Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM

FARMASETIKA SEDIAAN STERIL


“SEDIAAN TETES MATA FENILEFRIN”
Disusun untuk Memenuhi Tugas Praktikum Farmasetika Sediaan Steril

KELOMPOK : 5
FARMASI B
Nur Azmi Hidayati (201810410311077)
Maulana Aldi Ashari (201810410311081)
Indah Paulina Dewi (201810410311086)
Fitria Kusuma Putri (201810410311091)
Elva Dwi Kurnia (201810410311098)
Altrisna Sukma Indriyani (201810410311107)

DOSEN PEMBIMBING :
Apt. DIAN ERMAWATI, M.Farm.
Dra. Apt. USWATUN CHASANAH, M.Kes.
Apt. RADITYA WEKA NUGRAHENI, M.Farm.
Apt. DYAH RAHMASARI, M. Farm.

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan ke hadirat Allah subhanahu wata΄ala,


karena berkat rahmat-nya kami dapat menyelesaikan Laporan Akhir Praktikum
Sediaan Tetes Mata Fenilefrin. Laporan akhir ini disusun untuk memenuhi tugas
praktikum Farmasetika Sediaan Steril.
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
sehingga makalah ini dapat diselesaikan sesuai dengan waktunya. laporan ini
masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran
yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini
memberikan informasi bagi masyarakat dan bermanfaat untuk pengembangan
ilmu pengetahuan bagi kita semua.

Malang, 1 Januari 2022

Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Masyarakat Indonesia mulai terbiasa menggunakan pengobatan modern,


yang dibantu oleh informasi web, untuk pengobatan penyakit, pencegahan, dan
diagnosis. Seiring berkembangnya teknologi, kebiasaan baru ini memberikan
pengaruh yang baik bagi kesehatan dalam beberapa hal, salah satunya peningkatan
kepedulian masyarakat terhadap kesehatan. Banyaknya pengetahuan tentang
kesehatan, salah satunya adalah penggunaan obat yang bijaksana, memiliki
dampak yang cukup besar terhadap perhatian terhadap kesehatan (Fajar et al.,
2021).

Perkembangan teknologi juga sangat berpengaruh besar di bidang sediaan


farmasi. Perkembangan teknologi banyak memberikan dampak positif bagi
kesehatan masyarakat. Dampak positifnya ini yaitu tingkat kesehatan masyarakat
semakin membaik, karena sediaan farmasi saat ini terbukti telah memberikan
kontribusi yang signifikan bagi dunia kesehatan (Handayani & Parlindungan
Siregar, 2020).

Salah satu sediaan farmasi yang mengalami perkembangan yaitu sediaan


tetes mata. Ada begitu banyak sediaan mata diantaranya seperti salep mata, tetes
mata, pencuci mata (colyria) dan beberapa bentuk pemakaian yang khusus
(lamella, penyemprot mata) serta bentuk depo yang dapat digunakan untuk mata
utuh atau terluka.

Tetes mata merupakan sediaan steril yang dapat berupa larutan ataupun
suspensi, digunakan untuk mata, dengan cara meneteskan pada obat pada selaput
lendir mata disekitar kelopak mata dan bola mata. Penggunaan untuk obat tetes
mata ini memerlukan perhatian yang khusus agar dapat digunakan dengan tepat
dan mengurangi kemungkinan terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan.
Penggunaan yang benar disini meliputi penggunaan yang bersih dan steril, serta
penggunaan yang sesuai dengan indikasi dan target penggunaan (Laila et al.,
2020).

Fenilefrin adalah simpatomimetik dengan efek langsung terutama pada


reseptor adrenergik. Memiliki aktivitas alfa-adrenergik dan tanpa efek stimulasi
yang signifikan pada SSP pada dosis biasa. Aktivitas pressornya lebih lemah
daripada noradrenalin tetapi durasinya lebih lama. Dalam oftalmologi, fenilefrin
hidroklorida digunakan sebagai midriatik dalam konsentrasi hingga 10%;
umumnya larutan yang mengandung 2,5 atau 10% digunakan tetapi penyerapan
sistemik dapat terjadi dan kekuatan 10%, khususnya, harus digunakan dengan
hati-hati, efek midriatik dapat berlangsung beberapa jam. Larutan yang
mengandung 2,5% atau lebih dapat menyebabkan iritasi hebat dan anestesi lokal
selain butacain (yang tidak cocok) harus diberikan ke mata beberapa menit
sebelumnya. Larutan mata yang mengandung konsentrasi yang lebih rendah
(biasanya 0,12% fenilefrin hidroklorida) digunakan sebagai dekongestan
konjungtiva (Martindale 36th p. 1568).

