Anda di halaman 1dari 21

Laboratorium Steril

Program Studi S-1 Farmasi


Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Borneo Lestari

LAPORAN
TEKNOLOGI SEDIAAN STERIL

PERCOBAAN III
INFUS GLUKOSA

Nama : Ainun Beni Kristian (SF19006)


Cantika Yoananda Fitri (SF19016)
Difla Athariyah (SF19129)
Maulida Nurazmi Octavia (SF19053)
Kelompok / shift : 1/1
Hari, Tanggal Praktikum : Senin , 11 Oktober 2021
Laboran : Tia Safariana,S.Farm
Eka Rusliana S.Tr.Gz
Dosen Pembimbing : apt. Wahyudin Bin Jamaludin M,Si
Nilai kerja : Nilai laporan :

Paraf : Paraf :

Laboratorium Steril
Program Studi S-1 Farmasi
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Borneo Lestari

LAPORAN
TEKNOLOGI SEDIAAN STERIL
PERCOBAAN IV
FORMULASI SEDIAAN SALEP MATA KLORAMFENIKOL

Nama : Ainun Beni Kristian (SF19006)


Cantika Yoananda Fitri (SF19016)
Difla Athariyah (SF19129)
Maulida Nurazmi Octavia (SF19053)
Kelompok / shift : 1/1
Hari, Tanggal Praktikum : Kamis , 14 Oktober 2021
Laboran : Tia Safariana,S.Farm
Eka Rusliana S.Tr.Gz
Dosen Pembimbing : apt. Wahyudin Bin Jamaludin M,Si
Nilai kerja : Nilai laporan :

Paraf : Paraf :

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BORNEO LESTARI


PROGRAM STUDI S-1 FARMASI
BANJARBARU
2021
PERCOBAAN IV
FORMULASI SEDIAAN SALEP MATA KLORAMFENIKOL

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Obat biasanya dipakai pada mata untuk maksud efek lokal pada
pengobatan bagian permukaan mata atau pada bagian dalamnya. Karena
kapasitas mata untuk menahan atau menyimpan cairan dan salep
terbatas, pada umumnya obat mata diberikan dalam volume kecil.
Preparat cairan sering diberikan dalam bentuk sediaan tetes dan
salep dengan mengoleskan salep yang tipis pada pelupuk mata (Ansel,
2008).

Obat mata digunakan untuk menghasilkan efek diagnostik dan
terapetik lokal, dan yang lain untuk merealisasikan kerja farmakologis,yang
terjadi setelah berlangsungnya penetrasi bahan obat, dalam jaringan yang
umumnya disekitar mata. Mata merupakan organ yang paling peka
dari manusia, sehingga sediaan obat mata mensyaratkan kualitas yang
lebih tajam. Salep mata harus efektif dan tersatukan secara fisiologis (bebas
rasa nyeri, tidak merangsang) dan steril (Voigt, 1995).

Pembuatan salep mata harus steril serta berisi zat


antimicrobial preservative, antioksidan, dan stabilizer. Menurut USP
edisi XXV, salep berisi chlorobutanol sebagai antimicrobial dan perlu
bebas bahan partikel yang dapat membahayakan jaringan mata.
Sebaliknya, dari EP (2001) dan BP (2001) ada batasan ukuran
partikel, yaitu setiap 10 mikrogram zat aktif tidak boleh mempunyai
partikel > 90 nm, tidak boleh lebih dari 2 yang memiliki ukuran partikel >
50 nm, dan tidak boleh lebih dari 20,25 nm (Lukas, 2006). Karena mata
merupakan organ yang paling peka dari manusia, sehingga sediaan obat
mata sendiri membutuhkan perhatian yang
khusus dalam hal toksisitas bahan obat. Hal - hal yang
berkaitan dengan cara pembuatan dan syarat – syarat pembuatan sediaan
salep mata tersebut akan dibahas lebih lanjut dalam praktikum kali ini.

1.2 Tujuan Praktikum

Pada percobaan ini, mahasiswa diharapkan dapat memahami cara


memformulasi sediaan salep mata, mengetahui faktor faktor yang harus
dipertimbangan dalam pemilihihan basis, serta aksi terapetik dari bahan
aktif.
BAB 2

Praformulasi

2.1. Tinjauan farmakologi bahan obat

a. Hidrokortison 

1) Indikasi : Dermatitis atopic, kontak alergi, neurodermatitis, gatal non


spesifik pada dubur, vulva dan skrotum.

2) Kontra indikasi: Penyakit virus, infeksi jamur dan bakteri pada kulit acne,
Dermatitis perioral, nerurodermatitis. 

3) Efek samping: Atropik kulit setermpat, hilangnya cairan kolagen kulit,


gatal.

b. Paraffin Liquid 

1) Indikasi : Laksativum

2) Kontra indikasi : Anak usia di bawah 3 tahun.

3) Efek samping : Tirisan anal paraffin menyebabkan iritasi anal setelah


penggunaan jangka panjang.

  c. Adeps lanae

1) Indikasi : Bahan tambahan

  d. Vaselin Flavum

1) Indikasi: Bahan tambahan

2.2. Sifat Fisika kimia bahan obat 

a. Hidrokortison 

1) Pemerian : Serbuk hablur, putih atau hampir putih, tidak berbau, rasa
tawar kemudian pahit.
2) Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air, sukar larut dalam eatnol (95% )p
dan dalam kloroform p.

3) Suhu lebur: ±220°C, di sertai peruraian.

b. Paraffin liquid

1) Pemerian : Cairan kental, transparan, tidak berflouresensi, tidak berwarna,


hampir tidak berbau, hampir tidak mempunyai rasa.

2) Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air dan dalam etanol (95%) p, larut
dalam kloroform p dan dalam eter p.

3) Kekentalan pada suhu 37,8°c tidak kurang dari 55 cp.

c. Adeps lanae

1) Pemerian : Zat serupa lemak, liat, lekat, kuning muda atau kuning pucat,
agak tembus cahaya, bau lemah, khas.

2) Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air, agak sukar larut dalam etanol
(95%) p, mudah larut dalam kloroform p dan dalam eter p.

3) Jarak lebur 36° sampai 42°.

4) Susut pengeringan tidak lebih dari 0,5%, pengeringan dilakukan pada suhu
105°c selama 1 jam.

d. Vaselin Flavum

1) Pemerian: Massa lunak, lengket, bening, kuning muda sampai kuning


tidak berbau.

2) Kelarutan: Memenuhi syarat yang tertera pada vaselin album.

2.3. Cara Sterilisasi masing-masing bahan (Jika ada)

a. Hidrokortison : Oven pada suhu 150°C selama 1  jam.

b. Paraffin liquidum : Oven pada suhu 150°C selama 1 jam.


c. Vaselin Flavum: Oven pada suhu 150°C selama 1 jam

d. Adeps lanae : Oven pada suhu 150°C selama 1 jam.

2.4. Obat Tak Tercampurkan

Parafin liquid tidak bisa tercampur dengan oksidator kuat.


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BORNEO LESTARI
PROGRAM STUDI S-1 FARMASI
BANJARBARU
2021
BAB I
1.1 Latar Belakang
Terilisasi adalah proses yang dirancang untuk menciptakan
keadaan steril. Secara tradisional keadaan steril adalah kondisi mutlak
yang tercipta sebagai akibat penghancuran dan penghilangan semua
mikroorganisme hidup. Konsep ini menyatakan bahwa steril adalah
istilah yang mempunyai konotasi relative, dan kemungkinan
menciptakan kondisi mutlak bebas dari mikroorganisme hanya dapat
diduga atas dasar proyeksi kinetis angka kematian mikroba.
(Lachman, hal 1254).
Sediaan parenteral volume besar umumnya diberikan lewat infus
intravena untuk menambah cairan tubuh, elektrolit, atau untuk
memberi nutrisi. Infus intravena adalah sediaan parenteral dengan
volume besar yang ditujukan untuk intravena. Pada umumnya cairan
infus intravena digunakan untuk pengganti cairan tubuh dan
memberikan nutrisi tambahan, untuk mempertahankan fungsi normal
tubuh pasien rawat inap yang membutuhkan asupan kalori yang cukup
selama masa penyembuhan atau setelah operasi. Selain itu ada pula
kegunaan lainnya yakni sebagai pembawa obat-obat lain.
Cairan infus intravena dikemas dalam bentuk dosis tunggal,
dalam wadah plastik atau gelas, steril, bebas pirogen serta bebas
partikel-partikel lain. Oleh karena volumenya yang besar, pengawet
tidak pernah digunakan dalam infus intravena untuk menghindari
toksisitas yang mungkin disebabkan oleh pengawet itu sendiri. Cairan
infus intravena biasanya mengandung zat-zat seperti asam amino,
dekstrosa, elektrolit dan vitamin.
Walaupun cairan infus intravena yang diinginkan adalah larutan
yang isotonis untuk meminimalisasi trauma pada pembuluh darah,
namun cairan hipotonis maupun hipertonis dapat digunakan. Untuk
meminimalisasi iritasi pembuluh darah, larutan hipertonis diberikan
dalam kecepatan yang lambat.
1.2 Tujuaan Percobaan
a. Mahasiswa dapat mengetahui tahapan-tahapan dalam pembuatan
sediaan steril infus glukosa.
b. Mahasiswa dapat membuat sediaan steril infus glukosa dalam skala
laboratorium sesuai dengan persyaratan sediaan steril yang telah
ditentukan.
BAB 2

BAB 3

3.1 Alat
a. OvenTutup gabus
b. GuntingBotol 150 ml
c. Gelas beaker 250 mL
d. Batang pengaduk
e. Pipet tetesNeraca
f. Kaca arlojiPenangas air
g. SudipAutoklaf
h. Mortir dan stamperKertas saring
i. Cawan porselinorong gelas
j. Tube salep
k. Aluuminium foil
l. Kain kaca steril
m. Kertas perkamenali kasur
3.2 Bahan
a. KloramfenikolGlukosa monohidrat
b. Paraffin cairNorit
c.
d. Lanolin
e. Vaselin flavumWFI steril
3.3 Formula
R/ Kloramfenikol 0,02 gr
Lanolin 0,2 gr
Paraffin cair 0,2 gr
Vaselin flavum 1,58 grGlukosa monohidrat 5,9 %
Norit 0,1 %
WFI steril ad to 500 ml

3.4 Prosedur pembuatan sediaan


Sterilisasi emua alat yang akan digunakan terlebih dahulu
Timbang glokusa 5,9 mg dan norit 0,1 mg

Timbang masing-masing bahan sesuai dengan


bobotnyaKalibrasi gelas ukur dengan WFI steril 100 mL

Aduk sampai homgenMasukkan WFI steril yang sudah


dikalibrasi kedalam botol, lalu tandai batasnya

Letakkan basis salep (lanolin, parafin cair, dan vaselin flavum)


pada beaker glass yang telah dilapisi kasa steril,
diatasnya ditutupi aluminium foilMasukkan glukosa
yang sudah ditimbang ke dalam beaker gelas, dan
masukkan WFI steril, aduk hingga larut

3.5 Prosedur evaluasi

Leburkan basis salep dalam oven pada suhu 60oC selama 30


menit Larutan campuran kemudian dicek pH (pH

Gerus kloramfenikol di dalam mortir hingga halus Isikan


larutan zat ke dalam 2 ampul (dengan buret) masing-masing
sebanyak 15 mL

Masukkan sedikit demi sedikit ke dalam mortir yang telah


berisikan kloramfenikol kemudian aduk hingga homogen
Membuat penutup ampul menggunakan semburan api

Timbang campuran bahan sebanyak 2 g, lalu masukkan ke


dalam tube yang telah disiapkan Tes kebocoran pertama dengan
membalikkan ampul

Beri etiket tube yang telah berisikan salep, lalu masukkan ke


dalam kemasan Beker glass diisi kapas ditutup atasnya dengan
aluminium foil, ampul ditusuk dengan posisi terbalik
masukkan di autoklaf, setelah itu cek kebocoran kedua

3.5 Prosedur evaluasi

Organoleptis : Periksa fisik sediaan secara visual yang


meliputi warna, baud an tekstur

Homogenitas : Letakkan sediaan di atas objek glass, tekan


dengan objek glass yang lain hingga rata
Uji daya lekat : Letakkan 0,5 gram salep dengan hati-hati di
atas kertas grafik yang dilapisi kaca bening, biarkan sesaat (1
menit), catat diameternya. Tutup dengan kaca bening yang
diberi beban masing-masing 50 gram, 100 gram, dan 150
gram, biarkan selama 60 detik. Hitung pertambahan luasnya

Uji pH : Ambil 1 gr sediaan yang akan diperiksi


BAB 4
4.1 Pembahasan

Pada praktikum ini melakukan praktikum formulasi sediaan


salep mata yang bertujuan mahasiswa diharapkan dapat memahami
cara memformulasikan sediaan salep mata, mengatahui factor-faktor
yang harus dipertimbangkan dalam pemilihan basis, serta aksi
teraupetik dari bahan aktif. Oculanta atau yang biasa disebut salep
mata, adalah setengah padat. Salep mata adalah salep yang digunakan
pada mata. Pada pembuatan salep mata harus diberikan perhatian
khusus, sediaan dibuat dari bahan ang sudah disterilkan dengan
perlakuan aseptic yang ketat serta memenuhi syarat ujji steriltas. Perlu
diketahui bahwa syarat oculata atau salep mata seperti tidak boleh
mengandung bagian-bagian kasar, dasar salep tidak boleh merangsang
mata dan harus memberi kemungkinan obat tersebar dengan perantara
air mata, obat harus tetap berkhasiat selama penyimpanan, salep mata
harus steril dan disimpan dalam tube yang steril.

Pada praktikum salep mata ini bahan yang digunakan yaitu


Kloramfenikol, Lanolin atau Adeps lanae, Parafin Cair dan Vaselin
Flafum. Pertama dengan menimbang Kloramfenikol sebanyak 0,1
Gram, Lanolin 1 Gram, Paraffin Cair 1 Gram, Vaselin Flavum 7,9
Gram. Selanjutnya Vaselin Flavum, Lanolin dan Parafin cair
dimasukkan kedalam mortar lalu digurus ad homogeny dan setelah
homogen campuran tersebut diletakkan diatas gelas ukur yang
sebelumnya diberi kain kasa dan ditutup menggunakan alumunium
foil dengan berbentuk kerucut. Kemudian leburkan dalam oven pada
suhu 60⁰C selama 60 menit, selanjutnya campurankan Kloramfenikol
dengan basis yang telah meleleh sempurna sampai homogeny,
timbang 2 Gram dan masukkan ke dalam tube terlebih dahulu dan beri
etiket. Sebelum campuran bahan yang dicampur dimasukkan kedalam
tube terlebih dahulu lakukan evaluasi sediaan salep mata, dari uji
organoleptis salep mata yang dibuat berwarna kuning pucat, berbau
khas, dari uji homogenitas salep mata yang dibuat homogeny, dari uji
daya sebar dihasilkan daya sebar salep mata 01.68 detik, dari uji pH
yang dilakukan pada salep mata yang dibuat memiliki pH 6 dimana
batas normal pH salep mata yaitu pH 7.

Keuntungan utama suatu salep mata dibandingkan larutan untuk


mata adalah waktu kontak antara obat dengan mata yang lebih lama.
Sediaan salep mata umumnya dapat lebih besar dari pada sediaan
larutan dalam air yang ekuivalen. Hal ini disebabkan karena waktu
kontak yang lebih lama sehingga jumlah obat yang diabsorpsi lebih
tinggi. Satu kekurangan bagi pengguna salep mata adalah kaburnya
pandangan yang terjadi begitu dasar salep meleleh dan menyebar
melalui lensa mata. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam
menyediakan sediaan salep mata, adalah sediaan dibuat dari bahan
yang sudah disterilkan dengan perlakuan aseptic yang ketat serta
memenuhi syarat uji sterilitas. Bila bahan tertentu yang digunakan
dalam formulasi tidak dapat disterilkan dengan cara biasa, maka dapat
membuhi syarat uji sterilitas. Bila bahan tertentu yang digunakan
dalam dormulasi tidak dapat disterilkan dengan cara biasa, maka dapat
digunakan bahan yang memenuhi syarat uji sterilitas dengan
pembuatan secara aseptic. Salep mata harus memenuhi persyaratan uji
sterilitas. Sterilitas akhir salep mata dalam tube biasanya dilakukan
dengan radiasi sinar y, kemungkinan kontaminasi mikroba dapat
dikurangi dengan melakukan pembuatan uji dibawah LAF, salep mata
harus mengandung bahan atau mata harus mengandung bahan atau
campuran bahan yang sesuai untuk mencegah pertumbuhan atau
memusnahkan mikriba yang mungkin masuk secara tidak sengaja bila
wadah dibuka pada waktu penggunaan. Kecuali dinyatakan lain
dalam monografi atau formulanya sendiri sudah bersifat
bakteriostatik, wadah salep mata harus dalam keadaan steril pada
waktu pengisian dan penutupan, wadah salep mata kebanykan
menggunakan tube, tube dengan rendahnya luas permukaan jalan
keluarnya menjamin penekanan kontaminasi selama pemakainnya
sampai tingkat yang minimum.

Dasar salep yang dipilih tidak boleh mengiritasi mata,


memungkinkan difusi obat dalam cairan mata dan tetap
mempertahankan aktivitas obat dalam jangka waktu tertentu pada
kondisi penyimpanan yang tepat (Depkes RI, 1995). Dasar salep yang
dimanfaatkan untuk salep mata harus memiliki titik lebur atau titik
melumer mendekati suhu tubuh, tidak menimbulkan alergi, serta tidak
bersifat hidrofilik sehingga tidak mudah tercuci oleh air mata.

4.2 Kesimpulan

1. Basis salep yang dipilih tidak boleh mengiritasi mata,


memungkinkan difusi obat dalam cairan mata dan tetap
mempertahankan aktivitas obat dalam jangka waktu tertentu pada
kondisi penyimpanan yang tepat.
2. Pembuatan salep mata harus berlangsung pada kondisi aseptic
untuk menjamin kemurnian mikrobiologi yang disyaratkan. Hal itu
mensyaratkan, bahwa basis salep yang digunakan sedapat mungkin
dapat disterilkan.
3. Salep mata Kloramfenikol untuk terapi infeksi superficial pada
mata dan otitis eksternal yang disebabkan bakteri.
DAFTAR PUTAKA
Departemen Kesehatan RI. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV, 551, 713.
Jakarta.

Ansel, H.C. 2008. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi Edisi Keempat. Jakarta :
UI Press.

Lukas, Stefanus. 2006. Formulasi Steril. Yogyakarta : Andi

Voigt, R., 1995, Buku Pelajaran Teknologi Farmasi, Diterjemahkan oleh


Soendani N. S. Yogyakarta : UGM Press.
LAMPIRAN
a. Pembuatan sediaan salep mata
b.
c. Evaluasi sediaan

Anda mungkin juga menyukai