Anda di halaman 1dari 56

Judul:

PROGRAM PEMBERDAYAAN ORANG TUA DI LEMBAGA PAUD

Modul Diklat Berjenjang Tingkat Lanjut bagi Pendidik PAUD


Dalam Jaringan

Pengarah:
Kepala PP-PAUD dan Dikmas Jawa Barat,
Dr. Drs. H. Bambang Winarji, M.Pd.

Penanggung Jawab:
Subkoordinator Pengembangan Sumber Daya Manusia
Edi Suswantoro, S.Pd, M.Ds.

Desain Cover:
Mustopa Kamiludin

Tim Penyelaras:
Erni Sukmawati Dewi, M.Pd.
Asep Subagja, S.Pd.

Diselaraskan berdasarkan Bahan Ajar Direktorat Pembinaan Guru dan


Tenaga Kependidikan Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Masyarakat
Terbitan Tahun 2017

© 2020
Pusat Pengembangan Pendidikan Anak Usia Dini dan
Pendidikan Masyarakat (PP PAUD dan Dikmas) Provinsi Jawa barat

i
KATA PENGANTAR

Pendidik yang profesional mempunyai tugas utama yaitu mendidik,


mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi
peserta didik, baik pada satuan anak usia dini (PAUD) maupun pendidikan
yang lebih lanjut.

Untuk melaksanakan tugasnya secara profesional, seorang pendidik


PAUD harus menguasai kompetensi yang dipersyaratkan. Selaras dengan
kebijakan pembangunan yang meletakkan pengembangan sumber daya
manusia (SDM) sebagai prioritas pembangunan nasional, maka kedudukan
dan peran pendidik PAUD semakin bermakna strategis dalam
mempersiapkan SDM yang berkualitas dalam menghadapi era globalisasi.

Pusat Pengembangan Anak Usia Dini dan Pendidikan Masyarakat (PP-


PAUD dan Dikmas) Provinsi Jawa Barat sebagai institusi pemerintah yang
bertanggung jawab terhadap peningkatan mutu Pendidik dan Tenaga
Kependidikan (PTK) PAUD salah satunya adalah melalui kegiatan pendidikan
dan pelatihan berjenjang tingkat lanjut bagi pendidik PAUD dalam jaringan
(Diklat Daring). Modul ini disusun dan diselaraskan sebagai bahan ajar bagi
penyelenggaraan kegiatan diklat dimaksud. Terima kasih kepada semua
pihak yang telah berkontribusi dalam penyusunan modul ini.

Bandung, September 2020

Kepala PP-PAUD dan Dikmas Jawa Barat

Dr. Drs. H. Bambang Winarji, M.Pd.


NIP. 196101261988031002

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
KEGIATAN BELAJAR 1
PEMBERDAYAAN ORANG TUA DI LEMBAGA PAUD
A. STANDAR KOMPETENSI ................................................................................ 1
B. KOMPETENSI DASAR .................................................................................... 1
C. INDIKATOR .................................................................................................... 1
D. URAIAN MATERI ............................................................................................ 1
E. RANGKUMAN MATERI.................................................................................. 9
F. EVALUASI ....................................................................................................... 10
G. PENUGASAN ................................................................................................. 12

KEGIATAN BELAJAR 2
PENDIDIKAN KARAKTER PADA ANAK USIA DINI
A. STANDAR KOMPETENSI ................................................................................ 13
B. KOMPETENSI DASAR .................................................................................... 13
C. INDIKATOR .................................................................................................... 13
D. URAIAN MATERI ............................................................................................ 13
E. RANGKUMAN MATERI.................................................................................. 30
F. EVALUASI ....................................................................................................... 31
G. PENUGASAN ................................................................................................. 32

KEGIATAN BELAJAR 3
PENERAPAN PENYELENGGARAAN PROGRAM PEMBERDAYAAN ORANG
TUA PADA SATUAN PAUD
A. STANDAR KOMPETENSI ................................................................................ 33
B. KOMPETENSI DASAR .................................................................................... 33
C. INDIKATOR .................................................................................................... 33
D. URAIAN MATERI ............................................................................................ 33
E. RANGKUMAN MATERI.................................................................................. 46
F. EVALUASI ....................................................................................................... 47
G. PENUGASAN ................................................................................................. 49

DAFTAR PUSTAKA

iii
KEGIATAN BELAJAR 1
PEMBERDAYAAN ORANG TUA DI LEMBAGA PAUD

A. STANDAR KOMPETENSI
Memahami program pemberdayaan orang tua di lembaga PAUD.

B. KOMPETENSI DASAR
Memahami konsep pemberdayaan orang tua di satuan PAUD.

C. INDIKATOR
Indikator yang dicapai setelah mempelajari modul ini adalah sebagai
berikut:
1. Menjelaskan sudut pandang pendidikan anak dalam keluarga.
2. Menjelaskan peran dan fungsi keluarga dalam pendidikan dan
perkembangan anak.

D. URAIAN MATERI
1. Sudut Pandang (Perspektif) terhadap Keluarga dan PAUD.
Dalam memberikan pelayanan PAUD perlu untuk memahami
bagaimana masyarakat berpandangan terhadap pelayanan PAUD dan
Keluarga yang menjadi dasar dalam melakukan tindakan selanjutnya.
Dengan memahami dasar-dasar filosofi dari sudut pandang ini diharapkan
program-program yang akan dikembangkan pendidik dalam pelayanan
PAUD menjadi lebih terarah dan berdaya guna.
Terdapat dua sudut pandang utama yang dijadikan dasar melakukan
sosialisasi dan mendidik anak-anak usia dini di masyarakat, yaitu:
a. Sudut pandang pertama adalah berorientasi pada keluarga (family
oriented) yang menekankan kepada keutamaan orang tua sebagai
pendidik, pembimbing moral/karakter, dan pengasuh dari anak-
anaknya.
b. Sudut pandang kedua adalah berorientasi pada pendidikan anak usia
dini (PAUD) yang cenderung berpandangan terpisah dengan keluarga.
Sudut pandang ini didasari seperangkat pengetahuan tentang

1
sosialisasi dini dan penekanan pada penelitian tentang tahap-tahap
perkembangan anak yang umum /universal (Holloway dan Fuller 1999:
98).
Dua sudut pandang ini masing-masing menghasilkan dua tanggapan
yang berbeda terhadap perumusan kebijakan serta pelaksanaan program
perawatan dan pengasuhan anak. Bagi mereka yang memiliki sudut pandang
yang berorientasi keluarga menginginkan perolehan deskriptif tentang tujuan,
nilai-nilai karakter dan praktek orang tua serta pilihan-pilihan program
perawatan dan pengasuhan yang mencerminkan sudut pandang ini.
Sedangkan pada sudut pandang pendidikan anak usia dini, lebih
mendorong kepada petunjuk universal yang berdasarkan pada keahlian
profesional untuk dapat menjamin kualitas serta diharapkan orang tua akan
memilihnya sesuai dengan nilai-nilai tingkat pendidikannya (Holloway dan
Fuller 1999: 99-115).
Guna mengakomodasi dua sudut pandang yang menyebar ini
(divergent), bahan ajar untuk diklat berjenjang untuk tingkat lanjutan
mengemukakan dua topik penting dalam program pemberdayaan orang
tua. Pertama adalah dari sudut pandang yang berorientasi kepada orang tua
dirancang program-program yang berkaitan dengan penanaman pendidikan
karakter anak yang dilakukan oleh orang tua (pada Poin B). Sedangkan topik
yang dapat mengakomodasikan sudut pandang PAUD, dikemukakan
program-program yang melibatkan orang tua dalam rangka meningkatkan
kualitas pembelajaran dalam lembaga PAUD (pada Poin C).
Dua jenis program pemberdayaan dari dua sudut pandang yang
berbeda, masih tetap membutuhkan suatu prasyarat bagi penanaman
pendidikan karakter anak serta partisipasi orang tua, yaitu adanya suasana
kekeluargaan dan keharmonisan keluarga. Namun sebelum prasyarat-
prasyarat pemberdayaan keluarga tersebut dapat dipahami, ada baiknya
peserta diklat mendapatkan materi tentang peran dan fungsi keluarga
terlebih dahulu.

2. Peran dan Fungsi Keluarga dalam Pendidikan dan Perkembangan Anak


Keluarga adalah lingkungan pertama bagi anak. Di sinilah pertama kali
ia mengenal nilai dan norma. Karena itu keluarga merupakan pendidikan

2
tertua, yang bersifat informal dan kodrati. Pendidikan di lingkungan keluarga
berfungsi untuk memberikan dasar dalam menumbuh kembangkan
pertumbuhan dan perkembangan anak sebagai makhluk individu, sosial,
susila dan religius.
Adapun fungsi lembaga pendidikan keluarga, yaitu:
1) Merupakan pengalaman pertama bagi masa kanak-kanak,
pengalaman ini merupakan faktor yang sangat penting bagi
perkembangan berikutnya, khususnya dalam perkembangan
pribadinya. Kehidupan keluarga sangat penting, sebab pengalaman
masa kanak-kanak akan memberi warna pada perkembangan
berikutnya.
2) Pendidikan di lingkungan keluarga dapat menjamin kehidupan
emosional anak untuk tumbuh dan berkembang, kehidupan emosional
ini sangat penting dalam pembentukan pribadi anak. Hubungan
emosional yang kurang dan berlebihan akan banyak merugikan
perkembangan anak.
3) Di dalam keluarga akan terbentuk pendidikan moral. Keteladanan
orang tua dalam bertutur kata dan berperilaku sehari-hari akan menjadi
wahana pendidikan moral bagi anak di dalam keluarga tersebut, guna
membentuk manusia susila.

a. Pengertian Keluarga
Keluarga berasal dari bahasa Sansekerta: kula dan warga yang berarti
“anggota”, “kelompok kerabat”. Keluarga adalah lingkungan dimana
beberapa orang yang masih memiliki hubungan darah bersatu. Keluarga inti
(nuclear family) terdiri dari ayah, ibu dan anak-anak mereka. Definisi
keluarga menurut Burgess, dkk dalam Friedman (1998) yang berorentasi
pada tradisi dan digunakan secara luas sebagai referensi:
1) Keluarga terdiri dari orang-orang yang disatukan dengan ikatan
perkawinan, darah dan ikatan adopsi.
2) Para anggota dari sebuah keluarga biasanya hidup bersama-sama
dalam satu rumah tangga atau jika mereka hidup secara terpisah,
mereka tetap menganggap rumah tangga tersebut sebagai rumah
mereka.

3
3) Anggota keluarga berinteraksi dan berkomunikasi satu sama lain dalam
peran-peran sosial keluarga seperti suami-istri, ayah dan ibu, anak laki- laki
dan anak perempuan, saudara dan saudara.
4) Keluarga sama-sama menggunakan kultur yang sama yaitu kultur yang
diambil dari masyarakat dengan beberapa ciri unik tersendiri. Menurut
pandangan sosiologis, keluarga dapat diartikan dua macam, yaitu:
a) Dalam arti yang sempit: keluarga ini hanya terdiri atas ayah, ibu, dan
anak. Keluarga semacam ini disebut keluarga inti atau keluarga
batih (nuclear family).
b) Dalam arti yang luas: keluarga ini meliputi semua pihak yang ada
hubungan darah atau keturunan. Jadi, bukan hanya terdiri atas
ayah, ibu, dan anak, tetapi juga meliputi kakek, nenek, paman, bibi,
dan keponakan. Keluarga dalam arti ini bisa disebut keluarga besar,
atau keluarga luas (extended family), ataupun marga.
Selain itu, berikut adalah pengertian keluarga menurut beberapa ahli, yaitu:
1) Menurut Whall dalam Friedman (1998), mendefinisikan keluarga sebagai
kelompok yang mengidentifikasi diri dengan anggotanya terdiri dari dua
individu atau lebih, asosiasinya dicirikan oleh istilah-istilah khusus yang boleh
jadi tidak diikat oleh hubungan darah atau hukum, tapi berfungsi sedemikian
rupa sehingga mereka menganggap diri mereka sebagai sebuah keluarga.
2) Menurut Departemen kesehatan dalam Effendy (1998), mendefinisikan
keluarga sebagai unit terkecil dari masyarakat terdiri atas kepala keluarga
dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal disuatu tempat di bawah
satu atap dalam keadaan saling ketergantungan.
3) Menurut Friedman dalam Suprajitno (2004), mendefinisikan bahwa keluarga
adalah kumpulan dua orang atau lebih yang hidup bersama dengan
keterikatan aturan dan emosional dan individu mempunyai peran masing-
masing yang merupakan bagian dari keluarga.
4) Menurut Depkes RI tahun (1983), keluarga adalah salah satu kelompok atau
kumpulan manusia yang hidup bersama sebagai suatu kesatuan atau unit
masyrakat terkecil dan biasanya tetapi tidak selalu ada hubungan darah,
ikatan perkawinan atau ikatan lain, mereka hidup bersama dalam satu rumah
atau tempat tinggal biasanya di bawah asuhan seorang kepala rumah
tangga dan makan dari satu periok.

