2. Terhadap janin
Walaupun ibu belum menunjukkan gejala-gejala infeksi tetapi janin mungkin
sudah terkena infeksi. Karena infeksi intrauterine lebih dahulu terjadi
(amnionitis, vaskulitis) sebelum gejala pada ibu dirasakan.komplikasi yang
sering dialami oleh janin adalah Hipoksia dan asfiksia sekunder (kekurangan
oksigen pada bayi). Mengakibatkan kompresi tali pusat, prolaps uteri, dry
labour/partus lama, skor APGAR rendah, ensefalopati, cerebral palsy,
perdarahan intrakranial,gagal ginjal, distress pernapasan.sehingga
meningkatkan Morbiditas dan mortalitas perinatal.
Ketuban pecah dini menyebabkan hubungan langsung antara dunia luar
dan ruangan dalam rahim, sehingga memudahkan terjadinya infeksi asenden. Dan
semakin lama periode laten, makin besar kemungkinan infeksi sehingga
meningkatkan kejadian kesakitan dan kematian ibu dan bayi atau janin dalam
rahim (Yulaikhah, 2008, Hal .116). Tanda adanya infeksi bila suhu ibu > 38C, air
ketuban keruh dan bau, leukosit darah > 15.000/mm, perlunakan uterus dan
takikardia janin (>180 kali/menit) Prawihardjo,S (2008, hal. 680).
5. Penatalaksanaa KPD
Ketuban pecah dini termasuk dalam beresiko tinggi, kesalahan dalam
mengelola KPD akan membawa akibat meningkatnya angka morbiditas dan
mortalitas pada ibu maupun bayinya. Penatalaksanaan KPD masih dilemma bagi
sebahagian ahli kebidanan. Kasus KPD yang cukup bulan, kalau segera
mengakhiri kehamilan akan menaikkan insidensi bedah sesar, dan kalau
menunggu persalinan spontan akan menaikkan insidensi chorioamnionitis (yatini,
Mufdillah dan Hidayat, 2009,hal.17).
Universitas Sumatera Utara
Penatalaksanaan ketuban pecah dini menurut Prawirohardjo,S (2008,hal.
680) dibagi menjadi konservatif dan aktif.
a. Konservatif
Rawat di Rumah Sakit, berikan antibiotik (ampisillin 4 x 500 mg atau
eritromisin bila tidak tahan ampisilin dan metronidazol 2 x 500 mg
selama 7 hari). Jika umur kehamilan < 32-34 minggu, dirawat selama
air ketuban masih keluar atau air ketuban sampai tidak keluar lagi. Jika
usia kehamilan 32-37 minggu, belum inpartu dan tidak ada tanda-tanda
infeksi tes busa negatif beri deksametason, observasi tanda-tanda
infeksi dan kesejahteraan janin. Terminasi pada kehamilan 37 minggu.
Jika usia kehamilan 32-37 minggu, sudah inpartu, tidak ada infeksi
berikan tokolitik (salbutamol), deksametason, dan induksi sesudah 24
jam. Jika usia kehamila 32-37 minggu, ada infeksi beri antibiotik dan
lakukan induksi, nilai tanda-tanda infeksi (suhu, leukosit, tanda-tanda
infeksi intrauterine). Pada usia kehamilan 32-37 minggu berikan steroid
untuk memacu kematangan paru janin, dan bila memungkinkan periksa
kadar lesitin dan spingomielin tiap minggu. Dosis betametason 12 mg
sehari dosis tunggal selama 2 hari, deksa metason I.M 5 mg setiap 6
jam sebanyak 4 kali.
b. Aktif
1) Kehamilan > 37 minggu, induksi dengan oksitosin. Bila gagal
seksio sesarea, dapat pula diberikan misoprostol 25 µg – 50 µg
intravaginal tiap 6 jam maksimal 4 kali. Bila tanda-tanda infeksi
berikan antibiotik dosis tinggi dan persalinan diakhiri.
Universitas Sumatera Utara
• Bila skor pelvik < 5, lakukan pematangan serviks,
kemudian di induksi, bila tidak berhasil akhiri dengan
seksio sesarea
• Bila skor pelvik > 5, induksi persalinan
c. Penatalaksanaan Agresif menurut Morgan dan Hamilton (2003,hal.
