Anda di halaman 1dari 88

LAPORAN PENDAHULUAN KLIEN DENGAN MASALAH

KEPERAWATAN JIWA
HALUSINASI
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Praktik Profesi Ners Di Stase Jiwa

Disusun oleh :
Novia Ambarwati
SN201182

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


STIKES KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2020/2021
A. MASALAH UTAMA
Perubahan sensori persepsi : halusinasi

B. PROSES TERJADINYA MASALAH


1. Definisi
Halusinasi merupakan salah satu respon neurobiologik (orientasi
realitas) yang maladaptif. Halusinasi adalah persepsi klien terhadap
lingkungan tanpa stimulus yang nyata, artinya klien
menginterpretasikan sesuatu yang nyata tanpa stimulus/rangsangan
dari luar/ eksternal (Maramis, 2005). Halusinasi merupakan
penyerapan tanpa adanya rangsang apapun pada panca indra
seseorang yang terjadi dalam keadaan sadar atau bangun (Maramis,
2005). Halusinasi merupakan keadaan dimana individu/kelompok
beresiko mengalami suatu perubahan dalam jumlah dan pola
stimulasi yang datang (Carpenito, 2006). Jadi, halusinasi merupakan
gangguan persepsi dimana klien mempersepsikan sesuatu yang
sebenarnya tidak terjadi.
2. Tanda dan Gejala
Pasien dengan halusinasi cenderung menarik diri, sering didapatkan
duduk terpaku dengan pandangan mata pada satu arah tertentu,
tersenyum atau berbicara sendiri, secara tiba-tiba marah atau
menyerang orang lain, gelisah, melakukan gerakan seperti sedang
menikmati sesuatu. Juga keterangan dari pasien sendiri tentang
halusinasi yang dialaminya (apa yang dilihat, didengar atau
dirasakan).
Tanda dan gejala pada beberapa aspek yang ditemui seperti:
a. Aspek fisik
1) Makan dan minum kurang
2) Tidur kurang atau terganggu
3) Penampilan diri kurang
4) Keberanian kurang
b. Aspek emosi
1) Bicara tidak jelas, merengek, menangis seperti anak kecil
2) Merasa malu, bersalah
3) Mudah panik dan tiba-tiba marah
c. Aspek sosial
1) Duduk menyendiri
2) Selalu tunduk
3) Tampak melamun
4) Tidak peduli lingkungan
5) Menghindar dari orang lain
6) Tergantung dari orang lain
d. Aspek intelektual
1) Putus asa
2) Merasa sendiri, tidak ada sokongan
3) Kurang percaya diri
3. Penyebab Terjadinya Masalah
a. Faktor Predisposisi
1) Faktor perkembangan terlambat
a) Usia bayi tidak terpenuhi kebutuhan makan minum rasa
aman
b) Usia balita tidak terpenuhi kebutuhan otonomi
c) Usia sekolah mengalami peristiwa yang tidak
terselesaikan
2) Faktor komunikasi dalam keluarga
a) Komunikasi peran ganda
b) Tidak ada komunikasi
c) Tidak ada kehangatan
d) Komunikasi dengan emosi berlebihan
e) Komunikasi tertutup
f) Orang tua yang membandingkan anak-anaknya, orang
tua yang otoritas dan konflik dalam keluarga
3) Faktor sosial budaya
Isolasi sosial pada usia lanjut, cacat, sakit kronis, tuntutan
lingkungan yang terlalu tinggi
4) Faktor psikologis
Adanya kejadian terhadap fisik berupa atrofi otot,
pembesaran vertikel, perubahan besar dan bentuk sel
korteks dan limbik
5) Faktor genetik
b. Faktor Presipitasi
1) Berlebihannya proses informasi pada sistem saraf yang
menerima dan memproses informasi di thalamus dan frontal
otak
2) Mekanisme penghantaran listrik di saraf terganggu
(mekanisme penerimaan abnormal)
3) Adanya hubungan bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan
tidak berguna, putus asa dan tidak berdaya

4. Akibat Terjadinya Masalah


Klien yang mengalami halusinasi sukar untuk mengontrol diri
dan sukar untuk berhubungan dengan orang lain. Apabila perilaku
halusinasinya berupa hal yang tidak menyenangkan maka akan
mengakibatkan individu tersebut melakukan atau mencederai orang
lain dan lingkungan.
Tanda dan gejala yang ditemui seperti:
a. Muka merah
b. Pandangan tajam
c. Otot tegang
d. Nada suara tinggi
e. Berdebat
C. POHON MASALAH
Resiko mencederai diri, orang lain,dan lingkungan

Perubahan persepsi sensori: halusinasi

Isolasi sosial: menarik diri

D. MASALAH KEPERAWATAN DAN DATA YANG PERLU DIKAJI


Perubahan sensori perseptual: halusinasi
1. Data Subyektif:
a. Mendengar suara bunyi yang tidak berhubungan dengan stimulus
nyata.
b. Melihat gambaran tanpa ada stimulus yang nyata.
c. Mencium bau tanpa stimulus.
d. Merasa makan sesuatu.
e. Merasa ada sesuatu pada kulitnya.
f. Takut pada suara/bunyi/gambaran yang didengar.
g. Ingin memukul/melempar barang-barang.
2. Data Obyektif:
a. Berbicara dan tertawa sendiri.
b. Bersikap seperti mendengar/melihat sesuatu.
c. Berhenti bicara ditengah kalimat untuk mendengarkan sesuatu.
d. Disorientasi.

E. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Halusinasi
2. Menarik diri

F. Rencana Asuhan Keperawatan


1. Tujuan Umum
Klien tidak mencederai diri, orang lain dan lingkungan.
2. TujuanKhusus
a. Membina hubungan saling percaya.
Tindakan:
1) Salam terapeutik - perkenalkan diri - jelaskan tujuan -
ciptakan lingkungan yang tenang - buat kontrak yang jelas
(waktu, tempat, topik).
2) Beri kesempatan mengungkapkan perasaan.
3) Empati
4) Ajak membicarakan hal-hal nyata yang ada di lingkungan.
b. Klien dapat mengenal halusinasinya.
Tindakan :
1) Kontak sering dan singkat.
2) Observasi tingkah laku yang terkait dengan halusinasi,
(verbal dan non verbal).
3) Bantu mengenal halusinasinya dengan menanyakan apakah
ada suara yang didengar, apa yang dikatakan oleh suara itu.
Katakan bahwa perawat percaya klien mendengar suara itu,
tetapi perawat tidak mendengamya. Katakan bahwa
perawatakan membantu.
4) Diskusi tentang situasi yang menimbulkan halusinasi, waktu,
frekuensi teriadinya halusinasi serta apa yang dirasakan jika
terjadi halusinasi.
5) Dorong untuk mengungkapkan perasaannya ketika halusinasi
muncul.
c. Klien dapat mengontrol halusinasinya.
Tindakan:
1) Bantu memilih dan melatih cara memutus halusinasi: bicara
dengan orang lain bila muncul halusinasi, melakukan
kegiatan, mengatakan pada suara tersebut “saya tidak mau
dengar !”
2) Tanyakan hasil upaya yang telah dipilih/dilakukan.
3) Beri kesempatan melakukan cara yang telah dipilih dan beri
pujian jika berhasil.
d. Klien dapat dukungan dari keluarga.
Tindakan :
1) Beri pendidikan kesehatan pada pertemuan keluarga tentang
gejala, cara memutus halusinasi, cara merawat, informasi
waktu follow up atau kapan perlu mendapat bantuan.
2) Beri re-inforcement positif atas keterlibatan keluarga.
e. Klien dapat menggunakan obat dengan benar.
Tindakan:
1) Diskusikan tentang dosis, nama, frekuensi, efek dan efek
samping minum obat.
2) Bantu menggunakan obat dengan prinsip 5 benar (nama
pasien, obat, dosis, cara dan waktu).
3) Anjurkan membicarakan efek dan efek samping obat yang
dirasakan.
4) Beri re-inforcement positif bila klien minum obat yang benar
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN (SP)
KLIEN DENGAN MASALAH HALUSINASI
(SP 1 PASIEN)

Masalah :
Hari/ tanggal :
Jam :

A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi Klien

2. Tujuan Khusus
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya.
b. Klien dapat mengenal halusinasi.
c. Klien dapat menjelaskan cara-cara mengontrol halusinasi.
d. Klien dapat mengontrol halusinasi dengan cara pertama :
menghardik.
3. Tindakan
a. Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal.
b. Bantu mengenal halusinasi dengan cara berdiskusi dengan klien
tentang isi halusinasi (apa yang didengar/dilihat), waktu terjadi
halusinasi, frekuensi terjadinya halusinasi, situasi yang
menyebabkan muncul dan respon klien saat halusinasi muncul.
c. Bantu memilih dan melatih cara memutus halusinasi: bicara dengan
orang lain bila muncul halusinasi, melakukan kegiatan, mengatakan
pada suara tersebut “saya tidak mau dengar!”
A. STRATEGI KOMUNIKASI
1. ORIENTASI (PERKENALAN)
a. Salam Terapeutik
”Assalamualaikum. Selamat pagi.”
”Saya Siti, perawat di sini,Siapa nama Bapak? Senang dipanggil
siapa?”
b. Evaluasi/Validasi
”Bagaimana perasaan Bapak hari ini? Apa keluhan Bapak hari
ini?”
c. Kontrak Waktu
”Bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang suara yang selama
ini Bapak dengar tetapi tak tampak wujudnya? Dimana kita duduk?
Berapa lama? Bagaimana jika 15 menit?”

2. KERJA
”Apakah Bapak mendengar suara tanpa ada wujudnya?Apa yang
dikatakan suara itu?Apakah terus menerus terdengar atau sewaktu-
waktu? Kapan yang paling sering Bapak dengar suara? Berapa kali
sehari Bapak alami? Pada keadaan apa suara itu terdengar? Apakah
waktu sendiri?”
”Apa yang Bapak rasakan saat mendengar suara itu? Apa yang Bapak
lakukan saat mendengar suara itu? Apakah dengan cara itu suara-suara
itu hilang? Bagaimana kalau kita belajar cara-cara untuk mencegah
suara-suara itu muncul?”
“Bapak, ada 4 cara untuk mencegah suara-suara itu muncul. Pertama,
dengan menghardik suara itu. Kedua, dengan bercakap-cakap dengan
orang lain. Ketiga, melakukan kegiatan yang sudah terjadwal. Keempat,
minum obat dengan teratur.”
”Bagaimana kalau kita belajar satu cara dulu, yaitu dengan
menghardik. Caranya sebagai berikut: saat suara-suara itu muncul,
langsung Bapak bilang, pergi saya tidak mau dengar, ... saya tidak mau
dengar. Kamu suara palsu. Begitu diulang-ulang sampai suara itu tidak
terdengar lagi. Coba Bapak peragakan! Nah begitu, ... bagus! Coba
lagi! Ya bagus Bapak sudah bisa.”

3. TERMINASI
a. Evaluasi Subyektif
”Bagaimana perasaan Bapak setelah peragaan latihan tadi? Kalau
suara-suara itu muncul lagi, silakan coba cara tersebut.”
b. Evaluasi Obyektif
”Ya Bapak sudah bisa memperagakan latihan tadi.”
c. Rencana Tindak Lanjut
”Bagaimana kalau kita buat jadwal latihannya? Mau jam berapa
saja latihannya?”
d. Kontrak
- Topik
”Bagaimana kalau kita bertemu lagi untuk belajar dan latihan
mengendalikan suara-suara dengan cara kedua?”
- Waktu
”Besok pagi jam9 saya akan datang kesini. Bagaimana, Bapak
bersedia?”
- Tempat
”Besok saya akan ke ruangan ini lagi. Sampai jumpa ya.”
LAPORAN PENDAHULUAN KLIEN DENGAN MASALAH
KEPERAWATAN JIWA PERILAKU BUNUH DIRI
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Praktik Profesi Ners Di Stase Jiwa

Disusun oleh :
Novia Ambarwati
SN201182

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


STIKES KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2020/2021
A. KASUS (MASALAH UTAMA)
Perilaku bunuh diri

B. PROSES TERJADINYA MASALAH


1. Pengertian
Bunuh diri menurut Maris (2007) merupakan tindakan yang secara sadar
dilakukan oleh pasien untuk mengakhiri kehidupannya, bunuh diri
memiliki 4 pengertian, antara lain:
- Bunuh diri adalah membunuh diri sendiri secara intensional,
- Bunuh diri dilakukan dengan intense,
- Bunuh diri dilakukan oleh diri sendiri kepada diri sendiri dan
- Bunuh diri bisa terjadi secara tidak langsung (aktif) atau tidak
langsung (pasif), misalnya dengan tidak meminum obat yang
menentukan kelangsungan hidup atau secara sengaja berada di rel
kereta api.
Tanda dan gejala yang ditemui seperti:
Sedih, marah, putus asa, tidak berdaya dan memberikan isyarat verbal
maupun non verbal.

