Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

Pengertian Iman, Islam, Ihsan, Ibadah dan Amal Sholeh Dan


Konsep Nilai-Nilai Perjuangan Muhammadiyah

Kelas : 8C
Kelompok 1
1. Afiatin Mas’ulah (1702012434)
2. Heni Sri Utami (1702012452)
3. Nurul Faizah (1702012470)

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU


KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH LAMONGAN
2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kesehatan jasmani dan rohani sehingga
kita masih tetap bisa menikmati indahnya alam ciptaan-Nya. Sholawat dan salam semoga
senantiasa tercurahkan kepada teladan kita Muhammad SAW yang telah menunjukkan kepada
kita jalan yang lurus berupa ajaran agama yang sempurna dan menjadi rahmat bagi seluruh alam.

Penulis sangat bersyukur karena telah menyelesaikan makalah yang menjadi tugas Keperawatan
Islami dengan judul pengertian Iman, Islam, Ihasan, Ibadah, dan Amal Sholeh serta nilai-nilai
perjuangan Muhammadiyah. Disamping itu, Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu hingga terselesaikannya makalah ini.

Akhir kata, penulis memahami jika makalah ini tentu jauh dari kesempurnaan maka kritik dan
saran sangat kami butuhkan guna memperbaiki karya-karya kami di waktu-waktu mendatang

Lamongan, 16 Maret 2021


BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan
untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri, dan
menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.1 Pendidikan islam
merupakan salah satu sistem dalam mengembangkan potensi peserta didik. Oleh sebab itu
Pendidikan Islam harus dilakukan secara sadar untuk mencapai tujuan yang jelas melalui
syariat Islam. Pendidikan Islam berlaku universal dan hendaknya diarahkan untuk
menyadarkan manusia bahwa diri

Diantara materi yang bersumber dari agama antara lain seperti: 1) islam, 2) iman, 3) ihsan, 4)
Ibadah dan 5) amal saleh . Berikut penjelasan dari lima aspek isi atau materi pendidikan
tersebut.

B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari Iman ?
2. Apa definisi dari Islam ?
3. Apa definisi dari Ihsan ?
4. Apa definisi dari Ibadah
5. Apa definisi dari Amal Sholeh ?
6. Bagaimanakah konsep nilai-nilai perjuangan Muhammadiyah ?
BAB 2
PEMBAHASAN

1. Pengertian Iman
Iman berasal dari Bahasa Arab dari kata dasar amana yu’minuimanan. Artinya
beriman atau percaya. Percaya dalam Bahasa Indonesia artinya meyakini atau yakin
bahwa sesuatu (yang dipercaya) itu memang benar atau nyata adanya.6 Iman dapat
dimaknai iktiraf, membenarkan, mengakui, pembenaran yang bersifat khusus.7 Menurut
WJS. Poerwadarminta iman adalah kepercayaan, keyakinan, ketetapan hati atau
keteguhan hati.8 Abul „Ala al-Mahmudi menterjemahkan iman dalam Bahasa inggris
Faith, yaitu to know, to believe, to be convinced beyond the last shadow of doubt yang
artinya, mengetahui, mempercayai, meyakini yang didalamnya tidak terdapat keraguan
apapun.9 HAR Gibb dan JH Krammers memberikan pengertian iman ialah percaya
kepada Allah, percaa kepada utusan-Nya, dan percaya kepada amanat atau apa yang
dibawa/berita yang dibawa oleh utusannya.

