlindung
dari cahaya yang berlebihan saat proses pengelasan.
c. Sarung tangan.
Dengan menggunakan sarung tangan, para pekerja dapat melindungi
bagian tangan dari benda tajam, resiko terbakar atau tersengat listrik,
bahan kimia, ataupun infeksi kulit.
d. Masker
Dengan pemakaian masker di mulut dan hidung akan terlindung dari
debu, serpihan, dan bahan kimia berbentuk uap dan asap.
e. Pakaian lengan panjang
Menggunakan pakain lengan panjang saat bekerja sangat penting
pada perlindungan diri yaitu dapat terlindung dari penetrasi benda
tajam (besi, alat potong).
f. Alat pelindung kaki
Pada alat pelindung kaki biasa yang digunakan ada pemakaian
sepatu yang nyaman agar terhindar dari lantai licin, lantai basah,
benda tajam, dan benda jatuh.
g. Kursi yang dilengkapi dengan sandaran
Agar sewaktu-waktu jika punggung terasa lelah, dapat direfleksikan
pada bantalan kursi, dan mengurangi frekuensi berjongkok pada
pekerja.
2.4 PENGENDALIAN BAHAYA KERJA PADA USAHA TRALIS
Aturan Control of Substances Hazardous to Health Regulations
(COSHH) 1988 bertujuan untuk mencegah gangguan kesehatan akibat
paparan zat berbahaya. Dalam konteks ini, pengusaha diharapkan untuk
mengembangkan langkah-langkah kontrol yang sesuai dan memadai
dengan cara.1
 Mengidentifikasi potensi bahaya dan risiko;
 Mengambil tindakan untuk mengurangi dan mengendalikan
risiko;
 Menjaga tindakan pengendalian dalam peninjauan berkala.
Dalam rangka membantu pengusaha dengan tugas tersebut, Health
and Safety Executive atau HSE telah menghasilkan 8 prinsip berikut:1

10
1. Merancang dan mengoperasikan proses dan kegiatan untuk
meminimalkan emisi, rilis dan penyebaran zat berbahaya bagi
kesehatan.
2. Memperhitungkan semua jalur masuk terkait paparan - inhalasi,
penyerapan kulit dan pencernaan - ketika melakukan tindakan
pengendalian.
3. Kontrol eksposur melalui langkah-langkah yang proporsional
dengan risiko kesehatan.
4. Pemilihan opsi pengendalian yang paling efektif dan dapat
diandalkan dengan meminimalkan penyebaran zat berbahaya.
5. Ketika kontrol yang memadai dari paparan tidak dapat dicapai
dengan cara lain, maka harus disediakan, dalam kombinasi
dengan tindakan pengendalian lainnya, alat pelindung diri yang
sesuai.
6. Periksa dan tinjau secara teratur semua elemen tindakan
pengendalian untuk efektivitas.
7. Menginformasikan dan melatih semua karyawan tentang bahaya
dan risiko dari zat yang ada di tempat kerja dan menggunakan
tindakan pengendalian untuk meminimalkan risiko.
8. Memastikan bahwa pengenalan tindakan pengendalian tidak
meningkatkan risiko secara keseluruhan terhadap kesehatan dan
keselamatan.
Gangguan pada kesehatan dan daya kerja akibat berbagai faktor dalam
pekerjaan dan lingkungan kerja bisa dihindarkan, asal saja perusahaan,
pimpinan atau manajemen perusahaan dan pekerja serta serikat pekerja ada
kemauan untuk mencegahnya.6
Pencegahan utama terhadap timbulnya gangguan pada kesehatan dan
daya kerja dengan akibat yang kurang baik bagi efisiensi dan produktivitas
kerja adalah dua hal berikut11:
1. Manajerial, meliputi unsur-unsur:
a. Manajemen perusahaan memiliki kebijakan yang tegas dan jelas
dalam upaya mencegah terjadinya gangguan kepada kesehatan
dan daya kerja; atas dasar tersebut disusun program yang rinci
tentang identifikasi, evaluasi, dan pengendalian faktor-faktor
yang menjadi penyebab gangguan tersebut lengkap dengan

11
rencana kerja, sumber daya manusia, pembiayaan, dan
sebagainya.
b. Pekerja dan serikat pekerja tidak sekadar mendukung melainkan
berpartisipasi dalam pelaksanaan program tersebut.
c. Banyak ketentuan perundang-undangan yang mengatur standar
minimal mengenai hygiene perusahaan sebagai pintu masuk bagi
program selanjutnya untuk mewujudkan tingkat kesehatan tenaga
kerja dan produktivitas kerja yang optimal.
2. Teknis operasional yang mencakup unsur-unsur:
a. Identifikasi faktor yang potensial dapat menimbulkan gangguan
kepada kesehatan tenaga kerja dan produktivitas kerja serata
mengevaluasi kuantitatif besarnya faktor tersebut.
b. Pengendalian faktor penyebab gangguan kesehatan tenaga kerja
dan produtivitas kerja tergantung kepada faktor yang menjadi
penyebab; fisis, kimiawi, biologis, ergonomis, dan mental
psikologis.
c. Dilakukan penyuluhan, pendidikan, pelatihan tentang tujuan dan
cara mengendalikan faktor tersebut guna menangani faktor
penyebab gangguan kesehatan tenaga kerja.
d. Pemeriksaan kesehatan tenaga kerja, pengukuran, dan evaluasi
tingkat paparan serta monitoring biologis untuk pengendalian
faktor fisik, kimiawi, dan biologis. Konseling dan psikotest untuk
mengendalikan faktor mental-psikologis. Evaluasi dan koreksi
peralatan kerja, proses produksi, dan kondisi ergonomis pekerjaan
dan lingkungan kerja.
e. Pengendalian faktor kimiawi dapat dilakukan dengan beberapa
teknik;
i. Substitusi, yaitu mengganti bahan yang berbahaya dengan
bahan yang kurang bahayanya atau tidak berbahaya sama
sekali
ii. Ventilasi umum, yaitu mengalirkan udara sebanyak menurut
perhitungan ke dalam ruang tempat kerja agar kadar zat kimia
berbahaya menjadi lebih rendah.
iii. Ventilasi keluar setempat (local exhausters), yaitu instalasi
yang menghisap udara di suatu tempat kerja tertentu melalui
kanopi, agar zat kimia berbahaya dihisap dan dialirkan keluar
ruang tempat kerja.

