Anda di halaman 1dari 14

PRAKTIKUM FITOKIMIA

TUGAS 1
IDENTIFIKASI SENYAWA GOLONGAN ALKALOIDA
(Ekstrak Alstonia scholaris)
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Praktikum Fitokimia

KELOMPOK : 8
KELAS : F

DITA AZMUL FIRDAUSI (201710410311203)

DOSEN PEMBIMBING :
Siti Rofida, S.Si, M.Farm., Apt.
Drs. Herra Studiawan, M.Si., Apt.
Amaliyah Dina Anggraeni, M.Farm., Apt.

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2020
I. PENDAHULUAN
A. Tujuan
Mahasiswa mampu melakukan identifikasi senyawa golongan alkaloida dalam tanaman.

B. Latar Belakang
Hasil Susenas 2007 menunjukkan penduduk Indonesia yang mengeluh sakit dalam
kurun waktu sebulan sebelum survey 30,90%. Dari penduduk yang mengeluh sakit,
65,01% memilih pengobatan sendiri (swamedikasi) menggunakan obat dan atau obat
tradisional. Penggunaan obat tradisional dalam pengobatan sendiri merupakan suatu
perilaku kesehatan. Pengertian obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang
berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian, atau campuran
dari bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan
berdasarkan pengalaman (Supardi & Susyanti, 2007).

Alstonia scholaris (L.) R.Br. merupakan salah species yang termasuk


Apocynaceae yang dikenal dengan nama pulai atau kayu susu. Getahnya mengandung
alkaloid dapat disadap dari pepagannya. Getah ini digunakan dalam obat radisional (obat
mata dan obat telinga, obat diare dan disentri) dan sebagai permen karet. Pepagannya
(mengandung alkaloid) digunakan obat malaria, obat cacing, tonik, pemulih kesehatan,
anti diare, demam, daunnya digunakan obat penyakit kulit. Ekstrak akar, daun dan getah
Alstonia scholaris digunakan sebagai obat demam (Poerba, 2007).

Dalam dosis kecil, alkaloida dapat memberikan efek farmakologis pada manusia.
Semua alkaloida mengandung paling sedikit satu atom nitrogen. Hampir semua alkaloida
yang ditemukan di alam mempunyai keaktifan biologis tertentu, ada beberapa yang
beracun dan ada beberapa yang dapat digunakan untuk pengobatan. Alkaloida pada
umumnya ditemukan dengan kadar yang kecil dan harus dipisahkan dari campuran
senyawa yang rumit yang berasal dari jaringan tanaman.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Alstonia Scholaris
i. Morfologi dan kegunaan
Klasifikasi

Kingdom : Plantae
Divisi : Tracheophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Gentianales
Famili : Apocynaceae
Genus : Alstonia
Spesies : Alstonia scholaris(L.) R.Br.

Gambar 1. Tanaman Pulai (Alstonia scholaris)

Alstonia scholaris (Apocynaceae) adalah pohon kecil, melimpah di India Barat.


Tingginya sekitar 40 m dengan bunga-bunga harum putih kehijauan. Kulitnya
berwarna keabu-abuan dan cabang-cabangnya yang muda ditandai dengan lentisel.
Daun muncul dalam bentuk lingkaran 3-10; tangkai daun berukuran 1-3 cm; daun
kasar yang sempit untuk spathulate yang sangat sempit, basis cuneate, puncak
biasanya bulat; vena lateral terjadi pada 25-50 pasang, pada 80-90 ° hingga midvein.
Bagian atas daunnya mengkilap, sedangkan bagian atasnya bagian bawah berwarna
keabu-abuan (Albert et al, 2011).
Alstonia scholaris tersebar luas di Asia Selatan dan Tenggara, di mana ia
digunakan sebagai tanaman obat oleh masyarakat etnis setempat. Misalnya, kulit
kayu digunakan dalam obat-obatan tradisional di seluruh wilayah untuk mengobati
disentri dan malaria. Daunnya digunakan untuk mengobati pernapasan kronis
penyakit dalam etnofarmasi "dai" secara historis di provinsi Yunnan (Cai et al,
2007).

