Anda di halaman 1dari 47

LAPORAN TUTORIAL

BLOK 13 PENYAKIT RONGGA MULUT DAN FARMASI KEDOKTERAN GIGI


MODUL 5 FARMASI KEDOKTERAN GIGI

Instruktur SL:
drg. Kosno Suprianto, MDSC, Sp.Perio

KETUA : Nahda Adillah (2011413010)


SEKRETARIS PAPAN : Laksmi Lestia (2011412001)
SEKRETARIS MEJA : Muhammad Zhafran Hafizh Surbakti (2011412012)

Anggota :
Amirah Balqis (2011411015)
Garvinia Pamberga (2011413018)
Hafizatul Fitrah (2011412004)
Keisha Joventa (2011413006)
Mariska Rizki Ananda (2011412021)
Miftahul Rizka Amalia (2011412018)

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS ANDALAS
2022
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh


Alhamdulillahirabbilalamin, begitu banyak nikmat yang Allah berikan kepada kita,
tetapi sedikit sekali yang kita ingat. Segala puji bagi Allah atas segala berkat, rahmat, taufik,
serta hidayah-Nya yang tiada terkira besarnya, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas
hasil laporan tutorial skenario modul 5 pada blok 13 ini. Dalam penyusunannya kami
mengucapkan terimakasih kepada drg. Kosno Suprianto, MDSC, Sp.Perio
selaku tutor kami yang telah memberikan dukungan, masukan, saran dan kepercayaan yang
begitu besar. Dari sanalah semua kesuksesan ini berawal, semoga laporan ini bisa bermanfaat
dan menuntun pada langkah yang lebih baik lagi bagi kami.
Meskipun kami berharap isi dari laporan tutor kami ini bebas dari kekurangan dan
kesalahan, namun pasti selalu ada yang kurang. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik
dan saran yang membangun agar laporan tutorial ini dapat lebih baik lagi. Akhir kata kami
mengucapkan terimakasih, semoga hasil laporan tutorial kami ini dapat bermanfaat.
Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Kamis, 22 September 2022

Penyusun
MODUL 5
FARMASI KEDOKTERAN GIGI
Skenario 5
LAGI - LAGI RESEP OBAT
Bapak Firman 58 tahun datang ke Poliklinik Penyakit Mulut atas rujukan dari
Poliklinik Penyakit Dalam. Bapak Firman mengeluhkan sejak 2 bulan ini, pipi kiri bagian
dalamnya terasa luka dan perih. Luka dirasakan makin melebar dan bertambah sakit. Bapak
Firman juga mengeluhkan mulutnya terasa kering dan panas. Dari anamnesis diketahui Bapak
Firman mengonsumsi obat hipertensi dan diabetes melitus sejak 6 tahun yang lalu. Setelah
melakukan pemeriksaan klinis, dokter memberikan penjelasan bahwa penyakit yang diderita
Bapak Firman disebabkan oleh obat-obat yang dikonsumsi yang memicu respon imun. Mulut
kering yang dialami dikarenakan ada beberapa obat yang mempengaruhi kerja sistem saraf
otonom yang berperan mengatur sekresi kelenjar saliva.
Mengingat banyaknya obat yang dikonsumsi pasien, dan pertimbangan adanya
interaksi obat tertentu, Dokter yang bertugas di Poliklinik Penyakit Mulut kemudian
memberikan resep obat topikal berupa salep yang mengandung antiinflamasi dan
antihistamin, serta obat kumur yang mengandung antimikroba dan anestetik. Untuk
mengurangi rasa sakit, Dokter juga memberikan analgetik tablet per oral. Dokter lalu
menjelaskan dosis dan cara pemakaian obat tersebut. Pasien disarankan untuk berkonsultasi
dengan dokter internist yang menanganinya untuk dapat memberikan toleransi terhadap
penggunaan beberapa obat yang dicurigai sebagai penyebab lesi oral tersebut. Bagaimana
saudara menjelaskan kasus Bapak Firman tersebut?
Langkah 1. Mengklarifikasi terminologi yang tidak diketahui dan mendefinisikan hal-
hal yang dapat menimbulkan kesalahan interpretasi.
1. Antinflamasi
Golongan obat yang menekan atau mengurangi peradangan.
Antiinflamsi steriod dan non steroid
2. Antihistamin
Obat yang mampu menetralkan reaksi histamin pada tubuh. Biasa digunakan untuk
pengobatan alergi
3. System saraf otonom
bagian sistem saraf perifer motorik yang bertanggung jawab untuk hemostastik
4. Obat topical
Jenis obat yang pemakaian di permukaan kulit atau selaput lender
5. Analgetik
Jenis obat yang digunakan meredakan rasa nyeri
6. Antimikroba
Suatu agen atau obat yang membunuh/menghentikan/ menghambat pertumbuhan mikroba
7. Anestetik
Obat yang digunakan untuk membuat pasien mati rasa/menghilangkan kesdaran pasien
yang digunakan saat operasi

Langkah 2. Menentukan masalah


1. Apa hubungan mengkonsumsi obat obatan dengan respon imun
2. Apa saja faktor yang mempengaruhi dosis obat
3. Apa saja bentuk sediaan obat?
4. Apa saja cara pemberian obat?
5. Bagaimana cara perhitungan dosis obat
6. Bagaimana cara penulisan resep obat?
7. Bagaimana mekanisme interaksi obat?
8. Apa saja obat yang mempengaruhi sistem saraf otonom
9. Apa saja fungsi antiinnflamasi dan apa saja jenis obatnya?
10. Apa saja fungsi antihistamin dan apa saja jenis obatnya?
11. Apa fungsi obat antimikroba dan anestetik?
12. Apa saja fungsi oabat analgetik
13. Apa saja obat yang dapat mempengaruhi rongga mulut?
Langkah 3. Menganalisa masalah melalui brain storming
1. Apa hubungan mengkonsumsi obat obatan dengan respon imun
Ada hubungannya, contohnya obat anti histamin yaang meredakan alergi, namun
memiliki efek samping yaitu kantuk
2. Apa saja faktor yang mempengaruhi dosis obat
Faktor :
 Usia pasien
 Berat badab
 Jenis kelamin
 Daya tahan tubuh
 Kehamilan
 Toleransi pasien terhadap obat
 Status
 Bentuk sediaan dan cara pemkaian
 Pemakaian obat tersebut dengan obat lain
3. Apa saja bentuk sediaan obat?
 Tablet
 Kapsul
 Sirup
 Rektal
 Sustoporia
 Injeksi
 Inhalasi
 Tetes mata
 Suspensi
 Emulsi
 Padat
 Setengah padat
 Cair
 gas
4. Apa saja cara pemberian obat?
 Oral
 Absorpsi
 Pariteral
 Injeksi intramuskular dan intravena
 Topikal
5. Bagaimana cara perhitungan dosis obat
Pada orang dewasa (20-60 tahun) menggunakan dosis maksimum.
Pada dan anak-anak, pemberian dosis harus kurang dari dosis maksimum, karena
ketahanan tubuh anak-anak dan lansia lebih lemah daripada orang dewasa.
Untuk perhitungan dosis untuk anak-anak bisa dihitung dengan rumus yang berdasarkan
usia dan berat badan. berdasarkan usia menggunakan rumus Young (< 8thn), rumus
Dilling (> 8 tahun), dan rumus Fried ( perbandingan usia dalam bulan untuk bayi < 2
tahun). jika berdasrkan berat badan menggunakan rumus Thremich-Fier ( berat badan
anak dalam KG)
Untuk perhitungan lansia
 65-74 tahun: dosis biasa -10%
 75-84 tahun : Dosis biasa -20%
 > 85 tahun : dosis biasa -30%

6. Bagaimana cara penulisan resep obat?


 Inscripto : Nama dokter, alamat, SIP, kota, tanggal, resep
 Prescriptio : Nama obat, bentuk obat, jumlah obat, cara pembuatan(jika racikan)
 Signatura : Cara pemakaian, Jumlah Obat, waktu minum
 Pro : Nama pasien, umur, berat badan, alamat ( untuk obat yang mengandung
narkotika)
 Subcriptio : Paraf/TTD
7. Bagaimana mekanisme interaksi obat?
 Interaksi farmakonetik
Merupakan interaksi yang terjadi apabila satu obat mengubah absorbsi, distribusi,
biotransformasi atau eliminasi obat lain.
 Interaksi farmakodinamik
Interaksi farmakodinamik terjadi antara obat-obat yang mempunyai efek samping
yang serupa atau berlawanan. Interaksi ini disebabkan oleh kompetisi pada reseptor
yang sama atau terjadi antara obat-obat yang bekerja pada sistem fisiologi yang sama

8. Apa saja obat yang mempengaruhi sistem saraf otonom?


Obat otonom bekerja dengan menghambat sintesisi, mempermudah pembebasann
neurotransmiter
Golongan obat otonom, adrenergik, penghambat adrenergik, kolinergik, penghambat
kolinergik dan obat ganglion
9. Apa saja fungsi antiinnflamasi dan apa saja jenis obatnya?
Fungsi : Untuk menekan peradangan
 Antiinflamasi steroid
Krotison deksametason
 Non-steroid
Aspirin, natrium naproksen
10. Apa saja fungsi antihistamin dan apa saja jenis obatnya?
Obat antialergi dan juga meredakan mual dan muntah
Antihistamin ada beberapa generasi. Gen 1 yaitu ctm dengan efek samping obat
mengantuk .
Gen 2 yaitu loratadin, desloratadin, cetirizin dengan efek samping obat mengantuk lebih
ringan

11. Apa fungsi obat antimikroba dan anestetik?


Antimikroba-Untuk terapi infeksi
Anestetik- menghentikan sinyal saraf dari pusat rasa sakit yang dirasakan
12. Apa saja fungsi obat analgetic
Untuk mengurangi rasa sakit atau rasa nyeri
13. Apa saja obat yang dapat mempengaruhi rongga mulut?
 Antihistamin-mulut kering
 Obat pengencer darah
 Penggunaan steroid -kandidiasis
 Kemoterapi -sariawan
Langkah 4. Membuat skema atau diagram dari komponen-komponen permasalahan
dan mencari korelasi dan interaksi antar masing-masing komponen untuk membuat
solusi secara terintegrasi.
Langkah 5. Memformulasikan tujuan pembelajaran
1. Mahasiswa Mampu Menjelaskan Tentang Konsep Dasar Farmakologi
(Farmakokinetik, Farmakodinamik Dan Interaksi Obat)
2. Mahasiswa Mampu Menjelaskan Tentang Anti Mikroba, Antifungal, Dan Antivirus
3. Mahasiswa Mampu Menjelaskan Tentang Anti Inflamasi, Antihistamn Dan Analgenik
4. Mahasiswa Mampu Menjelaskan Tentang Obat Yang Mempengaruhi Sistem Saraf
Otonom
5. Mahasiswa Mampu Menjelaskan Tentang Bentuk Sediaan, Cara Dan Dosis
Pemakaian Obat Anak Dan Dewasa
6. Mahasiswa Mampu Menjelaskan Tentang Penulisan Resep Obat

Langkah 6. Mengumpulkan informasi di perpustakaan, internet, dan lain-lain.