12
iv. Isolasi, ialah mengisolasi proses dalam perusahaan yang
membahayakan.
v. Pakaian pelindung sesuai dengan keperluan, misalnya masker,
kacamata, sarung tangan, sepatu, topi, pakaian kerja, dan lain-
lain. 6,11

13
2.5 UKURAN PARTIKEL
Partikel adalah pencemar udara yang dapat berada bersama-sama
dengan bahan atau bentuk pencemar lainnya. Partikel dapat diartikan secara
murni atau sempit sebagai bahan pencemar udara yang berbentuk padatan.
Namun dalam pengertian yang lebih luas, dalam kaitannya dengan masalah
pencemaran lingkungan, pencemar partikel dapat meliputi berbagai macam
bentuk, mulai dari bentuk yang sederhana sampai dengan bentuk yang rumit
atau kompleks yang kesemuanya merupakan bentuk pencemaran
udaraBesarnya ukuran partikel debu yang dapat masuk ke dalam saluran
pernafasan manusia adalah yang berukuran 0,1 µm sampai 10µm dan
berada di udara sebagai suspended particulate matter. Partikel debu dengan
ukuran lebih > 10 µm akan lebih cepat mengendap ke permukaan sehingga
kesempatan terjadinya pemajanan pada manusia menjadi lebih kecil dan
kalaupun terjadi akan tertahan oleh saluran pernafasan bagian atas. Debu
yang dapat dihirup disebut debu inhalable dengan diameter ≤ 10 µm dan
berbahaya bagi saluran pernafasan karena mempunyai kemampuan merusak
paru-paru. Sebagian debu yang masuk ke saluran pernafasan berukuran 5
µm akan sampai ke alveoli.

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA


Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
 Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan
guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi
kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat.
 Pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima
upah atau imbalan dalam bentuk lain.
 Tempat Kerja adalah tiap ruangan atau lapangan, tertutup atau
terbuka, bergerak atau tetap dimana tenaga kerja bekerja, atau yang
sering dimasuki tenaga kerja untuk keperluan suatu usaha dan
dimana terdapat sumber atau sumber-sumber bahaya.
 Faktor lingkungan kerja adalah potensi-potensi bahaya yang
kemungkinan terjadi di lingkungan kerja akibat adanya suatu proses
kerja.

14
 Pemberi kerja adalah orang perseorangan, pengusaha, badan hukum,
atau badan-badan lainnya yang mempekerjakan tenaga kerja dengan
membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain.
 Pengusaha adalah:
a. orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang
menjalankan suatu perusahaan milik sendiri;
b. orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang secara
berdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya;
c. orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang berada
di Indonesia mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a dan huruf b yang berkedudukan di luar wilayah
Indonesia.
 Perusahaan adalah:
a. setiap bentuk usaha yang berbadan hukum atau tidak, milik
orang perseorangan, milik persekutuan, atau milik badan hukum,
baik milik swasta maupun milik negara yang mempekerjakan
pekerja/buruh dengan membayar upah atau imbalan dalam
bentuk lain;
b. usaha-usaha sosial dan usaha-usaha lain yang mempunyai
pengurus dan mempekerjakan orang lain dengan membayar upah
atau imbalan dalam bentuk lain.
 Nilai Ambang Batas (NAB) adalah standar faktor bahaya di tempat
kerja sebagai kadar/intensitas rata-rata tertimbang waktu (time
weighted average) yang dapat diterima tenaga kerja tanpa
mengakibatkan penyakit atau gangguan kesehatan, dalam pekerjaan
sehari-hari untuk waktu tidak melebihi 8 jam sehari atau 40 jam
seminggu.
 Kadar Tertinggi Diperkenankan (KTD) adalah kadar bahan kimia di
udara tempat kerja yang tidak boleh dilampaui meskipun dalam
waktu sekejap selama tenaga kerja melakukan pekerjaan.
 Faktor fisika adalah faktor di dalam tempat kerja yang bersifat fisika
yang dalam keputusan ini terdiri dari iklim kerja, kebisingan,
getaran, gelombang mikro, sinar ultra ungu, dan medan magnet.

15
 Faktor kimia adalah faktor di dalam tempat kerja yang bersifat kimia
yang dalam keputusan ini meliputi bentuk padatan (partikel), cair,
gas, kabut, aerosol dan uap yang berasal dari bahan-bahan kimia.
 Faktor kimia mencakup wujud yang bersifat partikel adalah debu,
awan, kabut, uap logam, dan asap; serta wujud yang tidak bersifat
partikel adalah gas dan uap.
 Iklim kerja adalah hasil perpaduan antara suhu, kelembaban,
kecepatan gerakan udara dan panas radiasi dengan tingkat
pengeluaran panas dari tubuh tenaga kerja sebagai akibat
pekerjaannya, yang dimaksudkan dalam peraturan ini adalah iklim
kerja panas.
 Suhu kering (Dry Bulb Temperature) adalah suhu yang ditunjukkan
oleh termometer suhu kering.
 Suhu basah alami (Natural Wet Bulb Thermometer) adalah suhu
yang ditunjukkan oleh oleh termometer bola basah alami (Natural
Wet Bulb Thermometer).
 Suhu bola (Globe Temperature) adalah suhu yang ditunjukkan oleh
termometer bola (Globe Thermometer).
 Indeks Suhu Basah dan Bola (Wet Bulb Globe Temperature Index)
yang selanjutnya disingkat ISBB adalah parameter untuk menilai
tingkat iklim kerja yang merupakan hasil perhitungan antara suhu
udara kering, suhu basah alami dan suhu bola.
 Berat molekul adalah ukuran jumlah dari berat atom dari atom-atom
dalam molekul atau seluruh unsur penyusunnya.
 Kebisingan adalah semua suara yang tidak dikehendaki yang
bersumber dari alat-alat proses produksi dan/atau alat-alat kerja yang
pada tingkat tertentu dapat menimbulkan gangguan pendengaran.
 Getaran adalah gerakan yang teratur dari benda atau media dengan
arah bolak-balik dari kedudukan keseimbangannya.
 Radiasi frekuensi radio dan gelombang mikro (Microwave) adalah
radiasi elektromagnetik dengan frekuensi 30 Kilo Hertz sampai 300
Giga Herzt.