4
5) Menurut Depkes RI tahun (1988), keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat
yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang tinggal dan
berkumpul di suatu tempat di bawah suatu atap dalam keadaan saling
ketergantungan.
6) Menurut Salvicion, keluarga adalah dua atau lebih individu yang tergabung
karena ikatan darah, hubungan perkawinan atau pengangkatan dan mereka
hidup dalam suatu rumah tangga, berinteraksi satu sama lain dan di dalam
peranannya masing-masing dan menciptakan serta mempertahankan suatu
kebudayaan.
Dari batasan-batasan tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa keluarga
adalah:
1) Unit terkecil masyarakat atau keluarga adalah suatu kelompok
2) Terdiri dari 2 orang atau lebih dan pertalian darah
3) Adanya ikatan perkawinan dan pertalian darah
4) Hidup dalam satu rumah tangga
5) Di bawah asuhan kepala rumah tangga
6) Berinteraksi satu sama lain
7) Setiap anggota keluarga menjalankan peranannya masing-masing

b. Fungsi Keluarga
Sebuah pranata keluarga memiliki sejumlah fungsi yang sesuai dengan
harapan-harapan masyarakat. Fungsi dari keluarga itu adalah meliputi:
1) Fungsi Biologis atau Reproduksi.
Setiap pria dan wanita memiliki kebutuhan biologis dalam bentuk
kebutuhan seksual. Berdasarkan pemenuhan kebutuhan biologis tersebut
pada hakikatnya akan menuju pada pengembangbiakan keturunan (anak).
Dengan demikian, keluarga pun berfungsi sebagai sarana reproduksi atau
sarana untuk mengembangkan dan melanjutkan keturunan manusia di muka
bumi ini secara sah. Kebutuhan akan keterlindungan fisik, seperti kesehatan
jasmani, dapat pula digolongkan pada kebutuhan biologis.
2) Fungsi Protektif atau Perlindungan.
Keluarga dapat menjalankan fungsi protektif atau fungsi memberikan
perlindungan bagi seluruh anggota keluarga. Diantara alasan seseorang
melangsungkan perkawinan dan membentuk keluarga adalah untuk

5
mendapatkan rasa adanya jaminan dan perlindungan dalam keterjaminan
dan keterlindungan hidupnya, baik secara fisik (jasmani) maupun psikologis
(rohani).
3) Fungsi Afeksional atau Perasaan.
Fungsi afeksional (perasaan) anak, terutama pada saat masih kecil,
berkomunikasi dengan lingkungan dan orang tuanya dengan keseluruhan
kepribadiannya. Pada saat anak masih kecil ini fungsi afeksi atau
perasaannya memegang peranan sangat penting. Ia dapat merasakan dan
menangkap suasana perasaan yang meliputi orang tuanya pada saat anak
berkomunikasi dengan mereka. Dengan kata lain, anak peka sekali dengan
iklim emosional (perasaan) atau afeksional yang meliputi keluarganya.
4) Fungsi Ekonomis.
Fungsi Ekonomi keluarga sangat penting bagi kehidupan keluarga,
karena merupakan pendukung utama bagi kebutuhan dan kelangsungan
keluarga. Fungsi ekonomi keluarga meliputi pencarian nafkah, perencanaan
serta penggunaannya. Pelaksanaan fungsi ekonomi keluarga oleh dan untuk
semua anggota keluarga mempunyai kemungkinan menambah saling
pengertian, solidaritas, dan tanggung jawab bersama dalam keluarga itu.
Pemenuhan fungsi ekonomi keluarga ini harus dilakukan secara wajar, artinya
tidak kekurangan dan tidak pula berlebihan, karena jika kekurangan atau
berlebihan dapat membawa pengaruh negatif bagi anggota keluarga itu
sendiri.

5) Fungsi Edukatif.
Fungsi Edukatif atau fungsi pendidikan keluarga merupakan salah satu
tanggung jawab yang paling penting yang dipikul oleh orang tua. Keluarga
merupakan lingkungan pendidikan yang pertama bagi anak. Orang yang
berperan melaksanakan pendidikan tersebut adalah ayah dan ibunya.
Kehidupan keluarga sehari-hari pada saat-saat tertentu beralih menjadi suatu
situasi pendidikan yang dihayati oleh anak-anaknya. Dalam lingkungan
keluarga anak dididik dari mulai belajar berjalan, bersikap, perilaku
keagamaannya, pengetahuan serta kemampuan lainnya. Memang sekarang
berbagai kemampuan yang harus dikuasai anak begitu kompleks, maka dari
itu tidak semua hal dapat diajarkan atau dididik oleh orang tua, sehingga

6
anak-anak harus sekolah. Namun demikian, pendidikan di keluarga tetap
merupakan dasar atau landasan utama bagi anak (khususnya dalam
pembinaan kepribadian) untuk mengembangkan pendidikan selanjutnya.
6) Fungsi Sosialisasi.
Fungsi Sosialisasi mempunyai kaitan yang sangat erat dengan fungsi
pendidikan, karena dalam fungsi pendidikan terkandung upaya sosialisasi,
dan demikian pula sebaliknya. Anak memperoleh sosialisasi yang pertama di
lingkungan keluarganya. Orang tuanya mempersiapkannya untuk menjadi
anggota masyarakat yang baik. Dengan melaksanakan fungsi sosialisasi ini
dapat dikatakan bahwa keluarga berkedudukan sebagai penghubung anak
dengan kehidupan sosial di masyarakat.
7) Fungsi Religius.
Keluarga mempunyai fungsi religius. Artinya, keluarga berkewajiban
memperkenalkan dan mengajak anak dan anggota keluarga lainnya kepada
kehidupan beragama. Untuk melaksanakannya orang tua sebagai tokoh inti
dalam keluarga serta anggota keluarga lainnya harus terlebih dahulu
menciptakan iklim atau suasana religius dalam keluarga itu. Usaha-usaha
yang dapat dilakukan untuk menciptakan suasana religius antara lain meliputi
tiga aspek, yaitu:
a) Aspek fisik, yang berupa penyediaan lingkungan fisik yang
mengandung nilai dan ciri keagamaan seperti fasilitas untuk
pelaksanaan ibadah, dekorasi dan hiasan yang bernafas keagamaan.
b) Aspek emosional (perasaan), yang dapat menggugah rasa
keagamaan.
c) Aspek sosial berupa hubungan sosial antar anggota keluarga sendiri,
dan antara keluarga dengan pihak luar keluarga (misalnya dengan
masjid) yang dilandasi kehidupan keagamaan.

8) Fungsi Rekreatif.
Fungsi rekreatif ini tidak berarti keluarga seolah-olah harus berpesta-pora
atau selalu berekreasi di luar rumah. Rekreasi itu dirasakan orang apabila ia
menghayati suatu suasana yang tenang dan damai, jauh dari ketegangan
batin, segar, dan santai serta kepada yang bersangkutan memberikan
perasaan bebas terlepas dari kesibukan sehari-hari. Keluarga dapat

7
menjalankan fungsi rekreatif dengan menciptakan suasana keluarga yang
akrab, ramah, dan hangat di antara anggotanya. Suasana keluarga yang
kering dan gersang sukar untuk mengembangkan rasa nyaman dan santai
pada anggotanya, sehingga mereka akan lebih senang mencari hiburan di
luar rumah. Fungsi rekreatif sangat penting bagi anggota keluarga, karena
dapat menjamin keseimbangan kepribadian anggota keluarga, mengurangi
ketegangan perasaaan, meningkatkan saling pengertian, memperkokoh
kerukunan dan solidaritas keluarga, dan meningkatkan rasa kasih sayang.
9) Fungsi Pengendalian Sosial
Keluarga dapat berperan sebagai agen pengendali sosial (social
control) bagi anggotanya. Keluarga dapat melakukan upaya pencegahan
(preventif) terhadap anggotanya agar tidak melakukan perilaku menyimpang
dari nilai dan norma yang berlaku di masyarakat. Keluarga juga dapat
melakukan upaya kuratif, misalnya dengan mengingatkan, menyadarkan,
ataupun menghukum anggota keluarganya.

3. Suasana Kekeluargaan dan Keharmonisan dalam Keluarga


Keharmonisan keluarga berkaitan erat dengan suasana hubungan
perkawinan yang bahagia dan serasi serta harmonis. Keharmonisan keluarga
sendiri mempunyai beberapa aspek-aspek.
Ada beberapa aspek-aspek keharmonisan keluarga:
a. Terciptanya kehidupan beragama dalam rumah.
Berdasarkan beberapa penelitian ditemukan bahwa keluarga yang tidak
religius yang penanaman komitmennya rendah atau tanpa nilai agama sama
sekali cenderung terjadi pertentangan konflik dan percekcokan dalam keluarga,
dengan suasana yang seperti ini, maka anak akan merasa tidak betah di rumah
dan kemungkinan besar anak akan mencari lingkungan lain yang dapat
menerimanya.
b. Menyediakan waktu bersama keluarga.
Keluarga yang harmonis selalu menyediakan waktu untuk bersama
keluarganya, baik itu hanya sekedar berkumpul, makan bersama, menemani
anak bermain dan mendengarkan masalah dan keluhan-keluhan anak, dalam
kebersamaan ini anak akan merasa dirinya dibutuhkan dan diperhatikan oleh
orang tuanya, sehingga anak akan betah tinggal di rumah.

8
c. Berkomunikasi yang baik dalam keluarga.
Komunikasi merupakan dasar bagi terciptanya keharmonisan dalam
keluarga. komunikasi yang baik dalam keluarga juga akan dapat membantu
remaja untuk memecahkan permasalahan yang dihadapinya di luar rumah,
dalam hal ini selain berperan sebagai orang tua, ibu dan ayah juga harus
berperan sebagai teman, agar anak lebih leluasa dan terbuka dalam
menyampaikan semua permasalahannya.
d. Saling sopan santun dalam keluarga.
Keluarga yang harmonis adalah keluarga yang memberikan tempat bagi
setiap anggota keluarga, menghargai perubahan yang terjadi dan mengajarkan
ketrampilan berinteraksi sedini mungkin pada anak dengan lingkungan yang
lebih luas.
e. Jangan ada perselisihan dan pertengkaran dalam keluarga.
Jika dalam keluarga sering terjadi perselisihan dan pertengkaran maka
suasana dalam keluarga tidak lagi menyenangkan. Dalam keluarga harmonis
setiap anggota keluarga berusaha menyelesaikan masalah dengan kepala
dingin dan mencari penyelesaian terbaik dari setiap permasalahan.
f. Adanya hubungan erat antar anggota keluarga.
Hubungan yang erat antar anggota keluarga juga menentukan
harmonisnya sebuah keluarga, apabila dalam suatu keluarga tidak memiliki
hubungan yang erat maka antar anggota keluarga tidak ada lagi rasa saling
memiliki dan rasa kebersamaan akan kurang. Hubungan yang erat antar
anggota keluarga ini dapat diwujudkan dengan adanya kebersamaan,
komunikasi yang baik antar anggota keluarga dan saling menghargai.

E. RANGKUMAN
1. Dasar pemikiran tentang berbagai sudut pandang keluarga dan pendidikan
anak usia dini yang dapat mempengaruhi terhadap pelaksanaan program
pemberdayaan orang tua ada dua yaitu:
a. Berorientasi pada keluarga (family oriented) yang menekankan
kepada keutamaan orang tua sebagai pendidik, pembimbing
moral/karakter, dan pengasuh dari anak-anakya.
b. Berorientasi pada pendidikan anak usia dini (PAUD) yang
cenderung berpandangan terpisah dengan keluarga.