Langkah 7. Sintesa dan uji informasi yang telah diperoleh

1. Mahasiswa Mampu Menjelaskan Tentang Konsep Dasar Farmakologi


(Farmakokinetik, Farmakodinamik Dan Interaksi Obat)
Definisi dan Pengertian Farmakologi :
Farmakologi berasal dari Kata “Farmakon” Yang berarti : “obat” dalam arti sempit, dan
dalam makna luas adalah : “Semua zat selain makanan yg dapat mengakibatkan perubahan
susunan atau fungsi jaringan tubuh”. Logos yaitu : ilmu. Singkatnya Farmakologi ialah : Ilmu
yang mempelajari cara kerja obat didalam tubuh. Farmokologi itu ilmu khasiat obat yang
mana pengertiannya itu ilmu yang memperlajari pengetahuan obat dalam seluruh aspeknya,
yaitu sifat2 fisika dan kimia, kegiatan fisiologi, resorpsi dan nasibnya dalam organisme
hidup.
Ketika kita bicara tentang obat, sebenarnya tidak hanya farmakologi saja yang berkaitan
dengan obat, tetapi kita harus juga membicarakannya dari ilmu lain yang sangat erat
kaitannya dengan obat, yaitu
Perkembangan ilmu dan teknologi kedokteran dan farmasi, menyebabkan farmakologi tidak
dapat dibahas dari satu sisi keilmuan saja. Para ahli secara cermat mengamati perkembangan
ini dari tahun ke tahun melalui serangkaian penelitian mendalam, terpadu dan lintas disiplin
ilmu, sehingga kini kita mengenal banyak cabang ilmu farmakologi yang berkembang
menjadi cabang ilmu baru, antara lain :
 Farmasi
Ilmu yang mempelajari cara membuat, memformulasikan, menyimpan, dan menyediakan
obat.
 Farmakognosi, pengetahuan atau pengenalan obat atau zat aktif yang berasal dari
tanaman dan begitu pula yang berasal dari mineral dan hewan.
Pada zaman obat sintetis seperti sekarang ini, peranan ilmu farmakognosi sudah sangat
berkurang. Namun pada dasawarsa terakhir peranannya sebagai sumber untuk obat–obat
baru berdasarkan penggunaannya secara empiris telah menjadi semakin penting. Banyak
phytoterapeutika baru telah mulai digunakan lagi (Yunani ; phyto = tanaman), misalnya
tinctura echinaceae (meningkatkan imunitas tubuh), ekstrak Ginkoa biloba
(meningkatkan daya ingat), bawang putih (antikolesterol), tingtur hyperici (antidepresi)
dan ekstrak feverfew (Chrysantemum parthenium) sebagai obat pencegah migrain.
 Biofarmasi pengetahuan tentang pengaruh formulasi obat terhadap efek terapi atau
terapeutiknya. Dengan kata lain dalam bentuk sediaan apa obat harus dibuat agar
menghasilkan efek yang optimal. Ketersediaan hayati obat dalam tubuh untuk diresorpsi
dan untuk melakukan efeknya juga dipelajari (farmaceutical dan biological availability).
Begitu pula kesetaraan terapeutis dari sediaan yang mengandung zat aktif sama
(therapeutic equivalance). Ilmu bagian ini mulai berkembang pada akhir tahun 1950an
dan erat hubungannya dengan farmakokinetika.
 Farmakokinetika tentang meneliti perjalanan obat mulai dari saat pemberiannya,
bagaimana absorpsi dari usus, transpor dalam darah dan distribusinya ke tempat kerjanya
dan jaringan lain.
Singkatnya farmakokinetika mempelajari segala sesuatu tindakan yang dilakukan oleh
tubuh terhadap obat.
 Farmakodinamika, mempelajari kegiatan obat terhadap organisme hidup terutama cara
dan mekanisme kerjanya, reaksi fisiologi, serta efek terapi yang ditimbulkannya.
Singkatnya farmakodinamika mencakup semua efek yang dilakukan oleh obat terhadap
tubuh.
 Toksikologi adalah pengetahuan tentang efek racun dari zat kimia/obat terhadap tubuh
dan termasuk pula dalam kelompok farmakodinamika karena efek terapi (terpeutik) obat
barhubungan erat dengan efek toksisnya.
Pada hakikatnya setiap obat dalam dosis yang cukup tinggi dapat bekerja sebagai racun
dan merusak organisme.
 Farmakoterapi cabang ilmu yang mempelajari penggunaan obat untuk mengobati atau
mencegah penyakit dan atau gejalanya. Penggunaan ini berdasarkan atas pengetahuan
tentang hubungan antara khasiat obat dan sifat fisiologi atau mikrobiologinya di satu
pihak dan penyakit di pihak lain. Adakalanya berdasarkan pula atas pengalaman yang
lama (dasar empiris). Phytoterapi menggunakan zat–zat dari tanaman untuk mengobati
penyakit.
 Farmakogenetik / Farmakogenomik
Farmakogenetik adalah cabang ilmu yang mempelajari efek dari variasi genetik pada gen
tunggal terhadap respon obat sedangkan farmakogenomik adalah ilmu yang mempelajari
efek dari variasi genetik pada keseluruhan gen (genom) terhadap respon obat
 Farmakovigilans (Pharmacovigilance)
Pharmacovigilance adalah suatu proses yang terstruktur untuk memantau dan mencari
efek samping obat (adverse drugs reaction) dari obat yang telah dipasarkan.
Data-data diperoleh dari sumber-sumber seperti Medicines Information, Toxicology and
Pharmacovigilance Centres yang lebih relevan dan bernilai pendidikan dalam manajemen
keamanan obat.
 Farmakologi klinik
Menyelidiki semua interaksi antara obat, khususnya pada tubuh manusia serta
penggunaannya pada pengobatan penyakit.
 Racun
zat aktif yang merusak didalam tubuh. Zat aktif itu adalah senyawa2 yang dalam
organisme hidup menimbulkan kerja biologi

 Dosis
Takaran obat yang harus diberikan untuk menghasilkan efek yang diharapkan (efek yang
berkhasiat)
 Khasiat
Istilah klinik yang dapat diukur untuk menyatakan penyemb uhan,pengurangan
peringanan (profilaksis ) suatu penyakit yang dapat dicapai dengan obat.
 Farmakon
Dalam bahasa sehari hari sama artinya dengan bahan obat dan obat. Dalam psutaka ilmiah
diartikan sebagai senyawa biologi secara umun

Dalam proses perjalanan obat, melibatkan 3 fase


- Fase farmaseutik : pelepasan zat aktif dari sediaan
- Fase farmakokinetik : nasib obat dalam tubuh
- Fase farmakodinamik : kerja obat pada organ atau reseptor
Farmakokinetik
· Keseluruhan proses atau kejadian yang dialami molekul obat mulai saat masuknya obat
ke dalam tubuh sampai keluarnya obat tersebut dari dalam tubuh
· Menguraikan apa yang terjadi dengan suatu zat di dalam organisme/nasib obat dalam
tubuh
· Is what the body does to the drug
· Fase farmakokinetika : Absorbpsi, Distribusi, Metabolisme, eksresi
· Jadi melalui berbagai tempat pemberian obat, misalnya pemberian obat melalui alat
cerna atau diminum (peroral), otot-otot rangka (intramuskuler), kulit (topikal), paru-paru
(inhalasi), molekul obat masuk ke dalam cairan intra vaskuler setelah melalui beberapa
dinding (barrier) dan disebarkan ke seluruh tubuh serta mengalami beberapa proses. Pada
umumnya obat baru dikeluarkan (ekskresi) dari dalam tubuh setelah mengalami
biotransformasi di hepar. Ekskresi obat dapat melalui beberapa tempat, antara lain ginjal
(urin) dan kulit (keringat)
1. Absorbsi
· Absorpsi merupakan proses masuknya obat dari tempat pemberian ke dalam darah.
Bergantung pada cara pemberiannya, tempat pemberian obat adalah saluran cerna (mulut
sampai rektum), kulit, paru, otot, dan lain-lain
· Pengambilan obat dari permukaan tubuh (termasuk sal. Cerna) atau tenoat tertentu
dalam sistem organ ke aliran darah atau pembuluh limfe.
· Absorpsi obat meliputi proses obat dari saat dimasukkan ke dalam tubuh, melalui
jalurnya hingga masuk ke dalam sirkulasi sistemik
· Rute pemberian obat utama ada dua enteral dan parenteral
Erental
- Oral
§ Rute pemberian obat yang terbanyak
§ Beberapa obat diabsorbsi di lambung; namun, duodenum sering merupakan jalan masuk
utama ke sirkulasi sistemik karena permukaan absorbsinya yang lebih besar. Kebanyakan
obat diabsorbsi dari saluran cerna dan masuk ke hati sebelum disebarkan ke sirkulasi umum.
Metabolisme langakah pertama oleh usus atau hati membatasi efikasi banyak obat ketika
diminum per oral.
§ Minum obat bersamaan dengan makanan dapat mempengaruhi absorbsi. Keberadaan
makanan dalam lambung memperlambat waktu pengosongan lambung sehingga obat yang
tidak tahan asam, misalnya penisilin menjadi rusak atau tidak diabsorbsi. Oleh karena itu,
penisilin atau obat yang tidak tahan asam lainnya dapat dibuat sebagai salut enterik yang
dapat melindungi obat dari lingkungan asam dan bisa mencegah iritasi lambung. Hal ini
tergantung pada formulasi, pelepasan obat bisa diperpanjang, sehingga menghasilkan
preparat lepas lambat
§ Rute oral dipengaruhi oleh berbagai faktor motilitas, pasokan darah, waktu dan luas
permukaan kontak, pH sal cerna, makanan serta bahan lain, kondisi patologik
- Sublingual :
penempatan di bawah lidah memungkinkan obat tersebut berdifusi kedalam anyaman kapiler
dan karena itu secara langsung masuk ke dalam sirkulasi sistemik. Pemberian suatu obat
dengan rute ini mempunyai keuntungan obat melakukan bypass melewati usus dan hati dan
obat tidak diinaktivasi oleh metabolisme.
- Rektal :
§ 50% aliran darah dari bagian rektum memintas sirkulasi portal; jadi, biotransformasi obat
oleh hati dikurangi.
§ Rute sublingual dan rektal mempunyai keuntungan tambahan, yaitu mencegah
penghancuran obat oleh enzim usus atau pH rendah di dalam lambung.
§ Rute rektal tersebut juga berguna jika obat menginduksi muntah ketika diberikan secara
oral atau jika penderita sering muntah-muntah.
§ Bentuk sediaan obat untuk pemberian rektal umumnya adalah suppositoria dan ovula.
Parenteral
· Penggunaan parenteral digunakan untuk obat yang absorbsinya buruk melalui saluran
cerna, dan untuk obat seperti insulin yang tidak stabil dalam saluran cerna.
· Pemberian parenteral juga digunakan untuk pengobatan pasien yang tidak sadar dan
dalam keadaan yang memerlukan kerja obat yang cepat. (untuk mempercepat kerja,
menurunkan barrier absorpsi)
· Pemberian parenteral memberikan kontrol paling baik terhadap dosis yang
sesungguhnya dimasukkan kedalam tubuh.
· Beberapa bentuk pemberian
- Intra vena : langsung ke pembuluh darah
- Intra muscular : ke otot
- Intra dermal : ke kulit
- Sub kutan : di bawah kulit
- Rute lain yang spesifik : intrathekal, intraspiral, intracerebral
- Rute ocular/mata
§ Dapat kerja secara local maupun sistemik tergantung tujuan pemakaian
§ Hati-hati jangan mengiritasi
§ pH dari sediaan harus diperhatikan
§ contoh : tetes mata untuk antiseptic mata, antibiotik
- Rute nasal
§ Sediaan tetes hidung
§ Mukosa hidung baim utk absorpsi
§ Untuk mempercepat kerja obat
§ Dapat juga untuk krja local
§ Hati-hati mengiritasi
- Rute telinga
§ Sediaan tetes telinga
§ Absorpsi kecil, ditujukan untuk efek local
§ Perhatikan cara penggunaan
§ Hati-hati mengiritasi
- Rute paru-paru
§ Terutama untuk zat yang berbentuk gas (sediaan aerosol)
§ Abdorpsi melalui alveoli
§ Untuk mempercepat kerja
§ Contoh obat asma
§ Diperlukan suatu alat khusus untuk pemberiaannya
- Rute dermal/kulit
§ Tidak memiliki fungsi absorpsi, efek local
§ Pada sediaan tertentu dapat untuk kerja sistemik : transdermal(nitrogliserin)
§ Pengembangan formula menentukan apakah local atau sistemik
§ Dipengaruhi oleh kondisi kulit

Mekanisme absorpsi transport


- Difusi pasif
- Difusi terfasilitasi
- Transport aktif
- Pinositosis, fagosistosis
Faktor-faktor yang mempengaruhi absorsi obat adalah sebagai berikut.
a. Metode absorpsi
· Transport pasif.
Transport pasif tidak memerlukan energi, sebab hanya dengan proses difusi obat dapat
berpindah dari daerah dengan kadar konsentrasi tinggi ke daerah dengan konsentrasi rendah.
Transport pasif dapat terjadi selama molekulmolekul kecil dapat berdifusi sepanjang
membran dan berhenti bila konsentrasi pada kedua sisi membran seimbang.
· Transport Aktif.
Transport aktif membutuhkan energi untuk menggerakkan obat dari daerah dengan
konsentrasi obat rendah ke daerah dengan konsentrasi obat tinggi.
b. Kecepatan Absorpsi. Apabila pembatas antara obat aktif dan sirkulasi sistemik hanya
sedikit sel, maka absorpsi terjadi cepat dan obat segera mencapai level pengobatan dalam
tubuh. Waktu untuk berbagai cara absorpsi obat adalah:
· Detik s/d menit: IV, inhalasi
· Lebih lambat: oral, IM, topical kulit, lapisan intestinal, otot
· Lambat sekali, berjam-jam/berhari-hari: per rektal/sustained release.
c. Faktor yang mempengaruhi penyerapan obat adalah:
· Aliran darah ke tempat absorpsi
· Total luas permukaan yang tersedia sebagai tempat absorpsi
· Waktu kontak permukaan absorpsi
d. Kecepatan Absorpsi dapat:
· diperlambat oleh nyeri dan stress, nyeri dan stress mengurangi aliran darah, mengurangi
pergerakan saluran cerna, retensi gaster;
· makanan tinggi lemak, makanan tinggi lemak dan padat akan menghambat pengosongan
lambung dan memperlambat waktu absorpsi obat;
· faktor bentuk obat, absorpsi dipengaruhi formulasi obat seperti tablet, kapsul, cairan,
sustained release, dan lain-lain; dan
· kombinasi dengan obat lain, interaksi satu obat dengan obat lain dapat meningkatkan atau
memperlambat absorpsi tergantung jenis obat.
e. Sediaan obat
f. Dosis
g. Rute pemberian
h. Struktur membrane