ii. Pola Kromatografi


Fase gerak : Kloroform P-metanol P (9: 1)
Fase diam : Silika gel 60 F254
Larutan uji : 0,1% dalam metanol P, gunakan Larutan Uji KLT seperti yang
tertera pada Kromatograji
Larutan pembanding : Tetrahidroalstonin 0,1 % dalam metanol P
Volume penotolan : Totolkan 20 µl Larutan uji dan 10 µl Larutan pembanding
Deteksi : Dragendorff LP

Keterangan :
S : Simplisia Kulit Pule
P : Pembanding tetrahidroalstonin
Rf pembanding tetrahidrolstonin 0,46
Rf 1. 0,16
Rf 2. 0,24
Rf 3. 0,33
Rf 4. 0,42
Rf 5. 0,46
Rf 6. 0,53

(Farmakope Herbal Indonesia, 2008)

iii. Kandungan Kimia


Kandungan alkaloid dari Alstoniae Scholaridis Cortex tidak kurang dari 0,09%
dan memiliki kandungan senyawa yang identik tetrahidroalstonin (Farmakope Herbal
Indonesia, 2008).

Gambar 2. Senyawa Tetrahidroalstonin


Alkaloid baru yang diperoleh dari kulit Alstonia scholaris adalah akuammiginone,
echitamidine N-oxide-19-O-ß-D-glucopyranoside, echitaminic acid, echitamidine-N-
oxide, Nb-demethylalstogustine–N-oxide, akuammicine-N-oxide, Nb-demethyl-
alstogustine. Demikian juga, Alstonia scholaris telah dilaporkan mengandung
echitamine chloride di dalam akar dan kulit batangnya. Alstonia scholaris juga
dilaporkan mengandung alkaloid minor termasuk akuammicine, akuammicine-Nb-
methiodide, akuammicine - Nb-oksida, akuammigine, Nb-demethyl ehitamine,
tubotaiwine dan venoterpine (Reddy, 2016).

iv. Ekstraksi
Ekstraksi adalah proses pemisahan suatu zat berdasarkan perbedaan kelarutannya
terhadap dua cairan tidak saling larut. Prinsip ekstraksi adalah melarutkan senyawa
polar dalam pelarut polar dan senyawa non polar dalam senyawa non polar. Faktor-
faktor yang berpengaruh terhadap proses ekstraksi adalah lama ekstraksi, suhu dan
jenis pelarut yang digunakan. Hal yang harus diperhatikan dalam pemilihan jenis
pelarut adalah daya melarutkan, titik didih, sifat toksik, mudah tidaknya terbakar dan
sifat korosif terhadap peralatan ekstraksi (Rahmawati, 2015).

Maserasi merupakan proses pengambilan komponen target yang dilakukan


dengan cara merendam serbuk simplisia dalam pelarut yang sesuai dalam jangka
waktu tertentu (4-10 hari). Prinsip dari ekstraksi maserasi (padat- cair) ini adalah
bahan simplisia yang dihaluskan sesuai dengan syarat farmakope (umumnya
terpotong-potong atau berupa serbuk kasar) disatukan dengan bahan pengekstraksi.
Selanjutnya rendaman tersebut disimpan terlindungi dari cahaya langsung (mencegah
reaksi yang dikatalisis cahaya atau perubahan warna) disertai dengan pengadukan
dan penggantian cairan penyari setiap hari. Endapan yang diperoleh dipisahkan, dan
filtratnya diuapkan dengan evaporator sehingga diperoleh filtrat yang pekat
(Rahmawati, 2015).