2. Tanda dan gejala


Tanda dan gejala (Keliat, 2014) yang ditemui seperti:
a. Perasaan malu terhadap diri sendiri akibat penyakit dan akibat
tindakan terhadap penyakit. Misalnya: malu dan sedih karena rambut
jadi botak setelah mendapat terapi sinar pada kanker
b. Rasa bersalah terhadap diri sendiri. Misalnya: ini tidak akan terjadi
jika saya segera ke rumah sakit, menyalahkan/ mengejek dan
mengkritik diri sendiri.
c. Merendahkan martabat. Misalnya: saya tidak bisa, saya tidak
mampu, saya orang bodoh dan tidak tahu apa-apa
d. Gangguan hubungan sosial, seperti menarik diri. Klien tidak ingin
bertemu dengan orang lain, lebih suka sendiri.
e. Percaya diri kurang. Klien sukar mengambil keputusan, misalnya
tentang memilih alternatif tindakan.
f. Mencederai diri. Akibat harga diri yang rendah disertai harapan yang
suram, mungkin klien ingin mengakhiri kehidupan

3. Penyebab Terjadinya Masalah


a. Faktor Predisposisi
a) Faktor Genetik dan Teori Biologi
Faktor genetik mempengaruhi terjadinya resiko bunuh diri pada
keturunannya. Disamping itu adanya penurunan serotonin dapat
menyebabkan depresi yang berkontribusi terjadinya resiko buuh
diri.
b) Teori sosiologi
Emile Durkheim membagi suicide dalam 3 kategori yaitu
Egoistik (orang yang tidak terintegrasi pada kelompok sosial)
,atruistik (Melakukan suicide untuk kebaikan masyarakat ) dan
anomik (suicide karena kesulitan dalam berhubungan dengan
orang lain dan beradaptasi dengan stressor ).
c) Teori psikologi
Sigmund Freud dan Karl Menninger meyakini bahwa bunuh diri
merupakan hasil dari marah yang diarahkan pada diri sendiri.
Sedangkan Menurut Stuart dan Sundeen ( 2007 ), faktor
predisposisi bunuh diri antara lain :
1) Sifat kepribadian 
Tiga aspek kepribadian yang berkaitan erat dengan
besarnya resiko bunuh diri adalah rasa bermusuhan, implisif
dan depresi.
2) Lingkungan psikososial
Seseorang yang baru mengalami kehilangan,
perpisahan/perceraian, kehilangan yang dini dan
berkurangnya dukungan sosial merupakan faktor penting
yang berhubungan dengan bunuh diri
3) Riwayat keluarga
Riwayat keluarga yang pernah melakukan bunuh diri
merupakan faktor resiko penting untuk perilaku destruktif.
4) Faktor biokimia
Data menunjukkan bahwa secara serotogenik, apatengik,
dan depominersik menjadi media  proses yang dapat
menimbulkan perilaku destruktif diri

b. Faktor presipitasi
Faktor pencetus seseorang melakukan percobaan bunuh diri adalah:
a) Perasaan terisolasi dapat terjadi karena kehilangan
hubungan interpersonal/ gagal melakukan hubungan yang
berarti.
b) Kegagalan beradaptasi sehingga tidak dapat menghadapi
stress
c) Perasaan marah/ bermusuhan, bunuh diri dapat merupakan
hukuman pada diri sendiri.
d) Cara untuk mengakhiri keputusasaan.

4. Akibat
Klien dengan resiko bunuh diri dapat melakukan tindakan-tindakan
berbahaya atau mencederai dirinya, orang lain maupun lingkungannya,
seperti menyerang orang lain, memecahkan perabot, membakar rumah,
dll.
Tanda dan gejala yang ditemui seperti:
a. Memperlihatkan permusuhan.
b. Keras dan menuntut.
c. Mendekati orang lain dengan ancaman.
d. Memberi kata-kata ancaman.
e. Menyentuh orang lain dengan cara menakutkan.
f. Rencana melukai diri sendiri dan orang lain

C. POHON MASALAH
Resiko mencederai diri sendiri, orang lain,dan lingkungan

Perilaku bunuh diri (suicide) Core problem

Harga diri rendah

D. MASALAH KEPERAWATAN DAN DATA YANG PERLU DIKAJI


1. Masalah keperawatan
a. Gangguan konsep diri : harga diri rendah
b. Resiko bunuh diri
c. Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
2. Data yang perlu dikaji
a. Resiko bunuh diri
Data subyektif :
Menyatakan ingin bunuh diri/ ingin mati saja, tak ada gunanya
hidup.
Data obyektif:
Ada isyarat bunuh diri, ada ide bunuh diri, pernah mencoba bunuh
diri.
b. Gangguan konsep diri: harga diri rendah
Data subjektif:
- Mengungkapkan ingin diakui jati dirinya
- Mengungkapkan tidak ada lagi yang peduli
- Mengungkapkan tidak bisa apa-apa
- Mengungkapkan dirinya tidak berguna
- Mengkritik diri sendiri
Data objektif:
- Merusak diri sendiri
- Merusak orang lain
- Menarik diri dari hubungan sosial
- Tampak mudah tersinggung
- Tidak mau makan dan tidak tidur
c. Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
Data subyektif:
Klien mengatakan marah dan jengkel kepada orang lain, ingin
membunuh, ingin membakar atau mengacak-acak lingkungannya.
Data obyektif:
Klien mengamuk, merusak dan melempar barang-barang, melakukan
tindakan kekerasan pada orang-orang disekitarnya.

E. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Resiko bunuh diri
2. Gangguan konsep diri: harga diri rendah (HDR)
3. Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan
lingkungan

F. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN


Diagnosa 1
Resiko bunuh diri
Tujuan umum:
Klien tidak melakukan percobaan bunuh diri
Tujuan khusus:
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan:
- Perkenalkan diri dengan klien
- Tanggapi pembicaraan klien dengan sabar dan tidak menyangkal.
- Bicara dengan tegas, jelas, dan jujur.
- Bersifat hangat dan bersahabat.
- Temani klien saat keinginan mencederai diri meningkat.
2. Klien dapat terlindung dari perilaku bunuh diri
Tindakan :
- Jauhkan klien dari benda benda yang dapat membahayakan (pisau,
silet, gunting, tali, kaca, dan lain lain).
- Tempatkan klien di ruangan yang tenang dan selalu terlihat oleh
perawat.
- Awasi klien secara ketat setiap saat.
3. Klien dapat mengekspresikan perasaannya
Tindakan:
- Dengarkan keluhan yang dirasakan.
- Bersikap empati untuk meningkatkan ungkapan keraguan, ketakutan
dan keputusasaan.
- Beri dorongan untuk mengungkapkan mengapa dan bagaimana
harapannya.
- Beri waktu dan kesempatan untuk menceritakan arti penderitaan,
kematian, dan lain lain.
- Beri dukungan pada tindakan atau ucapan klien yang menunjukkan
keinginan untuk hidup.
4. Klien dapat meningkatkan harga diri
Tindakan:
- Bantu untuk memahami bahwa klien dapat mengatasi
keputusasaannya.
- Kaji dan kerahkan sumber-sumber internal individu.
- Bantu mengidentifikasi sumber-sumber harapan (misal: hubungan
antar sesama, keyakinan, hal-hal untuk diselesaikan).
5. Klien dapat menggunakan koping yang adaptif
Tindakan:
- Ajarkan untuk mengidentifikasi pengalaman-pengalaman yang
menyenangkan setiap hari (misal: berjalan-jalan, membaca buku
favorit, menulis surat dll.)
- Bantu untuk mengenali hal-hal yang ia cintai dan yang ia sayang,
dan pentingnya terhadap kehidupan orang lain, mengesampingkan
tentang kegagalan dalam kesehatan.
- Beri dorongan untuk berbagi keprihatinan pada orang lain yang
mempunyai suatu masalah dan atau penyakit yang sama dan telah
mempunyai pengalaman positif dalam mengatasi masalah tersebut
dengan koping yang efektif.

Diagnosa 2
Gangguan konsep diri: harga diri rendah
Tujuan umum:
Klien tidak melakukan kekerasan
Tujuan khusus:
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Tindakan:
- Bina hubungan saling percaya: salam terapeutik, empati, sebut nama
perawat dan jelaskan tujuan interaksi.
- Panggil klien dengan nama panggilan yang disukai.
- Bicara dengan sikap tenang, rileks dan tidak menantang.
2. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dana spek positif yang
dimiliki.
Tindakan:
- Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
- Hindari penilaian negatif disetiap pertemuan klien
- Utamakan pemberian pujian yang realitas
3. Klien mampu menilai kemampuan yang dapat digunakan untuk diri
sendiri dan keluarga
Tindakan:
- Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
- Diskusikan pula kemampuan yang dapat dilanjutkan setelah pulang
kerumah
4. Klien dapat merencanakan kegiatan yang bermanfaat sesuai kemampuan
yang dimiliki
Tindakan:
- Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari
sesuai kemampuan.
- Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang klien lakukan.
- Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien.

5. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi dan kemampuan


Tindakan:
- Beri klien kesempatan mencoba kegiatan yang telah direncanakan
- Beri pujian atas keberhasilan klien
- Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah
6. Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada
Tindakan:
- Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien.
- Bantu keluarga memberi dukungan selama klien dirawat.
- Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah.
- Beri re-inforcement positif atas keterlibatan keluarga.

Diagnosa 3
Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
Tujuan umum:
Pasien tidak mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
Tujuan khusus:
- Pasien mendapatkan perlindungan dari lingkungannya
- Pasien mampu mengungkapkan perasaannya
- Pasien mampu meningkatkan harga dirinya
- Pasien mampu menggunakan cara penyelesaiaan masalah yang baik

Tindakan :
- Mendikusikan cara mengatasi keinginan mencederai diri sendiri, orang
lain dan lingkungan
- Meningkatkan harga diri pasien dengan cara:
o Memberikan kesempatan pasien mengungkapkan perasaannya.
o Memberikan pujian jika pasien dapat mengatakan perasaan yang
positif.
o Meyakinkan pasien bahawa dirinya penting.
o Mendiskusikan tentang keadaan yang sepatutnya disyukuri oleh
pasien.
o Merencanakan yang dapat pasien lakukan.
- Tingkatkan kemampuan menyelesaikan masalah dengan cara:
o Mendiskusikan dengan pasien cara menyelesaikan masalahnya.
o Mendiskusikan dengan pasien efektfitas masing-masing cara
penyelesian masalah.
o Mendiskusikan dengan pasien cara menyelesaikan masalah yang
lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall, 2007, BukuSakuDiagnosaKeperawatan, Ed 8, EGC,


Jakarta.
Keliat. B. A, 2014, Modul MPKP Jiwa UI, EGC, Jakarta.
Maris, R. W, Berman, A. L, Silverman, M. M, Bongar, B. M, 2007,
Comprehensive Textbook of Suicidology, Guilford Press Carpenito,
Belmont.
Tim Direktorat Keswa. (2014). Standart Asuhan Keperawatan Jiwa Edisi 1.
Bandung: RSJP Bandung
Townsend M C. (2008). Diagnosa Keperawatan Pada Perawatan Psikiatri:
Pedoman Untuk Pembuatan Rencana Perawatan. Jakarta: EGC
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN (SP)
KLIEN DENGAN MASALAH PERILAKU BUNUH DIRI
(SP 1 PASIEN)

Masalah :
Hari / tanggal :
Jam :

A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi Klien

2. Tujuan khusus
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya.
b. Klien dapat mengenali masalah bunuh diri.
3. Tindakan
a. Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun nonverbal.
b. Membantu klien mengenali masalah bunuh diri.
B. STRATEGI KOMUNIKASI
1. ORIENTASI (PERKENALAN)
a. Salam Terapeutik
“Assalamualaikum. Selamat pagi”
“Saya Siti, perawat disini, siapa nama Bapak? Senang dipanggil
siapa?”
b. Evaluasi/Validasi
“Bagaimana perasaan Bapak hari ini?”
c. Kontrak Waktu
“Bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang apa yang Bapak
rasakan selama ini? Dimana kita duduk? Berapa lama? Bagaimana
jika 20 menit?”
2. KERJA
”Bagaimana perasaan Bapak setelah bencana ini terjadi? Apakah
dengan bencana ini Bapak merasa paling menderita di dunia ini?
Apakah Bapak kehilangan kepercayaan diri? Apakah Bapak merasa tak
berharga atau mempersalahkan diri sendiri? Apakah Bapak sering
merasakan kesulitan berkonsenterasi? Apakah Bapak berniat untuk
menyakiti diri sendiri, ingin bunuh diri, atau berharap bahwa Bapak
mati? Apakah bapak pernah mencoba untuk bunuh diri? Apa sebabnya?
Bagaimana caranya? Apa yang Bapak rasakan?”
“Baiklah, tampaknya Bapak membutuhkan pertolongan segera karena
ada keinginan untuk mengakhiri hidup.”“Saya perlu memeriksa seluruh
isi kamar Bapak untuk memastikan tidak ada benda-benda yang
membahayakan Bapak.”
“Nah Bapak, karena Bapak tampaknya masih memiliki keinginan yang
kuat untuk mengakhiri hidup Bapak, maka saya tidak akan membiarkan
Bapak sendiri.”
“Apa yang Bapak lakukan kalau keinginan bunuh diri muncul? Kalau
keinginan itu muncul maka untuk mengatasinya Bapak harus langsung
minta bantuan kepada perawat di ruangan ini dan juga keluarga atau
teman yang sedang besuk. Jadi,Bapak jangan sendirian ya, katakan
pada perawat, keluarga atau teman jika ada dorongan untuk mengakhiri
kehidupan.”
“Saya percaya Bapak dapat mengatasi masalah.”

