Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN JIWA

DENGAN KASUS KEHILANGAN DAN BERDUKA

Ny. I DI DESA BLIMBINGAN KENDIT

KABUPATEN SITUBONDO

Di Susun Oleh:

RISTA RIA ARINI


14901.07.20036

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

STIKes HAFSHAWATY PESANTREAN HAFSHAWATY ZAINUL HASAN

PROBOLINGGO
2021

LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN JIWA

DENGAN KASUS KEHILANGAN DAN BERDUKA

Ny. I DI DESA BLIMBINGAN KENDIT

KABUPATEN SITUBONDO

Telah disahkan pada :

Hari :

Tanggal :

MAHASISWA

Rista Ria Arini

KOORDINATOR PRAKTIK PEMBIMBING AKADEMIK

Ka PRODI PROFESI NERS


LEMBAR KONSULTASI

NAMA : RISTA RIA ARINI

NIM : 14901.07.20036
Tangga Pembimbing Evaluasi Tanda
l Tangan
LAPORAN PENDAHULUAN

DENGAN KASUS “KEHILANGAN DAN BERDUKA”

A. Masalah Utama
Kehilangan dan berduka
B. Proses Terjadinya Masalah
1. Definisi
a. Kehilangan
Kehilangan adalah suatu keadaan individu yang berpisah dengan sesuatu
yang sebelumnya ada, kemudian menjadi tidak ada, baik terjadi sebagian atau
keseluruhan. Kehilangan merupakan pengalaman yang pernah dialami oleh
setiap individu dalam rentang kehidupannya. Sejak lahir individu sudah
mengalami kehilangan dan cenderung akan mengalaminya kembali walaupun
dalam bentuk yang berbeda (Prabowo, 2014 : 117).
Kehilangan (loss) adalah suatu situasi actual maupun potensial yang dapat
dialami individu ketika berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada, baik
sebagian atau keseluruhan, atau terjadi perubahan dalam hidup sehingga terjadi
perasaan kehilangan. Kehilangan merupakan pengalaman yang pernah dialami
oleh setiap individu selama rentang kehidupannya. Sejak lahir, individu sudah
mengalami kehilangan dan cenderung akan mengalaminya kembali walaupun
dalam bentuk yang berbeda. Setiap individu akan berekasi terhadap kehilangan.
Respons terakhir terhadap kehilangan sangat dipengaruhi oleh respons individu
terhadap kehilangan sebelumnya (Hidayat, 2016 : 243).
Kehilangan merupakan pengalaman yang pernah dialami oleh setiap
individu selama rentang kehidupannya. Sejak lahir, individu sudah mengalami
kehilangan dan cenderung akan mengalaminya kembali walaupun dalam bentuk
yang berbeda. Setiap individu akan bereaksi terhadap kehilangan. Respons
terakhir terhadap kehilangan sangat dipengaruhi oleh respon individu terhadap
kehilangan sebelumnya (Potter dan Perry, 1997: Mega maria,2018)
b. Berduka
Berduka (grieving) merupakan reaksi emosional terhadap kehilangan. Hal
ini diwujudkan dalam berbagai cara yang unik pada masing – masing orang dan
didasarkan pada pengalaman pribadi, ekspektasi budaya, dan keyakinan
spiritual yang dianutnya (Prabowo, 2016 : 244).
Berduka adalah respon emosi yang di ekspresikan terhadap kehilangan
yang di maniefestasikan adanya perasaan sedih cemas, sesak nafas, susah
tidur dan lain sebagainya, berduka merupaka respon normal pada semua
kejadian kehilangan. (Nugroho, 2014 : Mega maria,2018)
Dalam Hidayat (2012), grieving (berduka) adalah reaksi emosional dari
kehilangan dan terjadi bersamaan dengan kehilangan baik karena perpisahan,
perceraian maupun kematian. Sedangkan istilah bereavement adalah keadaan
berduka yang ditunjukan selama individu melewati rekasi atau masa berkabung
(mourning).