393) adalah
1) Jel prostaglandin atau Misoprostol (meskipun tidak disetujui
penggunaannya) dapat diberikan setelah konsultasi dengan
dokter
2) Mungkin dibutuhkan rangkain induksi Pitocin bila serviks tidak
berespon.
3) Beberapa ahli menunggu 12 jam untuk terjadinya persalinan.
Bila tidak ada tanda, mulai pemberian pitocin.
4) Berikan cairan per IV, pantau janin
5) Peningkatan risiko seksio sesaria bila induksi tidak efektif
6) Bila pengambilan keputusan bergantung pada kelayakan serviks
untuk diinduksi, kaji nilai Bishop setelah pemeriksaan
speculum. Bila diputuskan untuk menunggu persalinan, tidak
ada lagi pemeriksaan yang dilakukan, baik manupulasi dengan
tangan maupun spekulum, sampai persalinan dimulai atau
induksi dimulai
7) Periksa hitung darah lengkap bila ketuban pecah. Ulangi
pemeriksaan pada hari berikutnya sampai pelahiran atau lebih
sering bila ada tanda infeksi.
Universitas Sumatera Utara
8) Lakukan NST setelah ketuban pecah; waspada adanya
takikardia janin yang merupakan salah satu tanda infeksi
9) Mulai induksi setelah konsultasi dengan dokter bila:
a) Suhu tubuh ibu meningkat signifikan
b) Terjadi takikardia janin
c) Lokia tampak keruh
d) Iritabilitas atau nyeri tekan uterus yang signifikan
e) Kultur vagina menunjukkan kenaikan sel darah putih
10) Menurut Manuaba IBG (2003,hal. 72) Induksi oxytocin/prostagl
andin persalinan dapat dilakukan dengan waktu yaitu:
B. Asfiksia Neonatorum
1. Pengertian
a) Setelah 6 jam PRM.
b) Setelah 12 jam PRM.
c) Setelah 24 jam PRM.
Asfiksia neonatorum merupakan suatu kondisi di mana bayi tidak dapat
bernapas secara spontan dan teratur setelah dan teratur segera setelah lahir. Hal
ini disebabkan oleh hipoksia janin dalam uterus dan hipoksia ini berhubungan
dengan faktor-faktor yang timbul dalam kehamilan, persalinan, atau segera
setelah lahir (Aminullah,A, 2005).
Asfiksia neonatorum merupakan ketidakmampuan bayi baru lahir untuk
bernapas pada waktu 60 detik pertama. Pada waktu menit pertama harus sudah
selesai untuk melakukan evaluasi menurut nilai Apgar, apakah bayi baru lahir
perlu resusitasi atau tidak (Manuaba IBG, 2007).
menimbulkan gangguan pada ibu dan janin. Penyulit pada janin tergantung
luasnya plasenta yang lepas dapat menimbulkan asfiksia neonatorum ringan
sampai kematian janin dalam rahim (Manuaba.IBG, 2002).
c. Faktor neonatus
Meliputi tali pusat menumbung akibat ketuban telah pecah, tali pusat melilit
leher, kompresi tali pusat antara janin dan jalan lahir, gamelli,IUGR, premature,
kelainan congenital pada neonatus
d. Faktor persalinan
persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan uri) yang telah
cukup bulan atau dapat hidup di luar kaandungan melalui jalan lahir atau melalui
jalan lain dengan bantuan atau tanpa bantuan/kekuatan sendiri. Bentuk persalinan
yang dapat menimbulkan asfiksia neonatorum adalah
a) Persalinan buatan/ persalinan anjuran
Persalinan dengan tindakan dapat menimbulkan asfiksia neonatorum yang
disebabkan oleh tekanan langsung pada kepala, menekan pusat-pusat vital pada
medulla oblongata, aspirasi air ketuban, mekonium, cairan lambung dan
perdarahan atau oedema jaringan pusat saraf pusat (Manuaba, IBG, 1989).
Persalinan anjuran dengan menggunakan prostaglandin akan menimbulkan
kontraksi otot rahim yang berlebihan menggangu sirkulasi darah sehingga
menimbulkan asfiksia neonatorum
b) Partus lama
Partus lama yaitu persalinan yang berlangsung lebih dari 24 jam pada primi,
dan lebih dari 18 jam pada multi. Bila persalinan lama dapat menimbulkan
komplikasi baik terhadap ibu maupun pada bayi, dan dapat meningkatkan angka
kematian ibu dan bayi (Mochtar,R, 2004).