3. TERMINASI
a. Evaluasi Subyektif
”Bagaimana perasaan Bapak sekarang setelah mengetahui cara
mengatasi perasaan ingin bunuh diri? Coba bapak sebutkan lagi”
b. Evaluasi Objektif
“Bapak terlihat lebih tenang.”
c. Rencana Tindak Lanjut
“Saya akan menemani Bapak terus sampai keinginan bunuh diri
hilang.”
d. Kontrak
- Topik
“Bagaimana kalau kita besok bertemu lagi untuk berbincang
tentang topik yang sama?”
- Waktu
”Besok pagi jam 8 saya akan datang kesini lagi. Bagaimana,
Bapak mau kan?”
- Tempat
”Tempatnya disini saja ya Pak. Assalamualaikum.”
LAPORAN PENDAHULUAN KLIEN DENGAN MASALAH
KEPERAWATAN JIWA DEFISIT PERAWATAN DIRI
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Praktik Profesi Ners Di Stase Jiwa

Disusun oleh :
Novia Ambarwati
SN201182

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


STIKES KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2020/2021
G. KASUS (MASALAH UTAMA)
Defisit perawatan diri: hygiene

H. PROSES TERJADINYA MASALAH


1. Pengertian
Perawatan diri adalah salah satu kemampuan dasar manusia dalam
memenuhi kebutuhannya guna memepertahankan kehidupannya,
kesehatan dan kesejahteraan sesuai dengan kondisi kesehatannya. Klien
dinyatakan terganggu keperawatan dirinya jika tidak dapat melakukan
perawatan diri (Depkes, 2007). Defisit perawatan diri adalah gangguan
kemampuan untuk melakukan aktifitas perawatan diri yaitu mandi,
berhias, makan dan toileting (Nurjannah, 2011).
Personal hygieneadalah suatu tindakan untuk memelihara kebersihan
dan kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis (Perry &
Potter, 2005).Kurang perawatan diri adalah kondisi dimana seseorang
tidak mampu melakukan perawatan kebersihan untuk dirinya (Tarwoto,
2010).
Tanda dan gejala yang ditemui seperti:
- Gangguan kebersihan diri, ditandai dengan rambut kotor, gigi kotor,
kulit berdaki dan bau, serta kuku panjang dan kotor.
- Ketidakmampuan berhias/berpakaian, ditandai dengan rambut acak-
acakan, pakaian kotor dan tidak rapi, pakaian tidak sesuai, pada
pasien laki-laki tidak bercukur, pada pasien perempuan tidak
berdandan.
- Ketidakmampuan makan secara mandiri, ditandai oleh
ketidakmampuan mengambil makan sendiri, makan berceceran, dan
makan tidak pada tempatnya.
- Ketidakmampuan eliminasi secara mandiri, ditandai dengan buang
air besar atau buang air kecil tidak pada tempatnya, dan tidak
membersihkan diri dengan baik setelah BAB/BAK.
2. Penyebab
Penyebab kurang perawatan diri adalah sebagai kelelahan fisikdan
penurunan kesadaran (Tarwoto, 2010).
1. Faktor predisposisi
a. Fisik
- Badan bau, pakaian kotor.
- Rambut dan kulit kotor.
- Kuku panjang dan kotor
- Gigi kotor disertai mulut bau
- Penampilan tidak rapi
b. Psikologis
- Malas, tidak ada inisiatif.
- Menarik diri, isolasi diri.
- Merasa tak berdaya, rendah diri dan merasa hina.
c. Sosial
- Interaksi kurang
- Kegiatan kurang
- Tidak mampu berperilaku sesuai norma.
- Cara makan tidak teratur
- BAK dan BAB di sembarang tempat

2. Faktor presipitasi
Kurang/ penurunan motivasi, kerusakan kognitif atau perceptual, cemas,
lelah/lemah yang dialami individu sehingga menyebabkan individu
kurang mampu melakukan perawatan diri
Menurut Tarwoto (2010) faktor yang mempengaruhi personal higiene
adalah
a. Body image: gambaran individu terhadap dirinya sangat
mempengaruhi kebersihan diri misalnya dengan adanya perubahan
fisik sehingga individu tidak peduli dengan kebersihan dirinya
b. Praktik sosial: pada anak-anak yang selalu dimanjadalam kebersihan
diri, maka kemungkinan akan terjadi perubahan pola personal
higiene
c. Status sosial ekonomi: personal higiene memerlukan alat dan bahan
seperti sabun, pasta gigi, sikat gigi, shampoo, alat mandi yang
semuanya memerlukan uang untuk menyediakan
d. Pengetahuan: pengetahuan tentang personal higiene sangat penting
karena pengetahuan yang baik dapat meningkatkan kesehatan
e. Budaya: disebagian masyarakat bila ada individu yang sakit tidak
boleh dimandikan
f. Kebiasaan seseorang: ada kebiasaan orang yang menggunakan
produk tertentu dalam perawatan diri
g. Kondisi fisik atau psikis: pada keadaan tertentu/ sakit kemampuan
untuk merawat diri berkurang dan perlu bantuan untuk
melakukannya

3. Tanda dan gejala


a. Data Subyektif:
Klien merasa lemah, malas untuk beraktifitas, merasa tidak berdaya
b. Data Obyektif:
Rambut kotor, acak-acakkan, badan, pakaian kotor dan bau, mulut
dan gigi bau, kulit kusam dan kotor, kuku panjang dan tidak terawat

4. Akibat
Klien yang kurang merawat kebersihan dirinya akan beresiko
terganggunya integritas kulit, karena kulit yang kotor akan mudah
terkena luka.
I. POHON MASALAH
Perawatan diri kurang: higiene

Menurunnya motivasi perawatan diri Core Problem

Isolasi sosial: menarik diri

J. MASALAHKEPERAWATAN DAN DATA YANG PERLU DIKAJI


1. Masalah keperawatan:
a. Defisit perawatan diri
b. Menurunnya motivasi perawatan diri
c. Isolasi sosial: menarik diri

2. Data yang perlu dikaji:


a. Defisit Perawatan Diri
Data subyektif:
- Pasien merasa lemah
- Malas untuk beraktivitas
- Merasa tidak berdaya
Data obyektif:
- Rambut kotor, acak-acakan
- Badan dan pakaian kotor dan bau
- Mulut dan gigi bau
- Kulit kusam dan kotor
- Kuku panjang dan tidak terawat
b. Penurunan kemampuan dan motivasi merawat diri
Data subyektif:
Klien mengatakan saya tidak mampu mandi, tidak bisa melakukan
apa-apa,
Data obyektif:
Klien terlihat kurang memperhatikan kebersihan, halitosis, badan
bau, kulit kotor
c. Isolasi Sosial
Data subyektif:
Klien mengatakan saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-apa,
bodoh, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu
terhadap diri sendiri.
Data obyektif:
Klien terlihat lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih
alternatif tindakan, ingin mencederai diri/ingin mengakhiri hidup,
apatis, ekspresi sedih, komunikasi verbal kurang, aktivitas menurun,
posisi janin pada saat tidur, menolak berhubungan, kurang
memperhatikan kebersihan

K. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Defisit Perawatan Diri
2. Isolasi Sosial

L. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN


1. Tujuan Umum
Klien mampu melakukan perawatan diri: higiene.
2. Tujuan Khusus
a. Klien dapat menyebutkan pengertian dan tanda-tanda kebersihan diri
Tindakan:
1) Diskusikan bersama klien tentang pengertian bersih dan
tanda-tanda bersih
2) Beri reinforcement positif bila klien mampu melakukan hal yang
positif.
b. Klien dapat menyebutkan penyebab tidak mau menjaga kebersihan
diri
Tindakan:
1) Bicarakan dengan klien penyebab tidak mau menjaga kebersihan
diri
2) Diskusikan akibat dari tidak mau menjaga kebersihan diri
c. Klien dapat menyebutkan manfaat higiene
Tindakan:
1) Diskusikan bersama klien tentang manfaat higiene
2) Bantu klien mengidentifikasikan kemampuan untuk menjaga
kebersihan diri
d. Klien dapat menyebutkan cara menjaga kebersihan diri
Tindakan:
1). Diskusikan dengan klien cara menjaga kebersihan diri: mandi 2x
sehari (pagi dan sore) dengan memakai sabun mandi, gosok gigi
minimal 2x sehari dengan pasta gigi, mencuci rambut minimal
2x seminggu dengan shampo, memotong kuku minimal 1x
seminggu, memotong rambut minimal 1x sebulan.
2). Beri reinforcement positif bila klien berhasil
e. Klien dapat melaksanakan perawatan diri higiene dengan bantuan
minimal
Tindakan:
1). Bimbing klien melakukan demonstrasi tentang cara menjaga
kebersihan diri
2). Dorong klien untuk melakukan kebersihan diri dengan bantuan
minimal
f. Klien dapat melakukan perawatan diri higiene secara mandiri
Tindakan:
1) Beri kesempatan klien untuk membersihkan diri secara bertahap
2) Dorong klien untuk mengungkapkan perasaannya setelah
membersihkan diri
3) Bersama klien membuat jadwal menjaga kebersihan diri
4) Bimbing klien untuk melakukan aktivitas higiene secara teratur
g. Klien mendapat dukungan keluarga
Tindakan:
1) Beri pendidikan kesehatan tentang merawat klien untuk
kebersihan diri melalui pertemuan keluarga
2) Beri reinforcement positif atas partisipasi aktif keluarga
DAFTAR PUSTAKA

Depkes.2007.Standar Pedoman Perawatan Jiwa.


Nurjanah, Intansari. 2011. Pedoman Penanganan Pada Gangguan Jiwa.
Yogyakarta: Momedia.
Perry, Potter. 2007. Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta: EGC.
Tarwoto & Wartonah. 2010. Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta. EGC.
Townsend Marry C. (2011). Buku Saku Diagnosa Keperawatan Pada
Perawatan Psikiatri Edisi 3. Jakarta: EGC
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN (SP)
KLIEN DENGAN MASALAH DEFISIT PERAWATAN DIRI
(SP 1 PASIEN)

A. PROSES KEPERAWATAN
1 Kondisi klien

2 Tujuan Khusus
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya.
b. Klien dapat melakukan kebersihan diri secara
mandiri.
3 Tindakan keperawatan
a. Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun nonverbal.
b. Melatih klien cara-cara perawatan kebersihan diri.

B. STRATEGI KOMUNIKASI
1. ORIENTASI (PERKENALAN)
a. Salam Terapeutik
“Assalamualaikum. Selamat pagi?”
“Saya Bu Warsiti, perawat di sini,Siapa nama Bapak? Senang
dipanggil siapa?”
b. Evaluasi/Validasi
”Bagaimana perasaan Bapak hari ini? Dari tadi saya lihat Bapak
menggaruk-garuk badan, gatal ya?”
c. Kontrak Waktu
”Bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang kebersihan diri?
Dimana kita duduk? Berapa lama? Bagaimana jika 20 menit?”