2. Etiologi
a. Faktor predisposisi
Faktor predisposisi yang mempengaruhi rentang respon kehilangan adalah :
1) Faktor Genetik
Individu yang dilahirkan dan dibesarkan didalam keluarga yang mempunyai
riwayat depresi akan sulit mengembangkan sikap optimis dalam menghadapi
suatu permasalahan termasuk dalam menghadapi perasaan kehilangan
(Hidayat, 2014 : 246 ).
2) Kesehatan Jasmani
Individu dengan keadaan fisik sehat, pola hidup yang teratur, cenderung
mempunyai kemampuan mengatasi stress yang lebih tinggi dibandingkan
dengan individu yang mengalami gangguan fisik (Prabowo, 2014 : 116).
3) Kesehatan mental
Individu yang mengalami gangguan jiwa terutama yang mempunyai riwayat
depresi yang ditandai dengan perasaan tidak berdaya pesimis, selalu
dibayangi oleh masa depan yang suram, biasanya sangat peka dalam
menghadapi situasi kehilangan (Hidayat, 2014 : 246).
4) Pengalaman kehilangan dimasa lalu
Kehilangan atau perpisahan dengan orang yang berarti pada masa kanak –
kanak akan mempengaruhi individu dalam mengatasi perasaan kehilangan
pada masa dewasa (Hidayat, 2014 : 246).
5) Struktur kepribadian
Individu dengan konsep yang negative, perasaan rendah diri akan
menyebabkan rasa percaya diri yang rendah yang tidak objektif terhadap
stress yang dihadapi (Prabowo, 2014 : 116).
b. Faktor presipitasi
Ada beberapa stressor yang dapat menimbulkan perasaan kehilangan.
Kehilangan kasih sayang secara nyata ataupun imajinasi individu seperti:
kehilangan sifat bio-psiko-sosial antara lain meliputi :
1) Kehilangan kesehatan
2) Kehilangan fungsi seksualitas
3) Kehilangan peran dalam keluarga
4) Kehilangan posisi dimasyarakat
5) Kehilangan harta benda atau orang yang dicintai
6) Kehilangan kewarganegaraan (Prabowo, 2014 : 117).

3. Klasifikasi
a. Kehilangan
1) Kehilangan objek eksternal (misalnya kecurian atau kehancuran akibat
bencana alam).
2) Kehilangan lingkungan yang dikenal (misalnya berpindah rumah, dirawat
dirumah sakit, atau berpindah pekerjaan).
3) Kehilangan sesuatu atau seseorang yang berarti (misalnya pekerjaan,
kepergian anggota keluarga dan teman dekat, perawat yang dipercaya, atau
binatang peliharaan).
4) Kehilangan suatu aspek diri (misalnya anggota tubuh dan fungsi psikologis
atau fisik).
5) Kehilangan hidup (misalnya kematian anggota keluarga, teman dekat, atau
diri sendiri) (Hidayat. 2016 : 243).
b. Berduka
Menurut hidayat ( 2014 : 244) berduka dibagi menjadi beberapa antara lain:
1) Berduka normal, terdiri atas perasaan, perilaku, dan reaksi yang normal
terhadap kehilangan. Misalnya kesedihan, kemarahan, menangis, kesepian,
dan menarik diri dari aktivitas untuk sementara.
2) Berduka antisipatif, yaitu proses melepaskan diri yang muncul sebelum
kehilangan dan kematian yang sesungguhnya terjadi. Misalnya, ketika
menerima diagnosis terminal, seseorang akan memulai proses perpisahan
dan menyelesaikan berbagai urusan di dunia sebelum ajalnya tiba.
3) Berduka yang rumit, dialami oleh seseorang yang sulit untuk maju ke tahap
berikutnya, yaitu tahap kedukaan normal. Masa berkabung seolah – olah
tidak kunjung berakhir dan dapat mengancam hubungan orang yang
bersangkutan dengan orang lain.
4) Berduka tertutup, kedukaan akibat kehilangan yang tidak dapat diakui secara
terbuka. Contohnya kehilangan pasangan karena AIDS, anak mengalami
kematian orang tua tiri, atau ibu yang kehilangan anaknya dikandungan atau
ketika bersalin.
4. Rentang respon
Rentang Respon Kehilangan (Hidayat, 2016)
(Gambar rentang respon individu terhadap kehilangan menurut Kubler-Ross)
Respon Adaptif Respon Maladaptif