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana studi pustaka dari sediaan tetes mata Phenylephrine


Hydrochloride 0,12%?
2. Bagaimana spesifikasi produk dan rancangan formulasi sediaan tetes
mata Phenylephrine Hydrochloride 0,12%?
3. Bagaimana evaluasi mutu sediaan tetes mata Phenylephrine
Hydrochloride 0,12%?

1.3 Tujuan

1. Mengetahui studi pustaka dari sediaan tetes mata Phenylephrine


Hydrochloride 0,12%
2. Mengetahui spesifikasi produk dan rancangan formulasi sediaan tetes
mata Phenylephrine Hydrochloride 0,12%.
3. Mengetahui evaluasi mutu sediaan tetes mata Phenylephrine
Hydrochloride 0,12%.
BAB II
PRAFORMULASI

2.1 Tinjauan Farmakologi Bahan Obat

Fenilefrin adalah simpatomimetik dengan efek langsung terutama pada


reseptor adrenergik. Memiliki aktivitas alfa-adrenergik dan tanpa efek stimulasi
yang signifikan pada SSP pada dosis biasa. Aktivitas pressornya lebih lemah
daripada noradrenalin tetapi durasinya lebih lama (Martindle p.1568).

2.1.1 Indikasi

Fenilefrin adalah agen simpatomimetik yang bekerja langsung yang digunakan


secara topikal di mata sebagai mydriatic (Phenylephrine Product Information.
2017).

2.1.2 Kontraindikasi

Hipertensi berat; takikardia ventrikel; feokromositoma; 10% larutan mata


dikontraindikasikan pada bayi dan pasien dengan aneurisma (A to Z Drug Facts).

2.1.3 Efek Samping

Cardiovasculer : Refleks bradikardia , hipertensi, angina, aritmia.

SSP : Sakit kepala; merangsang kegelisahan, tremor .

EENT : Sedian optalmik dan intranasal menyebabkan: penglihatan


buram dan hidung tersumbat.

(A to Z Drug Facts)
2.1.4 Farmakologi

Fenilefrin adalah agen simpatomimetik yang bekerja langsung. Ini


menyebabkan mydriasis melalui stimulasi reseptor alfa-adrenergik. Hampir tidak
ada efek sikloplegik. Fenilefrin adalah agonis alfa, dengan efek alfa-1A dan alfa
-1B. Reseptor adrenergik alfa tidak penting dalam respons aliran humor aqueous,
oleh karena itu tidak ada efek pada tekanan intraokular pada glaukoma sudut
terbuka. Molekul fenilefrin berbeda dari adrenalin hanya dengan substitusi atom
hidrogen untuk gugus hidroksil pada posisi 4 dari cincin benzena Mydriasis
maksimal terjadi dalam 10 - 90 menit dengan pemulihan setelah 5 - 7 jam
(Phenylephrine Product Information. 2017).

2.1.5 Farmakodinamika

Fenilefrin adalah agonis selektif reseptor a1 dan hanya sedikit


mempengaruhi reseptor p. Efeknya mirip metoksamin dan digunakan untuk
indikasi yang sama. Obat ini juga digunakan sebagai dekongestan nasal dan
sebagai midriatik (Farmakologi dan Terapi UI halaman 75) Kegunaan oftalmologi
fenilefrin adalah karena efeknya yang cepat dan tindakan yang cukup lama;
midriasis maksimal terjadi dalam 60-90 menit dengan pemulihan setelah 5-7 jam
(phenylephrine ophthalmic solution. 2012).

2.1.6 Farmakokinetika

Fenilefrin adalah basa lemah pada pH fisiologis. Tingkat penetrasi mata


ditentukan oleh kondisi kornea. Kornea yang sehat menghadirkan penghalang
fisik, selain itu, beberapa aktivitas metabolik dapat terjadi. Jika epitel kornea
rusak, efek penghalang dan tingkat metabolisme berkurang yang menyebabkan
penyerapan lebih besar (Phenylephrine Product Information. 2017).
2.1.7 Dosis dan Rute Pemberian

Dewasa : Teteskan satu tetes secara topikal ke setiap mata. Jika perlu, dosis ini
dapat diulang hanya sekali, setidaknya satu jam setelah tetes pertama.

Anak-anak dan lansia : Teteskan satu tetes larutan 2,5% secara topikal ke mata.
Biasanya tidak perlu melebihi dosis ini. Penggunaan fenilefrin 10%
dikontraindikasikan pada anak-anak dan lansia karena peningkatan risiko
toksisitas sistemik. Absorbsi sistemik dari fenilefrin dapat dikurangi dengan
menekan kantung lakrimal di kantus medial selama satu menit selama dan setelah
pemberian tetes. (Ini menghalangi jalannya tetes melalui duktus naso-lakrimal ke
area absorpsi yang luas dari mukosa hidung dan faring. Hal ini terutama
dianjurkan pada anak-anak) (Phenylephrine Product Information, 2017).
2.2 Tinjauan Sifat Fisikokimia Bahan Obat
2.2.1 Struktur Kimia

2.2.2 Nama dan Sinonim Bahan Obat

Nama Bahan Obat : Phenylephrine HCl

Sinonim : Fenilefrin HCl, m-Hidroksi-α-[(metilamino)metil] benzil


alkohol hidroklorida

Rumus Molekul : C9H13NO2 (Martindale p. 1568)/ C9H13NO2.HCl (FI VI Hal.


568)

Berat Molekul : 203,67 g/mol (FI VI Hal. 568)

2.2.3 Monografi Bahan Obat

1.) Organoleptis (FI VI Hal. 568)


Warna : Putih atau praktis putih
Bau : Tidak Berbau
Rasa : Rasa Pahit
2.) Bentuk Kristal : Kristal Putih
3.) Bentuk Serbuk : Serbuk hablur/prisma/lempeng tipis
4.) Titik Didih : 187°C
5.) Kelarutan : Mudah Larut dalam air dan etanol (FI VI Hal. 568)

2.2.4 Stabilitas

1.) Tidak stabil terhadap cahaya (FI V, Hal 429).


2.) Stabil pada suhu 15-30oC, terutama pada suhu 25oC (FI V, Hal 429).
3.) Untuk larutan optalmik yang di dapar : pH antara 4,0 – 7,5 (USP 29 p.1714)
4.) Untuk larutan optalmik yang tidak di dapar : pH antara 3,0 – 4,5 (USP 29
p.1714)

2.2.5 Inkompaktibiltas

Fenilefrin dinyatakan tidak kompatibel dengan anestesi lokal butacaine


(Martindle p.1568). Produk ini memiliki ketidakcocokan air, mis. asam kuat, basa,
logam alkali, hidrida alkali dan sediaan perak (safety data sheet, 2016).

2.2.6 Data Lain

 Tiap mL Larutan Obat Phenylephrine Hydrochloride Ophthalmic, 2,5%


mengandung: AKTIF: phenylephrinehydrochloride 25 mg (2,5%);
INAKTIF: natrium fosfat monobasa, natrium fosfat dibasa; asam borat,
air untuk injeksi. Asam klorida dan / atau natrium hidroksida dapat
ditambahkan untuk mengatur pH (6,0-6,4). Solusinya memiliki tonisitas
500 mOsm / kg. PRESERVATIF: benzalkonium chloride 0,01%
 Setiap mL Larutan Obat Phenylephrine Hydrochloride, 10%
mengandung: AKTIF: phenylephrine hydrochloride 100 mg (10%);
INAKTIF: sodium phosphate monobasic, sodium phosphate dibasic;
water for injection. Asam klorida dan / atau natrium hidroksida dapat
ditambahkan untuk mengatur pH (6,3-6,7). Larutannya memiliki tonisitas
1000 mOsm / kg. PRESERVATIF: benzalkonium klorida 0,01%
(phenylephrine hydrochloride solution/ drops Paragon BioTeck, Inc.)