2. Distribusi
· Transport obat melalui aliran darah/limfe ke tempat kerja obat (jaringan atau organ)
· Distribusi obat yang telah diabsorpsi tergantung beberapa faktor yaitu:
a) Aliran darah. Setelah obat sampai ke aliran darah, segera terdistribusi ke organ
berdasarkan jumlah aliran darah. Organ dengan aliran darah terbesar adalah jantung, hepar,
dan ginjal. Sedangkan distribusi ke organ lain seperti kulit, lemak, dan otot lebih lambat
b) Permeabilitas kapiler. Distribusi obat tergantung pada struktur kapiler dan struktur obat.
c) Ikatan protein. Obat yang beredar di seluruh tubuh dan berkontak dengan protein dapat
terikat atau bebas. Obat yang terikat protein tidak aktif dan tidak dapat bekerja. Hanya obat
bebas yang dapat memberikan efek. Obat dikatakan berikatan protein tinggi bila >80% obat
terikat protein
sifat obat
patologi
status gizi dan nutrisi
usia
afinitas terhadap organ
ikatan protein
pasokan daran
· Berdasarkan sifat obat dibagi atas
- Terdistribusi ke plasma
- Terdistribusi dalam plasma dan ekstrasel laim
- Terdistribusi ekstrasel dan intrasel

3. Metabolisme
· Metabolisme atau biotransformasi obat adalah proses tubuh mengubah komposisi obat
sehingga menjadi lebih larut air untuk dapat dibuang keluar tubuh.
· Obat dapat dimetabolisme melalui beberapa cara yaitu:
a) menjadi metabolit inaktif kemudian diekskresikan; dan
b) menjadi metabolit aktif, memiliki kerja farmakologi tersendiri dan
c) bisa dimetabolisme lanjutan.
· Beberapa obat diberikan dalam bentuk tidak aktif kemudian setelah dimetabolisme
baru menjadi aktif (prodrugs).Metabolisme obat terutama terjadi di hati, yakni di membran
endoplasmic reticulum (mikrosom) dan di cytosol. Tempat metabolisme yang lain
(ekstrahepatik) adalah: dinding usus, ginjal, paru, darah, otak, dan kulit, juga di lumen kolon
(oleh flora usus).
· Tujuan metabolisme obat adalah mengubah obat yang nonpolar (larut lemak) menjadi
polar (larut air) agar dapat diekskresi melalui ginjal atau empedu. Dengan perubahan ini obat
aktif umunya diubah menjadi inaktif, tapi sebagian dapat berubah menjadi lebih aktif, kurang
aktif, atau menjadi toksik.
· Faktor-faktor yang mempengaruhi metabolisme adalah sebagai berikut.
a) Kondisi Khusus. Beberapa penyakit tertentu dapat mengurangi metabolisme, antara lain
penyakit hepar seperti sirosis.
b) Pengaruh Gen. Perbedaan gen individual menyebabkan beberapa orang dapat
memetabolisme obat dengan cepat, sementara yang lain lambat.
c) Pengaruh Lingkungan. Lingkungan juga dapat mempengaruhi metabolisme, contohnya:
rokok, keadaan stress, penyakit lama, operasi, dan cedera
d) Usia.Perubahan umur dapat mempengaruhi metabolisme, yaitu usiabayi versus dewasa
versus orang tua.
e) Keberadaan obat lain : inductor enzim dan inhibitor enzim

4. Eksresi
· artinya eliminasi atau pembuangan obat dari tubuh.
· Sebagian besar obat dibuang dari tubuh oleh ginjal dan melalui urin. Obat jugadapat
dibuang melalui paru-paru, eksokrin (keringat, ludah, payudara), kulit dan traktusintestinal.
· Organ terpenting untuk ekskresi obat adalah ginjal. Obat diekskresi melalui ginjal
dalam bentuk utuh maupun bentuk metabolitnya. Ekskresi dalam bentuk utuh atau bentuk
aktif merupakan cara eliminasi obat melalui ginjal.
· Ekskresi melalui ginjal melibatkan 3 (tiga) proses, yakni
filtrasi glomerulus, sekresi aktif di tubulus, dan reabsorpsi pasif di sepanjang tubulus.
· Fungsi ginjal mengalami kematangan pada usia 6-12 bulan, dan setelah dewasa
menurun 1% per tahun.
· Organ ke dua yang berperan penting, adalah melalui empedu ke dalam usus dan keluar
bersama feses.
· Ekskresi melalui paru terutama untuk eliminasi gas anastetik umum (Gunawan,
2009).untuk bahan/metabolit berbentuk gas. Tergantung pada volume pernapasan contoh :
alcohol, rokok
· Faktor yang dapat mempengaruhi eksresi :
- Sifar fisikokimia
- pH urin
- aliran darah
- usia
- kondisi patologi
Hal-hal lain terkait Farmakokinetik adalah sebagai berikut.
a. Waktu Paruh. Waktu paruh adalah waktu yang dibutuhkan sehingga setengah dari obat
dibuang dari tubuh. Faktor yang mempengaruhi waktu paruh adalah absorpsi, metabolism
dan ekskresi.Waktu paruh penting diketahui untuk menetapkan berapa sering obat harus
diberikan.
b. Onset, puncak, dan durasi kerja obat. Onset adalah waktu dari saat obat diberikan hingga
obat terasa kerjanya. Waktu onset ini sangat tergantung pada rute pemberian dan
farmakokinetik obat. Puncak, adalah waktu di mana obat mencapai konsentrasi tertinggi
dalam plasma. Setelah tubuh menyerap semakin banyak obat maka konsentrasinya di dalam
tubuh semakin meningkat sehingga mencapai konsentrasi puncak respon. Durasikerjaobat
adalah lama waktu obat menghasilkan suatu efek terapi atau efek farmakologis.

Interaksi Obat
Interaksi obat adalah peristiwa dimana aksi suatu obat di ubah atau dipengaruhi oleh obat lain
yang di berikan bersamaan. Interaksi obat terjadi jika suatu obat mengubah efek obat lainnya.
Kerja obat yang diubah dapat menjadi lebih atau kurang aktif. Pengobatan dengan beberapa
obat sckaligus (Poifarmasi) yang menjadi kebiasaan para dokter memudahkan terjadinya
interaksi obat. Suatu survey yang di laporkan pada tahun 1997 mengenai Polifarmasi pada
penderita yang dirawat di rumah sakit menunjukkan bahwa insidens efek samping pada
penderita yang mendapat 0-5 macam obat adalah 3,5%, sedangkan yang mendapat 16-20
macam obat adalah 54%. Peningkatan insidens efek samping yang jauh melebihi peningkatan
jumlah obat yang di berikan bersama ini diperkirakan akibat terjadinya interaksi obat yang
juga makin meningkat. Berdasarkan mekanisme interaksi obat secara garis besar dapat di
bedakan menjadi 3 mekanisme yaitu:
1. Interaksi Farmasetik
Interaksi ini terjadi diluar tubuh (sebelum obat di berikan) antara obat yang tidak bisa di
campur (inkompatibel). Pencampuran obat demikian menyebabkan terjadinya interaksi
langsung secara fisika atau kimiawi, yang hasilnya mungkin terlihat sebagai pembentukan
endapan, perubahan warna dan lain-lain, atau mungkin juga tidak terlihat. Interaksi ini
biasanya berakibat inaktivasi obat. Beberapa tindakan untuk menghindari interaksi farmasetik
yaitu:
a) Jangan memberikan suntikan campuran obat kecuali kalau yakin betul bahwa tidak ada
interaksi antar masing-masing obat
b) Dianjurkan sedapat mungkin juga menghindari pemberian obat bersama-sama lewat infus
c) Selalu memperhatikan petunjuk pemberian obat dari pembuatnya (manufacturer leaflet),
untuk melihat peringatan-peringatan pada pencampuran dan cara pemberian obat (terutama
untuk obat-obat parenteral misalnya injeksi infus dan lain-lain)
d) Sebelum memakai larutan untuk pemberian infus, intravenosa atau yang lain, diperhatikan
bahwa perubahan warna, kekeruhan, dari larutan
e) Siapkan larutan hanya kalau diperlukan saja
f) Botol infus harus selalu diberi label tentang jenis larutannya, obat- obatan yang sudah di
masukkan, termasuk dosis dan waktunya.
g) Jika harus memberi per infus dua macam obat, berikan 2 jalur infus, kecuali kalau yakin
tidak ada interaksi.

2. Interaksi farmakokinetik
Interaksi farmakokinetik terjadi bila salah satu obat mempengaruhi absorpsi, distribusi,
metabolisme atau ekskresi obat kedua sehingga kadar plasma obat kedua meningkat atau
menurun. Akibatnya, terjadi peningkatan toksisitas atau penurunan efektivitas obat tersebut.
Interaksi farmakokinetik tidak dapat diekstrapolasikan ke obat lain yang segolongan dengan
obat yang berinteraksi, sekalipun struktur kimia yang mirip, karena anter obat segolongan
terdapat variasi sifat-sifat fisikokimia yang menyebabkan variasi sifat-sifat
farmakokinetiknya.
1) Interaksi proses absorpsi
Interaksi ini dapat terjadi akibat perubahan harga PH obat pertama. Pengaruh absorpsi suatu
obat mungkin terjadi akibat pengurangan waktu huni dalam saluran cerna atau akibat
pembentukan kompleks.
2) Interaksi proses distribusi
Jika dalam darah pada saat yang sama terdapat tempat ikatan pada protein plasma. Persaingan
terhadap ikatan protein merupakan proses yang sering yang sesungguhnya hanya baru relevan
jika obat mempunyai ikatan protein yang tinggi, lebar, terapi rendah dan volume distribusi
relatif kecil. Kompetisi untuk ikatan dalam jaringan terjadi misalnya antara digoxin dan
kuinidin dengan akibat peningkatan kadar plasma digoxin.
3) Interaksi pada proses metabolisme
Interaksi dalam metabolisme dapat terjadi dengan dua kemungkinan, yakni pemacu enzim
atau penghambat enzim. Suatu obat presipitan dapat memacu metabolisme obat lain (obat
objek) sehingga mempercepat eliminasinya.
4) Interaksi pada proses eliminasi
Interaksi pada proses eliminasi melaui ginjal dapat tejadi akibat perubahab PH dalam urin
atau karena persaingan tempat ikatan pada sistem tranformasi yang berfungsi untuk ekskresi.

3. Interaksi Farmakodinamik
Interaksi farmakodinamik adalah interaksi antara obat-obat yang mempunyai khasiat atau
efek samping yang berlawanan. Interaksi ini disebabkan oleh kompetisi pada reseptor yang
sama, atau terjadi antara obat-obat yang bekerja pada sistem fisiologik yang sama. Interaksi
ini biasanya dapat diperkirakan dari pengetahuan tentang farmakologi obat- obatan yang
berinteraksi. Pada umumnya, interaksi yang terjadi dengan suatu obat akan terjadi juga
dengan obat-obat sejenisnya. Interaksi ini terjadi dengan intensitas yang berbeda pada
kebanyakan pasien yang mendapat obat-obat yang berinteraksi (Anonim, 2000)
Efek yang terjadi pada interaksi farmakodinamik yaitu:
a) Sinergisme
Interaksi farmakodinamik yang paling umum terjadi adalah sinergisme antara dua obat yang
bekerja pada sistem, organ, sel atau enzim yang sama dengan efek farmakologi yang sama.
b.) Antagonisme
Interiaksi terjadi bila obat yang berinteraksi memiliki efek farmakologi yang berlawanan
sehingga mengakibatkan pengurangan hasil yang diinginkan dari satu atau lebih obat.
c.) Efek reseptor tidak langsung
Kombinasi ini dapat bekerja melalui mekanisme saling mempengaruhi efek reseptor yang
meliputi sirkulasi kendali fisiologi atau biokimia.

Efek dan keparahan interaksi obat dapat sangat bervariasi antara pasien yang satu dengan
pasien lainnya. Berbagai faktor dapat mempengaruhi kerentanan pasien terhadap interaksi
obat. Pasien yang rentan terhadap interaksi obat antara lain :
a. Pasien lanjut usia
b. Pasien yang minum lebih dari satu macam obat
c. Pasien yang mempunyai gangguan fungsi hati dan ginjal
d. Pasien dengan penyakit akut
e. Pasien dengan penyakit tidak stabil
f. Pasien yang mempunyai karakteristik genetik tertentu
g. Pasien yang dirawat lebih dari satu dokter

Strategi pelaksanaan interaksi obat meliputi :


1) Menghindari kombinasi obat yang berinterksi.
Jika resiko interaksi pemakaian obat lebih besar daripada manfaatnya maka harus
dipertimbangkan untuk memakai obat pengganti. Pemilihan obat pengganti tergantung pada
apakah interaksi obat tersebut merupakan interaksi yang berkaitan dengan kelas obat tersebut
atau merupakan efek obat yang spesifik.
2) Penyesuaian dosis obat
Jika interaksi obat meningkatkan atau menurunkan efek obat maka perlu dilakukan
modifikasi dosis salah satu atau kedua obat untuk mengimbangi kenaikan atau penurunan
efek obat tersebut. Penyesuaian dosis diperlukan pada saat mulai atau menghentikan
penggunaan obat yang berinteraksi.
3) Pemantauan pasien
Jika kombinasi yang saling berinteraksi diberikan, maka diperlukan pemantauan pasien.
Keputusan untuk memantau atau tidak tergantung pada berbagai faktor, seperti karaktteristik
pasien, penyakit lain yang diderita pasien, waktu mulai menggunakan obat yang
menyebabkan interaksi dan waktu timbulnya reaksi interaksi obat.
4) Melanjutkan pengobatan seperti sebelumnya
Jika interaksi obat tidak bermakna klinis atau jika kombinasi obat yang berinteraksi tersebut
merupakan pengobatan optimal, pengobatan pasien dapat diteruskan.