9
2. Peran dan fungsi keluarga dalam pendidikan dan perkembangan anak.
a. Pengertian keluarga
Pengertian keluarga ada beberapa pendapat seperti yang dikemukakan
oleh para ahli dibawah ini:
1) Menurut Whall dalam Friedman
2) Menurut Departemen kesehatan dalam Effendy
3) Menurut Friedman dalam Suprajitno
4) Menurut Depkes RI .(1983)
5) Menurut Depkes RI .(1988)
6) Menurut Salvicion
b. Fungsi keluarga
Keluarga memiliki beberapa fungsi yaitu:
1) Fungsi Biologis atau Reproduksi
2) Fungsi Protektif atau perlindungan
3) Fungsi Afeksional atau perasaan
4) Fungsi ekonomis
5) Fungsi edukatif
6) Fungsi sosialisasi
7) Fungsi religius
8) Fungsi rekreatif
9) Fungsi pengendalian sosial
c. Suasana kekeluargaan dan keharmonisan dalam keluarga mempunyai
beberapa aspek-aspek yaitu:
1) Terciptanya kehidupan beragama dalam rumah.
2) Menyediakan waktu bersama keluarga.
3) Berkomunikasi yang baik dalam keluarga.
4) Saling sopan santun dalam keluarga.
5) Jangan ada perselisihan dan pertengkaran dalam keluarga.
6) Adanya hubungan erat antar anggota keluarga.

F. EVALUASI
Petunjuk: Pilihlah salah satu alternatif jawaban yang paling tepat!
1. Terdapat dua sudut pandangan utama yang dijadikan dasar melakukan
sosialisasi dan mendidik anak-anak usia dini di masyarakat, salah satunya

10
adalah:
a. Berorientasi pada lembaga/satuan pendidikan anak usia dini (PAUD)
yang cenderung berpandangan terpisah namun dengan melibatkan
keluarga.
b. Berorientasi pada keluarga (family oriented) yang menekankan kepada
keutamaan orang tua sebagai pendidik, pembimbing moral/karakter,
dan pengasuh dari anak-anaknya.
c. Berorientasi pada pendidikan anak usia dini (PAUD) yang cenderung
berpandangan terpisah dengan keluarga dan tidak mengutamakan
orang tua.
d. Tidak ada jawaban yang benar.
2. Keluarga mempunyai peran yang penting dalam mengembangkan
potensi anak secara optimal, karena...
a. Keluarga merupakan kesatuan yang diikat dengan tali perkawinan
b. Keluarga merupakan lingkungan pertama dan utama bagi anak
c. Keluarga tempat anak mengadakan interaksi dan bereksplorasi dalam
mengembangkan semua potensi yang dimiliki anak.
d. Semua jawaban benar
3. Keluarga mempunyai tugas untuk mempersiapkan anaknya menjadi
anggota masyarakat yang baik, hal ini merupakan perwujudan dari
fungsi...
a. Protektif
b. Sosialisasi
c. Edukatif
d. Reproduksi
4. Keluarga mempunyai kewajiban untuk melindungi anak, baik secara
jasmani maupun rohani. Hal ini merupakan perwujudan dari fungsi...
a. Protektif
b. Ekonomi
c. Edukatif
d. Reproduksi
5. Di bawah ini merupakan aspek-aspek keharmonisan keluarga, Kecuali….
a. Terciptanya kehidupan beragama dalam rumah.
b. Menyediakan waktu bersama keluarga.

11
c. Berkomunikasi yang baik dalam keluarga.
d. Selalu bertegur sapa.

G. PENUGASAN
1. Diskusikan dengan teman-teman dikelompok, kemudian jelaskan secara
singkat garis besarnya tentang kekuatan tentang fungsi keluarga jika
dilaksanakan, dan kelemahannya jika tidak dilaksanakan fungsi keluarga
berikut dibawah ini:
a. Fungsi afeksional atau perasaan
b. Fungsi ekonomis
c. Fungsi edukatif
d. Fungsi religius
e. Fungsi pengendalian sosial
2. Tuliskan hasil diskusi yang telah dilakukan selanjutnya upload di ruang yang
telah disediakan paling lambat maksimal 1 minggu setelah pembelajaran.

12
KEGIATAN BELAJAR 2
PENDIDIKAN KARAKTER PADA ANAK USIA DINI

A. STANDAR KOMPETENSI
Memahami program pemberdayaan orang tua di lembaga PAUD.

B. KOMPETENSI DASAR
Menjelaskan penanaman Pendidikan karakter pada anak usia dini

C. INDIKATOR
Menjelaskan penanaman pendidikan karakter pada anak usia dini.

D. URAIAN MATERI
PENANAMAN PENDIDIKAN KARAKTER PADA ANAK USIA DINI
Keluarga merupakan pendidikan yang utama dan pertama bagi
penanaman karakter anak usia dini oleh karena itu peranan orang tua sangat
besar terhadap pembentukan pondasi karakter anak usia dini. Penanaman
karakter baik yang dilakukan orang tua terhadap anak usia dini dalam keluarga
dapat dilakukan melalui nilai-nilai berikut.

1. Keteladanan
Setiap orang tua harus bisa menjadi teladan bagi anak-anaknya.
Interaksi anak pertama kalinya pastilah dengan orang yang berada
didekatnya yaitu orang tua. Anak-anak akan melihat, mengamati, sampai
meniru apa yang diucapkan dan dilakukan orang tua. Oleh sebab itu orang
tua perlu membekali diri untuk bisa menjadi teladan yang baik.
Untuk memberikan keteladanan kepada anak, setiap orang tua perlu
memiliki keenam konsep berikut.
a. Berilmu
Orang tua yang pandai dapat mendidik anak-anaknya dengan baik.
Orang tua perlu memiliki pengetahuan tentang pokok-pokok pendidikan

13
menurut syariat agamanya masing-masing. Misalnya dalam ajaran agama
Islam, orang tua harus mengusai hukum dan prinsip-prinsip etika Islam dan
kaidah dalam agama Islam. Ilmu pengetahuan lain yang perlu dimiliki
orang tua antara lain ilmu tentang kebutuhan anak untuk membantu
kesulitan belajar atau memahami sesuatu dalam perkembangan
pendidikan di rumah maupun di sekolah. Ilmu yang dimiliki orang tua
merupakan ilmu yang mampu memenuhi kebutuhan fisik, fikir dan jiwa
anak.
Seorang ibu sebaiknya mulai meluaskan wawasan tentang
bagaimana menjadi orang tua yang baik sejak sebelum mengandung. Hal
ini seharusnya dilakukan agar dapat mendidik anak dengan optimal.
Begitu juga dengan seorang ayah, sejak sebelum memiliki keturunan perlu
meluaskan wawasannya untuk menjadi orang tua yang baik.
Keseimbangan pengetahuan yang dimiliki ibu dan ayah akan semakin
mendukung pendidikan anak di rumah. Jika ada ketidakseimbangan
pengetahuan tentang membesarkan dan mendidik anak maka bisa
terjadi misskomunikasi antar ibu dan ayah. Misalnya seorang ayah
memahami makan yang banyak itu sudah cukup untuk pertumbuhan
anak sedangkan ibu memahami pentingnya dan besar pengaruh gizi
makanan untuk pertumbuhan dan kecerdasan anak.

b. Taqwa
Bila seorang beriman menuntut ilmu maka seharusnya akan
bertambah keimanan dan ketaqwaannya. Orang tua yang bertaqwa
akan mendidik anak-anaknya bertaqwa juga pada Tuhan YME Allah SWT
dengan benar. Orang yang berilmu dan bertakqwa menjadi yakin akan
kebesaran TuhanNya, tidak sombong dan hidupnya untuk ibadah semata.
Suasana keluarga yang bertaqwa amat berpengaruh dalam menyiapkan
pribadi anak. Adanya ketaqwaan dalam mendidik dan memperlakukan
anak-anak akan menghasilkan anak-anak yang juga akan bertaqwa.
Suasana rumah tenang, damai, dipenuhi suasana untuk banyak
mengingat Allah, akan mendukung anak menjadi tenang yang
membentuk pribadi yang percaya diri dan tenang. Melalui suasana rumah
tersebut akan melahirkan sikap dan kepribadian anak yang stabil dan

14
khusu. Selain itu anak bisa lebih tampil percaya diri dalam tugas menuntut
ilmu untuk menjadi manusia yang berilmu dan bertaqwa.

c. Ikhlas
Keikhlasan mendorong orang tua untuk melaksanakan metode
pendidikan yang direncanakan dan memperhatikan kebutuhan anak
secara berkelanjutan. Keikhlasan akan memberikan semangat pada orang
tua untuk tidak berputus asa memberikan pendidikan yang terbaik bagi
anak-anak mereka. Baik ibu maupun ayah akan lebih merasa puas
dengan keberhasilan yang dicapai anak, tidak mensisipkan kepentingan-
kepentingan pribadi dalam mendidik anak. Keikhlasan orang tua dalam
mendidik anak akan tercermin dalam menjadi dalam perkataan dan
perbuatan.
Betapa bahagianya seorang anak yang tumbuh dan berkembang
dalam naungan orang-orang yang ikhlas. Tak terdengar kata-kata yang
kasar, hardikan atau pukulan namun yang ada kasih sayang, doa dan
harapan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Kondisi ini dapat membentuk jiwa
anak yang bersih, lembut dan penurut pada orang tua dan patuh pada
perintah Tuhan, sebagaimana orang tua mereka contohkan dalam
kesehariannya.

d. Santun
Sikap santun adalah suatu pembiasaan tingkah laku seseorang pada
orang lain, baik di dalam rumah atau di masyarakat yang menampilkan
kelembutan, ramah, penyayang dan suka menolong. Karena dari sikap
santun dapat menunjukan kepribadian seseorang dalam memahami sifat-
sifat Tuhan, sebagaimana Tuhan YME mengasihi semua makhluk dan
menyayangi orang-orang yang beriman. Orang tua sebaiknya memiliki
kesantunan perkataan dan perbuatan. Santun dalam perkataan adalah
senantiasa mengucapkan hal-hal yang baik saja, lembut, merendahkan
suaranya. Sedangkan santun dalam perbuatan adalah lemah lembut,
suka menolong orang lain, dan beraktivitas secara teratur. Kesantunan
yang dimiliki ibu sejak masih mengandung dapat melahirkan anak-anak
yang santun baik perkataan maupun perbuatan.

15
e. Tanggung jawab
Tanggung jawab akan mendorong pendidik untuk memperhatikan
dan mengarahkan anak kepada hal-hal yang baik. Amanah dalam
mendidik anak untuk setiap orang tua, semata-mata karena tanggung
jawab pada Tuhan YME. Sudah seharusnya sikap tanggung jawab akan
tampil dalam setiap tugas atau amanah yang telah dibebankan pada
orang tua. Sebagai orang yang beragama orang tua akan melakukan
tanggung jawabnya yang terbaik karena semata merasa Tuhan
mengawasinya dan yang memberikan penilaian dan ganjaran yang
sesuai dengan perbuatannya. Tanggung jawab orang tua terhadap
pendidikan anak yaitu memperhatikan kebutuhan anak dalam mencapai
kebahagiaan dunia dan akhirat.
Tanggung jawab dunia seperti mendidik keilmuan duniawi,
kebutuhan kehidupan, sampai anak-anak berhasil dan bahagia di dunia.
Sedangkan tanggung jawab akhirat seperti memenuhi kebutuhan
spiritualnya, agar anak juga terpenuhi kejiwaan, akhlak baiknya, hingga
mendidik anak meraih kebahagiaan kekal di syurgaNya. Kurangnya
tanggung jawab orang tua dalam mendidik dan membimbing anak-
anaknya bisa mengakibatkan masalah kenakalan anak. Anak menjadi
nakal karena merasa kurang diperhatikan oleh kedua orang tuanya.
Orang tua yang sibuk hanya memperhatikan kebutuhan ekonomi saja
bagi keluarganya bukanlah orang tua yang bertangung jawab.
Tanggung jawab adalah yang tau masing-masing tugas dan
fungsinya bagi dirinya dan keluarganya. Ayah memilki tanggung jawab
sebagai kepala keluarga, ibu juga punya tangungjawab atas rumah
tangganya dan anak. Anak juga demikian mempunyai tanggung jawab
menuntut ilmu, patuh pada kedua orang tua dan menjalankan tugas
ibadahnya.
Tanggung jawab yang telah diatur dalam ajaran agama apapun
memiliki konsekuensi bila ditinggalkan akan terkena sangsi dari Tuhan. Bila
orang tua tidak mencontohkan tanggung jawab yang benar maka anak
juga tidak bisa mengambil contoh yang benar dari orang tuanya.

