Anda di halaman 1dari 4

Peraturan Perundang-undangan yang terkait dengan Audit Forensik

A. Undang-undang RI No. 20 Tahun 2001


Menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2001, tindak pidana korupsi dapat diklasifikasikan
sebagai berikut:
1. Korupsi yang terkait dengan kerugian negara atau perekonomian negara. Berdasarkan
klasifikasi ini yang termasuk perbuatan korupsi adalah:
a. Perbuatan melawan hukum untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain suatu
korporasi dan merugikan keuangan Negara atau perekonomian negara (Pasal 2).
b. Menyalahgunakan wewenang, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena
jabatan atau kedudukan utuk menguntungkan diri sendiri, orang lain, atau suatu
korporasi dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara (pasal 3).
2. Korupsi yang terkait dengan suap menyuap (bribery)
a. Menyuap pegawai negeri adalah korupsi baik terealisir atau baru berupa janji (pasal 5
ayat (1) huruf (a dan b).
b. Pegawai negeri menerima suap atau janji deberikan materi adalah korupsi (pasal 5 ayat
(2), pasal 12 huruf a dan b).
c. Memberikan hadiah kepada pegawai negeri karena jabatannya adalah korupsi (pasal
13).
d. Pegawai negeri menerima hadiah yang berhubungan dengan jabatannya adalah korupsi
(pasal 11).
e. Menyuap hakim atau advokat adalah korupsi (pasal 6 ayat (1) huruf a dan b).
f. Hakim dan advokat menerima suap adalah korupsi (pasal 6 ayat (1) huruf a dan pasal 6
ayat (2)).
3. Korupsi yang terkait denga penggelapan dalam jabatan, termasuk pemalsuan buku dan
merusak bukti (cash asset missappropriation & concealment)
a. Pegawai negeri menggelapkan uang atau membiarkan penggelapan adalah korupsi
(pasal 8).
b. Pegawai negeri memalsukan buku untuk pemeriksaan administrasi adalah korupsi
(pasal 9).
c. Pegawai negeri merusak bukti adalah korupsi, pegawai negeri membiarkan orang lain
merusak bukti adalah korupsi, pegawai negeri membantu orang lain merusakkan bukti
adalah korupsi (pasal 10 ayat (1) huruf a-c).
4. Korupsi yang terkait dengan perbuatan pemerasan (Pasal 12 huruf e, g, f).
5. Korupsi yang terkait dengan perbuatan curang apda pengadaan (procurement fraud) atau
penyerobotan tanah negara (pasal 7 ayat (1) huruf a-d, pasal 7 ayat 2, pasal 12 huruf h).
6. Korupsi yang terkait benturan kepentingan dalam pengadaan (confilict of interest) (pasal 12
huruf i).
7. Korupsi yang terkait dengan gratifikasi (illegal gratuity) Gratifikasi adalah pemberian
dalam arti luas yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat (discount), komisi, pinjaman
tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan Cuma-
Cuma, dan fasilitas lainnya. Gratifikasi tersebut baik yang diterima di dalam negeri
maupun di luar negeri dan yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau
tanpa saran elektronik (pasal 12B ayat (1), dan Pasal 12C ayat (1)).

B. Undang-undang RI No. 25 Tahun 2003


Undang-undang ini mengatur mengenai tindak pidana pencucian uang. Pencucian Uang
adalah perbuatan menempatkan, mentransfer, membayarkan, membelanjakan, menghibahkan,
menyumbangkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, menukarkan, atau perbuatan lainnya
atas Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduga merupakan Hasil Tindak Pidana
dengan maksud untuk menyembunyikan, atau menyamarkan asal usul Harta Kekayaan
sehingga seolah-olah menjadi Harta Kekayaan yang sah (Pasal 1).
Harta kekayaan yang diperoleh dari barbagai tindakan kejahatan biasanya tidak
langsung digunakan agar tidak mudah dilacak oleh penegak hukum. Upaya untuk
menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul kekayaan yang diperoleh dari tindak pidana ini
dikenal sebagai pencucian uang. Ada tiga tahap dalam proses pencucian uang:
1. Placement
Merupakan upaya menempatkan uang tunai hasil kejahatan ke dalam sistem keuangan atau
upaya menempatkan kembali dana yang sudah berada dalam sistem keuangan ke dalam
sistem keuangan, terutama perbankan.

