Anda di halaman 1dari 2

Adapun kumpulan orang yang telah percaya itu, mereka sehati dan sejiwa, dan tidak seorangpun

yang berkata, bahwa sesuatu dari kepunyaannya adalah miliknya sendiri, tetapi segala sesuatu
adalah kepunyaan mereka bersama. n  4:33 Dan dengan kuasa yang besar 1  rasul-rasul memberi
kesaksian o  tentang kebangkitan p  Tuhan Yesus dan mereka semua hidup dalam kasih karunia q 
yang melimpah-limpah. 4:34 Sebab tidak ada seorangpun yang berkekurangan di antara mereka;
karena semua orang yang mempunyai tanah atau rumah, menjual kepunyaannya r  itu, dan hasil
penjualan itu mereka bawa 4:35 dan mereka letakkan di depan kaki s  rasul-rasul; lalu dibagi-
bagikan kepada setiap orang sesuai dengan keperluannya. t  4:36 Demikian pula dengan Yusuf,
yang oleh rasul-rasul disebut Barnabas, u  artinya anak penghiburan, seorang Lewi dari Siprus.
4:37 Ia menjual ladang, miliknya, lalu membawa uangnya itu dan meletakkannya di depan kaki v 
rasul-rasul.

Hidup ini adalah kesempatan


Hidup ini untuk melayani Tuhan
Jangan sia-siakan waktu yang Tuhan beri
Hidup ini hanya sementara
Oh Tuhan pakailah hidupku
Selagi aku masih kuat
Bila saatnya nanti ku tak berdaya lagi
Hidup ini sudah jadi berkat

Terlepas dari benar atau salahnya lirik ini dengan versi aslinya, setidaknya kita semua bisa
belajar bagaimana semestinya menggunakan hidup yang diberikan Tuhan dengan tidak menyia-
nyiakannya.

Kita semua dipanggil untuk hidup dan menjadi berkat bagi yang lain. Bagaimana caranya hidup
menjadi berkat bagi yang lain itu? Akan banyak jawaban dari kita ketika pertanyaan ini
dilontarkan. Kita bisa menjawab dengan berkata, “Dengan mengasihi sesama, menolong sesama,
bhakti sosial bagi yan kecil, lemah miskin dan tersingkir dan lain sebagainya.” Kesemuanya itu
adalah jawaban yang baik dan benar adanya. Lalu, pertanyaan berikutnya apakah sungguhnya
hidup yang menjadi berkat sudah menjadi gaya hidup kita setiap hari atau dalam bahasa
rohaninya menjadi spiritualitas kita. Dengan kata lain, hendak dikatakan jangan-jangan hidup
kita terjebak dalam situasi tertentu atau moment-moment khusus saja menjadi berkat bagi yang
lain.

Tetapi mungkin masih banyak juga orang yang belum tergerak membantu sesamanya, karena
berpikir kondisinya sendiri sedang sulit atau keuntungan apa yang bisa diperolehnya nanti.
Padahal Yesus berkata: “Dan barangsiapa memberi air sejuk secangkir saja pun kepada salah
seorang yang kecil ini, karena ia murid-Ku, Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya ia tidak akan
kehilangan upahnya dari padanya,” (Mat. 10:42).  Itulah janji Yesus kepada kita, karena kasih
setia-Nya kepada kita untuk selama-lamanya. (Mzm. 89:3). Dengan turut berbela rasa dengan
sesama yang sedang menderita, kita pun dipulihkan (diselamat kan) -Nya

Jadi, siapakah seorang yang kecil itu bagi kita?  Apakah kita melihat Yesus dalam dirinya dan
mau menjadi BERKAT baginya ?

(AST)

Karena itu, sikap jemaat mula-mula sungguh tak terduga: mereka justru saling berbagi dengan
penuh semangat. Mereka sehati sejiwa oleh pekerjaan Roh Kudus (ay. 32). Itulah gambaran
tubuh Kristus. Bila satu orang menderita, semua yang lain ikut menderita. Begitu pula bila
mereka memiliki harta, harta itu menjadi milik bersama. Semua “milik bersama” ini dikelola dan
dibagi oleh orang-orang kepercayaan, yakni para rasul. Keindahan untuk saling berbagi dapat
terwujud karena kasih. Kristus memberikan inspirasi untuk tindakan ini karena Dia telah
memberikan Diri-Nya sendiri bagi jemaat-Nya.

Memberi adalah salah satu bagian karakteristik utama kristiani, yaitu menjadi berkat bagi yang
lain. Dengan memberikan sebagian milik kita kepada mereka yang membutuhkan bantuan, kita
memenuhi salah satu dari hukum utama dan terutama, yaitu mengasihi sesama kita sama seperti
diri sendiri. Pemberian itu harus dilakukan dengan rela. Sebab mungkin saja kita melakukannya
untuk memperoleh pujian. Godaan itu dapat menjebak kita terjatuh dalam dosa. Alkitab
memberikan contoh nyata tentang motivasi yang salah ini, yaitu dalam kisah Ananias dan Safira.
Akibatnya fatal. Marilah kita menguji diri: Adakah kita mengembangkan gaya hidup berbagi?—
HEM

Hidup baru di dalam Tuhan ini menuntut sebuah konsekuensi bahwa kita masih diberi
kesempatan dan hendaknya tidak menyiakan-nyiakan waktu, ingatlah bahwa hidup di dunia ada
batasnya waktunya. Sikap membina pertobatan dijelaskan dengan lebih intensif membangun
relasi dengan Tuhan melalui Sabda dan hidup doa. Namun pada sisi yang lain dapat dimaknai
pula bahwa membina pertobatan berarti kesadaran diri untuk hidup dengan tidak lagi bagi
dirinya sendiri (manusia lama) tetapi bergerak maju menjadi kesadaran bahwa hidup bagi yang
lainnya pula (manusia baru). Dengan demikian semakin jelaslah bahwa dalam kesadaran sebagai
manusia yang baru (rahmat baptis) kita meninggalkan kemanusiaan lama kita dan diperbarui
untuk hidup sebagai manusia baru, manusia berkat bagi yang lain.

Anda mungkin juga menyukai