DI SUSUN OLEH :
A. Latar Belakang
Penyakit Diabetes Mellitus (DM) yang kita kenal sebagai penyakit kencing
manis adalah kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang disebabkan oleh
karena adanya peningkatan kadar gula (glukosa) darah akibat kekurangan insulin
baik absolute maupun relative. DM merupakan salah satu penyakit degenerative
dengan sifat kronis yang jumlahnya terus meningkat dari tahun ke tahun. Pada
tahun 1983, prevalensi DM di Jakarta baru sebesar, 7%; pada tahun 1993
prevalensinya meningkat menjadi 5,7% dan pada tahun 2001 melonjak menjadi
12,8%. Klasifikasi atau jenis diabetes ada bermacam-macam, tetapi di Indonesia
yang paling banyak ditemukan adalah DM tipe 2. Jenis diabetes yang lain ialah
DM tipe 1; diabetes kehamilan/gestasional (DMG) dan diabetes tipe lain. Ada
juga kelompok individu lain dengan toleransi glukosa abnormal tetapi kadar
glukosanya belum memenuhi syarat masuk ke dalam kelompok diabetes mellitus,
disebut toleransi glukosa terganggu (TGT). Sebenarnya penyakit diabetes tidaklah
menakutkan bila diketahui lebih awal. Kesulitan diagnosis timbul karena kadang-
kadang dia datang tenang dan bila dibiarkan akan menghanyutkan pasien ke
dalam komplikasi fatal. Oleh karena itu, mengenal tanda-tanda awal penyakit
diabetes ini menjadi sangat penting.
B. Tujuan
Makalah ini bertujuan untuk mengetahui penyakit Diabetes Mellitus dan
terapi komplementernya serta untuk memberikan pemahaman dan kesadaran
tentang pentingnya mengenal tanda-tanda awal penyakit diabetes mellitus.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Diabetes Mellitus
1. Defenisi
Diabetes mellitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang
yang disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar glukosa darah akibat
kekurangan insulin baik absolute maupun relative (Suyono, 1995).
Diabetes mellitus adalah sindrom yang disebabkan oleh ketidakseimbangan
antara kebutuhan dan suplai insulin. Sindrom ini ditandai oleh adanya
hiperglikemia dan berkaitan dengan abnormalitas metabolisme karbohidrat, lemak
dan protein. Istilah diabetes mellitus sebenarnya mencakup 4 kategori yaitu tipe I
(insulin dependen diabetes mellitus atau IDDM), diabetes mellitus sekunder dan
diabetes mellitus yang berhubungan dengan nutrisi. Selain itu, terdapat dua
kategori lain tentang abnormalitas metabolisme glukosa yaitu kerusakan toleransi
glukosa dan diabetes mellitus gestasional (Sukaton, 1985 dikutip Waspadji, 1988).
Diabetes mellitus tipe II lebih banyak dijumpai di Indonesia. Faktor resiko
diabetes mellitus tipe II antara lain usia, obesitas, riwayat keluarga dengan
diabetes mellitus tipe II, etnis, penyebaran lemak adroid (tubuh bagian atas atau
tipe apel). Kebiasaan diet dan kurang berolahraga. Pada diabetes mellitus tipe II
keterbatasan respon sel beta pankreas yang memproduksi insulin terhadap
hiperglikemia tampak menjadi faktor utama berkembangnya penyakit ini. Klien
dengan diabetes mellitus tipe II mengalami penurunan sensivitas terhadap kadar
glukosa, yang berakibat pada pembukaan kadar glukosa tinggi. Keadaan ini
disertai dengan ketidakmampuan otot dan jaringan lemak untuk meningkatkan
ambilan glukosa, sehingga mekanisme ini menyebabkan meningkatnya resistensi
insulin perifer (Tjokroprawiro, 1982). Komplikasi akut mayor diabetes mellitus
adalah diabetik ketoasidosis (DKA), sindrom nekrotik hiperosmolar hiperglikemia
(SKNH), dan hipoglikemia.
Pada diabetes mellitus tipe II komplikasi yang sering terjadi adalah penyakit
mikrovaskuler dan neuropati. Gangguan kesehatan komplikasi diabetes mellitus
antara lain gangguan mata (retinopati), gangguan ginjal (nefropati), gangguan
pembuluh darah (vaskulopati), dan kelainan pada kaki. Komplikasi yang sering
terjadi adalah perubahan patologis pada anggota gerak yang bisa menyebabkan
luka ulkus, atau luka gangren yang bila tidak ditangani dengan tepat akan
menimbulkan kecacatan bahkan berujung pada amputasi (Iqbal,2008).