1
2. Layering
Merupakan upaya mentransfer harta kekayaan dari hasil kejahatan yang telah berhasil
masuk dalam sistem keuangan melalui tahap placement.
3. Integration
Merupakan upaya menggunakan kekayaan yang berasal dari tindak pidana yang telah
berhasil melalui placement dan layering, seolah-olah merupakan kekayaan halal. Uang
yang dicuci melalui placement dan layering dalam tahap ini digunakan untuk kegiatan yang
seolah-olah tidak berkaitan dengan kejahatan yang menjadi sumbernya.
Perbedaan UU No. 15 tahun 2002 dengan UU No. 25 tahun 2003:
1. Pengertian cakupan penyedia jasa keuangan
Cakupan pengertian penyediaan jasa keuangan diperluas tidak hanya bagi setiap orang
yang menyediakan jasa dibidang keuangan tetapi juga meliputi jasa lainnya yang terkait
dengan keuangan.
2. Macam-macam Transaksi
Pengertian transaksi keuangan mencurigakan diperluas dengan mencantumkan transaksi
keuangan yang dilakukan atau batal dilakukan dengan menggunakan harta kekayaan yang
diduga berasal dari tindak pidana.
3. Pembatasan jumlah hasil tindak pidana
Pembatasan jumlah hasil tindak pidana sebesar lima ratus juta rupiah atau lebih, atau nilai
yang setara diperoleh dari tindak pidana dihapus, karena tidak sesuai dengan prinsip yang
berlaku umum bahwa untuk menetukan suatu perbuatan dapat dipidana tidak tergantung
pada besa atau kecilnya hasil tindak pidana yang diperoleh.
4. Perluasan tindak pidana asal
Cakupan tindak pidana asal diperluas untuk mencegah berkembangnya tindak pidana yang
menghasilkan harta kekayaan dimana pelaku tindak pidana berupaya menyembunyikan
atau menyamarkan asal-usul hasil tindak pidana namun perbuatan itu tidak dipidana.

C. Undang-undang RI No. 15 Tahun 2006


Undang-undang nomor 15 tahun 2006 berisi ketentuan tentang Badan Pemeriksa Keuangan,
meliputi:

2
1. BPK merupakan satu lembaga negara yang bebas dan mandiri dalam memeriksa
pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara (pasal 2).
2. BPK berkedudukan di ibu kota negara dan memiliki perwakilan di setiap provinsi (pasal 3).
3. Keanggotaan-BPK mempunyai sembilan anggota dengan seorang ketua merangkap
anggota, seorang wakil ketua merangkap anggota, dan tujuh orang anggota (pasal 4).
4. Anggota BPK memegang jabatan selama lima tahun (pasal 5).
5. Tugas dan wewenang BPK (pasal 6 sampai 12).

D. Undang-undang RI No. 1 Tahun 2004


Menurut Undang-undang No. 1 tahun 2004, perbendaharaan negara adalah pengelolaan
dan pertanggungjawaban keungan negara, termasuk investasi dan kekayaan yang dipisahkan
yang diterapkan dalam APBN dan APBD. Ruang lingkup dan asas-asas umum perbendaharaan
negara meliputi:
1. Asas tahunan, membatasi masa berlakunya anggaran untuk satu tahun tertentu.
2. Asas universitas, mengharuskan agar setiap transaksi keuangan ditampilkan secara utuh
dalam dokumen anggaran.
3. Asas kesatuan, menghendaki agar semua pendapatan dan belanja negara/daerah disajikan
dalam satu dokumen anggaran.
4. Asas spesialitas, mewajibkan agar kridit anggaran yang disediakan terperinci secara jelas
peruntukannya.

E. Undang-undang RI No.8 Tahun 2010


Undang-undang ini mengatur tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana
Pencucian Uang Untuk memenuhi kepentingan nasional dan menyesuaikan standar
internasional, perlu disusun Undang-Undang tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak
Pidana Pencucian Uang sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang
Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 25
Tahun 2003 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak
Pidana Pencucian Uang.

Anda mungkin juga menyukai