2.2.7 Bentuk Sediaan, Dosis, dan Cara Pemberian


Bentuk dan volume sediaan yang dibuat :
Bentuk : Tetes mata
Volume : 20 ml
Konsentrasi : 0,12%

2.3 Permasalahan – Penyelesaian Bahan Obat


2.3.1 Permasalahan Formulasi

1. Fenilefrin HCl tidak stabil terhadap cahaya

2. Sediaan kemungkinan teroksidasi oleh cahay

3. Merupakan sediaan multiple dose sehingga penggunaan berulang dapat


menyebabkan terkontaminasi

4. pH fenilefrin HCl stabil pada pH 4,0-7,5

5. Tidak tahan pemanasan

2.3.2 Penyelesaian yang Dilakukan

1. Disimpan dalam wadah tertutup rapat, tidak tembus cahaya

2. Diberi antioksidan

3. Diberi pengawet

4. Sediaan dibuat pada rentang pH 4,0-7,5


5. Menggunakan sterilisasi filtrasi, pembuatan secara aseptis
BAB III
FORMULASI

3.1 Macam-macam Formulasi Berdasarkan Literatur

1. Phenylephrine and Zinc Sulfate Opthalmic Drops


Sumber :
Handbook Of Pharmaceutical Manufacturing Formulations Steril Products
Vol 6, hal. 338
Bill of Material (Batch Size 45 L)
Scale/mL Item Material Quantity UOM
Part I
1 Water Purified (Distilled), USP 10.00 L
14.00 mg 2 Polyvinyl Alcohol, 20-90 0.63 kg
Part II
3 Water Purified (Distilled), USP 30.00 L
2.00 mg 4 Sodium Citrate Dihydrate, USP 90.00 g
1.10 mg 5 Sodium Metabisulfite 49.50 g
7.10 mg 6 Sodium Chloride, USP 319.50 g
Phenylephrine Hydrochloride,
1.32 mg 7 59.40 g
USP (10% overage)
Zinc Sulfate, USP (10%
2,75 mg 8 123.75 g
overage)
0.533 mg 9 Sodium Hydroxide, NF 23.99 g
QS mL 10 1 N Sodium Hydroxide, NFa QS mL
Part III
11 Water Purified (Distilled), USP 100.00 mL
0.05 mg 12 Thimetosal, USP 2.25b g
Water Purified (Distiled), USP,
QS mL 13 45.00 L
QS to

a : For pH adjustment only.

b : The amount of thimerosal to be added must be calculated on the basis of


the assay value of the raw material lot used according to the following
formula: 2.25 g × 100.0%/assay value (%) = g thimerosal required.
2. Phenylephrine Hydrochloride 2% Eye Drops
Sumber :
Formulation and stability study of a pediatric 2% phenylephrine
hydrochloride eye drop solution. Hal 4
Two percent phenylephrine hydrochloride eye drop components.
Phenylephrine hydrochloride 4g
Disodium hydrogen phosphate 40 mg
NaCl 0,9% 75 ml
Sterile water for injection qs 200 ml

3. Phenylephrine Guttae Opthalmicae (Tetes Mata Fenilefrina)


Sumber :
Fornas Edisi 2 Hal. 241
Komposisi. Tiap 10 mL mengandung :
Phenylephrine Hydrochloridum 1g
Dinatrii Edetas 5 mg
Natrii Pyrosulfis 10 mg
Benzalkonium Chloridum 1 μg
Aqua destillata hingga 10 ml
Penyimpanan. Dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari cahaya
Dosis. Sehari 1 sampai 2 tetes
Catatan. 1. pH 4,0 sampai 7,5.
2. Disterilan dengan dengan Cara sterilisasi C