2. KERJA
”Berapa kali Bapak mandi dalam sehari? Apakah Bapak sudah mandi
hari ini? Menurut Bapak apa kegunaannya mandi? Apa alasan Bapak
sehingga tidak bisa merawat diri? Menurut bapak apa manfaatnya kalau
kita menjaga kebersihan diri? Kira-kira tanda-tanda orang yang tidak
merawat diri dengan baik seperti apa ya? Badan gatal, mulut bau,
apalagi? Kalau kita tidak teratur menjaga kebersihan diri masalah apa
menurut bapak yang bisa muncul? Betul, ada kudis, kutu, dll.”
”Apa yang Bapak lakukan untuk merawat rambut dan muka? Kapan
saja Bapak menyisir rambut? Apa tujuan sisiran? Berapa kali bapak
cukuran dalam seminggu? Kapan bapak cukuran terakhir? Apa gunanya
cukuran? Apa alat-alat yang diperlukan? Iya sebaiknya cukuran 2x
perminggu, dan ada alat cukurnya? Nanti bisa minta ke perawat ya.”
”Berapa kali Bapak makan sehari? Apa pula yang dilakukan setelah
makan? Betul, kita harus sikat gigi setelah makan.”
”Dimanabiasanya Bapakkencing/berak? Bagaimana membersihkannya?
Iya kita kencing dan berak harus di wc, nah itu wc di ruangan ini, lalu
jangan lupa membersihkan pakai air dan sabun.”
”Menurut Bapak kalau mandi itu kita harus bagaimana? Sebelum mandi
apa yang perlu kita persiapkan? Benar sekali bapak perlu menyiapkan
pakaian ganti, handuk, sikat gigi, sampo, dan sabun serta sisir.”
”Bagaimana kalau kita sekarang ke kamar mandi, saya akan
membimbing Bapak melakukannya. Sekarang bapak siram seluruh tubuh
Bapak termasuk rambut lalu ambil sampo gosokkan pada kepala Bapak
sampai berbusa lalu bilas sampai bersih, bagus sekali. Selanjutnya
ambil sabun, gosokkan di seluruh tubuh secara merata lalu siram
dengana air sampai bersih, jangan lupa sikat gigi pakai odol. Giginya
disikat mulai dari arah atas ke bawah. Gosok seluruh gigi Bapak mulai
dari depan sampai belakang. Bagus, lalu kumur-kumur sampai bersih.
Terakhir siram lagi seluruh tubuh sampai bersih lalu keringkan dengan
handuk. Bapak bagus sekali melakukannya. Selanjutnya bapak pakai
baju dan sisir rambutnya dengan baik.”
3. TERMINASI
a. Evaluasi Subyektif
”Bagaimana perasaan Bapak setelah berbincang-bincang dan
mandi serta berganti pakaian? Coba Bapak jelaskan lagi apa saja
cara-cara mandi yang baik yang sudah Bapak lakukan tadi?”
b. Evaluasi Obyektif
”Bapak tadi sudah mempraktikkan cara mandi yang benar.”
c. Rencana Tindak Lanjut
”Mau berapa kali Bapak mandi dan sikat gigi dalam sehari? Dua
kali pagi dan sore, mari kita masukkan jadwal. Beri tanda M
(mandiri) kalau sudah melakukan tanpa disuruh, beri tanda B
(bantuan) kalau diingatkan baru dilakukan dan T (tidak) tidak
melakukan.”
d. Kontrak
- Topik
”Bagaimana kalau kita besok bertemu lagi untuk latihan
menyisir rambut?”
- Waktu
”Besok pagi jam 8 saya akan datang ke sini lagi. Bagaimana,
Bapak mau kan?”
- Tempat
”Tempatnya disini saja ya Pak. Assalamualaikum”
LAPORAN PENDAHULUAN KLIEN DENGAN MASALAH
KEPERAWATAN JIWA ISOLASI SOSIAL
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Praktik Profesi Ners Di Stase Jiwa

Disusun oleh :
Novia Ambarwati
SN201182

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


STIKES KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2020/2021
A. KASUS (MASALAH UTAMA)
Gangguan interaksi sosial: menarik diri

B. PROSES TERJADINYA MASALAH


1. Pengertian
Menarik diri merupakan suatu keadaan dimana seseorang
menemukan kesulitan dalam membina hubungan secara terbuka dengan
orang lain. Isolasi sosial merupakan keadaan kesepian yang dialami oleh
seseorang karena orang lain dianggap menyatakan sikap negatif dan
mengancam dirinya (Townsed, 2008).Perilaku isolasi sosial menarik diri
merupakan suatu gangguan hubungan interpersonal yang terjadi akibat
adanya kepribadian yang tidak fleksibel yang menimbulkan perilaku
maladaptif dan mengganggu fungsi seseorang dalam hubungan social
(Keliat, 2011).Jadi, menarik diri merupakan percobaan untuk
menghindari interaksi dengan orang lain, menghindari hubungan dengan
orang lain.

2. Tanda dan gejala


Tanda dan gejala yang ditemui pada pasien menarik diri menurut Keliat
(2009) yaitu:
a. Subyektif : didapati klien menolak berkomunikasi, menjawab
pertanyaan singkat seperti kata iya, tidak, tidak tahu
b. Obyektif: apatis, ekspresi sedih, efek tumpul, menghindari orang lain,
komunikasi kurang (klien tampak tidak bercakap-cakap dengan orang
lain), tidak ada kontak mata, klien sering menunduk, berdiam diri di
ruangan/kamar kurang mobilitasnya, menolak berhubungan dengan
orang lain, pergi jika diajak bercakap-cakap, tidak melakukan kegiatan
sehari-hari, posisi janin saat tidur
3. Penyebab
a. Faktor predisposisi
Menurut Stuart dan sundeen (2007)
a. Faktor perkembangannya
Setiap tahap tumbuh kembang memiliki tugas yang harus dilalui
individu dengan sukses. Karena apabila tugas perkembangannya ini
tidak dapat terpenuhi maka akan menghambat masa perkembangan
selanjutnya.
b. Faktor sosial budaya
Isolasi sosial/mengasingkan diri dari lingkungan merupakan faktor
pendukung terjadinya gangguan berhubungan.
c. Faktor biologis
Genetic merupakan salah satu faktor pendukung gangguan jiwa.
Insiden tertinggi skizofrenia ditemukan pada keluarga yang
anggota keluarganya ada yang menderita skizofrenia.

b. Faktor presipitasi
Menurut stuart dan sundeen (2007) stressor terjadinya isolasi sosial
dapat ditimbulkan oleh faktor internal dan eksternal.
a. Stressor sosial budaya
Dapat memicu kesulitan dalam berhubungan dengan orang lain
b. Stressor biokimia
1. Teori dopamine
Kelebihan dopamine pada mesokartikal serta fragrus saraf dapat
berupa indikasi terjadinya skizofrenia
2. Faktor endokrin
Jumlah TSH yang rendah ditemukan pada klien skizofrenia,
demikian pula proklatin mengalami penurunan karena dihambat
4. Akibat
Klien dengan perilaku menarik diri dapat berakibat adanya
terjadinya resiko perubahan sensori persepsi (halusinasi). Halusinasi ini
merupakan salah satu orientasi realitas yang maladaptif, dimana
halusinasi adalah persepsi klien terhadap lingkungan tanpa stimulus yang
nyata, artinya klien menginterpretasikan sesuatu yang nyata tanpa
stimulus/rangsangan eksternal.
Tanda dan gejala yang ditemui seperti (Keliat, 2009):
- Bicara, senyum dan tertawa sendiri.
- Menarik diri dan menghindar dari orang lain.
- Tidak dapat membedakan tidak nyata dan nyata.
- Tidak dapat memusatkan perhatian.
- Curiga, bermusuhan, merusak (diri sendiri, orang lain dan
lingkungannya), takut.
- Ekspresi muka tegang, mudah tersinggung.

C. POHON MASALAH
Resiko perubahan persepsi sensori: halusinasi

Isolasi sosial: menarik diri

Gangguan konsep diri: harga diri rendah

D. MASALAHKEPERAWATAN DAN DATA YANG PERLU DIKAJI


1. Isolasi sosial: menarik diri
Data subyektif:
Sukar didapat jika klien menolak komunikasi, kadang hanya dijawab
dengan singkat, ya atau tidak.
Data obyektif:
Apatis, ekpresi sedih, afek tumpul, menyendiri, berdiam diri dikamar,
banyak diam, kontak mata kurang (menunduk), menolak berhubungan
dengan orang lain, perawatan diri kurang, posisi menekur.
2. Harga diri rendah
Data subyektif:
Klien mengatakan: saya tidak bisa, tidak mampu, bodoh / tidak tahu apa-
apa, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu terhadap
diri.
Data obyektif:
Klien tampak lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih alternatif
tindakan, ingin mencederai diri.
3. Resiko perubahan persepsi sensori : halusinasi
Data subjektif:
- Klien mengatakan mendengar bunyi yang tidak berhubungan dengan
stimulus nyata.
- Klien mengatakan melihat gambaran tanpa ada stimulus yang nyata.
- Klien mengatakan mencium bau tanpa stimulus.
- Klien merasa makan sesuatu.
- Klien merasa ada sesuatu pada kulitnya.
- Klien takut pada suara/bunyi/gambar yang dilihat dan didengar.
- Klien ingin memukul/melempar barang-barang.

Data objektif:
- Klien berbicara dan tertawa sendiri.
- Klien bersikap seperti mendengar/melihat sesuatu.
- Klien berhenti bicara ditengah kalimat untuk mendengarkan sesuatu.
- Disorientasi

E. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Isolasi sosial: menarik diri
2. Harga diri rendah
F. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
Diagnosa 1
Tujuan umum:
Tidak terjadi perubahan persepsi sensori: halusinasi
Tujuan khusus:
Klien dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan:
1. Bina hubungan saling percaya: salam terapeutik, memperkenalkan diri,
jelaskan tuiuan interaksi, ciptakan lingkungan yang tenang, buat
kesepakatan/ janji dengan jelas tentang topik, tempat, waktu.
a. Beri perhatian dan penghargaan: temani klien walau tidak menjawab
b. Dengarkan dengan empati: beri kesempatan bicara, jangan
terburu-buru, tunjukkan bahwa perawat mengikuti pembicaraan
klien.
2. Klien dapat menyebut penyebab menarik diri
Tindakan:
a. Bicarakan penyebab tidak mau bergaul dengan orang lain.
b. Diskusikan akibat yang dirasakan dari menarik diri.
3. Klien dapat menyebutkan keuntungan hubungan dengan orang lain
Tindakan:
a. Diskusikan keuntungan bergaul dengan orang lain.
b. Bantu mengidentifikasikan kernampuan yang dimiliki untuk bergaul.
4. Klien dapat melakukan hubungan sosial secara bertahap: klien dengan
perawat, klien dengan klien lain, klien dengan kelompok, klien dengan
keluarga.
Tindakan:
a. Lakukan interaksi sering dan singkat dengan klien jika mungkin
perawat yang sama.
b. Motivasi temani klien untuk berkenalan dengan orang lain
c. Tingkatkan interaksi secara bertahap
d. Libatkan dalam terapi aktivitas kelompok sosialisasi
e. Bantu melaksanakan aktivitas setiap hari dengan interaksi
f. Fasilitasi hubungan kilen dengan keluarga secara terapeutik
5. Klien dapat mengungkapkan perasaan setelah berhubungan dengan orang
lain.
Tindakan:
a. Diskusi dengan klien setiap selesai interaksi/ kegiatan
b. Beri pujian atas keberhasilan klien
6. Klien mendapat dukungan keluarga
Tindakan:
a. Beri pendidikan kesehatan tentang cara merawat klien melalui
pertemuan keluarga
b. Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga.

Diagnosa 2
Tujuan umum:
Klien dapat berhubungan dengan orang lain secara optimal
Tujuan khusus:
Klien dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan:
1. Bina hubungan saling percaya dengan mengungkapkan prinsip
komunikasi terpeutik
2. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
Tindakan:
a. Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimilikiklien.
b. Setiap bertemu klien hindarkan dari penilaian negatif.
c. Utamakan memberi pujian yang realistik.
3. Klien dapat menilai kemampun yang dimiliki
Tindakan:
a. Diskusikan dengan klien kemampuan yang masih dapat digunakan
selama sakit
b. Diskusikan kemampuan yang dapat dilanjutkn penggunaannya.
4. Klien dapat (menetapkan) merencanakan kegiatan sesuai dengan
kemampun yang dimiliki
Tindakan:
a. Rencanakan bersama klien aktifitas yang dapat dilakukan setiap hari
sesuai kemampuan
b. Tingkatkan kegiatan sesuai toleransi kondisi klien
c. Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh klien lakukan
5. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai dengan kondisi sakit dan
kemampuannya
Tindakan:
a. Beri kesempatan pada klien untuk mencoba kegiatan yang telah
direncanakan
b. Beri pujian atas keberhasilan klien
c. Diskusikan kemungkinan pelaksanan di rumah
6. Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada
Tindakan:
a. Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien
dengan harga diri rendah
b. Bantu keluarga memberikan dukungan selama klien dirawat
c. Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah.
DAFTAR PUSTAKA

Budi, Anna Keliat, 2009, Model Praktik Keperawatan Professional Jiwa,


EGC, Jakarta.
Carpenito, Lynda Juall, 2008, Buku Saku Diagnosa Keperawatan, EGC,
Jakarta.
Depkes RI. (2008). Standar Pedoman Perawatan Jiwa
Kaplan Sadoch. (2007). Sinopsis Psikiatri Edisi 7. Jakarta: EGC
Stuart G W. (2011). Buku Saku Keperawataan Jiwa Edisi 5. Jakarta: EGC
Townsed, Mary C, 2008,Buku Saku Diagnosa Keperawatan Pada
Keperawatan Psikiatri: Pedoman Untuk Pembuatan Rencana
Keperawatan, Edisi 3, Alih Bahasa: Novi Helera C.D, EGC, Jakarta.
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN (SP)
KLIEN DENGAN MASALAH MENARIK DIRI
(SP 1 PASIEN)

B. PROSES KEPERAWATAN
1 Kondisi klien

2 Tujuan Khusus
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya.
b. Klien dapat menyadari penyebab isolasi sosial.
c. Klien dapat berinteraksi dengan orang lain.
3 Tindakan keperawatan
a. Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun nonverbal.
b. Membantu klien mengenal penyebab isolasi sosial.
c. Membantu klien mengenal keuntungan berhubungan dengan orang
lain.
d. Membantu klien mengenal kerugian tidak berhubungan.

