Anda di halaman 1dari 42

REFLEKSI KASUS DAN CASE BASED DISCUSSION

Kepaniteraan Klinik Bagian Kedokteran Jiwa

Prodi Profesi Dokter Fakultas Kedokteran


Universitas Islam Sultan Agung Semarang

Periode Daring 11 Mei – 23 Mei 2020

Disusun oleh :

Khenza Nur Hasanah


30101507478

Pembimbing Klinik :
dr. Elly Noerhidajati, Sp. KJ

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2020

1
FORMAT STATUS PSIKIATRI

PEMERIKSAAN RIWAYAT PSIKIATRI


A. IDENTITAS
I. Identitas Pasien
Nama : Tn. T
Umur : 30 tahun
Tempat/tanggal lahir : Yogyakarta, 01 Januari 1990
Jenis kelamin : Laki-Laki
Alamat : Yogyakarta
Agama : Islam
Suku bangsa : Jawa
Pendidikan terakhir : S1
Pekerjaan : pegawai Bank
Status pernikahan : Sudah Menikah
Tanggal periksa : 21 Mei 2020
No. RM : 0458xxx
II. Identitas Pengantar
Nama : Ny. A
Umur : 28 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Yogyakarta
Agama : Islam
Suku bangsa : Jawa
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Hubungan dengan pasien : Istri (kedua)

B. KELUHAN UTAMA
- Autoanamnesis : Pasien mengeluh mudah lelah

C. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien mengeluhkan mudah lelah sejak 1 bulan yang lalu. Keluhan dirasakan
hampir setiap hari dan hilang timbul. Rasa lelah timbul ketika pasien melalukan
aktivitas ringan, seperti membersihkan tempat tidur dan menghilang ketika pasien

2
sudah beristirahat. Selain mudah lelah pasien juga mengeluhkan tidurnya menjadi
terganggu, dan nafsu makan berkurang. Keluhan ini dirasakan sejak 12 bulan yang
lalu setelah istri pasien meninggal dalam kecelakaan mobil yang terjadi di jalan raya
solo- Yogyakarta km 15. Saat kecelakaan mobil yang menewaskan istri pasien, pasien
sedang berada diluar kota untuk mengikuti rapat tahunan yang diadakan oleh bank
tersebut. Pasien mengatakan ketika ia teringat oleh istrinya pasien akan merasa sulit
berkonsentrasi, sehingga pekerjaannya terganggu, hal ini menyebabkan pasien kadang
ditegur oleh atasannya di bank dan membuat pasien merasa tidak beguna. Hubungan
pasien dengan teman – teman kerja masih baik dan sering mengobrol. Pasien masih
makan 3 kali dalam sehari, mandi 2 kali dalam sehari secara mandiri. Setelah
kematian istrinya, saat waktu luang pasien tidak melakukan hobinya yaitu bermain
catur, karena saat bermain catur pasien akan berasa sedih karena teringat oleh istrinya.
Pasien menyangkal adanya rasa ingin bunuh, merasa bersalah. Pasien juga
menyangkal mendengarkan suara bisikan – bisikan, bayang – bayangan atau hal – hal
lain yang tidak terlihat orang lain. Pasien juga menyangkal merasa badan atau pikiran
seperti ada yang mengendalikan atau perassaan aneh.
6 bulan setelah istri pasien meninggal, teman satu kantor pasien mengenalkan
pasien kepada wanita lain. Awalnya pasien enggan untuk berkenalan karena masih
teringat oleh istrinya yang meninggal, tetapi teman pasien tetap terus berusaha untuk
mendekatkan mereka. 3 bulan kemudian, pasien dan wanita tersebut menikah.
Beberapa hari setelah hari pernikahan, pasien merasakan ada hal yang berbeda
terumata saat melakukan hubungan suami istri. Pasien mengatakan saat berhubungan
intim dengan istrinya, pasien kesulitan untuk memasukan alat kelaminnya kedalam
kelamin istrinya dikarenakan pasien merasa alat kelaminnya tidak kaku. Pasien
mengatakan hubungan sexual yang dilakukan dengan istrinya termasuk rutin, karna
dilakukan 3 kali dalam seminggu, dengan durasi waktu berkisar 1,5 jam. Keluhan
yang dirasakan pasien berlangsung terus menerus ketika hendak melakukan aktivitas
seksual, tetapi pasien kadang merasakan alat kelaminnya menjadi kaku (ereksi) secara
tiba- tiba dan terumata terjadi pada pagi hari. Pasien mengatakan bahwa sebelumnya
tidak pernah merasakan hal seperti ini. Pasien mengatakan tidak adanya
penghindaraan saat akan melakukan hubungan intim dengan istrinya, juga pasien
mengatakan masih memiliki hawa nafsu kepada istrinya dan tidak merasakan rasa
nyeri pada kemaluan saat sebelum, selama dan setelah melakukan hubungan intim
dengan istrinya. Keluhan yang dirasakan pasien mengakibatkan pasien merasa tidak

3
berguna dan hubungan pasien dengan istri menjadi sedikit renggang. Pasien merasa
bahwa keluhannya yang dirasakannya saat ini memiliki hubungan dengan perasaan
yang di rasakannya dalam 1 tahun kebelakang. Pasien masih dapat bekerja sebagai
pegawai bank walaupun aktivitas social dengan rekan kerjanya sedikit merenggang.
Saat ini pasien sudah tidak lagi memanfaatkan waktu luangnya untuk bermain catur .
Pasien makan 2 kali sehari setelah diminta untuk makan dan mandi 2 kali sehari
secara mandiri.
Pasien menyadari bahwa kondisinya mengganggu kehidupan sehari-hari
terutama hubungannya dengan sang istri sehingga pasien memutuskan untuk pergi ke
dokter umum agar keluhannya dapat disembuhkan dan pasien dapat beraktivitas
seperti sediakala. Setelah pemeriksaan dokter tidak menemukan adanya kelainan fisik
pada pasien dan meminta pasien untuk datang ke poli Kejiwaan RSUP Dr Sardjito.
Pada tanggal 21 Mei 2020 pasien datang ke Poli Kejiwaan RSUP Dr Sardjito
Yogyakarta dengan keluhan mudah lelah sejak 1 bulan yang lalu. Keluhan dirasakan
hampir setiap hari, rasa lelah timbul ketika pasien melakukan aktivitas yang ringan.
Selain lelah pasien mengeluhkan tidur terganggu, nafsu makan berkurang, perasaan
tidak berguna yang terjadi sejak 1 tahun terakhir. Pasien juga mengalami gangguan
saat hendak melalukan hubungan seksual dengan istrinya, sehingga hubungan pasien
dengan istrinya menjadi renggang.

D. Riwayat Penyakit Dahulu


1. Riwayat penyakit/gangguan psikiatrik : baru pertama kali sakit
2. Riwayat penyakit medis umum :
- Hipertensi : Disangkal
- Diabetes Mellitus : Disangkal
- Hipotiroidisme : Disangkal
- Anemia :Disangkal
- Jantung : Disangkal
- Asma : Disangkal
- Trauma Kepala : Disangkal
- Penyakit Lain : Disangkal
3. Riwayat penggunaan Alkohol, Rokok, dan zat lainnya : Disangkal
4. Riwayat penggunaan obat-obat:

4
- Penggunaan barbiturate lama :Disangkal
- Imipramine :Disangkal
- Fenotiazine : Disangkal

E. Kurva GAF

KURVA GAF

100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
tertinggi satu tahun terakhir Mutakhir Sumbu X

KURVA GAF

F. Riwayat Pramorbid dan Pribadi


1. Riwayat Kehamilan dan Persalinan
Pasien merupakan anak kedua dari dua bersaudara. Pasien memiliki satu
kakak laki-laki yang lebih tua 2 tahun diatasnya. Kehamilan direncanakan dan
diinginkan, ibu pasien sehat secara fisik dan mental, sering memeriksakan
kandungannya ke dokter spesialis obgyn. Tidak mengkonsumsi alkohol, zat
terlarang lainnya, hanya mengonsumsi obat-obatan (asam folat) dari dokter
spesialis obgyn selama hamil. Pasien lahir spontan, cukup bulan tanpa penyulit
dan ditolong oleh dokter spesialis obgyn langsung menangis, tidak ditemukan
cacat fisik. Berat badan dan Panjang badan normal. Tidak ada trauma saat
persalinan. Pasien diasuh sendiri oleh orang tuanya.
2. Riwayat Masa Anak-anak Awal (sejak lahir sampai usia 3 tahun)