16
f. Sabar
Sabar adalah ketegaran dalam mempertahanan prinsip dan
kebenaran, mengupayakan langkah-langkah pendidikan dan
menghadapi kesulitan dalam mendidik. Kedewasaan tercermin dari sifat
sabar, baik, menerima, berikhtiar. Orang tua yang sabar dapat
mengendalikan diri, siap menghadapi kendala dalam menegakkan
kebenaran. Ketika anak mulai menunjukkan jati dirinya, adakalanya
membuat orang tua ”kewalahan” menghadapinya. Namun ketika orang
tua sabar membimbing anak, menerima kelebihan dan kekurangannya,
akan membuat anak merasa diterima dan mau mengikuti arahan orang
tua.
Sikap sabar akan membuahkan kebahagiaan. Ketika anak membuat
”ulah”, orang tua yang sabar menghadapinya dapat menemukan
kebahagiaan dan kemanisan hidup. Sikap sabar akan memberikan
kekuatan jiwa dan menimbulkan tenaga atau semangat baru. Semangat
untuk tidak menyerah dalam memberikan pendidikan yang terbaik bagi
anak-anak. Bahkan sifat sabar mudah menular pada orang-orang
disekitarnya. Sikap sabar pada orang tua pada akhirnya dapat
melunakkan hati yang keras, dan menjadikan anak mau mengerti apa
yang diarahkan dari orang tua mereka.
Demikianlah ulasan ke-6 sifat keteladan orang tua. Pemahaman
yang luas dan benar amat menunjang terbentuknya keteladanan yang
lengkap dan mudah untuk diikuti oleh anak.Tugas mendidik adalah bukan
tugas yang ringan karena harus memperhatikan tujuan yang dicapai,
keadaan anak yang membawa fitrahnya, serta beragam bentuk
lingkungan. Untuk mencapai tujuan pendidikan diperlukan bekal, tidak
hanya teori atau penerapan pengalaman, melainkan berupa kekuatan
batin. Kekuatan yang mampu membuat strategi serta menjalankannya
dilakukan sambil bersaing dengan kondisi lingkungan yang mengitarinya.
Keteladanan orang tua merupakan hal amat penting dalam Pendidikan.
Enam sifat keteladanan itu dapat direalisasikan dalam kesehariannya yang
memberikan pengaruh pendidikan keteladanan pada anak dan sikap
hidup pada lingkungannya.

17
2. Kejujuran
Kejujuran merupakan salah satu fondasi penting dalam membina
hubungan dengan diri sendiri dan orang lain. Meskipun kejujuran begitu
penting dalam kehidupan, namun kejujuran merupakan hal yang sulit
dilakukan Seseorang selalu tergoda untuk melakukan kebohongan dan
kecurangan disebabkan ingin mendapatkan sesuatu lewat jalan pintas. OIeh
sebab itu, kejujuran memerlukan keberanian menunda kesenangan
sementara untuk mendapatkan kenikmatan yang abadi. Kejujuran
merupakan kebiasaan oleh sebab itu sebaiknya sikap ini dibiasakan sejak
anak usia dini. Penanaman nilai-nilai kejujuran pada anak usia dini dapat
dilakukan dengan dua pendekatan yaitu pendekatan kognitif dan
pendekatan belajar sosial. Pendekatan kognitif digunakan untuk
menumbuhkembangkan pengetahuan dan kesadaran anak terhadap
pentingnya bersikap jujur. Pendekatan belajar sosial yang dilakukan lewat
percontohan dan penguatan digunakan untuk membiasakan anak
melakukan perbuatan jujur lewat peniruan dan pembiasaan. Kedua
pendekatan ini sebaiknya dipahami dan digunakan para orang tua, guru,
dan para orang dewasa lainnya dalam mengajarkan nilai-nilai kejujuran pada
anak usia dini.
Kita dapat menanamkan sifat jujur ini, tidak hanya dengan kata-kata,
tetapi juga dibarengi dengan keteladanan, harus senantiasa selaras antara
kata dan tindakan. Jangan sampai sikap kita justru mengajarkan
ketidakjujuran. Misal saat istirahat siang, ada tamu mengetuk pintu. Karena
agak malas menemui lalu kita bilang, “Nak, katakan pada tamu, bapak tidak
ada. Sedang keluar kota.” Saat demikian, tindakan dan sikap kita itu akan
lebih ditangkap dari pada kata-kata kita yang mengajarkan kejujuran.
Seorang Ibu diharapkan selalu menanamkan dan mencontohkan nilai-nilai
kejujuran pada anaknya. Tidak hanya itu, ia juga menyuruh anaknya untuk
berjanji selalu jujur dan tidak akan pernah berdusta sebagai perwujudan nilai
iman. Sang anak itu pun meresapi pesan ibundanya. Dan berjanji di depan
ibunya untuk selalu jujur,sampai tertanam itu pun tertancap kokoh di hatinya .
Saat ia pamit pergi menempuh perjalanan yang jauh, sekali lagi ibunya
menyuruhnya memperbaharui janjinya; tidak akan berdusta.

18
3. Kedisiplinan
a. Pengertian Disiplin
Disiplin adalah cara untuk mengoreksi atau memperbaiki dan
mengajarkan pada anak tentang tingkah laku yang baik tanpa merusak
harga diri anak (tidak boleh membuat anak merasa jelek atau tidak
berharga sebagai manusia). Anak usia dini memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
rasa ingin tahu yang besar, senang bertanya, imajinasi yang tinggi, minat
yang luas, tidak takut salah, berani mengambil resiko, senang hal-hal baru,
senang menjelajah lingkungan dengan bergerak, senang melempar pasir,
mendorong teman, merebut mainan dan sulit berbagi dalam berbagai
hal. Tidak hanya orang dewasa, sifat disiplin sangat penting ditanamkan
pada anak-anak sedini mungkin. Mungkin di usia anak-anak yang masih
belum mempunyai tanggung jawab yang besar, kedisiplinan bukanlah hal
yang penting. Namun bila sifat disiplin tersebut ditanamkan pada anak-
anak kita sejak masa kanak-kanak, tentu akan menjadi sebuah modal
yang sangat berharga bagi buah hati kita kala dewasa kelak.
Menanamkan sifat disiplin bagi anak-anak tentu bukanlah hal yang
mudah, membutuhkan sebuah pembiasaan dan ketekunan, dan tentunya
dengan bantuan dari orang tua. Sebagai orang tua yang menginginkan
buah hatinya menjadi anak yang disiplin, sifat disiplin itu sendiri harus
tertanam di dalam hati orang tua. Dengan kata lain, semua harus dimulai
dari orang tua, yang nantinya akan ditransfer atau diajarkan kepada
anak. Akan menjadi hal yang sia-sia bagi kita, jika menginginkan buah
hatinya menjadi anak yang disiplin, namun kita sendiri kurang disiplin.
Disiplin sangat erat hubungannya dengan tanggung jawab dan peraturan.
Tanggung jawab kita dengan buah hati kita tentu berbeda. Namun di
dalam menaati peraturan, tentu sangat membutuhkan keselarasan.
Orang tua dan anak harus menaati peraturan atau norma yang
berlaku di tengah keluarga. Norma dan peraturan di dalam sebuah
keluarga, tentu akan berbeda antara keluarga yang satu dengan
keluarga yang lain. Oleh karena itu, orang tua harus bertanggung jawab
secara penuh dalam mendidik anak agar menaati peraturan atau norma
di dalam keluarga kita masing-masing. Menanamkan sifat disiplin kepada
anak, harus dimulai dari hal-hal yang kecil dan sederhana. Orang tua, atau

19
sebagai orang yang lebih dewasa tentu harus peka dalam hal ini, bisa
memulainya dengan cara membuatkan jadwal makan, tidur, mandi, dan
aktivitas-aktivitas yang lain.
Hal ini sangat penting agar buah hati kita belajar bagaimana cara
menghargai waktu dan menaati peraturan.
b. Tujuan penanaman Disiplin pada anak usia dini adalah
1) Mengajarkan tingkah laku apa yang diharapkan
2) Memberitahu kenapa anak harus melakukan tingkah laku tersebut
3) Mengajarkan tingkah laku mana yang tidak diharapkan pendidik
4) Memberitahu kenapa anak harus meninggalkan tingkah laku
tersebut
5) Memberikan gambaran kepada anak bagaimana perasaan orang
tua terhadap tingkah laku anak.
Kadang-kadang disiplin diartikan sebagai hukuman (“anak ini harus
didisiplinkan” yang artinya “anak ini harus dihukum”).
Sebenarnya ada perbedaan yang mendasar antara dua hal tersebut:
Disiplin Hukuman

1. Mengajarkan anak 1. Mengatakan kepada anak


bagaimana bertingkah laku bahwa anak buruk
2. Membuat anak mengerti 2. Tidak mengajarkan apa yang
kenapa tingkah lakunya salah seharusnya dilakukan anak
3. Tidak merusak rasa percaya 3. Membuat anak kadang tidak
diri anak mengerti hubungan antara
4. Memberikan kesempatan hukuman dengan tingkah lakunya
anak untuk memperbaiki tingkah yang salah
laku 4. Biasanya tidak ada
5. Membuat anak bertanggung hubungannya dengan kesalahan
jawab atas tingkah lakunya anak
“Mama tidak tahu apa yang kamu “Ayo berhenti berhenti nangisnya
inginkan, tolong katakan dengan nanti mama kurung di kamar mandi!
baik agar mama tahu” Mama pusing dengar kamu menangis.
Kamu ingin apa sih!”

c. Kiat-kiat sukses dalam mendisiplinkan anak usia dini:


1) Gunakan komunikasi produktif, yaitu:

20
a) Gunakan bahasa positif dan ucapkan dengan jelas (tidak bertele
- tele). Contoh: katakan: “semuanya berjalan”
b) KISS (keep information short & simple). Katakan dengan singkat
apa yang ingin disampaikan. Jelas dan padat. Contoh: katakan:
”semuanya duduk ibu akan segera cerita”
c) Jelas dalam mengkritik dan memberikan pujian. Jika anak butuh
dikritik maka pisahkan anak dari tingkah lakunya. Gambarkan
dengan jelas kesalahan anak dan katakan apa yang harus
dikerjakan.
d) Terimalah perasaan anak. Dengarkan anak tanpa mengkritik dan
menilai. Hargai pikiran dan perasaan anak, bahkan ketika mereka
sedang marah atau bertingkah laku negatif. Latih anak untuk
mengungkapkan marahnya dengan lisan daripada memukul
atau menggigit.
e) Mendengarkan anak dengan penuh perhatian. Salah satu cara
untuk memperbaiki komunikasi adalah mendengar aktif, jongkok
untuk bisa melakukan kontak mata, beri perhatian penuh.
f) Bicaralah dengan ekspresi wajah, bahasa tubuh dan nada suara
yang pas. Riset membuktikan bahwa 70%-80% pesan dikirim oleh
bahasa tubuh dan nada suara. Buatlah ketiganya pas dengan
pesan yang ingin disampaikan.
g) Kendalikan nada suara. Jangan berteriak atau memanggil dari
tempat yang jauh dari anak (3 meter). Dekati anak dan bicara
padanya dengan lembut.
2) Waktu dan keyakinan. Disiplin butuh waktu, maka itu rencanakan
setiap hari untuk bicara dan mendengar anak. Jangan lupa berikan
keyakinan pada anak bahwa ibu serius dan peduli pada anak.
3) Penguatan positif
Riset membuktikan bahwa lebih efektif menggunakan penguat
positif daripada menggunakan penguat negatif atau hukuman.
Hukuman memang menghentikan tingkah laku negatif, namun tidak
mengajarkan anak bagaimana memperbaiki tingkah lakunya. Lebih
jauh lagi akan menumbuhkan rasa dendam dan anak kehilangan
harga dirinya.

21
Penguat positif memberikan kesempatan anak untuk bertingkah
laku baik, menumbuhkan rasa percaya diri, memberikan rasa
mandiri dan rasa berhasil. Ada beberapa penguat positif yaitu:
a) Penguat sosial berupa senyum, pujian verbal / lisan
b) Penguat kegiatan berupa hak-hak istimewa
c) Penguat primer berupa stiker, bintang balon. Kacang dll.
4) Beberapa teknik yang dapat dilakukan jika anak bertingkah laku
negatif:
a) Distraksi (mengalihkan perhatian)
b) Pengarahan positif. Berikan anak tingkah laku alternatif dan
ajarkan penyaluran emosi yang bisa diterima secara sosial
c) Mengingatkan untuk memberi nama pada perasaan anak
(verbalisasi perasaan)
d) Konsekuensi logis, yaitu apa yang terjadi harus secara alamiah
mengikuti tingkah laku anak. Misalnya anak merubuhkan balok
yang dibangun temannya, maka anak harus membangunnya
kembali. Dengan demikian konsekuensi logis membantu anak
untuk melihat adanya hubungan antara tingkah laku anak
dengan dampak tingkah lakunya pada orang lain.
e) Memberi pilihan, membuat anak bertanggung jawab dengan
tingkah lakunya. Caranya berikan anak dua pilihan yang
mengarah pada tingkah laku yang diharapkan. Misalnya: ”kamu
mau membereskan balok yang kecil dulu atau yang besar
dulu?” bukan “kamu mau bereskan balok ini nggak?”.
f) Memberikan sentuhan yang menyenangkan. Usap punggung
anak jika anak kelihatan kesal atau tegang.
g) Kontak mata sangat penting. Bahwa setiap kali orang tua
melihat secara langsung pada anak, maka anak mengurangi
tingkah laku negatifnya.