2. Patofisiologi
Tubuh memerlukan bahan untuk membentuk sel baru dan mengganti sel yang
rusak. Disamping itu tubuh juga memerlukan energi supaya sel tubuh dapat
berfungsi dengan baik. Sumber energi bagi tubuh berasal dari bahan makanan
yang kita makan sehari-hari, terdiri dari karbohidrat, protein, dan lemak.
Pengolahan bahan makanan dimulai dari mulut kemudian kelambung dan
selanjutnya usus. Di dalam saluran pencernaan makanan diolah menjadi bahan
dasar dari makanan itu. Karbohidrat menjadi glukosa, protein menjadi asam
amino, dan lemak menjadi asam lemak. Ketiga zat makanan itu, akan diserap oleh
usus kemudian masuk ke dalam pembuluh darah dan diedarkan keseluruh tubuh
untuk dipergunakan oleh organ-organ di dalam tubuh sebagai sumber energi.
Supaya dapat berfungsi sebagai bahan energi, zat makanan itu harus masuk
terlebih dahulu kedalam sel supaya dapat diolah. Di dalam sel, zat makanan
terutama glukosa dibakar melalui proses kimia yang hasil akhirnya adalah
timbulnya energi. Proses ini disebut metabolisme. Dalam proses metabolisme
insulin memegang peranan yang sangat penting yaitu bertugas memasukkan
glukosa dalam sel, untuk selanjutnya dapat digunakan sebagai sumber energi.
Insulin adalah suatu zat atau hormon yang dikeluarkan oleh sel beta pankreas.
Insulin yang dikeluarkan oleh sel beta tadi dapat diibaratkan sebagai anak
kunci yang dapat membuka pintu masuknya glukosa kedalam sel, untuk kemudian
di dalam sel glukosa itu dimetabolismekan menjadi tenaga. Bila insulin tidak ada,
maka glukosa akan tetap berada dalam pembuluh darah yang artinya kadarnya di
dalam darah meningkat. Dalam keadaan seperti ini badan akan lemah karena tidak
ada sumber energi didalam sel (Suyono, 2004).
Pada diabetes mellitus tipe I tidak ditemukan insulin karena pada jenis ini
timbul reaksi autoimun yang disebabkan adanya peradangan pada sel beta yang
disebut ICA (Islet Cell Antibody). Reaksi antigen (sel beta) dengan antibodi (ICA)
yang ditimbulkannya menyebabkan hancurnya sel beta. Insulitas bisa disebabkan
macam-macam diantaranya virus, seperti virus cocksakie, rubella, CMV, herpes
dan lain-lain. Umumnya yang diserang pada insulitas itu adalah sel beta, dan
biasanya sel alfa dan delta tetap utuh (Suyono, 2004).
Penyebab resistensi insulin pada DM tipe II sebenarnya tidak begitu jelas,
tetapi faktor-faktor seperti obesitas, diet tinggi lemak, dan rendah karbohidrat,
kurang aktivitas, dan faktor keturunan. Pada DM tipe II jumlah sel beta berkurang
sampai 50-60% dari normal, jumlah sel alfa meningkat. Yang menyolok adalah
adanya peningkatan jumlah jaringan amiloid pada sel beta yang disebut amilin.
Baik pada DM tipe II kadar glukosa darah jelas meningkat bila kadar itu melewati
batas ambang ginjal, maka glukosa akan keluar melalui urin (Suyono, 2004).
B. Luka Diabetik
1. Defenisi
Luka diabetik adalah luka yang terjadi pada pasien diabetik yang melibatkan
gangguan pada saraf peripheral dan autonomik (Suryadi, 2004). Luka diabetik
adalah luka yang terjadi karena adanya kelainan pada saraf, kelainan pembuluh
darah dan kemudian adanya infeksi. Bila infeksi tidak diatasi dengan baik, hal itu
akan berlanjut menjadi pembusukan bahkan dapat diamputasi (Prabowo, 2007).
Terjadinya kaki diabetik tidak terlepas dari tingginya kadar glukosa darah
penyandang diabetes. Tingginya kadar gula darah berkelanjutan dan dalam jangka
waktu yang lama dapat menimbulkan masalah pada kaki penyandang diabetes
(nita-medicastore.com).
Komponen saraf yang terlibat adalah saraf sensori, autonomik dan sistem
pergerakan. Kerusakan pada saraf sensori akan menyebabkan klien kehilangan
sensasi nyeri sebagian atau keseluruhan pada kaki yang terlibat. Peripheral
vascular disease ini terjadi karena arteriosklerosis dan aterosklerosis. Pada
arteriosklerosis adalah terjadi penurunan elastisitas dinding arteri. Pada
aterosklerosis adanya akumulasi ”plaques” pada dinding arteri berupa ; kolesterol,
lemak, sel-sel otot halus, monosit, pagosit, dan kalsium (Suriadi, 2004).