Universitas Sumatera Utara
c) Lamanya Ketuban Pecah Dini
ketuban pecah lama adalah jarak waktu antara pecahnya ketuban dan lahirnya
bayi lebih dari 12 jam yang mempunyai peranan penting terhadap timbulnya
plasentitis dan amnionitis (yatini, Mufdilah dan Hidayat, 2009). Semakin panjang
fase laten semakin besar kemungkinan terjadinya infeksi (Manuaba,IBG, 2008).
Ketuban pech dini dapat menyebabkan asfiksia. Terjadinya asfiksia seringkali
diawali infeksi yang terjadi pada bayi aterm dan prematur, infeksi janin langsung
berhubungan dengan lamanya ketuban pecah selaput ketuban atau lamanya periode
laten (yatini, Mufdillah dan Hidayat, 2009.hal.13).
Semakin lama periode laten, semakin lama pula kala satu persalinan dan
semakin besar insidensi infeksi. Janin bila terinfeksi sekalipun tidak terlihat tanda-
tanda sepsis pada ibu. Tempat paling sering mengalami infeksi adalah traktus
respiratorius. Kebanyakan pneumonia terjadi dalam 2 minggu pertama kehidupan
berasal dari dalam rahim (oxorn, 2003). Setelah terjadi persalinan dan ditemukan
tanda infeksi biasanya bayi memiliki nilai Apgar dibawah 7 dan dapat mengalami
hipotermia. Disisi lain bayi dapat memiliki nilai Apgar yang tinggi lalu turun pada
10-25 menit setelah lahir. Pengamatan terus secara hati-hati pada bayi selama jam
pertama setelah persalinan adalah penting (Midwifery, 2004).
3. Penilaian Asfiksia Neonatorum
Sesaat setelah bayi lahir, penolong persalinan biasanya langsung melakukan
penilaian terhadap bayi tersebut. Perangkat yang digunakan untuk menilai
dinamakan Skor APGAR (Saifuddin,A.B, 2010).
Nilai Apgar pertama kali diperkenalkan oleh Virgnia Apgar pada tahun 1952.
Kata APGAR sendiri merupakan gabungan dari kata: Activity (aktivitas), Pulse
(nadi), Grimace (mimik), Appearance (tampilan kasat mata), dan Respiration
Universitas Sumatera Utara
(pernapasan). Dimana kelima hal tersebut merupakan faktor yang dinilai ketika bayi
lahir. Sejak itu sistem ini dipergunakan secara luas untuk menilai keadaan klinik
bayi baru lahir. Skor Apgar merupakan metode praktis yang secara sistematis
digunakan untuk membantu mengindentifikasibayi yang memerlukan resusitasi
akibat asidosis hipoksi.. Cara ini dianggap yang paling ideal dan telah banyak
digunakan dimana-mana. Nilai Apgar skor pada menit-1 mengisyaratkan perlunya
tindakan resusitasi segera. Skor menit-5,-10,-15, dan -20 menunjukkan keberhasilan
dalam melakukan resusitasi bayi. Skor Apgar 0-3 pada menit -20 meramalkan
tingginya mortalitas dan morbiditas (Nelson,et al 2000).
Patokan klinis yang dinilai adalah menghitung frekuensi jantung, melihat usaha
bernafas, menilai tonus otot, menilai reflek rangsangan, memperhatikan warna kulit.
Setiap kriteria diberi angka tertentu, nilai Apgar biasanya dinilai 1 menit setelah bayi
lahir lengkap selanjutnya dilakukan 5 menit berikutnya karena hal ini mempunyai
korelasi yang erat dengan mortalitas dan morbiditas neonatal. Nilai Apgar 1 menit
menunjukkan toleransi bayi terhadap proses kelahirannya, nilai Apgar 5 menit
menunjukkan adaptasi bayi terhadap lingkungan barunya. Di bawah ini adalah tabel
Apgar Score untuk menentukan derajat asfiksia.
Tabel 2.1
SKOR APGAR
Tanda Nilai : 0 Nilai : 1 Nilai : 2
Appearance
(warna kulit)
Pucat/biru seluruh
tubuh
Tubuh merah,
ekstremitas biru
Seluruh tubuh
kemerahan
Universitas Sumatera Utara
Pulse
(denyut jantung)
Grimace
(tonus otot)
Activity
(aktifitas)
Respiration
(pernafasan)
Tidak ada <100 >100
Tidak ada Ekstremitas sedikit
fleksi
Tidak ada Sedikit gerak Langsung
Tidak ada Lemah/tidak teratur Menangis
Sumber: Mochtar,R, (2011,hal.292 )
Gerakan aktif
menangis
4. Pembagian serta tanda dan gejala asfiksia sesuai nilai Apgar menurut
Mochtar,R (2011,hal.293) adalah
a. Asfiksia berat (nilai APGAR 0-3)
Pada kasus asfiksia berat, bayi akan mengalami asidosis, sehingga memerlukan
perbaikan dan resusitasi aktif dengan segera. Tanda dan gejala yang muncul
pada asfiksia berat adalah: Frekuensi jantung kecil yaitu < 40 kali/menit. Tidak
ada usaha bernafas, Tonus otot lemah bahkan tidak ada, Bayi tidak dapat
memberikan reaksi jika diberi rangsangan, Bayi tampak pucat bahkan berwarna
kelabu, Terjadi kekurangan oksigen yang berlanjut sebelum atau sesudah
persalinan.
b. Asfiksia sedang (nilai APGAR 4-6)
Pada asfiksia sedang tanda dan gejala yang muncul adalah sebagai berikut:
Frekuensi jantung menurun menjadi 60-80 kali/menit, usaha nafas lambat. tonus
otot biasanya dalam keadaan baik, bayi masih bisa bereaksi terhadap rangsangan
yang diberikan, bayi tampak sianosis, tidak terjadi kekurangan oksigen yang
bermakna selama proses persalinan.
Universitas Sumatera Utara
c. Asfiksia ringan (nilai APGAR 7-9)
Pada asfiksia ringan, tanda dan gejala yang sering muncul adalah:
Takipnea dengan nafas lebih dari 60 kali/menit, bayi tampak sianosis, adanya
retraksi sela iga, bayi merintih (grunting), adanya pernafasan cuping hidung,
dayi kurang aktifitas, dari pemeriksaan auskultasi diperoleh hasil ronchi, rales
dan wheezing positif
d. Bayi normal dengan nilai APGAR 10
5. Penatalaksanaan asfiksia neonatorum sesuai dengan APGAR Skor menurut
Hidayah, A.Z (2008,hal. 128) adalah sebagai berikut:
a. Asfiksia Ringan APGAR Skor (7-9)
Cara mengatasinya adalah :
1) Bayi di bungkus dengan kain hangat
2) Bersihkan jalan napas dengan mengisap lendir pada hidung
kemudian mulut.
3) Bersihkan badan dan tali pusat
4) Lakukan observasi tanda vital, pantau APGAR skor, dan masukan
kedalam inkubator.
b. Asfiksia sedang APGAR Skor (4-6)
Cara mengatasinya dengan cara:
1) Bersihkan jalan napas
2) Berikan oksigen dua liter per menit
3) Rangsang pernapasan dengan menepuk telapak kaki. Apabila belum
ada reaksi, bantu pernapasan dengan masker (ambubag).
Universitas Sumatera Utara
BAB ΙΙ
TINJAUAN PUSTAKA
A. Ketuban Pecah Dini (KPD)
1. Pengertian KPD
KPD adalah pecahnya ketuban sebelum waktu melahirkan yang
terjadi pada saat akhir kehamilan maupun jauh sebelumnya (Nugroho,
2010). Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat
tanda-tanda persalinan mulai dan ditunggu satu jam belum terjadi inpartu.
Sebagian ketuban pecah dini terjadi pada kehamilan aterm lebih dari 37
minggu sedangkan kurang dari 36 minggu tidak terlalu banyak (Manuaba,
2009).
KPD didefinisikan sesuai dengan jumlah jam dari waktu pecah
ketuban sampai awitan persalinan yaitu interval periode laten yang dapat
terjadi kapan saja dari 1-12 jam atau lebih. Insiden KPD banyak terjadi
pada wanita dengan serviks inkopenten, polihidramnion, malpresentasi
janin, kehamilan kembar, atau infeksi vagina (Helen, 2003).
Dari beberapa definisi KPD di atas maka dapat disimpulkan bahwa
KPD adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda tanda persalinan.
2. Penyebab KPD
Penyebab KPD menurut Manuaba, 2009 dan Morgan, 2009 meliputi
antara lain (1) Serviks inkompeten, (2) Faktor keturunan, (3) pengaruh dari
luar yang melemahkan ketuban (infeksi genetalia), (4) overdistensi uterus ,
(5) malposisi atau malpresentase janin, (6) faktor yang menyebabkan
kerusakan serviks, (7) riwayat KPD sebelumnya dua kali atau lebih, (8)
faktor yang berhubungan dengan berat badan sebelum dan selama hamil,
(9) merokok selama kehamilan, (10) usia ibu yang lebih tua mungkin
menyebabkan ketuban kurang kuat dari pada usia muda, (11) riwayat
hubungan seksual baru-baru ini, (12) paritas, (13) anemia, (13) keadaan
sosial ekonomi. Sebuah penelitian oleh Getahun D, Ananth dkk tahun
7
8
2007 menyebutkan bahwa asma bisa memicu terjadinya ketuban pecah
dini.
12
5. Diagnosis
Diagnosis ketuban pecah dini meragukan kita, apakah ketuban benar
sudah pecah atau belum. Apalagi bila pembukaan kanalis servikal belum
ada atau kecil. Penegakkan diagnosis KPD dapat dilakukan dengan
berbagai cara yang meliputi :
a. Menentukan pecahnya selaput ketuban dengan adanya cairan ketuban
di vagina.
b. Memeriksa adanya cairan yang berisi mekonium, vernik kaseosa,
rambut lanugo dan kadang-kadang bau kalau ada infeksi.
c. Dari pemeriksaan inspekulo terlihat keluar cairan ketuban dari cairan
servikalis.
d. Test nitrazin/lakmus, kertas lakmus merah berubah menjadi biru (basa)
bila ketuban sudah pecah.
e. Pemeriksan penunjang dengan menggunakan USG untuk membantu
dalam menentukan usia kehamilan, letak janin, berat janin, letak
plasenta serta jumlah air ketuban. Pemeriksaan air ketuban dengan tes
leukosit esterase, bila leukosit darah lebih dari 15.000/mm
,
kemungkinan adanya infeksi (Sarwono, 2010).
6. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
Cairan yang keluar dari vagina perlu diperiksa warna,
konsentrasi, bau dan PHnya.
1) Tes lakmus (tes nitrazin), jika kertas lakmus merah berubah
menjadi biru ,menunjukkan adanya air ketuban (alkalis).
2) Mikroskopik (tes pakis), dengan meneteskan air ketuban pada
gelas objek dan dibiarkan kering, pemeriksaan mikroskopik
menunjukkan gambaran daun pakis.
3
13
b. Pemeriksaan ultrasonografi (USG)
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat jumlah cairan
ketuban dalam kavum uteri. Pada kasus KPD terlihat jumlah cairan
ketuban yang sedikit (Manuaba, 2009).
8. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan KPD memerlukan pertimbangan usia kehamilan,
adanya infeksi pada komplikasi ibu dan janin dan adanya tanda-tanda
persalinan. Penanganan ketuban pecah dini menurut Sarwono (2010),
meliputi :
a. Konserpatif
1) Pengelolaan konserpatif dilakukan bila tidak ada penyulit (baik
pada ibu maupun pada janin) dan harus di rawat dirumah sakit.
2) Berikan antibiotika (ampicilin 4 x 500 mg atau eritromicin bila
tidak tahan ampicilin) dan metronidazol 2 x 500 mg selama 7 hari.
3) Jika umur kehamilan <32-34 minggu, dirawat selama air ketuban
masih keluar, atau sampai air ketuban tidak keluar lagi.
4) Jika usia kehamilan 32-27 minggu, belum in partu, tidak ada
infeksi, tes buss negativ beri deksametason, observasi tanda-tanda
infeksi, dan kesejahteraan janin, terminasi pada kehamilan 37
minggu.
