Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA AN. M DENGAN APPENDISITIS AKUT

DI RUANGAN ANAK RS. GRAHA HERMINE

Disusun Oleh :

Jasvirgon, S. Kep
NIM. 00320038

Preseptor Klinik Preseptor Akademik

( Ns. Surianto, S. Kep ) ( Utari Ch Wardhani, Ners. M. Kep )

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


STIKES AWAL BROS BATAM
TAHUN 2020
ASUHAN KEPERAWATAN

PADA AN. M DENGAN APPENDISITIS AKUT

DI RUANGAN ANAK RS. GRAHA HERMINE

A. Pengertian

Apendisitis adalah suatu proses obstruksi yang disebabkan oleh benda asing batu feses

kemudian terjadi proses infeksi dan disusul oleh peradangan dari apendiks verivormis

(Nugroho, 2015).

Apendisitis merupakan peradangan yang berbahaya jika tidak ditangani segera bisa

menyebabkan pecahnya lumen usus (Williams & Wilkins, 2015).

Apendisitis adalah suatu peradangan yang berbentuk cacing yang berlokasi dekat ileosekal

(Reksoprojo, 2015).

Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai cacing. Infeksi

ini bisa mengakibatkan peradangan akut sehingga memerlukan tindakan bedah segera untuk

mencegah komplikasi yang umumnya berbahaya (Sjamsuhidajat, 2015).

Appendicitis adalah infeksi pada appendiks karena tersumbatnya lumen oleh fekalith (batu

feces), hiperplasi jaringan limfoid, dan cacing usus. Obstruksi lumen merupakan penyebab

utama Apendisitis. Erosi membran mukosa appendiks dapat terjadi karena parasit seperti

entamoeba histolytica, Trichuris trichiura, dan enterobius vermikularis (Ovedolf, 2016).

Appendicitis merupakan inflamasi apendiks vermiformis, karena struktur yang terpuntir,

appendiks merupakan tempat ideal bagi bakteri untuk berkumpul dan multiplikasi (Chang,

2015).
B. Penyebab dan Faktor Predisposisi

Penyebab dan Faktor Predisposisi Appendisitis belum ada penyebab yang pasti atau spesifik
tetapi ada factor prediposisi yaitu :

1. Faktor yang tersering adalah obstruksi lumen.


Pada umumnya obstruksi ini terjadi karena :
a. Hiperplasia dari folikel limfoid, ini merupakan penyebab terbanyak.
b. Adanya faekolit dalam lumen appendiks
c. Adanya benda asing seperti biji-bijian
d. Striktura lumen karena fibrosa akibat peradangan sebelumnya.
2. Infeksi kuman dari colon yang paling sering adalah E. Coli dan Streptococcus
3. Tumor Appendiks
4. Makanan rendah serat
5. Cacing Askaris
6. Konstipasi
Menurut penelitian, epidemiologi menunjukkan kebiasaan makan makanan rendah serat
akan mengakibatkan konstipasi yang dapat menimbulkan appendiksitis. Hal tersebut
akan meningkatkan tekanan intra sekal, sehingga timbul sumbatan fungsional appendiks
dan meningkatkan pertumbuhan kuman flora pada kolon.

C. Manifestasi Klinik ( Tanda & Gejala )

Manifestasi Klinis menurut Lippicott Williams & wilkins (2011) Nyeri periumbilikal atau

epigastik kolik yang tergeneralisasi maupun setempat.

a. Apendiksitis

1. Nyeri samar-samar

2. Terkadang terasa mual dan muntah

3. Anoreksia

4. Disertai demam dengan suhu 37,5 -38,5 ̊C


5. Diare
6. Konstipasi
7. Nilai leukosit meningkat dari rentang normal.
b. Apendiksitis Perforasi

1. Nyeri yang dirasakan di ulu hati, kemudian berpindah diperut kanan bawah lalu nyeri

dirasakan diseluruh bagian perut. Nyeri dirasakan terus-menerus dan tidak menjalar, nyeri

semakin memberat.

2. Mual dan muntah

3. Nafsu makan menurun

4. Konstipasi BAB

5. Tidak ada flaktus.

6. Pada auskultasi, bising usus normal atau meningkat pada awal apendisitis dan bising

melemah jika sudah terjadi perforasi.

7. Demam

8. Temuan hasil USG Abdomen berupa cairan yang berada disekitar appendiks menjadi

sebuah tanda sonographik penting.

9. Respirasi retraktif.

10. Rasa perih yang semakin menjadi.

11. Spasma abdominal semakin parah.

12. Rasa perih yang berbalik (menunjukan adanya inflamasi peritoneal).


D. Patofisiologi

Appendiks terimflamasi dan mengalami edema sebagai akibat terlipat atau tersumbat,
kemungkinan oleh fekalit (massa dank eras dan fases), tumor, atau benda asing. Proses imflamasi
meninggkatkan intraluminal, menimbulkan nyeri abdomen atas atau menyebar hebat secara
progresif, dalam beberapa jam terlokalisasi di kuadrat kanan bawah dari abdomen. Akhirnya
appendiks yang terimflamasi menjadi pus. Setelah dilihat penyebab dari appediksitis adalah
adanya obstruksi pada lumen appendikeal oleh apendikolit, hyperplasia folikel limfoid
submukosa, fekalit (material garam kalsium, debris fekal ) atau parasit (Katz ,2017 ).