C. STRATEGI KOMUNIKASI
1. ORIENTASI (PERKENALAN)
a. Salam Terapeutik
“Assalamualaikum. Selamat pagi”
“Saya Siti, perawat disini,Siapa nama Bapak? Senang dipanggil
siapa?”
b. Evaluasi/Validasi
”Bagaimana perasaan Bapak hari ini“Apa keluhan Bapak hari
ini?”
c. KontrakWaktu
Bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang keluarga dan teman-
teman Bapak?Mau dimanakita bercakap-cakap? Bagaimana kalau
di ruang tamu? Mau berapa lama? Bagaimana kalau 15 menit.”
2. KERJA
(jika pasien baru)
”Siapa saja yang tinggal serumah? Siapa yang paling dekat dengan
Bapak? Siapa yang jarang bercakap-cakap dengan Bapak? Apa yang
membuat Bapak jarang bercakap-cakap dengannya?”
(jika pasien sudah lama dirawat)
”Apa yang Bapak rasakan selama Bapak dirawat disini? O.. Bapak
merasa sendirian? Siapa saja yang Bapak kenal di ruangan ini”
“Apa yang menghambat Bapak dalam berteman atau bercakap-cakap
dengan pasien yang lain?”
”Menurut Bapak apa saja keuntungannya kalau kita mempunyai teman?
kalau kerugiannya tidak punya teman bagaimana Pak?”
”Bagus. Bagaimana kalau sekarang kita belajar berkenalan dengan
orang lain”
”Begini lho Bapak, untuk berkenalan dengan orang lain kita sebutkan
dulu nama kita dan nama panggilan yang kita suka, asal kita, dan hobi.
”Selanjutnya Bapak menanyakan nama orang yang diajak berkenalan.”
”Setelah Bapak berkenalan dengan orang tersebut Bapak bisa
melanjutkan percakapan tentang hal-hal yang menyenangkan Bapak
bicarakan. Misalnya tentang cuaca, tentang hobi, tentang keluarga,
pekerjaan dan sebagainya.”

3. TERMINASI
a. Evaluasi Subyektif
”Bagaimana perasaan Bapak setelah kitalatihan berkenalan?”
b. Evaluasi Obyektif
”Bapak tadi sudah mempraktikkan cara berkenalan dengan baik
sekali. Selanjutnya Bapak dapat mengingat-ingat apa yang kita
pelajari tadi selama saya tidak ada. Sehingga Bapak lebih siap
untuk berkenalan dengan orang lain.”
c. Rencana Tindak Lanjut
“Bapak mau praktikkan lagi....Mau jam berapa mencobanya. Mari
kita masukkan pada jadwal kegiatan hariannya.”
d. Kontrak
- Topik
“Bapak besok kita bertemu lagi ya..untuk mengajak Bapak
berkenalan dengan teman saya perawat N“
- Waktu
”Besok pagi jam 10 saya akan datang kesini. Bagaimana,
bapak mau kan?”
- Tempat
”Disini saja ya pak....”Baiklah, sampai jumpa.”
LAPORAN PENDAHULUAN KLIEN DENGAN MASALAH
KEPERAWATAN JIWA WAHAM
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Praktik Profesi Ners Di Stase Jiwa

Disusun oleh :
Novia Ambarwati
SN201182

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


STIKES KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2020/2021
M. MASALAH UTAMA
Perubahan proses pikir: waham

N. PROSES TERJADINYA MASALAH


5. Definisi
Waham merupakan suatu keyakinan klien yang tidak sesuai dengan
kenyataan, tetapi dipertahankan dan tidak dapat diubah secara logis oleh
orang lain. Keyakinan ini berasal dari pemikiran klien yang sudah
kehilangan kontrol (Direja, 2011).Gangguan isi pikir adalah
ketidakmampuan individu memproses stimulus internal dan eksternal
secara akurat. Gangguannya adalah berupa waham yaitu keyakinan
individu yang tidak dapat divalidasi atau dibuktikan dengan realitas.
Keyakinan individu tersebut tidak sesuai dengan tingkat intelektual dan
latar belakang budayanya, serta tidak dapat diubah dengan alasan yang
logis. Selain itu keyakinan tersebut diucapkan berulang kali
(Kusumawati, 2010).Jadi, waham merupakan ide yang salah dan
bertentangan atau berlawanan dengan semua kenyataan dan tidak ada
kaitannya dengan latar belakang budaya.

6. Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala waham menurut Kusumawati (2010), yaitu:
1. Gangguan fungsi kognitif (perubahan daya ingat)
Cara berfikir magis dan primitif, perhatian, isi pikir, bentuk dan
pengorganisasian bicara (tangensial, neologisme, sirkumtansial).
2. Fungsi persepsi
Depersonalisasi dan halusinasi.
3. Fungsi emosi
Afek tumpul kurang respons emosional, afek datar, afek tidak sesuai,
reaksi berlebihan, ambivalen.
4. Fungsi motorik.
Impulsif gerakan tiba-tiba dan spontan, manerisme, stereotipik
gerakan yang diulang-ulang, tidak bertujuan, tidak dipengaruhi
stimulus yang jelas, katatonia.
5. Fungsi sosial kesepian.
Isolasi sosial, menarik diri dan harga diri rendah.
6. Dalam tatanan keperawatan jiwa respons neurobiologis yang sering
muncul adalah gangguan isi pikir: waham dan PSP: halusinasi.

Tanda dan gejala pada klien dengan waham, yaitu: terbiasa menolak
makan, tidak ada perhatian pada perawatan diri, ekspresi wajah sedih dan
ketakutan, gerakan tidak terkontrol, mudah tersinggung, isi pembicaraan
tidak sesuai dengan kenyataan dan bukan kenyataan, menghindar dari
orang lain, mendominasi pembicaraan, berbicara kasar, menjalankan
kegiatan keagamaan secara berlebihan (Direja, 2011).

7. Penyebab terjadinya masalah


Gangguan orientasi realitas menyebar dalam lima kategori utama
fungsi otak Menurut Kusumawati (2010), yaitu:
a. Gangguan fungsi kognitif dan persepsi menyebabkan kemampuan
menilai dan menilik terganggu.
b. Gangguan fungsi emosi, motorik dan sosial mengakibatkan
kemampuan berespons terganggu, tampak dari perilaku nonverbal
(ekspresi dan gerakan tubuh) dan perilaku verbal (penampilan
hubungan sosial).
c. Gangguan realitas umumnya ditemukan pada skizofrenia.
d. Gejala primer skizofrenia (bluer): 4a + 2a yaitu gangguan asosiasi,
efek, ambivalen, autistik, serta gangguan atensi dan aktivitas.
e. Gejala sekunder: halusinasi, waham, dan gangguan daya ingat.
8. Akibat terjadinya masalah
Akibat dari waham klien dapat mengalami kerusakan komunikasi
verbal. Tanda dan gejalanya meliputi pikiran tidak realistik, flight of
ideas, kehilangan asosiasi, pengulangan kata-kata yang didengar dan
kontak mata yang kurang. Akibat yang lain yang ditimbulkannya adalah
beresiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan.

O. POHON MASALAH
Resiko tinggi mencederai diri, orang lain dan lingkungan
Kerusakan komunikasi verbal

Perubahan isi pikir: waham


Core problem

Gangguan konsep diri: harga diri rendah

P. MASALAHKEPERAWATAN DAN DATA YANG PERLU DIKAJI


1. Masalah keperawatan:
a. Resiko tinggi mencederai diri, orang lain dan lingkungan
b. Kerusakan komunikasi: verbal
c. Perubahan isi pikir: waham
d. Gangguan konsep diri: harga diri rendah

2. Data yang perlu dikaji:


a. Resiko tinggi mencederai diri, orang lain dan lingkungan
1). Data subjektif
Klien memberi kata-kata ancaman, mengatakan benci dan kesal
pada seseorang, klien suka membentak dan menyerang orang
yang mengusiknya jika sedang kesal, atau marah,
melukai/merusak barang-barang dan tidak mampu
mengendalikan diri.
2) Data objektif
Mata merah, wajah agak merah, nada suara tinggi dankeras,
bicara menguasai, ekspresi marah, pandangan tajam, merusak
dan melempar barang-barang.
b. Kerusakan komunikasi: verbal
1). Data subjektif
Klien mengungkapkan sesuatu yang tidak realistik
2). Data objektif
Flight of ideas, kehilangan asosiasi, pengulangan kata-kata yang
didengar dan kontak mata kurang.
c. Perubahan isi pikir: waham (………….)
1). Data subjektif
Klien mengungkapkan sesuatu yang diyakininya (tentang
agama, kebesaran, kecurigaan, keadaan dirinya) berulang kali
secara berlebihan tetapi tidak sesuai kenyataan.
2). Data objektif
Klien tampak tidak mempunyai orang lain, curiga, bermusuhan,
merusak (diri, orang lain, lingkungan), takut, kadang panik,
sangat waspada, tidak tepat menilai lingkungan/realitas, ekspresi
wajah klien tegang, mudah tersinggung.

d. Gangguan konsep diri: harga diri rendah


1). Data subjektif
Klien mengatakan saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-
apa, bodoh, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan
malu terhadap diri sendiri.
2). Data objektif
Klien terlihat lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih
alternative tindakan, ingin mencedaerai diri/ ingin mengakhiri
hidup.

Q. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Perubahan isi pikir: waham
2. Gagguan konsep diri: harga diri rendah

R. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN


1. Perubahan isi pikir: waham
Tujuan umum:
Klien tidak terjadi kerusakan komunikasi verbal
Tujuan khusus:
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat
Tindakan:
1) Bina hubungan. saling percaya: salam terapeutik, perkenalkan
diri, jelaskan tujuan interaksi, ciptakan lingkungan yang tenang,
buat kontrak yang jelas topik, waktu, tempat).
2) Jangan membantah dan mendukung waham klien: katakan
perawat menerima keyakinan klien "saya menerima keyakinan
anda" disertai ekspresi menerima, katakan perawat tidak
mendukung disertai ekspresi ragu dan empati, tidak
membicarakan isi waham klien.
3) Yakinkan klien berada dalam keadaan aman dan terlindungi:
katakan perawat akan menemani klien dan klien berada di
tempat yang aman, gunakan keterbukaan dan kejujuran jangan
tinggalkan klien sendirian.
4) Observasi apakah wahamnya mengganggu aktivitas harian dan
perawatan diri
b. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan yang dimiliki
Tindakan:
1) Beri pujian pada penampilan dan kemampuan klien yang
realistis.
2) Diskusikan bersama klien kemampuan yang dimiliki pada waktu
lalu dan saat ini yang realistis.
3) Tanyakan apa yang biasa dilakukan kemudian anjurkan untuk
melakukannya saat ini (kaitkan dengan aktivitas sehari - hari dan
perawatan diri).
4) Jika klien selalu bicara tentang wahamnya, dengarkan sampai
kebutuhan waham tidak ada. Perlihatkan kepada klien bahwa
klien sangat penting.

c. Klien dapat mengidentifikasikan kebutuhan yang tidak terpenuhi


Tindakan:
1) Observasi kebutuhan klien sehari-hari.
2) Diskusikan kebutuhan klien yang tidak terpenuhi baik selama di
rumah maupun di rumah sakit (rasa sakit, cemas, marah).
3) Hubungkan kebutuhan yang tidak terpenuhi dan timbulnya
waham.
4) Tingkatkan aktivitas yang dapat memenuhi kebutuhan klien dan
memerlukan waktu dan tenaga (buat jadwal jika mungkin).
5) Atur situasi agar klien tidak mempunyai waktu untuk
menggunakan wahamnya.

d. Klien dapat berhubungan dengan realitas


Tindakan:
1) Berbicara dengan klien dalam konteks realitas (diri, orang lain,
tempat dan waktu).
2) Sertakan klien dalam terapi aktivitas kelompok: orientasi
realitas.
3) Berikan pujian pada tiap kegiatan positif yang dilakukan klien

e. Klien dapat menggunakan obat dengan benar


Tindakan:
1) Diskusikan dengan kiten tentang nama obat, dosis, frekuensi,
efek dan efek samping minum obat.
2) Bantu klien menggunakan obat dengan prinsip 5 benar (nama
pasien, obat, dosis, cara dan waktu).
3) Anjurkan klien membicarakan efek dan efek samping obat yang
dirasakan.
4) Beri reinforcement bila klien minum obat yang benar.

f. Klien dapat dukungan dari keluarga


Tindakan:
1) Diskusikan dengan keluarga melalui pertemuan keluarga
tentang: gejala waham, cara merawat klien, lingkungan
keluarga dan follow up obat.
2) Beri reinforcement atas keterlibatan keluarga

2. Gangguan konsep diri: harga diri rendah


Tujuan umum:
Kien dapat mengendalikan waham.
Tujuan khusus:
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya.
1) Bina hubungan saling percaya dengan menerapkan prinsip
komunikasi terapeutik:
a) Sapa klien dengan ramah secara verbal dan nonverbal
b) Perkenalkan diri dengan sopan
c) Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang
disukai klien
d) Jelaskan tujuan pertemuan
e) Jujur dan menepati janji
f) Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya
g) Beri perhatian kepada klien dan perhatikan kebutuhan dasar
klien
b. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang
dimiliki.
1) Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien.
2) Hindarkan memberi penilaian negatif setiap bertemu klien.
3) Utamakan memberi pujian yang realistik.
4) Klien dapat menilai kemampuan yang digunakan.
5) Diskusikan kemampuan yang masih dapat dilakukan.
6) Diskusikan kemampuan yang dapat dilanjutkan penggunaannya.
c. Klien dapat merencanakan kegiatan sesuai dengan kemampuan yang
dimiliki.
1) Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan
setiap hari.
2) Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien.
3) Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang dapat klien
lakukan.
d. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kemampuannya.
1) Beri kesempatan pada klien untuk mencoba kegiatan yang telah
direncanakan.
2) Diskusikan pelaksanaan kegiatan dirumah.
e. Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada.
1) Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat
klien dengan harag diri rendah.
2) Bantu keluarga memberiakn dukungan selama klien dirawat.
3) Bantu keluarga menyiapkan lingkungan rumah.
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall, 2009, Buku Saku Diagnosa Keperawatan, EGC,


Jakarta.
Direja, A. H, 2011, Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa, Nuha Medika,
Yogyakarta.
Kusumawati, F & Hartono Y, 2010, Buku Ajar Keperawatan Jiwa, Salemba
Medika, Jakarta.
Towsend, Mary C, 2009, Diagnosa Keperawatan pada Keperawatan
Psikiatri, EGC, Jakarta.
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN (SP)
KLIEN DENGAN MASALAH WAHAM
(SP 1 PASIEN)

Masalah :
Hari / tanggal :
Jam :

A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi klien

2. Tujuan
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya.
b. Klien dapat berorientasi kepada realitas secara bertahap.
c. Klien dapat memenuhi kebutuhan dasar.
3. Tindakan Keperawatan
a. Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun nonverbal.
b. Membantu orientasi realita.
c. Mendiskusikan kebutuhan psikologi/emosional yang tidak terpenuhi
sehingga menimbulkan kecemasan, rasa takut, dan marah.

B. STRATEGI KOMUNIKASI
1. ORIENTASI (PERKENALAN)
a. Salam Terapeutik
“Assalamualaikum. Selamat pagi”
“Saya Siti, perawat di sini,Siapa nama Bapak? Senang dipanggil
siapa?”
b. Evaluasi/Validasi
“Bagaimana perasaan Bapak hari ini?”
c. Kontrak Waktu
“Bisa kita bercakap-cakap Pak? Dimana kita duduk? Berapa lama?
Bagaimana jika 20 menit?”
2. KERJA
”Saya mengerti Bapak merasa bahwa Bapak adalah seorang nabi, tapi
sulit bagi saya untuk mempercayainya karena setau saya semua nabi
sudah tidak ada lagi, bisa kita lanjutkan pembicaraan yang tadi terputus
Pak?”
“Tampaknya Bapak gelisah sekali, bisa Bapak ceritakan apa yang
Bapak rasakan? Oh,, jadi Bapak merasa takut nanti diatur-atur oleh
orang lain dan tidak punya hak untuk mengatur diri Bapak sendiri?
Siapa menurut Bapak yang sering mengatur-atur diri Bapak? Jadi, ibu
yang terlalu mengatur-mengaturya Pak, juga kakak dan adik kakak yang
lain? Kalau Bapak sendiri inginnya seperti apa? Oh bagus,,Bapak sudah
punya rencana dan jadwal untuk diri sendiri. Coba kita tuliskan rencana
dan jadwal tersebut pak. Wah bagus sekali, jadi setiap harinya Bapak
ingin ada kegiatan diluar rumah karena bosan kalau dirumah terus ya.”

3. TERMINASI
a. Evaluasi Subyektif
”Bagaimana perasaan Bapak setelah berbincang-bincang dengan
saya?
b. Evaluasi Obyektif
“Apa saja tadi yang telah kita bicarakan? Bagus.”
c. Rencana Tindak Lanjut
“Bagaimana kalau jadwal ini Bapak lakukan, setuju Pak?”
d. Kontrak
- Topik
“Bagaimana kalau kita bertemu lagi untuk berbincang?”
- Waktu
”Nanti 3 jam lagi saya akan datang kesini. Bagaimana, Bapak
mau kan?”
- Tempat
”Tempatnya disini saja ya Pak. Assalamualaikum.”
LAPORAN PENDAHULUAN KLIEN DENGAN MASALAH
KEPERAWATAN JIWA RESIKO PERILAKU KEKERASAN
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Praktik Profesi Ners Di Stase Jiwa

Disusun oleh :
Novia Ambarwati
SN201182

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


STIKES KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2020/2021
A. KASUS (MASALAH UTAMA)
Perilaku kekerasan

B. PROSES TERJADINYA MASALAH


1. Pengertian
Perilaku kekerasan adalah tingkah laku individu yang ditujukan
untuk melukai atau mencelakakan individu lain yang tidak
menginginkan datangnya tingkah laku tersebut (Purba, 2008).
Perilaku kekerasan merupakan keadaan individu yang beresiko
menimbulkan bahaya secara langsung terhadap dirinya sendiri maupun
orang lain (Carpenito, 2008). Perilaku kekerasan merupakan perilaku
yang bertujuan melukai seseorang secara langsung maupun psikologis
(Soetjiningsih, 2007).
Perilaku kekerasan merupakan suatu keadaan dimana seseorang
melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik
kepada diri sendiri maupun orang lain (Yosep, 2007).
Jadi, perilaku kekerasan merupakan tindakan mengungkapkan
perasaan dengan cara mencederai diri sendiri atau orang lain.
Gejala klinis yang ditemukan pada klien dengan perilaku kekerasan
didapatkan melalui pengkajian meliputi:
1. Wawancara: diarahkan penyebab marah, perasaan marah, tanda-
tanda marah yang dirasakan oleh klien.
2. Observasi: muka merah, pandangan tajam, otot tegang, nada suara
tinggi, berdebat dan sering pula tampak klien memaksakan kehendak
: merampas makanan, memukul jika tidak senang.

2. Penyebab
a. Faktor presipitasi
Faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan sering kali
berkaitan dengan:
a. Ekspresi diri, ingin menunjukkan eksistensi diri atau simbol
solidaritas seperti dalam sebuah konser, penonton sepak bola,
geng sekolah, perkelahian masal, dll
b. Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasardan kondisi
sosial ekonomi
c. Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga
serta tidak membiasakan dialog untuk memecahkan masalah
cenderung melakukan kekerasan dalam menyelesaikan konflik
d. Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan
ketidakmampuan dirinya sebagai seorang yang dewasa
e. Adanya riwayat perilaku antisosial meliputi penyalahgunaan
obat dan alkoholisme dan tidak mampu mengontrol emosinya
pada saat menghadapi rasa frustrasi
f. Kematian anggota keluarga terpenting, kehilangan pekerjaan

b. Faktor predisposisi
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya perilaku
kekerasan
a. Teori Biologik
Teori biologik terdiri dari beberapa pandangan yang
berpengaruh terhadap perilaku:
1) Neurobiologik
Ada 3 area pada otak yang berpengaruh terhadap proses
impuls agresif: sistem limbik, lobus frontal dan
hipotalamus. Neurotransmitter juga mempunyai peranan
dalam memfasilitasi atau menghambat proses impuls
agresif. Sistem limbik merupakan sistem informasi,
ekspresi, perilaku dan memori. Apabila ada gangguan pada
sistem ini maka akan meningkatkan atau menurunkan
potensial perilaku kekerasan. Adanya gangguan pada lobus
frontal maka individu tidak mampu membuat keputusan,
kerusakan pada penilaian, perilaku tidak sesuai dan agresif.
Beragam komponen dari sistem neurologis mempunyai
implikasi memfasilitasi dan menghambat impuls agresif.
Sistem limbik terlambat dalam menstimulasi timbulnya
perilaku agresif. Pusat otak atas secara konstan berinteraksi
dengan pusat agresif.
2) Biokimia
Berbagai neurotransmiter (epinephrine,nonepinephrine,
dopamine, asetilkolin, dan serotonin) sangat berperan dalam
memfasilitasi atau menghambat impuls agresif. Teori ini
sangat konsisten dengan figth atau fligth yang dikenalkan
oleh Selye dalam teorinya tentang respon terhadap stress
3) Genetik
Penelitian membuktikan adanya hubungan langsung antara
perilaku agresif dengan genetik karyotype XYY
4) Gangguan Otak
Sindroma otak organik terbukti sebagai faktor predisposisi
perilaku agresif dan tindak kekerasan. Tumor otak
khususnya yang menyerang sistem limbik dan lobus
temporal; trauma otak, yang menimbulkan perubahan
serebral; dan penyakit seperti ensefalitis dan epilepsi
khususnya lobus temporal, terbukti berpengaruh terhadap
perilaku agresif dan tindak kekerasan
b. Teori Psikologik
1) Teori Psikoanalitik
Teori ini menjelaskan tidak terpenuhinya kebutuhan untuk
mendapatkan kepuasan dan rasa aman dapat mengakibatkan
tidak berkembangnya ego dan membuat konsep diri rendah.
Agresi dan tindak kekerasan memberikan kekuatan dan
prestise yang dapat meningkatkan citra diri dan memberikan
arti dalam kehidupannya. Perilaku agresif dan perilaku
kekerasan merupakan pengungkapan secara terbuka
terhadap rasa ketidakberdayaan dan rendahnya harga diri
2) Teori Pembelajaran
Anak belajar melalui perilaku meniru dari contoh peran
mereka, biasanya orang tua mereka sendiri. Contoh peran
tersebut ditiru karena dipersepsikan sebagai prestise atau
berpengaruh, atau jika perilaku tersebut diikuti dengan
pujian yang positif. Anak memiliki persepsi ideal tentang
orang tua mereka selama tahap perkembangan awal. Namun
dengan perkembangan yang dialaminya, mereka mulai
meniru pola perilaku guru, teman, orang lain. Individu yang
dianiaya ketika masih kanak-kanak atau mempunyai orang
tua yang mendisiplinkan anak mereka dengan hukuman
fisik akan cenderung untuk berperilaku kekerasan setelah
dewasa
c. Teori Sosiokultural
Pakar sosiolog lebih menekankan pengaruh faktor budaya dan
struktur sosial terhadap perilaku agresif. Ada kelompok sosial
yang secara umum menerima perilaku kekerasan sebagai cara
untuk menyelesaikan masalah. Masyarakat juga berpengaruh
pada perilaku tindak kekerasan, apabila individu menyadari
bahwa kebutuhan dan keinginan mereka tidak dapat terpenuhi
secara konstruktif. Penduduk yang ramai/padat dan lingkungan
yang ribut dapat beresiko untuk perilaku kekerasan. Adanya
keterbatasan sosial dapat menimbulkan kekerasan dalam hidup
individu

3. Tandadangejala yang ditemuiseperti:


c. Subyektif: klien mengatakan benci dan kesal pada seseorang,
perasaan jengkel, adanya keluhan fisik seperti dada berdebar-debar,
rasa tercekik, bingung, mengatakan semua orang ingin
menyerangnya
d. Obyektif: muka marah, mata melotot, rahang dan bibir mengatup,
kaki tangan mengepal/tegang, mondar mandir, bicara sendiri dan
ketakutan, bicara dengan suara tinggi, tekanan darah, frekuensi
jantung meningkat, banyak berkeringat, napas pendek

C. Akibat
Klien dengan perilaku kekerasan dapat melakukan tindakan-tindakan
berbahaya bagi dirinya, orang lain maupun lingkungannya, seperti
menyerang orang lain, memecahkan perabot, membakar rumah dll.
Sehingga klien dengan perilaku kekerasan beresiko untuk mencederai
diri orang lain dan lingkungan.

D. POHON MASALAH
Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan

Perilaku Kekerasan/amuk Core Problem

Gangguan Harga Diri: Harga Diri Rendah

E. MASALAHKEPERAWATAN DAN DATA YANG PERLU DIKAJI


1. Masalah Keperawatan
a. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
b. Perilaku kekerasan/amuk
c. Gangguanhargadiri: hargadirirendah
2. Data yang perlu dikaji pada masalah keperawatan perilaku kekerasan
a. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
Data subyektif:
1) Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.
2) Klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya
jikasedang kesal atau marah.
3) Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.
Data objektif:
1) Mata merah, wajah agak merah.
2) Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai: berteriak,
menjerit, memukul diri sendiri/orang lain.
3) Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.
4) Merusak dan melempar barang-barang.
b. Perilaku kekerasan/amuk
Data subyektif:
1) Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.
2) Klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya
jika sedang kesal atau marah.
3) Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.
Dataobyektif:
1) Mata merah, wajah agak merah.
2) Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai.
3) Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.
4) Merusak dan melempar barang-barang.
c. Gangguan harga diri: harga diri rendah
Data subyektif:
1) Klien mengatakan: saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-
apa, bodoh, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan
malu terhadap diri sendiri.
Data obyektif:
1) Klien tampak lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih
alternatif tindakan, ingin mencederai diri/ingin mengakhiri
hidup.
F. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Perilaku kekerasan/amuk.
2. Gangguan konsep diri: harga diri rendah.

G. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN


1. Resiko tinggi mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
berhubungan dengan perilaku kekerasan.
Tujuan Umum:
Klien tidak mencederai diri, orang lain dan lingkungan.
Tujuan Khusus:
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Tindakan:
1) Bina hubungan saling percaya: salam terapeutik, empati, sebut
nama perawat dan jelaskan tujuan interaksi.
2) Panggil klien dengan nama panggilan yang disukai.
3) Bicara dengan sikap tenang, rileks dan tidak menantang.
4) Jelaskan tentang kontrak yang akan dibuat.
5) Beri rasa aman dan sikap empati.
6) Lakukan kontak singkat tapi sering.
b. Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan.
Tindakan:
1) Beri kesempatan untuk mengungkapkan perasaan.
2) Bantu klien mengungkapkan penyebab jengkel/kesal.
3) Dengarkan ungkapan rasa marah dan perasaan bermusuhan klien
dengan sikap tenang.
c. Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan.
Tindakan:
1) Anjurkan klien mengungkapkan yang dialami dan dirasakan saat
jengkel/kesal.
2) Observasi tanda perilaku kekerasan.
3) Simpulkan bersama klien tanda-tanda jengkel/kesal yang
dialami klien.
d. Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa
dilakukan.
Tindakan:
1) Anjurkan klien untuk mengungkapkan perilaku kekerasan yang
biasa dilakukan.
2) Bantu klien bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan
yang biasa dilakukan.
3) Bicarakan dengan klien apakah dengan cara yang dilakukan
masalahnya selesai.
e. Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan.
Tindakan:
1) Bicarakan akibat/kerugian dari cara yang dilakukan.
2) Bersama klien menyimpulkan akibat dari cara yang digunakan.
3) Tanyakan pada klien apakah ingin mempelajari cara baru yang
sehat.
4) Klien dapat mengidentifikasi cara konstruktif dalam berespon
terhadap kemarahan.
Tindakan:
1) Tanyakan kepada klien apakah ia ingin mempelajari cara baru
yang sehat
2) Beri pujian jika mengetahui cara lain yang sehat.
3) Diskusikan dengan klien cara lain yang sehat.
f. Klien dapat mendemonstrasikan cara mengontrol perilaku kekerasan.
Tindakan:
1) Bantu klien memilih cara yang paling tepat untuk klien.
2) Bantu klien mengidentifikasi manfaat cara yang telah dipilih.
3) Bantu klien untuk mensimulasikan cara yang telah dipilih.
4) Beri reinforcement positif atas keberhasilan yang dicapai dalam
simulasi.
5) Anjurkan menggunakan cara yang telah dipilih saat
jengkel/marah.
g. Klien mendapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol perilaku
kekerasan.
Tindakan:
1) Identifikasi kemampuan keluarga merawat klien dari sikap apa
yang telah dilakukan keluarga selama ini.
2) Jelaskan peran serta keluarga dalam merawat klien.
3) Jelaskan cara-cara merawat klien:
a) Cara mengontrol perilaku marah secara konstruktif.
b) Sikaptenang, bicaratenangdanjelas.
c) Membantu klien mengenal penyebab ia marah.
4) Bantu keluarga mendemonstrasikan cara merawat klien.
5) Bantu keluarga mengungkapkan perasaannya setelah melakukan
demonstrasi
6) Klien dapat menggunakan obat dengan benar (sesuai program
pengobatan).
Tindakan:
1) Jelaskan jenis-jenis obat yang diminum klien pada klien dan
keluarga.
2) Diskusikan manfaat minum obat dan kerugian berhenti minum
obat tanpa seizin dokter.
3) Jelaskan prinsip 5 benar minum obat (nama klien, obat, dosis,
cara dan waktu).
4) Anjurkan untuk membicarakan efek dan efek samping obat yang
dirasakan.
5) Anjurkan klien melaporkan pada perawat/dokter jika merasakan
efek yang tidak menyenangkan.
6) Beri pujian jika klien minum obat dengan benar.
2. Perilaku kekerasan berhubungan dengan gangguan konsep diri: HDR
Tujuan umum:
Klien dapat berhubungan dengan orang lain secara optimal
Tujuan khusus:
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat
Tindakan:
1) Bina hubungan saling percaya
b) Salam terapeutik
c) Perkenalan diri
d) Tanyakan nama lengkap klien dan panggilan yang disukai.
e) Jelaskan tujuan pertemuan
f) Ciptakan lingkungan yang tenang
g) Buat kontrak yang jelas (waktu, tempat dan topik
pembicaraan)
2) Beri kesempatan pada klien mengungkapkan perasaannya.
3) Sediakan waktu untuk mendengarkan klien.
4) Katakan kepada klien bahwa ia adalah seseorang yang berharga
dan bertanggung jawab serta mampu menolong dirinya sendiri.
b. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dana spekpositif yang
dimiliki.
Tindakan:
1) Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien.
2) Setiap bertemu klien hindarkan dari memberi penilaian negatif
3) Utamakan memberi pujian yang realistis.
c. Klien dapat menilai kemampuan yang dapat digunakan.
Tindakan:
1) Diskusikan bersama klien kemampuan yang masih dapat
digunakan selama sakit
2) Diskusikan pula kemampuan yang dapat dilanjutkan setelah
pulang ke rumah.
d. Klien dapat menetapkan/merencanakan kegiatan sesuai kemampuan
yang dimiliki.
Tindakan:
1) Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap
hari sesuai kemampuan (mandiri, bantuan sebagian, bantuan
total).
2) Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien.
3) Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh klien lakukan.
e. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi dan kemampuannya
Tindakan:
1) Beri kesempatan klien untuk mencoba kegiatan yang telah
direncanakan.
2) Beri pujian atas keberhasilan klien.
3) Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah.
f. Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada.
Tindakan:
1) Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat
klien dengan harga diri rendah.
2) Bantu keluarga memberi dukungan selama klien dirawat.
3) Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah.
4) Berireinforcementpositifatasketerlibatankeluarga.
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, L. J, 2008, Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Ed 8, EGC,


Jakarta.
Keliat, B. A, 2007, Pemberdayaan Klien dan Keluarga dalam Perawatan
Klien Skizofrenia dengan Perilaku Kekerasan di RSJP Bogor.
Disertasi, FKM UI, Jakarta.
Purba dkk, 2008, Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Masalah
Psikososial dan Gangguan Jiwa, USU Press, Medan.
Soetjiningsih, 2009, Buku Ajar Tumbuh Kembang Remaja dan
Permasalahannya, Sagung Seto, Jakarta.
Stuart, G. W &Laraia, M. T, 2007,Principles and Practice of Psychiatric
Nursing. Ed 7, Mosby, St Louis.
Yosep, Iyus,2007, KeperawatanJiwa, Ed 1, PT ReflikaAditama, Bandung.
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN (SP)
KLIEN DENGAN MASALAH PERILAKU KEKERASAN
(SP 1 PASIEN)

Masalah :
Hari / tanggal :
Jam :

A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi Klien

2. Tujuan Khusus
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya.
b. Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan.
c. Klien dapat mengidentifikasi tanda dan gejala perilaku kekerasan.
d. Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang dilakukan.
e. Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan.
f. Klien dapat mengajarkan cara mengontrol perilaku kekerasan.
3. Tindakan
a. Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun nonverbal.
b. Diskusi bersama klien penyebab perilaku kekerasan saat ini dan yang
lalu.
c. Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan.
d. Diskusikan bersama klien perilaku kekerasan yang biasa dilakukan
pada saat marah.
e. Diskusikan bersama klien akibat perilaku marah.
f. Diskusikan bersama klien cara mengontrol perilaku kekerasan.
B. STRATEGI KOMUNIKASI
1. ORIENTASI (PERKENALAN)
a. Salam Terapeutik
“Assalamualaikum. Selamat pagi”
“Saya Siti, perawat disini,Siapa nama Bapak? Senang dipanggi
lsiapa?”
b. Evaluasi/Validasi
“Bagaimana perasaan Bapak hari ini? Masih ada perasaan marah
atau kesal?”
c. Kontrak Waktu
“Bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang perasaan marah
Bapak? Dimana kita duduk? Berapa lama? Bagaimana jika 20
menit?”
2. KERJA
”Apa yang menyebabkan Bapak marah? Apakah sebelumnya Bapak
pernah marah? Penyebabnya apa? Sama kah dengan yang sekarang?
Oh iya jadi ada 2 penyebab marah Bapak? Pada saat penyebab marah
itu ada, seperti Bapak pulang ke rumah dan istri belum menyediakan
makanan, apa yang bapak rasakan?” (tunggu respon pasien) apakah
Bapak merasakan kesal kemudian dada Bapak berdebar-debar, mata
melotot, rahang terkatup rapat, dan tangan mengepal?”
“Setelah itu apa yang Bapak lakukan? Oh iya jadi Bapak memukul istri
Bapak dan memecahkan piring, apakah dengan cara ini makanan
terhidangkan? Iya, tentu tidak. Apa kerugian cara yang bapak lakukan?
Betul, istri jadi sakit dan takut, piring-piring pecah. Menurut Bapak
adakah cara lain yang lebih baik? Maukah bapak belajar cara
mengungkapkan kemarahan dengan baik tanpa menimbulkan
kerugian?”
“Ada beberapa cara untuk mengontrol kemarahan Pak, salah satunya
adalah dengan cara fisik. Jadi melalui kegiatan fisik disalurkan rasa
marah.”
“Ada beberapa cara, bagaimana kalau kita belajar satu cara dulu?
Begini Pak, kalau tanda-tanda marah tadi sudah Bapak rasakan maka
Bapak berdiri lalu tarik nafas dari hidung, tahan sebentar, lalu
keluarkan/tiup perlahan-lahan melalui mulut seperti mengeluarkan
kemarahan. Ayo coba lagi, tarik dari hidung, bagus.., tahan, dan tiup
melalui mulut. Nah, lakukan 5 kali. Bagus sekali, Bapak sudah bisa
melakukannya. Bagaimana perasaannya?”
“Nah sebaiknya latihan ini Bapak lakukan secara rutin, sehingga bila
sewaktu-waktu rasa marah itu muncul Bapak sudah biasa
melakukannya.”
3. TERMINASI
a. Evaluasi Subyektif
”Bagaimana perasaan Bapak setelah berbincang-bincang tentang
kemarahan Bapak?
b. Evaluasi Obyektif
“Ya, jadi ada 2 penyebab Bapak marah ....(sebutkan) dan yang
Bapak rasakan ...(sebutkan) dan yang Bapak lakukan...(sebutkan)
serta akibatnya...(sebutkan). Bapak sudah bisa memperagakan tarik
nafas dalam tadi dengan baik.”
c. Rencana Tindak Lanjut
“Bagaimana kalau kita buat jadwal latihannya? Berapa kali bapak
mau latihan dalam sehari? Mau jam berapa saja latihannya?”
d. Kontrak
- Topik
“Bagaimana kalau kita bertemu lagi untuk belajar dan latihan
mengendalikan rasa marah?”
- Waktu
”Nanti 2 jam lagi saya akan datang ke sini. Bagaimana, Bapak
mau kan?”
- Tempat
”Tempatnya disini saja ya Pak. Assalamualaikum”
LAPORAN PENDAHULUAN KLIEN DENGAN MASALAH
KEPERAWATAN JIWA HARGA DIRI RENDAH
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Praktik Profesi Ners Di Stase Jiwa

Disusun oleh :
Novia Ambarwati
SN201182

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


STIKES KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2019/2020
A. KASUS (MASALAH UTAMA)
Harga diri rendah

B. PROSES TERJADINYA MASALAH


1. Pengertian
Harga diri rendah adalah perasaan tidak berharga, tidak berarti dan
rendah diri yang berkepanjangan akibat evaluasi yang negatif terhadap
diri sendiri dan kemampuan diri. Adanya perasaan hilang percaya diri,
merasa gagal karena tidak mampu mencapai keinginan sesuai ideal diri.
Gangguan harga diri rendah merupakan perasaan negatif kepada diri
sendiri, seperti : merasa gagal mencapai apa yang diinginkan dan
hilangnya kepercayaan diri dan harga diri (Keliat, 2011). Gangguan
harga diri rendah merupakan evaluasi diri dan perasaan yang negatif
terhadap diri dan kemampuan diri yang diungkapkan secara langsung
maupun tidak langsung (Towsend, 2008). Jadi, gangguan harga diri
rendah adalah perasaan negatif yang diungkapkan secara langsung mau
pun tidak langsung terhadap diri sendiri.