2. Mahasiswa Mampu Menjelaskan Tentang Anti Mikroba, Antifungal, Dan Antivirus

Anti Bakteri
obat antibiotik golongan penghambat sintesis dinding sel dibagi menjadi dua kelas yaitu
golongan B-laktam dan polipeptida.
-Antibiotik Golongan B-Laktam.
obat golongan ini mempunyai struktur kimia yang mengandung cincin B-laktam. obat ini
bersifat bakterisidal. cincin B-laktam tersebut bertanggung jawab terhadap aktivitas
antimikrobial. Pada resistensi, terdapat bakteri yang mensekresi enzim B-laktamase
(penisilase atau sefalosporinase) yang dapat membuka cincin B-laktam mengakibatkan
inaktivasi antimikrobial.

1. Penisilin
terdapat empat golongan senyawa penisilin, yaitu
a. penisilin alami, bersifat sensitif terhadap penisilase dan spektrum sempit hanya pada
bakteri gram positif. Contohnya penisilin dan penisilin
b. resisten terhadap penisilase, produk sintesis yang resisten terhadap enzim B-laktamase dan
berspektrum sempit hanya pada bakteri gram positif. contohnya methisilin, oksasilin,
kloksasilin.
c. Aminopenisilin. Bersifat sensitif terhadap penisilase dan spektrum lebih luas (gram positif
dan gram negative). Contohnya amoksisilin dan ampisilin.
d. turunan penisilin lain dengan spektrum diperluas. Golongan penisilin ini aktif terhadap
pseudomonas dan klebsiella, namun tidak efektif terhadap bakteri gram positif. Contohnya
mezlosilin dan piperasilin.
penisilin mengalami eksresi melalui proses sekresi tubular aktif. menghambatan pada proses
tersebut oleh probenesid menyebabkan proses eksresi penisilin terhambat sehingga kadarnya
dalam darah lebih besar dan aksi penisilin menjadi lebih lama. oleh karena itu, penisilin
sering dikombinasi dengan probenesid. efek samping yang terpenting dari penisilin adalah
reaksi hipersensitasi atau reaksi alergi yaitu disebabkan oleh degradasi produk penisilin yang
berinteraksi dengan protein inang menjadi antigenik. contoh obat golongan penisilin ini
adalah Ampicillin, Amoxil, corsamox, hufanoxil, novamox, protamox, rampicillin, vulamox.

2. Sefalosporin
Generasi pertama bersifat sensitif terhadap enzim B-laktamase dan berspektrum sempit.
Dalam hal ini, berspektrum sempit adalah relatif, karena sebenarnya aksinya atau spektrum
sefalosporin generasi pertama adalah sefazolin atau sefaleksin.
Generasi kedua mempunyai stabilitas yang lebih baik, dan aktivitasnya terhadap bakteri gram
negatif lebih tinggi. Contoh generasi kedua adalah sefaklor, sefamandol dan sefoksitin.
Generasi ketiga mempunyai spektrum luas dan lebih resisten terhadap enzim B-laktamase.
contoh generasi ketiga adalah sefotaksim, seftazidim dan seftriakson. obat generasi ini (dan
geberasi kedua) dapat menembus barier darah otak dan digunakan pada pengobatan
meningitis. generasi keempat mempunyai aktivitas baik terhadap bakteri gram positif maupun
gram negatif, dan mempunyai resistensi terhadap enzim B-laktamase yang lebih baik. contoh
dari generasi keempat adalah sefepim dan sefripom.

3. karbapenem
karbapenem merupakan antibiotika golongan B-laktam yang baru, contohnya adalah
imipenem dan meropenem. Keduanya hanya bisa diberikan secara intravena.

4. Monobaktam
monobaktam juga merupakan antibiotika golongan B-laktam baru, mempunyai struktur B-
laktam monosiklik.

b. Antibiotik golongan polipeptida


Antibiotik golongan ini merupakan senyawa non B-laktam. Contoh dari antibiotik jenis ini
adalah vancomisin dan basitrasin. Vamcomisin mempunyai aksi mencegah proses polimerasi
dan peptidoglikan linear. obat ini hanya efektif terhadap bakteri gram positif.

 penghambat sintesis protein


a. Aminoglikosida
obat ini mempunyai spektrum yang luas, namun bakteri anaerob resisten terhadap obat ini.
contohnya antibiotik golongan ini adalah gentamisin, trobamisin, neomisin, streptomisin dan
amikasin.

b. tetrasiklin
tetrasiklin masuk ke dalam sel bakteri melalui sistem transport yang tergantung energi.
Tetrasiklin juga dapat digunakan pada infeksi bakteri baik bakteri gram positif maupun gram
negatif. resistensi terhadap tetrasiklin terjadi Ketika bakteri bermutasi sehingga
mengakibatkan obat tidak masuk dalam sel bakteri.

c. kloramfenikol
kloramfenikol merupakan antibiotika berspektrum luas. obat ini efektif digunakan terhadap
bakteri aerob maupun anaerob, kecuali pseudomonas aeruginosa. mekanisme aksinya
menghambat proses transpepsidasi pada sintesis protein.

d. makrolida
obat ini diabsorpsi dengan baik dalam tubuh, namun makanan dapat mengganggu
absorpsinya. obat ini dapat mengalami eksresi melalui empedu. obat ini digunakan pada
penyakit infeksi myoplasma, pneumonia, penyakit legionnaire, difteri, pertusis dan infeksi
klamidial. mekanisme aksinya adalah menghambat proses translokasi pada sintesis protein.
Contoh antibiotika golongan ini adalah eritromisin, azitromisin dan claritromisin.

e. clindamisin
obat golongan ini dinamakan juga linkosamid. obat ini relative jarang digunakan
dibandingkan lainnya.

 Antagolonis folat
Asam folat merupakan senyawa yang digunakan dalam sintesis asam amino dan DNA dalam
sel. Bakteri tidak dapat mengabsorspsi asam folat sehingga harus membuat sendiri dari
substrat PABA (para-amino benzoic acid, glutamat dan pteridin. Di lain pihak, manusia tidak
dapat membuat asam folat. pada manusia, asam folat merupakan vitamin B kompleks.
Antagonis folat mempunyai spektrum luas dan efektif terhada baik bakteri gram positif dan
negatif. contoh obat antagonis folat lainnya adalah sulfasetamid, sulfasalazin, sulfadiazin dan
sulfapiridin.

 Antibiotika golongan quinolon


obat golongan ini mempunyai mekanisme aksi menghambat DNA gyrase sehingga dapat
menghambat proses sintesis DNA bakteri. DNA, bakteri. DNA gyrase merupakan enzim
bakterial yang bertanggung jawab terhadap proses pembukaan dan supercoil DnA protein
bakteri. Quinolon merupakan satu;satunya antibiotika yang menghambat replikasi DNA.
contoh obat golongan ini adalah ciprofloksacin, ofloksacin, onoksacin dan levofloksacin.

Antifungal
Antifungi dibedakan menjadi dua yaitu : obat infeksi fungi sistemik dan obat infeksi fungi
superfisial. penyakit akibat infeksi fungi sistemik antara lain kandidiasis idiasis sistemik,
meningitis kroptokokal, blastomikosis, kokki;diomikosis dan parakokki;diomikosis.
(edangkan infeksi fungi superfisial adalah dermatokises dan kandidiasis. Dermtomikoses
terjadi pada kulit, rambut dan kuku disebabkan karena trychopyton, microsporum dan
epidermophyton sp. 8andidiasis terjadi pada membran mukosa mulut, vagina dan juga kulit.

Penggolongan Obat Anti Fungal


l. obat anti jamur topikal
obat anti jamur topical digunakan untuk pengobatan infeksi local pada kulit tubuh yang tidak
berambut (glabrous skin), namun kurang efektif untuk pengobatan pengobatan infeksi infeksi
pada kulit kepala dan kuku, infeksi infeksi pada tubuh yang kronik kronik dan luas, infeksi
pada stratumkorneum yang tebal seperti telapak tangan dan kaki. efek samping yang dapat
ditimbulkan oleh obat anti jamur topical lebih sedikit dibandingkan obat anti jamur sistemik

jenis golongan obat anti jamur topical yang sering digunakan yaitu:
1. Antifungi golongan poliene
obat termasuk golongan ini adalah amfoterisin B dan nistatin. obat ini mempunyai aksi
mengikat ergosterol, suatu sterol pada membran fungi, sehingga membentuk pori;pori atau
saluran dan menghasilkan peningkatan permeabilitas. Hal ini akan menyebabkan
menyebabkan kebocoran membran terhadap berbagai berbagai molekul kecil termasuk
termasuk elektrolit. Pada sel mamalia juga mengandung sterol yaitu kolesterol.
Namun, amfoterisin B mempunyai afinitas yang besar terhadap ergosterol dibanding sterol
dibandingkan terhadap kolesterol. Efek samping amfoterisin B adalah nefrotoksisitas. obat
tersebut tidak diabsorbsi dalam saluran pencernaan sehingga diberikan secara intravena
atau topikal.

2. Antifungi golongan azol,imidazol


obat golongan ini dibagi menjadi dua kelompok yaitu golongan imidazol dengan dua atom
nitrogen, dan golongan triazol dengan tiga atom nitrogen. obat ini bereaksi dengan
menghambat sterol 14 demethylase, sehingga mengganggu biosintesis ergosterol yang
berperan pada membran sitoplasma. Hal ini mengakibatkan terjadi akumulasi 14 a;metilsterol
yang dapat mengganggu fosfolipid, fungsi enzim dalam membran maupun sistem enzim
transport elektron sehingga mengakibatkan penghambatan pertumbuhan fungi. triazol, triazol,
dibandingkan dibandingkan imidazol memiliki memiliki efek samping lebih rendah, pola
distribusinya yang lebih baik dan lebih rendah interaksi dengan obat diberikan secara
sistemik. contoh obat golongan imidazol adalah klotrimazol, mikonazol, ketokonazol,
ekonazol dan oksikonazol. sedangkan contoh obat golongan triazol adalah itrakonazol,
flukonazol dan terkonazol.

3. Antifungi golongan Alilamin Benzilamin


Alilamin dan Benzilamin bersifat bersifat fungisidal terhadap terhadap dermatofit dan bersifat
fungistatik terhadap kandida albicans. contoh obat golongan alilamin/benzilamin yaitu
naftifin, terbinafin, butenafin

4. Antifungi golongan golongan lainnya


Terbinafin dan griseofulvin merupakan antifungi oral yang digunakan pada pengobatan
infeksi fungo superfisial. Terbinafin bereaksi mencegah sintesis ergosterol dengan
menghambat skualen epoksidase. griseovulvin secara spesifik mengikat keratin dalam sel
prekursor keratin sehingga mengakibatkan resistensi terhadap infeksi antifungi.
Antivirus
Antivirus merupakan salah satu penggolongan obat yang secara spesifik digunakan untuk
mengobati infeksi virus. Obat-obat antivirus digunakan untuk mencegah replikasi virus
dengan menghambat salah satu dari tahap-tahap replikasi sehingga dapat menghambat virus
untuk bereproduksi.
Klasifikasi pembahasan obat antivirus adalah sebagai berikut :
1. Anti-nonretrovirus
a. Antivirus untuk herpes
Ada dua jenis ada infeksi yang disebab oleh herpes simpleks virus yaitu tipe 1 (HSV-1) dan
tipe 2 (HSV-2). Keduanya erat terkait tetapi berbeda dalam epidemiologinya. HSV-1 erat
keitannya dengan penyakit orofacial, sedangkan HSV-2 berkaitan dengan penyakit kelamin.
Obat-obat yang aktif terhadap virus herpes umumnya merupakanantimetabolit yang
mengalami bioaktivasi melalui enzim kinase sel hospes atauvirus untuk membentuk senyawa
yang dapat menghambat DNA polimerasevirus.
· ASKLOVIR
Merupakan suatu prodrug yang memiliki efek antivirus setelah dimetabolisme menjadi
asiklovir trifosfat. Bekerja dengan menghambat DNA polimerasevirus.