16
 Radiasi ultra ungu (ultraviolet) adalah radiasi elektromagnetik
dengan panjang gelombang 180 nano meter sampai 400 nano meter
(nm).
 Medan magnet statis adalah suatu medan atau area yang ditimbulkan
oleh pergerakan arus listrik.
 Terpapar adalah peristiwa seseorang terkena atau kontak dengan
faktor bahaya di tempat kerja.
 Paparan Singkat Diperkenankan yang selanjutnya disingkat PSD
adalah kadar zat kimia di udara di tempat kerja yang tidak boleh
dilampaui agar tenaga kerja yang terpapar pada periode singkat yaitu
tidak lebih dari 15 menit masih dapat menerimanya tanpa
mengakibatkan iritasi, kerusakan jaringan tubuh maupun terbius
yang tidak boleh dilakukan lebih dari 4 kali dalam satu hari kerja.
 Pengurus adalah orang yang mempunyai tugas memimpin langsung
sesuatu tempat kerja atau bagiannya yang berdiri sendiri.
 Pengawasan ketenagakerjaan adalah kegiatan mengawasi dan
menegakkan pelaksanaan peraturan perundang-undangan di bidang
ketenagakerjaan.
 Menteri adalah Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi.

Pengurus dan/atau pengusaha wajib melakukan pengendalian faktor fisika


dan faktor kimia di tempat kerja sehingga di bawah NAB. Jika faktor fisika
dan faktor kimia pada suatu tempat kerja melampaui NAB, pengurus
dan/atau pengusaha wajib melakukan upaya-upaya teknis-teknologi untuk
menurunkan sehingga memenuhi ketentuan yang berlaku. Pengurus
dan/atau pengusaha wajib melakukan ketentuan-ketentuan yang terkait
dengan faktor fisika dan faktor kimia tertentu sebagaimana telah diatur
dalam peraturan perundangundangan.

Nilai Ambang Batas

17
Nilai Ambang Batas (NAB) faktor fisika sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2, meliputi iklim kerja, kebisingan, getaran, gelombang mikro, sinar
ultra ungu, dan medan magnet. NAB faktor kimia meliputi bentuk padatan
(partikel), cair, gas, kabut, aerosol dan uap yang berasal dari bahan-bahan
kimia.

NAB FAKTOR FISIKA


 NAB iklim kerja menggunakan parameter ISBB sebagaimana
tercantum dalam Lampiran I nomor 1 Peraturan Menteri ini.
 NAB kebisingan ditetapkan sebesar 85 decibel A (dBA).
 Kebisingan yang melampaui NAB, waktu pemaparan ditetapkan
sebagaimana tercantum dalam Lampiran I nomor 2 Peraturan
Menteri ini.
 NAB getaran alat kerja yang kontak langsung maupun tidak
langsung pada lengan dan tangan tenaga kerja ditetapkan sebesar 4
meter per detik kuadrat (m/det2).
 Getaran yang melampaui NAB, waktu pemaparan ditetapkan
sebagaimana tercantum dalam Lampiran I nomor 3 Peraturan
Menteri.
 NAB getaran yang kontak langsung maupun tidak langsung pada
seluruh tubuh ditetapkan sebesar 0,5 meter per detik kuadrat
(m/det2)
 NAB radiasi frekuensi radio dan gelombang mikro ditetapkan
sebagaimana tercantum dalam Lampiran I nomor 4 Peraturan
Menteri ini.
 NAB radiasi sinar ultra ungu ditetapkan sebesar 0,0001 milliWatt
per sentimeter persegi (mW/cm2).
 Radiasi sinar ultra ungu yang melampaui NAB waktu pemaparan
ditetapkan sebagaimana tercantum dalam Lampiran I nomor 5
Peraturan Menteri ini.
 NAB medan magnit statis untuk seluruh tubuh ditetapkan sebesar 2
Tesla. NAB medan magnit statis untuk bagian anggota tubuh (kaki
dan tangan) ditetapkan sebesar 600 milli tesla (mT). NAB medan

18
magnit untuk masing-masing anggota badan tercantum dalam
Lampiran I nomor 6 Peraturan Menteri ini.

NAB FAKTOR KIMIA

 NAB Faktor Kimia di udara tempat kerja tercantum dalam Lampiran


II Peraturan Menteri ini.
 Pengukuran dan penilaian faktor fisika dan faktor kimia di tempat
kerja dilaksanakan oleh Pusat Keselamatan dan Kesehatan Kerja,
Balai Keselamatan dan Kesehatan Kerja, serta Balai Hiperkes dan
Keselamatan Kerja atau pihak-pihak lain yang ditunjuk Menteri.
 Persyaratan pihak lain untuk dapat ditunjuk sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) ditetapkan lebih lanjut oleh Menteri atau Pejabat yang
ditunjuk.
 Untuk kepentingan hukum dan pengendalian risiko bahaya di tempat
kerja, Pegawai Pengawas ketenagakerjaan dapat meminta pengurus
dan/atau pengusaha untuk memutahirkan data pengukuran faktor
fisika dan faktor kimia di tempat kerja.
 Pengurus dan/atau pengusaha berkewajiban melakukan pengukuran
faktor fisika dan faktor kimia di tempat kerja sesuai dengan
Peraturan Menteri ini dilakukan berdasarkan penilaian risiko dan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
 Pengurus dan/atau pengusaha harus melaksanakan ketentuan-
ketentuan dalam Peraturan Menteri ini dan menyampaikan hasil
pengukuran pada kantor yang bertanggung jawab di bidang
ketenagakerjaan.
 NAB faktor fisika dan faktor kimia di tempat kerja dalam Peraturan
Menteri ini dapat ditinjau kembali sekurang-kurangnya 3 (tiga)
tahun sekali sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi.
2.6 PERBEDAAN INDUSTRI FORMAL DAN INFORMAL

Sektor Usaha Formal

19
Sektor Usaha Formal adalah lapangan atau bidang usaha yang mendapat
izin dari pejabat berwenang dan terdaftar di kantor pemerintahan. Badan usaha
tersebut apabila dilihat di kantor pajak maupun kantor perdagangan dan
perindustrian terdaftar nama dan bidang usahanya.
Sektor Usaha Formal di Indonesia dibedakan menjadi 3, yaitu :
1. BUMN
2. BUMS
3. Koperasi

Sektor Usaha Informal


Sektor Usaha Informal yaitu bidang usaha yang tidak memiliki
keresmian usaha dan usaha tersebut tidak memiliki izin dari pemerintah dan
tidak terdaftar di lembaga pemerintahan.
Contohnya :
1. Pedagang Asongan
2. Pedagang Keliling
3. Pedagang Kaki Lima, dan lainnya
Tabel 1 Perbedaan antara Sektor Usaha FORMAL dan INFORMAL
Formal Informal
Adanya izin usaha dari Pemerintah Tidak memiliki izin usaha
Adanya Akta Notaris Tidak adanya Akta Notaris
Tidak memiliki Laporan Keuangan
Memiliki laporan keuangan yang jelas
yang jelas
Rutin melaporkan keuangan ke Kantor
Tidak terkena pungutan pajak
Pajak setiap bulan dan setiap tahun
Ter-organisir Kurang Ter-organisir
Teknologi yang digunakan canggih dan Teknologi yang digunakan sangat
modern sederhana
Jam usaha teratur Jam usaha kurang teratur
Jumlah pekerja cukup banyak Jumlah pekerja tidak terlalu banyak
Modal cukup besar Modal tidak terlalu besar
Hasil produksi cenderung untuk segmen Hasil produksi cenderung untuk segmen
menengah ke atas menengah ke bawah

2.7 DATA PUSKESMAS DI WILAYAH KECAMATAN CENGKARENG


JAKARTA BARAT
Tabel 2 Puskesmas di Kecamatan Cengkareng

20
Kecamatan : Cengkareng
No Nama Puskesmas Alamat Telpon
1 CENGKARENG Jl. Kamal Raya 6191756
2 Cengkareng Barat I Jl. Flamboyan No. 75 5196074
3 Cengkareng Barat II Jl. Cendrawasih VII 54371828
4 Cengkareng Timur Jl. Nurul Amal Rt 013/04 70601473
5 Duri Kosambi I Jl. Raya Duri Kosambi I 5459413
6 Duri Kosambi II Jl. Raya Rawa Buaya 04/07 70969564
7 Kapuk I Jl. Raya Kapuk Rt003/11 70601471
8 Kapuk II Jl. Raya Kapuk Rt004/05 70601472
9 Kedaung Kali Angke Jl. Komp. Depag Kaliangke 54366208
10 Rawa Buaya Jl. Bojong Raya Rt 002/04 58300444

2.8 GAMBARAN UMUM WILAYAH


2.8.1 Wilayah Jakarta Barat
Jakarta Barat merupakan suatu daerah yang memiliki batas wilayah
Tabel 3 Perbatasan Jakarta Barat
Batas Jakarta Barat Daerah Perbatasan
Utara Kabupaten/kodya Tangerang dan Kodya
Jakarta Utara
Timur Kotamadya Jakarta Utara dan
Koyamadya Jakarta Pusat
Selatan Kotamadya Jakarta Selatan &
Kabupaten/kodya Tangerang
Barat Kabupaten dan Kotamadya Tangerang

Jakarta Barat memiliki 8 kecamatan, yaitu Kebon Jeruk, Kembangan, Cengkareng,


Kalideres, Grogol Petamburan, Pal Merah, Tambora, dan Taman Sari. Dimana
Cengkareng merupakan kecamatan dengan luas terbesar, yaitu 27,93 km2. 12
Pada daerah ini tercatat terdapat sebanyak 265 bermacam industri yang tercatat pada
data industri provinsi DKI Jakarta pada tahun 2014.12

21
Gambar 1 Wilayah Jakarta Barat

2.8.2 Wilayah Kecamatan Cengkareng


Cengkareng merupakan suatu kecamatan di Jakarta barat yang termasuk padat
penduduk. Berdasarkan data badan pusat statistik tahun 2014 pada kecamatan
Cengkareng terdapat 555.972 jiwa yang terbagi menjadi 284.930 jiwa pria dan
271.042 jiwa perempuan.
Kecamatan Cengkareng memiliki batas wilayah, yaitu:

Tabel 4 Perbatasan Kec. Cengkareng


Batas Kecamatan Cengkareng Daerah Perbatasan
Utara Kec. Penjaringan
Timur Kec. Grogol Petamburan & Kec. Kebon
Jeruk
Selatan Kec. Kembangan
Barat Kec. Kalideres dan Kec. Cipondoh

Kecamatan ini dibagi menjadi enam kelurahan, yaitu: Kelurahan Kedaung Kali
Angke; kelurahan Kapuk; kelurahan Cengkareng Barat; Kelurahan Cengkareng
Timur; Kelurahan Rawa Buaya; dan Kelurahan Duri Kosambi.

22
Pada daerah ini terdapat 67 industri yang tercatat pada data industri Provinsi DKI
Jakarta pada tahun 2014 dimana 25% merupakan industri informal dari total industri
yang berada di wilayah Jakarta Barat terdapat pada kecamatan ini. 12

Gambar 2 Wilayah Jakarta Barat

BAB III

HASIL KUNJUNGAN

23
3.1 PROFIL PERUSAHAAN
Nama pemilik : Rosyid
Badan usaha : Tralis Bapak Rosyid
Jenis usaha : Industri Informal
Bidang : Pembuatan Tralis
Tahun berdiri : 2016
Alamat : Rusunawa Komplek Seruni 4, Lantai dasar 12. Cengkareng Timur.
Kec. Cengkareng, Jakarta Barat 11730
Jumlah pekerja : 2 orang
Tata ruang : (dilampirkan)
Jam kerja : 08.00 – 16.00 WIB
Jam istirahat : Jam 12.00 - 13.00 WIB

Gambar 3 Denah Ruangan

3.2 DATA DEMOGRAFI TENAGA KERJA


Pada usaha tralis Bapak Rosyid memiliki 2 orang tenaga kerja laki-laki, yaitu
Bapak Umar dan Bapak Teguh. Bapak Teguh berusia 41 tahun dengan pendidikan
terakhir SMA, dan Bapak Umar berusia 35 tahun dengan pendidikan terakhir SMP.
Para pekerja di usaha tralis milik bapak Rosyid mengerjakan setiap tahap pengerjaan
secara acak dan bersamaan, terkadang Bapak Rosyid juga ikut serta turun tangan
dalam proses pembuatan tralis.

24
Para pekerja memiliki jam kerja aktif maksimal sampai dengan 7 jam setiap
harinya, dan istirahat selama 1 jam. Para pekerja juga mendapatkan konsumsi
langsung dari bapak Rosyid jika ada untuk sarapan dan makan siang.

3.3 SANITASI TEMPAT KERJA


Tempat usaha tralis milik bapak Rosyid bertempat di ujung dari komplek
seruni yang berupa tanah kosong yang dibangun sesuai dengan lampiran foto. Pada
tempat usaha dibagi menjadi bagian halaman yang ditumbuhi rumput dan
pohon,tempat kerja, tempat beristirahat, dan kandang ayam.
Pada tempat kerja tertutup dengan atap dan terpal, berlantaikan lantai yang
terbuat dari semen dengan permukaan yang kasar. Tempat kerja terlindung dari
panas sinar matahari langsung, ventilasi terbuka dan pencahayaan langsung dari
sinar matahari. Lantai tempat kerja didapati dengan permukaan yang kasar, bertanah,
dan terdapat serpihan besi. Lantai tempat kerja tidak dibersihkan secara rutin, namun
penempatan alat-alat cukup baik. Pada tempat kerja terdapat 2 buah tempat sampah
yang berisi sampah kertas, organik, serpihan besi dan debu. Pada bagian tengah
tempat kerja terdapat tempat penampungan pusat gas rumah tangga yang disalurkan
ke rusun dengan dikelilingi pagar dan dicantumkan peringatan bahaya. Pada
umumnya tempat kerja berisi batangan besi, lempengan besi, triplek, kayu, dan
mesin contoh pembuatan pesanan barang.
Tempat usaha bapak Rosyid memiliki tempat peristirahatan yang dibangun
seperti warung yang di dalamnya terdapat meja, kursi, televisi, kulkas, dispenser air,
dan akuarium ikan. Di tempat ini para pekerja biasa duduk dan beristirahat, serta
makan dan minum di sela-sela waktu bekerja. Lantai dan meja istirahat berdebu, dan
pada lantai didapati kotoran ayam, karena bersebelahan langsung dengan kandang
ayam milik rekan pak Rosyid, hal ini menyebabkan adanya lalat.
Tempat kerja pak Rosyid tidak memiliki kamar mandi, maka para pekerja
biasanya menggunakan kamar mandi umum atau kamar mandi di rumah masing-
masing. Sumber air bersih yang digunakan adalah air PAM.

25
3.3 LINGKUNGAN KERJA
Tabel 5. Faktor Fisik

Proses Lokasi Sanitasi Ventilasi Pencahayaan Suhu Kelembaban Bising


(ºC) (rh%) (dB)
Pembuatan Pola Tempat Debu dan Baik Relatif karena menggunakan 32,2 71 58
Kerja serpihan besi pencahayaan matahari
langsung
Pemotongan Tempat Debu dan Baik Baik 32,2 77 98
Kerja serpihan besi
LAS Tempat Debu dan Baik Baik 32,2 77 98
Kerja serpihan besi
Pendinginan Besi Halaman Baik Baik Baik 32,2 71 58
Pemindahan Tempat Debu dan Baik Baik 32,2 77 85
kerja serpihan besi
Pemasangan mur Baut Tempat Debu dan Baik Baik 32,7 71 68
Kerja serpihan besi

27
3.3.2 Faktor biologi
Karena sanitasi atau lingkungan ditempat kerja yang kurang bersih, para
pekerja berisiko terjadinya infeksi. Ditambah dengan adanya kandang ayam dan
pemeliharaan tempat yang kurang, kotoran ayam di lantai, mengundang datangnya
lalat dan dapat menambah resiko infeksi pada pekerja.

3.3.3. Faktor kimia


Adanya debu dan serpihan besi dari hasil pemotongan dan gurinda yang mungkin
terhirup atau menempel pada kulit dan mata, serta bahan kimia yang dihasilkan pada
saat Las, pemotongan dan pendinginan besi. Di tengah-tengah tempat kerja terdapat
Sumber gas bumi yang disalurkan ke rusun, suatu waktu gas tersebut memiliki
resiko untuk meledak ataupun bocor.

3.3.4. Faktor ergonomi

 Pekerja tidak menggunakan alat pelindung diri


 Sarana dan peralatan kerja kurang menunjang pekerjaan
 Pembuatan Pola dilakukan di sembarang tempat, dapat sambil
berjongkok tanpa adanya alas tulis.
 Pemotongan dan proses LAS dilakukan dengan posisi berjongkok,tanpa
meja menyebabkan pekerja menunduk dalam waktu lama.
 Pendinginan Besi dilakukan membungkuk.
 Pemindahan barang dilakukan secara manual tanpa alat bantu.
 Pemasangan mur baut dilakukan secara manual tanpa alat dan pekerja
dalam posisi berjongkok.

Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa para pekerja dapat mengalami
gangguan kesehatan kerja seperti kelelahan, cedera, dan gangguan muskuloskeletal.

3.3.5 Faktor Psikologi

 Tidak adanya kejelasan pembagian bagian kerja dan waktu lama kerja.
 Jam istirahat yang kurang jelas.
 Penghasilan yang tidak menentu sesuai jika adanya pesanan.
 Pekerjaan yang monoton

3.4 ALUR KERJA


Keterangan :
1. Alur produksi

Gambar 4 Alur Kerja

28
Pembuatan
Pola

Pemotongan

LAS

Pendinginan
Besi

Pemindahan

Pemasangan
Mur Baut

2. Bahan dan alat :


a. Bahan :

 Lempengan dan batangan besi

b. Alat :

 Gunting
 Palu
 Blender
 LAS
 Tang

29
 Gurinda

3. Pekerjaan tidak memiliki SOP (Standar Operasional Prosedur)

30
3.5 IDENTIFIKASI FAKTOR RISIKO DI TEMPAT KERJA
Tabel 6 Identifikasi faktor risiko di tempat kerja

Urutan Kegiatan Bahaya potensial Gangguan kesehatan Risiko


yang mungkin terjadi kecelakaan kerja
Fisik Kimia Biologi Ergonomik Psikologi

Pembuatan Pola - Suhu 32,2ºC - Debu - Bakteri - tidak ada meja - - Gangguan pernapasan - Trauma tajam
- Kelembaban - Serpihan besi - Jamur - Strain
kursi
71 rh% - Kotoran ayam - kelelahan
- Kebisingan - infeksi
58 dB -low back pain
- Pencahayaan
cukup baik
Pemotongan - Suhu 32,2ºC - Debu - Bakteri - Selalu jongkok - - Gangguan pernapasan - Trauma tajam
- Kelembaban - Serpihan - Jamur - Gerakan - Trauma bakar
- MSD
77 Rh% - Karat berulang - Trauma tumpul
Besi - kelelahan
- Kebisingan - Kotoran ayam - Alat-alat tajam
-Asap blender -Infeksi
98 dB - Waktu kerja
- Pencahayaan
yang lama
cukup baik
-Bising kerja
-
LAS - Suhu 32,2ºC - Debu - Bakteri - Selalu Jongkok - - Gangguan pernapasan - Trauma tajam
- Kelembaban - Asap las - Jamur - Gerakan - Trauma Bakar
- MSD
77 rh% - Serpihan besi - Kotoran ayam Berulang - Trauma tumpul
- Infeksi
- Kebisingan - Karat - Cahaya LAS
- Kelelahan
98 dB -Bising
- Pencahayaan
cukup baik
Pendinginan Besi - Suhu 32,2ºC - Debu - Bakteri - Gerakan - - Gangguan pernapasan -Trauma bakar
- Kelembaban -Air rendaman - Jamur berulang -Trauma tajam
- MSD
71 rh% -Uap gas - Kotoran ayam - Waktu kerja -Trauma tumpul
- Infeksi
- Kebisingan -Karat
beracun yang lama - kelelahan
58 dB
- Pencahayaan
cukup baik
Pemindahan - Suhu 32,2ºC - Debu - Bakteri - Beban berat - Gangguan pernapasan - Trauma tajam
- Kelembaban -serpihan besi - Jamur - Karat -Trauma tumpul
- MSD

31
77 rh% - Kotoran ayam - Infeksi
- Kebisingan -Karat - kelelahan
85 dB
- Pencahayaan
cukup baik
Pemasangan mur - Suhu 32,7ºC - Debu - Bakteri - Selalu Jongkok - Gangguan pernapasan -Trauma tajam
- Kelembaban - Serpihan besi - Jamur - Gerakan -Trauma tumpul
baut - MSD
71 rh% - Kotoran ayam Berulang
- Infeksi
- Kebisingan -Karat - Karat
- kelelahan
68 dB
- Pencahayaan
cukup baik

32
Tabel 7 Penilaian tingkat risiko dan minimalisir risiko

Bahaya Akibat Bahaya E P R Mengurangi Risiko Risiko


sisa
Debu Gangguan saluran napas L L L Menggunakan masker dan sering NIL
membersihkan ruangan
Mengangkat bahan Strain L L L Melakukan pereganggan otot L
sebelum bekerja
Trauma tajam Perdarahan dan luka robek M L M Teliti dalam proses pemotongan L
bahan dan alat pelindung diri
Lama jongkok Low back pain L L L Istirahat dan melakukan NIL
pereganggan otot
Lama Pekerjaan Stress L L L Istirahat dan rekreasi NIL
Trauma Tumpul Lebam, cedera M L M Berhati-hati saat memindahkan NIL
barang.
Cahaya Berlebih M M M Googles L

33
3.6 APLIKASI PROGRAM KESEHATAN DAN KESELAMATAN
KERJA DI TEMPAT KERJA
 Tidak adanya kebijakan K3
 Tidak adanya penyuluhan tentang kesehatan
 Tidak adanya pelatihan contoh kebakaran ditempat kerja

Tidak adanya program untuk kesehatan maupun keselamatan kerja dapat


mengakibatkan adanya atau tingginya risiko pada pekerja baik di bidang kesehatan
maupun keselamatan kerja itu sendiri.

3.7 TEMUAN-TEMUAN KASUS PENYAKIT AKIBAT KERJA


Cepalgia, sesak napas, gangguan saluran pernapasan seperti batuk, gangguan
muskuloskeletal yaitu mialgia dan nyeri pinggang. Pada pekerja terdapat keluhan
masuknya serpihan besi yang masuk ke dalam mata dengan frekuensi yang cukup
sering.

3.8 TEMUAN-TEMUAN HASIL PEMERIKSAAN KESEHATAN


KARYAWAN

Tabel 8 Hasil pemeriksaan

No Nama Berat Suhu (oC) Nadi Takan darah


Badan (Kg) (x/menit) (mmHg)

1 Rosyid (48 tahun) 58,5 35,5 86 110/60

2 Teguh (41 tahun) 69,9 35,9 90 140/110

3 Umar (35 tahun) 54,4 36,9 68 90/60

34
BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 PENGETAHUAN TENTANG K3


Setelah dilakukanan survey lapangan pada pekerja tralia di di Rusunawa Komplek
Seruni 4, Lantai dasar 12. Cengkareng Timur. Kec. Cengkareng, Jakarta Barat
mendapatkan informasi dari pekerja bahwa pekerja lumayan mengetahui tentang
kesehatan dan keselamatan kerja. Pekerja tidak memakai kacamata hitam
disebabkan karna kurang bisa memakai perasaan dalam pekarjaanya karna kacamata
terlalu gelap, tidak memakai masker dikarnakan tidak disediakan oleh pemilik,
tidak memakai sarung tangan di karnakan kuraang nyman.

4.2 SANITASI TEMPAT KERJA


Sanitasi tempat kerja kurang baik di karnakan ada kandang ayamyang mana
ayamnya di lepas bebas sehingga kotoran ayam ada dimana-mana, tempat cuci
tangan kurang memadai ventilasi bagus namun tercemar bau kotoran dari kandang
ayam, kondisi lantai tidak memakai kramik namun stiap pagi salu di bersihkan.

4.3 KONDISI LINGKUNGAN KERJA


a. Bahaya potensial lingkungan fisik
Bahaya potensial lingkungan fisik yang diamati adalah dapat menimbulkan penyakit
akibat kerja dilihat dari lingkungan fisik. Pada pengamatan kali ini potensi yang
dapat menjadi faktor risikonya antara lain:
1) Pada pembuatan pola didapatkan suhu yang lebih tinggi dari normal yaitu
32,20C dan juga kelembaban yang cukup tinggi yaitu 71 rh%, didapatkan
juga kebisingan yang normal yaitu <85 dB dan pencahayaan yang cukup
baik.
2) Pada proses pemotongan dan LAS didapatkan suhu lebih tinggi dari normal
yaitu 32,20C dan kelembaban yang lebih tinggi yaitu 77 rh%, dimana cukup
tinggi, > 85 dB dengan nilai maksimal 98 dB dan pencahayaan yang cukup
baik.
3) Pada pendinginan besi didapatkan suhu lebih dari normal yaitu 32,20C
dengan kelembababan yaitu 71 rh% dan kebisingan <85 dB dengan nilai

35
maksimal 58 dB dan pencahayaan yang cukup baik.
4) Pada proses pemindahan didapatkan suhu lebih dari normal yaitu 32,20C
dengan kelembababan yaitu 77 rh% dan kebisingan 85 dB dan pencahayaan
yang cukup baik.
5) Pada proses pemasangan mur baut suhu lebih dari normal yaitu 32,70C
dengan kelembababan yaitu 71 rh% dan kebisingan <85 dB dengan nilai
maksimal 68 dB dan pencahayaan yang cukup baik.

4.4 TEMUAN-TEMUAN HASIL PEMERIKSAAN KESEHATAN


KARYAWAN

Dari data yang didapatkan terdapat dua orang pekerja yang bekerja sama tanpa ada
pembagian tugas. Didapatkan hasil pemeriksaan kesehatan tidak ada pekerja yang
memiliki keluhan kesehatan. Pada pemilik usaha yaitu bapak Rosyid ditemukan
adanya hipotensi, yaitu 110/60 mmHg dan pernapasan takipneu 40x/menit.
Didapatkan hipertensi pada bapak teguh (140/110 mmHg) dan takipneu 60xmenit,
dan hipotensi pada bapak Umar (90/60 mmHg).

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

36
5.1 KESIMPULAN
Setelah dilakukan peninjauan pada industri informal milik Bapak
Rosyid yang memiliki 2 orang pekerja, diketahui bahwa kesehatan kerja pada
industri informal buruk, hal ini dipengaruhi oleh pemantauan k3, resiko
kecelakaan dan pengendalian resiko kecelakaan kerja.
Proses produksi pada perusahaan tralis milik Bapak Rosyid ini terdiri
dari proses pembuatan pola, pemotongan, LAS, pendinginan besi,
pemindahan, dan pemasangan baut. Proses yang dilakukan pada perusahaan
Bapak Rosyid ini dilakukan secara bergantian antar pekerja dan biasanya
secara acak sesuai kebutuhan dari pesanan.
Pemantauan K3 tidak dilakukan rutin oleh Bapak Rosyid dan
pekerjanya karena dirasa beberapa alat pelindung diri yang dibutuhkan dapat
mengganggu pekerjaan yang dilakukan. Pada awal kepemilikan perusahaan
tralis ini Bapak Rosyid sempat memberikan alat pelindung diri berupa
masker, Google, dan sarung tangan, tetapi lama-kelamaan APD tersebut tidak
lagi dipakai oleh pekerja dengan alasan hilang dan mengganggu pekerjaan,
dan tidak ada peringatan yang diberikan oleh Bapak Rosyid. Bapak Rosyid
juga kurang memperhatikan kesehatan lingkungan kerjanya, hal ini dapat
dilihat dari penempatan kandang ayam di dalam lingkungan kerjanya, bahkan
setiap hari ayam itu dilepas dan berkeliaran di tempat kerja. Didapati juga
banyak sisa-sisa kotoran ayam di sekitar lingkungan kerjanya, dan jarang
dibersihkan.
Terdapat resiko kecelakaan kerja dari setiap proses pekerjaan pada
perusahaan tralis milik Bapak Rosyid ditambah dengan kelalaian perusahaan
yang tidak menegaskan penggunaan Alat Pelindung Diri (APD). Terdapat
juga resiko dari lingkungan kerja, yaitu adanya pusat gas yang berada di
tengah-tengah lingkungan kerja, tanpa adanya ketersediaan alat pemadam
kebakaran. Dari hal di atas, maka perusahaan tralis milik Bapak Rosyid
membutuhkan penyediaan, pencanangan, dan penegasan penggunaan APD.