Penyangkalan Marah Tawar-menawar Depresi Penerimaan


(Denial) (anger) (Bergaining)
a. Fase Pengingkaran
Reaksi pertama individu yang mengalami kehilangan adalah syok, tidak percaya
atau mengingkari kenyataan bahwa kehidupan itu memang benar terjadi,
dengan mengatakan “Tidak, saya tidak percaya itu terjadi” atau “itu tidak
mungkin terjadi”. Bagi individu atau keluarga yang didiagnosa dengan penyakit
terminal, akan terus mencari informasi tambahan.
Reaksi fisik yang terjadi pada fase ini adalah : letih, lemah, pucat, diare,
gangguan pernafasan, detak jantung cepat, menangis, gelisah, dan tidak tahu
harus berbuat apa. Reaksi ini dapat berakhir dalam beberapa menit atau
beberapa tahun. (Hidayat, 2016 : 245).
b. Fase Marah
Fase ini dimulai dengan timbulnya suatu kesadaran akan kenyataan terjadinya
kehilangan. Individu menunjukkan rasa marah yang meningkat yang sering
diproyeksikan kepada orang lain atau pada dirinya sendiri. Tidak jarang ia
menunjukkan perilaku agresif, berbicara kasar, menolak pengobatan, menuduh
dokter-perawat yang tidak becus. Respon fisik yang sering terjadi antara lain
muka merah, nadi cepat, gelisah, susah tidur, tangan mengepal. (Hidayat, 2016 :
245).
c. Fase Tawar-menawar
Individu telah mampu mengungkapkan rasa marahnya secara intensif, maka ia
akan maju ke fase tawar-menawar dengan memohon kemurahan pada Tuhan.
Respon ini sering dinyatakan dengan kata-kata “ kalau saja kejadian ini bisa
ditunda, maka saya akan sering berdoa”. Apabila proses ini oleh keluarga maka
pernyataan yang sering keluar adalah “ kalau saja yang sakit, bukan anak saya”.
(Hidayat, 2016 : 245).
d. Fase Depresi
Individu pada fase ini sering menunjukkan sikap menarik diri, kadang sebagai
klien sangat penurut, tidak mau bicara, menyatakan keputusasaan, perasaan
tidak berharga, ada keinginan bunuh diri, dan sebagainya. Gejala fisik yang
ditunjukkan antara lain : menolak makan, susah tidur, letih, dorongan libido
manurun. (Hidayat, 2016 : 245).
e. Fase Penerimaan
Fase ini berkaitan dengan reorganisasi perasaan kehilangan. Pikiran yang selalu
berpusat kepada obyek atau orang yang hilang akan mulai berkurang atau
hilang. Individu telah menerima kehilangan yang dialaminya. Gambaran tentang
obyek atau orang yang hilang mulai dilepaskan dan secara bertahap
perhatiannya akan beralih kepada obyek yang baru. Fase ini biasanya
dinyatakan dengan “saya betul-betul kehilangan baju saya tapi baju yang ini
tampak manis” atau “apa yang dapat saya lakukan agar cepat sembuh”.
Apabila individu dapat memulai fase ini dan menerima dengan perasaan damai,
maka dia akan mengakhiri proses berduka serta mengatasi perasaan
kehilangannya dengan tuntas. Tetapi bila tidak dapat menerima fase ini maka ia
akan mempengaruhi kemampuannya dalam mengatasi perasaan kehilangan
selanjutnya. (Hidayat, 2016 : 245).

5. Proses terjadinya masalah


Kehilangan seseorang yang dicintai dan sangat bermakna atau orang yang
berarti, kehilangan yang ada pada diri sendiri, kehilangan objek eksternal misalnya
kehilangan milik sendiri atau bersama – sama, perhiasan, uang atau pekerjaan,
kehilangan diartikan dengan terpisahnya dari lingkungan yang sangat dikenal
termasuk dari kehidupan latar belakang dalam waktu satu periode atau bergantian
secara permanen, seseorang dapat mengalami mati baik secara perasaan, pikiran
dan respon pada kegiatan dan orang disekitarnya, sampai pada kematian yang
sesungguhnya. Sebagian orang berespon berbeda tentang kematian.
Strees yang dapat menimbulkan perasaan kehilangan dapat berupa stress
nyata, ataupun imajinasi individu seperti: kehilangan sifat bio-psiko-sosial antara lain
meliputi: kehilangan kesehatan, kehilangan fungsi seksualitas, kehilangan peran
dalam keluarga, kehilangan posisi dimasyarakat, kehilangan milik pribadi seperti:
kehilangan harta benda atau orang yang dicintai, kehilangan kewarganegaraan, dan
sebagainya (Prabowo, 2014 : 116).