4. Toleransi
a. Pengertian
Toleransi bisa berarti sikap terbuka dan saling menghormati terhadap
perbedaan. Sikap itu hendaknya ditanamkan sejak dini pada anak, untuk

22
menghindari konflik. Masyarakat Indonesia yang beragam dari berbagai
aspek, membutuhkan sikap toleransi untuk menjaga keutuhan. Meskipun
tak dipungkiri kenyataan munculnya konflik di berbagai daerah akibat
perbedaan tersebut. Hal itu menjadi isyarat pentingnya mengajarkan sikap
toleransi kepada anak sejak dini. Sebenarnya, arti kata toleransi adalah
sikap terbuka dan menghormati perbedaan. Meski kaitan toleransi lebih
sering pada perbedaan suku dan agama. Toleransi juga berarti
menghormati dan belajar dari orang lain, menghargai perbedaan,
menjembatani kesenjangan budaya, menolak stereotype yang tidak adil,
sehingga tercapai kesamaan sikap.
Anak dapat diperkenalkan konsep tentang toleransi sejak dini, yaitu
pada sekitar usia empat tahun. Sebelum mencapai usia tersebut, bukan
berarti anak tidak akan sama sekali menyerap berbagai contoh atau
mengetahui nilai-nilai toleransi tersebut. Sejak usia satu tahun, alam bawah
sadar anak dapat menyerap contoh yang dilakukan oleh orang tua dan
orang- orang disekelilingnya.
Namun pada usia dua tahun, sebagian besar anak masih cenderung
memiliki sifat egosentris. Artinya, anak menganggap bahwa dirinya adalah
segalanya. Yang membuat mereka sulit berbagi atau belum bersedia
bermain dengan orang lain.
Disinilah peran penting orang tua dalam menanamkan nilai toleransi
kepada anaknya. Terutama, menstimulasi anak agar dia siap menerima
keberadaan orang lain. Secara bersamaan, juga menanamkan karakter
toleran terhadap orang lain yang berbeda dari dirinya.
Banyak orang tua yang hidup dalam komunitas yang beragam dan
memiliki teman-teman yang memiliki perbedaan asal-usul, jenis kelamin,
agama, dan sebagainya. Mengajari toleransi pada anak-anak, sebaiknya
dimulai dari sikap orang tua yang menghargai perbedaan-perbedaan itu
dengan baik, yaitu dengan menjadi diri mereka sendiri, tanpa sikap yang
dibuat-buat.
Lingkungan rumah dan sekolah memegang peranan penting dalam
mengembangkan toleransi beragama. Jika lingkungan rumah atau
sekolah yang ditemui anak bersifat heterogen maka anak dapat
memahami perbedaan agama dan kebiasaan yang dilakukan masing-

23
masing agama.
Terutama, anak-anak di masa depan dihadapkan dengan era
globalisasi yang mengharuskan mereka berhadapan dengan orang-orang
yang memiliki latar belakang berbeda. Sehingga, pemahaman
keragaman merupakan hal penting bagi masa depan anak-anak. Apalagi
kelak jarak antar negara dan benua sudah semakin dekat berkat
kemajuan teknologi. Seperti peraturan lain, toleransi harus diajarkan
dengan cara yang bijak. Meskipun anak belum bisa bicara, mereka
biasanya melihat dan meniru perilaku orang tuanya. Anak- anak, usia
berapa pun, akan mengembangkan kemampuan mereka dengan
mencontoh perilaku dan penghargaan dari orang-orang yang dekat
dengan mereka.

b. Tips Mengenalkan Toleransi


1) Tunjukkan sikap menghargai orang lain.
Tinggal di lingkungan perumahan memungkinkan pertemuan
dengan para tetangga dengan budaya, agama, dan kebiasaan
yang beragam. Bergaul dan selalu menghargai satu sama lain akan
memberi contoh bertoleransi yang baik pada anak.
2) Memberikan contoh.
Orang tua dapat mengajarkan toleransi dengan memberikan
contoh- contoh dengan cara mereka sendiri. Membicarakan
tentang toleransi dan sikap menghargai akan membantu anak
memahami nilai apa yang ingin Anda tanamkan pada diri mereka.
3) Hati-hati berbicara.
Ingatlah bahwa anak-anak selalu mendengar perkataan Anda.
Jadi, hati-hatilah jika membicarakan kebiasaan orang-orang yang
berbeda dengan diri Anda. Meskipun hanya candaan, ini akan
terserap pada pikiran anak dan dapat mempengaruhi sikapnya.
4) Cermat memilih mainan, buku, dan musik.
Ingatlah pengaruh media sangat besar dalam membentuk
perilaku anak. Fokuskan pembicaraan dengan anak mengenai
pandangan negatif (stereotype) yang tidak adil dan mungkin
terpapar di media seperti film dan cerita-cerita pada buku.

24
5) Jawab dengan jujur.
Pertanyaan-pertanyaan yang menunjukkan kebiasaan
beragama dan berbudaya yang berbeda harus dijawab dengan
jujur dan mencerminkan sikap menghormati.
6) Carilah komunitas yang beragam.
Berilah kesempatan anak untuk bermain dan beraktivitas
dengan orang lain yang berbeda dengan diri mereka. Misalnya
ketika memilih sekolah, tempat berlibur, atau penitipan anak, carilah
tempat yang populasinya beragam.
Jika orang tua mengajarkan toleransi pada anak sejak dini,
mengajari cara menghargai orang lain, serta menunjukkan model
perilaku memperlakukan orang lain secara baik, niscaya anak akan
menanamkan sikap yang sama seiring perkembangannya

5. Kemandirian
a. Pengertian Kemandirian
Kemandirian anak usia dini berbeda dengan kemandirian remaja
ataupun orang dewasa. Jika definisi mandiri untuk remaja dan orang
dewasa adalah kemampuan seseorang untuk bertanggung jawab atas
apa yang dilakukan tanpa membebani orang lain, sedangkan untuk anak
usia dini adalah kemampuan yang disesuaikan dengan tugas
perkembangan.
Adapun tugas-tugas perkembangan untuk anak usia dini adalah
belajar berjalan, belajar makan, berlatih berbicara, koordinasi tubuh,
kontak perasaan dengan lingkungan, pembentukan pengertian, dan
belajar moral. Apabila seorang anak usia dini telah mampu melakukan
tugas perkambangan, ia telah memenuhi syarat kemandirian.
Tetapi, untuk membentuk kemandirian anak usia dini itu gampang-
gampang susah. Hal ini tergantung dari orang tua anak dalam
memperhatikan pertumbuhan dan perkembangan psikologis anak. Tentu
saja ini merupakan tugas orang tua untuk selalu mendampingi anaknya,
sebab orang tua adalah lingkungan yang paling dekat dan bersentuhan
langsung dengan anak. Peran orang tua atau lingkungan terhadap
tumbuhnya kemandirian pada anak sejak usia dini merupakan suatu hal

25
yang penting. Hal ini mengingat bahwa kemandirian pada anak tidak bisa
terjadi dengan sendirinya. Anak perlu dukungan, seperti sikap positif dari
orang tua dan latihan-latihan ketrampilan menuju kemandiriannya.
Dalam menanamkan kemandirian pada anak, hindarilah perintah
dan ultimatum karena dapat membuat anak selalu merasa berada di
bawah orang tua dan tidak mempunyai otoritas pribadi. Disiplin dan rasa
hormat tetap bisa dilatih tanpa Anda menjadi galak pada anak.
Mengarahkan, mengajar serta berdiskusi dengan anak akan lebih efektif
daripada memerintah, apalagi bila perintah tidak didasari dengan alasan
yang jelas. Lama kelamaan anak akan bergantung pada perintah atau
larangan anda dalam melakukan segala sesuatu. Senantiasa katakan dan
tunjukkan cinta, kasih sayang serta dukungan pada balita secara
konsisten, hal ini akan meningkatkan rasa percaya dirinya. Dengan
demikian dia akan lebih yakin pada dirinya, serta tidak ragu untuk
mencoba hal-hal yang baru. Orang tua juga harus bersikap positif pada
anak, seperti: memuji, memberi semangat atau memberi pelukan hangat
sebagai bentuk dukungan terhadap usaha mandiri yang dilakukan anak.
Adanya penghargaan atas usaha anak untuk menjadi pribadi mandiri,
terlepas dari apakah pada saat itu ia berhasil atau tidak.
Dengan tumbuhnya perasaan berharga, anak akan memiliki
kepercayaan diri yang sangat dibutuhkan dalam proses tumbuh kembang
selanjutnya. Betapapun kotornya anak pada saat ia mencoba makan
sendiri, betapapun tidak rapinya anak pada saat ia mencoba mandi
sendiri, betapapun lamanya waktu yang dibutuhkan anak untuk memakai
kaus kaki dan memilih sepatu atau baju yang tepat, hendaknya orang tua
tetap sabar untuk tidak bereaksi negatif terhadap anak, seperti mencela
atau meremehkan anak. Apabila orang tua/lingkungan bereaksi negatif
atau tidak menghargai usaha anak untuk mandiri, maka hal ini akan
berdampak negatif pada diri anak, seperti anak bisa tumbuh menjadi
seorang yang penakut, tidak berani memikul tanggung jawab, tidak
termotivasi untuk mandiri dan cenderung memiliki kepercayaan diri yang
rendah.
Selain itu, untuk menjadi pribadi mandiri, seorang anak juga perlu
mendapat kesempatan berlatih secara konsisten mengerjakan sesuatu

26
sendiri atau membiasakannya melakukan sendiri tugas-tugas yang sesuai
dengan tahapan usianya. Orang tua atau lingkungan tidak perlu bersikap
terlalu cemas, terlalu melindungi, terlalu membantu atau bahkan selalu
mengambil alih tugas-tugas yang seharusnya dilakukan anak, karena hal
ini dapat menghambat proses pencapaian kemandirian anak.
Kesempatan untuk belajar mandiri dapat diberikan orang tua atau
lingkungan dengan memberikan kebebasan dan kepercayaan pada
anak untuk melakukan tugas-tugas perkembangannya. Namun demikian
peran orang tua atau lingkungan dalam mengawasi, membimbing,
mengarahkan dan memberi contoh teladan tetap sangat diperlukan, agar
anak tetap berada dalam kondisi atau situasi yang tidak membahayakan
keselamatannya. Bagi anak- anak usia dini, latihan kemandirian ini bisa
dilakukan dengan cara melibatkan anak dalam kegiatan praktis sehari-hari
di rumah, seperti melatih anak mengambil air minumnya sendiri, melatih
anak untuk membersihkan kamar tidurnya sendiri, melatih anak buang air
kecil sendiri, melatih anak menyuap makanannya sendiri, melatih anak
untuk naik dan turun tangga sendiri, dan sebagainya.
Selain bersikap positif dan selalu mendukung anak, praktek
kemandirian juga perlu diajarkan kepada anak melalui materi ketrampilan
hidup dengan konsep-konsep sederhana. Seperti contoh: anak diajarkan
untuk mengerti bahwa semua barang miliknya (sepatu, mainan, boneka,
buku cerita dll.) diperoleh karena orang tua bekerja untuk mendapatkan
penghasilan supaya mampu membeli semua yang dia butuhkan. Karena
itu, perlu adanya sikap tegas terhadap anak bahwa tidak semua yang dia
inginkan harus dipenuhi pada saat itu juga. Perlu ada waktu menunggu
atau mengajarkan anak untuk menabung terlebih dahulu sebelum
membeli sesuatu. Dengan konsep seperti itu, dalam diri anak akan
tertanam nilai untuk menghargai jerih payah orang tua sekaligus belajar
menjadi pribadi mandiri. Materi yang bersifat akademis bisa dikatakan
sebagai salah satu dari sekian banyak mata pelajaran yang harus
dipelajari anak. Yang utama adalah keterampilan anak untuk menjadi
seorang yang mandiri. Banyak manfaatnya jika pelajaran mengenai
kemandirian diberikan pada anak usia dini. Tidak hanya teori, melainkan
mengajak anak untuk mempraktekkannya dengan konsep-konsep