2. Penyebab
Penyebab gangguan harga diri rendah, yaitu secara situasional dan kronik
(Yosep, 2007).
a. Situasional
Terjadi trauma secara tiba-tiba, seperti : harus operasi,
kecelakaan, dicerai suami, putus sekolah dan putus hubungan kerja.
Pada klien yang menjalan irawat inap dapat terjadi gangguan harga
diri rendah karena privasi yang kurang diperhatikan, pemeriksaan
fisik yang sembarangan, pemasangan alat kesehatan yang tidak
sopan, harapan akan struktur, bentuk dan fungsi tubuh yang tidak
tercapai karena dirawat/sakit/penyakit dan perlakuan petugas yang
tidak menghargai.
b. Kronik
Perasaan negatif terhadap diri sendiri yang berlangsung lama
sebelum sakit atau dirawat. Klien mempunyai cara berfikir yang
negatif. Kejadian sakit dan dirawat akan menambah persepsi negatif
terhadap dirinya. Kondisi ini mengakibatkan respons yang
maladaptif. Kondisi ini dapat ditemukan pada klien gangguan fisik
kronis atau pada klien gangguan jiwa.

3. Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala gangguan harga diri atau harga diri rendah menurut
Carpenito (2008) yaitu:
a. Rasa bersalah terhadap diri sendiri. Seperti: kejadian ini tidak akan
terjadi jika saya segera ke rumah sakit, menyalahkan, mengejekdan
atau mengkritik diri sendiri.
b. Merendahkan martabat. Seperti: saya tidak bisa, saya tidak mampu,
saya orang bodohdan tidak tahu apa-apa.
c. Gangguan hubungan sosial.Seperti: menarik diri, tidak ingin bertemu
dengan orang lain dan lebih suka sendiri.
d. Percaya diri kurang. Seperti: sukar mengambil keputusan atau
memilih alternatif tindakan.
e. Mencederai diri. Seperti: ingin mengakhiri kehidupan.

4. Akibat
Harga diri rendah dapat beresiko terjadinya isolasi sosial : menarik
diri. Isolasi sosial menarik diri merupakan gangguan kepribadian yang
tidak fleksibel pada tingkah laku yang maladaptif dan mengganggu
fungsi seseorang dalam hubungan social (Depkes, 2007).
C. POHON MASALAH
Isolasi sosial: menarik diri

Gangguan konsep diri: Harga diri rendah Core Problem

Gangguan citra tubuh

D. MASALAH KEPERAWATAN DAN DATA YANG PERLU DIKAJI


1. Isolasi Sosial: Menarik Diri
Data yang perlu dikaji:
a. Data subyektif
Ekspresi wajah kosong, tidak ada kontak mata, suara pelan dan tidak
jelas.
b. Data obyektif
Apatis, ekspresi sedih, afek tumpul, menyendiri, berdiam diri di
kamar, banyak diam.
2. Gangguan Konsep Diri: Harga Diri Rendah
Data yang perlu dikaji:
a. Data subyektif
Klien mengatakan saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-apa,
bodoh, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu
terhadap diri sendiri.
b. Data obyektif
Klien terlihat lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih
alternatif tindakan, ingin mencederai diri/ingin mengakhiri hidup.
3. Gangguan Citra Tubuh
Data yang perlu dikaji:
a. Data subyektif
Mengungkapkan tidak ingin hidup lagi, mengungkapkan sedih
karena keadaan tubuhnya, klien malu bertemu dan berhadapan
dengan orang lain, karena keadaan tubuhnya yang cacat.
b. Data obyektif
Ekspresi wajah sedih, tidak ada kontak mata ketika diajak bicara,
suara pelan dan tidak jelas, tampak menangis.

E. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Isolasi sosial: menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah.
2. Gangguan konsep diri: harga diri rendah berhubungan dengan berduka
disfungsional.

F. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN


1. Tujuan Umum
Klien tidak terjadi gangguan konsep diri: harga diri rendah/klien akan
meningkat harga dirinya.
2. Tujuan Khusus
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Tindakan:
1) Bina hubungan saling percaya: salam terapeutik, perkenalan diri,
jelaskan tujuan interaksi, ciptakan lingkungan yang tenang, buat
kontrak yang jelas (waktu, tempat dan topik pembicaraan).
2) Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaannya.
3) Sediakan waktu untuk mendengarkan klien.
4) Katakan kepada klien bahwa dirinya adalah seseorang yang
berharga dan bertanggung jawab serta mampu menolong dirinya
sendiri.
b. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang
dimiliki.
Tindakan:
1) Klien dapat menilai kemampuan yang ada.
2) Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki.
3) Hindarkan memberi penilaian negatif setiap bertemu klien,
utamakan memberi pujian yang realistis.
4) Klien dapat menilai kemampuan dan aspek positif yang dimiliki.
c. Klien dapat menilai kemampuan yang dapat digunakan.
Tindakan:
1) Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki.
2) Diskusikan pula kemampuan yang dapat dilanjutkan setelah
pulang ke rumah.
d. Klien dapat menetapkan/merencanakan kegiatan sesuai dengan
kemampuan yang dimiliki.
Tindakan:
1) Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap
hari sesuai kemampuan.
2) Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien.
3) Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh klien lakukan.
e. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi dan kemampuan.
Tindakan:
1) Beri kesempatan mencoba kegiatan yang telah direncanakan.
2) Beri pujian atas keberhasilan klien.
3) Diskusikankemungkinanpelaksanaan di rumah.
f. Kliendapatmemanfaatkansistempendukung yang ada.
Tindakan:
1) Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat
klien.
2) Bantu keluarga memberi dukungan selama klien dirawat.
3) Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah.
4) Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga.
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall, 2008, Buku Saku Diagnosa Keperawatan, EGC,


Jakarta.
Depkes RI, 2007, KeperawatanJiwa, Jakarta.
Keliat, B. A, 2011, Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, Ed 1, EGC, Jakarta.
Towsend, Mary C, 2008, Diagnosa Keperawatan pada Keperawatan
Psikiatri, EGC, Jakarta.
Yosep, Iyus, 2007, Keperawatan Jiwa, Ed 1, PT Reflika Aditama, Bandung.
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN (SP)
KLIEN DENGAN MASALAH HARGA DIRI RENDAH
(SP 1 PASIEN)

Masalah :
Hari / tanggal :
Jam :

A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi Klien

2. Tujuan Khusus
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya.
b. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang
dimiliki.
c. Klien dapat menilai kemampuan yang dapatdigunakan.
d. Klien dapat menetapkan/memilih kegiatan yang akan dilatih sesuai
kemampuan.
e. Klien dapat melatih kegiatan yang sudah dipilih sesuai kemampuan.
3. Tindakan
a. Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun nonverbal.
b. Mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki.
c. Membantu klien menilai kemampuan yang dapat digunakan.
d. Membantu klien menetapkan/memilih kegiatan yang akan dilatih
sesuai kemampuan.
e. Melatih kemampuan yang dipilih klien.
B. STRATEGI KOMUNIKASI
1. ORIENTASI (PERKENALAN)
a. Salam Terapeutik
”Assalamualaikum. Selamat pagi?”
”Saya Siti, perawat di sini,siapa nama Bapak?
Senangdipanggilsiapa?”
b. Evaluasi/Validasi
”Bagaimana perasaan Bapak hari ini? Bapak terlihat segar?”
c. Kontrak Waktu
”Bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang kemampuan dan
kegiatan yang pernahBapak lakukan? Setelah itu kita nilai, kita
akan pilih satu kegiatan untuk kita latih. Dimana kita duduk?
Berapa lama? Bagaimana jika 20 menit?”

2. KERJA
”Apa saja kemampuan yang Bapak miliki? Bagus, apalagi? Saya buat
daftarnya ya. Apa pula kegiatan rumah tangga yang biasa Bapak
lakukan? Bagaimana dengan merapihkan kamar? Menyapu? Mencuci
piring? Wah, bagus sekali ada 5 kemampuan yang Bapak miliki.”
”Bapak, dari 5 kemampuan ini, mana yang masih dapat dikerjakan
dirumah sakit? Coba kita lihat, yang pertama bisakah, yang
kedua...sampai 5 (misalnya ada 3 yang masih bisa dilakukan). Bagus
sekali ada 3 kegiatan yang masih bisa dikerjakan dirumah sakit ini.”
”Sekarang, coba Bapak pilih satu kegiatan yang masih bisa dikerjakan
dirumah sakit ini.” ”Oh yang nomor satu, merapikan tempat tidur, kalau
begitu, bagaimana kalau sekarang kita latihan merapihkan tempat tidur
Bapak. Mari kita lihat tempat tidur Bapak. Coba lihat, sudah rapihkah
tempat tidurnya?”
”Nah kalau kita mau merapihkan tempat tidur, mari kita pindahkan dulu
bantal dan selimutnya. Bagus! sekarang kita angkat spreinya, dan
kasurnya kita balik. Nah, sekarang kita pasang lagi spreinya, kita mulai
dari arah atas, ya bagus! Sekarang sebelah kaki, tarik dan masukan, lalu
sebelah pinggir masukan. Sekarang ambil bantal, rapikan, dan letakkan
disebelah atas/kepala. Mari kita lipat selimut, nah letakkan sebelah
bawah/ kaki. Bagus!”
”Bapak sudah bisa merapikan tempat tidur dengan baik sekali. Coba
perhatikan bedakah dengan sebelum dirapihkan? Bagus.”
”Coba Bapak lakukan dan jangan lupa memberi tanda M (mandiri)
kalau T lakukan tanpa disuruh, tulis B (bantuan) jika diingatkan bisa
melakukan, dan T(tidak) melakukan.

3. TERMINASI
a. Evaluasi Subyektif
”Bagaimana perasaan Bapak setelah kita bercakap-cakap dan
latihan merapihkan tempat tidur?”
b. Evaluasi Obyektif
”Ya Bapak ternyata memiliki kemampuan yang dapat dilakukan
dirumah sakit ini. Salah satunya merapikan tempat tidur yang sudah
Bapak praktikkan dengan baik sekali. Nah kemampuan ini dapat
dilakukan juga dirumah setelah pulang.”
c. Rencana Tindak Lanjut
”Sekarang mari kita masukkan pada jadwal harian. Bapak mau
berapa kali sehari merapikan tempat tidur? Bagus. Dua kali yaitu
pagi-pagi jam berapa? Lalu sehabis istirahat, jam 16.00.”
d. Kontrak
- Topik
”Besok pagi kita latihan lagi kemampuan yang kedua. Bapak
masih ingat kegiatan apa lagi yang mampu dilakukan dirumah
sakit selain merapikan tempat tidur? Ya bagus, cuci piring.”
- Waktu
”Besok pagi jam8 saya akan datang ke sini. Bagaimana, Bapak
bersedia?”
- Tempat
”Besok saya akan ke dapur ruangan ini sehabis makan pagi.
Sampai jumpa ya.”

Anda mungkin juga menyukai