Bila kita perhatikan penggunaan kata Iman dalam Al- Qur‟an, akan mendapatinya
dalam dua pengertian dasar, yaitu: 1) Iman dengan pengertian membenarkan adalah
membenarkan berita yang datangnya dari Allah dan Rasul-Nya. Dalam salah satu hadist
shahih diceritakan bahwa Rasulullah ketika menjawab pertanyaan Jibril tentang Iman
yang artinya bahwa yang dikatakan Iman itu adalah engkau beriman kepada Allah,
malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, Rasul-rasul-Nya, hari kiamat dan engkau beriman bahwa
Qadar baik dan buruk adalah dari Allah SWT. 2) Iman dengan pengertian amal atau ber-
iltizam dengan amal : segala perbuatan kebajikan yang tidak bertentangan dengan hukum
yang telah digariskan oleh syara‟. Dalam sebuah ayat dalam al-quran surat al-hujarot:
ayat 15 yang Artinya: Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-
orang yang percaya (beriman) kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak
ragu-ragu dan mereka berjuang (berjihad) dengan harta dan jiwa mereka pada jalan
Allah. mereka Itulah orang-orang yang benar.

Dari ayat tersebut, dapat dikatakan bahwa Iman adalah membenarkan Allah dan
RasulNya tanpa keraguan, berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwa. Pada akhir ayat
tersebut “mereka Itulah orang-orang yang benar” merupakan indikasi bahwa pada waktu
itu ada golongan yang mengaku beriman tanpa bukti, golongan ini sungguh telah berdusta
dan mereka tidak dapat memahami hakikat iman dengan sebenarnya. Mereka
menganggap bahwa iman itu hanya pengucapan yang dilakukan oleh bibir, tanpa
pembuktian apapun. Inti pendidikan agama terletak pada pendidikan keimanan. Para
psikolog berpendapat bahwa dalam keimanan kepada allah Swt. Terdapat kekuatan
spiritual luar biasa yang dapat membantu orang beriman mengatasi kegelisahan,
ketegangan, dan kesulitan hidup di zaman modern ini.
Dunia modern yang telah dikuasai oleh kehidupan material dan di dominasi oleh
persaingan keras untuk mendapatkan materi, telah menimbulkan ketegangan, stress, dan
kegelisahan, atau bahkan penyakit kejiwaan lainnya dalam diri manusian yang miskin
akan nilai spiritual. Menurut Muhammad Nur Abdul Hafizh, setidaknya terdapat lima
pola dasar pembinaan akidah atau keimanan yang sesuai dengan petunjuk Rasulullah,
yakni : a) Membacakan kalimat tauhid kepada anak b) Menanamkan kecintaan anak
kepada Allah Swt. c) Menanamkan kecintaan anak kepada Rasulullah d) Mengajarkan
Al-Qur‟an kepada anak e) Menanamkan nilai perjuangan dan pengorbanan dalam diri
anak.

2. Pengertian Islam
Kata Islam berasal dari bahasa Arab “S-L-M” ( Sin, Lam, Mim). Artinya antara lain:
Damai, Suci, Patuh dan Taat (tidak pernah membantah). Dalam pengertian agama, kata
Islam berarti kepatuhan kepada kehendak dan kemauan Allah, serta taat kepada hukum-
Nya. Hubungan antara pengertian menurut kata dasar dan pengertian menurut agama erat
dan nyata sekali, yaitu: “Hanya dengan k epatuhan kepada kehendak Allah dan tunduk
kepada hukum-hukum-Nya seorang dapat mencapai kedamaian yang sesungguhnya dan
memperoleh kesucian yang abadi”. Islam, menurut Zuhairini, adalah menempuh jalan
keselamatan dengan yakin menyerahkan diri sepenuhnya kepada Tuhan dan
melaksanakan dengan penuh kepatuhan dan ketaatan akan segala ketentuanketentuan dan
aturan-aturan oleh-Nya untuk mencapai kesejahteraan dan kesentosaan hidup dengan
penuh keimanan dan kedamaian.