27
sederhana tanpa harus menunggu lulus SMA atau lulus Perguruan Tinggi.
Tentu hasilnya akan lebih efektif dan maksimal jika hal itu diajarkan pada
usia dini.
Semakin dini usia anak untuk berlatih mandiri dalam melakukan
tugas-tugas perkembangannya, diharapkan nilai-nilai serta keterampilan
mandiri akan lebih mudah dikuasai dan dapat tertanam kuat dalam diri
anak. Untuk menjadi pribadi mandiri, memang diperlukan suatu proses
atau usaha yang dimulai dari melakukan tugas-tugas yang sederhana
sampai akhirnya dapat menguasai ketrampilan-ketrampilan yang lebih
kompleks atau lebih menantang, yang membutuhkan tingkat penguasaan
motorik dan mental yang lebih tinggi. Dalam proses untuk membantu anak
menjadi pribadi mandiri itulah diperlukan sikap bijaksana orang tua atau
lingkungan agar anak dapat terus termotivasi dalam meningkatkan
kemandiriannya.

b. Mendidik Kemandirian Anak Usia Dini


Secara bertahap dan dengan media apa adanya, anak dapat
bermain, berlatih dan belajar mengeksplorasi mengekploitasi semua
kemampuan yang ada dalam diri mereka. Halaman rumah atau lahan
kosong sekitar rumah bisa menjadi tempat bagi mereka untuk
mengembangkan sikap mandiri melalui aktivitas petualangan. Yang lebih
penting pada masa ini anak mempunyai energi lebih yang harus disalurkan
atau diimplementasikan melalui kegiatan yang bernilai edukasi tinggi
seperti bermain bersama.
Pribadi yang mandiri adalah kemampuan hidup yang utama dan
salah satu kebutuhan setiap manusia di awal usianya. Anak meskipun
usianya masih muda namun di haruskan memiliki pribadi yang mandiri.
Alasan mengapa hal ini di perlukan? karena ketika anak terjun ke
lingkungan di luar rumah sudah tidak tergantung kepada orang tua.
Misalnya, ketika anak sudah mulai bersekolah, orang tua tidak mungkin
selalu menemani mereka tiap detiknya. Mereka harus belajar mandiri
dalam mencari teman, bermain, dan belajar.
Pada faktanya semua usaha untuk membuat anak menjadi mandiri
sangatlah penting agar anak dapat mencapai tahapan kedewasaan

28
sesuai dengan usianya. Orang tuadan pendidik diharapkan dapat saling
bekerja sama untuk membantu anak dalam mengembangkan
kepribadian mereka.
Anak akan mandiri jika di mulai dari keluarganya dan hal ini
menyebabkan tingkat tingkat kemandirian seseorang berbeda-beda satu
sama lain. Hal ini disebabkan oleh faktor yang mempengaruhi kemandirian
tersebut. Muhammad Asrori menyatakan bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi kemandirian adalah: keturunan orang tua, pola asuh
orang tua, sistem pendidikan di sekolah, sistem pendidikan di masyarakat.
Anak yang mandiri untuk ukuran anak usia dini terlihat dengan ciri-ciri:
1) Dapat melakukan segala aktivitasnya secara sendiri meskipun tetap
dengan pengawasan orang dewasa.
2) Dapat membuat keputusan dan pilihan sesuai dengan pandangan,
pandangan itu sendiri diperolehnya dari melihat prilaku atau
perbuatan orang-orang di sekitarnya.
3) Dapat bersosialisasi dengan orang lain tanpa perlu ditemani orang
tua.
4) Dapat mengontrol emosinya bahkan dapat berempati terhadap
orang lain.
Penanaman sifat kemandirian ini harus dimulai sejak anak prasekolah.
Tetapi harus dalam kerangka proses perkembangan manusia, artinya
orang tua tidak boleh melupakan bahwa anak bukanlah miniatur orang
dewasa, sehingga ia tidak bisa dituntut menjadi orang dewasa sebelum
waktunya, serta orang tua harus mempunyai kepekaan terhadap setiap
proses perkembangan anak dan menjadi fasilitator bagi
perkembangannya.
Dari uraian di atas dapat dinyatakan bahwa ada beberapa hal yang
menjadi perhatian dalam menanamkan kemandirian pada anak sejak dini
sebagai berikut:
1) Kepercayaan
Suasana sekolah yang terasa asing dan berat bagi anak karena
harapan orang tua dan guru agar menjadi anak yang baik, maka perlu
ditanamkan rasa percaya diri dalam diri anak dengan memberikan
kepercayaan untuk melakukan sesuatu yang mampu dilakukan sendiri.

29
2) Kebiasaan
Dengan memberikan kebiasaan yang baik kepada anak sesuai
dengan usia dan tingkat perkembangannya, misalnya, membuang
sampah pada tempatnya, melayani dirinya sendiri, mencuci tangan,
meletakkan mainan pada tempatnnya, dll.
3) Komunikasi
Komunikasi merupakan hal penting dalam menjelaskan tentang
kemandirian kepada anak dengan bahasa yang mudah dipahami
4) Disiplin
Merupakan proses yang dilakukan oleh pengawasan dan
bimbingan orang tua dan guru yang konsisten. Dengan mengajarkan
disiplin kepada anak sejak dini, berarti kita telah melatih anak untuk bisa
mandiri di masa datang dimana kunci kemandirian anak adalah
sebenarnya ada di tangan orang tua dan guru.

c. Jenis-jenis kemandirian
1) Kemandirian sosial dan emosi
2) Kemandirian fisik dan fungsi tubuh
3) Kemandirian intelektual
4) Menggunakan lingkungan untuk belajar
5) Membuat keputusan dan lingkungan

E. RANGKUMAN MATERI
1. Penanaman karakter yang baik dapat dilakukan orang tua terhadap anak
usia dini dalam keluarga dapat dilakukan melalui 5 nilai yaitu keteladanan,
kejujuran, kedisiplinan, toleransi, dan kemandirian.
2. Kateladanan dapat terwujud jika setiap orang tua memiliki konsep berilmu,
taqwa, ikhlas, santun, tanggung jawab dan sabar dalam mendidik anak
usia dini.
3. Penanaman nilai-nilai kejujuran pada anak usia dini dapat dilakukan
dengan dua pendekatan yaitu pendekatan kognitif dan pendekatan
belajar sosial. Pendekatan kognitif digunakan untuk
menumbuhkembangkan pengetahuan dan kesadaran anak terhadap
pentingnya bersikap jujur. Pendekatan belajar sosial yang dilakukan lewat

30
percontohan dan penguatan digunakan untuk membiasakan anak
melakukan perbuatan jujur lewat peniruan dan pembiasaan.
4. Disiplin adalah cara untuk mengoreksi atau memperbaiki dan
mengajarkan pada anak tentang tingkah laku yang baik tanpa merusak
harga diri anak (tidak boleh membuat anak merasa jelek atau tidak
berharga sebagai manusia).
5. Orang tua berperan penting dalam menanamkan nilai toleransi kepada
anaknya terutama dalam menstimulasi anak agar dia siap menerima
keberadaan orang lain.
6. Kemandirian pada anak usia dini dapat ditanamkan orang tua melalui : a)
kepercayaan; 2) kebiasaan; 3) komunikasi; dan 4) disiplin.

F. EVALUASI
1. Berikut ini adalah nilai-nilai yang harus dimiliki orang tua untuk memberikan
keteladanan kepada anak, kecuali…
a. Tegas
b. Berilmu
c. Sabar
d. Ikhlas
2. Menanamkan kedisiplinan, kejujuran dan tanggung jawab pada anak,
sebaiknya diberikan dengan cara ...
a. Berdiskusi
b. Simulasi
c. Pemberian tugas
d. Pemberian contoh
3. Mengembangkan sikap toleransi, dan kasih sayang pada anak akan
optimal apabila orang tua memberikan...
a. Perhatian
b. Dorongan
c. Ganjaran
d. Hambatan
4. Hal yang sebaiknya dilakukan jika seorang anak berbuat kesalahan
adalah….
a. Memberikan hukuman

31
b. Memberikan pujian
c. Mendisiplinkan anak
d. Memberikan hadiah
5. Cara yang dapat dilakukan orang tua untuk menanamkan sikap toleransi
kepada anak usia dini adalah…
a. Mengajarkan peraturan di rumah
b. Memberikan kesempatan anak bermain dengan orang lain yang
berbeda dengan dirinya
c. Membiasakan melakukan pekerjaan rumah sendiri
d. Membiasakan anak untuk bermain sendiri

G. PENUGASAN
1. Diskusikan dengan teman sekelompok anda bagaimana cara yang anda
lakukan untuk memberikan pemahaman kepada orang tua jika ada anak
didik anda yang memiliki karakter yang tidak baik.
2. Tuliskan hasil diskusi yang telah dilakukan selanjutnya unggah (upload) di
ruang yang telah disediakan paling lambat maksimal 1 minggu setelah
pembelajaran.

32
KEGIATAN BELAJAR 3
PENERAPAN PENYELENGGARAAN PROGRAM
PEMBERDAYAAN ORANG TUA PADA SATUAN PAUD

A. STANDAR KOMPETENSI
Memahami program pemberdayaan orang tua di lembaga PAUD.

B. KOMPETENSI DASAR
Melaksanakan program pemberdayaan orang tua di lembaga PAUD.

C. INDIKATOR
Melaksanakan tahap-tahap pelaksanaan program pemberdayaan orang
tua di Lembaga PAUD.

D. URAIAN MATERI
1. Tahap-tahap Pelaksanaan Program Pemberdayaan Orang Tua
Mekanisme penyelenggaraan program pemberdayaan orang tua
meliputi 5 tahapan implementasi, yaitu: a. Tahap persiapan; b. Tahap
penyusunan program; c. Tahap pelaksanaan program; d. Tahap evaluasi
internal; dan e. Tahap monitoring dan evaluasi. Untuk lebih memahaminya,
mekanisme pembelajaran program pemberdayaan orang tua, digambarkan
melalui diagram pada gambar 1 berikut.

33
A. PERSIAPAN B. PENYUSUNAN PROGRAM C. PELAKSANAAN PROGRAM

D. E V A L U A S I I N T E R N A L
E. MONITORING DAN EVALUASI PROGRAM

Gambar 1. Diagram Tahapan Program Pemberdayaan Orang tua pada Pendidikan Anak Usia Dini

a. Tahap Persiapan Program


Tahap pertama ini berisi (1) Pendataan Kelompok Sasaran dimana
program parenting akan dilaksanakan dan (2) Pendataan Sumber- Sumber
Dukungan. Dari hasil pendataan yang dilakukan diharapkan tersusun (3) Peta
Sosial, berupa informasi mengenai pelaksanaan program yang sekurang-
kurangnya menggambarkan sebaran kelompok sasaran program, potensi
individu, potensi kelembagaan, dan potensi sosial lainnya. Dalam tahap ini
dirumuskan kebutuhan apa saja yang diperlukan oleh keluarga kelompok
sasaran, termasuk di antaranya informasi dan pengetahuan yang perlu
diketahui, dukungan pihak mana saja yang bisa dimanfaatkan, dan sumber
daya apa saja yang dimiliki oleh keluarga sebagai kelompok sasaran
sehingga bisa dirumuskan kekuatan dan kelemahan yang dimiliki.

b. Tahap Penyusunan Program


Setelah terkumpul informasi Peta Sosial yang didapat dari Tahap Persiapan
Program, dilanjutkan dengan (4) Sosialisasi dan Pendataan Kebutuhan
Program. Kegiatan ini merupakan pemberian informasi mengenai kekuatan
dan kelemahan kelompok sasaran yang dirumuskan dalam Peta Sosial
kepada pihak-pihak terkait. Pada kegiatan ini pihak-pihak yang harus
dilibatkan sekurang-kurangnya sesuai dari hasil pendataan yang ada,