6. Tanda dan gejala


a. Kehilangan
Menurut Prabowo (2014 : 117) tanda dan gejala kehilangan diantaranya:
1) Perasaan sedih, menangis
2) Perasaan putus asa, kesepian
3) Mengingkari kehilangan
4) Kesulitan mengekspresikan perasaan
5) Konsentrasi menurun
6) Kemarahan yang berlebihan
7) Tidak berminat dalam berinteraksi dengan orang lain
8) Merenungkan perasaan bersalah secara berlebihan
9) Reaksi emosional yang lambat
10) Adanya perubahan dalam kebiasaan makan, pola tidur, tingkat aktivitas
(Eko prabowo, 2017 : 117).

b. Berduka
Menurut Dalami (2009) tanda dan gejala berduka diantaranya :
1) Efek fisik
Kelelahan, kehilangan selera, masalah tidur, lemah,berat badan menurun,
sakit kepala, berat badan menurun, sakit kepala, pandangan kabur, susah
bernapas, palpitasi dan kenaikan berat , susah bernapas.
2) Efek emosi
Mengingkari, bersalah , marah, kebencian, depresi,kesedihan, perasaan
gagal, perasaan gagal, sulit untuk berkonsentrasi, gagal dalam menerima
kenyataan, iritabilita, perhatian terhadap orang yang meninggal.
3) Efek social.
a) Menarik diri dari lingkungan.
b) Isolasi (emosi dan fisik) dari istri, keluarga dan teman.

7. Respon Terhadap Kehilangan dan berduka


Respon yang diakibatkan karena kehilangan dan berduka antara lain :
a. Respon Spiritual
1) Kecewa dan marah terhadap Tuhan
2) Penderitaan karena ditinggalkan atau merasa ditinggalkan
3) Tidak memilki harapan; kehilangan makna
b. Respon Fisiologis
1) Sakit kepala, insomnia
2) Gangguan nafsu makan
3) Berat badan turun
4) Tidak bertenaga
5) Palpitasi, gangguan pencernaan
6) Perubahan sistem imun dan endokrin
c. Respon Emosional
1) Merasa sedih, cemas
2) Kebencian
3) Merasa bersalah
4) Perasaan mati rasa
5) Emosi yang berubah-ubah
6) Penderitaan dan kesepian yang berat
7) Keinginan yang kuat untuk mengembalikan ikatan dengan individu atau benda
yang hilang
8) Depresi, apati, putus asa selama fase disorganisasi dan keputusasaan
9) Saat fase reorganisasi, muncul rasa mandiri dan percaya diri
d. Respon Kognitif
1) Gangguan asumsi dan keyakinan
2) Mempertanyakan dan berupaya menemukan makna kehilangan
3) Berupaya mempertahankan keberadaan orang yang meninggal
4) Percaya pada kehidupan akhirat dan seolah-olah orang yang meninggal adalah
pembimbing.
e. Perilaku
Individu dalam proses berduka sering menunjukkan perilaku seperti :
1) Menangis tidak terkontrol
2) Sangat gelisah, perilaku mencari
3) Iritabilitas dan sikap bermusuhan
4) Mencari dan menghindari tempat dan aktivitas yang dilakukan bersama orang
yang telah meninggal.
5) Menyimpan benda berharga orang yang telah meninggal padahal ingin
membuangnya
6) Kemungkinan menyalahgunakan obat atau alkohol
7) Kemungkinan melakukan gestur, upaya bunuh diri atau pembunuhan
8) Mencari aktivitas dan refleksi personal selama fase reorganisasi (Hidayat,
2016).

8. Akibat
Inti dari kemampuan seseorang agar dapat bertahan terhadap kehilangan
adalah pemberian makna (personal meaning) yang baik terhadap kehilangan
(Husnudzon) dan kompensasi yang positif (konstruktur). Apa bila kondisi tersebut
tidak tercapai, maka akan berdampak pada terjadinya depresi. Pada saat individu
depresi sering menunjukkan sikap menarik diri, kadang sebagai pasien sangat
penurut, tidak mau bicara, menyatakan keputusasaan, perasaan tidak berharga, ada
keinginan bunuh diri, dsb. Gejala fisik yang ditunjukkan antara lain : menolak makan,
susah tidur, letih, dorongan libido manurun( Prabowo, 2014 : 117).