Agama Islam mempunyai pengertian yang lebih luas dari pengertian agama pada
umumnya. Di sini, kata Islam berasal dari Bahasa Arab yang mempunyai bermacam-
macam arti, diantaranya sebagai berikut:18 1) Salam yang artinya selamat, aman sentosa
dan sejahtera, yaitu aturan hidup yang dapat menyelamatkan manusia di dunia dan
akhirat. Kata salam terdapat dalam alQur‟an Surah al-An‟am ayat 54; Surah al-A‟raf
ayat 46; dan surah an-Nahl ayat 32. 2) Aslama yang artinya menyerah atau masuk Islam,
yaitu agama yang mengajarkan penyerahan diri kepada Allah, tunduk dan taat kepada
hukum Allah tanpa tawar- menawar. Kata aslama terdapat dalam al-Qur‟an surah al-
Baqarah ayat 112; surah al-Imran ayat 20 dan 83; surah an-Nisa ayat125; dan surah al-
An‟am ayat 14. 3) Silmun yang artinya keselamatan atau perdamaian, yakni agama yang
mengajarkan hidup yang damai dan selamat. 4) Sulamun yang artinya tangga, kendaraan,
yakni peraturan yang dapat mengangkat derajat kemanusiaan yang dapat mengantarkan
orang kepada kehidupan yang bahagia.
Adapun kata Islam menurut istilah (terminologi) adalah mengacu kepada agama yang
bersumber pada wahyu yang datang dari Allah SWT, bukan berasal dari manusia.
Sebagai agama sempurna, Islam datang untuk menyempurnakan ajaran yang dibawa oleh
Nabi-nabi Allah sebelum Nabi Muhammad. Kesempurnaan ajaran ini menjadi misi
profetik (nubuwwah) kehadiran Nabi Muhammad SAW. Dalam al-Qur‟an (Surah al-
Ma‟idah [5]: 3) ditemukan penegasan tentang kesempurnaan ajaran Islam. Artinya:“Pada
hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu
nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu Jadi agama bagimu.” Berdasarkan firman Allah
di atas, jelas bahwa Islam adalah agama yang sempurna, agama yang memiliki ajaran
yang mencakup semua aspek kehidupan, dan agama yang menggariskan metode
kehidupan secara utuh.

3. Pengertian Ihsan
Ihsan berasal dari huruf alif, ha, sin dan nun . Di dalam alQur‟an, kata ihsan bersama
dengan berbagai derivasi dan kata jadiannya disebutkan secara berulang -ulang.
Penyebutan tersebut terdapat sebanyak 108 kali yang disebut tersebar dalam 101 ayat dan
pada 36 surat.19 Derivasi ihsan berupa fi’il mâdhi, ahsana disebut dalam al-Qur‟an
sebanyak 9 (sembilan) kali pada 9 (sembilan) ayat dan 8 (delapan) surat. Sedangkan kata
ahsantum diulang sebanyak 2 (dua) kali pada 1 (satu) ayat dan 1 (satu) surat. Sementara
ahsanû tercantum 6 (enam) kali pada 6 (enam) ayat dan 6 (enam) surat2. Perbedaan
ungkapan tersebut terletak pada fâ’il-nya (subjek) yang secara umum terdiri dari Allah
dan manusia, baik berupa isim zhâhir maupun isim dhamîr.

Lebih lengkapnya, berikut ini adalah daftar jumlah kata ihsan dengan berbagai
derivasinya dalam al-Qur‟an Lafadz dari huruf alif, ha, sin dan nun ini, selain
menghasilkan term ihsan beserta derivasinya, juga dihasilkan pula term hasuna beserta
derivasinya. Meski memiliki makna umum yang serupa, tapi kedua makna ini tidak
berkonotasi ihsan. Ayat ihsan yang bersinggungan dengan bakti terhadap orangtua
memang mendominasi. Berdasarkan maknanya, kelima ayat tersebut dapat
dikelompokkan dalam dua kelompok. Kelompok pertama adalah ayat -ayat yang
mengandung perintah untuk berbuat baik kepada kedua orangtua (ibu-bapak) dan juga
kepada orang lain, seperti kerabat, anak yatim, orang-orang miskin, tetangga dekat,
tetangga jauh, teman sejawat, ibn sabil dan hamba sahaya, dan disertai pula dengan
perintah beribadah semata-mata hanya kepada Allah dan tidak menyekutukan-Nya
dengan sesuatu apa pun. Perintah ini secara eksplisit tertuang dalam surat alBaqarah [2] :
83