14
5) Jika usia kehamilan 32-37 minggu, sudah inpartu, tidak ada infeksi,
berikan tokolitik (salbutamol), deksametason, dan induksi sesudah
24 jam.
6) Jika usia kehamilan 32-37 minggu, ada infeksi, beri antibiotik dan
lakukan induksi.
7) Nilai tanda-tanda infeksi (suhu, leukosit, tanda-tanda infeksi intra
uterin).
8) Pada usia kehamilan 32-34 minggu berikan steroid, untuk memicu
kematangan paru janin, dan kalau memungkinkan periksa kadar
lesitin dan spingomielin tiap minggu. Dosis betametason 12 mg
sehari dosis tunggal selama 2 hari, deksametason IM 5 mg setiap 6
jam sebanyak 4 kali.
b. Aktif
1) Kehamilan >37 minggu, induksi dengan oksitosin, bila gagal seksio
sesarea. Dapat pula diberikan misoprostol 50 mg intravaginal tiap 6
jam maksimal 4 kali.
2) Bila ada tanda-tanda infeksi berikan antibiotika dosis tinggi. Dan
persalinan diakhiri.
3) Bila skor pelvik < 5, lakukan pematangan servik, kemudian
induksi. Jika tidak berhasil, akhiri persalinan dengan seksio sesarea
4) Bila skor pelvik > 5, induksi persalinan, partus pervaginam
Penatalaksanaan KPD menurut Manuaba (2009) tentang
penatalaksanaan KPD adalah :
a. Mempertahankan kehamilan sampai cukup bulan khususnya maturitas
paru sehingga mengurangi kejadian kegagalan perkembangan paru
yang sehat.
b. Terjadi infeksi dalam rahim, yaitu korioamnionitis yang menjadi
pemicu sepsis, maningitis janin, dan persalinan prematuritas
c. Dengan perkiraan janin sudah cukup besar dan persalinan diharapkan
berlangsung dalam waktu 72 jam dapat diberikan kortikosteroid,
sehingga kematangan paru janin dapat terjamin.
15
9. Patofisiologi
Banyak teori, mulai dari defect kromosom, kelainan kolagen,
sampai infeksi. Pada sebagian besar kasus ternyata berhubungan dengan
infeksi (sampai 65%). High virulensi berupa Bacteroides
Low virulensi, Lactobacillus Kolagen terdapat pada lapisan kompakta
amnion, fibroblast, jaringa retikuler korion dan trofoblas. Sintesis maupun
degradasi jaringan kolagen dikontrol oleh system aktifitas dan inhibisi
interleukin -1 (iL-1) dan prostaglandin. Jika ada infeksi dan inflamasi,
terjadi peningkatan aktifitas iL-1 dan prostaglandin, menghasilkan
kolagenase jaringan, sehingga terjadi depolimerasi kolagen pada selaput
korion/ amnion, menyebabkan ketuban tipis, lemah dan mudah pecah
spontan.
16
B. Kerangka Teori
FAKTOR BAYI
1. Gemeli
2. Malposisi atau
malpresentasi janin
FAKTOR IBU
1. Paritas
2. Anemia
3. Perilaku Merokok
4. Riwayat KPD
5. Serviks yang inkompeten
6. Faktor keturunan
7. Infeksi
8. Usia
9. Riwayat hubungan sex baru-
baru ini
10. Asma
C. Kerangka Konsep
Variabel Independent (bebas) Variabel Dependent (terikat)
1. Sosial Ekonomi
(pendapatan)
2. Paritas
3. Anemia
4. Riwayat KPD
Kejadian KPD
Kejadian KPD
17
D. Hipotesis Penelitian
1. Tidak ada hubungan sosial ekonomi (pendapatan) dengan kejadian KPD di
Ruang Cempaka RSUD Kraton Kabupaten Pekalongan
2. Ada hubungan paritas dengan kejadian KPD di Ruang Cempaka RSUD
Kraton Kabupaten Pekalongan
3. Ada hubungan anemia dengan kejadian KPD di Ruang Cempaka RSUD
Kraton Kabupaten
4. Ada hubungan riwayat KPD dengan kejadian KPD di Ruang Cempaka
RSUD Kraton Kabupaten Pekalongan