B. Alkaloid
Alkaloid adalah senyawa yang mengandung nitrogen dengan berat molekul
rendah dan, karena adanya cincin heterosiklik yang mengandung atom nitrogen,
biasanya bersifat basa. Alkaloid dikenal dengan banyak efek farmakologis pada
vertebrata. Metabolit ini dapat dibagi menjadi beberapa kelas menurut prekursornya
(mis., Alkaloid indol adalah alkaloid yang berasal dari triptofan), yang mencakup lebih
dari 20 kelas yang berbeda (mis., alkaloid pirolidid, alkaloid tropana, alkaloid piperidin,
alkaloid piridin, alkaloid quinolizidine, dan alkaloid indole).
Kehadiran alkaloid dan metabolit sekunder lainnya pada tanaman meningkatkan
tingkat reproduksi tanaman, baik dengan meningkatkan pertahanan terhadap tekanan
biotik dan abiotik atau dengan mempengaruhi penyerbuk dan kunjungan penyebar biji /
buah. Strategi pertahanan termasuk keunggulan predator dengan toksisitas atau rasa
pahit atau perbaikan kerusakan oleh antioksidan (Matsuura & Fett-Neto, 2015).

 Sifat Fisika Kimia Alkaloid


Sebagian besar alkaloid diisolasi dari matriks tanaman dalam bentuk senyawa
kristalin, amorf, tidak berbau, dan tidak mudah menguap. Namun, alkaloid dengan
berat molekul rendah, seperti arecoline dan pilocarpine, dan alkaloid tanpa atom
oksigen dalam strukturnya (mis., sparteine dan nikotin) muncul dalam bentuk cair.
Terlepas dari berberin dan colchicine alkaloid oranye-kuning, betain berwarna
merah, sanguinarine merah bata, atau canadine berwarna oranye, sebagian besar
alkaloid tidak berwarna dengan rasa pahit. Memang, kina masih digunakan sebagai
prinsip pahit dalam air tonik (Kukula & Widelski, 2017).
Basa bebas alkaloid larut dalam pelarut organik nonpolar (kloroform, metilen
klorida, eter), sedangkan kelarutannya dalam air rendah (kecuali kafein dan efedrin).
Sebaliknya, garam alkaloid adalah larut dalam air atau asam encer, sedangkan
mereka tidak larut atau sedikit larut dalam pelarut organik. Perbedaan kelarutan
alkaloid ini, tergantung pada bentuknya, digunakan dalam industri farmasi untuk
pemurnian dari matriks kompleks tumbuhan yang digunakan untuk produksi produk
yang acceptible (Kukula & Widelski, 2017).

C. Metode Identifikasi
i. Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
Kromatografi lapis tipis (KLT) dan kromatografi kertas tergolong "kromatografi
planar." KLT adalah yang metode kromatografi paling sederhana yang banyak
digunakan. Pada KLT, identifikasi awal suatu senyawa didasarkan padaperbandingan
nilai Rf dibandingkan Rf standar (Wulandari, 2011).
Kromatografi adalah teknik pemisahan campuran didasarkan atas perbedaan
distribusi dari komponen-komponen campuran tersebut diantara dua fase, yaitu fase
diam (padat atau cair) dan fase gerak (cair atau gas) yang menyebabkan terjadinya
perbedaan migrasi dari masing-masing komponen. Perbedaan migrasi merupakan
hasil dari perbedaan tingkat afinitas masing-masing komponen dalam fase diam dan
fase gerak (Wulandari, 2011).

Senyawa-senyawa terpisah karena perbedaan polaritas. Afinitas analit tehadap


fase diam dan fase gerak tergantung kedekatan polaritas analit terhadap fase diam
dan fase gerak (like dissolve like). Analit akan cenderung larut dalam fase dengan
polaritas sama. Anali takan berpartisi diantara dua fase yaitu fase padat-cair dan
fasecair-cair. Ketika analit berpartisi antara fase padat dan cair faktor utama
pemisahan adalah adsorbsi. Sedangkan bila analit berpartisi antara fase cair dan fase
cair, faktor utama pemisahan adalah kelarutan (Wulandari, 2011).