Kelangsungan hidup pasien dalam 5 tahun setelah amputasi adalah rendah,
diperkirakan hanya sekitar 25%.
C. Madu
Madu berasal dari nektar bunga yang disimpan oleh lebah dari kantung madu.
Oleh lebah nektar tersebut diolah sebelum akhirnya menghasilkan madu dalam
sarangnya. Madu dihasilkan oleh serangga lebah madu (Apis Mellifera) termasuk
dalam superfamili apoidea. Madu adalah obat alami karena tidak perlu diolah di
laboratorium. Madu sudah ada di alam dan tinggal diolah dari sarangnya (Susan,
2008).
1. Kandungan Madu
Madu mengandung senyawa radikal hidrogen peroksida yang bersifat dapat
membunuh mikroorganisme patogen. Berdasarkan hasil penelitian Kamaruddin
(1997), peneliti dari Fakultas Kedokteran Universitas Malaysia, di Kuala Lumpur
adanya senyawa organik yang bersifat antibakteri antara lain seperti polypenol,
dan glikosida. Selain itu dalam madu terdapat banyak sekali kandungan vitamin,
asam mineral, dan enzim yang sangat berguna bagi tubuh sebagai pengobatan
secara tradisional, antibodi, dan penghambat pertumbuhan sel kanker, atau tumor.
Madu juga mengandung antioksidan, asam amino essensial, dan non essensial.
2. Pemanfaatan Madu
Beberapa penelitian menyebutkan bahwa madu bermanfaat sebagai antiseptik
dan antibakteri (mengatasi infeksi pada daerah luka dan memperlancar proses
sirkulasi yang berpengaruh pada proses penyembuhan luka) (Yudith, 2003). Madu
juga merangsang pertumbuhan jaringan baru sehingga selain mempercepat
penyembuhan juga mengurangi timbulnya parut atau bekas luka pada kulit. Madu
memiliki efek osmotik dengan tingginya kadar gula dalam madu terutama
fruktosa, dan kadar air yang sangat sedikit menyebabkan madu memiliki efek
osmotik yang tinggi. Dengan adanya efek tersebut memungkinkan
mikroorganisme yang ada dalam tubuh sukar tumbuh dan berkembang. Madu
memiliki kadar asam yang tinggi dengan pH sekitar antara 3,2-4,5 (sangat asam).
Dengan adanya kadar asam yang tinggi inilah mikroorganisme yang tidak tahan
asam (seperti kuman TBC) akan mati. Madu mampu mengabsorbsi pus atau nanah
atau luka, sehingga secara tidak langsung madu akan membersihkan luka tersebut.
Madu menimbulkan efek analgetik (penghilang nyeri), mengurangi iritasi, dan
dapat mengeliminasi bau yang menyengat pada luka. Madu juga berfungsi sebagai
antioksidan karena adanya vitamin C yang banyak terkandung pada madu. Secara
tidak langsung madu mengeliminasi zat radikal bebas yang ada pada tubuh kita
(Abdillah, 2008).
Dari beberapa penelitian yang dilakukan salah satunya oleh Dr. Jamal Burhan
dari Universitas Iskandariyah Mesir pada tahun 1991 menyebutkan madu sangat
efektif untuk pengobatan luka dan telah dilakukan eksperimen pengobatan
terhadap luka bakar dengan menggunakan madu dan setelah dilakukan
perbandingan dengan pengobatan modern, hasilnya setelah 7 hari, kelompok yang
diobati dengan madu 91% bebas dari infeksi sedangkan yang diobati dengan
pengobatan modern hanya 7% yang bebas infeksi. Setelah pengobatan berjalan 15
hari, 87% pasien yang diobati madu sembuh sedangkan yang diobati dengan
pengobatan modern hanya 10% yang sembuh. Penelitian pada tahun 1992 dan
1993 juga membuktikan bahwa pasien luka bakar yang diobati dengan madu,
hanya 20% yang menyisakan luka ditubuhnya, sedangkan pengobatan modern
dengan obat farmakologis menyisakan sekitar 65% pasien meninggalkan bekas
luka (Suryadhine, 2007).
Pengobatan madu yang dicampur dengan minyak zaitun dan lilin lebah para
dokter di Dubai Specialized Medical Centre dibawah pimpinan Noori Al Wali
telah berhasil mencapai tingkat penyembuhan tertinggi 86% untuk penyakit
infeksi kulit karena jamur (Iqbal, 2008).
Peneliti Jennifer Edy dari Universitas Wisconsin menyebutkan madu efektif
dalam mengobati luka diabetes karena kandungan airnya rendah, juga pH madu
yang asam serta kandungan hidrogen peroxidanya mampu membunuh bakteri dan
mikroorganisme yang masuk kedalam tubuh kita (Iqbal, 2008).