Artinya: “Dan (ingatlah) ketika Kami mengambil janji dari Bani Israil (yaitu): Janganlah
kamu menyembah selain Allah, dan berbuat baiklah kepada ibu bapak, kaum kerabat,
anak-anak yatim, dan orang-orang miskin, serta ucapkanlah kata-kata yang baik kepada
manusia.” (Q.S. al-Baqarah [2] : 83) Ayat yang disebutkan di atas menunjukkan
perbuatan ihsan yang mengarah pada bentuk perbuatan baik yang dilakukan oleh
manusia. Perbuatan baik ini secara terkhusus dilakukan sebagai bentuk ibadah
menyembah Allah sekaligus dengan diiringi bentuk perbuatan baik yang dilakukan
manusia kepada sesamanya. Bila dimaknai lebih lanjut, ibadah manusia yang dilakukan
dengan menyembah Allah dan tidak mempersekutukan Allah ini disertai dengan
kewajiban -kewajiban lain yang berhubungan dengan perbuatan baik kepada sesama
manusia. Di mana keutamaan perbuatan baik ini dilakukan terhadap kedua orangtua.

4. Pengertian Ibadah
Ibadah secara bahasa (etimologi) berarti merendahkan diri serta tunduk. Sedangkan
menurut syara’ (terminologi), ibadah mempunyai banyak definisi, tetapi makna dan
maksudnya satu. Definisi itu antara lain adalah:
1. Ibadah adalah taat kepada Allah dengan melaksanakan perintah-Nya melalui lisan para
Rasul-Nya.
2. Ibadah adalah merendahkan diri kepada Allah Azza wa Jalla, yaitu tingkatan tunduk
yang paling tinggi disertai dengan rasa mahabbah (kecintaan) yang paling tinggi.
3. Ibadah adalah sebutan yang mencakup seluruh apa yang dicintai dan diridhai Allah
Azza wa Jalla, baik berupa ucapan atau perbuatan, yang zhahir maupun yang bathin.
Yang ketiga ini adalah definisi yang paling lengkap.

Ibadah terbagi menjadi ibadah hati, lisan, dan anggota badan. Rasa khauf (takut), raja’
(mengharap), mahabbah (cinta), tawakkal (ketergantungan), raghbah (senang), dan
rahbah (takut) adalah ibadah qalbiyah (yang berkaitan dengan hati). Sedangkan tasbih,
tahlil, takbir, tahmid dan syukur dengan lisan dan hati adalah ibadah lisaniyah qalbiyah
(lisan dan hati). Sedangkan shalat, zakat, haji, dan jihad adalah ibadah badaniyah
qalbiyah (fisik dan hati). Serta masih banyak lagi macam-macam ibadah yang berkaitan
dengan amalan hati, lisan dan badan. Ibadah inilah yang menjadi tujuan penciptaan
manusia. Allah berfirman:
‫ون‬
ِ ‫ُط ِع ُم‬ ْ ‫ق َو َما أُ ِري ُد أَن ي‬ ٍ ‫ن َما أُ ِري ُد ِم ْنهُم ِّمن رِّ ْز‬hِ ‫نس ِإاَّل لِيَ ْعبُدُو‬
َ ِ ‫ت ْال ِج َّن َواإْل‬
ُ ‫َو َما خَ لَ ْق‬
ْ ْ
ُ‫ق ُذو القُ َّو ِة ال َمتِين‬ ‫هَّللا‬
ُ ‫إِ َّن َ هُ َو ال َّر َّزا‬

“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah
kepada-Ku. Aku tidak menghendaki rizki sedikit pun dari mereka dan Aku tidak
menghendaki supaya mereka memberi makan kepada-Ku. Sesungguhnya Allah Dia-lah
Maha Pemberi rizki Yang mempunyai kekuatan lagi sangat kokoh.” [Adz-Dzaariyaat: 56-
58].

