Anda di halaman 1dari 27

Paus Fransiskus: Kecerdasan adalah sebuah

karunia
Seorang Kristen menyesuaikan cara ia berpikir dengan [cara berpikir]
Allah, dan karena alasan ini [ia] menolak cara-cara berpikir yang
lemah dan dibatasi.
Hal ini merupakan tema utama homili Paus Fransiskus pada Misa
Jumat pagi [29-11-2013] di Casa Sanctae Martha. Tuhan telah
mengajar para murid-Nya untuk menjadi penuh perhatian terhadap
tanda-tanda zaman, tanda-tanda yang mana orang-orang Farisi telah
gagal untuk memahaminya.
Paus mengatakan bahwa, dalam upaya untuk memahami tanda-tanda
zaman, seorang Kristen harus berpikir tidak hanya dengan kepalanya
saja, tetapi juga dengan hati dan jiwanya. Jika tidak, dia tidak bisa
memahami “jalan Allah dalam sejarah”. Dalam Injil, Yesus sungguh
tidak menjadi marah, namun menyatakannya ketika para murid tidak
memahamiNya. Di Emmaus Dia berkata: ‘Bagaimana bodoh dan
lambatnya hati’. ‘Bagaimana bodoh dan lambatnya hati’… Dia yang
tidak memahami hal-hal akan Allah adalah seorang pribadi semacam
itu. Tuhan menghendaki kita untuk memahami apa yang terjadi, apa
yang terjadi dalam hatiku, apa yang terjadi dalam hidupku, apa yang
terjadi di dunia, dalam sejarah … Apa arti dari yang sedang terjadi
sekarang? Hal-hal ini merupakan tanda-tanda zaman itu! Di sisi lain,
roh dunia memberi kita perbandingan-perbandingan lain, karena roh
dunia tidak menginginkan sebuah komunitas: ia meinginkan sebuah
kerumunan massa, tanpa pertimbangan, tanpa kebebasan.”
Sementara roh dunia menghendaki kita untuk mengambil sebuah
“jalan yang dibatasi,” Santo Paulus memperingatkan bahwa “roh
dunia memperlakukan kita seperti dipikirnya kita kurang memiliki
kemampuan untuk berpikir bagi diri kita sendiri, ia memperlakukan
kita seperti orang-orang yang tidak bebas”: pemikiran yang dibatasi,
pemikiran yang sama, pemikiran yang lemah, sebuah pemikiran yang
menyebar begitu luas. Roh dunia tidak menghendaki kita untuk
bertanya kepada diri kita sendiri di hadapan Allah: Tapi mengapa,
mengapa hal lain ini, mengapa hal ini terjadi?’ Atau ia bisa juga
menawarkan sebuah cara berpikir Pret-à-porter [‘siap pakai’], yang
sesuai dengan selera pribadi: “Aku berpikir sebagaimana aku suka!”
Hal ini tidak apa-apa, mereka katakan …. Tapi apa yang roh dunia
tidak inginkan adalah apa yang Yesus minta dari kita: pemikiran
bebas, pemikiran dari seorang pria dan seorang wanita yang adalah
bagian dari umat Allah, dan keselamatan adalah hal ini persisnya!
Ingat akan para nabi … ‘Kamu adalah bukan orang-orang-Ku,
sekarang Aku katakan orang-orang-Ku ‘: demikian firman Tuhan. Dan
ini adalah keselamatan: untuk membuat kita orang-orang, umat Allah,
memiliki kebebasan.”
Paus Fransiskus menambahkan bahwa Yesus meminta kita untuk
“berpikir secara bebas … dalam upaya untuk memahami apa yang
terjadi.” Kebenaran itu adalah bahwa “kita tidak sendirian! Kita perlu
bantuan Tuhan”. Kita perlu “memahami tanda-tanda zaman” itu: Roh
Kudus, katanya, “memberi kita hadiah ini, sebuah karunia: kecerdasan
untuk memahami”: Jalan apa yang Tuhan inginkan? Selalu dengan roh
kecerdasan yang dengannya dapat memahami tanda-tanda zaman itu.
Adalah indah untuk meminta Tuhan akan rahmat ini, yang
mengirimkan kita roh kecerdasan ini, karena kita tidak memiliki
sebuah pemikiran yang lemah, kita tidak memiliki sebuah pemikiran
yang dibatasi dan kita tidak memiliki sebuah pemikiran yang sesuai
dengan kesukaan pribadi: kita hanya memiliki sebuah pemikiran yang
seturut dengan Allah. Dengan pemikiran ini, yang merupakan sebuah
pemikiran dari akal budi, dari hati, dan dari jiwa. Dengan pemikiran
ini, yang merupakan karunia Roh itu, [kita] mencari arti dari hal-hal,
dan untuk memahami tanda-tanda jaman dengan baik.”
Paus mengakhiri: Hal ini oleh karena itu merupakan rahmat yang
karenanya kita harus minta kepada Tuhan: “kemampuan yang
memberikan kita roh untuk “memahami tanda-tanda jaman” itu.
(AR)
Paus Fransiskus,
Domus Sanctae Marthae, 29 November 2013
Diterjemahkan dari: www.news.va