Indikasi: Infeksi HSV-1 dan HSV-2, baik lokal maupun sistemik (keratitis herpetik, herpetik
ensefalitis, herpes genitalia, herpes neonaal dan herpeslabialis), infeksi VZV (varicella dan
herpes zoster) dengan dosis yg lebih tinggi
Dosis
Herpes genital : 5 x 200 mg sehari,
Herpes zoster : 4 x 400 mg sehari.
Keratitis herpetik : krim ophtalmik 3%
Herpes labialis ; krim 2%
HSV berat dan infeksi VZV : intravena 30 mg/KgBB per hari
· Valasiklovir
Indikasi
Valasiklovir terbukti efektif dalam terapi infeksi yang disebabkan oleh virus herpes simpleks,
virus varicella-zoster dan sebagai profilaksis terhadap penyakit yang disebabkan
sitomegalovirus
Sediaan dan dosis
Untuk herpes genital per oral 2 kali sehari 500 mg tablet selama 10hari.
Untuk herpes zoster 3 kali sehari 2 tablet 500 mg selama 7 hari.
· Pensiklovir
Diindikasikan yntuk Infeksi herpes simpleks mokokutan, khususnya herpes labialis rekuren
(cold sores).
Dosis
Diberikan secara topikal dalam bentuk 1% krim.

b. Antivirus untuk influenza


· AMANTADIN dan RIMANTADIN
Efektif hanya untuk influenza A saja. Bekerja dengan menghambat kanal ion pada protein
dan merubah pH intrasel virus.
Indikasi : pencegahan dan terapi awal infeksi virus influenza A
Dosis : tersedia dalam bentuk tablet dan sirup. Dosis Amantadin 200 mg/hari, Rimantadin
diberikan dalam dosis 300 mg per hari (2 x sehari 150 mg tablet ).
· OSELTAMIVIR dan ZANAMIFIR
Merupakan obat antivirus dengan mekanisme kerja yang samterhadap virus influenza A dan
B. Keduanya merupakan inhibitorneuraminidase.
Zanamivir diberikan per inhalasi dengan dosis 20 mg per hari ( 2 x 5mg, setiap 12
jam )selama 5 hari. Oseltamivir diberikan per oral dengandosis 150 mg per hari ( 2 x 75 mg
kapsul, setiap 12 jam ) selama 15 hari.
c. Antivirus untuk HBV dan HCV
· LAMIVUDIN
Merupakan isomer analog dari deoksitidin. Bekerja dengan menghentikan sintesis DNA dan
menghambat polimerase virus.
Indikasi : Infeksi HBV (wild-type dan precore variants)
Per oral 100 mg per hari ( dewasa ), untuk anak-anak 1mg/kg yangbila perlu ditingkatkan
hingga 100mg/hari.
· Ribavirin
Ribavirindigunakan dalam kombinasi dengan interferon-α/ pegylated interferon α
untuk terapi infeksi hepatitis C.
Dosis oral: 1000-1200 mg per hari dalam 2 dosis terbagi (pagi dan malam), dalam kombinasi
dengan larutan injeksi interferon alfa-2b selama 24-48 minggu untuk pasien yang belum
mendapat pengobatan atau selama 24 minggu untuk pasien kambuhan.

2. Anti-retrovirus (Antivirus untuk HIV)


a. Nucleoside reverse transcriptase inhibitor (NRTI)
· ZIDOVUDIN
Bekerja menghambat enzim reverse transcriptase (RT) HIV.
Indikasi : Infeksi HIV, dg dikombinasi dengan anti-HIV lainnya(seperti lamivudin dan
abakafir)
Dosis : Kapsul 100mg, tablet 300mg dan sirup 5mg/mL. Dosis peroral 600mg/hari.
b. Nucleotide reverse transcriptase inhibitor (NtRTI)
· TENOFOVIR DISOPROKSIL
Bekerja dengan menghentikan pembentukan rantai DNA virus.
Indikasi : Infeksi HIV dalam kombinasi dengan evafirens, tidak boleh dikombinasi dengan
lamifudin dan abakafir.
Dosis : peroral sekali sehari 300mg tablet
c. Non- Nucleoside reverse transcriptase inhibitor (NNRTI)
· Nevirapin
Indikasi : Infeksi HIV-1 dalam kombinasi dengan anti-HIV, lainnya terutama NRTI
Dosis : Per oral 200mg / hari selama 14 hari pertama ( satu tablet 200mgper hari), kemudian
400mg / hari ( 2 x 200 mg tablet ).
d. Protease inhibitor (PI)
· Sakuinavir
Sakuinavir bekerja pada tahap transisi merupakan HIV protease peptidomimetic inhibitor.
Infeksi HIV, dalam kombinasi dengan anti HIV lain ( NRTI dan beberapa PI seperti
ritonavir).
Dosis : Per oral 3600mg / hari (6 kapsul 200mg soft kapsul 3 X sehari )atau 1800mg / hari (3
hard gel capsule 3 X sehari), diberikan bersamadengan makanan atau sampai dengan 2 jam
setelah makan lengkap.
· Ritonavir
Mekanisme kerja Sama dengan sakuinavir.
Indikasi
Infeksi HIV, dalam kombinasi dengan anti HIV lainnya (NRTI dan PI seperti sakuinavir )
Dosis: Per oral 1200mg / hari (6 kapsul 100mg, 2 X sehari bersama dengan makanan )
e. Viral entry inhibitor
· Enfuvirtid
Enfuvirtid merupakan obat pertama yang masuk ke dalam golongan VIRAL ENTRY
INHIBITOR. Menghambat masuknya HIV-1 ke dalam sel dengan cara menghambat fusi
virus ke membrane sel.
Dosis : Enfurtid 90 mg (1ml) 2 kali sehari diinjeksikan subkutan

3. Mahasiswa Mampu Menjelaskan Tentang Anti Inflamasi, Antihistamin Dan


Analgesik

Anti Imflamasi
Antiinflamasi didefinisikan sebagai obat-obat atau golongan obat yang memiliki aktivitas
menekan atau mengurangi peradangan. Radang atau inflamasi dapat disebabkan oleh
berbagai rangsangan yang mencakup luka-luka fisik, infeksi, panas dan interaksi antigen-
antibodi.
Berdasarkan mekanisme kerja obat-obat antiinflamasi terbagi dalam dua golongan, yaitu obat
antiinflamasi golongan steroid dan obat antiinflamasi non steroid. Mekanisme kerja obat
antiinflamasi golongan steroid dan non-steroid terutama bekerja menghambat pelepasan
prostaglandin (Prostaglandin adalah zat dengan struktur kimia menyerupai hormon. Peran
prostaglandin terbilang penting karena dibutuhkan dalam sistem reproduksi serta proses
penyembuhan luka )
Obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS) atau nonsteroidal anti-inflammatory drugs (NSAID)
adalah kelompok obat yang digunakan untuk mengurangi peradangan, meredakan nyeri, dan
menurunkan demam. NSAID sering digunakan untuk mengatasi sakit kepala, nyeri
menstruasi, keseleo, atau nyeri sendi.
NSAID tersedia dalam bentuk kapsul, tablet, krim, gel, suppositoria dan suntik. Dalam
mengatasi nyeri, NSAID atau OAINS bekerja dengan cara menghambat hormon pemicu
peradangan, yaitu hormon prostaglandin. Dengan berkurangnya peradangan, rasa nyeri juga
akan berkurang dan demam akan turun.
Antiinflamasi
Histamin merupakan salah satu faktor yang menimbulkan kelainan akut dan kronis, sehingga
perlu diteliti lebih lanjut mekanisme antihistamin pada pengobatan penyakit alergi (Pohan SS,
2007). Antihistamin banyak digunakan untuk pengobatan berbagai kondisi, termasuk reaksi
alergi akut, rhinitis alergi, alergi, konjungtivitis asma alergi, urtikaria. Antihistamin adalah
zat-zat yang dapat mengurangi atau menghalangi efek histamin terhadap tubuh dengan jalan
memblok reseptor-histamin (Tjay Tan Hoan & Rahardja Kirana, 2007).

Antihistamin pertama kali dikembangkan pada tahun 1930-an. Prevalensi penggunaan


antihistamin yang dilaporkan berkisar antara 4- 10% selama kehamilan trimester pertama dan
dermatitis atopik (Anagnostou K, et al., 2016). Antihistamin generasi pertama telah dikaitkan
dengan efek samping, terutama sedasi. antihistamin Sedangkan generasi kedua lebih disukai
dari pada obat generasi pertama, karena memiliki efek samping yang lebih sedikit, terutama
sedasi (Poluzzi et al., 2015). Antihistamin adalah salah satu obat yang sering diresepkan pada
anak-anak hingga orang tua. Terdapat 2 reseptor histamine, yaitu reseptor-H1 dan reseptor-
H2.
Perangsangan pada reseptor histamine akan berefek:
1. Reseptor H1
 kontraksi otot polos bronchi, usus dan rahim.
 vasodilatasi vaskuler -> penurunan TD dan peningkatan denyut jantung.
 Peningkatan permeabilitas kapiler cairan dan protein berakibat edema.
 hipersekresi ingus dan air mata, ludah, dan dahak.
 stimulasi ujung saraf menyebabkan eritema dan gatal.
2. Reseptor H2
hipersekresi asam lambung.
Berdasarkan itu maka antihistamin dibagi menjadi 2 golongan, yaitu antagonis reseptor-H1
(H1-blockers atau antihistamin) dan antagonis reseptor-H2 (H2-blockers atau zat penghambat
asam).
1. H1-blockers (antihistaminika klasik)
Mengantagonis histamine dengan jalan memblok reseptor-H1 di otot licin dinding pembuluh,
bronkus dan saluran cerna, kandung kemih, dan rahim. Begitu pula melawan efek histain di
kapiler dan ujung saraf (gatal). Efeknya adalah simtomatis, antihistaminika tidak dapat
menghindarkan timbulnya alergi. Antihistaminika dibagi menjadi 2 kelompok atas dasar
kerjanya terhadap SSP, yaitu:
a. Obat generasi ke-1 yang berkhasiat sedative terhadap SSP dan kebanyakan memiliki efek
antikolinergis: prometazin, oksomemazin, tripelenamin, klorfeniramin, difenhidramin,
klemastin, siproheptadin, azelastin, sinarizin, meklozin, hidroksizin, ketotifen, dan
oksatomida.
b. Obat generasi ke-2 bersifat hidrofil dan sukar mencapai CCS (cairan cerebro spinal) maka
pada dosis terapeutis tidak bekerja sedative. Plasma T1/2-nya lebih panjang sehingga
dosisnya cukup 1-2 kali sehari. Efek anti alerginya selain berdaya antihistamin juga berdaya
menghambat sintesis mediator radang, seperti prostaglandin, leukotriene, dan kinin. Contoh
obat generasi ke-2: astemizol, terfenadin, fexofenadine, akrivastin, setirizin, loratidin,
levokabastin, dan emedastin.
2. H2-blockers (penghambat asam) Obat-obat ini menghambat secara selektif sekresi asam-
lambung yang meningkat akibat histamine, dengan jalan persaingan terhadap reseptor H2 di
lambung. Efeknya adalah berkurangnya hipersekresi asam klorida, juga mengurangi
vasodilatasi dan tekanan darah menurun. Senyawa ini banyak digunakan pada terapi tukak
lambung usus untuk mengurangi sekresi HCl dan pepsin juga sebagai pelindung tambahan
pada terapi dengan kortikosteroid. Lagi pula sering kali bersama suatu zat stimulator motilitas
lambung (cisaprida) pada penderita refluks. Penghambat asam yang banyak digunakan
adalah: cimetidine, ranitidine, famotidine, nizatidin, dan roksatidin.
Analgetik
Pengertian obat analgetik

Analgenika adalah obatobat yang dapat mengurangi atau menghilangkan rasa nyeri tanpa
menghilangkan kesadaran. Analgetik pada umunya diartikan sebagai suatu obat yang efektif
untuk menghilangkan sakit kepala, nyeri otot, nyeri sendi, dan nyeri lainnya misalnya nyeri
pasca besalin, dismenore ( nyeri haid ) dan lain-lain sampai pada nyeri hebat. Hamper smua
analgetik ternyata memiliki efek antipiretik dan anti inflamasi.
Asam silasat, paracetamol mampu mengatasi nyeri ringan sampai sedang, tetapi nyeri yang
hebat membutuhkan analgetik sentral yaitu analgetik narkotik. Efek antipiretik menyebabkan
obat tersebut mampu menurunkan suhu tubuh pada keadaan demam sedangkan obat inflamasi
berguna untuk mengobati radang sendi (artritis rheumatoid).

MACAM-MACAM OBAT ANALGETIK

Ada dua jenis analgetik, analgetik narkotik dan analgetik non narkotik. Selain berdasarkan
struktur kimianya, pembagian diatas juga didasarkan pada nyeri yang dapat dihilangkan.

1.Analgetik Opioid atau Analgetik Narkotika

Analgetik narkotik merupakan turunan opium yang berasal dari tumbuhan Papever
somniferum atau dari senyawa sintetik. Analgetik ini digunakan untuk meredakan nyeri
sedang sampai hebat dan nyeri yang bersumber dari organ viseral. Penggunaan berulang dan
tidak sesuai aturan dapat menimbulkan toleransi dan ketergantungan.
Semua anlagetik narkotik dapat mengurangi nyeri yang hebat tetapi potensi, onzzet, dan efek
sampingnya berbeda-beda secara kualitatif maupun kuantitatif. Efek samping yang paling
sering adalah mual, muntah, konstipasi, dan ngantuk. Dosis yang besar dapat menyebabkan
hipotensi serta depresi pernapasan.
Morfin dan petidinn merupakan analgetik narkotik yang paling banyak dipakai untuk nyeri
hebat walaupun menimbulkan mual dan muntah. Obat ini di indonesia tersedia dalam bentuk
injeksi dan masih merupaan standar yang digunakan sebagai pembanding bagi analgetik
narkotik lainnya. Selain menghilangkan nyeri, morfin dapat menimbulkan euforia dan
gangguan mental. Berikut adalah contoh analgetik narkotik yang sampai sekarang masih
digunakan di Indonesia :

a. Morfin HCl
Farmakokinetik Morfin tidak dapat menembus kulit utuh tetapi dapat diansorbsi melalui kulit
luka morfin juga dapat menembus mokosa. Dengan kedua cara pemberian in absorbs morfin
kecil sekali

Indikasi
Diindikasikan untuk meredakan atau menghilangkan nyeri hebat yang tidak dapat diobati
dengan obat analgesic non opioid. Morfin sering digunakan nyeri yang menyertai infark
miokard; neoplasma; kolik renal atau kolik empedu; oklusio akut pembuluh darah perifer,
pulmonal atau koroner; perikarditis akut, pleuritis dan pneumotoraks spontan dan nyeri
akibat trauma.