9. Mekanisme koping
Koping yang sering dipakai individu dengan kehilangan respon antara lain :
Denail, Represi, Intelektualisasi, Regresi, Disosiasi, Supresi dan proyeksi yang
digunakan untuk menghindari intensitas stress yang dirasakan sangat menyakitkan.
Regresi dan disosiasi sering ditemukan pada pasien depresi yang dalam. Dalam
keadaan patologis mekanisme koping tersebut sering dipakai secara berlebihan dan
tidak tepat (Prabowo, 2014 : 117 – 118).
a. Denail
Dalam psikologi, terma “denail” artinya penyangkalan dikenakan pada seseorang
yang dengan kuat menyangkal dan menolak serta tak mau melihat fakta-fakta
yang menyakitkan atau tak sejalan dengan keyakinan, pengharapan, dan
pandangan-pandangannya. Denialisme membuat seorang hidup dalam dunia
ilusifnya sendiri, terpangkas dari kehidupan dan nyaris tidak mampu keluar dari
cengkeramannya. Ketika seseorang hidup dalam denial “backfire effect” atau
“efek bumerang” sangat mungkin terjadi pada dirinya. Orang yang hidup dalam
denial tentu saja sangat ridak berbahagia. Dirinya sendiri tidak berbahagia, dan
juga membuat banyak orang lain tidak berbahagia (Prabowo, 2014 : 118).
b. Represi
Represi merupakan bentuk paling dasar diantara mekanisme lainnya. Suatu cara
pertahanan untuk menyingkirkan dari kesadaran pikiran dan perasaan yang
mengancam. Represi adalah mekanisme yang dipakai untuk menyembuhkan hal-
hal yang kurang baik pada diri kita kea lam bawah sadar kita. Dengan
mekanisme ini kita akan terhindar dari situasi tanpa kehilangan wibawa kita
(Prabowo, 2014 : 118).
c. Intelektualisasi
Intelektualisasi adalah pengguna logika dan alasan yang berlebihan untuk
menghindari pengalaman yang menganggu perasaannya. Dengan
intelektualisasi, manusia dapat mengurangi hal-hal yang pengaruhnya tidak
menyenangkan, dan memberikan kesempatan untuk meninjau permasalahan
secara objektif (Prabowo, 2014 : 118).
d. Regresi
Yaitu menghadapi stress dengan perilaku, perasaan dan cara berfikir mundur
kembali ke ciri tahap perkembangan sebelumnya (Prabowo, 2014 : 118).
e. Disosiasi
Beban emosi dalam suatu keadaan yang menyakitkan diputus atau diubah.
Mekanisme dimana suatu kumpulan proses-proses mental dipisahkan atau
diasingkan dari kesadaran dengan bekerja secara merdeka atau otomatis, afek
dan emosi terpisah, dan terlepas dari ide, situasi, objek, misalnya pada selektif
amnesia (Prabowo, 2014 : 118).
f. Supresi
Suatu proses yang digolongkan sebagai mekanisme pertahanan tetapi
sebenarnya merupakan analog dari represi yang disadari. Perbedaan supresi
dengan represi yaitu pada supresi seseorang secara sadar menolak pikirannya
keluar alam sadarnya dan memikirkan yang lain. Dengan demikian supresi tidak
begitu berbahaya terhadap kesehatan jiwa, Karena terjadinya dengan sengaja,
sehingga ia mengetahui apa yang dibuatnya (Prabowo, 2014 : 118).
g. Proyeksi
Proyeksi merupakan usaha untuk menyalahkan orang lain mengenai
kegagalannya, kesulitannya atau keinginan yang tidak baik. Dolah dan Holladay
(1967) berpendapat bahwa proyeksi adalah contoh dari cara untuk memungkiri
tanggung jawab kita terhadap impuls-impuls dan pikiran-pikiran dengan
melimpahkan kepada orang lain dan tidak pada kepribadian diri sendiri (Prabowo,
2014 : 118).