5
Riwayat tumbuh kembang pasien seperti berinteraksi dengan ibunya berjalan
baik. Selama masa perkembangan makananya, pasien diberi ASI esklusif sampai
6 bulan dan diberi MPASI oleh ibunya. Perilaku pasien sama dengan teman
seusianya. Hubungan dengan teman sebayanya baik tetapi pasien memiliki sedikit
teman dekat. Pasien dapat berjalan pada usia 11 bulan, lancar bicara usia 2 tahun,
toilet training dimulai usia 3 tahun, terkadang pasien suka mengompol waktu
tidur malam hari. Interaksi dengan orangtua dan sekelilingnya baik. Pasien
dirawat sendiri oleh orang tuanya. Tidak ada riwayat mimpi berulang.
3. Riwayat Masa Anak-anak Pertengahan (usia 3-11 tahun)
Pertumbuhan dan perkembangan sesuai dengan teman seusianya. Pasien merasa
dirinya laki-laki. Didikan Ayah dan ibu pasien disiplin dan kaku, terkadang ayah
pasien mencubit dan meninggikan nada bicaranya bila pasien melakukan
kesalahan. Orang tua pasien selalu mengajarkan tentang kebersihan dan kerapian,
misalnya merapikan buku setelah belajar, melipat selimut dan menata tempat
tidur setelah bangun tidur, mencuci tangan sebelum makan. Pasien memiliki
teman dekat saat duduk dibangku SD. Pasien diajarkan untuk sholat 5 waktu dan
mengaji setelah sholat.
4. Riwayat Masa Anak-anak Akhir-Remaja (usia 11 – 17 tahun)
Pertumbuhan dan perkembangan pasien sesuai dengan teman seusianya. Pasien
memiliki beberapa teman dan teman dekat. Pasien tidak pernah mengkonsumsi
alkohol serta zat lainnya, pasien juga tidak merokok. Pasien mulai menyukai
lawan jenis sejak lulus SMP. Pasien pernah berpacaran sebanyak 6 kali selama
SMA, pasien berpacaran dengan teman satu sekolahnya dengan rata-rata
berpacaran selama 4 bulan. Pasien mengatakan bahwan pasien tidak dapat
berpacaran yang berlangsung lama dikarenakan pasien merasa bosan. Saat
memutuskan hubungannya dengan pacarnya, pacar pasien tidak marah karena
pasien sudah terkenal memiliki sifat bergonta-ganti pacar. Walaupun begitu
pasien termasuk orang yang cukup pandai di kelasnya, sehingga teman-teman dan
guru menyukainya. Pasien pertama kali mimpi basah usia 13 tahun, pertumbuhan
sekunder pasien tidak terlambat.

5. Masa dewasa (lebih dari 17 tahun)


a. Riwayat Pendidikan
- SD : ditempuh 6 tahun tanpa tinggal kelas

6
- SMP : ditempuh 3 tahun tanpa tinggal kelas
- SMA : ditempuh 3 tahun tanpa tinggal kelas
- Universitas : S1 ditempuh selama 3,5 tahun

b. Riwayat Pekerjaan
Pasien mulai bekerja langsung setelah lulus kuliah di suatu perusahaan bank
swasta di Yogyakarta sebagai credit analysis department. Pasien merasa
nyaman dengan pekerjaan tersebut karena sesuai dengan cita-cita yang dia
inginkan. Kepala tim sekali menegur pasien karena pasien melakukan
kesalahan input data tetapi pasien tidak merasa bersalah. Namun, hasil kerja
pasien selama ini cukup baik, sehingga pasien tidak sampai mendapatkan
sanksi dari perusahaan bank tersebut.
c. Riwayat Pernikahan
Pasien sudah menikah ini merupakan pernikahan yang ke 2 kali. Pernikahan
pertama dan kedua terjadi sah secara hukum. pernikahan pertama terjadi pada
tahun 2015, saat pasien berusia 25 tahun, istri pasien meninggal pada dalam
kecelakaan mobil ( tahun 2019). Pasien menikah lagi di tahun 2020.
d. Riwayat Keagamaan
Pasien beragama Islam dan menjalani ibadah dengan baik. Sejak kecil pasien
sudah diajarkan kedua orang tuanya untuk sholat 5 waktu dan mengaji.
e. Riwayat Hukum
Pasien tidak pernah terlibat masalah hukum dan tidak pernah ditahan.
f. Riwayat Aktivitas Sosial
Hubungan pasien dengan keluarga dan tetangga baik dan sering
berkomunikasi, pasien terkadang terlibat dalam kegiatan di lingkungannya.
Pasien tidak mengikuti organisasi yang ada di sekolah karena pasien merasa
tidak dapat bertanggung jawab jika mendapatkan suatu tanggung jawab.
g. Situasi hidup sekarang
Pasien tinggal di rumah lantai 2 di Yogayakarta Bersama dengan istrinya.
Pendapatan keluarga pasien berasal dari pekerjaannya sebagai credit analysis
department. Ibu,ayah dan adiknya tinggal di Bandung.
h. Riwayat Psikoseksual

7
Pasien cukup aktif berhubungan seksual dengan istri pertamanya, tetapi
ketika menikah untuk kedua kalinya, hubungan seksual pasien terjadi
kendala. Orang tua pasien memberi pengertian tentang perkembangan
seksual pasien. Pasien tidak pernah mengalami pelecahan dan kekerasan
seksual. Orientasi seksual pasien adalah laki-laki. Tidak pernah berhubungan
dengan sesama jenis.

g. Riwayat Keluarga
Di keluarga pasien tidak ada yang memiliki penyakit yang sama dengan
pasien.

Ny B(1990-2015)

Kecelakaan
Pasien tn
T (1990)

8
PEMERIKSAAN STATUS MENTAL
A. Penampilan
Seorang laki-laki usia 30 tahun, tampak sehat, sesuai usia, kebersihan dan kerapian
baik.
B. Kesadaran
- Psikiatri : jernih
- Sensorium : compos mentis
a. Tingkah laku b. Sikap
Hipoaktif ( - ) Apatis ( - )
Kooperatif ( + )
Hiperaktif ( - )
Negativisme ( - )
Normoaktif ( + ) Permusuhan ( - )
Stupor ( - ) Dependent ( - )
Pasif ( - )
Agresif ( - ) Aktif ( - )
Verbigrasi ( - ) Rigid ( - )
Perseverasi ( - )
Eshoprasi ( - )
Escholalia ( - )
C. Mood dan Afek
A. Mood ( - ) 2. Afek
Eutimik ( - ) Serasi ( + )
Tidak serasi ( - )
Hipertimik ( - )
Datar ( - )
Hipotimik ( - ) Tumpul ( - )
Disforik ( + ) Labil ( - )

Tension ( - )

9
D. Pembicaraan
1. Kualitas : Koheren
2. Kuantitas : intonasi jelas, artikulasi jelas, volume dan isi baik
E. Sikap terhadap pemeriksa
Kooperatif
F. Kontak psikis
Ada, wajar dan dapat dipertahankan
G. Persepsi dan Gangguan Persepsi
1. Persepsi normal/ tidak ada gg psikologi fgs jiwa/mental
2. Halusinasi : tidak ada
i. Visual ( - )
ii. Auditorik ( - )
iii. Olfaktorik ( - )
iv. Taktil ( - )
v. Haptik ( - )
vi. Gustatorik ( - )
3. Ilusi : tidak ada
i. Visual ( - )
ii. Auditorik ( - )
iii. Olfaktorik ( - )
iv. Taktil ( - )
v. Haptik ( - )
4. Depersonalisasi ( - )
5. Derealisasi ( - )
H. Gangguan proses pikir
1. Bentuk pikir : realistik/non-realistik/autistik
2. Arus pikir v. Hedonisme ( - )
i. Flight of idea ( - ) vi. Retardasi ( - )
Asosiasi longgar ( - ) vii. Regresi ( - )
ii. Inkoherensi ( - ) viii. Blocking ( - )
iii. Sirkumstansial ( - ) ix. Prevalensi ( - )
iv. Koheren ( + ) x. Verbigerasi ( - )
3. Isi pikir : tidak ada gangguan isi pikir
 Tough of echo ( - )
10
 Tough of invertion ( - )
 Tough of withdrawal ( - )
 Tough of broadcasting ( - )
 Delution of control ( - )
 Delution of influence ( - )
 Delution of pasivity ( - )
 Delution of perception ( - )
 Waham somatik ( - )
 Waham kebesaran ( - )
 Waham kejar ( - )
 Waham curiga ( - )
 Waham berdosa ( - )
 Waham magistik ( - )
 Miskin isi pikir ( - )
 Fobia ( - )
 Obsesif kompulsif ( - )
 Preocupation ( - )
I. Sensorium dan Kognisi
Sensorium (kesadaran, perhatian) kognisi (daya ingat, daya pikir, daya belajar)
1. Kesadaran :
- Kuantitatif (medis umum) : kompos mentis
- Kualitatif (psikiatrik) : jernih
2. Orientasi
a. Tempat : Baik
b. Waktu : Baik
c. Personal : Baik
d. Situasional : Baik
3. Daya ingat
a. Segera : Baik
b. Sesaat : Baik
c. Jangka panjang : Baik
4. Konsentrasi : Baik