Kontra Indikasi
Orang lanjut usia dan pasien penyakit berat, emfisem, kifoskoliosis, korpulmonarale kronik
dan obesitas yang ekstrim.

Efek Samping
Idiosinkrasi dan Alergi. Morfin dapat menyebabkan mual dan muntaah terutama pada wanita
berdasarkan idiosinkrasi. Bentuk idiosinkrasi lain ialah timbulnya eksitasi dengan tremor,
dan jarangjarang dillirium lebihjarang lagi konfulsi dan insomnia. Bayi dan anak kecil tidak
lebih peka terhadap alkaloid opium, asal saja dosis diperhitungkan berdasarkan berat badan,
tetapi orang lanjut usia dan pasien Penyakit berat agaknya lebih peka terhadap efek morfin .

b.Mefiridin dan Derivat Fenilpiperidin

Farmakokinetik
Absorbsi meferidin setelah cara pemberian apapun langsung baik, akan tetapi kecepatan
absorbsi mungkin tidak teratur setelah suntikan IM.

Indikasi
Mefridin hanya digunakan untuk menimbulkan analgesia pada beberapa keadaan klinis
seperti tindakan diagnostic sistoskopi, pielografiretrograd dan gastroskopi. Mefiridin
digunakan jagu untuk menimbulkan analgesia obstetric dan sebagai obat praanastetik

Kontra Indikasi
Pada pasien penyakit hati dan orang tua dosis obat harus dikurangi karena terjadinya
perubahan pada disposisi obat. Selain itu dosis meperidin perlu dikurangi bila diberikan
bersama antisipkosis, hipnotif sedative dan obat-obat lain penekanSSP. Pada pasien yang
sedang mendapat MAO inhibitor pemberian meperidin dapat menimbulkan kegelisahan,
gejala eksitasi dan demam.

Efek samping
Pusing, berkeringat, euporia, mulut kering, mual, muntah, perasaan lemah, gangguan
penglihatan, palpitasi, disforia, sinkop dan sedasi

Sediaan dan dosis


Mefiridin : 50-100 mg ( dalam bentuk tablet dan ampul) Alfaprodin : 60 mg ( dalam bentuk
ampul 1 ml dan vial 10 ml) Difoneksilat : 20 mg per hari dalam dosis terbagi (dalam bentuk
tablet dan sirop) Loperamid : 4 – 8 mg /hari Fentanil dan Derivatnya

c.Metadon

Farmakokinetik
Setelah suntikan metadon subkutan ditemukan kadar dalam plasma yang tinggi dalam 10
menit pertama. Metadon diabsorbsi secara baik di usus dan dapat ditemukan diplasma
setealah pemberian secara oral, kadar puncak dicapai setelah 4 jam.

Indikasi
Analgesia : Jenis nyeri yang dapat dipengaruhi oleh metadon sama dengan jenis nyeri yang
dapat dipengaruhi morfin. Antitusif : Metadon merupakan antitusif yang baik, efek anti tusif
1,5 -2 mg /oral sesuai dengan 15-20 mg kodein, tetapi kemungkinan timbulnya adiksi pada
metadon jauh lebih besar dari pada kodein. Oleh karena itu sekarang metadon sudah mulai
ditinggalkan sebagai antitusif

Kontra Indikasi
Semua golongan opioid kontra indikasi untuk : Akut abdomen, trauma kepala, kerusakan
paru-paru berat

Efek Samping
Menyebabkan perasaan ringan, pusing, kantuk, fungsi mental terganggu, berkerigat, pruritus,
mual dan muntah. Efek samping yang jarang timbul adalah delirium, halusinasi selintas dan
urtikaria hemoragik.

d.Propoksifen

Farmakokinetik
Propoksifen diabsorbsi setelah pemberian oral maupun parenteral. Seperti kodein, efektivitas
jauh berkurang jika propoksifen diberikan secara oral.

Indikasi
Hanya digunakan untuk mengobati nyeri ringan sampai nyeri sedang, yang tidak cukup baik
diredakan oleh asetosal. Kombinasi propoksifen dengan asetosal sama kuat seperti
kombinasi kodein dengan asetosa

Efek samping
Propoksifen memberikan efek mual, anoreksia, sembelit, nyeri perut dan kantuk, kurang
lebih sama dengan kodein

Sediaan dan dosis


Propoksifen : 65 mg 4x sehari ( dalam bentuk tablet dan vial

2. Obat Analgetik Non-narkotik


Obat Analgesik Non-Nakotik dalam Ilmu Farmakologi juga sering dikenal dengan istilah
Analgetik/Analgetika/Analgesik Perifer. Analgetika perifer (non-narkotik), yang terdiri dari
obat-obat yang tidak bersifat narkotik dan tidak bekerja sentral. Penggunaan Obat Analgetik
Non- Narkotik atau Obat Analgesik Perifer ini cenderung mampu menghilangkan atau
meringankan rasa sakit tanpa berpengaruh pada sistem susunan saraf pusat atau bahkan
hingga efek menurunkan tingkat kesadaran. Obat Analgetik Non-Narkotik / Obat Analgesik
Perifer ini juga tidak mengakibatkan efek ketagihan pada pengguna (berbeda halnya dengan
penggunaan Obat Analgetika jenis Analgetik Narkotik).

Macam-macam obat Analgesik Non-Narkotik :


a. Ibupropen
Ibupropen merupakan devirat asam propionat yang diperkenalkan banyak negara. Obat ini
bersifat analgesik dengan daya antiinflamasi yang tidak terlalu kuat. Efek analgesiknya sama
dengan aspirin. Ibu hamil dan menyusui tidak di anjurkan meminim obat ini

Indikasi
Nyeri & radang pada penyakit artritis (rheumatoid arthritis, juvenile arthritis, osteoarthritis)
& gangguan non sendi (otot kerangka), nyeri ringan sampai berat termasuk dismenorea,
paska bedah, nyeri & demam pada anak-anak

Kontra Indikasi
Ibuprofen tidak dianjurkan diminum oleh wanita hamil dan menyusui karena ibuprofen
relative lebih lama dikenal dan tidak menimbulkan efek samping serius pada dosis analgesic

Efek samping
a.Gangguan saluran cerna : dispepsia, heartburn, mual, muntah, diare, konstipasi, anoreksia
dll.
b.Gangguan sistem saraf : sakit kepala, pusing, Gangguan pendengaran & penglihatan :
tinitus, penurunan pendengaran, gangguan penglihatan sakit kuning, kenaikan SGOT &
SGPT.
c.Lain-lain : retensi cairan, gagal jantung kongestif, tekanan darah meningkat, hipotensi,
aritmia, reaksi hipersenstivitas, mulut kering Dosis Artritis : 400-800 mg 3-4 kali sehari
(maksimun 3.2 g/hari) Juvenile artritis : 30-40 mg/kg berat badan per hari dalam 3-4 dosis
terbagi (maksimum 50 mg/kg berat badan) Nyeri ringan s/d sedang : 200-400 mg tiap 4-6
jam, bila perlu (max 1,2 g/hari)
b.Paracetamol/acetaminophen

Mekanisme kerja
Paracetamol bekerja mengurangi produksi prostaglandin yang terlibat dalam proses nyeri
dan edema dengan menghambat enzim cyclooxygenase (COX).

Efek samping
Efek samping sering terjadi antara lain hipersensitivitas dan kelainan darah. Penggunaan
kronis dari 3-4 gram sehari dapat terjadi kerusakan hati, pada dosis diatas 6 gram
mengakibatkan nekrosis hati yang tidak reversibel. Overdose bisa menimbulkan antara lain
mual, muntah dan anorexia. Hanya parasetamol yang dianggap aman bagi wanita hamil dan
menyusui meskipun dapat mencapai air susu. Efek iritasi, erosi dan pendarahan lambung
tidak terlihat, demikian juga gangguan pernafasan.

Indikasi
Di Indonesia penggunaan parasetamol sebagai analgesic dan antipiretik, telah menggantikan
penggunaan salisilat. Sebagai analgesic lainnya, parasetamol sebaiknya tidka diberikan
terlalu lama karena kemungkinan menimbulkan nefropati analgesic.

Kontra Indikasi
Penggunaan semua jenis analgesic dosis besar secara menahun terutama dalam kombinasi
berpotensi menyebabkan nefropati analgesic.

Dosis
oral : 0.5-1 gram tiap 4-6 jam hingga maksimum 4 jam perhari. Anak 2 bulan : 60 mg pada
demam pasca operasi Dibawah usia 3 bulan hanya dengan nasehat dokter. 3 bulan-1 tahun :
60-120 mg perhari dosis-dosis ini boleh diulang tiap 4-6jam bila diperlukan (maksimum
sebanyak 4 dosis dalam waktu 24 jam )

4. Mahasiswa Mampu Menjelaskan Tentang Obat Yang Mempengaruhi Sistem Saraf


Otonom
Obat otonom adalah : Obat yang bekerja pada saraf otonom, mulai dari sel saraf sampai sel
efektor.
Sistim saraf otonom terdiri dari :
1.Sistim saraf Simpatis : yang mempunyai neurotransmitter terpentingnya adalah adrenalin
2.Sistim Parasimpatis : mempunyai neurotreansmitter terpentingnya adalah asetilkolin
klasifikasi obat otonom :
Obat-obat yang dapat mempengaruhi fungsi SSO dapat digolongkan menurut jenis efek
utamanya, yaitu golongan:
1. ADRENERGIK (simpatomimetik) yang mempunyai efek mirip dengan perangsangan
aktivitas saraf simpatik.
2. PENGHAMBAT ADRENERGIK (simpatolitik) yang mempunyai efek penghambatan
aktivitas susunan saraf simpatik
3. KOLINERGIK (parasimpatomimetik) yang mempunyai efek mirip dengan peningkatan
aktivitas susunan saraf parasimpatik
4. PENGHAMBAT KOLINERGIK (parasimpatolitik) yang mempunyai efek penghambatan
aktivitas susunan saraf parasimpatik
5. OBAT GANGLION dengan efek merangsang atau menghambat penerusan impuls di
ganglion

2.Penghambat adrenergik
- Menghambat kerja obat adrenergik.
- Tidak digunakan pada kedokteran gigi
3.Kolinergik
- meningkatkan kerja /aktivitas parasimpatis
- tidak digunakan pada kedokteran gigi
4.Peghambat kolinergik (Parasimpatolitik)
-.Menghambat kerja parasimpatis
- tidak digunakan pada kedokteran gigi
5. Obat ganglion
-Obat yang bekerja pada ganglion
-tidak digunakan pada kedokteran gigi

Obat Antikolinergik
Antagonis kolinergik (disebut juga obat penghambat kolinergik, parasimpatolitik, atau obat
antikolinergik). Golongan antagonis kolinergik bekerja dengan cara menghambat pengikatan
asetilkolin pada reseptor kolinergik muskarinik. Asetilkolin berperan dalam transfer sinyal
antarsel yang memengaruhi kontraksi otot di dalam tubuh.
Antikolinergik menghambat asetilkolin agar tidak berikatan dengan reseptornya di sel-sel
saraf di bagian tubuh tertentu. Secara awam, obat-obatan ini mencegah aktivitas asetilkolin
agar tidak memicu pergerakan otot secara tak sadar di paru-paru, saluran pencernaan, hingga
saluran kemih. Efek antikolinergik tersebut membuatnya bermanfaat dalam menangani
banyak kondisi medis, mulai dari masalah aktivitas kandung kemih, keracunan, serta masalah
pergerakan otot yang berkaitan dengan penyakit Parkinson. Obat-obatan antikolinergik juga
diberikan pada pasien untuk mengiringi proses anestesi sebelum operasi.
Penggolongan obat antikolinergik yaitu alkaloid belladonna contohnya atropine. Atropin
mempunyai khasiat antikolinergik kuat dan merupakan antagonis khusus dari efek muskarin
asetilkolin.
Efek Atropine
· Mata: Atropine menghambat semua aktivitas kolinergik pada mata sehingga
menimbulkan midriasis yang persisten (dilatasi pupil), mata menjadi tidak bereaksi terhadap
cahaya, dan sikloplegika (ketidakmampuan memfokuskan pada penglihatan dekat).
· Gastrointestinum (GI): Atropine dapat digunakan sebagai antispasmodik untuk
mengurangi aktivitas saluran cerna.
· Sistem kemih: Atropine digunakan pula untuk mengurangi keadaan hipermotilitas
kandung kemih.
· Kardiovaskular: Atropine menimbulkan efek divergen pada sistem kardiovaskular,
tergantung pada dosisnya. Pada dosis rendah, efek yang menonjol adalah penurunan denyut
jantung (bradikardia).
· Sekresi: Atropine menghambat kelenjar saliva sehingga timbul efek pengeringan pada
lapisan mukosa mulut (xerostomia). Kelenjar saliva sangat peka terhadap atropine. Kelenjar
keringat dan kelenjar air mata juga terpengaruhi.