Allah Azza wa Jalla memberitahukan bahwa hikmah penciptaan jin dan manusia adalah
agar mereka melaksanakan ibadah hanya kepada Allah Azza wa Jalla. Dan Allah
Mahakaya, tidak membutuhkan ibadah mereka, akan tetapi merekalah yang
membutuhkan-Nya, karena ketergantungan mereka kepada Allah, maka barangsiapa yang
menolak beribadah kepada Allah, ia adalah sombong. Siapa yang beribadah kepada-Nya
tetapi dengan selain apa yang disyari’atkan-Nya, maka ia adalah mubtadi’ (pelaku
bid’ah). Dan barangsiapa yang beribadah kepada-Nya hanya dengan apa yang
disyari’atkan-Nya, maka ia adalah mukmin muwahhid (yang mengesakan Allah). B.
Pilar-Pilar Ubudiyyah Yang Benar Sesungguhnya ibadah itu berlandaskan pada tiga pilar
pokok, yaitu: hubb (cinta), khauf (takut), raja’ (harapan). Rasa cinta harus disertai dengan
rasa rendah diri, sedangkan khauf harus dibarengi dengan raja’. Dalam setiap ibadah
harus terkumpul unsur-unsur ini. Allah berfirman tentang sifat hamba-hamba-Nya yang
mukmin:

“Dia mencintai mereka dan merekapun mencintai-Nya.” [Al-Maa-idah: 54] “Adapun


orang-orang yang beriman sangat besar cinta-nya kepada Allah.” [Al-Baqarah: 165] ‫إِنَّهُ ْم‬
‫ت‬ِ ‫ار ُعونَ فِي ْالخَ ي َْرا‬ ِ ‫“ َكانُوا يُ َس‬Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera
dalam (mengerjakan) kebaikan dan mereka berdo’a kepada Kami dengan penuh harap
dan cemas. Dan mereka adalah orang-orang yang khusyu’ kepada Kami.” [Al-Anbiya’:
90] Sebagian Salaf berkata [2], “Siapa yang beribadah kepada Allah dengan rasa cinta
saja, maka ia adalah zindiq [3], siapa yang beribadah kepada-Nya dengan raja’ saja, maka
ia adalah murji’[4]. Dan siapa yang beribadah kepada-Nya hanya dengan khauf, maka ia
adalah haruriy [5]. Barangsiapa yang beribadah kepada-Nya dengan hubb, khauf, dan
raja’, maka ia adalah mukmin muwahhid.” C. Syarat Diterimanya Ibadah Ibadah adalah
perkara tauqifiyah yaitu tidak ada suatu bentuk ibadah yang disyari’atkan kecuali
berdasarkan Al-Qur-an dan As-Sunnah. Apa yang tidak disyari’atkan berarti bid’ah
mardudah (bid’ah yang ditolak) sebagaimana sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam :
‫ َو َر ٌّد‬hُ‫ْس َعلَ ْي ِه أَ ْم ُرنَا فَه‬ َ ‫ َم ْن َع ِم َل َع َمالً لَي‬. “Barangsiapa yang beramal tanpa adanya tuntunan dari
kami, maka amalan tersebut tertolak.” [6] Agar dapat diterima, ibadah disyaratkan harus
benar. Dan ibadah itu tidak bisa dikatakan benar kecuali dengan adanya dua syarat: a.
Ikhlas karena Allah semata, bebas dari syirik besar dan kecil. b. Ittiba’, sesuai dengan
tuntunan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Baca Juga  Islam Adalah Satu-Satunya
Agama Yang Benar (2) Syarat yang pertama merupakan konsekuensi dari syahadat laa
ilaaha illallaah, karena ia mengharuskan ikhlas beribadah hanya kepada Allah dan jauh
dari syirik kepada-Nya. Sedangkan syarat kedua adalah konsekuensi dari syahadat
Muhammad Rasulullah, karena ia menuntut wajibnya taat kepada Rasul, mengikuti
syari’atnya dan meninggal-kan bid’ah atau ibadah-ibadah yang diada-adakan. Allah
Subhanahu wa Ta’ala berfirman: ‫ف َعلَ ْي ِه ْم َواَل‬ ٌ ْ‫بَلَ ٰى َم ْن أَ ْسلَ َم َوجْ هَهُ هَّلِل ِ َوهُ َو ُمحْ ِس ٌن فَلَهُ أَجْ ُرهُ ِعن َد َربِّ ِه َواَل خَ و‬
َ‫ون‬hhُ‫(“ هُ ْم يَحْ زَ ن‬Tidak demikian) bahkan barangsiapa yang menyerahkan diri sepenuhnya
kepada Allah, dan ia berbuat kebajikan, maka baginya pahala di sisi Rabb-nya dan tidak
ada rasa takut pada mereka dan mereka tidak bersedih hati.” [Al-Baqarah: 112] Aslama
wajhahu (menyerahkan diri) artinya memurnikan ibadah kepada Allah. Wahua muhsin
(berbuat kebajikan) artinya mengikuti Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Syaikhul
Islam mengatakan, “Inti agama ada dua pilar yaitu kita tidak beribadah kecuali hanya
kepada Allah, dan kita tidak beribadah kecuali dengan apa yang Dia syari’atkan, tidak
dengan bid’ah.” Sebagaimana Allah berfirman: ‫الِحًا َواَل‬h‫ص‬ َ ‫لْ َع َماًل‬h‫ا َء َربِّ ِه فَ ْليَ ْع َم‬hَ‫و لِق‬hُ‫انَ يَرْ ج‬h‫فَ َمن َك‬
‫ دًا‬h‫ا َد ِة َربِّ ِه أَ َح‬hhَ‫ ِر ْك بِ ِعب‬h‫“ ي ُْش‬Maka barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Rabb-nya maka
hendaknya ia mengerjakan amal shalih dan janganlah ia mempersekutukan sesuatu pun
dalam beribadah kepada Rabb-nya.” [Al-Kahfi: 110] Hal yang demikian itu merupakan
manifestasi (perwujudan) dari dua kalimat syahadat Laa ilaaha illallaah, Muhammad
Rasulullah. Pada yang pertama, kita tidak beribadah kecuali kepada-Nya. Pada yang
kedua, bahwasanya Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah utusan-Nya yang
menyampaikan ajaran-Nya. Maka kita wajib membenarkan dan mempercayai beritanya
serta mentaati perintahnya. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menjelaskan
bagaimana cara kita beribadah kepada Allah, dan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam
melarang kita dari hal-hal baru atau bid’ah. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam
mengatakan bahwa semua bid’ah itu sesat.[7] Bila ada orang yang bertanya: “Apa
hikmah di balik kedua syarat bagi sahnya ibadah tersebut?” Jawabnya adalah sebagai
berikut: 1. Sesungguhnya Allah memerintahkan untuk mengikhlaskan ibadah kepada-Nya
semata. Maka, beribadah kepada selain Allah di samping beribadah kepada-Nya adalah
kesyirikan. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: َ‫“ فَا ْعبُ ِد هَّللا َ ُم ْخلِصًا لَّهُ ال ِّدين‬Maka sembahlah
Allah dengan tulus ikhlas beragama kepada-Nya.” [Az-Zumar: 2] 2. Sesungguhnya Allah
mempunyai hak dan wewenang Tasyri’ (memerintah dan melarang). Hak Tasyri’ adalah
hak Allah semata. Maka, barangsiapa beribadah kepada-Nya bukan dengan cara yang
diperintahkan-Nya, maka ia telah melibatkan dirinya di dalam Tasyri’. 3. Sesungguhnya
Allah telah menyempurnakan agama bagi kita [8]. Maka, orang yang membuat tata cara
ibadah sendiri dari dirinya, berarti ia telah menambah ajaran agama dan menuduh bahwa
agama ini tidak sempurna (mempunyai kekurangan). 4. Dan sekiranya boleh bagi setiap
orang untuk beribadah dengan tata cara dan kehendaknya sendiri, maka setiap orang
menjadi memiliki caranya tersendiri dalam ibadah. Jika demikian halnya, maka yang
terjadi di dalam kehidupan manusia adalah kekacauan yang tiada taranya karena
perpecahan dan pertikaian akan meliputi kehidupan mereka disebabkan perbedaan
kehendak dan perasaan, padahal agama Islam mengajarkan kebersamaan dan kesatuan
menurut syari’at yang diajarkan Allah dan Rasul-Nya. D. Keutamaan Ibadah Ibadah di
dalam syari’at Islam merupakan tujuan akhir yang dicintai dan diridhai-Nya.
Karenanyalah Allah menciptakan manusia, mengutus para Rasul dan menurunkan Kitab-
Kitab suci-Nya. Orang yang melaksanakannya dipuji dan yang enggan melaksanakannya
dicela. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: ‫ال َربُّ ُك ُم ا ْدعُونِي أَ ْستَ ِجبْ لَ ُك ْم ۚ إِ َّن الَّ ِذينَ يَ ْستَ ْكبِرُونَ ع َْن‬
َ َ‫َوق‬
ِ ‫“ ِعبَا َدتِي َسيَ ْد ُخلُونَ َجهَنَّ َم د‬Dan Rabb-mu berfirman, ‘Berdo’alah kepada-Ku, niscaya akan
َ‫َاخ ِرين‬
Aku perkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang sombong tidak mau
beribadah kepada-Ku akan masuk Neraka Jahannam dalam keadaan hina dina.’” [Al-
Mu’min: 60] Ibadah di dalam Islam tidak disyari’atkan untuk mempersempit atau
mempersulit manusia, dan tidak pula untuk menjatuhkan mereka di dalam kesulitan.
Akan tetapi ibadah itu disyari’atkan untuk berbagai hikmah yang agung, kemashlahatan
besar yang tidak dapat dihitung jumlahnya.