10. Penatalaksanaan
Menurut Dalami, dkk (2018) isolasi social termasuk dalam kelompok
penyakit skizofrenia tak tergolongkan maka jenis penatalaksanaan media yang bisa
dilakukan adalah :
a. Electro Convulsive Therapy (ECT)
Electro Convulsive Therapy (ECT) adalah suatu jenis pengobatan dimana arus
listrik digunakan pada otak dengan menggunakan 2 elektrode yang ditempatkan
dibagian temporal kepala (pelipis kiri dan kanan). Arus tersebut menimbulkan
kejang grand mall yang berlangsung 25 – 30 detik dengan tujuan terapeutik.
Respon bangkitan listriknya di otak menyebabkan terjadinya perubahan faal dan
biokimia dalam otak.
Tujuan ECT adalah untuk mengembalikan fungsi mental klien dan untuk
meningkatkan ADL klien secara periodic (Prabowo, 2014 : 118).
b. Psikoterapi
Membutuhkan waktu yang relative cukup lama dan merupakan bagian penting
dalam proses terapeutik, upaya dalam psikoterapi ini meliputi : memberikan rasa
aman dan tenang, menciptakan lingkungan yang terapeutik, bersifat empati,
menerima pasien apa adanya, memotivasi pasien untuk dapat mengungkapkan
perasaanya secara verbal, bersikap ramah, sopan dan jujur kepada pasien.
c. Terapi okupasi
Adalah suatu ilmu dan seni untuk mengarahkan pasrtisipasi seseorang dalam
melaksanakan aktivitas atau tugas yang sengaja dipilih dengan maksud untuk
memperbaiki, memperkuat dan meningkatkan harga diri seseorang. Tujuan
terapi okupasi itu sendiri adalah untuk mengembalikan fungsi penderita
semaksimal mungkin, dan kondisi abnormal ke normal yang dikerahkan pada
kecacatan fisik maupun mental, dengan memberikan aktivitas yang terencana
dengan memperhatikan kondisi penderita sehingga penderita diharapkan dapat
mandiri di dalam keluarga maupun masyarakat (Prabowo, 2014 : 118).
ASUHAN KEPERAWATAN JIWA
DENGAN “KEHILANGAN BERDUKA”

A. Pengkajian
Pengkajian keperawatan adalah kumpulan data yang berisikan status
kesehatan klien, kemampuan klien untuk mengelola kesehatan dan keperawatannya
terhadap dirinya sendiri dan hasil konsultasi dari medis atau profesi kesehatan
lainnya. Hal-hal yang perlu dikaji adalah :
1. Pengkajian tanda klinis berupa
adanya distres somatis seperti gangguan lambung, rasa sesak, sering
mengeluh.
2. Pengkajian agar mengetahui apa
yang mereka pikirkan dan rasakan adalah :
a. Persepsi yang adekuat tentang kehilangan
b. Dukungan yang adekuat ketika berduka akibat kehilangan
Secara lebih terstruktur pengkajian kesehatan jiwa meliputi hal berikut (Yusuf, 2015):