5. Mahasiswa Mampu Menjelaskan Tentang Bentuk Sediaan, Cara Dan Dosis


Pemakaian Obat Anak Dan Dewasa
A. Bentuk Sediaan Obat
Bentuk obat atau bentuk sediaan obat adalah wujud obat yang diberikan kepada pasien. Obat
dapat diberikan kepada pasien dalam bentuk pil, kapsul, suspensi, serbuk, salep, obat tetes,
dan sebagainya. Bentuk sediaan obat yang diberikan akan berpengaruh terhadap kecepatan
dan takaran jumlah obat yang diserap oleh tubuh. Selain itu, bentuk sediaan obat akan
berpengaruh pada kegunaan terapi obat. Bentuk sediaan obat dapat dibagi menjadi tiga
bentuk: padat, cair, dan gas.
1. Macam bentuk obat padat
a. Tablet.
Tablet merupakan sediaan obat berbentuk bundar atau pipih. Tablet paling sering dijumpai di
Indonesia karena bentuk ini mudah dan praktis dalam pemakaian, penyimpanan dan juga
dalam produksinya. Tablet tidak sepenuhnya berisi obat, biasanya tablet juga dilengkapi
dengan zat pelengkap atau zat tambahan yang berguna untuk menunjang agar obat tepat
sasaran. Berikut beberapa zat tambahan berdasarkan kegunaannya.
1) Zat Pengisi. Zat pengisi pada sediaan obat berbentuk tablet berfungsi untuk memperbesar
volume tablet. Zat ini tidak mempengaruhi kerja obat. Zat pengisi yang biasa digunakan
dalam bentuk sediaan obat tablet adalah: saccharum Lactis, Amylum manihot, calcii phoshas,
dan lain-lain.
2) Zat Pengikat. Selain zat pengisi terdapat zat pelengkap lain yaitu zat pengikat. Sesuai
dengan namanya, zat pengikat ini berfungsi untuk mempertahankan bentuk tablet agar tidak
pecah atau retak, dan merekatkan zat-zat yang ada di dalam obat tablet. Zat pengikat yang
umumnya digunakan dalam industri obat tablet adalah mucilage Arabici dan solution
methylcelloeum.
3) Zat Penghancur. Di dalam sediaan obat tablet juga terdapat zat penghancur yang berfungsi
memudahkan hancurnya obat dalam perut/lambung sehingga dapat dengan mudah diserap
oleh tubuh. Zat penghancur yang biasa digunakan adalah: natrium alginat, gelatin, dan agar-
agar.
4) Zat Pelicin. Zat pelicin di dalam tablet berguna untuk mencegah agar tablet tidak lengket
pada cetakan. Biasanya zat pelicin yang digunakan dalam industri obat tablet adalah: Talcum
5%, acidum strearicum, dan lain-lain. Bentuk sediaan tablet ini dibuat untuk pemakaian obat
secara oral (obat diminum melalui mulut).
Adapun beberapa jenis bentuk sediaan tablet adalah:
§ Tablet biasa. Tablet dicetak tanpa diberi lapisan apapun, pada umumnya obat tablet ini
akan diserap pada saluran pencernaan sehingga efek pengobatannya pun cepat dirasakan.
§ Tablet kompresi. Tablet yang diproduksi dengan sekali tekan, iasanya terdapat zat
tambahan. Contoh: bodariexin.
§ Tablet kompresi ganda. Tablet yang dalam proses produksinya mengalami penekanan dua
kali. Pada umumnya tablet bentuk ini akan terlihat berlapis. Contoh: decolgen
§ Tablet yang dikempa. Tablet yang dicetak berbentuk silinder kecil.
§ Tablet hipodermik. Tablet yang diproduksi dengan bahan-bahan yang mudah larut dalam
air. Contoh: atropin sulfat.
§ Tablet sublingual. Tablet yang diminum dengan cara diletakan dibawah lidah. Contoh:
nitrogliserin.
§ Tablet bukal. Tablet yang diminum dengan cara meletakan obat di antara pipi dan gusi.
Contoh: progesteron.
§ Tablet salut, antara lain:
Ø Tablet salut gula. Bentuk sediaan obat berbentuk tablet yang dilapisi dengan lapisan gula.
Hal ini dilakukan untuk melindungi obat dari udara, menjaga kelembaban obat, dan
memberikan rasa pada obat agar menghilangkan gangguan bau dan rasa obat asli. Contoh:
Pahezon.
Ø Tablet salut film. Tablet salut film adalah tablet kempa yang disalut dengan salut tipis,
berwarna atau tidak dari bahan polimer yang larut dalam air yang hancur cepat di dalam
saluran cerna.
Ø Tablet salut enteric. Bentuk sediaan tablet yang dilapisi zat sehinga tidak hancur terkenan
HCL dalam lambung dan obat akan hancur di usus. Contoh: Voltare 50 mg, dan lain-lain.
§ Tablet effervescent. Sediaan obat berbentuk tablet yang akan berbuih jika terkena cairan,
biasanya disimpan ditempat tertutup untuk menjaga kelembabannya. Contoh: Redoxon
§ Tablet diwarnai coklat. Bentuk sediaan obat yang dilapisi dengan oksida besi, warna coklat
ini didapatkan dari oksida besi. Contoh: Sangobion.
§ Chewable tablet. Tablet yang cara pemakaiannya harus dikunyah agar meninggalkan efek
enak di rongga mulut. Contoh: Antasida, fitkom
§ Tablet hisap. Bentuk sediaan tablet yang diminum dengan cara dihisap untuk pengobatan di
rongga mulut dan tenggorokan. Contoh: FG Troches, Ester C, dan lain-lain.
b. Kapsul. Kapsul merupakan sediaan obat padat dikemas ke dalam sebuah cangkang
berbentuk tabung keras maupun lunak yang dapat larut. Tabung kapsul in biasanya terbuat
dari gelatin, pati, dan lain-lain. Contoh: kapsida, incidal, dan lain-lain.
c. Kaplet. Bentuk sediaan obat kaplet (kapsul tablet) merupakan sediaan berbentuk tablet
yang dibungkus dengan lapisan gula dan pewarna menarik. Lapisan warna dan gula ini
bertujuan untuk menjaga kelembaban dan menjaga agar tidak tekontaminas dengan HCL di
lambung.
d. Pil. Sediaan obat berbentuk bundar dengan ukuran yang kecil. Ada beberapa variasi dari
pil, antara lain: granulae, pilulae, dan boli.
e. Serbuk. Sediaan obat yang berbentuk remahan yang merupakan campuran kering obat dan
zat kimia yang dihaluskan. Serbuk terbagi menjadi serbuk granulae dan serbuk effervescent.
Sama seperti tablet effervescent, serbuk effervescent juga akan mengeluarkan buih ketika
bercampur dengan air. Contoh: adem sari, jesscool, dan lain-lain.
f. Supositoria. Merupakan sediaan padat dalam berbagai bobot dan bentuk, yang diberikan
melalui rektal, vagina atau uretra, umumnya meleleh, melunak atau melarut pada suhu tubuh.
Tujuan pengobatan yaitu:
§ Penggunaan lokal bertujuan untuk memudahkan defekasi serta mengobati gatal, iritasi, dan
inflamasi karena hemoroid.
§ Penggunaan sistemik seperti: aminofilin dan teofilin untuk asma, chlorprozamin untuk anti
muntah, chloral hydariat untuk sedatif dan hipnotif, aspirin untuk analgenik antipiretik.
2. Macam bentuk obat cair.
Sediaan obat cair adalah obat yang mengandung berbagai zat kimia terlarut. Biasanya
dikonsumsi dengan melalui mulut (oral) atau secara topikal. Penjelasan terkait rute pemberian
obat akan disampaikan pada bab selanjutnya. Sediaan obat cair memiliki berbagai macam
bentuk seperti diuraikan berikut ini.
a. Larutan (Solutio). Solutio merupakan larutan obat yang merupakan campuran homogen
yang terdiri dari 2 zat kimia obat atau lebih.
b. Elixir. Elixir adalah suatu larutan yang mengandung alkohol dan diberi pemanis,
mengandung obat dan diberi bahan pembau.
c. Sirup. Sirup merupakan larutan zat kimia obat yang dikombinasikan dengan larutan gula
sebagai perasa manis. Biasa digunakan untuk obat dan suplemen anak-anak.
d. Emulsi. Emulsi merupakan campuran dari zat kimia yang larut dalam minyak dan larut
dalam air. Untuk membuat obat dengan sediaan emulsi dibutuhkan zat pengemulsi atau yang
biasa disebut dengan emulgator agar salah satu zat cair dapat terdispersi dalam zat cair yang
lain.
e. Suspensi. Merupakan campuran obat berupa zat padat yang kemudian terdispersi dalam
cairan. Biasanya pada petunjuk penggunaan obat terdapat keterangan: “dikocok dahulu”.
Suspensi terbagi ke dalam berbagai jenis berdasarkan cara pemakaiannya: suspensi oral,
suspensi topikal, suspensi optalmik, dan lain-lain.
f. Injeksi. Merupakan sediaan steril berupa larutan, emulsi atau suspensi atau serbuk yang
harus dilaruntukan atau disuspensikan lebih dahulu sebelum digunakan, yang disuntikkan
dengan cara merobek jaringan ke dalam kulit atau melalui kulit atau selaput lendir.
Tujuannya yaitu kerja obat cepat serta dapat diberikan pada pasien yang tidak dapat
menerima pengobatan melalui mulut.
g. Guttae. Merupakan sediaan cairan berupa larutan, emulsi, atau suspensi, dimaksudkan
untuk obat dalam atau obat luar, digunakan dengan cara meneteskan menggunakan penetes
yang menghasilkan tetesan setara dengan tetesan yang dihasilkan penetes beku yang
disebuntukan Farmacope Indonesia. Sediaan obat tetes dapat berupa antara lain: Guttae (obat
dalam), Guttae Oris (tetes mulut), Guttae Auriculares (tetes telinga), Guttae Nasales (tetes
hidung), Guttae Ophtalmicae (tetes mata).
h. Galenik. Galenik adalah sediaan obat berbentuk cairan yang merupakan sari dari bahan
baku berupa hewan atau tumbuhan.
i. Extract. Ekstrak merupakan sediaan obat berbentuk cairan pekat yang didapatkan dari
pengekstraksian zat dari nabati maupun hewani yang kemudian diberi pelarut.
j. Immunosera. Sediaan obat berbentuk cairan berisikan zat immunoglobin yang diperoleh
dari serum hewan lalu dimurnikan. Biasanya Immunosera digunakan untuk menetralisir racun
hewan serta sebagai penangkal virus dan antigen.
Macam obat gas/uap.
Obat dengan bentuk sediaan gas/uap biasanya digunakan untuk pengobatan penyakit
pernapasan dan cara pemakaiannya dengan inhalasi. Bentuk sediaan gas/uap dibuat agar
partikel obat menjadi kecil sehingga lebih mudah dan cepat diabsorbsi melalui alveoli dalam
paru-paru dan membran mukus dalam saluran pernapasan. Obat dengan sediaan bentuk gas
biasanya dibungkus dengan alat khusus seperti vaporizer dan nebulizer.
B. DOSIS OBAT
Dosis obat merupakan takaran jumlah obat yang dapat menghasilkan efek terapi pada fungsi
tubuh yang terkena gangguan. Dosis dapat dikelompokkan ke berbagai jenis berdasarkan
fungsinya:
1) Dosis awal/Loading Dose, yaitu dosis awal yang dibutuhkan guna tercapainya konsentrasi
obat yang diinginkan di dalam darah dan kemudian untuk selanjutnya dengan dosis
perawatan.
2) Dosis pencegahan, yaitu jumlah yang dibutuhkan untuk melindungi agar pasien tidak
terkena penyakit.
3) Dosis terapi yaitu dosis obat yang digunakan untuk terapi jika pasien sudah terkena
penyakit.
4) Dosis lazim, yaitu dosis yang secara umum digunakan untuk terapi.
5) Dosis maksimal, yaitu dosis obat maksimal yang dapat digunakan untuk pengobatan
penyakit, yang bila dosis maksimal dilampaui akan menimbulkan efek yang tidak
diinginkan.
6) Dosis letaal yaitu dosis yang melebihi dosis terapi dan mengakibatkan efek yang tidak
diinginkan yang pada akhirnya dapat menyebabkan kematian. Dosis obat haruslah tepat
dengan tingkat keparahan serta kondisi pasien, jika dosis berlebihan efek yang ditimbulkan
obat akan berubah menjadi efek toksik, sedangkan jika dosis terlalu kecil, obat tidak akan
efektif. Oleh karena itu, perhitungan dosis harus didasari dengan pertimbangan usia, berat
badan, dan lain-lain