3.2 Formulasi yang Direncanakan


% yang % yang Jumlah
No
Nama Bahan Fungsi Digunaka Tersedia di yang
.
n Laboratorium Digunakan
1. Fenilefrine Bahan Aktif 0,12% 0,12% 0,0264 g
HCl
2. Sodium Antioksidan 0,1% 1% 2,2 ml
Metabisulfit
3. Benzalkoniu Pengawet 0,01% 0,1% 2,2 ml
m Chlorida
4. Edetat Chelating 0,01% 0,1% 2,2 ml
Agent
5. NaCl Bahan 0,09% 0,1727 g
Pengisotonis
6. Water for Pelarut 15,2 ml
Injection
(WFI)

3.3 Perhitungan Volume Sediaan dan Berat

0,12
 Fenilefrine HCl : ×22 ml=0,0264 g
100
 Sodium Metabisulfit : V1 × N1 = V2 × N2
22 ml × 0,1 = V2 × 1%
V2 = 2,2 ml
 Benzalkonium Chlorida : V1 × N1 = V2 × N2
22 ml × 0,1 = V2 × 1%
V2 = 2,2 ml
 Edetat : V1 × N1 = V2 × N2
22 ml × 0,1 = V2 × 1%
V2 = 2,2 ml
 NaCl : 0,1727 g
 Water for Injection : 15,2 ml

3.4 Perhitungan Isotonis

0,12
Fenilefrin HCl : ×22 ml=0,0264 g
100
0,1
Sodium Metabisulfit : ×22 ml=0,022 g
100

0,01
Benzalkonium Chloride : ×22 ml=0,0022 g
100

0,01
Edetat : ×22 ml=0,0022 g
100

0,09
NaCl : ×22 ml=0,198 g
100

Tonisitas :

1 g 0,0264 g
Fenilefrin HCl : =
0,34 x

x=0,008976

1 g 0,022 g
Sodium Metabisulfit : =
0,7 x

x=0,0154

1 g 0,0022 g
Benzalkonium Chloride : =
0,18 x

x=0,000396

1 g 0,0022 g
Edetat : =
0,24 x

x=0,000528

NaCl : 198−(0,008976+ 0,0154+0,000396+0,000528)

: 198 – 0,0253

: 0,1727 g
3.5 Cara Pembuatan

1.) Disiapkan alat dan bahan yang dibutuhkan


2.) Ditimbang Fenilefrine HCl sebanyak 0,0264 g, dimasukkan ke dalam
beaker glass, ditambahkan WFI sebanyak 5 mL, aduk ad larut
3.) Disiapkan benzalkonium chlorida sebanyak 2,2 ml
4.) Disiapkan sodium metabisulfit sebanyak 2,2 ml
5.) Bahan nomor 3 dan bahan nomor 4 dimasukkan ke beaker glass, diaduk
ad homogen
6.) Disiapkan edetat sebanyak 2,2 ml
7.) Ditimbang NaCl sebanyak 0,1727 g, ditambahkan dengan bahan nomor
6, aduk ad larut
8.) Setelah semua bahan tercampur ad homogen, dilakukan pengecekan
pH, apabila pH terlalu asam maka ditambahkan NaOH, apabila pH
terlalu basa maka ditambahkan HCl hingga diperoleh pH 4,0-7,5
9.) Ditambahkan Water for Injection sebanyak 15,2 ml, aduk ad homogen
10.) Dilakukan sterilisasi filtrasi menggunakan filter dengan ukuran 0,22 μm

3.6 Alat dan Wadah yang Digunakan dan Cara Sterilisasinya


No Jumla Cara
Nama Wadah Ukuran Suhu Waktu
. h Sterilisasi
1. Beakerglass 100 ml 2 Oven 180° 30 menit
2. Erlenmeyer 100 ml 1 Oven 160° 30 menit
3. Vial 1 Oven 180° 30 menit
4. Pinset 1 Oven 180° 30 menit
5. Gelas arloji 1 Oven 180° 30 menit
6. Batang 1 Dipanaska
pengaduk n langsung
7. Alumunium voil Dipanaska
n langsung
8. Pipet 2 Autoklaf 121° 15 menit
9. Gelas ukur 3 Autoklaf 121° 15 menit
10. Corong gelas 1 Autoklaf 121° 15 menit
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
4.2 Pembahasan

Pada praktikum yang telah dilakukan, praktikan melakukan pembuatan


sediaan tetes mata. Bahan aktif yang digunakan pada praktikum ini yaitu
Fenilefrin HCl. Praktikum ini dilakukan dengan tujuan agar mahasiswa
mengetahui studi pustaka mengenai fenilefrin serta formulasi yang digunakn
dalam pembuatan sediaan tetes mata fenilefrin. Fenilefrin merupakan
simpatomimetik dengan efek langsung terutama pada reseptor adrenergik.
Memiliki aktivitas alfa-adrenergik dan tanpa efek stimulasi yang signifikan pada
SSP pada dosis biasa. Aktivitas pressornya lebih lemah daripada noradrenalin
tetapi durasinya lebih lama.

Pada proses pembuatan sediaan tetes mata ditemukan beberapa


permasalahan diantaranya yaitu bahan aktif yang tidak stabil dan teroksidasi oleh
cahaya, sediaan tetes mata ini merupakan sediaan multiple dose sehingga sangat
rentan terhadap kontaminasi bakteri, sediaan tetes mata ini dapat membentuk kelat
apabila ditambahkan antioksidan, bahan aktif stabil pada rentang pH 4,0-7,5 dan
juga bahan aktif sediaan tetes mata tidak tahan dengan pemanasan. Untuk
mengatasi permasalahan tersebut dapat dilakukan beberapa upaya sebagai berikut
diantaranya penyimpanan sediaan tetes mata harus dalam wadah yang tertutup
rapat dan tidak tembus cahaya, diberikan antioksidan (sodium metabisulfit) dan
juga chelating agent (dinitrat edetat), pH dapat disesuaikan dengan penambahan
buffer, dan diberikan pengawet (benzalkonium chlorida) untuk mencegah
terjadinya kontaminasi yang disebabkan oleh bakteri akibat penggunaan secara
multiple dose. Berdasarkan Farmakope Indonesia Edisi VI larutan obat mata
merupakan larutan yang bebas partikel asing, merupakan sediaan yang dibuat dan
dikemas sedemikian rupa hingga sesuai digunakan pada mata. Pembuatan larutan
obat mata membutuhkan perhatian khusus dalam hal toksisitas bahan obat, nilai
isotonisitas, kebutuhan pengawet (dan jika perlu pemilihan pengawet) sterilisasi
dan kemasan yang tepat.

Nilai tonisitas pada cairan mata dan darah sama dengan tonisitas NaCl yaitu
0,9%. Secara ideal larutan obat mata harus isotonis dengan NaCl, tetapi mata juga
mempunyai toleransi terhadap tonisitas yang rendah, paling rendah setara dengan
tonisitas NaCl yaitu 0,9% dan paling tinggi setara dengan NaCl 2,0% tanpa
adanya gangguan yang terlihat. Pada formulasi sediaan tetes mata kali ini
ditambahkan NaCl sebagai pengisotonis sebanyak 0,1727 g, sesuai dengan
perhitungan tonisitas yang telah dilakukan.

Persyaratan pH yang dikehendaki yaitu sebesar 6,0 yang diperlukan untuk


pembuatan tetes mata fenilefrin. Jika pH sediaan tidak memenuhi persyaratan,
dapat disesuaikan menggunakan NaOH (basa) atau HCl (asam) berdasarkan nilai
pH yang diperoleh. Spesifikasi nilai pH 6,0 didasarkan pada komponen aktif
fenilefrin, yang stabil pada kisaran pH 4,0-7,5. Selanjutnya, stabilitas eksipien
yang digunakan juga dilihat apakah pH eksipien tersebut sudah memenuhi
persyaratan. Meskipun standar pH tidak sesuai dengan nilai pH fisiologis mata,
efek perih dari preparat non-isohidris dapat dikurangi dengan hanya beberapa
tetes saja yang digunakan. pH obat tetes mata fenilefrin dapat diatur untuk
membuat obat tetes mata isohidris, namun hal ini harus dipertimbangkan karena
kemungkinan penurunan efisiensi komponen aktif jika pH obat tetes mata
fenilefrin dibuat isohidris.

Pada pembuatan obat mata fenilefrin ditujukan menjadi sediaan multidosis


yang sensitif terhadap kontaminasi bakteri dalam pembuatan sediaan steril, maka
dalam formulasi sediaan tetes mata ditambahkan pengawet belzalkonium chlorida.
Selain itu, bahan dalam formulasi sediaan tetes mata tidak tahan panas, prosedur
sterilisasi aseptik dengan filter membran 0,22 mikrometer digunakan untuk
sterilisasi. Sebelum dilakukan sterilisasi filtrasi, terlebih dahulu dilakukan bubble
point test untuk menguji apakah terjadi kebocoran atau adanya sumbatan dalam
filter yang akan digunakan. Apabila keluar gelembung air pada skala maksimal
0,8 ml, maka membran filter tidak bisa digunakan karena mengalami kebocoran.
Sedangkan jika gelembung udara pada air tidak keluar sampai skala 0 maka
membran filter juga tidak bisa digunakan karena mengalami sumbatan.

Setelah sediaan disaring, tahap selanjutnya yaitu pengemasan. Pada tahap


ini, sediaan teets mata dikemas dalam wadah yang tertutup rapat dan tidak tembus
cahaya karena cahaya dapat mengganggu stabilitas dari bahan aktif yang
digunakan yaitu fenilefrine. Wadah sediaan tetes mata harus di segel untuk
menjamin sterilitasnya. Dalam kemasan sekunder, sediaan tetes mata harus
dilengkapi dengan brosur yang berisi seputar kadar bahan aktif yang digunakan,
indikasi, cara penggunaan, cara penyimpanan, efek samping, serta expired date
dari sediaan teets mata tersebut.
BAB V
KESIMPULAN

1. Fenilefrin merupakan sediaan obat tetes mata memiliki kelebihan yaitu


efeknya yang cepat dan durasinya cukup lama.

2. Sediaan fenilefrin harus disimpan dalam wadah yang tertutup rapat dan
tidak tembus cahaya, karena bahan aktif dari sediaan tetes mata tersebut
tidak stabil apabila terkena cahaya
3. Untuk mencegah terjadinya kontaminasi bakteri akibat pemakaian multiple
dose, maka sediaan teets mata fenilefrin ditambahkan dengan bahan
pengawet yaitu benzalkonium chloride
4. Pada sediaan yang memiliki pH tidak sesuai dengan persyaratan yang telah
ditetapkan, dapat ditambahkan dengan larutan buffer untuk menyesuaikan
pH yang dikehendaki
5. Pembuatan larutan obat mata membutuhkan perhatian khusus dalam
toksisitas bahan obat, nilai isotonisitas, serta kebutuhan bahan pengawet dan
cara sterilisasi yang tepat
DAFTAR PUSTAKA

Farmakope Indonesia Edisi V Tahun 2014

Farmakope Indonesia Edisi VI Tahun 2020

Fajar, I. R. F., Hardiyati, I., & Fitri, D. R. (2021). Penyuluhan Dagusibu Cara
Penggunaan Obat Tetes yang Baik dan Benar pada Posyandu Anggrek
Pondok Aren. Jurnal Abdidas, 2(4), 1003–1007.

Handayani, K., & Parlindungan Siregar, B. (2020). TINJAUAN TERHADAP


PERTANGGUNGJAWABAN SEORANG TERDAKWA PENGEDAR
SEDIAAN FARMASI (Studi Putusan Mahkamah Agung NO. 39
K/PID.SUS/2010). Jurnal Ilmiah METADATA, 2(1), 22–43.
https://doi.org/10.47652/metadata.v2i1.19

Laila, A. N. N., Yulinar, F. L., Nurussalam, A. M. R., Nandiwardana, A.,


Erlitasari, A. S., Damayanti, R. E. M., Soniyah, S., Romani, R., Adi, A. P.,
Elfadiana, R. I., Perdana, R. A., Imani, F. F., & Setiawan, C. D. (2020).
Tingkat Pengetahuan Masyarakat Di Daerah Joyoboyo Tentang Penyakit
Mata Dan Sediaan Obat Mata. Jurnal Farmasi Komunitas, 6(1), 9.
https://doi.org/10.20473/jfk.v6i1.21822

Martindale The Complete Drug Reference Thirty-Sixth Edition 2009

Anda mungkin juga menyukai