1. Identitas pasien
Melakukan perkenalan dan kontrak dengan pasien tentang: nama
mahasiswa, nama panggilan, nama pasien. nama pangg lan pasien, tuluan
waktu, tempat pertemuan. topik yangakan dibicarakan Tanyakan dan catat usia
pasien dan No RM tanggal pengkajian dan sumber data yang didapat.
a. Perawat yang merawat klien melakukan perkenalan dan kontrak dengan klien
tentang nama, perawat, nama klien,panggilan perawat, tujuan, waktu, tempat
peremuan, topic yang akan dibicarakan.
b. Usia
c. NO.RM
d. Alamat
e. Pekerjaan
f. Mahasiswa menuliskan sumber data/informasi
2. Keluhan utama atau alasan masuk
Apa yang menyebabkan pasien atau keluarga datang, atau dirawat di rumah
sakit, apakah sudah tahu penyakit sebelumnya apa yang sudah dilakukan
keluarga untuk mengatasi masalah ini.
Tanyakan pada klien atau keluarga
a. Apa yang menyebabkan klien/keluarga datang kerumah sakit saat ini?
b. Bagaimana gambaran gejala tersebut?
3. Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi yang mempengaruhi rentang respon kehilangan adalah :
a. Faktor Genetic : Individu yang dilahirkan dan dibesarkan di dalam keluarga
yang mempunyai riwayat depresi akan sulit mengembangkan sikap optimis
dalam menghadapi suatu permasalahan termasuk dalam menghadapi
perasaan kehilangan.
b. Kesehatan Jasmani : Individu dengan keadaan fisik sehat, pola hidup yang
teratur, cenderung mempunyai kemampuan mengatasi stress yang lebih
tinggi dibandingkan dengan individu yang mengalami gangguan fisik
c. Kesehatan Mental : Individu yang mengalami gangguan jiwa terutama yang
mempunyai riwayat depresi yang ditandai dengan perasaan tidak berdaya
pesimis, selalu dibayangi oleh masa depan yang suram, biasanya sangat
peka dalam menghadapi situasi kehilangan.
d. Pengalaman Kehilangan di Masa Lalu : Kehilangan atau perpisahan dengan
orang yang berarti pada masa kana-kanak akan mempengaruhi individu
dalam mengatasi perasaan kehilangan pada masa dewasa
e. Struktur Kepribadian : Individu dengan konsep yang negatif, perasaan rendah
diri akan menyebabkan rasa percaya diri yang rendah yang tidak objektif
terhadap stress yang dihadapi.
4. Faktor Presipitasi
Ada beberapa stressor yang dapat menimbulkan perasaan kehilangan.
Kehilangan kasih sayang secara nyata ataupun imajinasi individu seperti
kehilangan sifat bio-psiko-sosial antara lain meliputi :
a. Kehilangan kesehatan
b. Kehilangan fungsi seksualitas
c. kehilangan harga diri
d. Kehilangan peran dalam keluarga, pekerjaan
e. Kehilangan posisi di masyarakat
f. Kehilangan harta benda atau orang yang dicintai
g. Kehilangan kewarganegaraan
5. Respon yang diakibatkan karena
kehilangan dan berduka antara lain :
a. Respon Spiritual
1) Kecewa dan marah terhadap Tuhan
2) Penderitaan karena ditinggalkan atau merasa ditinggalkan
3) Tidak memilki harapan; kehilangan makna
b. Respon Fisiologis
1) Sakit kepala, insomnia
2) Gangguan nafsu makan
3) Berat badan turun
4) Tidak bertenaga
5) Palpitasi, gangguan pencernaan
6) Perubahan sistem imun dan endokrin
c. Respon Emosional
1) Merasa sedih, cemas
2) Kebencian
3) Merasa bersalah
4) Perasaan mati rasa
5) Emosi yang berubah-ubah
6) Penderitaan dan kesepian yang berat
7) Keinginan yang kuat untuk mengembalikan ikatan dengan individu atau
benda yang hilang
8) Depresi, apati, putus asa selama fase disorganisasi dan keputusasaan
9) Saat fase reorganisasi, muncul rasa mandiri dan percaya diri
d. Respon Kognitif
1) Gangguan asumsi dan keyakinan
2) Mempertanyakan dan berupaya menemukan makna kehilangan
3) Berupaya mempertahankan keberadaan orang yang meninggal
4) Percaya pada kehidupan akhirat dan seolah-olah orang yang meninggal
adalah pembimbing.
e. Perilaku
Individu dalam proses berduka sering menunjukkan perilaku seperti :
1) Menangis tidak terkontrol
2) Sangat gelisah, perilaku mencari
3) Iritabilitas dan sikap bermusuhan
4) Mencari dan menghindari tempat dan aktivitas yang dilakukan bersama
orang yang telah meninggal.
5) Menyimpan benda berharga orang yang telah meninggal padahal ingin
membuangnya
6) Kemungkinan menyalahgunakan obat atau alkohol
7) Kemungkinan melakukan gestur, upaya bunuh diri atau pembunuhan
8) Mencari aktivitas dan refleksi personal selama fase reorganisasi
6. Mekanisme Koping
Koping yang sering dipakai individu dengan kehilangan respon antara
lain: Denial,Represi,Intelektualisasi,Regresi,Disosiasi,Supresi dan Proyeksi yang
digunakan untuk menghindari intensitas stress yang dirasakan sangat
menyakitkan. Regresi dan disosiasi sering ditemukan pada pasien depresi yang
dalam. Dalam keadaan patologis mekanisme koping tersebut sering dipakai
secara berlebihan dan tidak tepat.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Berduka
2. Ansietas
3. Koping Tidak Efektif
4. Harga Diri Rendah
5. Isolasi Sosial