Kondisi obtruksi akan meningkat kan tekanan intraluminal dan peningkatan perkembangan
bakteri. Hal lain akan terjadi peningkatan kogesif dan penuruna pada perfusi pada dinding
apendiks yang berkelanjutan pada nekrosis dan imflamasi, maka permukaan eksudat terjadi pada
permukaan serosa apendiks (santacroce, 2017) Dengan selanjutnya proses obtruksi, bakteri akan
berproliferasi dan meningkatkan tekanan intraluminal dan membentuk infiltrate pada mukosa
dinding apendiks yang disebut dengan apendisitis mukosa,dengan manifestasi ketidaknyamanan
abdomen. Sebenarnya tubuh manusia juga melakukan usaha pertahanan untuk membtasi proses
peradangan ini dengan cara menutupi apendiks dengan omentum dan usus halus sehingga
terbentuk massa periapendikular yang secara salah dikenal dengan istilah infiltrate apendiks
berlanjut kondisi apendiks akan meningkat risiko terjadinya perforasi dan pembentukan massa
periapendikular. perforasi dengan cairan inflamasi dan bakteri masuk ke rongga abdomen lalu
memberikan respon imflamasi berbentuk periotenum atau terjadi pada peritonitis. (Tzanakis,
2015).

E. Pathway Keperawatan Apendisitis


(Terlampirkan)
F. Penatalaksanaan

Penatalaksaan appendisitis menurut Dina & Yessi, 2015

A. Sebelum operasi
1. Observasi

Dalam 8-12 jam setelah timbulnya keluhan, tanda dan gejala apendisitis sering kali belum
jelas, dalam keadaan ini observasi ketat perlu dilakukan. Pasien diminta melakukan tirah baring
dan dipuasakan. Laksatif tidak boleh diberikan bila dicurigai adanya apendisitis ataupun
perioritas lainnya. Pemeriksaan abdomen dan rectal serta pemeriksaan darah (leukosit danhitung
jenis) diulang secara periodic, foto abdomen dan toraks tegak dilakukan untuk mencari
memungkinkan adanya penyulit lain. Pada kebanyakan kasus, diagnosa ditegakkan dengan
lokalisasi nyeri di daerah kanan bawah dalam 12 jam setelah timbulnya keluhan.

2. Antibiotik

Apendisitis tanpa komplikasi biasanya tanpa perlu di berikan antibiotik, kecuali apendisitis
ganggrenosa atau apendisitis perporasi. Penundaan tindak bedah sambil memberikan antibiotik
dapat mengakibatkan abses atau perporasi.

B. Operasi
1. Apendiktomi.
2. Abses apendiks diobati dengan antibiotika IV, masaanya mungkin mengecil, atau abses
mungkin memerlukan drainase dalam jangka waktu beberapa hari. Apendiktomi dilakukan
bila operasi elektif sesudah 6 minggu sampai 3 bulan.

C. Post Operasi

Dilakukan observasi tanda-tanda vital untuk mengetahui terjadinya perdarahan di dalam,


syok, hipertermia atau gangguan pernafasan, angkat sonde lambung, bila pasien sudah sadar,
sehingga aspirasi cairan lambung dapat dicegah, baringkan pasien dalam posisi fowler. Pasien
dikatakan baik bila dalam 12 jam tidak terjadi gangguan, selama itu pasien dipuasakan, bila
tindakan operasi lebih besar, misalnya pada perforasiatau peritonitis umum, puasa diteruskan
sampai fungsi usus kembali normal. Satu hari pasca operasi pasien dianjurkan untuk duduk tegak
di tempat tidur selama 2x30 menit. Hari kedua dapat dianjurkan untuk duduk di luar kamar. Hari
ke tujuh jahitan diangkat dan pasien di perbolehkan pulang.

G. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
Jumlah leukosit diatas 10.000 ditemukan pada lebih dari 90% anak dengan appendicitis akuta.
Jumlah leukosit pada penderita appendicitis berkisar antara 12.000 - 18.000/mm3. Peningkatan
persentase jumlah neutrophil (shifttotheleft) dengan jumlah normal leukosit menunjang diagnosis
klinis appendicitis. Jumlah leukosit yang normal jarang ditemukan pada pasien dengan
appendicitis.
2. Pemeriksaan Urinalisis
Membantu untuk membedakan appendicitis dengan pyelo nephritis atau batu ginjal. Meskipun
demikian, hematuria ringan dan pyuria dapat terjadi jika inflamasi appendiks terjadi didekat
ureter.
3. Ultrasonografi Abdomen (USG) Ultrasonografi sering dipakai sebagai salah satu pemeriksaan
untuk menunjang diagnosis pada kebanyakan pasien dengan gejala appendicitis. Beberapa
penelitian menunjukkan bahwa sensitifitas USG lebih dari 85% dan spesifitasnya lebih dari
90%. Gambaran USG yang merupakan kriteria diagnosis appendicitis akut adalah appendix
dengan diameter antero posterior 7 mm atau lebih, didapatkan suatu appendicolith, adanya
cairan atau massa peri appendix. False positif dapat muncul dikarenakan infeksi sekunder
appendix sebagai hasil dari salphingitis atau inflammatory bowel disease. False negative juga
dapat muncul karena letak appendix yang retrocaecal atau rongga usus yang terisi banyak
udara yang menghalangi appendiks.
4. CT-Scan
CT Scan merupakan pemeriksaan yang dapat digunakan untuk mendiagnosis appendicitis akut
jika diagnosisnya tidakjelas. Sensitifitas dan spesifisitasnya kira-kira 95-98%. Pasien-pasien
yang obesitas, presentasi klinis tidak jelas, dan curiga adanya abses, maka CT-scan dapat
digunakan sebagai pilihan test diagnostik. Diagnosis appendicitis dengan CT-scan ditegakkan
jika appendix dilatasi lebih dari 5-7 mm pada diameternya. Dinding pada appendix yang
terinfeksi akan mengecil.
1. Pengkajian Focus

Konsep dasar keperawatan anak meliputi :

1. Pengkajian
a. Identitas klien
b. Identitas orang tua
c. Identitas saudara kandung
2. Keluhan utama
3. Riwayat kesehatan
a. Riwayat kesehatan sekarang
b. Riwayat kesehatan masa lalu (Khusus anak usia 0-5 tahun)
1. Pre natal care
2. Natal
3. Post natal
c. Riwayat kesehatan keluarga
4. Riwayat imunisasi
5. Riwayat tumbuh kembang
a. Pertumbuhan fisik
b. Perkembangan tiap tahap
6. Riwayat Nutrisi
a. Pemberian ASI
b. Pemberian susu formula
c. Pola perubahan nutrisi tiap tahapan usai sampai nutrisi saat ini
7. Riwayat Psichososial
a. Tempat tinggal
b. Lingkungan rumah
c. Apakah rumah dekat sekolah dan ada tempat bermain
d. Hubungan antara anggota keluarga
e. Pengasuh anak
8. Riwayat spritural
a. Support system dalam keluarga
b. Kegiatan keagamaan
9. Reaksi hospitalisasi
a. Pemahaman keluarga tentang sakit dan rawat inap
b. Pemahaman anak tentang sakit dan rawat inap
10. Aktivitas sehari-hari
a. Nutrisi sebelum sakit dan saat sakit
b. Cairan sebelum sakit dan saat sakit
c. Eliminasi
1. BAB, sebelum sakit dan saat sakit
2. BAK, sebelum sakit dan saat sakit
d. Istirahat / tidur, sebelum sesudah sakit dan saat sakit
e. Olahraga
f. Personal hygiene, sebelum sesudah sakit dan saat sakit
g. Aktivitas / mobilitas fisik
11. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum klien
b. Tanda-tanda vital
c. Antropometri
d. Sistem pernapasan
e. Sistem kardiovaskuler
f. Sistem pencernaan
g. Sistem indra
1. Mata
2. Hidung
3. Telinga

h. Sistem saraf
1. Fungsi cerebra
2. Fungsi cranial : nervus 1 sampai nervus 12
3. Fungsi motoric
4. Fungsi sensori
5. Reflex bisep
i. Sistem muskulo skeletal
Kepala, vertebra, pelvis, lutut, kaki dan tangan
j. Sistem Integument : Rambut, Kulit, Kuku
k. Sistem endokrin
Kelenjar thyroid dan eksreasi urine
l. Sistem perkemihan
m.Sistem reproduksi
n. Sistem imunisasi Riwayat alergi
12. Pemeriksaan tingkat perkembangan
a. 0 – 6
Dengan menggunakan DSST
a. Motorik dasar
b. Motorik halus
c. Bahasa
d. Personal sosial
b. 6 tahun keatas
a. Perkembangan kongnitif
b. Perkembangan psikosexsual
c. Perkembangan psicososial

A. Diagnosa Keperawatan

Pre Operasi :

1. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologis

2. Ansietas berhubungan dengan krisis situasional

3. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi mengenai prosedur.

4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

anoreksia, mual muntah


Post Operasi :

1. Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasive : penatalaksanaan appendiktomi

dan intervensi yang dilakukan

2. Nyeri Akut berhubungan dengan cedera Fisik (Post Operasi)

3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

anoreksia, mual dan muntah.

4. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan post operasi

Anda mungkin juga menyukai