11
5. Perhatian : Baik
6. Pikiran abstrak : Baik
- Menilai konsep dan gagasan pasien (peribahasa)
7. Pikiran konkrit : Baik
- ada objeknya
8. Baca tulis : Baik
9. Visuospasial : Baik
10. Daya nilai : Baik
J. Pengendalian impuls : Baik
K. Reliabilitas : Reliable
L. Pertimbangan (judgement) : Baik
M. Tilikan (insight) : 6 (kesadaran emosional tentang motif` dan perasaan
didalam diri pasien dan orang – orang penting dalam kehidupannya,yang dapat
menyebabkan perubahan dasar dalam perilaku).

12
PEMERIKSAAN FISIK
A. Pemeriksaan fisik umum
1. Kesadaran umum : Kompos mentis
2. Tanda vital
 Tek. Darah :120/80 mmHg
 Nadi : 90 x/menit
 Suhu : 36,50C
 Pernafasan : 20 x/menit
3. Status gizi : kesan gizi cukup
 /Berat Badan : 75 kg
 Tinggi Badan : 175 cm
 Indeks Massa Tubuh: 24,91 kg/m2 (kesan gizi cukup)
4. Kulit : tidak ada sikatrik, tidak ada tanda peradangan
5. Kepala : mesocephal, nyeri tekan -, massa -
6. Mata : refleks cahaya +/+, diameter pupil 3/3mm, isokor +/+
7. Telinga : nyeri tekan -/-, discharge -/-
8. Hidung : hipertrofi konka -/-, corpus alienum -/-, sekret -/-, dbn
9. Tenggorokan : hiperemis -/-, T1/T1, detritus -/-
10. Leher : pembesaran KGB -/-
11. Thorax : dalam batas normal
a. Inspeksi :
 Pergerakan dinding dada simetris.
 Retraksi intercostal (-/-).
 Penggunaan otot-otot bantu pernapasan (-)
b. Palpasi :
 Nyeri tekan (-/-), tidak teraba massa
 Vokal fremitus positif di kedua lapang paru.
 Iktus cordis : tidak dilakukan
c. Perkusi : Sonor seluruh lapang paru
d. Auskultasi : Vesikuler +/+, ronkhi -/- , wheezing -/- , suara jantung I, II
normal, murmur (-), gallop (-)
12. Abdomen : dalam batas normal
 Inspeksi : datar, hiperemis -/-
 Auskultasi : bising usus (+) Normal (6x/menit)

13
 Palpasi :
nyeri tekan -/- regio epigastrium
Hepar : Tidak teraba pembesaran
Lien : Tidak teraba
Ballotement : -/-
 Perkusi : timpani
13. Urogenital : BAK + (frekuensi, warna, kuantitas cukup)
14. Ekstremitas : akral hangat , sianosis -/-

B. Pemeriksaan neurologis
1. GCS : E4V5M6
2. Kaku kuduk : (-)
3. Nervus craniales : dalam batas normal
4. Motorik : 5/5
5/5
5. Sensorik : +/+
+/+
6. Refleks fisiologis : +/+
+/+
7. Refleks patologis : -/-
-/-

PEMERIKSAAN PENUNJANG/PELENGKAP/TAMBAHAN/PENENTU
A. Pemeriksaan penunjang terkait psikatrik
Hamilton Rating Scale for Depression (15)  14-18 depresi sedang
B. Pemeriksaan penunjang terkait medis umum
1. Pemantauan tumescence penis
2. Pletismograf penis/ flowmeter
3. Uji toleransi glukosa( GDS,GD2PP, TTGO)
4. Uji fungsi hati ( SGOT, SGPT)
5. Uji tiroid(T3, T4, TSh)
6. Erectile Dysfunction Intensity Scale (EDIS) 6 ( disfungsi ereksi berat)

14
FORMULASI DIAGNOSIS
Seorang laki-laki berusia 30 tahun berpenampilan sesuai dengan usianya, kerapian
dan kebersihan cukup.
- AXIS I
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik didapatkam pasien seorang laki-
laki, berusia 30 tahun, penampilan sesuai usia, kebersihan dan kerapian cukup.
Didapatkan keluhan pasien mengalami mudah lelah (keluhan utama) sulit tidur
dan nafsu makan berkurang, sulit berkonsentrasi. Keluhan ini terjadi 1 tahun
setelah istri pasien meninggal dunia. Sembilan bulan kemudian pasien menikah lagi
dengan wanita yang di jodohkan oleh teman satu kantornya. Pasien mengatakan saat
berhubungan intim dengan istrinya, pasien kesulitan untuk memasukan alat
kelaminnya kedalam kelamin istrinya dikarenakan pasien merasa alat
kelaminnya tidak kaku. Keluhan yang dirasakan pasien berlangsung terus menerus
ketika hendak melakukan aktivitas seksual, tetapi pasien kadang merasakan alat
kelaminnya menjadi kaku (ereksi) secara tiba- tiba dan terumata terjadi pada pagi
hari. Pasien mengatakan tidak adanya penghindaraan saat akan melakukan
hubungan intim dengan istrinya, juga pasien mengatakan masih memiliki hawa
nafsu kepada istrinya dan tidak merasakan rasa nyeri pada kemaluan saat
sebelum, selama dan setelah melakukan hubungan intim dengan istrinya
Berdasarkan pemeriksaan Status Mental: kontak psikis ada dan wajar, dapat
dipertahankan, kesadaraan pskiatri jernih, kesadaran sensorium komposmentis,
tingkah laku normoaktif, sikap kooperatif, mood disforik, afek serasi, pembicaraan
(kualitas: pembicaraan jelas, intonasi sedang, volume cukup, kecepatan cepat,
astikulasi jelas) kuantitas cukup, halusinasi dan ilusi disangkal. Bentuk pikir realistik,
arus pikir koheren, tidak terdapat gangguan isi pikir. Orientasi dan daya ingat baik,
perhatian dan konsentrasi baik dapat dipertahankan. Tilikan 6. Pemeriksaan Fisik 
Normal,Tidak terdapat gangguan organik

15
Gejala kurang atau hilangnya nafsu seksual(2) hilangnya nafsu seksual
merupakan masalah utama dan tidak merupakan gangguan sekunder dari kesulitan
seksual lainnya, seperti kegagaglan ereksi atau dispareuni pada pasien ini tidak
ditemukannya kehilangan nafsu seksual, sehingga F52.0 Kurang atau hilangnya
nafsu seksual dapat disingkirkan.
Gejala penolakan dan kurangnya kenikmatan seksual seperti penolakan
seksual, adanya perasaan negative terhadap interaksi seksual, sehingga aktivitas
seksual dihindarkan pada pasien ini juga tidak ditemukannya penolakan pada
interkasi seksual dengan sang istri, sehingga f52.1 Penolakan dan kurangnya
kenikmatan seksual dapat disingkirkan
Gejala dispareuni non organic pasien tidak merasakan nyeri pada waktu
berhubungan seksual sehingga F52.6 dispareuni non organic dapat disingkirkan
Sesuai dengan pedoman diagnosis gangguan jiwa PPDGJ III
F52.2 Kegagalan dari respon genital
Point 1 : pada pria masalah utama ialah disfungsi ereksi, misalnya
kesukaran untuk terjadinya, atau mempertahankan ereksi yang
memadai untuk suatu hubunag seksual yang memuaskan