5. Pengertian Amal Sholeh


Amal saleh terdiri dari dua kata yang masing-masing memiliki pengertian sendiri. Amal
adalah semua perbuatan yang dikerjakan dan dengan niat tertentu. Dalam al-Quran kata
amal jika dilihat dari maknanya sebagai perbuatan, maka berdekatan dengan beberapa
kata atau ungkapan lain. Seperti fi’il, sa’yu, shan’u, kasab, dan jarah. Letak persamaan
antara semua ungkapan tersebut adalah kesemuanya meliputi perbuatan manusia. Namun
walaupun secara makna mereka berdekatan tetapi masing-masing memiliki fokus makna
yang berbeda. Semisal antara kata amal dan . Amal memiliki makna yang lebih khusus
dari kata fi’il. Term amal hanya khusus merujuk pada perbuatan-perbuatan yang
dilakukan manusia dan hewan, sedangkan term fi’il juga digunakan untuk menunjuk
perbuatan benda-benda mati. 30Begitupun dengan ungkapanungkapan lainnya, memiliki
perbedaan makna dengan term amal. Term amal kemudian berderivasi menjadi kata
mu’amalah. Sebuah term dengan wazan yang menunjukan makna hubungan/aturan
tingkah laku antara satu manusia dengan manusia lainnya. Istilah mu’amalah ini sangat
popular dalam kajian hukum islam, saat membedakan antara prilaku manusia yang
hubungannya dengan Tuhan dan yang hubungannya dengan sesama manusia (Hubungan
dengan Allah disebut dengan ibadah dan hubungan dengan manusia disebut dengan .
Derivasi dari kata amal kepada term mu’amalah ini yang memberikan pengertian
tambahan kepada term amal bahwa di dalamnya terdapat keniscayaan perbuatan yang
mempertemukan manusia dengan manusia yang lain. Dari sini maka amal-muamalah
akhirnya terkadang disejajarkan pula dengan istilah akhlaq dan etika.Sebab semuanya
dianggap berkaitan dengan pembicaraan tentang aturan laku yang terdapat dalam
hubungan antara sesama manusia. Adapun Metode pelaksanaan amal shaleh yang bisa
diterapkan dilembaga pendidikan islam adalah dengan metode berikut; 1) Ceramah dan
Tanya Jawab 2) Demonstrasi 3) Pemberian tugas. 4) Muhasabah 5) Eksperimen 6) Talqin
7) Musyawaroh. 8) Mujahadah.
KONSEP NILAI-NILAI PERJUANGAN MUHAMMADIYAH

Muhammadiyah adalah organisasi besar yang mempunyai tradisi keagamaan yang


kuat dan sejumlah kisah sukses, sehingga mempunyai nilai yang melekat di dalam tubuh
organisasi maupun pada anggotanya. Nashir menjelaskan, jika Muhammadiyah ingin
terus eksis maka dituntut untuk memiliki nilai-nilai ideal yang meliputi (1) Penegakkan
tauhid yang murni, (2) Penyebarluasan Islam yang bersumber pada Al-Qur‟an dan
AsSunnah, dan (3) mewujudkan amal Islami dalam kehidupan, pribadi, keluarga dan
masyarakat. Landasan nilai ideal meliputi Al-Qur‟an dan As-Sunnah, paham agama
Muhammadiyah, Muqaddimah Anggaran Dasar, Matan 11 Keyakinan dan Cita-cita
Hidup, Kepribadian, Khittah, pedoman hidup Islami dan pemikiran formal lainnya.
Dengan tujuan mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. (Nashir:2006)
Nilai-nilai yang dimiliki Muhammadiyah harus ditanamkan dan disosialisasikan sehingga
menjadi karakter dalam berfikir dan bertindak. Internalisasi nilai harus dilakukan ke
dalam seluruh anggota di berbagai struktur persyarikatan dan amal usaha lebih-lebih
kepada pimpinan yang harus menjadi uswah hasanah. Dalam doktrin Al-Ma‟un menurut
Syarifuddin Jurdi, Muhammadiyah menegaskan bentuk keperpihakan pada konstruksi
masyarakat ideal, masyarakat yang khairah ummah, yang adil dan berkesinambungan.
K.H. Ahmad Dahlan telah menunjukkan bentuk Islam yang berkemajuan dengan
memaknai ajaran Islam yang diimplementasikan dalam kehidupan nyata seperti
menjunjung tinggi keadilan, gotong royong, kejujuran dan saling menghormati. (Jurdi,
Vol:2 No 2, 2011) Muhammadiyah adalah organisasi terbuka untuk semua orang
(inklusif) namun secara ideologi tertutup (eksklusif). Karena ideologi Muhammadiyah
berdasarkan Al-Qur‟an dan Hadis dan harus murni tidak boleh tercampur dengan
Tahayul, Bid‟ah, Khurofat dan syirik sesuai dengan Himpunan Putusan Tarjih (HPT).
Namun terbuka ke semua orang tanpa melihat latar belakang, akhirnya mempengaruhi
keberagaman aktivitas, pemahaman dan nilai gerakan. Sholihul Huda berpenddapat
bahwa, Muhammadiyah secara ideologi adalah tunggal namun dalam penafsiran terdapat
berbagai varian pemahaman. Konsekuensi beragam varian pemahaman ideologi
berdampak pula pada sikap keberagaman di masyarakat. Hal ini disebabkan banyak
anggota organisasi pembaharuan yang merapat di organisasi Muhammadiyah seperti Al-
Irsyad, Persis, FPI, HTI. Secara sosiologis, Muhammadiyah juga beragam seperti
penelitian yang dilakukan oleh Prof. Munir Mulkhan yang membagi menjadi MU-NU
(Muhammadiyah-NU), MUKHLAS (Muhammadiyah Ikhlas) dan MarMud
(Muhammadiyah-Marhean). (Huda, Vol 1, No 1:2016)

Anda mungkin juga menyukai