Paus Fransiskus : Skandal Pengkhotbahan


Paus Fransiskus merayakan Misa di kapel Domus Sanctae Marthae
Residensi di Vatikan, Jumat pagi ini [13-12-2013], dengan fokus
perhatiannya pada sikap beberapa orang Kristen yang tampaknya
“alergi” dengan para pengkhotbah dan terlalu bersifat mengecam
mereka yang mewartakan Injil, yang menunjukkan bahwa mereka
sering khawatir untuk membiarkan Roh Kudus ke dalam kehidupan
mereka dan karenanya rentan terhadap kesedihan yang mendalam.
Dalam perhatiannya kepada umat beriman mengikuti bacaan hari itu,
Paus Fransiskus fokus pada Injil harian, yang diambil menurut St
Matius (11:16-19). Di sana, Yesus menyamakan generasi angkatan-
Nya dengan anak-anak yang selalu tidak bahagia, yang menjelaskan
bahwa mereka [seolah], “tidak terbuka kepada Firman Allah.”
Penolakan mereka, jelasnya, bukan terhadap pesan itu, melainkan
terhadap si pembawa pesan. “Mereka menolak Yohanes Pembaptis,”
katanya, yang datang, “tidak makan dan tidak minum,” yang
mengatakan bahwa ia adalah “seorang yang kerasukan setan.” Mereka
menolak Yesus karena mereka katakan, “Dia adalah seorang pelahap,
pemabuk, sahabat para pemungut cukai dan para pendosa.” Mereka
selalu punya alasan untuk mengkritik pengkhotbah itu:
“Orang-orang dari angkatan itu lebih suka berlindung dalam sebuah
agama yang lebih rumit: dalam prinsip-prinsip moral, sebagaimana
kelompok orang-orang Farisi; dalam kompromi politik, sebagaimana
orang-orang Saduki; dalam revolusi sosial, sebagaimana orang-orang
fanatik, dalam spiritualitas gnostik, sebagaimana orang-orang Essene.
Mereka [senang] dengan kebersihan mereka, sistem mereka yang
dipoles dengan baik. Pengkhotbah itu, namun, tidak [demikian
disenangi]. Yesus mengingatkan mereka: ‘Nenek moyangmu
melakukan hal yang sama dengan para nabi. “Umat Allah memiliki
alergi tertentu terhadap para pengkhotbah Firman:. Mereka
menganiaya para nabi, [bahkan] membunuh mereka.”
Paus melanjutkan dengan mengatakan bahwa orang-orang ini
mengaku menerima kebenaran wahyu, “tetapi pengkhotbah itu,
pengkhotbahan, tidak. Mereka lebih memilih hidup yang terkurung
dalam ajaran-ajaran mereka, dalam kompromi-kompromi mereka,
dalam rencana-rencana revolusioner mereka atau dalam spiritualitas
[tak bertubuh] mereka” Mereka adalah orang-orang Kristen, yang
selalu tidak senang dengan apa yang para pengkhotbah katakan:
“Orang-orang Kristen ini tertutup, mereka terjebak, menyedihkan …
orang-orang Kristen ini tidak bebas. Mengapa? Karena mereka takut
kepada kebebasan Roh Kudus, yang datang melalui pengkhotbahan.
Hal ini, kemudian, merupakan skandal pengkhotbahan, yang mana
darinya St Paulus katakan: skandal pengkhotbahan yang berakhir
dalam skandal Salib. Bahwa Allah berbicara kepada kita melalui
orang-orang dengan keterbatasan-keterbatasan, orang-orang yang
penuh dosa, orang-orang dengan skandal: dan apa yang bahkan lebih
menjadi skandal lagi adalah itu bahwa Allah berbicara kepada kita dan
menyelamatkan kita dengan cara sebagai seorang manusia yang
mengatakan Dia adalah Putera Allah, tetapi akhir [hidup-Nya] seperti
seorang penjahat. Itulah yang menjadi skandal.”
“Orang-orang Kristen yang menyedihkan,” kata Paus Fransiskus,
“tidak percaya pada Roh Kudus, tidak percaya pada kebebasan yang
berasal dari pengkhotbahan, yang mengingatkan kalian, mengajarkan
kalian – menampar kalian juga – tapi itu adalah kebebasan yang
sangat membuat Gereja bertumbuh”:
“Melihat anak-anak ini yang takut untuk menari, menangis, [yang]
takut kepada segala sesuatu, yang meminta kepastian dalam segala
hal, saya memikirkan orang-orang Kristen yang menyedihkan ini,
yang selalu mengkritik para pengkhotbah Kebenaran, karena mereka
khawatir untuk membuka pintu kepada Roh Kudus. Marilah kita
berdoa bagi mereka, dan berdoa juga untuk diri kita sendiri, bahwa
kita tidak menjadi orang-orang Kristen yang menyedihkan, yang
memotong kebebasan Roh Kudus untuk datang kepada kita melalui
skandal pengkhotbahan itu.”
(AR)
Paus Fransiskus,
Domus Sanctae Marthae, 14 November 2013
Diterjemahkan dari: www.news.va

Paus Fransiskus: Tuhan menyelamatkan kita


dari konspirasi halus keduniawian
Mengambil inspirasi dari bacaan dalam Kitab Makabe, Paus
Fransiskus memperingatkan umat beriman untuk menjadi perhatian
dalam pencarian gaya hidup sekuler dan kesenangan – yang sering
menyerang Gereja dan menerapkan aturan-aturan yang tidak adil
terhadap umat Kristiani.
Mengacu pada bacaan pertama hari ini [18-11-2013], Paus berbicara
tentang kutipan pendek yang menggambarkan upaya orang-orang
Yahudi untuk mendapatkan kembali identitas budaya dan agama
mereka setelah Antiokhus IV Epifanes telah menekan ketaatan
hukum-hukum Yahudi dan menodai kuil itu setelah meyakinkan umat
Allah untuk meninggalkan tradisi-tradisi mereka.
Tuhan, Paus berdoa, berikan aku kearifan (discernment) untuk
mengenali konspirasi halus keduniawian yang menghantar kita kepada
negosiasi nilai-nilai kita dan iman kita.
Dalam homilinya, Paus Fransiskus memperingatkan para umat
beriman terhadap apa yang dia sebut sebagai sebuah “keseragaman
yang diglobalisasikan” yang merupakan hasil dari keduniawian
sekuler.
Seringkali ia mengatakan, umat Allah lebih memilih untuk
menjauhkan diri dari Tuhan mendukung proposal-proposal duniawi.
Dia mengatakan keduniawian adalah akar kejahatan dan dapat
mengarahkan kita untuk meninggalkan tradisi-tradisi kita dan
menegosiasikan kesetiaan kita kepada Allah yang selalu setia. Ini –
Paus menasihati – disebut murtad (pengingkaran), yang menurutnya
merupakan bentuk “penyelewengan (perselingkuhan)” yang terjadi
ketika kita menegosiasi esensi dari keberadaan kita itu: kesetiaan
kepada Tuhan.
Dan Paus Fransiskus memperingatkan bahwa hal ini terjadi saat ini.
Tergerak oleh semangat keduniawian, orang-orang menegosiasikan
kesetiaan mereka kepada Tuhan, mereka menegosiasikan identitas
mereka, dan mereka menegosiasikan persekutuan sanak keluarga
mereka yang Allah kasihi.
Dan dia berbicara tentang kontradiksi yang melekat pada kenyataan
bahwa kita tidak siap untuk menegosiasikan nilai-nilai, tetapi kita
menegosiasikan loyalitas. Sikap ini – katanya – “adalah buah iblis
yang membuat jalannya ke depan dengan semangat keduniawian
sekuler”.
Dan merujuk lagi kepada kutipan pendek dalam Kitab Makabe, di
mana semua bangsa mematuhi keputusan raja dan mengadopsi adat
kebiasaan asing dengan budaya mereka, Paus menunjukkan bahwa ini
“adalah bukan sebuah globalisasi yang indah, persatuan dari semua
bangsa, masing-masing dengan adat kebiasaan-kebiasaan mereka
sendiri tetapi dipersatukan, tetapi keseragaman globalisasi hegemonik,
itu adalah – katanya – pikiran tunggal: hasil dari keduniawian sekuler

Dan dengan mengacu pada sebuah novel abad ke-20 “Lord of the
World” [Tuhannya Dunia] yang berfokus pada semangat keduniawian
yang mengarah ke kemurtadan, Paus Fransiskus memperingatkan
terhadap keinginan untuk “menjadi seperti orang lain” dan apa yang
disebutnya sebuah”peremajaan progresivisme”. “Bagaimana menurut
kalian?” – katanya pahit – “bahwa saat ini pengorbanan-pengorbanan
manusia tidak dibuat? Banyak, banyak orang membuat pengorbanan-
pengorbanan manusia dan ada hukum-hukum yang melindungi
mereka”.
Apa yang menghibur kita – ia menyimpulkan – adalah bahwa Tuhan
tidak pernah menyangkal Diri-Nya kepada kesetiaan-Nya. “Dia
menunggu kita, Dia mengasihi kita, Dia mengampuni kita. Mari kita
berdoa semoga kesetiaan-Nya dapat menyelamatkan kita dari roh
duniawi yang menegosiasikan semuanya. Mari kita berdoa semoga
Dia melindungi kita dan memungkinkan kita untuk maju, menuntun
kita dengan tangan-Nya, seperti seorang ayah dengan anaknya.
Dengan memegang tangan Tuhan kita akan selamat”.
(AR)
Paus Fransiskus,
Domus Sanctae Marthae, 18 November 2013
Diterjemahkan dari: www.news.va

Paus Fransiskus : Semangat keingintahuan


menjauhkan orang dari Allah
Semangat keingintahuan menimbulkan kebingungan dan menjauhkan
sebuah pribadi dari Roh kebijaksanaan, yang membawa damai, kata
Paus Fransiskus dalam homilinya saat Misa Kamis pagi [14-11-2013]
di Casa Santa Marta.
Paus memulai homilinya dengan mengulas tentang bacaan pertama
dari Kitab Kebijaksanaan, yang menggambarkan “keadaan jiwa dari
pria dan wanita yang rohani”, dari umat Kristiani sejati, yang hidup
“dalam kebijaksanaan Roh Kudus. Dan kebijaksanaan ini membawa
mereka maju dengan Roh yang cerdas, suci, tunggal, beraneka ragam
dan halus ini”.
“Hal ini merupakan peziarahan dalam hidup dengan Roh ini: Roh
Allah, yang membantu kita untuk menilai, untuk membuat keputusan-
keputusan sesuai dengan hati Allah. Dan Roh ini memberikan kita
damai, selalu! Ini adalah Roh damai, Roh kasih, Roh persaudaraan.
Dan kekudusan adalah hal ini tepatnya. Hal yang Allah minta dari
Abraham-‘Berjalan di hadapan-Ku dan jadilah tak tercela’-adalah hal
ini: damai ini. Mengikuti pergerakan Roh Allah dan [Roh]
Kebijaksanaan ini. Dan pria dan wanita yang menjalani jalur ini, kita
dapat katakan mereka adalah para pria dan wanita bijaksana … karena
mereka mengikuti pergerakan kesabaran Allah.”
Dalam Injil, Paus menggarisbawahi, “kita menemukan diri kita di
hadapan roh yang lain, yang bertentangan dengan kebijaksanaan
Allah: [yaitu] semangat keingintahuan”.
“Dan ketika kita ingin menjadi para master dari proyek-proyek Allah,
dari masa depan, dari benda-benda, untuk mengetahui segala sesuatu,
untuk memiliki segalanya di tangan … orang-orang Farisi bertanya
kepada Yesus,” Kapankah Kerajaan Allah akan datang?’ [sekedar]
ingin tahu! Mereka ingin tahu tanggalnya, harinya … Semangat
keingintahuan memberikan kita jarak dari Roh kebijaksanaan karena
semua yang menarik bagi kita adalah rincian-rincian, berita-berita,
cerita-cerita kecil keseharian. Oh, bagaimana hal ini akan terjadi? Ini
adalah [tentang] bagaimananya: hal itu adalah roh bagaimana! Dan
semangat keingintahuan bukanlah sebuah roh yang baik. Ini adalah
semangat yang mengacaukan, [semangat] pemberian jarak diri
seseorang dari Allah, semangat berbicara terlalu banyak. Dan Yesus
juga memberitahu kita sesuatu yang menarik: semangat keingintahuan
ini, yang adalah duniawi, menuntun kita kepada kebingungan ”
Keingintahuan, Paus melanjutkan, mendorong kita untuk ingin merasa
bahwa Tuhan ada di sini atau lebih tepatnya di sana, atau menuntun
kita untuk berkata: “Tapi aku tahu seorang visioner [yang memiliki
penglihatan], yang menerima surat-surat dari Bunda Maria, pesan-
pesan dari Bunda Maria”. Dan Paus berkomentar: “Tapi, lihat, Bunda
kita adalah Bunda semua orang! Dan dia mencintai semua dari kita.
Dia bukanlah kepala kantor pos, yang mengirimkan pesan-pesan
setiap hari.”
Semacam tanggapan-tanggapan terhadap situasi-situasi ini, ia
menegaskan, “memberikan kita jarak dari Injil, dari Roh Kudus, dari
kedamaian dan kebijaksanaan, dari kemuliaan Allah, dari keindahan
Allah.”
“Yesus berkata bahwa Kerajaan Allah tidak datang dengan cara yang
menarik perhatian: hal itu datang dengan kebijaksanaan.”
“Kerajaan Allah ada di antara kamu,” kata Yesus, dan itu adalah
tindakan dari Roh Kudus ini, yang memberikan kita kebijaksanaan
dan kedamaian. Kerajaan Allah tidak datang dalam (sebuah keadaan
dari) kebingungan, sama seperti Allah tidak berbicara kepada nabi
Elia dalam angin, dalam badai (tapi) Dia berbicara dalam tiupan sepoi-
sepoi yang lembut, tiupan sepoi-sepoi kebijaksanaan.”
“Santa Teresa dari Kanak-kanak Yesus mengatakan bahwa dia harus
selalu menghentikan dirinya di hadapan semangat keingintahuan itu,”
katanya. “Ketika dia berbicara dengan saudari-saudari yang lain dan
saudari ini sedang bercerita tentang keluarganya, tentang orang-orang,
kadang-kadang subyeknya berubah, dan dia menjadi ingin tahu akhir
dari cerita itu. Tapi dia merasa bahwa ini adalah bukan Roh Allah,
karena itu adalah sebuah semangat yang mengacaukan, [semangat]
keingintahuan.
“Kerajaan Allah ada di antara kita: jangan mencari hal-hal aneh,
jangan mencari hal-hal baru dengan keingintahuan yang duniawi ini.
Mari kita biarkan Roh Kudus untuk memimpin kita maju dalam
kebijaksanaan itu, yang adalah seperti sebuah tiupan sepoi-sepoi yang
lembut,” katanya. “Ini adalah Roh Kerajaan Allah, yang darinya
Yesus tunjukkan. Maka jadilah itu.”
(AR)
Paus Fransiskus,
Domus Sanctae Marthae, 14 November 2013
Diterjemahkan dari: www.news.va

Paus Fransiskus: Korupsi adalah proses


pembusukan yang tertutupi dari makam
kuburan kesalahan yang ditutupi
Mereka yang tidak benar-benar bertobat dan hanya berpura-pura
menjadi orang Kristen merusak Gereja. Ini adalah kata-kata
Paus Fransiskus pada Misa Senin pagi [11-11-2013] di Santa
Marta Vatikan.
Paus Fransiskus memfokuskan homilinya pada nasihat Tuhan
untuk mengampuni saudara-saudara kita yang telah berdosa.
Yesus, katanya, tidak pernah lelah memaafkan, dan demikian
pula kita seharusnya. Seperti yang Injil katakan, jika saudara
kita menganiaya kita tujuh kali dalam satu hari, dan bertobat
setiap kali, kita harus memaafkannya.
Namun, Paus Fransiskus mengingatkan, ada perbedaan antara
menjadi seorang pendosa dan seorang yang korup. Mereka yang
berbuat dosa dan bertobat, yang meminta pengampunan, adalah
rendah hati di hadapan Tuhan. Tetapi mereka yang terus berbuat
dosa, sambil berpura-pura menjadi Kristen, menjalani sebuah
kehidupan ganda, mereka korup. Seorang Kristen yang
dermawan, Paus Fransiskus mengatakan, yang memberikan
kepada Gereja dengan satu tangan, tapi mencuri dengan tangan
yang lain dari negaranya, dari orang miskin, adalah tidak adil.
Dan Yesus berkata: “Akan lebih baik baginya jika sebuah batu
kilangan dililitkan ke lehernya dan dia dibuang ke laut”. Hal ini
karena, Paus menjelaskan, orang itu berdusta, dan “di mana ada
tipu daya, yang pasti bukan Roh Allah”.
“Kita semua harus menyebut diri kita sendiri para pendosa”,
Paus Fransiskus mengatakan, tetapi mereka yang korup tidak
memahami kerendahan hati. Yesus menyebut mereka makam-
makam yang dikapur putih (baca: kuburan kesalahan yang
ditutupi): mereka tampil cantik, dari luar, tapi di dalam mereka
penuh dengan tulang-tulang mati dan pembusukan. Dan seorang
Kristen yang membanggakan tentang menjadi Kristen, tetapi
tidak menjalani sebuah kehidupan Kristen, adalah korup.
Kita semua tahu orang-orang seperti itu, Paus Fransiskus
katakan, dan mereka merusak Gereja karena mereka tidak hidup
dalam semangat Injil, tetapi dalam semangat keduniawian. St
Paulus dalam suratnya kepada jemaat di Roma jelas mendesak
mereka untuk tidak masuk ke dalam kerangka kerja itu, ke
dalam mentalitas keduniawian, karena itu mengarah kepada
kehidupan ganda ini.
Kehidupan korup adalah sebuah”pembusukan yang tertutupi”,
kata Paus Fransiskus. Yesus tidak mengatakan bahwa orang-
orang yang korup adalah para pendosa, tetapi Ia mengatakan
mereka adalah orang-orang yang munafik. Mari kita minta Roh
Kudus, Paus Fransiskus mengakhiri, akan rahmat untuk
mengakui bahwa kita adalah para pendosa, tetapi tidak korup.
(AR)
Paus Fransiskus,
Domus Sanctae Marthae, 11 November 2013
Diterjemahkan dari: www.news.va

Paus Fransiskus: Gereja milik semua orang


Di hati Kristianitas itu adalah sebuah undangan ke pesta Tuhan.
Itu merupakan pesan Paus Fransiskus pada Misa pagi ini [05-11-
2013] di Casa Santa Marta. Paus mengatakan bahwa Gereja
“tidak hanya untuk orang-orang baik;” undangan itu menjadi
sebuah bagian yang menyangkut semua orang. Dan ia
menambahkan bahwa, pada Hari Raya Tuhan kita harus
“berpartisipasi penuh” dan dengan semua orang; kita tidak bisa
memilih-milih. Umat Kristen, kata dia, tidak bisa puas dengan
hanya berada di daftar tamu – yang tidak berpartisipasi
sepenuhnya seperti tidak ikut serta.
Bacaan-bacaan hari ini, Paus katakan, [menunjukkan] identitas
orang Kristen itu. Dia menekankan bahwa “pertama-tama dari
semua, esensi orang Kristen itu adalah undangan: kita hanya
menjadi umat Kristen jika kita diundang.” Ini adalah sebuah
“undangan bebas” dari Allah untuk berpartisipasi. Kalian tidak
dapat membayar untuk masuk ke dalam pesta itu, ia
memperingatkan: “kalian diundang atau kalian tidak bisa
masuk” Jika “dalam hati nurani kita,” katanya, “kita tidak
memiliki kepastian diundang ini” maka “kita belum mengerti
apa seorang Kristen itu”:
“Seorang Kristen adalah seorang yang diundang. Diundang
untuk apa? Ke toko? Untuk berjalan-jalan? Tuhan ingin
memberitahu kita sesuatu yang lebih: Kalian diundang
untuk ikut serta dalam pesta itu, kepada sukacita karena
diselamatkan, kepada sukacita karena ditebus, kepada
sukacita karena berbagi hidup dengan Kristus. Ini adalah
sukacita! Kalian dipanggil ke sebuah pesta! Pesta adalah
sebuah pertemuan orang-orang yang bercakap-cakap,
tertawa, merayakan, bahagia bersama-sama. Saya belum
pernah melihat seorang pun berpesta sendirian. Itu akan
membosankan, bukan? Membuka sebotol anggur… itu
bukan pesta, itu sesuatu yang lain. Kalian harus berpesta
dengan orang lain, dengan keluarga, dengan teman-teman,
dengan orang-orang-orang yang telah diundang, karena aku
diundang. Menjadi Kristen berarti persekutuan,
persekutuan dalam tubuh ini, dalam orang-orang yang telah
diundang ke pesta itu. Ini adalah persekutuan Kristiani”

Beralih ke Surat Kepada Jemaat di Roma, Paus kemudian


menegaskan bahwa pesta ini adalah sebuah “pesta persatuan.”
Dia menggarisbawahi kenyataannya bahwa semua [orang]
diundang, “yang baik dan yang buruk.” Dan yang pertama yang
diundang adalah yang terpinggirkan:
“Gereja bukan merupakan Gereja yang hanya untuk orang-
orang baik. Apakah kita ingin menjelaskan siapa yang
termasuk Gereja, pesta ini? Para pendosa. Semua dari kita
para pendosa yang diundang. Pada poin ini ada sebuah
komunitas yang memiliki karunia-karunia beragam:
seseorang memiliki karunia bernubuat, karunia lainnya
dalam pelayanan, seseorang yang mengajar … Kita semua
memiliki kualitas-kualitas dan kekuatan-kekuatan. Tetapi
masing-masing dari kita membawanya ke pesta sebuah
hadiah bersama. Masing-masing dari kita dipanggil untuk
berpartisipasi secara penuh dalam pesta itu. Eksistensi
Kristiani tidak dapat dipahami tanpa partisipasi ini. “Aku
pergi ke pesta itu, tapi aku tidak melampaui lebih jauh lagi,
karena aku hanya ingin berada dengan tiga atau empat
orang yang aku kenal … “Kalian tidak bisa melakukan ini
dalam Gereja! Kalian berpartisipasi secara penuh atau
kalian tetap berada di luar. Kalian tidak dapat memilih-
milih: Gereja adalah untuk semua orang, dimulai dengan
yang saya sudah sebutkan, [yaitu] yang paling
terpinggirkan. Ini adalah Gereja semua orang! “
Berbicara tentang perumpamaan di mana Yesus mengatakan
beberapa [orang] yang diundang mulai berdalih [mencari-cari
alasan], Paus Fransiskus berkata: ” Mereka tidak menerima
undangan itu! Mereka mengatakan ‘ya’, tapi tindakan mereka
mengatakan ‘tidak.’” Orang-orang ini, katanya, “adalah umat
Kristen yang puas untuk berada di daftar tamu itu … Orang-
orang Kristen pilihan”. Tapi, ia memperingatkan, hal ini tidak
cukup, karena jika kalian tidak berpartisipasi kalian bukan
seorang Kristen. “Kalian berada dalam daftar,” katanya, tapi ini
tidak cukup untuk keselamatan! Ini adalah Gereja: mengambil
bagian dalam Gereja adalah sebuah rahmat; mengambil bagian
dalam Gereja adalah sebuah undangan.” Dan hak ini, lanjutnya,
tidak bisa dibeli … “Mengambil bagian dalam Gereja,”
tambahnya,” adalah menjadi bagian dari sebuah komunitas,
komunitas Gereja. Mengambil bagian dalam Gereja adalah
untuk berpartisipasi dalam semua kebajikan-kebajikan, kualitas-
kualitas yang Tuhan telah berikan kepada kita dalam pelayanan
kita dari satu orang untuk yang lain.” Paus Fransiskus
melanjutkan, “Mengambil bagian dalam Gereja berarti menjadi
bertanggung jawab untuk hal-hal yang Tuhan minta dari kita”
Pada akhirnya, ia berkata, “mengambil bagian dalam Gereja
adalah mengambil bagian dalam Umat Allah ini, dalam
perjalanannya menuju keabadian.” Tidak seorang pun, dia
peringatkan, adalah protagonis Gereja: … tapi kita punya
SATU,” yang telah melakukan segalanya. Allah “adalah
protagonis itu! “Kita adalah pengikut-pengikut-Nya … dan “dia
yang tidak mengikutiNya adalah seorang yang mencari-cari
alasan dirinya” dan tidak pergi ke pesta itu:
Tuhan sangat murah hati. Tuhan membuka semua pintu.
Tuhan juga mengerti mereka yang berkata kepadaNya,
“Tidak, Tuhan, aku tidak ingin datang kepadaMu.’ Ia
mengerti dan menunggu mereka, karena Ia penuh belas
kasihan. Tetapi Tuhan tidak suka mereka yang berkata ‘ya’
namun melakukan yang sebaliknya; yang berpura-pura
berterima kasih untuk semua hal yang baik; yang memiliki
perilaku yang baik, tapi pergi dengan cara mereka sendiri
dan tidak mengikuti jalan Tuhan: mereka yang selalu
berdalih [mencari-cari alasan] sendiri, mereka yang tidak
tahu sukacita, yang tidak mengalami sukacita dari
persekutuan. Mari kita mohon kepada Tuhan atas rahmat
pengertian ini: betapa indahnya diundang ke pesta, betapa
indahnya untuk mengambil bagian di dalamnya dan berbagi
kualitas-kualitas seseorang, betapa indahnya untuk
bersamaNya dan betapa salahnya untuk bimbang antara
‘ya’ dan ‘tidak,’ mengatakan ‘ya’, tapi terpuaskan hanya
dengan menjadi seorang Kristen pada nama saja.
(AR)
Paus Fransiskus,
Domus Sanctae Marthae, 5 November 2013
Diterjemahkan dari: www.news.va

Paus Fransiskus: Allah selalu berinisiatif


untuk berjumpa dengan manusia!
Berikut adalah homili Paus Fransiskus pada penerimaan calon
katekumen dan para katekumen di penutupan Tahun Iman:
Para Katekumen terkasih,
Momen penutupan Tahun Iman ini menjumpai kalian berkumpul
di sini, dengan para katekis dan anggota keluarga kalian, juga
perwakilan banyak kaum pria dan wanita lainnya di seluruh
dunia yang berada di jalan iman kalian yang sama. Secara
spiritual, kita semua terhubung pada momen ini. Kalian datang
dari berbagai negara, dari tradisi-tradisi budaya dan
pengalaman-pengalaman yang berbeda. Namun malam ini kita
merasa kita memiliki begitu banyak kesamaan di antara kita.
Kita terutama memiliki satu: keinginan kepada Allah. Keinginan
ini dibangkitkan oleh kata-kata pemazmur: “Seperti rusa yang
merindukan sungai yang mengalir, demikianlah jiwaku
merindukan Engkau, ya Allah. Jiwaku haus kepada Allah,
kepada Allah yang hidup. Bilakah aku boleh datang melihat
wajah Allah?” (Mzm 42:1-2). Hal ini sangat penting untuk
menjaga keinginan hidup ini, kerinduan untuk melihat Tuhan
dan mengalami Dia, untuk mengalami Kasih-Nya, untuk
mengalami Rahmat-Nya! Jika seseorang tidak lagi haus kepada
Allah yang hidup, iman berada dalam bahaya menjadi sebuah
kebiasaan, ia beresiko padam, seperti api yang tidak diberi
makan. Ini beresiko menjadi “tengik”, tidak berarti.
Penjelasan Injil ini (bdk. Yoh 1:35-42) menunjukkan kita
Yohanes Pembaptis yang menunjukkan Yesus sebagai Anak
Domba Allah kepada murid-murid-Nya. Dua dari mereka
mengikuti Gurunya, dan kemudian, pada gilirannya, menjadi
para “mediator” yang memungkinkan orang lain untuk
menjumpai Tuhan, mengenal Dia dan mengikutiNya. Ada tiga
momen dalam narasi ini yang mengingatkan pengalaman
katekumenat. Pertama, ada momen mendengarkan. Kedua
murid itu mendengarkan kesaksian Pembaptis. Kalian juga, para
katekumen terkasih, telah mendengarkan orang-orang yang telah
berbicara kepada kalian tentang Yesus dan menyarankan agar
kalian mengikutiNya dengan menjadi murid-murid-Nya melalui
Baptisan. Di tengah hiruk-pikuk dari banyaknya suara yang
menggema di sekitar kalian dan di dalam diri kalian, kalian telah
mendengarkan dan menerima suara yang menunjukkan Yesus
sebagai Seseorang yang dapat memberikan makna penuh untuk
hidup kita.
Momen ke-dua adalah perjumpaan. Kedua murid itu
menjumpai Gurunya dan tinggal bersamaNya. Setelah
perjumpaannya dengan Dia, segera mereka melihat sesuatu yang
baru di dalam hati mereka: kebutuhan untuk menyampaikan
sukacita mereka kepada orang lain, supaya mereka juga bisa
bertemu denganNya. Andreas, pada kenyataannya, menemui
Simon saudaranya dan membawa dia kepada Yesus. Betapa
baiknya hal itu untuk kita renungkan! Hal ini mengingatkan kita
bahwa Allah tidak menciptakan kita untuk menjadi sendirian,
tertutup pada diri kita sendiri, tetapi dalam upaya untuk dapat
menjumpai Dia dan membuka diri kita sendiri untuk menjumpai
orang lain. Allah pertama kali datang kepada masing-masing
dari kita; dan ini luar biasa! Dia datang untuk bertemu dengan
kita! Dalam Alkitab, Allah selalu muncul sebagai Seseorang
yang mengambil inisiatif dalam perjumpaan-Nya dengan
manusia: Dialah yang mencari manusia, dan biasanya Dia
mencarinya justru ketika manusia berada dalam momen
kepahitan dan tragis karena mengkhianati Allah dan melarikan
diri dari-Nya. Allah tidak menunggu dalam pencarian-Nya: Dia
mencarinya keluar dengan segera. Dia adalah Pencari yang
sabar, Bapa kita! Dia pergi sebelum kita dan Dia menunggu kita
selalu. Dia tidak pernah lelah menantikan kita, Dia tidak pernah
jauh dari kita, tetapi Dia memiliki kesabaran untuk menunggu
momen yang terbaik untuk memenuhi masing-masing dari kita.
Dan ketika perjumpaan itu terjadi, hal itu tidak pernah tergesa-
gesa, karena Allah ingin tetap akhirnya dengan kita untuk
menopang kita, untuk menghibur kita, untuk memberi kita
sukacita-Nya. Allah bergegas menemui kita, tapi Dia tidak
pernah tergesa-gesa meninggalkan kita. Dia tetap bersama kita.
Seperti kita merindukan Dia dan menginginkan Dia, maka Dia
juga berkeinginan untuk berada bersama kita, bahwa kita boleh
menjadi milik-Nya, kita merupakan”milik”-Nya, kita adalah
makhluk ciptaan-Nya. Dia, juga, kita dapat katakan, haus akan
kita, untuk menemui kita. Allah kita haus akan kita. Dan ini
merupakan hati Allah. Adalah demikian indah mendengar hal
ini.
Bagian terakhir narasi adalah berjalan. Kedua murid-Nya
berjalan menuju Yesus dan kemudian berjalan terus menerus
bersama-sama dengan Dia. Ini adalah ajaran penting bagi kita
semua. Iman ialah berjalan dengan Yesus. Ingat ini selalu: iman
ialah berjalan dengan Yesus; dan itu adalah berjalan yang
berlangsung seumur hidup. Pada akhirnya akan ada perjumpaan
yang definitif itu. Tentu saja, pada beberapa momen di
perjalanan itu kita merasa lelah dan bingung. Tapi iman
memberi kita kepastian akan kehadiran konstan Yesus dalam
setiap situasi, bahkan yang paling menyakitkan atau sulit
dipahami sekalipun. Kita dipanggil untuk berjalan dalam upaya
untuk bisa masuk semakin dalam ke dalam misteri kasih Allah,
yang memerintah atas kita dan memungkinkan kita untuk hidup
dalam ketenangan dan pengharapan.
Para Katekumen yang terkasih, hari ini kalian memulai
perjalanan katekumenat. Permohonan saya bagi kalian adalah
untuk mengikuti itu dengan sukacita, tentunya dengan dukungan
keseluruhan Gereja, yang mengawasi kalian dengan
kepercayaan yang besar. Semoga Maria, murid yang sempurna,
menemani kalian: adalah indah untuk memiliki dia sebagai Ibu
kita dalam iman! Saya mengundang kalian untuk menjaga
antusiasme dari momen pertama itu di mana Dia membuka mata
kalian dengan terang iman; untuk mengingat, sebagaimana
murid yang dikasihiNya, hari, jam di mana untuk pertama
kalinya kalian tinggal bersama Yesus, merasakan tatapan-Nya
pada kalian. Jangan pernah lupa tatapan Yesus pada kalian; pada
kalian, pada kalian … Jangan pernah lupa tatapan-Nya! Itu
adalah sebuah tatapan kasih. Dan dengan demikian kalian akan
berada selamanya pasti di antara kasih setia Tuhan. Dia setia.
Yakinlah: Dia tidak akan pernah mengkhianati kalian!
(AR)
Paus Fransiskus,
Basilika Vatikan, 23 November 2013
Diterjemahkan dari : www.vatican.va
Paus Fransiskus: Yang paling dicari Yesus
adalah para pendosa besar!
Berikut adalah homili Paus Fransiskus pada hari Minggu
Adven Pertama 2013:
Dalam Bacaan Pertama kita dengar Nabi Yesaya berbicara
kepada kita tentang sebuah perjalanan, dan dia mengatakan
bahwa dalam hari-hari terakhir, di akhir perjalanan itu, gunung
Bait Tuhan akan berdiri sebagai gunung tertinggi. Dia
mengatakan hal ini untuk memberitahu kita bahwa hidup kita
adalah sebuah perjalanan: kita harus melakukan perjalanan ini
untuk tiba di gunung Tuhan itu, untuk berjumpa dengan Yesus.
Hal yang paling penting yang dapat terjadi pada seseorang
adalah untuk bertemu dengan Yesus: perjumpaan dengan Yesus
yang mengasihi kita, yang telah menyelamatkan kita, yang telah
memberikan hidupnya untuk kita. Perjumpaan dengan Yesus.
Dan kita sedang melakukan perjalanan dalam upaya untuk
bertemu Yesus.
Kita bisa bertanya kepada diri kita sendiri pertanyaan ini: Tapi
kapan aku bertemu Yesus? Hanya di saat akhir? Tidak, tidak!
Kita bertemu Dia setiap hari. Bagaimana? Dalam doa, ketika
kalian berdoa, kalian bertemu Yesus. Ketika kalian menerima
Komuni, kalian bertemu Yesus dalam Sakramen-sakramen.
Ketika kalian membawa anak kalian untuk dibaptis, kalian
bertemu Yesus, kalian menemukan Yesus. Dan hari ini, kalian
yang akan menerima Konfirmasi, kalian juga akan menjumpai
Yesus; maka kalian akan bertemu Dia dalam Komuni. “Dan
kemudian, Bapa, setelah Konfirmasi, Selamat tinggal?”, karena
mereka mengatakan Konfirmasi disebut “sakramen selamat
tinggal”. Apakah ini benar atau tidak? … Setelah Konfirmasi
kalian tidak pernah lagi kembali ke Gereja: benar atau salah? …
begini, begini! Bagaimana pun, setelah Konfirmasi bahkan,
seluruh hidup kita merupakan sebuah perjumpaan dengan
Yesus: dalam doa, ketika kita pergi ke Misa, dan ketika kita
melakukan perbuatan-perbuatan baik, ketika kita mengunjungi
orang sakit, ketika kita membantu kaum miskin, ketika kita
berpikir tentang orang lain, ketika kita tidak egois, ketika kita
mengasihi … dalam hal-hal ini kita selalu bertemu Yesus. Dan
perjalanan hidup itu tepatnya ialah hal ini: melakukan perjalanan
dalam upaya untuk bertemu Yesus.
Dan hari ini, itu juga merupakan sebuah sukacita bagi saya
untuk datang dan mengunjungi kalian, karena hari ini dalam
Misa ini kita semua seharusnya bertemu Yesus, dan kita akan
menjalani sebuah bagian dari perjalanan itu bersama-sama.
Ingatlah selalu hal ini: hidup adalah sebuah perjalanan. Ini
adalah sebuah jalan, sebuah perjalanan untuk bertemu Yesus.
Pada akhirnya, dan selamanya. Sebuah perjalanan di mana kita
tidak berjumpa dengan Yesus bukanlah sebuah perjalanan
Kristiani. Itu bagi orang Kristen adalah untuk terus berjumpa
dengan Yesus, untuk memperhatikan Dia, untuk membiarkan
dirinya dijaga oleh Yesus, karena Yesus mengawasi kita dengan
kasih; Dia mengasihi kita demikian sangat, Dia sangat
mengasihi kita dan Dia akan selalu menjaga kita. Untuk
berjumpa dengan Yesus juga berarti membiarkan dirinya sendiri
ditatap oleh-Nya. “Tapi, Bapa, engkau tahu,” salah satu dari
kalian mungkin berkata, “engkau tahu bahwa perjalanan ini
mengerikan bagiku, aku adalah semacam seorang pendosa, aku
telah melakukan banyak dosa … bagaimana aku dapat berjumpa
dengan Yesus?” Dan kalian tahu bahwa orang-orang yang paling
dicari Yesus adalah para pendosa paling besar; dan mereka telah
mencela Dia untuk hal ini, dan orang-orang itu – mereka yang
telah percaya diri mereka sendiri layak – akan mengatakan: ini
bukan nabi yang sesungguhnya, lihatlah persahabatan yang
menyenangkan seperti apa yang Dia jaga! Dia berada dengan
para pendosa … Dan Dia berkata: Aku datang bagi mereka yang
membutuhkan keselamatan, yang membutuhkan penyembuhan.
Yesus menyembuhkan dosa-dosa kita. Dan sepanjang jalan itu
Yesus datang dan mengampuni kita – semua dari kita para
pendosa, kita semua adalah para pendosa – bahkan ketika kita
melakukan sebuah kesalahan, ketika kita berbuat sebuah dosa,
ketika kita berdosa. Dan pengampunan yang kita terima dalam
Pengakuan dosa ini merupakan sebuah perjumpaan dengan
Yesus. Kita selalu berjumpa dengan Yesus.
Jadi mari kita maju dalam hidup seperti ini, sebagaimana Nabi
itu katakan, ke gunung itu, sampai hari itu ketika kita akan
mencapai perjumpaan terakhir itu, ketika kita akan dapat
memandang tatapan indah Yesus itu, itu begitu indah. Ini adalah
kehidupan Kristiani: berjalan, bergerak maju, bersatu sebagai
saudara dan saudari, mengasihi satu sama lain. Berjumpa dengan
Yesus. Apakah kalian setuju, sembilan dari kalian? Apakah
kalian ingin bertemu Yesus dalam hidup kalian? Ya? Hal ini
penting dalam kehidupan Kristiani. Hari ini, dengan meterai Roh
Kudus, kalian akan memiliki kekuatan yang lebih besar untuk
perjalanan itu, untuk perjumpaan dengan Yesus itu. Ambil
keberanian, jangan takut! Hidup adalah perjalanan ini. Dan
hadiah yang paling indah adalah untuk bertemu Yesus. Majulah,
beranilah!
Dan sekarang, mari kita lanjutkan dengan Sakramen Penguatan.
(AR)
Paus Fransiskus,
Paroki Romawi Santo Sirilus dari Alexandria, 1 Desember 2013
Diterjemahkan dari : www.vatican.va

Paus Fransiskus: Mereka yang menerima


Firman Allah dan taat kepada Roh-Nya
sampai ke tujuan!
Berikut adalah homili Paus Fransiskus pada Misa Kepausan
untuk Arwah Para Uskup dan Kardinal:
Dalam suasana spiritual di bulan November ini, yang ditandai
dengan kenangan akan umat beriman yang telah meninggal, kita
mengingat saudara kita para Kardinal dan para Uskup dari
seluruh dunia yang telah kembali ke Rumah Bapa dalam tahun
lalu. Sebagaimana kita persembahkan Ekaristi Kudus ini untuk
masing-masing dari mereka, mari kita mohon kepada Tuhan
untuk memberikan mereka pahala surgawi yang telah dijanjikan
kepada hamba-hamba-Nya yang baik dan setia.
Kita telah mendengarkan kata-kata St Paulus: “Sebab aku yakin,
bahwa baik maut, maupun hidup, baik malaikat-malaikat,
maupun pemerintah-pemerintah, baik yang ada sekarang,
maupun yang akan datang, atau kuasa-kuasa, baik yang di atas,
maupun yang di bawah, ataupun semua ciptaan lainnya, tidak
akan dapat memisahkan kita dari kasih Allah dalam Kristus
Yesus, Tuhan kita “(Rm 8:38-39).
Rasul menyajikan kasih Allah sebagai alasan menarik yang
terdalam dan terutama bagi kepercayaan dan pengharapan
Kristiani. Dia mencatat kekuatan-kekuatan yang berlawanan dan
misterius yang dapat mengancam perjalanan iman. Tapi segera
dia menyatakan dengan keyakinan bahwa bahkan jika seluruh
hidup kita dikelilingi oleh ancaman-ancaman, tidak ada yang
akan dapat memisahkan kita dari kasih Kristus sendiri yang
telah diperoleh bagi kita dengan pemberian total diri-Nya.
Bahkan kekuatan-kekuatan setan, yang memusuhi manusia,
berdiri tak berdaya di hadapan persatuan mesra dari kasih yang
terjalin antara Yesus dan siapa saja yang menerima Dia di dalam
iman.
Realitas kasih setia yang Allah punya untuk masing-masing dari
kita ini membantu kita untuk menghadapi perjalanan hidup
sehari-hari, yang kadang-kadang berlalu dengan cepat dan pada
waktu lain adalah lambat dan melelahkan, dengan ketenangan
dan kekuatan.
Hanya dosa manusia dapat mematahkan ikatan ini, namun
bahkan dalam hal ini Allah akan selalu mencari manusia, Dia
akan mengejarnya dalam upaya membangun kembali sebuah
persatuan dengan Dia yang bertahan bahkan setelah kematian;
memang, sebuah persatuan yang mencapai puncaknya di akhir
perjumpaan dengan Bapa. Kepastian ini memberikan arti baru
dan penuh kepada kehidupan duniawi dan membuka kita kepada
pengharapan akan kehidupan setelah kematian.
Pada kenyataannya, setiap kali kita dihadapkan dengan kematian
dari seorang yang dicintai atau seseorang yang kita kenal dengan
baik, muncul pertanyaan dalam diri kita: “Apa yang akan terjadi
dalam hidupnya, karyanya, pelayanannya dalam Gereja?” Kitab
Kebijaksanaan memberitahu kita: mereka berada di tangan
Allah! Tangan-Nya merupakan sebuah tanda sambut kedatangan
dan perlindungan, itu adalah sebuah tanda dari sebuah hubungan
pribadi dari rasa hormat dan kesetiaan: memberikan tangan,
menjabat tangan seseorang. Sekarang, para pastor yang giat
bersemangat ini yang telah mendedikasikan hidup mereka untuk
melayani Allah dan saudara-saudara mereka, berada di tangan
Allah. Semua yang yang memprihatinkan mereka dirawat
dengan baik dan tidak akan berkarat oleh kematian. Semua hari-
hari mereka, yang ditenun oleh mereka dengan sukacita dan
penderitaan, pengharapan dan perjuangan, kesetiaan kepada Injil
dan kepenuhan hasrat bagi keselamatan rohani dan materi dari
kawanan yang dipercayakan kepada mereka, berada di tangan
Allah.
Bahkan dosa-dosa mereka, dosa-dosa kita, berada di tangan
Allah; tangan-tangan-Nya yang penuh belas kasihan, tangan-
tangan-Nya yang “terluka” demi kasih. Hal tersebut bukanlah
secara kebetulan bahwa Yesus berniat memelihara luka-luka itu
di tangan-Nya untuk memungkinkan kita mengetahui dan
merasakan belas kasihan-Nya. Dan ini adalah kekuatan kita,
pengharapan kita. Kenyataan ini, kepenuhan pengharapan,
adalah harapan dari akhir kebangkitan-Nya, dari kehidupan
kekal yang kepadanya “keadilan” itu, mereka yang menerima
Firman Allah dan taat kepada Roh-Nya, sampai pada tujuan.
Hal ini adalah bagaimana kita ingin mengingat saudara kita, para
Kardinal dan Uskup yang telah meninggal dunia. Ketika para
pria telah mengabdikan dirinya kepada panggilan mereka dan
kepada pelayanan mereka untuk Gereja, yang telah mengasihi
sebagai seseorang yang mengasihi seorang mempelai. Dalam
doa mari kita percayakan mereka kepada belas kasihan Tuhan,
melalui perantaraan Bunda Maria dan St Yusuf, agar semoga Ia
menerima mereka ke dalam Kerajaan terang dan damai-Nya, di
mana keadilan dan mereka yang menjadi saksi setia Injil, hidup
abadi. Dan marilah kita juga berdoa untuk diri kita sendiri,
semoga Tuhan mempersiapkan kita untuk perjumpaan ini. Kita
tidak tahu tanggalnya, tapi kita tahu benar bahwa perjumpaan itu
akan datang.
(AR)
Paus Fransiskus,
Basilika Vatikan, 4 November 2013
Diterjemahkan dari : www.vatican.va

Anda mungkin juga menyukai