ii. Reaksi Pengendapan


Penentuan alkaloid dalam bahan tanaman dapat dilakukan baik menggunakan
reaksi presipitasi dengan Mayer (endapan putih dengan larutan iodida
potassiomercuric), Dragendorff (endapan oranye dengan kalium bismuth iodide),
Wagner (endapan-cokelat kemerahan bila dicampur dengan iodin dan kalium iodida),
dan pereaksi Hager (endapan kuning dengan larutan asam pikrat jenuh), dengan
pikrat, pikrolonat, fosfomolibdat, dan asam silikotungstat, atau dalam reaksi warna
dengan reagen yang mengandung asam sulfat atau nitrat (Marquis, Frohde, dan
reagen Erdmann; misalnya, warna kuning untuk colchicine atau ungu kebiruan untuk
alkaloid tropane) (Kukula & Widelski, 2017).
Metode berikut digunakan oleh Reddy (2016), untuk memastikan keberadaan
alkaloid dalam fraksi yang larut kloroform dari A. scholaris :
a. Uji Dragendorff :
Lima ml air suling ditambahkan ke fraksi kloroform 2 mg ekstrak, diikuti dengan
penambahan 2 M Asam klorida sampai inisiasi asam reaksi. Setelah itu, 1 ml
Dragendorff pereaksi ditambahkan ke campuran reaksi ini dan pembentukan
oranye atau merah oranye endapan menunjukkan adanya alkaloid.
b. Tes Hager:
Beberapa tetes reagen Hager ditambahkan ke fraksi kloroform 2 mg dari ekstrak.
Pembentukan endapan kuning mengkonfirmasi keberadaan alkaloid.
c. Tes Wagner:
Dua mg kloroform larut fraksi ekstrak diasamkan dengan 1,5% v / v asam
klorida. Ini diikuti oleh penambahan beberapa tetes reagen Wagner dan
penampilan endapan kuning atau coklat menunjukkan adanya alkaloid.
d. Tes Mayer:
Pada beberapa tetes Mayer reagen, 2 mg fraksi kloroform larut ekstrak
ditambahkan dan pembentukan endapan putih atau kuning pucat menunjukkan
kehadiran alkaloid.
III. PROSEDUR KERJA
A. Deskripsi
i. Preparasi Sampel
1. Ekstrak sebanyak 0,9 gram ditambah etanol ad larut, ditambah 5 ml HCl 2N,
dipanaskan di atas penangas air selama 2-3 menit, sambil diaduk.
2. Setelah dingin ditambah 0,3 gram NaCl, diaduk rata kemudian disaring.
3. Filtrat ditambah 5 ml HCl 2N. Filtrat dibagi tiga bagian dan disebut sebagai
larutan IA, IB, dan IC.
ii. Reaksi pengendapan
1. Larutan IA ditambah pereaksi Mayer, larutan IB ditambah dengan pereaksi
Wagner dan Larutan IC dipakai sebagai blanko.
2. Adanya kekeruhan atau endapan menandakan adanya alkaloid.
iii. Kromatoografi Lapis Tipis
1. Totolkan larutan uji dan larutan pembanding, menurut cara yang tertera pada
masing-masing monografi dengan jarak antara 1,5 sampai 2 cm dari tepi bawah
lempeng dan biarkan mengering
2. Gunakan alat sablon untuk menentukan tempat penotolan dan jarak rambat, beri
tanda pada jarak rambat
3. Tempatkan lempeng pada rak penyangga, hingga tempat penotolan terletak di
sebelah bawah, dan masukkan rak ke dalam bejana kromatografi (larutan
pengembang dalam bejana harus mencapai tepi bawah lapisan penjerap, totolan
jangan sampai terendam)
4. Letakkan tutup bejana pada tempatnya dan biarkan system hingga fase gerak
merambat sampai batas jarak rambat
5. Keluarkan lempeng dan keringkan di udara, dan amati bercak dengan sinar
tampak, ultraviolet gelombang pendek (254 nm) kemudian dengan ultraviolet
gelombang panjang (365 nm)
6. Ukur dan catat jarak tiap bercak dari titik penotolan serta catat panjang
gelombang untuk tiap bercak yang diamati
7. Tentukan harga Rf
B. Bagan Alir
i. Preparasi Sampel

Ditimbang ekstrak Alstonia scholaris sebanyak 0,9 gram.