34
biasanya terdiri dari: pengelola program, orang tua anak usia dini, kepala
desa atau ketua RW/RT, tokoh masyarakat, unsur lembaga sosial
(masyarakat), pelaku dunia usaha, dan unsur lainnya yang memiliki
kemampuan untuk menyukseskan program. Program kemudian disusun dalam
(5) Penyusunan Rancangan Program untuk dirumuskan program yang akan
dijalankan. Tahap ini menentukan kurikulum kecakapan dasar keorang tuaan
yang perlu dirancang untuk berjalannya program parenting. Kurikulum
kecakapan dasar keorang tuaan meliputi dorongan atau motivasi yang perlu
disampaikan kepada orang tua untuk meyakinkan pentingnya peran serta
mereka dalam pembelajaran dan pengasuhan anak usia dini, pembimbingan
perilaku, pemecahan masalah dan pengambilan keputusan, kendali diri
sebagai orang tua, dan membangun empati. Terbentuknya kurikulum ini
membawa mekanisme program parenting ke tahap berikutnya, yaitu (6)
Penyiapan Perangkat Program. Termasuk di dalamnya adalah sarana dan
prasarana yang diperlukan dalam menjalankan kurikulum yang telah
dirancang, misalnya ruangan tempat pertemuan, atau media belajar lainnya
seperti papan tulis, lembar informasi (seperti leaflet, brosur, poster, dll),
perangkat audio visual (VCD, proyektor, komputer, radio, TV, dll), komik atau
bulletin, buku atau majalah mengenai tumbuh kembang anak dan parenting,
dan lain sebagainya.

c. Tahap Pelaksanaan Program


Beberapa alternatif bentuk kegiatan yang bisa dilakukan dalam
melaksanakan program parenting, di antaranya adalah: (1) Kelompok
Pertemuan Orang tua; (2) Keterlibatan Orang tua di Kelompok/ Kelas Anak; (3)
Keterlibatan Orang tua dalam Kegiatan Bersama; (4) Hari Konsultasi Orang
tua; (5) Kunjungan Rumah; dan (6) Kegiatan Lain yang sesuai dengan
kebutuhan dan atau potensi sosial yang sudah melekat di masyarakat.

d. Tahap Evaluasi Internal


Evaluasi internal merupakan penilaian terhadap proses berjalannya suatu
program. Dengan demikian dapat diketahui apakah kekuatan dan
kelemahan yang ada dalam setiap pelaksanaan program. Melalui evaluasi ini
juga bisa diketahui apakah tujuan dari program parenting yang ditetapkan

35
sebelumnya bisa tercapai. Aspek yang dievaluasi meliputi partisipasi para
pihak yang terlibat, seperti kehadiran dan keaktifan orang tua; perubahan
perilaku yang diharapkan, dan proses berjalannya kegiatan yang
diselenggarakan serta pengetahuan, sikap, dan keterampilan orang tua
dalam penyelenggaraan PAUD. Evaluasi internal dapat dilakukan melalui
kuesioner, pengamatan, wawancara, checklist, diskusi atau dapat
menggunakan format kesan, pesan, dan saran kegiatan, dan dengan melihat
jumlah kehadiran peserta.
Tujuan dari evaluasi internal ini adalah untuk mengetahui efektivitas dan
keberhasilan program yang telah dilaksanakan. Waktu evaluasi dapat
dilaksanakan selama proses berlangsung dan pada akhir kegiatan.

e. Tahap Monitoring dan Evaluasi


Kegiatan monitoring dan penilaian pelaksanaan program yang
dilaksanakan oleh pihak luar. Pihak-pihak yang bisa melakukan monitoring
dan evaluasi di antaranya adalah: Direktorat PAUD, Dinas Pendidikan
Provinsi/Kabupaten/Kota, dan Lembaga Mitra (Himpaudi, Forum PAUD, dan
pihak lain yang berkepentingan).

2. Jenis-jenis Pelaksanaan Program Pemberdayaan Orang tua


a. Pertemuan satuan PAUD dengan orang tua
Pertemuan satuan PAUD dengan orangtua adalah pintu gerbang
komunikasi antara orangtua dengan satuan PAUD, yang memungkinkan
orangtua mengetahui program pendidikan yang akan diterapkan satuan
PAUD untuk anak-anak.
Bentuk pertemuan satuan PAUD dengan orangtua adalah Hari pertama
masuk sekolah dan Pertemuan walikelas/ guru dengan orangtua.
Tujuan umum pertemuan satuan PAUD dengan orangtua adalah sebagai
wahana komunikasi antara orangtua dengan satuan PAUD untuk saling
memberi dan mendapatkan informasi/masukan tentang program satuan
PAUD serta perkembangan anak.
Tujuan khusus pertemuan sekolah dengan orangtua adalah a)
Menyamakan pemahaman antara satuan PAUD dengan orang tua tentang
kebijakan dan program satuan PAUD dalam memberikan layanan pendidikan

36
kepada anak, b) Memperkenalkan guru dan semua sumber daya yang ada
di satuan PAUD dan c) Membahas perkembangan anak.
Langkah pertemuan sekolah dengan orangtua : persiapan, pelaksanaan
dan evaluasi. Persiapan terdiri atas a) membentuk tim pelaksana, b)
Menyusun agenda kegiatan, c) Menyiapkan bahan informasi, dan d)
Mensosialisasikan dan mengundang orangtua.
1) Pertemuan Hari Pertama Sekolah (HPS).

Gambar 2. Suasana Hari Pertama Masuk PAUD

Hari pertama masuk sekolah merupakan pertemuan pertama antara


lembaga PAUD dengan orangtua saat anak mulai masuk sekolah.
Pertemuan ini merupakan waktu yang sangat penting untuk memulai
kemitraan dengan seluruh orangtua/wali peserta didik. Di hari pertama
masuk sekolah, ketika siswa diorientasi tentang kegiatan sekolah, para
orang tua dapat dikumpulkan untuk mensosialisasikan kebijakan dan
program sekolah kepada orangtua/wali.

37
Gambar 3. Pertemuan satuan PAUD dengan orangtua saat HPS

Pertemuan HPS dapat dilaksanakan di aula atau lapangan terbuka milik


satuan PAUD yang dapat menampung seluruh orangtua peserta didik
(khususnya yang baru). Selain orangtua, hadirkan pula seluruh guru dan
tenaga kependidikan yang ada di satuan pendidikan, perwakilan unsur
Dinas Pendidikan, Komite Sekolah, instansi pemerintah terkait yang ada di
sekitar lingkungan sekolah, Tokoh/unsur masyarakat sekitar lingkungan
sekolah.

2) Pertemuan Guru/Wali Kelas dengan Orangtua/Wali.


Pertemuan guru/wali kelas dengan orangtua merupakan pertemuan rutin
antara wali kelas dengan orangtua/wali, untuk menjalin komunikasi yang
positif dan intensif diantara keduanya demi mendukung proses stimulasi
perkembangan anak di sekolah dan di rumah. Pertemuan ini dilakukan
untuk membahas pertumbuhan dan perkembangan anak termasuk faktor
yang mempengaruhinya. Pertemuan ini juga untuk membahas tema lain
sesuai kesepakatan dan kebutuhan bersama orangtua dengan guru/wali
kelas.

Gambar 4. Pertemuan guru dengan orangtua


Pertemuan ini dilaksanakan minimal 2 kali per semester, di awal dan di akhir
semester, dengan memanfaatkan ruangan yang tersedia di sekolah.

b. Kelas Orang Tua


Kelas orang tua merupakan wadah bagi orangtua/ wali untuk
menambah pengetahuan/ keterampilan dalam mendidik anak. Kegiatan
kelas orangtua menjadi fasilitas bagi orangtua untuk untuk saling belajar,

38
meningkatkan kesadaran, pemahaman dan kemampuan mereka dalam
mendidik dan mengasuh anak agar tumbuh karakter positif dan budaya
prestasi.

Gambar 5. Kelas Orang tua

Tujuan kegiatan kelas orangtua adalah Memfasilitasi orangtua untuk


meningkatkan pemahaman, kesadaran dan kemampuan mendidik atau
mengasuh anak dalam suasana belajar yang menyenangkan, efektif, dan
aplikatif. Sedangkan tujuan khususnya yaitu:
1) Memperoleh pemahaman yang benar tentang kondisi anak dan
upaya-upaya yang dapat dilakukan;
2) Meningkatkan peran positif dan tanggungjawab sebagai
orangtua/wali dalam mengatasi permasalahan anak dan;
3) Meningkatkan kerjasama yang lebih harmonis antara orangtua/wali
dan sekolah dalam membantu permasalahan anak
Langkah persiapan pada kegiatan kelas orangtua meliputi beberapa
kegiatan, diantaranya: menentukan peserta didik kelas orangtua,
menyepakati tema/materi yang akan dibahas, membuat jadwal kegiatan
kelas orangtua, menetapkan tempat kegiatan, menentukan dan
menghubungi narasumber/ fasilitator, menyebarkan informasi dan undangan
kegiatan.

39
Gambar 6. Ayah dan bunda mengikuti kelas orang tua di PAUD

Pada pelaksanaan kegiatan kelas orangtua pembahasan untuk setiap


materi menerapkan siklus penyadaran, pemahaman, penerapan, dan refleksi.
Penilaian keberhasilan kegiatan kelas orangtua dilakukan oleh peserta,
pelaksana dan fasilitator. Instrumen penilaian menggunakan skala sikap untuk
melihat tingkat kesesuaian setiap pernyataan berkaitan dengan penilaian
kegiatan peserta, proses pembelajaran, dan kegiatan narasumber.

c. Kelas inspirasi
kelas inspirasi merupakan upaya satuan Pendidikan untuk memberikan
kesempatan kepada orangtua, alumni sekolah, tokoh masyarakat, dan praktisi
Pendidikan terpilih untuk memberikan motivasi/ inspirasi kepada peserta didik,
sehingga tumbuh semangat, cita-cita, dan harapan. Kegiatan kelas inspirasi
bertujuan memfasilitasi orangtua, masyarakat, atau pihak lain untuk
memberikan motivasi kepada peserta didik sehingga tumbuh kemauan yang
kuat dari peserta didik untuk terus belajar.

40
Gambar 7. Kelas inspirasi di lembaga PAUD

Dalam kelas inspirasi orangtua berperan sebagai:


1) narasumber dalam rangka memberi inspirasi/ motivasi kepada peserta
didik dalam mendorong anak mencapai prestasi/hasil belajar terbaik serta
keinginan melanjutkan proses pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi.
2) narasumber dalam menyampaikan materi khusus sesuai dengan profesi
dan atau kompetensi yang dimiliki orang tua, misal: materi terkait
kesehatan, gizi, permasalahan dalam penanganan anak, terkait
pengembangan minat- bakat anak, dll.
Langkah Pelaksanaan kelas inspirasi dapat dilakukan melalui rangkaian
kegiatan sebagai berikut: (a) Perkenalan narasumber kepada seluruh peserta
kelas inspirasi. (b) Pemaparan cerita atau pengalaman inspiratif dari
narasumber sesuai tema kelas inspirasi;(c) Curah pendapat atau pengalaman
tentang tentang tema kelas inspirasi melalui tanya jawab dan diskusi antara
narasumber dengan peserta didik.
Penilaian keberhasilan kegiatan kelas inspirasi dilakukan oleh peserta,
pelaksana dan fasilitator. Penilaian dilakukan melalui skala sikap dengan
menggunakan format yang telah disiapkan.penilaian ini dilakukan terhadap
peserta didik dan narasumber

41
d. Pentas Kelas
Kegiatan pentas kelas (atau dengan sebutan lainnya) merupakan sarana
bagi peserta didik, pendidik, tenaga kependidikan, dan orang tua untuk unjuk
kreasi sesuai bakat/minat masing-masing. Pentas kelas bertujuan untuk (1)
memupuk semangat dan kebanggaan, dan (2) saling menghargai antara
peserta, pihak satuan dan orang tua, atas kerja keras dalam belajar,
memberikan perhatian, bimbingan dan dukungan terhadap proses
pendidikan anak.

Manfaat yang dapat dipetik dari kegiatan pentas kelas antara lain; 1)
memberikan penghargaan terhadap kreatifitas dan prestasi anak; 2)
membangun kebersamaan orang tua, anak dan guru; 3) memberikan
motivasi prestasi kepada semua peserta didik dalam berbagai bidang, dan 4)
mambangun rasa percaya diri dan keberanian pada diri peserta didik.

Gambar 8. Pemberian penghargaan pada peserta didik saat pentas kelas

Pentas kelas dapat diisi dengan berbagai kegiatan penghargaan, unjuk


kreasi atau lomba-lomba. Contoh aktivitas nya antara lain; pemilihan guru
favorit, pemilihan orang tua hebat, pameran karya seni, dan pameran foto
hasil kreasi anak, penampilan bakat dan minat peserta didik, seperti main
peran, menyanyi, menari, baca puisi, story telling, hafalan Al- quran, peragaan
busana, dll.

