Anda di halaman 1dari 60

MAKALAH

MASALAH ERGONOMI DI TEMPAT KERJA

Disusun untuk memenuhi Tugas

Mata Kuliah: Psikologi Dan Fisiologi

Dosen Pengampu: _________________

LOGO

UNIVERSITAS

Disusun Oleh:
NAMA
NPM

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI INDUSTRI DAN ORGANISASI


FAKULTAS PSIKOLOGI
NAMA KAMPUS
2021

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan

hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang

berjudul MASALAH ERGONOMI DI TEMPAT KERJA ini tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi

tugas [dosen/guru] pada [bidang studi/mata kuliah] [nama bidang studi/mata

kuliah]. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang [topik

makalah] bagi para pembaca dan juga bagi penulis.

Saya mengucapkan terima kasih kepada [bapak/ibu] [nama guru/dosen],

selaku [guru/dosen] [bidang studi/mata kuliah] [nama bidang studi/mata

kuliah] yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan

wawasan sesuai dengan bidang studi yang saya tekuni.

Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi

sebagian pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini.

Saya menyadari, makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh

karena itu, kritik dan saran yang membangun akan saya nantikan demi kesempurnaan

makalah ini.

PENULIS

(NAMA MAHASISWA)
NPM: xxxxxxxxxxxxxx
ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................................................ii
DAFTAR ISI................................................................................................................................iii
DAFTAR GAMBAR...................................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................................1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 4
1.3 Tujuan 4
BAB II PEMBAHASAN...............................................................................................................5
.1 Definisi Ergonomi 5

.2 Tujuan, Manfaat Pelaksanaan dan Ruang Lingkup dari Ergonomi ditempat kerja........38
.3 Aspel Ergonomi dari Resiko Psychososial ditempat kerja..............................................41
.4 Evaluasi dan Analisa Resiko Ergonomi...........................................................................46
.5 Prinsip-prinsip Ergonomi...............................................................................................49
.6 Aspek Ergonomi............................................................................................................50
.7 Teknologi Ergonomi......................................................................................................50
.8 Balance Ergonomic........................................................................................................51
.9 Ergonomic Approach.....................................................................................................51

BAB III PENUTUP.....................................................................................................................52


3.1 Kesimpulan 52
3.2 Saran 53
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................................54

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2. 1 Goniometer................................................................................................................ 18
Gambar 2. 2 Macam-macam antropometer.................................................................................. 19
Gambar 2. 3 Kursi Antropometri................................................................................................. 19
Gambar 2. 4 Mengukur Lebar Telapak Tangan........................................................................... 20
Gambar 2. 5 Penggunaan Antropometer Papan Kepala Bergeser (Sliding Head Board)..............21
Gambar 2. 6 Penggunaan Antropometer Dengan Sistem Grid dan Board di Sudut..................... 21
Gambar 2. 7 Ukuran Tubuh Manusia yang Sering Digunakan Untuk Merancang Produk........... 23
Gambar 2. 8 Antropometri Struktural Posisi Berdiri dan Duduk .................................................24
Gambar 2. 9 Antropometri Struktural Kepala, Wajah, Tangan dan Kaki..................................... 25
Gambar 2. 10 Antropometri Fungsional/dinamis......................................................................... 27
Gambar 2. 11 Antropometri Fungsional Posisi Kerja.................................................................. 28
Gambar 2. 12 Tulang Duduk (Ischial Tuberosities) dalam Posisi Duduk.................................... 29
Gambar 2. 13 Potongan Tulang Duduk Pada Bagian Posterior................................................... 29
Gambar 2. 14 Dimensi Antropometri untuk Perancangan Kursi.................................................. 31
Gambar 2. 15 Tempat Duduk Terlalu Tinggi............................................................................... 32
Gambar 2. 16 Tempat Duduk Terlalu Rendah .............................................................................33
Gambar 2. 17 Landasan Tempat Duduk Terlalu Lebar................................................................ 34
Gambar 2. 18 Landasan Tempat Duduk Terlalu Sempit.............................................................. 35
Gambar 2. 19 Sandaran Punggung............................................................................................... 37

iv
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Manusia dengan segala sifat dan tingkah lakunya merupakan makhluk yang

sangat kompleks. Proses mempelajari manusia tidak cukup hanya ditinjau dari segi

keilmuan. Berdasarkan hal tersebut, dapat dipahami bahwa untuk mengembangkan

ergonomi diperlukan dukungan dari berbagai disiplin, antara lain psikologi,

antropologi, faal kerja, biologi, sosiologi, perencanaan kerja, fisika, dan lain-lain

(Sutalaksana, 1979). Perubahan waktu, walaupun secara perlahan-lahan, telah

merubah manusia dari keadaan primitif menjadi manusia yang berbudaya.

Kejadian ini antara lain terlihat pada perubahan rancangan peralatan-peralatan

yang dipakai, yaitu mulai dari batu yang tidak berbentuk menjadi batu yang mulai

berbentuk dengan meruncingkan beberapa bagian dari batu tersebut. Perubahan

pada alat sederhana ini menunjukkan bahwa manusia telah sejak awal

kebudayaannya berusaha memperbaiki alat-alat yang dipakainya untuk

memudahkan pemakaiannya. Hal ini terlihat lagi pada alat-alat batu runcing yang

bagian atasnya dipahat bulat tepat sebesar genggaman sehingga lebih memudahkan

dan menggerakan pemakaiannya.

Perkembangan teknologi saat ini begitu pesatnya, sehingga peralatan sudah

menjadi kebutuhan pokok pada berbagai lapangan pekerjaan. Artinya peralatan dan

teknologi merupakan penunjang yang penting dalam upaya meningkatkan

produktivitas untuk berbagai jenis pekerjaan. Disamping itu disisi lain akan terjadi

1
dampak negatifnya, bila kita kurang waspada menghadapi bahaya potensial yang

mungkin timbul. Hal ini tidak akan terjadi jika dapat diantisipasi pelbagai resiko

yang mempengaruhi kehidupan para pekerja. Pelbagai resiko tersebut adalah

kemungkinan terjadinya Penyakit Akibat Kerja. Penyakit yang berhubungan

dengan pekerjaan dan Kecelakaan Akibat Kerja yang dapat menyebabkan

kecacatan atau kematian. Antisipasi ini harus dilakukan oleh semua pihak dengan

cara penyesuaian antara pekerja, proses kerja dan lingkungan kerja. Pendekatan ini

dikenal sebagai pendekatan ergonomi.

Dalam dunia kerja terdapat Undang-Undang yang mengatur tentang

ketenagakerjaan yaitu Undang-Undang No. 14 tahun 1969 tentang ketentuan-

ketentuan pokok tenaga kerja merupakan subyek dan obyek pembangunan.

Ergonomik yang bersasaran akhir efisiensi dan keserasian kerja memiliki arti

penting bagi tenaga kerja, baik sebagai subyek maupun obyek. Akan tetapi sering

kali suatu tempat kerja mengesampingkan aspek ergonomi bagi para pekerjanya,

hal ini tentunya sangat merugikan para pekerja itu sendiri.

Bekerja dengan tubuh dan lingkungan yang sehat, aman serta nyaman

merupaka hal yang diinginkan oleh semua pekerja. Di era globalisasi menunutu

pelaksanaan Kesehatan dan Keselamaan Kerja (K3) di setiap tempat kerja

termasuk di sektor kesehatan. Untuk itu perlu kita mengembangkan dan

meningkatkan K3 di sektor kesehatan dalam rangka menekan serendah mungkin

risiko kecelakaan dan penyakit yang timbul akibat hubungan kerja, serta

meningkatkan produktivitas dan efisiensi.

2
Pada umumnya ergonomi belum diterapkan secara merata pada sektor

kegiatan ekonomi. Gagasannya telah lama disebarluaskan sebagai unsur hygiene

perusahaan dan kesehatan kerja (hiperkes), tetapi sampai saat ini kegiatan-kegiatan

baru sampai pada taraf pengenalan oleh khususnya pada pihak yang bersangkutan,

sedangkan penerapannya baru pada tingkat perintisan. Fungsi pembinaan ergonomi

secara teknis merupakan tugas pemerintah. Pusat Bina Hiperkes dan Keselamatan

Kerja memiliki fungsi pembinaan ini melalui pembinaan keahlian dan

pengembangan penerapannya. Namun begitu, sampai saat ini pengembangan

kegiatan-kegiatannya baru diselenggarakan dan masih menunggu kesiapan

masyarakat untuk menerima ergonomi dan penerapannya.

Bekerja dengan tubuh dan lingkungan yang sehat, aman serta nyaman

merupakan hal yang diinginkan oleh semua pekerja. Di era globalisasi menuntut

pelaksanaan Kesehatan dan Keselamaan Kerja (K3) di setiap tempat kerja

termasuk di sektor kesehatan. Untuk itu perlu kita mengembangkan dan

mingkatkan K3 di sektor kesehatan dalam rangka menekan serendah mungkin

risiko kecelakaan dan penyakit yang timbul akibat hubungan kerja, serta

meningkatkan produktivitas dan efisiensi.

3
1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan masalah yang dikemukakan diatas dapat dirumuskan

permasalahan sebagai berikut:

1. Apakah yang dimaksud dengan ergonomi ditempat kerja?

2. Apakah tujuan, manfaat pelaksanaan dan ruang lingkup dari ergonomi

ditempat kerja?

3. Apa saja faktor – faktor risiko ergonomi dalam beraktivitas?

4. Apa saja skill untuk melakukan evaluasi dan analisa risiko ergonomi dalam

suatu aktivitas?

5. Bagaimana memberikan rekomendasi-rekomendasi untuk perbaikan

keergonomian pada sistem kerja

1.3 Tujuan

Tujuan penulisan makalah ini sebagai berikut:

1. Mendeskripsikan definisi dari Ergonomi

2. Mendeskripsikan tujuan, manfaat dan ruang lingkup ergonomi

3. Mendeskripsikan faktor – faktor risiko ergonomi dalam beraktivitas

4. Mendeskripsikan skill untuk melakukan evaluasi ergonomi dalam suatu

aktivitas

5. Mendeskripsikan dan memberikan rekomendasi-rekomendasi untuk

perbaikan keergonomian pada sistem kerja

4
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Ergonomi

Ergonomi yaitu ilmu yang penerapanya berusaha untuk menyerasikan

pekerjaan dan lingkungan terhadap orang atau sebaliknya dengan tujuan

tercapainya produktivitas dan efisiensi yang setinggi-tingginya melalui

pemanfaatan faktor manusia seoptimal-optimalnya (Suma’mur, 1989). Ergonomi

adalah komponen kegiatan dalam ruang lingkup hiperkes yang antara lain meliputi

penyerasian pekerjaan terhadap tenaga kerja secara timbal balik untuk efisiensi dan

kenyamanan kerja.

Ergonomi berasal dari Bahasa Yunani, yaitu Ergon dan Nomos. Ergon

memiliki arti kerja dan Nomos memiliki arti hukum; jadi pengertian Ergonomik itu

sendiri secara garis besar adalah “Studi tentang manusia untuk menciptakan system

kerja yang lebih sehat, aman dan nyaman” (Arif, 2009).

Pusat dari ergonomi adalah manusia. Konsep ergonomi adalah berdasarkan

kesadaran, keterbatasan kemampuan, dan kapabilitas manusia. Sehingga dalam

usaha untuk mencegah cidera, meningkatkan produktivitas, efisiensi dan

kenyamanan dibutuhkan penyerasian antara lingkungan kerja, pekerjaan dan

manusia yang terlibat dengan pekerjaan tersebut.

Konsep ergonomi serta keselamatan kesehatan kerja merupakan konsep

penting untuk diterapkan dalam suatu industri, khususnya dalam perancangan

stasiun kerjanya. Kecenderungan yang ada saat ini adalah, pada industri skala kecil

5
menengah. Konsep tersebut kurang begitu diperhatikan, sehingga dapat

menimbulkan resiko kerja baik dari segi bahaya kondisi lingkungan fisik, sikap

dan cara kerja (Laksmiwaty, 2009).

Tujuan penerapan ergonomi adalah untuk peningkatan kualitas kehidupan

yang lebih baik. Dengan penerapan ergonomi ini, maka akan tercipta lingkungan

kerja aman, sehat dan nyaman sehingga kerja menjadi lebih produktif dan efisien

serta adanya jaminan kualitas kerja (Tim Ergoinstitute, 2008).

Definisi ergonomi juga dapat dilakukan dengan cara menjabarkannya

dalam fokus, tujuan dan pendekatan mengenai ergonomi (Mc Coinick 1993)

dimana dalam penjelasannya disebutkan sebagai berikut:

1. Secara fokus

Ergonomi menfokuskan diri pada manusia dan interaksinya dengan produk,

peralatan, fasilitas, prosedur dan lingkungan dimana sehari-hari manusia

hidup dan bekerja.

2. Secara tujuan

Tujuan ergonomi ada dua hal, yaitu peningkatan efektifitas dan efisiensi

kerja serta peningkatan nilai-nilai kemanusiaan, seperti peningkatan

keselamatan kerja, pengurangan rasa lelah dan sebagainya.

3. Secara pendekatan

Pendekatan ergonomi adalah aplikasi informasi mengenai keterbatasan-

keterbatasan manusia, kemampuan, karakteristik tingkah laku dan motivasi

untuk merancang prosedur dan lingkungan tempat aktivitas manusia

tersebut sehari-hari.

6
Berdasarkan ketiga pendekatan tersebut diatas, definisi ergonomi dapat

terangkumkan dalam definisi yang dikemukakan Chapanis (1985), yaitu ergonomi

adalah ilmu untuk menggali dan mengaplikasikan informasi-informasi mengenai

perilaku manusia, kemampuan, keterbatasan dan karakteristik manusia lainnya

untuk merancang peralatan, mesin, sistem, pekerjaan dan lingkungan untuk

meningkatkan produktivitas, keselamatan, kenyamanan dan efektifitas pekerjaan

manusia.

Ergonomi adalah suatu cabang ilmu yang memanfaatkan informasi-

informasi mengenai sifat, kemampuan dan keterbatasan manusia dalam rangka

membuat sistem kerja yang ENASE (efektif, nyaman, aman, sehat dan efisien).

Ergonomi dan K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) merupakan dua hal yang

tidak dapat dipisahkan.Keduanya mengarah kepada tujuan yang sama yakni

peningkatan kualitas kehidupan kerja (quality of working life). Aspek kualitas

kehidupan kerja merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi rasa

kepercayaan dan rasa kepemilikan pekerja kepada perusahaan, yang berujung

kepada produktivitas dan kualitas kerja (Arif, 2009).

Ergonomi mempelajari perilaku manusia dalam kaitannya dengan pekerjaan

manusia. Sasaran penelitian ergonomi ialah manusia pada saat bekerja dalam

lingkungan. Secara singkat dapat dikatakan bahwa ergonomi ialah penyesuaian

tugas pekerjaan dengan kondisi tubuh manusia ialah untuk menurunkan stress atau

tekanan yang akan dihadapi. Salah satu upaya yang dilakukan antara lain

menyesuaikan ukuran tempat kerja dengan dimensi tubuh agar tidak melelahkan,

pengaturan suhu, cahaya dan kelembapan. Hal ini bertujuan agar sesuai dengan

7
kebutuhan tubuh manusia. Ada salah satu definisi yang menyebutkan bahwa

ergonomi bertujuan untuk “fitting the job to the worker”. Ergonomi juga bertujuan

sebagai ilmu terapan biologi manusia dan hubungannya dengan ilmu teknik bagi

pekerja dan lingkungan kerjanya, agar mendapatkan kepuasan kerja yang maksimal

selain meningkatkan produktivitasnya.

Contoh : suatu perusahaan kerajinan mengubah cara kerja duduk di lantai

dengan bekerja di meja kerja, mengatur tata ruangan menjadi lebih baik,

mengadakan ventilasi, menambah penerangan, mengadakan ruang makan,

mengorganisasi waktu istirahat, menyelenggarakan pertandingan olahraga, dan

lain-lain. Dengan usaha ini, keluhan-keluhan tenaga kerja berkurang dan produksi

tidak pernah terganggu oleh masalah-masalah ketenagakerjaan. Dengan begitu,

produksi dapat mengimbangi perluasan dari pemasaran.

2.1.1 Perkembangan Ergonomi

Perkembang ergonomi dipopulerkan pertama kali pada tahun 1949

sebagai judul buku yang dikarang oleh Prof. K. F. H. Murrel (1949)

Sedangkan kata ergonomi itu sendiri berasal dari bahasa Yunani yaitu ergon

(kerja) dan nomos (aturan/prinsip/kaidah). Istilah ergonomi digunakan

secara luas di Eropa. Di Amerika Serikat dikenal istilah human factor atau

human engineering. Kedua istilah tersebut (ergonomic dan human factor)

hanya berbeda pada penekanannya. Intinya kedua kata tersebut sama-sama

menekankan pada performansi dan perilaku manusia. Menurut Hawkins

(1987), untuk mencapai tujuan praktisnya, keduanya dapat digunakan

sebagai referensi untuk teknologi yang sama.

8
Ergonomi telah menjadi bagian dari perkembangan budaya manusia

sejak 4000 tahun yang lalu (Dan Mac Leod, 1995). Perkembangan ilmu

ergonomi dimulai saat manusia merancang benda-benda sederhana, seperti

batu untuk membantu tangan dalam melakukan pekerjaannya, sampai

dilakukannya perbaikan atau perubahan pada alat bantu tersebut untuk

memudahkan penggunanya. Pada awalnya perkembangan tersebut masih

tidak teratur dan tidak terarah, bahkan kadang-kadang terjadi secara

kebetulan.

Perkembangan ergonomi modern dimulai kurang lebih seratus tahun

yang lalu pada saat Taylor (1880-an) dan Gilberth (1890-an) secara terpisah

melakukan studi tentang waktu dan gerakan. Penggunaan ergonomi secara

nyata dimulai pada Perang Dunia I untuk mengoptimasikan interaksi antara

produk dengan manusia. Pada tahun 1924 sampai 1930 Hawthorne Works

of Wertern Electric (Amerika) melakukan suatu percobaan tentang

ergonomi yang selanjutnya dikenal dengan “Hawthorne Effects” (Efek

Hawthorne). Hasil percobaan ini memberikan konsep baru tentang motivasi

ditempat kerja dan menunjukan hubungan fisik dan langsung antara

manusia dan mesin. Kemajuan ergonomi semakin terasa setelah Perang

Dunia II dengan adanya bukti nyata bahwa penggunaan peralatan yang

sesuai dapat meningkatkan kemauan manusia untuk bekerja lebih efektif.

Hal tersebut banyak dilakukan pada perusahaan-perusahaan senjata perang.

9
2.1.2 Pengelompokan Bidang Kajian Ergonomi

2.1.2.1 Faal Kerja

Faal Kerja, yaitu bidang kajian ergonomi yang meneliti energi

manusia yang dikeluarkan dalam suatu pekerjaan. Tujuan dan

bidang kajian ini adalah untuk perancangan sistem kerja yang dapat

meminimasi konsumsi energi yang dikeluarkan saat bekerja (Dr. Ir.

Iftikar Z. Sutalaksana, 1979).

Menurut Sutalaksana, bekerja merupakan suatu kegiatan

manusia merubah keadaan-keadaan tertentu dari alam lingkungan

yang ditujukan untuk mempertahankan dan memelihara

kelangsungan hidupnya. Studi ergonomi yang kaitannya dengan

kerja manusia dalam hal ini ditunjukan untuk mengevaluasi dan

merancang kembali tata cara kerja yang harus diaplikasikan, agar

dapat memberikan peningkatan efektivitas dan efesiensi selain juga

kenyamanan ataupun keamanan bagi manusia sebagai pekerjanya

Secara faal, bekerja adalah hasil kerjasama dalam koordinasi

yang sebaikbaiknya dari dria (mata, telinga, peraba, perasa dan lain-

lain), otak dan susunan saraf-saraf di pusat dan perifer, serta otot-

otot. Selanjutnya untuk petukaran zat yang diperlukan dan harus

dibuang masih diperlukan peredaran darah ked an dari otot-otot.

Dalam hal ini, jantung, paru-paru. hati, usus, dan lain-lainnya

menunjang kelancaran proses pekerjaan.

10
Mula.mula koordinasi indera, susunan syaraf, otot. dan alat-alat

lain berjalan secara sukar dan masih harus disertai upaya-upaya

yang diperlukan. Kenyataan ini terlihat pada seorang tenaga kerja

baru yang sedang menjalani latihan. Lambat laun gerakan menjadi

suatu ref1eks, sehingga bekerja menjadi automatis. Semakin cepat

sifat refleks dan automatis tersebut yang disertai semakin baik

koordinasi serta hasil kerja, semakin tinggi pulalah ketrampilan

seseorang.

Otot-otot adalah salah satu organ yang terpenting terutama

untuk pekerjaan fisik. Otot bekerja dengan jalan kontraksi dan

melemas. Kekuatan ditentukan oleh jumlah yang besar serat-

seratnya, daya kontraksi dan cepatnya berkontraksi. Sebelum

kontraksi (mengerut), darah diantara serat-serat otot atau di luar

pembuluh-pembuluh ototnya terjepit, sehingga peredaran darah, jadi

juga pertukaran zat terganggu dan hal demikian menjadi sebab

kelelahan otot. Maka dari itu, kerutan yang selalu diselingi

pelemasan, disebut kontraksi dinamis, sangat tepat bagi bekerjanya

otot-otot.

Pekerjaan-pekerjaan demikian misalnya mengayuh pedal,

sepeda, memutar. roda, memukul lonceng, mencangkul dan

lain.lain. Kerja terus-menerus dari suatu otot, sekalipun bersifat

dinarnik, selalu diikuti dengan kelelahan, yang perlu istirahat untuk

pemulihan. Atas dasar kenyataan itu, waktu istirahat dalam kerja

11
atau sesudah kerja sangat penting. Kelelahan otot secara fisik antara

lain akibat zat-zat sisa metabolisme seperti asam laktat, C02, dan

sebagainya. Namun kelelahan, sesuai dengan mekanisme kerja,

tidak saja ditentukan oleh keadaan ototnya sendiri, melainkan

terdapat komponen mental psikologis yang sering-sering juga besar

pengaruhnya. Otot-otot yang lelah akan menunjukkan kurangnya

kekuatan dari padanya, bertambah panjangnya waktu later kontraksi

dan waktu melemas, berkurangnya koordinasi, serta otot gemetar

(tremor).

Otot dan tulang merupakan dua alat yang sangat penting dalam

bekerja. Kerutan dan pelemasan otot dipindahkan kepada tulang

menjadi gerakan-gerakan fleksi, abduksi, rotasi, supinasi dan

lain.lain. Demikian pentingnya kedua alat ini sebagai suatu

kesatuan, maka berkembanglah ilmu biomekanik, yaitu ilmu tentang

gerakan otot dan tulang, yang dengan pengetrapannya diharapkan,

agar dengan tenaga sekecil-kecilnya dapat dicapai hasil kerja

sebesar-besarnya. Biomekanika memberikan pengetahuan-

pengetahuan tentang gerakan-gerakan dan kekuatan pada

penggunaan leher dan kepala, tulang belakang, lengan, tangan, kaki,

jari-jari dan sebagainya.

Otot dan tulang merupakan faktor-faktor terpenting bagi ukuran-

ukuran tubuh, ukuran tinggi dan besar dari tubuh ataupun bagian-

bagiannya. Ukuran-ukuran ini menentukan pula kemampuan fisik

12
tenaga kerja. Peralatan kerja dan mesin perlu serasi dengan ukuran-

ukuran demikian untuk hasil kerja sebesar-besarnya. Maka

berkembanglah ilrnu yang disebut Antropometri, yaitu ilmu tentang

ukuran-ukuran tubuh, baik dalam keadaan statis, ataupun dinamis.

Yang sangat penting bagi pekerjaan adalah ukuran-ukuran:

 Tinggi badan berdiri, tinggi bahu, tinggi siku, tinggi pinggul,

depan dan panjang lengan.

 Tinggi duduk, panjang lengan atas, panjang lengan bawah dan

tangan, tinggi lutut, jarak lekuk lutut-garis punggung, jarak

lekuk lutut telapak kaki.

1. Pembagian Kerja

Pembagian kerja adalah suatu sistem pengaturan pekerjaan atau

bisa disebut juga sebagai pembagian kerja. Secara umum

jenis kerja dibedakan menjadi dua bagian yaitu kerja fisik dan

kerja mental.

a. Kerja fisik

Pengeluaran energi relatif lebih banyak, dibandingkan

kerja mental membutuhkan usaha dan energi yang cukup

besar dan kerja fisik dibedakan atau dibagi menjadi dua

macam, yaitu:

1) Kerja statis

 Tidak menghasilkan gerak

13
 Kontraksi otot bersifat isometris

 Kelelahan lebih cepat terjadi

2) Kerja dinamis

 Menghasilkan gerak

 Kontraksi otot bersifat isotonos

 Kontraksi otot bersifat ritmis

 Kelelahan relatif lebih lama terjadi

b. Kerja mental

Pengeluaran energi relatif sedikit dan kerja pun relatif

lebih ringan dibandingkan dengan kerja fisik yang

membutuhkan energi lebih besar dan cukup sulit untuk

mngukur kelelahannya. Hasil kerja manusia dipengaruhi

oleh berbagai faktor, antara lain:

 Faktor-faktor dari individu, meliputi sikap,

fisik,motivasi, jenis kelamin, pendidikan, keterampilan,

pengalaman, dan sebagainya.

 Fakto-faktor situasional, meliputi lingkungan fisik,

mesin, peralatan, metode kerja, dan sebagainya.

Selain pembagian kerja, juga terdapat kriteria-kriteria yang

dapat digunakan untuk mengetahui pengaruh pekerjaan terhadap

manusia dalam suatu sistem kerja. Kriteria-kriteria tersebut adalah:

1. Kriteria Faal

14
Meliputi kecepatan denyut jantung, konsumsi oksigen, tekanan

darah, tingkat penguapan, temperatur tubuh, komposisi kimia

dalam darah dan air seni, dst. Tujuannya adalah untuk

mengetahui perubahan fungsi alat-alat tubuh selama bekerja.

2. Kriteria Fisiologis kerja

Meliputi kejenuhan, emosi, motivasi, sikap, dan seterusnya.

Tujuannya adalah untuk mengetahui perubahan kejiwaan yang

timbul selama berkerja.

3. Kriteria Hasil kerja

Meliputi pengukuran hasil kerja yang diperoleh dari pekerja

selama berkerja. Tujuannya adalah untuk mengetahui pengaruh

kondisi kerja dengan melihat hasil kerja yang diperoleh dari

kerja.

2.1.2.2 Antropometri

Menurut Sritomo Wignjosoebroto dalam bukunya istilah

antropometri berasal dari " anthro " yang berarti manusia dan " metri

" yang berarti ukuran. Secara definitif antropometri dapat

dinyatakan sebagai satu studi yang berkaitan dengan pengukuran

dimensi tubuh manusia. Manusia pada dasarnya akan memiliki

bentuk, ukuran (tinggi, lebar dsb.) berat dll. Yang berbeda satu

dengan yang lainnya. Antropometri secara luas akan digunakan

sebagai pertimbangan-pertimbangan ergonomis dalam proses

15
perancangan (desain) produk maupun sistem kerja yang akan

memerlukan interaksi manusia. Data antropometri yang berhasil

diperoleh akan diaplikasikan secara luas antara lain dalam hal :

 Perancangan areal kerja ( work station, interior mobil, dll )

 Perancangan peralatan kerja seperti mesin, equipment,

perkakas (tools) dan sebagainya.

 Perancangan produk-produk konsumtif seperti pakaian,

kursi/meja komputer dll.

 Perancangan lingkungan kerja fisik.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa antropometri

adalah bidang kajian ergonomi yang berhubungan dengan

pengukuran dimensi tubuh manusia untuk digunakan dalam

perancangan peralatan dan fasilitas sehingga sesuai dengan

pemakainya. Beberapa faktor yang mempengaruhi ukuran tubuh

manusia, yaitu:

a. Umur

Ukuran tubuh manusia akan berkembang dari saat lahir

sampai sekitar 20 tahun untuk pria dan 17 tahun untuk wanita.

Setelah itu, tidak lagi akan terjadi pertumbuhan bahkan justru

akan cenderung berubah menjadi pertumbuhan menurun

ataupun penyusutan yang dimulai sekitar umur 40 tahunan.

b. Jenis kelamin (sex),

16
Jenis kelamin pria umumnya memiliki dimensi tubuh yang

lebih besar kecuali dada dan pinggul.

c. Suku bangsa (etnik),

Setiap suku bangsa ataupun kelompok etnik tertentu akan

memiliki karakteristik fisik yang berbeda satu dengan yang

lainnya.

d. Sosio ekonomi,

Tingkat sosio ekonomi sangat mempengaruhi dimensi tubuh

manusia. Pada negara-negara maju dengan tingkat sosio

ekonomi tinggi, penduduknya mempunyai dimensi tubuh yang

besar dibandingkan dengan negara-negara berkembang.

e. Posisi tubuh (posture)

Sikap ataupun posisi tubuh akan berpengaruh terhadap ukuran

tubuh oleh karena itu harus posisi tubuh standard harus

diterapkan untuk survei pengukuran.

 Alat Ukur Antropetri

Peralatan yang digunakan untuk mendapatkan data-data

antropometri adalah sebagai berikut:

a. Goniometer

Goniometer ini dipakai untuk mengukur sudut/ lekukan-

lekukan tubuh manusia.

17
Gambar 2. 1 Goniometer
b. Macam-macam Antropometer

Alat ini dipakai untuk mengukur bagianbagian tubuh

manusia.

18
Gambar 2. 2 Macam-macam antropometer
c. Kursi antropometri
Dipakai untuk mengukur data-data antropometri manusia dalam
posisi duduk. Data yang diperoleh biasanya dipakai untuk merancang
kursi dan ketinggian meja kerja serta untuk perancangan fasilitas
kerja yang berhubungan dengan manusia pemakainya. Orang yang
akan diukur data antropometrinya harus duduk di kursi ini.

Gambar 2. 3 Kursi
Antropometri

19
 Cara Pengukuran
Secara umum deskripsi dari pengukuran data
antropometrik terdiri dari setidaknya tiga buah tipe
terminology dasar yaitu :

1. Locator yang mengidentifikasikan suatu titik atau


daerah dari tubuh yang menjadi dasar pengukuran
titik atau bidang.
2. Orientator yang mengidentifikasikan arah atau
tujuan dari suatu dimensi tubuh.
3. Potensioner yang menandakan asumsi dari posisi
tubuh subyek dalam pengukuran, seperti posisi
duduk.
Berikut ini cara-cara pengukuran yang sering
digunakan:

Gambar 2. 4 Mengukur Lebar Telapak Tangan

20
Gambar 2. 5 Penggunaan Antropometer Papan Kepala Bergeser (Sliding Head
Board)

Gambar 2. 6 Penggunaan Antropometer Dengan Sistem Grid dan Board di Sudut

21
 Data Antropometri
Dimensi tubuh manusia untuk perancangan produk
terdiri dari dua jenis, yaitu struktural dan fungsional. Di
mensi tubuh struktural yaitu pengukuran tubuh manusia
dalam keadaan tidak bergerak. Sedangkan dimensi tubuh
fungsional adalah pengukuran tubuh manusia dalam
keadaan bergerak. Secara umum data antropometri yang
sering digunakan untuk merancang produk dan stasiun
kerja ada pada gambar 2.7.

A. Antropometri Struktural
Pengukuran manusia pada posisi diam dan linier
pada permukaan tubuh. Ada beberapa metode
pengukuran tertentu agar hasilnya representative.
Disebut juga pengukuran dimensi struktur tubuh
dimana tubuh diukur dalam berbagai posisi standar
dan tidak bergerak (tetap tegak sempurna). Dimensi
tubuh yang diukur dengan posisi tetap antara lain
meliputi berat badan, tinggi tubuh dalam posisi
berdiri maupun duduk, ukuran kepala, tinggi atau
panjang lutut pada saat berdiri atau duduk, panjang
lengan, dan sebagainya.

22
Gambar 2. 7 Ukuran Tubuh Manusia yang Sering Digunakan Untuk Merancang Produk

23
Gambar 2. 8 Antropometri Struktural Posisi Berdiri dan Duduk

Gambar di atas memperlihatkan antropometri struktural. Antropometri


struktural ini diantaranya: tinggi selangkang, tinggi siku, tinggi mata,
rentang bahu, tinggi pertengahan pundak pada posisi duduk, jarak pantat-
ibu jari kaki, dan tinggi mata pada posisi duduk.
Penerapan data ini untuk merancang terali untuk keamanan, jeruji, panel
visual dan pencapaian panel, peralatan rekreasi, pengaturan dan peralatan
tempat penyimpanan sepatu di rumah, dan sebagainya.

24
Gambar 2. 9 Antropometri Struktural Kepala, Wajah, Tangan dan Kaki

B. Antropometri Fungsional
Antropometri fungsional adalah pengukuran
keadaan dan ciri-ciri fisik manusia dalam keadaan
bergerak atau memperhatikan gerakan-gerakan yang
mungkin terjadi saat pekerja tersebut melaksanakan
kegiatannya. Hasil yang diperoleh merupakan
ukuran tubuh yang nantinya akan berkaitan erat
dengan gerakan-gerakan nyata yang diperlukan

25
tubuh untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan
tertentu. Antropometri dalam posisi tubuh
melaksanakan fungsinya yang dinamis akan banyak
diaplikasikan dalam proses perancangan fasilitas
ataupun ruang kerja.

26
Gambar 2. 10 Antropometri Fungsional/dinamis

 Posisi Kerja
Data ini berfungsi untuk merancang ruang mekanik dan
utilitas, ruang latihan fisik, ruang terapi fisik, dan area
sejenis lainnya.

27
Gambar 2. 11 Antropometri Fungsional Posisi Kerja

 Antropometri pada Posisi Duduk

Dinamika posisi duduk dapat lebih mudah digambarkan


dengan mempelajari mekanika sistem penyangga dan
keseluruhan struktur tulang yang terlibat di dalam geraknya.

28
Sumbu penyangga dari batang tubuh yang diletakkan dalam
posisi duduk adalah sebuah garis pada bidang datar koronal,
melalui titik terendah dari tulang duduk (ischial tuberosities)
di atas permukaan tempat duduk. Gambar berikut
memperlihatkan tuberosities.

Gambar 2. 12 Tulang Duduk (Ischial Tuberosities) dalam Posisi Duduk

29
Gambar 2. 13 Potongan Tulang Duduk Pada Bagian Posterior

Sebuah penelitian menunjukkan bahwa sekitar 75% dari


keseluruhan berat badan hanya disangga oleh daerah seluas 4
inci persegi atau 26 cm persegi dari tulang duduk ini. Kondisi
ini memperjelas bahwa berat badan yang diterima, disebarkan
hanya pada daerah yang kecil saja. Akibatnya, terjadi
tegangan yang sangat besar pada daerah pantat di bawahnya.

30
Tekanan-tekanan ini menimbulkan perasaan lelah dan
tidak nyaman. Bertahan pada posisi duduk dalam jangka
waktu yang lama tanpa mengubah-ubah posisinya, di bawah
kondisi tekanan kompresi yang terjadi, dapat menyebabkan
kurangnya aliran darah pada suatu daerah, gangguan pada
sirkulasi darah, menyebabkan nyeri, sakit dan rasa kebal.
Suatu perancangan tempat duduk harus diupayakan
sedemikian rupa sehingga berat badan yang disangga oleh
tulang duduk tersebar pada daerah yang cukup luas. Alas
yang tepat pada landasan tempat duduk dapat memenuhi
kebutuhan tersebut. Harus diupayakan agar subyek yang
sedang duduk di atas tempat duduk tersebut dapat mengubah-
ubah posisi atau postur tubuhnya untuk mengurangi rasa
ketidaknyamanannya. Kondisi ini mendasari diperlukannya
data antropometri yang tepat. Berikut ini data-data
antropometri untuk perancangan kursi.

31
Gambar 2. 14 Dimensi Antropometri untuk Perancangan Kursi

Keterangan:
A = Tinggi lipatan dalam lutut F = Rentang antar siku
B = Jarak pantat-lipatan dalam lutut G = Rentang panggul
C = Tinggi siku posisi istirahat H= Rentang bahu
D = Tinggi bahu I = Tinggi lumbar
E = Tinggi duduk normal

 Tinggi Tempat Duduk


Salah satu pertimbangan dasar dalam perancangan suatu
tempat duduk adalah tinggi permukaan bagian atas dari
landasan tempat duduk diukur dari permukaan lantai. Jika
suatu landasan tempat duduk terlalu tinggi letaknya, bagian
bawah paha akan tertekan seperti pada gambar di bawah ini.

32
Gambar 2. 15 Tempat Duduk Terlalu Tinggi

Landasan tempat duduk yang letaknya terlalu tinggi


dapat menyebabkan paha tertekan dan peredaran darah
terhambat. Sebagai, tambahan pula, telapak kaki tidak dapat
menapak dengan baik di atas permukaan lantai yang
mengakibatkan melemahnya stabilitas tubuh. Jika, letak suatu
landasan tempat duduk terlalu rendah seperti gambar berikut
ini.

33
Gambar 2. 16 Tempat Duduk Terlalu Rendah

Landasan tempat duduk yang letaknya terlalu rendah


dapat menyebabkan kaki condong terjulur ke depan,
menjauhkan tubuh dari keadaan stabil. Sebagai tambahan
pula, pergerakan tubuh ke depan akan menjauhkan punggung
dari sandaran sehingga penopangan lumbar tidak terjaga
dengan tepat. Bagi orang yang bertubuh tinggi akan dapat
lebih merasa nyaman walau menggunakan kursi dengan
landasan tempat duduk yang rendah dibandingkan dengan
seseorang yang bertubuh pendek menggunakan kursi yang
landasan duduknya terlalu tinggi. Secara antropometrik,
tinggi lipatan dalam lutut haruslah menjadi ukuran pada data

34
yang digunakan untuk menentukan tinggi landasan tempat
duduk. Rentang data terkecil, misal data persentil ke-5, akan
menjadi pedoman yang tepat karena data ini mencakup
bagian populasi mereka yang berukuran tubuh paling kecil.
Alasannya jelas, bahwa tinggi duduk yang dapat
mengakomodasi mereka dengan ukuran tinggi lipatan lutut
paling pendek, juga dapat mengakomodasi mereka dengan
ukuran tinggi lipatan lutut yang lebih tinggi. Kedalaman
Tempat Duduk Pertimbangan dasar lain dari perancangan
sebuah kursi adalah kedalaman landasan tempat duduk (jarak
yang diukur dari bagian depan sampai bagian belakang
sebuah tempat duduk). Bila kedalaman landasan tempat
duduk terlalu besar, bagian depan dari permukaan atau ujung
dari tempat duduk tersebut akan menekan daerah tepat di
belakang lutut, memotong peredaran darah di bagian kaki,
seperti pada gambar berikut ini.

35
Gambar 2. 17 Landasan Tempat Duduk Terlalu Lebar

Tekanan pada jaringan-jaringan akan menyebabkan


iritasi dan ketidaknyamanan. Bahaya lebih besar ialah
terjadinya penggumpalan darah jika subyek tidak mengubah
posisi tubuhnya. Untuk menghindarkan ketidaknyamanan
pada bagian kaki, subyek akan memajukan posisi pantatnya
dan hal ini menyebabkan bagian punggungnya tidak dapat
bersandar sehingga stabilitas tubuh melemah dan tenaga otot
yang diperlukan menjadi semakin besar sebagai upaya untuk
menjaga keseimbangan. Hasilnya adalah kelelahan,
ketidaknyamanan dan sakit di bagian punggung.
Bila kedalaman landasan tempat duduk terlalu sempit,
seperti pada gambar di bawah ini, akan menimbulkan situasi
yang buruk. Kondisi ini dapat menimbulkan perasaan terjatuh
atau terjungkal dari kursi. Sebagai akibatnya, kedalaman
landasan tempat duduk yang terlalu sempit akan

36
menyebabkan berkurangnya penopangan pada bagian bawah
paha.

Gambar 2. 18 Landasan Tempat Duduk Terlalu Sempit

Secara antropometri, jarak dari pantat ke lipatan dalam


lutut merupakan pedoman penentuan kedalaman tempat
duduk yang tepat.
 Sandaran Punggung

Fungsi utama dari sandaran punggung adalah untuk


mengadakan penopangan bagi daerah lumbar, atau bagian
kecil dari punggung, yaitu bagian bawah yang berbentuk
cekung dimulai dari bagian pinggang sampai pertengahan
punggung.
Konfigurasi dari sandaran punggung harus dapat
menyokong sesuai profil dari tulang belakang, terutama pada
daerah lumbar seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.19,
namun harus diperhatikan supaya tidak membuatnya terlalu
pas untuk menghindarkan pemakai mengubah-ubah
posisinya. Keseluruhan tinggi sandaran punggung dapat

37
bervariasi sesuai dengan jenis dan maksud pemakaian suatu
kursi. Sebuah kursi untuk sekertaris lebih cocok bila
penopang lumbarnya hanya pada suatu daerah kecil saja.
Kursi santai akan lebih cocok bila sandarannya mencapai
bagian belakang kepala ataupun tengkuk. Perlu diingat untuk
menyediakan ruang tambahan bagi penonjolan daerah pantat.
Jarak bersih ini dapat berupa daerah terbuka berbentuk ceruk
antara permukaan tempat duduk dan penopang lumbar.
Bantalan yang empuk pada bagian ini akan mengakomodasi
penonjolan bagian pantat ini.

Gambar 2. 19 Sandaran
Punggung

38
 Sandaran Lengan

Sandaran lengan ini memiliki beberapa fungsi. Sandaran


ini menopang berat dari lengan dan membantu pemakai
ketika akan duduk atau bangkit dari tempat duduknya. Jika
suatu kursi digunakan untuk suatu kegiatan tertentu, misalnya
bagi seseorang yang bertugas dengan putaran-putaran tuts
yang sensitif atau panel kontrol, maka sandaran tangan
tersebut dapat berfungsi untuk menjaga agar lengan tetap
stabil sepanjang pelaksanaan pekerjaannya. Tinggi siku pada
posisi istirahat adalah pengukuran antropometri yang tepat
sebagai pedoman bagi penentuan tinggi sandaran lengan.
Bantalan Tujuan dari pemberian bantalan pada dasarnya
adalah sebagai upaya penyebaran tekanan, sehubungan
dengan berat badan pada titik persinggungan antar
permukaan dengan daerah yang lebih luas. Bahayanya,
seorang perancang seringkali beranggapan bahwa makin
empuk, dalam, dan lembut suatu bantalan, akan semakin
besar kenyamanan yang dihasilkannya. Padahal bukan
demikian kenyataannya. Seringkali justru sebuah kursi yang
tampaknya terlalu empuk justru dapat menyebabkan
kelelahan, ketidaknyamanan dan rasa sakit.

.2 Tujuan, Manfaat Pelaksaan dan Ruang Lingkup dari Ergonomi di Tempat

Kerja

Pelaksanaan dan penerapan ergonomi di tempat kerja di mulai dari yang

sederhana dan pada tingkat individual terlebih dahulu. Rancangan ergonomi akan

39
dapat meningkatkan efisiensi, efektivitas dan produktivitas kerja, serta dapat

menciptakan sistem serta lingkungan yang cocok, aman, nyaman dan sehat.

2.2.1 Tujuan Ergonomi

Adapun tujuan penerapan ergonomik adalah sebagai berikut:

1. Meningkatkan kesejahteraan fisik dan mental dengan meniadakan

beban kerja tambahan(fisik dan mental), mencegah penyakit akibat

kerja, dan meningkatkan kepuasan kerja.

2. Meningkatkan kesejahteraan social dengan jalan meningkatkan

kualitas kontak sesame pekerja, pengorganisasian yang lebih baik dan

menghidupkan system kebersamaan dalam tempat kerja.

3. Berkontribusi di dalam keseimbangan rasional antara aspek-aspek

teknik, ekonomi, antropologi dan budaya dari sistem manusia-mesin

untuk tujuan meningkatkan efisiensi sistem manusia-mesin.

2.2.2 Manfaat Penerapan Ergonomi

Manfaat dari penerapan ergonomik adalah sebagai berikut :

1. Menurunnya angka kesakitan akibat kerja.

2. Menurunnya kecelakaan kerja.

3. Biaya pengobatan dan kompensasi berkurang.

4. Stress akibat kerja berkurang.

5. Produktivitas membaik.

6. Alur kerja bertambah baik.

7. Rasa aman karena bebas dari gangguan cedera.

40
8. Kepuasan kerja meningkat

2.2.3 Ruang Lingkup Ergonomi

Ruang lingkup ergonomi sangat luas aspeknya, antara lain meliputi:

1. Teknik

2. Fisik, berkaitan dengan anatomi tubuh manusia, anthropometri,

karakteristik fisiolgi dan biomekanika yang berhubungan dnegan

aktifitas fisik. Topik-topik yang relevan dalam ergonomi fisik antara

lain: postur kerja, pemindahan material, gerakan berulan-ulang, MSD,

tata letak tempat kerja, keselamatan dan kesehatan.

3. Pengalaman psikis

4. Anatomi, utamanya yang berhubungan dengan kekuatan dan gerakan

otot dan persendian

5. Sosiologi

6. Fisiologi, kaitanya dengan temperature tubuh, oxygen up take, dan

aktifitas otot

7. Desain

8. Ergonomi Kognitif: berkaitan dengan proses mental manusia,

termasuk di dalamnya: persepsi, ingatan, dan reaksi, sebagai akibat

dari interaksi manusia terhadap pemakaian elemen sistem. Topik-topik

yang relevan dalam ergonomi kognitif antara lain: beban kerja,

pengambilan keputusan, performance, human-computer interaction,

keandalan manusia, dan stres kerja.

41
9. Ergonomi Organisasi, berkaitan dengan optimasi sistem sosioleknik,

termasuk sturktur organisasi, kebijakan dan proses. Topik-topik yang

relevan dalam ergonomi organisasi antara lain: komunikasi,

perancangan kerja, perancangan waktu kerja, timwork, perancangan

partisipasi, komunitas ergonomi, kultur organisasi, organisasi virtual,

dll.

10. Ergonomi Lingkungan, berkaitan dengan pencahayaan, temperatur,

kebisingan, dan getaran. Topik-topik yang relevan dengan ergonomi

lingkungan antara lain: perancangan ruang kerja, sistem akustik,dll.

2.3 Aspek Ergonomi Dari Risiko Psychososial Di Tempat Kerja

FAKTOR PSYCHOSOSIAL

Faktor psychososial sering dinyatakan dengan bagaimana pandangan

pekerja maupun manager terhadap organisasi kerja yang dilaksanakan di tempat

kerjanya. Organisasi kerja dilaksanakan di tempat kerja adalah untuk

melaksanakan proses produksi, yang harus diikuti oleh para pekerja, pengawas,

mandor maupun para manager.

ASPEK ERGONOMI

Dalam penerapan prinsip ergonomi di tempat kerja dilihat tiga aspek yaitu

task, organisasi dan lingkungan diserasikan dengan kemampuan, kebolehan dan

batasan manusia sebagai tenaga kerja (Bridger, 2003; Manuaba, 2004). Disini cara

42
pengelompokannya yang sedikit berbeda. Apabila ditinjau dari 3 aspek ergonomi

tersebut dikaitkan dengan faktor psychososial di tempat kerja yang dikemukakan

oleh NIOSH maupun oleh ILO dan WHO, maka aspek ergonomi dari risiko

psychososial adalah sbb:

1. Task atau tugas yang diberikan kepada pekerja

Dari tugas yang diberikan tersebut berbagai hal bisa terjadi yang bisa

menimbulkan risiko psychososial. Untuk memahami tugas yang dihadapi

para pekerja, selalu harus memperhatikan alat, cara yang dipakai dalam

mepalksanakan tugas tersebut, yang kemudian menunjukan karaketeristik

tugas yang dihadapi, seperti:

a. beban kerja; beban yang terlalu berat (overload), yang cepat

menimbulkan keluhan cepat lelah, keluhan muskuloskeletal,

kecelakaan, penyakit akibat kerja. Beban yang ringan (underload)

menimbulkan kebosanan, kurang waspada, akan cepat ,menimbulkan

stres, kecelakaan kerja.

b. Pekerjaan dengan repetisi, cepat menimbulkan rasa lelah, keluhan

otot, ketegangan.

c. Membutuhkan tanggung jawab yg tinggi (beban mental)

2. Organisasi

a. Struktur organisasi, Koordinasi antara komponen organisasi,

komunikasi antara pekerja dalam pelaksanaan organisasi. Ada bagian

43
yang sibuk sementara bagian lain santai, ada yang selalu diberikan

peringatan keras sementara yang lain tidak pernah diperingati walaupun

berbuat salah, dsb. Demikian pula dalam pengaturan giliran kerja. Para

pekerja hidup bermasyarakat setelah pulang kerja, sehingga penerapan

giliran atau jam kerja secara ketat sering menimbulkan knflik dan

mengarah pada risiko psychososial.

b. Hubungan interpersonal di tempat kerja (hubungan antara pekerja,

dengan supervisor, dengan pembantu) yang kurang harmonis akibat dari

pelaksanann tugas.

c. Aspek temporal dari pekerjaan; - shift work, pengaturan shift work: 2

shift (@ 12 jam) atau 3 shift (@ 8 jam) - cycle time, pengaturan giliraan

kerja: 2-2-2, 2-2-3 atau 7-7-7 - work and rest period, berapa jam kerja

dan berapa jam istirahat, kapan istirahat d. Financial dan aspek ekonomi

- perbedaan upah (salary) dengaan tugas yang sama akan menimbulkan

iri hati,sakit hati dan diikuti ketegangan mental, berkurangannya

kenyamanan kerja - benefit, pembagian keuntungan yang tidak serasi

dengan perjanjian - reward and funishment yang lemah, sering

menimbulkan stres mental e. Sistem nilai di masyarakat (value immage)

-prestige sebagai pekerja kasar sangat rendah seperti pedagang acung,

sales keliling kurang prestigenya, dibandingkan dengan PNS yang

memiliki prestige yang tinggi -status kepegawaian, tenaga kontrak

(outsorsing) dibandingkan dengan tenaga tetap.

44
3. Faktor Lingkungan

Lingkungan di tempat kerja berasal dari berbagai faktor seperti lingkungan fisik,

kimia, biologi, psychologi dan sosial budaya. Dalam hal ini aspek ergonomi

yang berkaitan dengan faktor psycholsosial:

a. Hubungan sesama pekerja baik dengan atasan, bawahan

b. Perbedaan perlakuan dengan perbedaan ras atau etnis pada jenis

pekerjaan yang sama, akan menimbulkan gangguan dalam pelaksanaan

tugas, dengan berbagai akibatnya

c. Adanya perbedaan kesempatan promosi atau peningkatan karier,

pemberian sangsi dan penghargaan

Di samping itu faktor lingkungan dari luar tempat kerja, juga akan berpengaruh

terhadap kondisi kerja, seperti:

a. Policy pemerintah maupun krisis global, seperti kebijakan keuangan,

batasan export produk ke negara tertentu yang bermasalah dengan

Indonesia, krisis keuangan global seperti tahun 1998, hampir semua

prusahaan kena dampaknya, dan akan diikuti oleh kebijakan

perusahaan.Sudah jelas ini sangat menimbulkan masalah psychososial.

b. Gangguan keamanan seperti pristiwa bom Bali tahun 2002 dan 2005

yang lalu, hampir semua perusahaan hotel dan restoran, industri kecil

ikut kena dampak, sehingga para tenaga kerja yang sangat menderita

dampak psychososial.

45
c. Penyakit menular yang menyerang masyarakat banyak. Penyakit-

penyakit menular yang mudah menular seperti penyakit SARS,

pengaruhnya lebih buruk dari akibat bom. d. Persyaratan yang dituntut

oleh konsumen, seperti produk halal, pelaksanaan K3 di perusahaan,

dsb. Bagi yang tidak mampu memenuhi persyarata tersebut akan

mengalami kesulitan mulai dari penurunan pesanan, yang berarti

pekerjaan berkurang, penghasilan karyawan berkurang sampai

pemutusan hubungan kerja.

4. Faktor individu, sebagai kondisi pekerja sendiri yang akan berinteraksi

dengan kedua faktor diatas memiliki kemampuan, kebolehan dan batasan

serta sistem nilai masing-masing. Faktor ini berkaitan dengan individu

masing-masing yang berbeda satu dengan lainnya, seperti:

a. Genetik (gender, intelegensi, kepercayaan). Memang setiap orang

berbeda baik kemampuan fisik maupun kemampuan mental. Juga dari

sudut intelegensia serta kepercayaan yang diyakininya. Oleh karena itu

semua faktor tersebut harus diperhatikan jangan sampi menimbulkan

friksi.

b. ecquired (klas social, budaya,pendidikan, keterampilan, pengalaman).

Kondisi tenaga kerja harus selalu diperhatikan seperti klan mereka, dari

golongan brahmana, ksatria sering sangat berpengaruh. Demikian juga

budaya setempat, pendidikan, keterampilan maupun pengalaman

46
mereka penting sekali mendapatkan perhatian. Paling tidak dipakai

dalam menentukan kenaikan jabatan maupun dalam penilaian lainnya.

c. disposisi (personality, pandangan hidup), masing-masing tanaga kerja

sering memiliki pandangan hidup masing-masing. Ada yang ingin

mencari pengalaman seluas-luasnya, ada pula yang ingin mencari uang

tidak memikirkan apapun jenis pekerjaanya asal uangnya banyak. Ada

pula yang mempunyai pandangan asal di Bali walaupun gajinya kecil

dsb.

47
2.4 Evaluasi dan Analisa Resiko Ergonomi

Sebelum memilih program intervensi ergonomic diperlukan proses evaluasi

dan analisis ergonomi untuk mengidentifikasi permasalahan ergonomi di suatu

lingkungan kerja. Evaluasi ergonomi mencakup beberapa hal yang meliputi analisis

lingkungan kerja, postur kerja, jenis tugas/pekerjaan, pengangkatan dan

pengangkutan, faktor-faktor resiko bahaya, derajat tingkat resiko bahaya,

prioritas/focus program peningkatan, tindakan koreksi. Hal-hal yang dievaluasi

dalam ergonomi mencakup lingkungan kerja fisik, kimia, biologi maupun faktor

ergonomi.

Tujuan dilakukannya evaluasi dalam ergonomi adalah untuk mengetahui

faktor-faktor potensi tidak aman dan tidak sehat, melakukan koreksi terhadap faktor-

faktor yang menyebabkan tidak aman dan tidak sehat, serta menentukan faktor-faktor

yang memiliki resiko tinggi prioritas untuk dilakukan koreksi.

Menurut Neuman (2006) dalam satu artikel tentang ergonomic Noor

Fitrihana, menyatakan ada 8 jenis tool yang dapat digunakan untuk melakukan

evaluasi ergonomi yaitu:

 Tool untuk pengambilan keputusan strategis

 Tool untuk system kerja dan desain produk

 Peralatan uji yang digunakan untuk mengevaluasi lingkungan kerja

 Tool evaluasi yang berbasis komputer

 Checklist untuk evaluasi lingkungan kerja

48
 Kuisioner untuk mengetahui persepsi faktor-faktor yang menimbulkan resiko

 Kuisioner untuk mengetahui kesehatan dan kenyamanan

 Model ekonomi

Kekuatan otot dan keluhan pada otot merupakan salah satu indicator untuk

mengevaluasi penerapan ergonomi. Menurut artikel tersebut, ada beberapa faktpr

dari pekerjaan yang dapat mempengaruhi kekuatan otot dan biasanya menyebabkan

keluhan otot adalah:

 Posisi kerja yang tidak alamiah (awkward posture)

 Pengulangan pekerjaan pada satu jenis otot

 Penggunaan tenaga yang berlebihan

 Posisi kerja yang statis

 Terjadi kontak bagian tubuh dengan lingkungan ataupun peralatan kerja

 Metode/cara kerja

 Jam kerja yang terlalu panjang

Selain faktor diatas, ada juga yang mempengaruhi seperti faktor lingkungan

fisik, kimia dan psikososial.

Menurut buku Healt and Safety Executive (HSE, 2006) dalam artikel

ergonomi Noor Fitrihana, ada beberapa panduan langkah-langkah untuk melakukan

analisis bahaya di tempat kerja yang meliputi identifikasi sumber bahaya,

menentukan siapa yang kemungkinan terkena tersebut dan bagaimana bahaya

49
tersebut mengenai mereka, melakukan evaluasi resiko bahaya dan menentukan

program pencegahan, mendokumentasikan temuan/solusin dan

mengimplementasikannya serta meninjau ulang hasil analisis dan memperbaikinya

jika diperlukan.

Dalam melakukan program ergonomi, perlu memperhatikan beberapa prinsip

dasar, yaitu:

 Sebagai upaya proaktif untuk pencegahan terjadinya kecelakaan dan

gangguan kesehatan

 Pelaksanaannya didasarkan pada hasil ilmu pengetahuan dan hasil penelitian

yang terbaik

 Bekerjasama dengan pekerja dan departemen terkait

 Fleksibel dan hindari satu ukutan untuk semua

 Program yang dilaksanakan harus terjangkau dan sesuai kekuatan sumber

daya yang dimiliki

 Program yang dilaksanakan harus jelas, singkat dan sederhana

Sementara untuk melakkan pengendalian terhadap sumber bahaya ada 3

strategi yang dapat dilakukan meliputi:

 Pengendalian secara teknis misalnya terhadap jalur pemindahan material,

komponen dan produk, merubah proses atau benda untuk mengurangi

paparan bahaya pada pekerja, merubah layout tempat kerja, merekayasa

50
bentuk desain komponen, mesin dan peralatan, memperbaiki metode kerja

dan lainnya

 Pengendalian secara administrative misalnya dengan memberikan pelatihan

kerja, variasi jenis pekerjaan, memberikan pelatihan tentang faktor-faktor

bahaya di tempat kerja, melakukan rotasi pekerjaan, mengurangi jam kerja

dan mengatur shift kerja, memberikan istirahat yang cukup dan lainnya

 Menggunakan alat perlindungan diri misalnya masker, sarung tangan,

perlindung mesin dan lainnya.

2.5 Prinsip – Prinsip Ergonomi

Memahami prinsip ergonomi akan mempermudah evaluasi setiap tugas atau

pekerjaan meskipun ilmu pengetahuan dalam ergonomi terus mengalami kemajuan

dan teknologi yang digunakan dalam pekerjaan tersebut terus berubah. Prinsip

ergonomi adalah pedoman dalam menerapkan ergonomi di tempat kerja, menurut

Baiduri dalam diktat kuliah ergonomi terdapat 12 prinsip ergonomi yaitu:

a. Bekerja dalam posisi atau postur normal;

b. Mengurangi beban berlebihan;

c. Menempatkan peralatan agar selalu berada dalam jangkauan;

d. Bekerja sesuai dengan ketinggian dimensi tubuh;

e. Mengurangi gerakan berulang dan berlebihan;

f. Minimalisasi gerakan statis;

51
g. Minimalisasikan titik beban;

h. Mencakup jarak ruang;

i. Menciptakan lingkungan kerja yang nyaman;

j. Melakukan gerakan, olah raga, dan peregangan saat bekerja;

k. Membuat agar display dan contoh mudah dimengerti;

l. Mengurangi stres.

2.6 Aspek Ergonomi

1. Status Gizi

2. Pemanfaat Tenaga Otot

3. Sikap Tubuh

4. Kondisi Lingkungan

5. Kondisi Waktu

6. Kondisi Sosial & Budaya

7. Kondisi Informasi

8. Interaksi Manusia – Mesin

2.7 Teknologi Ergonomi

1. Hemat Energi

2. Ekonomis

3. ANSE

4. Sosiokultural

52
5. Teknis
6. Ramah Lingkungan

2.8 Balance Ergonomic


1. Task Demans
 Material Characteristics
 Task Characteristics
 Organization Characteristics
 Environment Characteristics
2. Work Capacity
 Personal Capacity
 Physiology Capacity
 Psychology Capacity
 Biomechanic Capacity
3. Perfomance
 Quality Fatigue
 Stress Accident
 Discomfort Injury
 Deceasess Productivity

2.9 Ergonomic Approach


1. Systemics
2. Holistics
3. Interdiciplinary
4. Participatory

53
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Dari hasil pembahasan yang telah diuraikan sebelumnya, penulis dapat menarik

simpulan sebagai berikut:

1. Ergonomi adalah ilmu untuk menggali dan mengaplikasikan informasi-

informasi mengenai perilaku manusia, kemampuan, keterbatasan dan

karakteristik manusia lainnya untuk merancang peralatan, mesin, sistem,

pekerjaan dan lingkungan untuk meningkatkan produktivitas, keselamatan,

kenyamanan dan efektifitas pekerjaan manusia. Pusat dari ergonomi adalah

manusia.

2. Penerapan Ergonomi di tempat kerja bertujuan agar pekerja saat bekerja selalu

dalam keadaan sehat, nyaman, selamat, produktif dan sejahtera. Untuk dapat

mencapai tujuan tersebut, perlu kemauan, kemampuan dan kerjasama yang

baik dari semua pihak.

3. Faktor resiko organisasi kerja dilaksanakan di tempat kerja adalah untuk

melaksanakan proses produksi, yang harus diikuti oleh para pekerja, pengawas,

mandor maupun para manager.Prinsip ergonomi akan mempermudah evaluasi

setiap tugas atau pekerjaan

4. Pelaksaan egronomi yang tidak tepat akan menimbulkan masalah dalam

pekerjaan

54
3.2 Saran

1. Pendekatan disiplin ergonomi diarahkan pada upaya memperbaiki performansi

kerja manusia seperti menambah kecepatan kerja, accuracy, keselamatan kerja

disamping untuk mengurangi energi kerja yang berlebihan serta mengurangi

datangnya kelelahan yang terlalu cepat. Disamping itu disiplin ergonomi

diharapkan mampu memperbaiki pendayagunaan sumber daya manusia serta

meminimalkan kerusakan peralatan yang disebabkan kesalahan manusia

(human errors). Manusia adalah manusia, bukannya mesin. Mesin tidak

seharusnya mengatur manusia, untuk itu bebanilah manusia (operator/pekerja)

dengan tugas-tugas yang manusiawi.

2. Pendekatan khusus yang ada dalam disiplin Ergonomi ialah aplikasi yang

sistematis dari segala informasi yang relevan yang berkaitan dengan

karakteristik dan perilaku manusia didalam perancangan peralatan, fasilitas dan

lingkungan kerja yang dipakai.

55
DAFTAR PUSTAKA

Atin. 2015. Masalah ergonomi ditempat kerja. (Online). (http://atin-


kuliahku.blogspot.co.id/2012/05/makalah-masalah-ergonomi-di-tempat.html?
m=1, diakses tanggal 19 Desember 2021)

Dias. 2009. Definisi dan ruang lingkup ergonomi. (Online).


(http://diasrw.blogspot.com/2009/01/difinisi-dan-ruang-lingkup.html, diakses
tanggal 19 Desember 2021)

Mangapan, Tobi. 2015. Pengenalan Ergonomi dan Faal Kerja. (Online),


(file:///E:/ergonomi/FKM%20UNHAS%202013%28REMPS
%29%20%20makalah%20k3%20ergonomi%20dan%20faal%20kerja.htm,
diakses tanggal 19 Desember 2021)

Suma’mur. 1987. Keselamatan Kerja dan Pencegahan Kecelakaan. Jakarta: CV. Haji
Masagung

Sutalaksana. 2010. Pengertian ergonomi. (Online).


(http://sobatbaru.blogspot.com/2010/03/pengertian-ergonomi.html, diakses tanggal
19 Desember 2021)

Tresnaningsih. 2007. Kesehatan dan Keselamatan Kerja Laboratorium Kesehatan.


(Online). (www.depkes.go.id, diakses tanggal 19 Desember 2021)

56

Anda mungkin juga menyukai