Dalam perawatan luka diabetes madu dapat digunakan dengan cara madu
ditaruh pada balutan, kemudian sebelum luka dibalut terlebih dahulu luka
haruslah terlebih dahulu diolesi dengan madu sampai merata menutup seluruh
permukaan luka. Setelah itu luka dibalut dengan balutan yang telah diolesi madu
terlebih dahulu. Namun pada kondisi luka yang penuh dengan cairan cara ini tidak
dianjurkan (Iqbal, 2008).
Untuk luka yang mengeluarkan cairan yang banyak, pembalut madu yang
kedua dapat diterapkan diatas pembalut yang pertama untuk menampung
rembesan cairan dari pembalut pertama. Madu aman untuk dioleskan langsung ke
daerah luka yang terbuka karena madu selalu larut dalam air dan mudah
dibersihkan.
B. Saran
Lakukan pemeriksaan dini pada tubuh, tidak perlu menunggu hingga timbul
gejala. Karena dengan dilakukan diagnosis dini, dokter dan pasien dapat
menanggulangi diabetes mellitus dengan baik agar kita mampu mencegah tersebut
sebaik-baiknya.
DAFTAR PUSTAKA
Abstract
ABSTRAK
Meningkatnya prevalensi diabetes mellitus di beberapa negara berkembang akibat
peningkatan kemakmuran di negara yang bersangkutan dipengaruhi oleh banyak
faktor antara lain peningkatan pendapatan per kapita dan perubahan gaya hidup.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan diabetes
mellitus dengan upaya pencegahan pada lansia di Desa Lam Bheu Kecamatan
Darul Imarah Aceh Besar. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh lansia
yang tidak mengalami penyakit diabetes mellitus yang berada di Desa Lam Bheu
Kecamatan Darul Imarah Aceh Besar yang berjumlah 797 lansia, teknik
pengambilan sampel secara purposive sampling dengan jumlah sampel sebanyak
89 lansia. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik wawancara terpimpin
menggunakan kuesioner dalam bentuk skala dichotomous choice yang terdiri dari
31 item pernyataan. Analisis data bivariat dengan menggunakan uji Chi Square.
Ada hubungan antara pengetahuan diabetes mellitus dengan upaya pencegahan
pada lansia di Desa Lam Bheu Kecamatan Darul Imarah Aceh Besar Tahun 2012.
Berdasar hasil analisis data dapat diketahui bahwa ada hubungan antara
pengetahuan tentang pengertian diabetes mellitus dengan upaya pencegahan pada
lansia dengan p-value 0,001, ada hubungan antara pengetahuan tentang tanda dan
gejala diabetes mellitus dengan upaya pencegahan pada lansia dengan p-
value 0,009, ada hubungan antara pengetahuan tentang faktor resiko diabetes
mellitus dengan upaya pencegahan pada lansia dengan p-value 0,001, ada
hubungan antara pengetahuan tentang pencegahan diabetes mellitus dengan upaya
pencegahan pada lansia di Desa Lam Bheu Kecamatan Darul Imarah Aceh Besar
Tahun 2012 dengan p-value 0,009. Berdasarkan hasil penelitian diharapkan pada
lansia agar tetap meningkatkan upaya pencegahan diabetes mellitus.
Kata kunci: pengetahuan, diabetes mellitus, upaya, pencegahan dan lansia.
ABSTRACT
The increasing prevalence of diabetic mellitus in developing countries due to
increasing affluence in that country which influenced by many factors including
the increase of per capita income and lifestyle changes. This study aimed to know
the relationship between diabetic mellitus knowledge with the prevention of the
elderly in Lam Bheu village Darul Imarah districts of Aceh Besar. The population
of this study is all of the elderly who did not suffer from diabetic mellitus in Lam
Bheu village Darul Imarah districs of Aceh Besar as much as 797 elderly, the
purposive sampling technique was used with a total sample of 89 elderly. The
data was collected by interview using a questionnaire in the form of dichotomous
choice scale consists of 31 items. Bivariate data analysis was used Chi Square
test. There is relationship between knowledge and the prevention of diabetic
mellitus of the elderly in Lam Bheu village Darul Imarah districts of Aceh Besar,
2012. Based on data analysis, it found that there is a relationship between
knowledge about definition of diabetic mellitus with the prevention among elderly
with p-value 0.0001, there is a relationship between knowledge about the sign
and symptom of diabetic mellitus with the prevention among elderly with p-value
0.009, there is a relationship between knowledge about risk factors of diabetic
mellitus and the prevention among elderly with p-value 0.001, there is a
relationship between knowledge about diabetic mellitus prevention with the
prevention among elderly in Lam Bheu village Darul Imarah districts of Aceh
Besar, 2012 with p-value 0.009. Based on the results, it expected for the elderly in
order to keep improving the prevention of diabetic mellitus.