42
Gambar 9. Pemberian penghargaan pada orangtua saat pentas kelas

Unsur yang terlibat dalam kegiatan pentas kelas adalah paguyuban


orangtua, pengelola dan pendidik pada satuan PAUD. Pelaksanaan Kegiatan
pentas kelas ini dilaksanakan di aula, halaman, atau ruang kelas. Ruangan
yang cukup luas diperlukan sebagai arena pertunjukan atau pentas serta
area stand untuk menampilkan berbagai kreasi hasil karya anak. Kegiatan
pentas kelas dilaksanakan pada hari-hari tertentu yang telah ditentukan
misalnya pada tengah semester, akhir tahun pembelajaran, hari-hari besar
nasional, hari besar keagamaan, hari lahir Lembaga, atau moment kegiatan
tertentu. Pentas kelas menampilkan berbagai hasil karya dan unjuk kabisa
peserta didik dan orangtua baik pertunjukan seni tari, seni suara, drama, puisi,
dan lain sebagainya.

43
Gambar 10. Orangtua dan anak-anak tampil bersama saat pentas kelas

Kegiatan pentas kelas diselenggarakan melalui langkah-langkah (1)


Persiapan (2) Pelaksanaan (3) penilaian dan (4) Pelaporan. Tahapan
persiapan diantaranya adalah : (a) Membentuk kepanitiaan pentas kelas;(b)
Menyiapkan rancangan rangkaian acara kegiatan pentas kelas; (c) Sosialisasi
untuk mengenalkan kegiatan pentas kelas ; (d) Menyiapkan sarana dan
wujud penghargaan (e) Menyebarkan informasi dan undangan kepada
orang tua dan (f) Menata dan merancang (mendekorasi) area kelas . Tahap
pelaksanaan diantaranya adalah : (a) Pelaksanaan berbagai lomba peserta
didik; (b) Pemilihan guru favorit (atau sejenisnya);(c) Pemilihan orang tua
hebat/teraktif/sejenisnya,;(d) Pemilihan peserta didik terbaik. Tahap penilaian
dilakukan untuk melihat tingkat keberhasilan pelaksanaan pentas kelas dan
Tahapan pelaporan dilakukan dalam rangka sebagai pertanggungjawaban
pelaksanaan kegiatan.

e. Kunjungan Rumah
Pengertian kunjungan Rumah adalah kegiatan yang dilakukan oleh
pengurus atau pengelola program yang dapat melibatkan pendamping atau
narasumber, dalam rangka mempererat hubungan, menjenguk, atau
membantu menyelesaikan permasalahan tertentu yang dilakukan secara

44
kekeluargaan.
Sedangkan tujuannya adalah :
1) Menjalin silaturahmi antara keluarga dengan pengurus dan
lembaga pendidikan anak usia dini.
2) Menggali informasi tentang pola-pola pendidikan orang tua
dalam keluarga.
3) Menemukan pemecahan masalah secara bersama terhadap
masalah yang dihadapi oleh orang tua di rumah.

Gambar 11. Pendidik Melakukan Kunjungan Rumah

Beberapa hal yang perlu dilakukan untuk melaksanakan kunjungan rumah


adalah:
1) Pengelolaan
Kegiatan ini dirancang oleh pengurus dan pengelola PAUD sebagai kegiatan
insidental sesuai dengan kebutuhan. Dalam kunjungan rumah ini diusahakan
peserta yang ikut dalam kunjungan rumah tidak lebih dari 3 orang (1 orang
pengurus, 1 orang pengelola PAUD dan 1 orang tenaga ahli) agar orang yang
dikunjungi tidak direpotkan.
2) Sasaran Kegiatan
Kegiatan ini tidak saja diperuntukkan untuk orang tua, tetapi untuk seluruh
anggota keluarga yang serumah, misalnya; ibu, ayah, kakak, nenek, kakek,
baby sitter, pembantu, dan anggota keluarga lain yang tinggal serumah
dengan anak usia dini.
3) Proses Kegiatan

45
Kunjungan rumah sedapat mungkin menghindari sifat interogasi. Saran hanya
diberikan jika diminta atau jika suasananya memungkinkan, sehingga tidak
terkesan menggurui. Keluarga lain yang ikut serta dalam kunjungan rumah
dapat berperan menjadi orang yang sedang belajar atau menjadi
narasumber.
4) Tahapan Kegiatan
a) Melakukan identifikasi keluarga-keluarga yang akan
dikunjungi.
b) Melakukan kontak/komunikasi dengan keluarga yang akan dikunjungi
dengan menjelaskan maksud dan tujuan kunjungan, waktu yang
dibutuhkan, dan proses kegiatan yang akan dilaksanakan.
c) Menyiapkan sarana dan prasarana yang dibutuhkan berupa lembar
pengamatan atau alat-alat dokumentasi lainnya.
d) Memperkenalkan diri dan menjelaskan maksud dan tujuan kegiatan
kepada semua anggota keluarga yang ada di rumah.
e) Mengajak keluarga untuk berbagi pengalaman tentang hal- hal yang
terkait dengan peningkatan gizi, pemeliharaan kesehatan, perawatan,
pengasuhan, pendidikan, dan pendidikan untuk anak-anak dalam
keluarga.
f) Mengajak orang tua untuk melakukan permainan bersama anak di dalam
keluarga dengan mengoptimalkan alat permainan edukatif yang ada
dalam keluarga.
g) Mengajak keluarga untuk merefleksikan apa yang sudah dilakukan saat
itu.
h) Melakukan evaluasi kegiatan dengan aspek yang diuji seperti; waktu yang
dipergunakan, kredibilitas narasumber, pendekatan kunjungan, dan
partisipasi orang tua.

E. RANGKUMAN MATERI
1. Mekanisme penyelenggaraan program pemberdayaan orang tua meliputi 5
tahapan implementasi, yaitu: (a) Tahap persiapan; (b) Tahap penyusunan
program; (c) Tahap pelaksanaan program; (d) Tahap evaluasi internal; dan
(e) Tahap monitoring dan evaluasi.
2. Pada tahap persiapan dirumuskan kebutuhan apa saja yang diperlukan oleh

46
keluarga kelompok sasaran, termasuk di antaranya informasi dan
pengetahuan yang perlu diketahui, dukungan pihak mana saja yang bisa
dimanfaatkan, dan sumber daya apa saja yang dimiliki oleh keluarga sebagai
kelompok sasaran sehingga bisa dirumuskan kekuatan dan kelemahan yang
dimiliki. Langkah kegiatan pada tahap persiapan terdiri atas: (1) Pendataan
Kelompok Sasaran dimana program parenting akan dilaksanakan dan (2)
Pendataan Sumber-Sumber Dukungan. Dari hasil pendataan yang dilakukan
diharapkan tersusun (3) Peta Sosial, berupa informasi mengenai pelaksanaan
program yang sekurang-kurangnya menggambarkan sebaran kelompok
sasaran program, potensi individu, potensi kelembagaan, dan potensi sosial
lainnya.
3. Beberapa alternatif bentuk kegiatan yang bisa dilakukan dalam
melaksanakan program pemberdayaan orangtua, di antaranya adalah: (1)
pertemuan sekolah dengan orang tua; (2) kelas orang tua; (3) kelas inspirasi;
(4) pentas kelas; (5) Kunjungan Rumah; dan (6) Kegiatan Lain yang sesuai
dengan kebutuhan dan atau potensi sosial yang sudah melekat di
masyarakat.
4. Tahap evaluasi internal merupakan penilaian terhadap proses berjalannya
suatu program. Evaluasi internal dapat dilakukan melalui kuesioner,
pengamatan, wawancara, checklist, diskusi atau dapat menggunakan format
kesan, pesan, dan saran kegiatan, dan dengan melihat jumlah kehadiran
peserta.
5. Tahap monitoring dan evaluasi dilaksanakan oleh pihak luar. Pihak-pihak yang
bisa melakukan monitoring dan evaluasi di antaranya adalah: Direktorat
PAUD, Dinas Pendidikan Provinsi/Kabupaten/Kota, dan Lembaga Mitra
(Himpaudi, Forum PAUD, dan pihak lain yang berkepentingan).

F. EVALUASI
Petunjuk: Pilihlah salah satu alternatif jawaban yang paling tepat!
1. Tahap pelaksanaan program pemberdayaan orang tua yang lebih efektif
adalah berikut...
a. Persiapan – Penyusunan program – Pelaksanaan – Monitoring
Evaluasi
b. Penyusunan program – Pelaksanaan – Monitoring – Evaluasi

47
c. Penyusunan program – Pelaksanaan – Evaluasi – Monitoring
d. Persiapan – Penyusunan program – Evaluasi - Monitoring
2. Tujuan kunjungan rumah adalah sebagai berikut, kecuali…
a. Menjalin silaturahmi antara keluarga dengan pengurus dan lembaga
pendidikan anak usia dini.
b. Menggali informasi tentang pola-pola pendidikan orangtua dalam
keluarga
c. Menemukan pemecahan masalah secara bersama terhadap masalah
yang dihadapi oleh orangtua di rumah
d. Semua jawaban salah.
3. upaya satuan pendidikan untuk memberikan kesempatan kepada orangtua,
alumni sekolah, tokoh masyarakat, dan praktisi Pendidikan terpilih untuk
memberikan motivasi kepada peserta didik, merupakan pengertian dari
a. ..................................................................................................................... Kegiatan
kelas orangtua
b. ..................................................................................................................... Kegiatan
pentas kelas
c. ..................................................................................................................... Kegiatan
kelas inspirasi
d. ..................................................................................................................... Kegiatan
pertemuan satuan pendidikan dengan orangtua
4. Salah satu tujuan kegiatan pentas kelas sebagai sebuah budaya positif
adalah untuk;
a. memupuk semangat dan kebanggaan peserta didik atas kerja keras dan
prestasi mereka dalam hal kreativitas.
b. Sosialisasi untuk mengenalkan kegiatan pentas kelas kepada para orang
tua, peserta didik dan seluruh pendidik di satuan pendidikan.
c. Menampilkan hasil karya orangtua dan guru
d. memupuk semangat silaturahmi peserta didik dengan para guru melalui
kegiatan kreatif
5. Berikut adalah bentuk kegiatan pertemuan sekolah dengan orangtua, yaitu….
a. ....................................................................................................................... Pertemua
n wali kelas/ guru dengan orangtua

48
b. ....................................................................................................................... Kelas
orangtua
c. ....................................................................................................................... Kelas
inspirasi
d. ........................................................................................................ Pentas
kelas

G. PENUGASAN
1. Buatlah satu rancangan kegiatan pemberdayaan orang tua di satuan PAUD
anda yang meliputi: nama kegiatan, tujuan kegiatan, manfaat, unsur-unsur
yang terlibat, uraian pelaksanaan kegiatan, dan evaluasi yang akan
dilakukan.
2. Tuliskan hasil diskusi yang telah dilakukan selanjutnya unggah (upload) di ruang
yang telah disediakan paling lambat maksimal 1 minggu setelah
pembelajaran.

DAFTAR PUSTAKA

Friedman ,T. (1999). The Lexus and the Olive Tree: Understanding Globalization
Holloway , Susan D.dan Bruce Fuller (199). “Families and Child Care:
Divergent

Kementerian pendidikan dan kebudayaan. (2018). Petunjuk teknis Pelibatan


Keluarga Pada Penyelenggaraan Pendidikan di satuan Pendidikan Anak
Usia Dini. Jakarta

Laporan Konsultan Individu Parenting (2011). Direktorat Pembinaan PAUD.


Program Pengembangan dan Pendidikan Anak Usia Dini. Tidak diterbitkan

Masganti Sit (2007), “Mengajarkan Kejujuran Pada Anak Usia Dini.” Jurnal
Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta: Balitbang Depdiknas.

Megawangi,Ratna (2009) Pendidikan Karakter. Bogor: Indonesia Heritage


Foundation

Patmonodewo, Soemiarti (2000) Pendidikan Anak Prasekolah, Jakarta: Rineka


Cipta.

Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan Anak Usia Dini Berbasis Keluarga (2012).


Direktorat PPAUD. Ditjen PAUDNI. Kemdikbud.

49
Viewpoints.” Annals of the American Academy of Political and Social Science, Vol.
563, The SilentCrisis in U. S. Child Care (May), pp. 98-115

50
KUNCI JAWABAN

KEGIATAN BELAJAR 1

1. b

2. d

3. b

4. a

5. d

KEGIATAN BELAJAR 2

1. a

2. d

3. a

4. c

5. b

KEGIATAN BELAJAR 3

1. a

2. d

3. c

4. c

5. a

51

Anda mungkin juga menyukai