Pasien mengeluhkan mudah lelah sejak 1 bulan yang lalu. Keluhan dirasakan
hampir setiap hari dan hilang timbul. Rasa lelah timbul ketika pasien melalukan
aktivitas ringan, seperti membersihkan tempat tidur dan menghilang ketika pasien
sudah beristirahat. Selain mudah lelah pasien juga mengeluhkan tidurnya menjadi
terganggu, dan nafsu makan berkurang. Keluhan ini dirasakan sejak 12 bulan yang
lalu setelah istri pasien meninggal dalam kecelakaan mobil yang terjadi di jalan raya
solo- Yogyakarta km 15. Saat kecelakaan mobil yang menewaskan istri pasien, pasien
sedang berada diluar kota untuk mengikuti rapat tahunan yang diadakan oleh bank
tersebut. Pasien mengatakan ketika ia teringat oleh istrinya pasien akan merasa sulit
berkonsentrasi, sehingga pekerjaannya terganggu, hal ini menyebabkan pasien
kadang ditegur oleh atasannya di bank dan membuat pasien merasa tidak beguna.
Hubungan pasien dengan teman – teman kerja masih baik dan sering mengobrol.
Pasien masih makan 3 kali dalam sehari, mandi 2 kali dalam sehari secara mandiri.
Setelah kematian istrinya, saat waktu luang pasien tidak melakukan hobinya yaitu
bermain catur, karena saat bermain catur pasien akan berasa sedih karena teringat
oleh istrinya. Pasien menyangkal adanya rasa ingin bunuh, merasa bersalah. Pasien

16
juga menyangkal mendengarkan suara bisikan – bisikan, bayang – bayangan atau hal
– hal lain yang tidak terlihat orang lain. Pasien juga menyangkal merasa badan atau
pikiran seperti ada yang mengendalikan atau perassaan aneh.

Pada kasus ini terdapat gejala depresif berat terdapat 2 dari gejala utama ,
dan ditambah sekurang-kurangnya 3 dari gejala minor
F32.1 Episode Depresif Sedang
Point 1: sekurang-kurangnya haru ada 2 dari 3 gejala utama depresi seperti
pada episode depresi ringan
Point 2: ditambah sekurang-kurangnya 3 ( dan sebaiknya 4) dan gejala lain
Point 3: lamanya seluruh episode berlangsung minimum sekitae 2 minggu
Point 4: menghadapi kesulitan nyata untuk meneruskan kegiatan
social,pekerjaan,dan urusan rumah tangga.

Berdasarkan DSM IV
Kriteria diagnostic DSM IV TR Gangguan ereksi pada laku-laki
a. Ketidakmampuan berulang atau menetap untuk mencapai atau
mempertahankan ereksi yang adekuat sampai aktivitas seksual berakhir
b. Gangguan ini menimbulkan penderitaan yang nyata atau kesulitan
interpersonal
c. Disfungsi ereksi tidak lebih mungkin disebabkan oleh gangguan axis 1
lain ( kecuali disfungsi seksual lain) dan tidak hanya disebabkan oleh
efek fisiologi langsung suatu zat ( cth penyalahgunaan
obat,pengobatan) atau keadaan medis
Tentukan tipenya
Tipe seumur hidup
Tipe didapat
Tentukan tipenya:
Tipe menyeluruh
Tipe situational
Tentukan:
Akibat factor psikologi
Akibat kombinasi faktor

17
- AXIS II
Berdasarkan anamnesis riwayat masa kanak - kanak hingga dewasa dapat
disimpulkan pasien memiliki ciri kepribadian disosial yaitu pada masa anak-
anak sampai dewasa Pasien sering bergonta ganti pasangan sebanyak 6 kali saat
menduduki bangku SMA. pasien berpacaran dengan teman satu sekolahnya
dengan rata-rata berpacaran selama 4 bulan. Pasien mengatakan bahwan pasien
tidak dapat berpacaran yang berlangsung lama dikarenakan pasien merasa
bosan. Saat memutuskan hubungannya dengan pacarnya, pacar pasien tidak
marah karena pasien sudah terkenal memiliki sifat bergonta-ganti pacar.
Walaupun begitu pasien termasuk orang yang cukup pandai di kelasnya,
sehingga teman-teman dan guru menyukainya.
Tetapi hal ini tidak mengganggu dirinya maupun orang lain, tidak menimbulkan
hendaya dalam pekerjaan dan aktivitas, serta tidak terdapat perilaku maladaptif
sehingga belum bisa dikatakan gangguan kepribadian. (Ciri kepribadian disosial)

AXIS III

Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, tidak dapatkan gangguan kondisi


medis umum (Z03.2)
- AXIS IV
Masalah berkaitan dengan “ primary support group” ( istri meninggal) dan
menikah kembali

- AXIS V
- GAF : 80 (1 tahun terakhir)
- GAF : 65( Mutakhir)
DIAGNOSIS MULTIAXIAL

- AXIS I : F52.2 Kegagalan dari respon Genital ( disfungsi ereksi)


DD Axis I : F52.0 Kurang atau Hilangnya nafsu seksual
F52.1 Penolakan dan Kurangnya kenikmatan seksual
F52.6 Dispareuni non organik
F32.1 Episode Depresif Sedang
AXIS II : Z03.2 tidak ada diagnosis axis II (Ciri kepribadian disosial)
- AXIS III : Z03.2 tidak ada diagnosis axis III

18
AXIS IV : Masalah berkaitan “ primary support group” ( istri meninggal)
- AXIS V
- GAF : 80 ( 1 tahun terakhir)
- GAF : 65( Mutakhir)

PENATALAKSANAAN
a. Psikokofarmakoterapi
RUMAH SAKIT JIWA
Poli Kejiwaan RSUP Dr Sardjito
Yogayakrta
KHUSUS RAWAT JALAN
Tanggal : 21 Mei 2020
Nama Dokter : dr. Khenza Nur Hasanah
SIP : 23456
R/ sildenafil tab 50 mg no III
S 1 dd tab 1

R/ Bupropion tab 100 mg no XIV


S 2 dd tab I

Pro : Tn T
Umur : 30 tahun
Alamat : Yogyakarta
No RM : 0458xxx

19
b. Terapi Psikososial/Pshycosocialtherapy
1. Terapi seks Dual
Dasar terapi ini adalah konsep unit perkawinan atau pasangan
sebagai objek terapi. Di dalam terapi ini, terapi didasarkan pada bahwa
pasangan harus diterapi ketika orang yang mengalami disfungsi berada di
dalam suatu hubungan. Kedua belah pihak haru ikut dalam terapi ini

2. Teknik dan latian khusus


Seorang laki laki dengan gangguan Hasrat seksual atau adanya
gangguan ereksi, kadang diminta melakukan mastrubasi untuk membuktikan
bahwa mungkin terjadi ereksi penuh dan ejakulasi pada mereka.

3. Hipnoterapi
Memfokuskan diri pada gejala yang menimbulkan ansietas yaitu
disfungsi seksual tertentu. Focus pada terapi ini adalh untuk membuang gejala
dan merubah sikap. Pasien diminta menghadapi situasi yang mencetuskan
ansietas yaitu menghadapi hal-hal yang berkaitan dengan seksual, dengan cara
alternative yang membangun

4. Terapi perilaku
Pada terapi ini, terapis menyusun suatu hirarki situasi yang mencetuskan
ansietasm berkisar dari yang paling tidak menakutkan contohnya tentang
ciuman, sampai yang paling menakutkan yaitu penetrasi penis.

5. Terapi kelompok
Terapi kelompok digunakan untuk memeriksa masalah interpersonal
dan intrapsiki pada pasien dengan gangguan seksual. Kelompok terapi ini
memberikan system dukungan yang kuat kepada pasien yang merasa
malu,cemas, atau bersalah akan masalah seksual tertentu,
Kelompok untuk terapi gangguan seksua dapat disusun dengan berbagai
cara. Semua anggota dapat memiliki masalah yang sama, seperti: ejakulasi dini,
semua anggota dapat berjenis kelamin yag sama dengan masalah seksual yang

20
berbeda. Atau dapat juga kelompok berjenis kelamin laki-laki dan perempuan
yang mengalami berbagai macam masalah seksual

6. Terapi seks yang berorientasi analitis


Salah satu modalitas terapi yang paling efektif dengan penggunaan
terapi seks yang di gabungkan dengan psikoterapi yang berorientasi
psikoanalitis dan psikodinamik. Terapi seks dilakukan untuk periode waktu
yang lebih lama dari biasanya. Materi dan dinamik yang muncul dalam terapi
seks berorientasi analitis pada pasien sama dengan materi dan dinamik yang
muncul dalam terapi psikoanalitik, seperti mimpi, rasa takut akan
hukuman,perasaan agresif,kesulitan mempercayai pasangan.
Pendekatan gabungan terapi seks berorientasi analitis digunakan oleh
psikater umum yang secara teliti menilai waktu optimal terapi seks dan
kemampuan pasien mentoleransi pendekatan terarah yang berfokus pada
kesulitan seksual mereka.

PROGNOSIS
- Quo ad vitam : dubia ad bonam
- Quo ad functionam : dubia ad bonam
- Quo ad sanationam : dubia ad bonam

21
PEMBAHASAN

GANGGUAN SEKSUALITAS ABRNORMAL DAN DISFUNGSI EREKSI


1. Definisi
SEKSUALITAS NORMAL
Seksualitas bergantung pada emapat faktor yang saling berkaitan identitas seksual,
identitas gender, orientasi seksual dan perilaku seksual. Keempat faktor ini
mempengharuhi pertumbuhan, perkembangan dan fungsi kepribadian. Seksualitas
adalah sesuatu yang lebih dari sekadar seks fisik dan perilaku yang hanya diarahkan
untuk memperoleh kesenangan.

IDENTITAS SEKSUAL DAN IDENTITAS GENDER


Identitas seksual adalah pola ciri seksual biologis seseorang: kromosom, genetalia
eksterna, interna, komposisi hormone, gonad dan ciri seks sekunder. Yang
membentuk seseorang tidak meragukan jenis kelaminnya. Identitas gender adalah
perasaan kelaki – lakian atau keperempuanan sesorang
Identitas seksual
Studi embriologi modern menunjukkan bahwa semua embrio mamalia, baik genetic
laki laki (gen XY) atau secara genetic perempuan (gen XX), secara anatomis adalah
fase perempuan selama fase awal kehidupan janin. Diferensiasi laki lakidari
perempuan terjadiakibat kerja androgen janin; kerja ini dimulai kira kira minggu
keenam kehidupan embrio dan selesai akhir bulan ketiga. Contohnya jika perempuan
yang hamil menerima androgen eksogen yang cukup, janin perempuannya yang
memiliki ovarium dapat mengembangkab genitalia eksterna menyerupai laki laki.
Identitas gender
Pada usia 2 sampai 3 tahun hampur semua orang memiliki keyakinan yang kuat
bahwa saya laki laki atau saya perempuan.
Identitas gender menurut Robert stoller “menunjukkan asperk psikologis perilaku
yang berkaitan dengan maskulinitas dan feminitas.” Ia menganggap gender social dan
seks biologi. “paling sering kedua hal ini relative kongruen, yaitu laki laki cenderung
kelaki lakian dan perempuan sebaliknya.” Namun seks dan gender dapat bekembang
dengan cara yang menimbulkan konflik atau bahkan berlawan. Ciri fisik yang berasal
dari jenis kelamin biologis seseorang saling berkaitan dengan stimulus yang sangat

22
kompleks termasuk hadiah dan hukuman serta label gender orang tua, untuk
menegakkan identitas gender.
Dengan demikian, pembentukan identitas gender berasal dari sikap orang tua dan
budaya, genitalia eksterna bayi dan pengaruh genetic yang secara fisiologis aktif
apada minggu keenam kehidupan janin. Walaupun pengaruh keluarga, budaya dan
biologis dapat memperumit pembentukan identitas gender, orang biasanya
mengembangkan rasa yang relative aman akan identifikasi jenis kelamin biologisnya
identitas gender yang stabil.
Peran gender
Hal yang terkait dengan dan sebagian berasal dari identitas gender adalah perilaku
peran gender. John money dan anke ehrardt menggambarkan perilaku peran gender
sebagai semua hal yang seseorang katakana atau lakukan untuk membuka status
mereka sebagai anak anak laki laki atau perempuan dewasa. Hasil yang biasanya
didapatkan adalah kesesuain identitas gender dan peran gender. Walaupun atribut
biologis signifikan, faktor utama dalam memperoleh peran yang sesuai dengan jenis
kelamin seseorang adalah pembelajaran.
Riset mengenai perbedaan jenis kelamin dalam perilaku anak mengungkapkan lebih
banyak kemiripan psikologis daripada perbedaanya meskipun demikian anak
perempuan ternyata lebihh rentan terhadap ledakan kemarahan (tantrum) setelah usia
18 th bulan daripada anak laki laki dan anak laki laki lebih progresif sejak umur 2
tahun keatas.
Peran gender seseorang tampaknya dapat berlawanan dengan identitas gendernya.
Orang dapat mengidentifikasi jenis kelamin mereka sendiri dan mengadopsi cara
hidup sesuai jenis kelamin.

ORIENTASI SEKSUAL

Orientasi seksual menggambarkan objek im[uls seksual seseorang, heteroseksual,


homoseksual atau biseksual.

PERILAKU SEKSUAL

Respon Fisiologis

Respon seksual adalah pengalaman psikofisiologis yang sebenarnya,


rangsangan dicetuskan oleh stimulus psikologis maupun fisik tingkat ketegangan
dialami secara fisiologis maupun emosi dan pada orgasme, normalnya terdpat

23
persepsi seubjektif akan puncak reaksi fisik dan pelepasan. Pada penjelasan rinci
pertama mengenai respon ini, willian masters dan Virginia Johnson mengamati bahwa
proses fisiologis melibatkan peningkatkan tingkat vasokongesti dan miotonia
kemudian diikuti pelepasan aktivitas vascular dan tonus otot sebagai hasil orgasme.
Revisi teks edisi keempat DSM-IV-TR menjelaskan siklus respon empat fase, fase 1
hasrat, fase 2 gairah, fase 3 orgasme, fase 4 resolusi.

Fase 1: hasrat (desire)

Klasifikasi fase hasrat atau nafsu berbeda dengan fase lain hanya diidentifikasi
melalui fisiologi, mencemirkan hubungan kejiwaan dengan motivasi, dorongan dan
kepribadia. Fase ini ditandai dengan fantasi seksual dan hasrat untuk melakukan
aktivitas seksual

Fase 2: Gairah (excitement)

Fase gairan dan rangsangan ditimbulkan oleh stimulus psikilogis (fantasia tau
adanyaobjek yang dicintai) maupun stimulasi fisilogis (belaian atau ciuman) atau
kombinasi. Selama fase ini, pembendungan penis menimbulkan ereksi pada laki laki
dan lubrikasi pada vagina pada perempuan. Putting susu menjadi tegang. Klitoris
perempuan menjadi lebih keras dan membengkak serta labia miro menjadi lebih tebal
dan berlangsung dari beberapa menit sampai jam. Berlanjutnya pembendungan penis
dan vagina menimbulkan perubahan warna terutama pada labia minor berwarna
merah gelap. Kontraksi volunteer otot otot besar terjadi, laju denyut jantung dan
pernapasan meningkat, serta tekanan darah naik. Penguatan kegairahan bertahan 30
detik hingga beberapa menit.

Fase 3: orgasme

Fase orgasme terdiri atas memuncaknya kesenangan seksual dengan pelepasan


ketegangan seksual serta kontraski ritmik otot perineum dan organ reproduksi pelvis.
Perasaan subjektif ejakulasi yang tidak dapat ditahan mencetuskan orgasme.
Kemudian keluarnya semen secara kuat. Pada perempuan, orgasme ditandai dengan 3
hingga – 15 kontraksi involunteer bagian sepertiga bawah vagina dan kontraski kuat
uterus. Manifestasi lain mecakup gerakan volunteer dan involunteer kelompok tot
besar termasuk spasme kapopedal dan seringai wajah. Tekanan darah meningkat dan

24
nadi juga meningkat. Orgasme berlangsung 3 sampai 25 detik dengan sedikit
kesadaran berkabut

Fase 4: resolusi

Resolusi terdiri atas mengempis darah dari genetalia yang membuat tubuh kembali
pada fase istirahat. Jika terjadi orgasme resolusi terjasi cepat disertai perasaan senang
subjektif, relakasi menyeluruh. Jika tidak terjadi orgasme resolusi biasanya 2 – 6 jam dan
dapat disertai dengan irritabilitas dan rasa tidak nyaman. Laki laki terdapat periode
refrakter menit hingga jam sehingga tidak dapat dirangsang, jika perempuan tidak
mengalamu periode refrakter dan bisa mendapatkan orgasmem multiple dan berturut turut

HORMON DAN NEUROHORMON SERTA PERILAKU SEKSUAL

Pada umumnya, zat yang meningkatkan kadar dopamine di dalam otak meningkatkan
hasrat, sedangkan zat memperkuat serotonin menurukan hasrat. Testoteron meningkatkan
libido pada laki laki dan perempuan meskipun estrogen adalah faktor umum lubrikasi yang
terlibat didalam perangsangan perempuan dan dapat meningkatkan sensitivitas pada
perempuan tsb untuk dirangsang. Progesterone sedikit menurunkan hasrat pada laki laki
dan perempuan seperti halnya prolactin dan kortisol yang berlebihan. Oksiyosin terlbiat
dalamm sensai menyenangkan selama seks dan ditemukan dlam jumlah yang meningkat
pada laki laki dan perempuan setelah orgasme.

Masturbasi

Masturbasi biasanya merupakan prekusor normal perilaku seksual terkait objek, tidak
ada bentuk lain aktivitas seksual yang lebih sering didiskusikan, lebih disepakati untuk
dipersalahkan dan lebih universal untuk dipratikkan selain masturbasi, riset oleh alfre
Kinsey mengenai prevalensi mastubasi menunjukkan bahwa hampir sepertiga semua laki
laki dan tiga perempat perempuan melakukan masturbasi pada suatu waktu didalam
hidupnya.

Studi perkembangan longitudinal menunjukkan bahwa stimulasi seksual oleh diri


sendiri lazim pada mas bayi dan kanak kanak. Rasa menyenangkan terjadi aibat sentuhan
halus pada genital. Sensai tsb disertai hasrat yang lazim untuk mengeksplorasi tubuh,
menghasilkan minat normal kesenangan masturbasi pada saat tsb. Pengalaman tersebut

25
turut mengahasilkan kesenangan dari stimulasi seksual, kecuali dihambat rasa takut
bersalah.

Dengan mendekatnya masa pubertas, meningkatkanya hormone seks dan


perkembangan ciri seks sekunder, keingintahuan seksual semakin menguat dan masturbasi
meningkat. Anak remaja secara fisik mampu melakukan koitus dan orgasme tetapi
biasanya terhambat oleh batasan social. Umumnya laki laki belajar melakukan masturbasu
untuk mendapatkan orgasme lebih dini daripada perempuan dan melakukan masturbasi
sering. Fantasi ini adalah tambahan penting dalam perkembangan identitas seksual dalam
keamanan related imajinasi, remaja belajar melakukan peran seks dewasa. Aktivitas
autoerotic ini biasanya dipertahakan sampai bertahun tahun dewasa muda, saat masturbasi
normalnya digantikan oleh koitus

Pasangan didalam hubungan seksual tidak mengabaikan masturbasi sepenuhnyya.


Ketika hubungan seksuall tidak memuaskan merangsang diri sendiri sering berfungsi
sebagai pelepasan. Kinsey melaporkan ketika perempuan melakukan masturbasi paling
disukai adalah stimulasi klitoris. Masters dan Johnson menyatakan bahwa perempuan
lebih suka merangsang korpus klitoris dibanding glans klitoridis dan sebagian laki laki
melakukan masturbasi dengan meraba kuat korpus pensi dan glans penis

Ketabuan moral terhadap terhadap moral terhadap masturbasi telat menciptakan mitos
bahwa masturbasi akan menyebakan sakit jiwa atau berkurangnya potensi seksual.
Kemudian masturbasi menjadi hejala gangguan emosional, bukan karena hal tsb bersifat
seksual tetapi karena bersifat kompulsif. Masturbasi mungkin merupakan aspek
perkembangan psikoseksual yang tidak dpat dihindari dan universal dan pada sebagian
besar kasur bersifat adaptif

2. ETIOLOGI

Gangguan seksual dapat disebabkan karena factor psikis dan factor organic. Penyebab-
penyebab yang bersifat psikis adalah semua faktor dalam periode kehidupan mulai dari
anak hingga usia dewasa. Faktor-faktor dalam kehidupan ini dapat dikelompokkan
menjadi faktor predisposisi, faktor presipitasi, dan faktor pembinaan. Beberapa hal
yang tergolong faktor predis- posisi adalah pandangan negatif tentang seks, trauma
seks, pendidikan tentang seks yang kurang, hubungan keluarga yang ter- ganggu, dan
tipe kepribadian. Keadaan yang tergolong dalam faktor presipitasi antara lain adalah
akibat psikis karena penyakit atau gangguan fisik, proses penuaan, keti- daksetiaan

26
terhadap pasangan, harapan yang berlebihan, depresi, kecemasan dan kehi- langan
pasangan atau yang dikenal sebagai widower’s syndrome. Sedangkan hal yang
tergolong faktor pembinaan adalah pengaruh pengalaman sebelumnya, hilangnya daya
tarik pasangan, komunikasi yang tidak baik dan takut yang berkaitan dengan
keintiman.

Penyebab yang bersumber dari faktor organik dapat dikelompokkan menjadi faktor
hormon misalnya kadar hormon prolaktin yang meningkat dan kadar hormon tiroid yang
rendah, faktor saraf misalnya gangguan pada faktor saraf parasimpatetik dan bagian otak
yang mengontrol sekresi, faktor pembuluh darah arteri misalnya trauma pada pembuluh
darah arteri, dan faktor pembuluh darah vena misalnya kerusakan dinding pembuluh
darah vena. Faktor organik lainnya yaitu obat psikotropik, anti-depresan, anti-hipertensi,
hormon antiko-linergik, dan zat-zat psikoaktif lainnya seperti alkohol, amfetamin, nikotin
dan kanabis.

3. Diagnosis disfungsi ereksi

Dalam Diagnostic and Statiscal Manual of Mental Disorders, edisi keempat


(DSM-IV) disfungsi ereksi dikenal dengan istilah ”gangguan ereksi laki-laki”.

Kriteria diagnosisnya adalah sebagai berikut:

(A) Ketidakmampuan yang menetap untuk mencapai atau untuk


mempertahankan ereksi yang adekuat, sampai selesainya hubungan seksual

(B) Gangguan menyebabkan pen- deritaan yang jelas atau kesulitan


interpersonal

(C) Disfungsi seksual tidak lebih baik diterangkan oleh gangguan aksis I
lainnya (kecuali disfungsi seksual lain), dan semata-mata bukan efek fisiologis
langsung dari satu zat (misalnya, obat yang disalah- gunakan, medikasi)
atau sesuatu kondisi medis umum.

Di Indonesia INA-EDACT (Indonesian Erectile Dysfunction Advisory


Council and Training) menganjurkan langkah-langkah identifikasi disfungsi ereksi
sebagai berikut: (1) Pengenalan masalah awal dan evaluasi awal; (2) Evaluasi fungsi
seksual pria dengan menggunakan IIEF-5; (3) Klasifikasi disfungsi ereksi; (4)

27
Riwayat seksual, medis dan psikologis; (5) Pemeriksaan fisik; (6) Pengujian
laboratorium;
Untuk menentukan fungsi ereksi dapat digunakan instrumen Erectile
Dysfunction Intensity Scale (EDIS). EDIS merupakan suatu instrumen self-rating
yang terdiri dari lima pertanyaan dengan lima kemungkinan jawaban pilihan dengan
skor satu sampai lima. Skor 5-10; disfungsi ereksi berat; skor 11-15; disfungsi ereksi
sedang; skor 16-20; disfungsi ereksi ringan; dan skor 21-25; tidak menderita disfungsi
ereksi

4. Pengobatan disfungsi ereksi

Pengobatan disfungsi ereksi seharusnya ditujukan terhadap


penyeba dasarnya. Kemudian diberikan pengobatan untuk mem-
bantu memperbaiki fungsi ereksi. Berdasarkan rekomendasi yang
diberikan oleh International Scientific Committee on The Evaluation
st
and Treatment of Erectile Dys- function pada 1 International
Consultation on Erectile Dysfunction di Paris, Juli 1999 maka
pengobatan disfungsi ereksi meliputi empat kelompok; yaitu : (1)
Sexual coun- selling and education; (2) Oral therapy; (3) local
therapy, dan (4) surgical therapy.

Sexual counselling and education

Dalam kelompok terapi ini termasuk sex therapy, psychsexual therapy atau marital
therapy. Terapi ini ditujukan bagi indi vidu atau pasangan yang memiliki masalah yang
berkaitan dengan faktor interpersonal dan masalah psikologis yang spesifik seperti distres
interpersonal, masalah performa seksual, disfungsi dalam pola komunikasi, dan kondisi-
kondisi komorbiditas yang mem- pengaruhi fungsi seksual. Pada sex therapy perlu diketahui
tentang hal-hal berikut: apa yang dialami pasien dan bagaimana hal itu terjadi, apa yang
diharapkan oleh pasangannya, bagaimana pemahaman pasangannya, apa yang sudah
dilakukan oleh pasangannya untuk mengatasi penderitaannya, serta bagaimana kondisi
terakhir. Evaluasi juga dilakukan terhadap hubungan antar pasangan, terutama yang
menyangkut komunikasi seksual. Selain itu, adanya masalah seksual dalam diri terapis
harus diselesaikan agar tidak menim bulkan hambatan dalam proses terapi.

28
Keuntungan psychosexual therapy adalah karena bersifat tak invasif dan dapat di-
pergunakan secara luas. Kerugiannya meli- puti variabilitas manfaatnya, beban biaya yang
dapat ditanggung oleh pasien atau pasangan, dan ketersediaan terapis yang berkualifikasi.

Oral therapy
Oral therapy dapat merupakan peng obatan lini pertama bagi sebagian besar pa- sien oleh
karena potensinya yang dapat di- andalkan maupun sifatnya yang tak invasif. Pada
umumnya terapi oral bekerja secara sentral (seperti agonis dopaminergik), seca- ra sentral
dan perifer (seperti penghambat alfa adrenergik), atau cara perifer (seperti inhibitor
fosfodiesterase 5 atau prekursor nitric oxide (NO), dan sebagai inducer atau sebagai
enhancer.
Obat-obat yang termasuk dalam kelompok ini adalah yohimbine, apomorfin, fen-
tolamin, sildenafil sitrat, melanotan II, dan L-arginine.
Keuntungan terapi oral ini ialah karena terapi ini mudah diterima oleh pasien, mu- dah
digunakan, dan relatif bermanfaat. Kerugiannya berkaitan dengan kontraindikasi, harganya
yang relatif mahal, dan kurangnya data follow up berkaitan dengan penggunaan jangka
panjang.

Local therapy
Kelompok terapi ini meliputi terapi injeksi intrakavernosum, terapi intrauretral, dan
peralatan terapi vakum (vacum device therapy). Terapi ini diindikasi kepada pasi- en-pasien
yang mempunyai kontra indikasi terhadap terapi oral tertentu atau mereka yang mengalami
efek sampingan dari terapi oral. Sebagai tambahan, terapi lokal dapat merupakan pilihan
terapi pertama berdasar- kan pilihan pasien.
Keuntungan dari terapi injeksi penis meliputi manfaatnya yang luas, relatif aman dan
onset terapi yang cepat. Kerugiannya meliputi sifat invasif yang berkaitan dengan dengan
cara pemberiannya dan harganya yang relatif mahal. Keuntungan dari terapi intrauretral
adalah karena sifatnya yang kurang invasif. Kerugiannya berhubungan dengan efek
samping lokal maupun siste- mik, harganya yang relatif mahal, dan ter- jadinya iritasi
vagina pada pasangan seksu- alnya. Keuntungan terapi dengan alat vakum adalah
karena sifat non farmako- logisnya, dapat digunakan sesuai kebutuhan.

29
Surgical therapy
Kelompok terapi meliputi pembedahan vaskular (microvasclar arterial bypass dan
venous ligation) dan penile implants (Implantasi prostetis penis). Terapi vasku- lar harus
didahului dengan tes evaluasi khusus dan pembedahannya dilakukan oleh seorang ahli
bedah yang berpengalaman.
Keuntungan implantasi protetis penis adalah berkaitan dengan manfaat dan solusi
jangka panjangnya. Kerugiannya berhubungan dengan sifatnya yang reversibel, invasif,
komplikasi pembedahan dan kegagalan mekanis.

SINDROM DEPRESI

Sindrom depresi adalah suatu kumpulan gejala psikiatrik yang ditandai dengan
penurunan efek, psikomotor, dan proses pikir. Gejala-gejala depresi sering kali sulit
dikenali dalam praktek sehari-hari oleh karena keluhan yang ada lebih sering berupa
keluhan somatik yang menahun diserta riwayat pengobatan yang beraneka ragam namun
hasilnya tetap kurang memuaskan. Sin- drom depresi memiliki berbagai gangguan
psikiatrik yang terkandung di dalamnya, antara lain gangguan depresif tingkat berulang,
episode afektif campuran, distimia dan siklotimia, gangguan depresif berulang, episode
depresif, dan gangguan afektif bipolar. Penyebab sindrom depresi dapat bersifa bio
psikososial.

Diagnosis sindrom depresi


Pedoman Diagnostik Sindrom Depresi menurut Pedoman Penggolongan Diagnosis
Gangguan Jiwa di Indonesia Edisi III menunjukkan bahwa pada semua tingkatan variasi
depresi (ringan, sedang dan berat) pasien biasanya menderita suasana perasaan (mood)
yang depresif, kehilangan minat dan kegembiraan, dan berkurangnya enersi yang menuju
meningkatnya keadaan mudah lelah dan berkurangnya aktivitas. Biasanya ada rasa lelah
yang nyata sesudah kerja sedikit saja. Gejala lazim lainnya adalah: (a) konsentrasi dan
perhatian berkurang, (b) harga diri dan kepercayaan berkurang, (c) gagasan tentang perasaan
bersalah dan tidak berguna, (d) pandangan masa depan suram
dan pesimistis, (e) gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri, (f) tidak
terganggu, (g) nafsu makan berkurang.

30
Pada gangguan depresi lazim ditemukan sindrom somatik yang berupa: hilangnya
minat atau kesenangan pada kegiatan yang biasanya dapat dinikmati; tidak ada nya reaksi
emosional terhadap lingkungan atau peristiwa yang biasanya menyenangkan; terbangun
pagi lebih awal 2 jam atau lebih dari pada biasanya; perasaan depresi yang lebih parah
pada pagi hari; adanya bukti objektif dari retardasi dan agitasi psikomotor yang nyata
(disebutkan atau di- laporkan oleh orang lain); kehilangan nafsu makan secara menyolok;
8
penurunan berat badan; kehilangan libido secara menyolok. Menurut Wright (1991),
40% pasien depresi yang datang pada terapis sering mengeluhkan keluhan fisik dan
psikologis
Untuk menegakkan diagnosis gangguan (sindrom) depresi dapat dilakukan melalui
wawancara psikiatrik berdasarkan pedoman diagnostik menurut PPDGJ-III di atas atau
dengan menggunakan instrumen psikometrik seperti Hamilton Rating Scale for
Depression (HRSD).

Pengobatan sindrom depresi

Pengobatan pada sindrom depresi terdiri dari terapi psikososial dan farmakoterapi.
Terapi psikososial dapat berupa terapi jangka pendek dan terapi jangka panjang. Terapi
jangka pendek dapat berupa terapi kognitif, terapi interpersonal, dan terapi perilaku.
Sedangkan psikoterapi berorientasi psikoanalitik merupakan terapi jangka panjang. Apa
yang membedakan antara terapi psikososial jangka pendek dari pendekatan yang
berorientasi psikoanalitik adalah terletak pada peranan aktif dan sifat direktif
(mengarahkan) dari terapis yang sangat menonjol pada terapi jangka pendek.
Berbagai kelompok obat antidepresan yang tersedia saat ini adalah: golongan trisiklik
(misalnya amitriptilin, klomipramin), tetrasiklik (misalnya mianserin), penghambat ambilan
serotonin-noradrenalin (misal- nya venlafaxine), inhibitor monoamin oksidase tak
reversibel (misalnya phenelzine, tranylcypromine), penghambat monoamin oksidase, anti
depresan atipikal seperti penghambat ambilan spesifik serotonin (sertralin, fluvoxamine,
fluxetine, paroxetine), aminoketon (bupropion), dan triazolopyri- dine (Trazodone). Semua
antidepresen yang tersedia saat ini memerlukan waktu minimal tiga sampai empat minggu
untuk menunjukan efek terapeutik yang bermakna, walau- pun mungkin dapat mulai
menunjukkan efeknya lebih awal.

Hubungan sindrom depresi dengan disfungsi ereksi


31
Sebagaimana diketahui bahwa fungsi seksual yang normal merupakan suatu proses
biopsikososial. Dengan demikian, disfungsi ereksi hampir selalu memiliki komponen
organik dan psikologi, sehingga gangguan ini membutuhkan evaluasi dan pengobatan yang
bersifat multidisiplin. Faktor-faktor seperti usia lanjut, menurunnya kadar testosteron,
penyakit fisik, penggunaan obat-obat tertentu dan komorbiditas dengan sindrom depresi
dapat mengkontribusi terjadinya disfungsi ereksi dan sin-drom depresi cukup tinggi,
akan tetapi hubungan kausalnya belum jelas benar, dan lebih sering dianggap bersifat
saling mempengaruhi.
Sejak lama telah diketahui bahwa terdapat hubungan antara depresi dan perubahan
aktivitas seksual. Berkurangnya libido dan kepuasan dalam hubungan seksual dapat
merupakan tanda awal dari sindrom depresi. Hasil survei yang diperoleh dari Massachutte
Male Aging Study (MMAS) menunjukkan bahwa 1290 responden berusia 40-70 tahun
sebanyak 52% menderita disfungsi ereksi derajat tertentu. Prevalensi ini meningkat dari 5%
pada usia 40 tahun sampai 15% pada usia 70 tahun. Di Amerika Serikat, jumlah
pasien disfungsi ereksi diperkirakan sebanyak 10-20 juta dalam kelompok umur terbanyak
pada usia 65 tahun atau lebih. Selanjutnya, pada pe- nelitian ini ditemukan bahwa faktor
psiko- logis, termasuk sindrom depresi berhubungan erat dengan terjadinya disfungsi
ereksi. Berkurangnya minat dalam aktivitas seksual pada 50%-90% individu dengan
sindrom depresi. Pada depresi berat, disfungsi ereksi mungkin ditemukan pada hampir 90%
dari kasus, 59% pada depresi sedang, dan 25% pada depresi ringan.Walaupun di
Indonesia belum ada survei yang cukup besar, namun dari gambaran pasien disfungsi ereksi
yang datang ke klinik impotensi dapat diperkirakan hasilnya tidak jauh berbeda dengan
yang terjadi di belahan dunia lainnya

Hubungan antara depresi dan disfungsi


Eeksi telah dikemukakan oleh beberapa penulis. Penelitian Feldman, dkk (1994) dari survei
MMAS menemukan adanya korelasi positif antara disfungsi ereksi dan depresi. Pada tingkat
atau derajat depresi yang maksimum, hubungan kedua gangguan ini mendekati 90%.
Penelitian Araux Pachecho (1992), menunjukkan korelasi positif antara pasien-pasien yang
membutuhkan alat va- kum dengan gangguan depresi. Selanjutnya, menurut Ackerman,
dkk. (1995) “Konsekuensi psikologis disfungsi ereksi telah benar-benar nyata, dan
seringkali meliputi depresi, anxietas dan distres relasional”.

KESIMPULAN

32
Disfungsi ereksi ialah suatu keadaan di mana ereksi penis tidak dapat dicapai atau
dipertahankan untuk melakukan hubungan seksual. Kondisi ini dahulu dikenal dengan
istilah impotensi seksual, yang sebenarnya merujuk pada berbagai masalah seksual yang
berkaitan dengan gangguan pada libido, gangguan ejakulasi, serta gangguan orgasme.

Fungsi seksual yang normal merupakan suatu proses biopsikososial. Dengan demi-
kian, disfungsi ereksi hampir selalu memi- liki komponen organik dan psikologi, se- hingga
gangguan ini membutuhkan evaluasi dan pengobatan yang bersifat multidisiplin. Faktor-
faktor seperti usia lanjut, menurun- nya kadar testosteron, penyakit fisik, penggunaan obat-
obat tertentu dan komorbiditas dengan sindrom depresi dapat mengkontribusi terjadinya
disfungsi ereksi dan sindrom depresi cukup tinggi, akan tetapi hubungan kausalnya belum
jelas benar, dan lebih se- ring dianggap bersifat saling mempengaruhi.

CIRI KEPRIBADIAN
Personality atau kepribadian berasal dari kata persona yang merujuk pada topeng yang biasa
digunakan para pemain sandiwara di Zaman Romawi. Kepribadian menunjuk pada
bagaimana individu tampil dan menimbulkan kesan bagi individu-individu lainnya.
Kepribadian adalah watak – temperamen spesifik, reaktivitas emotional, kewajaran,
hubungan Interpersonal yang terbentuk sejak masa anak, remaja sampai dewasa dini, dan
dipertahankan sepanjang kehidupan.
Kepribadian - terbentuk dan ada sebagai hasil interaksi antara faktor herediter dan kontak
psikososial

• Faktor Herediter nampaknya dasar terbentuknya tipe kepribadian

• Berbagai pengaruh dalam pengalaman ontogenetik dapat memodifikasinya

Perbedaan Gangguan Kepribadian & Ciri Kperibadian :

33
Gangguan Kepribadian Ciri Kepribadian
• Apabila ciri-ciri kepribadian dari • Merupakan pola dari persepsi, cara
seseorang tidak fleksibel dan sulit mengadakan hubungan dan cara
untuk menyesuaikan diri dengan fikir yang secara luas dalam
lingkungan hidupnya konteks kehidupan social dan
• Selalu ada hendaya hubungan pribadi dari seseorang
• Terdapat penderitaan subyektif • Belum ada hendaya
• Terdapat perilaku maladaptif • Tidak terdapat penderitaan
subyektif
• Tidak terdapat perilaku maladaptif

DAFTAR PUSTAKA

Jenck F, Moreau JL, Mutel V, Martin JR, Haefely WE. Evidence for a role of
5-HTIC receptors in the antiserotonergic properties of some antidepressant drugs. Eur J
Pharmacol. 1993; 231: 223-229.
2. Nofzinger EA, Thase ME, Reynolds CF. Sexual function in depressed men. As-
sessment by self report, behavioural and nocturnal penile tumescence measures before and
after treatment with cognitive behaviour therapy. Arch Gen Psychiatry.
1993; 1: 24-30.
3. Pangkahila JA. Disfungsi ereksi. Dalam: Pangkahila W. Editor. Bahagia tanpa gangguan fungsi
seksual. Jakarta: Penerbit Kompas, 2001.
4. Sadock VA. Normal human sexuality and sexual dysfunction. Dalam: Sadock, BJ,
th
Sadock VA. editors. Comprehensive Textbook of Psychiatry.7 Ed. Philadelpha: Lippincott
Williams & Wilkins, 2000; p. 1577-1608.

34
5. Bonierfale M. Sexual disturbances in 4557 depressed patient: A French Survey. Psych, 2002;
17 (Suppl 1): 208.
6. IDI. Penatalaksanaan disfungsi ereksi. Materi Pendidikan Dokter Berkelanjut- an, Jakarta,
1999.
7. Akiskal HS. Mood disorders: introduction and Overview. Dalam: Sadock BJ, Sadock
th
VA, editors. Comprehensive Textbook of Psychiatry. 7 Ed. Phila- delphia: Lippincott Williams &
Wilkins,2000a; p. 1284-97.
8. Akiskal HS. Mood disorders: clinical feature. Dalam: Sadock BJ, Sadock VA, editors.
th
Comprehensive Textbook of Psychiatry. 7 Ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins,
2000b; p. 1338-76.
9. Kelsoe JR. Mood disorders: genetics. Dalam: Sadock BJ, Sadock VA, editors.
th
Comprehensive Textbook of Psychiatry.7 Ed. Philadelphia:
LippincottWilliams&Wilkins, 2000; p. 2482-91.
10. Gabbard GO. Mood disorders: psycho- dynamic aspects. Dalam: Sadock, BJ, Sadock VA,
editors. Comprehensive

35
36
37
38
39
40
41

Anda mungkin juga menyukai