C. Cara Penghitungan Dosis Obat


Cara penghitungan Dosis Obat.
 Dosis Maksimum. Kecuali dinyatakan lain, dosis maksimum adalah dosis maksimum
dewasa (20-60 tahun) untuk pemakaian melalui mulut, injeksi sub kutan dan rektal.
Untuk orang lanjut usia karena keadaan fisik sudah mulai menurun, pemberian dosis
obat harus lebih kecil dari dosis maksimum.
 Dosis maksimum gabungan ( DM sinergis ) Jika dalam satu resep terdapat dua atau
lebih zat aktif (bahan obat) yang kerjanya pada reseptor atau tempat yang sama maka
jumlah obat yang digunakan tidak boleh melampaui jumlah dosis obat-obat yang
berefek sama tersebut, baik sekali pemakaian ataupun dalam pemberian dosis harian.
Contoh obat yang memiliki efek yang sama :
- Atropin sulfat dengan ekstrak belladoina
- Pulvis opii dengan pulvis overi
- Kofein dan aminofilin
- Arsen trioxida dan Natrii arsenas.
Faktor-faktor yang mempengaruhi dosis obat
Dosis obat yang diberikan kepada penderita dipengaruhi oleh beberapa faktor: faktor obat,
cara pemberian obat tersebut dan penderita. Terutama faktor-faktor penderita seringkali
kompleks sekali, karena perbedaan individual terhadap respons obat tidak selalu dapat
diperkirakan. Ada kemungkinan ketiga faktor tersebut di bawah ini didapat sekaligus.
Faktor obat
a. Sifat fisika: daya larut obat dalam air/lemak, Kristal/amorf, dan sebagainya
b. Sifat kimiawi: asam, basa, garam, ester, garam kompleks, pH, pKa
c. Toksisitas: dosis obat berbanding terbalik dengan toksisitasnya

Cara pemberian obat kepada penderita


a. Oral: dimakan atau diminum
b. Parenteral: subkutan, intramuskular, intravena, dan sebagainya
c. Rectal, vaginal, uretral
d. Local, topikal, transdermal
e. Lain-lain: implantasi, sublingual, intrabukal, dan sebagainya

Faktor penderita/karakteristik penderita :


a. Umur: neonatus, bayi, anak, dewasa, geriatric
b. Berat badan: biarpun sama-sama dewasa berat badan dapat berbeda besar
c. Jenis kelamin: terutama untuk obat golongan hormone
d. Ras: “slow & fast acetylators”
e. Tolerance
f. Obesitas: untuk obat-obat tertentu faktor ini harus dierhitungkan
g. Sensitivitas individual
h. Keadaan pato-fisiologi : kelainan pada saluran cerna mempengaruhi absorpsi obat;
penyakit hati mempengaruhi metabolism obat; kelainan pada ginjal mempengaruhi eksreksi
obat.
i. Kehamilan
j. Laktasi
k. “Circadian rhyhm”
l. Lingkungan

Cara-cara perhitungan dosis obat untuk yang dapat dipakai adalah sebagai berikut:
1. Didasarkan perbandingan dengan dosis obat untuk orang dewasa (tidak dapat diperlukan
bagi semua obat)
a. Menurut perbandingan umur (dibandingkan dengan umur orang dewasa 20-24 tahun)
seringkali kurang tepat
b. Menurut perbandingan berat badan (dibandingkan dengan berat badan orang dewasa
70kg)
c. Menurut perbandingan Luas Permukaan Tubuh (LPT) (dibandingkan dengan LPT dewasa
1,73 m2)
2. Didasarkan atas ukuran fisik anak secara individual
Dasar ini dipergunakan bagi banyak jenis obat. Perhitungan dosis secara individual ini lebih
baik daripada perhitungan / perbandingan dengan dosis dewasa. Ada dua cara untuk
menghitung dosis individual untuk anak, yaitu :
a. Sesuai dengan berat badan anak dalam Kg.
b. Sesuai dengan LPT anak dalam m2 (LPT anak dapat diperhitungkan dari tinggi dan berat
badan anak menurut rumus Du Bois & Du Bois atau dapat dilihat pada Nomogram Du Bois
& Du Bois (lihat Nomogram)
c. Memakai rumus R.O.Mosteller
6. Mahasiswa Mampu Menjelaskan Tentang Penulisan Resep Obat
Tindakan dokter untuk penderita
Yang pertama sebagai dokter gigi kita harus anamnesis terlebih dahulu, lalu pemeriksaan
fisik intra dan ekstra maka tegaklah diagnosisnya lalu kita dapat kasih terapi seperi non obat
(KIE) dan obat, di obat ini kita beri obatnya dan beri infonya setelah itu baru evaluasi.
Jenis2 terapi
a. Terapi non farmakologi
1) Pembedahan
2) Radioterapi (penyinaran)
3) Fisioterapi
4) Pengaturan pola makan
5) Pengaturan pola hidup
6) KIE
b. Terapi farmakologi
1) Terapi profilaktif (obat yang mencegah perkembangan penyakit) : terapi profilaktif
dalam tindakan bedah.
2) Terapi simtomatik : meredakan gejala (demam,pusing)
3) Terapi kausal : menghilangkan penyebab (infeksi)

Pengertian umum resep


Resep adalah permintaan tertulis dokter, dokter gigi, maupun dokter hewan kepada
apoteker di apotek untuk membuat obat dalam bentuk sediaan tertentu dan apoteker
menyerahkan obatnya kepada penderita.
Satu resep itu untuk satu penderita, dikarenakan penderita a tidak mungkin sama
pengobatannya dengan penderita b. penyakit kebutuhan…..
Dokter umum dan spesialis itu tidak ada pembatasan jenis obat yang berhubungan
dengan penyakit gigi, begitu juga sebaliknya dengan dokter gigi.
Dokter gigi itu jenis obatnya berhubungan dengan penyakit gigi.
Dokter hewan itu jenis obat atau resepnya itu sesuai keperluan hewan.
Cara peresepan
Petunjuk tentang penggunakan obat (preskripsi) dari dokter itu sangat penting dalam
proses peresepan obat bagi pasien. Dokter itu dalam mewujudkan terapi yang rasional
memerlukan langkah yang sistematis dengan motto 5T yaitu tepat obatnya, tepat dosisnya,
tepat caranya, tepat jadwal pemberiannya, dan tepat juga bentuk sediaan obat terhadap
penderita.
TEKNIK PENULISAN RESEP
Pemberian terapi dengan obat oleh dokter secara tidak langsung akan ditulis dalam selembar
kertas yang disebut sebagai lembar resep atau blangko resep. Resep dalam arti yang sempit
adalah permintaan tertulis dari dokter, dokter gigi, dokter hewan kepada apoteker untuk
membuatkan obat dalam bentuk sediaan tetentu dan menyerahkannya kepada pasien.
Kenyataannya resep merupakan perwujudan akhir dari kompetensi pengetahuan dan keahlian
dokter dalam menerapkan pengetahuannya dalam bidang farmakologi dan terapi.
Resep dituliskan dalam kertas resep dengan ukuran yang ideal yaitu lebar 10-12 cm dan
panjang 15-18 cm. Resep harus ditulis dengan lengkap sesuai dengan PerMenKes no.
26/MenKes/Per/I/81 Bab III tentang Resep dan KepMenKes No. 28/MenKes/SK/U/98 Bab II
tentang RESEP, agar dapat dibuatkan/diambilkan obatnya di apotik.
KAIDAH-KAIDAH PENULISAN RESEP
Setelah menetapkan diagnosis kerja, maka dokter akan menentukan terapi salah satunya
terapi dengan obat. Untuk menuliskan suatu resep banyak hal yang meminta perhatian
dokter :
1. Satuan berat untuk obat 1 gram (1 g) tidak ditulis 1 gr, (gr = grain = 65 mg).
2. Angka dosis tidak ditulis sebagai perhitungan decimal.
3. Jumlah obat yang diterima pasien ditulis dengan angka romawi.
4. Nama obat ditulis dengan jelas.
5. Obat sama dengan nama dagang yang berbeda dimungkinkan bioavailabilitasnya berbeda.
6. Harus hati-hati bila akan memberikan beberapa obat seara bersamaan, pastikan tidak ada
inkompatibilatas/interaksi yang merugikan.
7. Dosis diperhitungkan dengan tepat.
8. Dosis disesuaikan dengan kondisi organ.
9. Terapi dengan obat (narkotika) diberikan hanya untuk indikasi yang jelas.
10. Ketentuan tentang obat ditulis dengan jelas.
11. Hindari pemberian obat terlalu banyak.
12. Hindari pemberian obat dalam jangka waktu lama.
13. Edukasi pasien untuk cara penggunaan obat khusus, atau tuliskan dalam kertas yang
terpisah dengan resep obat.
14. Ingatkan kemungkinan yang berbahaya apabila pasien minum obat yang lain.
15. Beritahu efek samping obat.
16. Lakukan recording pada status pasien.

Dalam resep yang lengkap harus tertulis:


1. Identitas dokter : nama, nomor SIP (Surat Ijin Praktek), alamat praktek/ alamat rumah dan
nomor telpon dokter
2. Nama kota dan tanggal dibuatnya resep Nomor 1 dan nomor 2 sudah tercetak pada kertas
lembar resep.
3. Ditulis simbol R/ (Recipe = harap diambil), diberi istilah superscriptio. Ada hipotesis R/
berasal dari tanda Yupiter (dewa mitologi Yunani). Hipotesis lain R/ berasal dari tanda Ra =
mata keramat dari dewa Matahari Mesir kuno.
4. Nama obat serta jumlah atau dosis, diberi istilah inscriptio. Merupakan inti resep dokter.
Nama obat ditulis nama generik atau nama dagang (brandname) dan dosis ditulis dengan
satuan microgram, miligram, gram, mililiter, %.
5. Bentuk sediaan obat yang dikehendaki, diberi istilah subscriptio.
6. Signatura, disingkat S, umumnya ditulis aturan pakai dengan bahasa Latin.
7. Diberi tanda penutup dengan garis, ditulis paraf.
8. Pro: nama penderita. Apabila penderita anak, harus dituliskan umur atau berat badan agar
apoteker dapat mencek apakah dosisnya sudah sesuai.
CATATAN :
Pada saat menulis resep :
1. Hindari penulisan nama kimia, tulis nama latin atau generiknya.
2. Apabila dalam satu lembar resep terdiri lebih dari satu R/, maka : tiap R/ dilengkapi
dengan signa (S), dan tiap R/ diparaf atau ditandatangani dokter penulisnya.
3. Dokter yang bijaksana akan memperhatikan keadaan sosio-ekonomi pasien, maka
pemilihan obat dapat ke obat generik atau obat brand-name.

Ketentuan resep:
 Resep harus ditulis dengan jelas dan lengkap.
 Apabila resep tidak dapat dibaca dengan jelas atau tidak lengkap, apoteker wajib
menanyakan kepada penulis resep.
 Apabila apoteker menganggap bahwa dalam resep terdapat kekeliruan atau penulisan
resep yang tidak tepat, apoteker harus memberitahukan kepada dokter penulis resep.
 Apabila dokter penulis resep tetap pada pendiriannya, tanggung jawab sepenuhnya
dipikul oleh dokter yang bersangkutan (dokter wajib menyatakannya secara tertulis
atau membubuhkan tanda tangan yang lazim di atas resep).
 Apabila apoteker menganggap pada resep terdapat kekeliruan yang berbahaya dan
tidak dapat menghubungi dokter penulis resep, penyerahan obat bisa dibatalkan.
 Dokter gigi diberi izin untuk menulis segala macam obat dengan cara parenteral
(injeksi) atau cara-cara pemakaian lain, khusus untuk mengobati penyakit gigi dan
mulut.
 Untuk penderita yang memerlukan pengobatan segera, dokter dapat memberikan
tanda "cito/statim/urgent (segera), PIM/periculum in mora (berbahaya bila ditunda)"
pada bagian kanan resep, dan harus didahulukan dalam pelayanannya.
 Resep p.p/pro paupere (resep untuk orang miskin), dimaksud agar apotek dapat
meringankan harga obat atau bila dapat diberi gratis.
 Pada resep asli yang diberi tanda "ni"ne iteratur (tidak boleh diulang), maka apotek
tidak boleh mengulangi penyerahan obat atas resep yang sama
 Resep yang mengandung narkotika: harus ditulis tersendiri, tidak boleh ada iterasi
(ulangan), dituliskan nama pasien, alamat pasien ditulis dengan jelas, aturan pakai
(signa) ditulis dengan jelas, tidak boleh ditulis s.u.c /signa usus cognitus (sudah tahu
aturan pakai).
DAFTAR PUSTAKA
Sunaryo, Hadi dkk. 2020. Buku Ajar Farmakologi Obat Sistem Saraf . Jakarta: UHAMKA
PRESS.
Budiasa, Ketut dan Anak Agung Gede Arjana. 2016. Menentukan Dosis Obat Dan Cara
Pemberiannya. Diakses dari :
https://repositori.unud.ac.id/protected/storage/upload/repositori/
73e4067fb2da489fbf2677adcc3f9701.pdf
Ningsih, Evi Widiya. 2010. Identifikasi Interaksi Obat Pada Pasien Penyakit Dalam Rawat
Inap Di Rumah Sakit Umum Daerah Margono Soekardjo Purwokerto. Bachelor Thesis,
Universitas Muhammadiyah Purwokerto.

Anda mungkin juga menyukai