(+) etanol ad larut,


(+) 5 ml HCl 2N.

Panaskan diatas penangas air 2-3 menit dan diaduk.

Setelah dingin, (+) 0,3 gram NaCl.

Aduk rata, kemudian saring.


Filtrat (+) 5 ml HCl 2N.

Filtrat dibagi menjadi 3, yaitu larutan IA, IB, dan IC

ii. Reaksi Pengendapan

Ambil larutan IA, IB, dan IC

Pada masing-masing larutan,


IA : (+) Pereaksi Mayer
IB : (+) pereaksi Wagner
IC : sebagai blanko

Amati kekeruhan atau endapan.


iii. Prosedur Kromatgrafi Lapis Tipis (KLT)

Totolkan larutan uji dan pembanding dengan jarak


1,5 – 2 cm dari tepi bawah lempeng.

Beri tanda jarak rambat dengan menggunakan alat sablon

Lempeng diletakkan kedalam bejana kromatografi yang telah berisi fase gerak

Tutup bejana, lalu tunggu hingga fase gerak merambat sampai batas jarak rambat

Keluarkan lempeng lalu keringkan. Amati noda dengan UV 254nm dan 365 nm

Ukur jarak tiap bercak dari titik penotolan

Tentukan nilai Rf
IV. HASIL
V. PEMBAHASAN
VI. DAFTAR PUSTAKA

Cai, X. H., Du, Z. Z., & Luo, X. D. (2007). Unique monoterpenoid indole alkaloids from
Alstonia scholaris. Organic letters, 9(9), 1817-1820.
Albert, S., Padhiar, A., Gandhi, D., & Nityanand, P. (2011). Morphological, anatomical and
biochemical studies on the foliar galls of Alstonia scholaris (Apocynaceae). Brazilian
Journal of Botany, 34(3), 343-358.
Reddy, D. S. (2016). Phytochemical Analysis of Active Constituents of Alstonia scholaris
and their Cytotoxicity in vitro. International Journal of Pharmaceutical Sciences and
Research, 7(8), 3262.
Poerba, Y. S. (2007). STUDI KERAGAMAN GENETIK PULAI [Alstonia scholaris (L.) R.
Br.] BERDASARKAN MARKA RANDOM AMPLIFIED POLYMORPHIC DNA.
Berita Biologi, 8(5), 353-363.
Wulandari, L. (2011). Kromatografi Lapis Tipis.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2008. Farmakope Herbal Indonesia.
Departemen Kesehatan RI : Jakarta.
Rahmawati, F. (2015). Optimasi penggunaan Kromatografi Lapis Tipis (KLT) pada
pemisahan senyawa alkaloid daun pulai (Alstonia scholaris LR Br) (Doctoral
dissertation, Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim).
Supardi, S., Susyanti, A. PENGGUNAAN OBAT TRADISIONAL DALAM UPAYA
PENGOBATAN SENDIRI DI INDONESIA (ANALISIS DATA SUSENAS TAHUN
2007). Buletin Penelitian Kesehatan, North America, 38, Jul. 2012. Available at:
<http://ejournal.litbang.depkes.go.id/index.php/BPK/article/view/100/174>. Date
accessed: 17 Feb. 2020.
Matsuura, H. N., & Fett-Neto, A. G. (2015). Plant Alkaloids: Main Features, Toxicity, and
Mechanisms of Action. Plant Toxins, 1–15.
Kukula-Koch, W. A., & Widelski, J. (2017). Alkaloids. In Pharmacognosy (p. 163- 198).
Academic Press.

Anda mungkin juga menyukai