5.2 SARAN
5.2.1. Bagi pekerja

37
 Disarankan para pekerja menggunakan alat pelindung diri seperti
masker, kacamata hitam, sarung tangan, sepatu kusus.
 Disarankan mempunyi SOP (Standar Operasional Prosedur)
dalam seluruh tahap produksi.
 Diharapkan pekerja lebih waspada terhadap bahaya dan risiko
kecelakaan kerja.
 Menjaga kebersihan lingkungan tempat kerja.
5.2.2. Bagi pemilik perusahaan
 Pemilik diharapkan lebih memperhatikan kesehatan, keselamatan,
dan kebersihan pada seluruh tahap proses produksi.
 Pemilik diharapkan menerapkan SOP yang telah ditetapkan dalam
seluruh tahap produksi.
 Mewajibkan kepada pegawainya untuk mengenakan alat
pelindung diri.

5.2.3. Bagi institusi pemerintah/puskesmas


 Diharapkan institusi pemerintah memberikan edukasi K3
 Pemerintah mampu mememberian teguran atau sanski pada
industri yang tidak menerapkan SOP.
 Pemerintah mampu mengadakan simulasi kebakaran.

5.2.4. Bagi institusi pendidikan dan mahasiswa


 Mampu bekerjasama dengan pemerintah maupun pelayanan
kesehatan mengenai penyuluhan, simulasi kepada pekerja
mengenai K3.

DAFTAR PUSTAKA

1. Hughes, Phill, Ed Ferret. Introduction to Health and Safety at Work, 5th


edition. Oxford and Massachusets: Elsevier, 2011
2. Mangkunegara, A. P. A. A. Manajemen Sumber Daya Manusia perusahaan.
Bandung : PT Remaja Rosdakarya ofseet. 2009.
3. Maulana R., Djamhur H. A., Djudi M.M. Pengaruh Keselamatan dan
Kesehatan Kerja Terhadap Kepuasan Kerja Karyawan. Malang: Fakultas
Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya. 2015.
4. Musoffan, Wildan. Analisa Aspek Keselamatan dan Kesehatan Kerja dalam
Upaya Identifikasi Potensi Bahaya. Jakarta: Universitas Gunadarma, 2007

38
5. Sakinah, Rifah. Penilaian Resiko Kesehatan Dan Keselamatan Kerja Di
Industri Informal (Konveksi). http://k3kesmasauinalauddin.com/2012/04/k3-
rifah-sakinah.html, diakses pada 2 November 2016
6. Ibrahim Jati Kusuma.Pelaksanaan Program Keselamatan Dan Kesehatan
Kerja Karyawan Pt. Bitratex Industries Semarang.
http://eprints.undip.ac.id/26498/2/Jurnal.pdf, diakses pada 2 November 2013.
7. Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia.. Peraturan Menteri
Ketenagakerjaan Republik Indonesia (PERMENAKER), 2016
8. Husni, L. Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia. Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada. 2006; 138
9. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 1405/MENKES/SK/XI/2002 Tentang
Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja Perkantoran dan Industri
10. Anizar. Teknik Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Industri. GrahaIlmu.
Yogyakarta. 2009
11. Sabdoadi. Pencegahan Kecelakaan Kerja di Industri. Ilmu Kesehatan
Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. Surabaya, 1999
12. Badan Pusat Statistik. diakses pada 26 April 2017. http://www.bps.go.id/
13. Kementrian kesehatan republik indonesia. Diakses 27 April 2017.
http://www.depkes.go.id/article/print/201411030005/1-orang-pekerja-di-
dunia-meninggal-setiap-15-detik-karena-kecelakaan-kerja.html

39
Lampiran 1. Kondisi Pabrik

Kondisi kandang ayam samping pabrik

Pemotongan besi

Pemasangan bagian jendela

40
Proses pengelasan

Foto Pemotongan

Foto Pengelasan

41
42
Lampiran 2 Tabel POA

No. Kegiatan Tujuan Sasaran Pelaksana Waktu Lokasi Dana Metode Tolak ukur

Proses Hasil
1 Penyuluhan Meningkatkan Seluruh Tenaga Mei 2017 Sekitar PEMDA Penyuluhan Memberikan Pretest dan
tentang pengetahuan pekerja kesehatan tempat secara lisan penyuluhan Postest
keselamatan pekerja tentang dan produksi dan leaflet secara lisan
kesehatan keselamatan mahasiswa dan
kerja kerja kesehatan membagian
leaflet
kepada
pekerja
2 Pengadaan Menigkatkan Seluruh Pemilik Mei 2017 Lokasi Pemilik Simulasi Informasi Pekerja
alat pemadam pengetahuan pekerja kerja dan praktik mengetahui cara
kebakaran dalam penggunaan menggunakan
penggunaan alat APAR APAR
pemadam
kebakaran
3 Pengadaaan Memberikan Seluruh Pemilik Mei 2017 Lokasi Pemilik Informasi Pengadaan Pekerja
P3K pertolongan pekerja kerja P3K P3K di mendapatkan
pertama pada tempat kerja penanganan
kecelakaan kerja yang cepat saat
terjadi
kecelakaan
kerja

43

Anda mungkin juga menyukai