Pohon Masalah

Resiko Tinggi Mencederai Diri Dan Lingkungan Efek

Perubahan Persepsi Sensori : Halusinasi

Isolasi sosial : Menarik diri

Gangguan Konsep diri : Harga Diri rendah

Ansietas

Koping Individu Tidak Efektif

Core
Kehilangan Dan Berduka Problem

Kematian, Kehilangan Suatu Objek Penyebab

Daftar Masalah Prioritas


1. Berduka
2. Ansietas
C. Tindakan Keperawatan
3. Tindakan Keperawatan Pasien
a. Tujuan
1) Klien Dapat Memperluan Kesadaran Diri
2) Klien Dapat Mengekplorasi Perasaan Diri Terkait Kehilangan Dan
Berduka Yang Dialaminya
3) Klien Mampu Menetapkan Rencana Yang Realistik
4) Klien Mampu Untuk Melakukan Pendekatan Budaya, Agama, Dan Sosial
Untuk Menyelesaikan Fase Berduka
b. Tindakan Keperawatan
SP 1
1) Perluas kesadaran diri melalui identifikasi pengalaman berduka
(mengidentifikasi kehilangan yang dialami, mengidentifikasi hubungan
dengan objek yang hilang, mengkaji reaksi awal terhadap kehilangan dan
mengkaji strategi koping yang digunakan oleh klien saat kehilangan
terjadi)
2) Eksplorasi perasaan diri terkait kehilangan dan berduka yang dialami
3) Dorong penetapan rencana yang realistik
4) Dorong klien untuk melakukan pendekatan budaya untuk menyelesaikan
fase berduka
5) Buat jadwal kegiatan bersama klien

SP 2
1) Evaluasi kemampuan pertemuan pertama
2) Dorong klien untuk melakukan pendekatan agama untuk menyelesaikan
fase berduka
3) Buat jadwal kegiatan bersama klien

SP 3
1) Evaluasi kemampuan pertemuan pertama dan kedua
2) Dorong klien untuk melakukan pendekatan sosial untuk menyelesaikan
fase berduka
3) Buat jadwal kegiatan bersama klien
4. Tindakan Keperawatan Untuk Keluarga
a. Tujuan
1) keluarga mampu mengenal masalah berduka
2) keluarga mampu merawat pasien berduka
3) keluarga mampu melatih dalam melakukan pendekatan budaya, agama,
dan sosial
b. Tindakan Keperawatan
SP 1
1) Perluas kesadaran diri melalui identifikasi pengalaman berduka
(mengidentifikasi kehilangan yang dialami, mengidentifikasi hubungan
dengan objek yang hiang, mengkaji reaksi awal terhadap kehilangan dan
mengkaji strategi koping yang digunakan oleh klien saat kehilangan
terjadi)
2) Eksplorasi perasaan diri terkait kehilangan dan berduka yang dialami
3) Dorong penetapan rencana realistik
4) Dorong klien untuk melakukan pendekatan budaya untuk menyelesaikan
fase berduka
5) Buat jadwal kegiatan bersama klien

SP 2
1) Evaluasi kemampuan pertemuan pertama
2) Dorong klien untuk melakukan pendekatan agama untuk menyelesaikan
fase berduka
3) Buat jadwal kegiatan bersama klien

SP 3
1) Evaluasi kemampuan pertemuan pertama dan kedua
2) Dorong klien untuk melakukan pendekatan sosial untuk menyelesaikan
fase berduka
3) Buat jadwal kegiatan bersama klien
D. IMPLEMENTASI
Setelah membuat rencana tindakan, maka dilakukan implementasi
keperawatan. Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang
dilakukan oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang
dihadapi kestatus kesehatan yang lebih baik yang menggambarkan kriteria hasil
yang diharapkan. Implementasi keperawatan dilaksanakan berdasarkan rencana
tindakan yang telah dibuat.

E. Evaluasi
Setelah melakukan implementasi keperawatan kepada klien, dilakukan evaluasi
pada pasien. Evaluasi keperawatan adalah merupakan kegiatan dalam menilai
tindakan keperawatan yang telah ditentukan, untuk mengetahui pemenuhan
kebutuhan klien secara optimal dan mengukur hasil dari proses keperawatan.
Evaluasi keperawatan ada dua jenis yaitu evaluasi formatif dan evaluasi sumatif.
Evaluasi formatif dilakukan setelah melakukan tindakan saat itu juga, dan evaluasi
sumatif dilakukan setelah semua tindakan dalam satu diagnosa tersebut telah
selesai dilakukan.
DAFTAR PUSTAKA

Hidayat, A, Aziz Alimul. 2016. Kebutuhan Dasar Manusia Aplikasi Konsep dan Proses
Keperawatan jilid 1. Jakarta : Salemba Medika.
Dkk, B. A. (2014). Manajement Keperawatan psikososial&kader kesehatan jiwa . jakarta :
EGC.
Prabowo, E. (2014). Asuhan Keperawatan Jiwa . Yogyakarta : Nuha Medika
Creek. (2015). Occupational Terapy . London : COT
Dalami, E. (2014). Asuhan Keperawatan Jika Dengan Masalah Psikososial. Jakarta:
Trans Info Media.
Hidayat, A. A. (2016). Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai