Anda di halaman 1dari 24

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/347946601

ANALISIS PT. BANK MANDIRI DALAM PERSPEKTIF KEUANGAN NEGARA


DITINJAU DARI KONSEP DASAR DAN PRIVATISASI BUMN

Article · December 2020

CITATIONS READS

0 508

1 author:

Daniel Tampubolon
University of Indonesia
2 PUBLICATIONS   0 CITATIONS   

SEE PROFILE

All content following this page was uploaded by Daniel Tampubolon on 28 December 2020.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


UNIVERSITAS INDONESIA

ANALISIS PT. BANK MANDIRI DALAM PERSPEKTIF


KEUANGAN NEGARA DITINJAU DARI KONSEP DASAR DAN
PRIVATISASI BUMN

Diajukan sebagai Bahan Makalah

Mata Kuliah Keuangan Negara Kelas B

Disusun oleh:
DANIEL FERNANDO MEYER TAMPUBOLON (1806216404)

FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI

PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA

DEPOK

DESEMBER 2020
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Pada era sekarang yang sangat mengutamakan penggunaan teknologi informasi dan
digitalisasi telah memberikan dampak pula pada seluruh aspek kehidupan berbangsa dan
bernegara. Penggunaan teknologi informasi dan digitalisasi ini telah membuat perubahan
yang besar bagi lingkungan organisasi publik maupun swasta. Secara sederhana
perubahan lingkungan yang dinamis digambarkan dengan karakteristik VUCA yang
merupakan singkatan dari Volatile (bergejolak), Uncertain (tidak pasti), Complex
(kompleks), dan Ambigue (tidak jelas). Dinamika perubahan lingkungan ini kerap
mempengaruhi eksistensi organisasi sektor publik. Oleh karena itu dibutuhkan juga
kemampuan organisasi dalam menjaga keberlangsungannya dengan melakukan berbagai
hal, seperti pembelajaran dan pengembangan organisasi.
Dengan melakukan hal-hal pembelajaran dan pengembangan organisasi tentunya
akan membuat organisasi sektor publik mampu setidaknya menciptakan hal-hal baru,
apalagi melakukan penyempurnaan secara terus-menerus di tengah kemajuan teknologi
informasi dan digitalisasi sekarang. Segala aspek dalam melakukan pembelajaran dan
pengembangan organisasi harus diperhatikan organisasi sektor publik, seperti
memperhatikan lingkungan internal maupun eksternal organisasi, strategi organisasi
menghadapi perubahan lingkungan, budaya organisasi, proses transformasi organisasi,
proses kreativitas-inovasi-entrepreneurship dalam organisasi, maupun pengelolaan
kekuasaan organisasi. Melalui berbagai hal yang telah disebutkan di atas akan menjadi
landasan yang kuat bagi organisasi sektor publik ketika menghadapi perkembangan
teknologi informasi dan digitalisasi sekarang yang tidak terbendung lagi.
Di tengah kemajuan teknologi informasi dan digitalisasi ini pun tentunya akan
selalu mendorong keuangan negara juga dilakukan secara digital. Hal ini setidaknya juga
telah sering disampaikan oleh pejabat pemerintah terutama sektor keuangan. Menteri
Keuangan, Sri Mulyani, mendorong setiap kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah
untuk menggunakan teknologi agar mampu menciptakan efisiensi, ketepatan, kredibilitas
dalam kerangka kinerja birokrasi keuangan negara (Merdeka, 2017). Selain itu Wakil
Menteri Keuangan, Mardiasmo, menjelaskan bahwa akselerasi digitalisasi mutlak
dilakukan dalam pengelolaan keuangan negara agar terciptanya posisi digital maturity
atau kematangan digital (DDTC, 2019). Melalui kedua informasi yang disampaikan baik
Sri Mulyani dan Mardiasmo menunjukkan pentingnya pelaksanaan keuangan negara
secara digital demi menciptakannya birokrasi keuangan secara efektif dan efisien. Untuk
mampu menciptakan kematangan digital dalam birokrasi keuangan organisasi publik
tentunya membutuhkan kemampuan dalam mentransformasi proses organisasi, sumber
daya manusia, dan model pelayanan publik (Kemenkeu, 2018). Ketika organisasi sektor
publik mampu melaksanakan berbagai hal tersebut akan mampu menciptakan manajemen
keuangan negara yang tidak tertinggal lagi, tetapi dapat memfasilitasi penyediaan layanan
publik kepada masyarakat secara optimal lagi di tengah kemajuan teknologi informasi
dan digitalisasi.
Manajemen keuangan negara dalam sektor Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
merupakan hal yang tidak terelakkan pula. Setidaknya sebagai salah satu organisasi sektor
publik, BUMN harusnya selalu mengindahkan berbagai konsep-konsep yang sangat
berkaitan dengan rangka mewujudkan organisasi sektor publik yang semakin optimal,
transparan, adil, dan akuntabel. Untuk mampu menciptakan hal-hal itu maka dalam setiap
kinerjanya BUMN harus tetap profesional dan selalu melakukan pembelajaran serta
pengembangan organisasi. Selain itu, penguatan kepemimpinan BUMN dengan
kompetensi digital harus tetap dilaksanakan (Kemenkeu, 2018).
Dalam UU No. 19 tahun 2003 tentang BUMN dijelaskan BUMN sendiri memiliki
peranan penting dalam penyelenggaraan perekonomian nasional guna mewujudkan
kesejahteraan masyarakat. Artinya, BUMN sudah menjadi salah satu entitas bisnis sektor
publik yang tidak terelakan lagi. Peranan BUMN dalam memberikan sumbangan bagi
perkembangan perekonomian nasional pada umumnya dan penerimaan negara pada
khususnya; mengejar keuntungan; menyelenggarakan kemanfaatan umum berupa
penyediaan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan memadai bagi pemenuhan hajat
hidup orang banyak; menjadi perintis kegiatan-kegiatan usaha yang belum dapat
dilaksanakan oleh sektor swasta dan koperasi; dan turut aktif memberikan bimbingan dan
bantuan kepada pengusaha golongan ekonomi lemah, koperasi, dan masyarakat sudah
harus menjadi acuan setiap BUMN dalam melakukan setiap kinerjanya dalam sektor
masing-masing.
Ketika BUMN telah mampu membangun suatu kerangka konsep keuangan negara
yang transparan dan akuntabel tentunya akan memberikan dampak-dampak positif
lainnya yang dapat dirasakan oleh stakeholder-stakeholder terkait. Penciptaan good
corporate governance (GCG) dalam sektor BUMN pun menjadi hal yang tidak sulit lagi.
Hal ini akan memberikan jaminan kesehatan proses bisnis yang dilakukan BUMN serta
informasi yang diberikan kepada regulator, pemegang saham, dan masyarakat umum
(Wartaekonomi, 2019). Oleh karena itu, BUMN harus menjadi organisasi sektor publik
yang mampu mengaplikasikan acuan-acuan yang telah ditetapkan agar terciptanya
BUMN yang lebih efektif, transparan, akuntabel, dan cepat.

1.2. Pokok Permasalahan

Sejak dilakukannya peleburan Bank Bumi Daya, Bank Dagang Negara, Bank
Ekspor Impor Indonesia, dan Bank Pembangunan Indonesia menjadi Bank Mandiri pada
tahun 1998 telah menjelma menjadi opsi utama bagi masyarakat untuk melakukan
berbagai transaksi keuangan. Hal ini juga dapat dilihat dari total keseluruhan asset
perbankan Bank Mandiri yang berada pada urutan kedua dari total 110 bank yang ada di
seluruh di Indonesia, yaitu sebesar Rp1.130,7 triliun tepat berada di bawah Bank Rakyat
Indonesia/BRI (Trenasia, 2020). Total asset perbankan ini menjadi salah satu bukti bahwa
keberadaan Bank Mandiri sudah menjadi hal yang umum di kalangan masyarakat
Indonesia. Dengan keadaan Bank Mandiri seperti ini tentunya akan menyebabkan
harapan tinggi pula dari berbagai kalangan atau stakeholder, seperti pemerintah, swasta,
dan masyarakat. Nilai-nilai good governance harus diutamakan agar Bank Mandiri tetap
menjadi pilihan utama masyarakat Indonesia dalam melakukan berbagai transaksi
keuangan.

Dalam implementasinya keberlangsungan Bank Mandiri harus selalu melakukan


pembelajaran dan pengembangan organisasi. Setelah melalui hal-hal ini tentunya Bank
Mandiri harus mampu menerapkan konsep-konsep keuangan negara, seperti tujuan
pendirian Bank Mandiri, sejarah Bank Mandiri, permasalahan dalam Bank Mandiri, serta
implementasi dan dampak privatisasi Bank Mandiri. Hal ini dilakukan agar kinerja Bank
Mandiri dapat selalu menjelma menjadi pilihan masyarakat Indonesia. Oleh karena itu,
rumusan masalah dari penulisan makalah ini ialah “Bagaimana bentuk implementasi
konsep-konsep dasar BUMN serta privatisasi dan dampaknya pada Bank Mandiri?”
BAB II

KERANGKA TEORI

Dalam menganalisis makalah ini penulis akan menggunakan kerangka teori yang
berkaitan dengan konsep-konsep dasar BUMN dan privatisasi, Hal ini penting dilakukan
agar analisis yang dilakukannya nanti dapat terlaksana secara struktur, sistematis, dan
komprehensif. Untuk lebih lengkapnya dapat dilihat pada poin-poin di bawah ini:
2.1. Konsep Dasar BUMN
2.1.1. Pengertian BUMN

V.V. Ramanadham dalam Heath (1990) pun menjelaskan bahwa BUMN mengacu
pada organisasi yang menggabungkan “publisitas” dan “perusahaan”. Hal ini tentunya
dapat dilihat sebagai kinerja sebuah BUMN yang memberikan pelayanan dan
mempertanggungjawabkan kinerjanya kepada masyarakat luas. Kedua poin ini
merupakan kata kunci pula dalam meninjau apakah sebuah perusahaan dapat disebut
sebagai BUMN. Kemudian R.P. Short (1984) pun menjelaskan bahwa BUMN memiliki
dua karakteristik, yaitu mereka dimiliki dan dikendalikan oleh pemerintah serta terlibat
dalam kegiatan bisnis.

2.1.2. Cara Mengatasi Masalah BUMN

Perkembangan zaman dari tahun ke tahun menyebabkan pemahaman mengenai


BUMN semakin berkembang. Dari awal yang menganggap BUMN sebagai pengisi
ketidaksempurnaan pasar, bagaimana pemerintah dapat berperilaku kepada masyarakat,
dan lain sebagainya menjadi contoh perkembangan pemahaman berbagai kalangan.
Kemudian Shepherd (1988) menjelaskan ada 8 (delapan) keadaan di mana BUMN dapat
digunakan dalam mengatasi masalah, yaitu:

1. Externall effects, artinya BUMN penghilang atau memberikan manfaat bagi


masyarakat oleh karena hal yang diabaikan perusahaan swasta.
2. Monopoly, artinya BUMN sebagai penetralisir kompetisi monopoli berbagai
perusahaan.
3. Inadequate private supply, artinya BUMN sebagai pendorong perusahaan swasta
dalam memperbaiki sifat atau motif yang selalu mencari keuntungan sebesar-
besarnya, sehingga dapat membuat inovasi pelayanan barang/jasa yang lebih
murah.
4. Inadequate supply to needy users, artinya BUMN dalam melakukan penyediaan
barang/jasa yang sejalan dengan pencapaian keadilan sosial bagi seluruh
masyarakat.
5. Inner nature of the firm, artinya BUMN mengelola sumber daya yang dimiliki dan
bekerja dalam proses bisnisnya sehingga dapat diterima oleh masyarakat luas.
6. Social preference, artinya BUMN harus mampu memberikan kepuasan bagi
masyarakat sebagai penerima layanannya, sehingga dapat meningkatkan
preferensi masyarakat.
7. Sovereignty, artinya BUMN melindungi preferensi masyarakat luas dalam
mendapatkan pelayanan.
8. Salvage of failing firms, artinya BUMN menyelesaikan permasalahan proses
bisnis yang cukup sakit atau gagal serta memiliki pengaruh besar dalam
keberlangsungan bermasyarakat.

Melalui kedelapan penjelasan di atas dapat ditinjau dari usaha-usaha berbagai BUMN
sebagai solusi atas berbagai permasalahan yang ada. Dengan pelibatan BUMN
harapannya berbagai masalah-masalah ini dapat dicegah dan diselesaikan demi
terwujudnya keberlangsungan bernegara yang adil kepada seluruh masyarakat.

2.2. Privatisasi dan Nasionalisasi BUMN


2.2.1. Privatisasi BUMN

Konsep privatisasi sudah populer sejak dua puluh tahun terakhir di abad ke-20
atau sejak tahun 1980-an. Hal ini bukan hanya terjadi di lingkungan ekonomi saja, tetapi
juga di lingkungan pemerintah dimana pemerintah menjual asetnya kepada sektor swasta.
Contoh yang paling dapat dilihat bentuk privatisasi ini ialah adanya transisi kekaisaran
komunisme Uni Soviet. Lalu adanya penurunan persentase PDB di negara-negara dunia
dari angka 15% menjadi 3% pada tahun 1980-1997 yang menunjukkan terjadinya
penurunan aktivitas BUMN. Hal-hal yang telah disebutkan di atas menjadi latar belakang
analisis awal terjadinya privatisasi BUMN.

Kebijakan privatisasi pun menjadi tren yang banyak dilakukan di berbagai negara.
Setidaknya privatisasi BUMN dianggap mampu menjawab pengelolaan sumber daya
alam yang dikelola oleh negara. Penyerahan sumber daya alam kepada pihak swasta
dianggap mampu menjawab penghematan pengeluaran APBN dan APBD yang banyak
digunakan dalam pengelolaan sumber daya alam, sehingga dapat dialihfungsikan kepada
hal-hal lain yang dapat dikelola oleh negara secara maksimal.

Akan tetapi di tengah perkembangan privatisasi BUMN hingga saat ini masih
banyak hal yang masih membuat banyak masyarakat bingung. Pertama, mengapa arus
utama teori-teori ekonomi yang sebelumnya sudah sangat memuji-muji praktik
nasionalisasi bergeser menjadi memuji-muji praktik privatisasi? Hal ini sangat berkaitan
mengenai urgensi pergeseran pemahaman teori ekonomi yang awalnya lebih memuji
praktik nasionalisasi menjadi privatisasi. Kedua, mengapa kebijakan privatisasi dapat
melompat dengan cepat? Hal ini terkait dengan cepatnya privatisasi menjelma dalam
sektor publik, termasuk BUMN. Ketiga, apakah tren kebijakan privatisasi menjadi
monoton? Hal ini berkaitan dengan praktik dari kebijakan privatisasi apakah mampu
selalu beradaptasi dengan lingkungan atau tidak.

Istilah privatisasi secara sederhana dapat dipahami sebagai pengalihan aspek


tertentu dari fungsi publik ke sektor swasta. Pengalihan ini tentunya dilakukan mengingat
keadaan yang perlu dioptimalisasikan lagi. Alasan yang paling optimis mengenai upaya
praktik privatisasi ialah teori ekonomi menunjukkan keunggulan kepemilikan swasta atas
berbagai kesempatan. Hal ini juga dilakukan dalam lingkup BUMN, dimana adanya
kemauan untuk memperbaiki dan menyehatkan kinerja BUMN itu sendiri. Pemberian
ruang kepada pihak swasta maupun masyarakat dalam kinerja maupun struktur
manajemen akan memberikan rasa baru pada proses bisnis yang berlangsung pada
BUMN. Keadaan ini juga sesuai dengan apa yang dijelaskan oleh Savas dan John
Donahue bahwa privatisasi BUMN merupakan penyusutan atau pengurangan peran
negara, meningkatkan peran sektor privat (swasta) baik dalam aktivitas maupun
kepemilikan aset melalui saham, dan bertujuan mewujudkan kesejahteraan rakyat.

2.2.2. Nasionalisasi

Smith (1776) menjelaskan bahwa dia tidak terkesan mengenai kualitas


pengelolaan perusahaan publik dikarenakan sifatnya yang sangat besar. Salah satu hal
lain yang menyebabkan ini ialah sulitnya sektor publik atau pemerintah dalam melakukan
tindakan-tindakan inovasi dalam setiap praktik dan tugasnya. Keadaan ini juga dapat
dikontekstualisasikan di Indonesia dan negara-negara, dimana pemerintah, baik ranah
eksekutif/legislatif/yudikatif memiliki kewenangan yang sangat besar. Atas dasar
kewenangan yang sangat besar ini terkadang membuat kemauan untuk mencari cara atau
hal baru dari setiap praktik kebijakan pemerintah cenderung kurang atau minim.
Selanjutnya setelah Perang Dunia II selesai pemerintah Inggris melakukan praktik
nasionalisasi industri, salah satunya pertambangan batubara. Alasannya karena
pertambangan batubara pada saat itu sangatlah esensial dan roda perekonomiannya
sangatlah sehat. Beberapa hal dan penjelasan inilah yang menyebabkan nasionalisasi
diharapkan mampu menjaga keharmonisan hubungan pekerja dengan pemerintah,
mengakhiri polusi, dan mengurangi kecenderungan dalam mencari keuntungan.

2.2.3. Siklus Nasionalisasi – Privatisasi dan Masa Transisi

Siegmund (1997) menjelaskan bahwa siklus nasionalisasi – privatisasi terjadi


tanpa periodisitas regular, artinya terdapat panjang fase waktu yang berbeda-beda dari
setiap negara. Hal ini dapat ditinjau dari proses politik, dimana sektor publik yang sangat
dipengaruhi juga oleh sektor politik. Proses-proses yang bersinggungan dengan sektor
politik juga menjadi bagian yang tidak akan terlepaskan dalam siklus nasionalisasi –
privatisasi ini. Jika dalam praktiknya BUMN yang memerlukan subsidi dari pemerintah,
maka akan ada proses politik yang bekerja dalam hal tersebut. Oleh karena itu penting
juga merasionalisasikan berbagai pilihan-pilihan dalam proses politik yang terjadi,
manakah yang lebih tepat dan menguntungkan jika diterapkan.

Merujuk juga pada “The Chua Study” pada tahun 1995 dimana dalam melakukan
privatisasi pada awalnya didasari dengan penggunaan kata-kata, seperti modernisasi,
demokrasi, keadilan, dan efisiensi. Tentunya hal ini juga menjadi kata-kata kunci dalam
masa transisi tersebut. Modernisasi yang berkaitan dengan kemampuan BUMN dalam
menangkap arus modern atau kemajuan zaman sekarang. Demokrasi berkaitan dengan
pemberian kesempatan bagi pihak swasta dan masyarakat untuk terlibat dalam BUMN.
Keadilan terkait dengan perbuatan atau perlakuan yang adil bagi BUMN. Efisiensi
berkaitan dengan kemampuan mengerjakan dan menyelesaikan tugas dengan tenaga yang
minim.

Berbagai hal itulah yang menjadi awal argumentasi dalam tahapan nasionalisasi–
privatisasi. Tentunya dalam siklus perubahan dari nasionalisasi menuju privatisasi
tersebut akan terjadi masa transisi. Dalam hal ini masa transisi akan dipengaruhi oleh
berbagai dimensi-dimensi lain, seperti politik, budaya, ekonomi, sosial, dan sebagainya.
Oleh karena itu yang paling mendasar atau fundamental dalam masa transisi perubahan
nasionalisasi menuju privatisasi ialah bagaimana distribusi kekayaan terlaksana di tengah
distribusi kekuatan politik yang ada.
BAB III

PEMBAHASAN

Bank Mandiri sebagai salah satu BUMN di Indonesia yang telah berdiri sejak 2
Oktober 1998 telah menjadi salah satu Bank Nasional yang menjadi opsi-opsi utama
masyarakat dalam melakukan berbagai transaksi keuangan. Pada saat itu Bank Mandiri
merupakan bagian dari program restrukturisasi perbankan yang dilakukan oleh
pemerintah Indonesia. Sekitar tahun 1997-1998 seperti yang kita tahu merupakan tahun
di mana keadaan perekonomian nasional begitu ruwet, kompleks, tidak menentu, dan
terpuruk. Hal ini tentunya mendorong Presiden saat itu Habibie untuk membentuk bank
komersial milik pemerintah yang dapat berkembang dan bergerak secara mandiri.
Beberapa bank pemerintah seperti Bank Dagang Negara, Bank Bumi Daya, Bank Ekspor
Impor Indonesia, dan Bank Pembangunan Indonesia pun digabung dengan nama Bank
Mandiri sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 75 tahun 1998 (Tirto, 2018).

Selama kurang lebih 22 tahun ini tentunya telah menjadikan Bank Mandiri
sebagai BUMN yang telah memiliki pengalaman yang sangat banyak, sehingga mampu
mendorong terciptanya pemahaman secara komprehensif terkait perbankan di Indonesia.
Merujuk pada halaman website Bank Mandiri setelah adanya proses konsolidasi dan
integrasi dari keempat bank yang telah disebutkan di atas telah memberikan perbaikan
yang signifikan dengan meningkatnya laba dari tahun 2000 sebesar Rp1,18 triliun
kemudian pada tahun 2004 sebesar Rp5,3 triliun (Bank Mandiri, 2020). Hal ini juga dapat
ditinjau dari laba tahun berjalan Bank Mandiri dari tahun 2010-2019 seperti di bawah ini.
Gambar 1. Laba Tahun Berjalan Bank Mandiri tahun 2010-2019

Sumber: Lokadata, 2019.

Melalui gambar di atas secara sederhana dapat dilihat bahwa laba tahun berjalan atau laba
bersih Bank Mandiri dari tahun 2010 sampai tahun 2019 selalu mengalami kenaikan,
kecuali pada tahun 2016. Artinya, Bank Mandiri dalam melakukan proses bisnisnya
sebagai BUMN perbankan di Indonesia mampu menciptakan keuntungan yang selalu
meningkat dari tahunnya. Oleh karena itu menarik untuk menganalisis Bank Mandiri
yang memiliki reputasi baik di mata masyarakat dan selalu memiliki laba tahun berjalan
yang meningkat dari tahun ke tahun dalam kerangka keuangan negara secara spesifik
berdasarkan konsep-konsep dasar BUMN dan privatisasi.

3.1. Analisis Konsep Dasar BUMN dalam lingkup Bank Mandiri

Dalam implementasinya Bank Mandiri sebagai salah satu BUMN Perbankan di


Indonesia tentunya akan selalu berkaitan dengan teori-teori dasar mengenai BUMN. Hal
ini tentunya penting diketahui agar pemahaman fundamental terhadap Bank Mandiri
sebagai salah satu BUMN besar. Secara lebih lanjut mengenai analisis konsep dasar ini
dapat dilihat pembahasannya di bawah ini.
3.1.1. Analisis Bank Mandiri sebagai Salah Satu BUMN

Mengacu pada V.V. Ramanadham dalam Heath (1990) yang menjelaskan bahwa
BUMN ialah organisasi yang menggabungkan publisitas dan perusahaan tentunya dapat
ditinjau dari sisi Bank Mandiri. Melalui kata kunci pertama terkait publisitas dalam Bank
Mandiri sendiri dapat dipahami sebagai ketika Bank Mandiri mampu memberikan
pelayanan kepada masyarakat Indonesia, sedangkan kata kunci kedua terkait perusahaan
dalam Bank Mandiri dapat dipahami Perusahaan Perseroan Bank Mandiri. Pelayanan
yang diberikan Bank Mandiri kepada masyarakat Indonesia tentunya sangat berkaitan
dengan proses bisnis transaksi keuangan yang dijalankan oleh Bank Mandiri. Kemudian
dalam PP No. 12 tahun 1998 tentang Perusahaan Perseroan (Persero) pada Pasal 1 ayat
(2) dijelaskan bahwa Persero ialah BUMN yang dibentuk berdasarkan UU No. 9 tahun
1969 yang berbentuk Perseroan Terbatas yang seluruh atau paling sedikit 51% saham
yang dimiliki oleh Negara. Hal ini juga tampak jelas dalam Komposisi Pemegang Saham
Bank Mandiri yang dapat dilihat dalam tabel di bawah ini.

Gambar 2. Komposisi Pemegang Saham Bank Mandiri Per Desember 2019

Sumber: Bank Mandiri, 2019.

Melalui tabel di atas secara jelas dapat dilihat bahwa persentase kepemilikan saham Bank
Mandiri sebesar 60% oleh Negara Republik Indonesia atau pemerintah. Selain itu,
Perorangan hingga Reksadana mencapai 9,67% serta Asing sebesar 30,33%. Komposisi
kepemilikan saham ini telah sesuai dengan aturan bahwa Negara minimal memiliki 51%
saham Bank Mandiri sebagai suatu Persero.

Selanjutnya jika meninjau Bank Mandiri sesuai yang dijelaskan oleh R.P. Short
(1984) bahwa BUMN memiliki dua karakteristik, yaitu dimiliki dan dikendalikan oleh
pemerintah serta terlibat dalam kegiatan bisnis masih sesuai. Seperti yang telah dijelaskan
di atas Bank Mandiri dalam komposisi pemegang saham per Desember 2019 bahwa
negara memiliki 60%. Artinya, negara atau dalam hal ini pemerintah memiliki peranan
sangat sentral dalam mengendalikan seluruh kinerja atau proses bisnis yang dilakukan
oleh Bank Mandiri. Selain itu, pemerintah juga banyak terlibat dalam proses bisnis yang
dilakukan oleh Bank Mandiri seperti keterlibatan pemerintah sebagai pemegang saham
dalam pengangkatan dan pemberhentian Direksi dan Dewan Komisaris melalui Rapat
Umum Pemegang Saham (RUPS) dengan berbagai anggota pemegang saham lainnya
sesuai dengan UU No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

3.1.2. Analisis Cara Mengatasi Beberapa Masalah Bank Mandiri

Sejak berdirinya Bank Mandiri sejak tahun 1998 tentunya telah melalui berbagai
permasalahan-permasalahan, baik itu yang mampu dihadapi dengan maksimal ataupun
tidak. Kemampuan Bank Mandiri dalam menyelesaikan berbagai permasalahan tersebut
menjadikan Bank Mandiri sebagai salah satu BUMN perbankan yang terbukti mampu
bertahan menghadapi budaya transaksi keuangan masyarakat Indonesia. Kemampuan
beradaptasi juga menjadi hal yang selalu dilakukan Bank Mandiri seperti dalam keadaan
pandemi Covid-19 ini dengan berbagai program-program yang dilakukan. Hal ini yang
menyebabkan Bank Mandiri mampu menjadi BUMN perbankan terbesar di Indonesia
dan sulit untuk digeser.

Berbagai permasalahan-permasalahan yang telah dilewati oleh Bank Mandiri


harus diselesaikan secara profesional demi terciptanya BUMN yang bermanfaat baik dari
sisi ekonomi maupun sosial. Jika merujuk pada Shepherd (1998) dengan delapan keadaan
di mana BUMN dalam hal ini Bank Mandiri untuk mengatasi permasalahan dapat dilihat
melalui penjelasan di bawah ini.
1. External Effect
Hal ini berkaitan dengan BUMN sebagai penghilang atau memberikan
manfaat bagi masyarakat oleh karena hal yang diabaikan perusahaan swasta. Bank
Mandiri sebagai BUMN perbankan dapat memberikan manfaat kepada
masyarakat melalui berbagai proses bisnis yang dilakukan. Pada tahun 2019
sendiri tema yang diusung Bank Mandiri ialah “Tebar Inspirasi Penerus Negeri”
menjadi cerminan bagaimana Bank Mandiri ingin memberikan inspirasi kepada
generasi milenial Indonesia sebagai penerus bangsa di masa depan serta mampu
melakukan inovasi eksternal melalui program Wirausaha Muda Mandiri dan
Mandiri Hackathon (Laporan Tahunan Bank Mandiri, 2019). Hal ini tentunya
menjadi landasan utama Bank Mandiri melakukan berbagai kinerja mereka
sebagai bentuk usaha memberikan manfaat kepada masyarakat.
2. Monopoly
Hal ini berkaitan dengan BUMN sebagai penetralisir kompetisi monopoli
oleh berbagai perusahaan. Bank Mandiri sebagai salah satu BUMN perbankan di
Indonesia telah menjadi penetralisir kompetisi monopoli perbankan. Setidaknya
dengan adanya beberapa BUMN perbankan bersama Bank Republik Indonesia
(BRI), Bank Negara Indonesia (BNI), dan Bank Tabungan Indonesia (BTN) telah
memberikan opsi yang luas kepada masyarakat untuk melakukan berbagai
transaksi keuangannya. Selain adanya BUMN perbankan yang telah disebutkan
di atas, masih ada juga Bank Pembangunan Daerah yang dimiliki oleh pemerintah
daerah provinsi serta Bank Swasta. Dengan adanya variasi pilihan bank yang ada
akan mampu meningkatkan kualitas pelayanan yang dilakukan oleh bank, posisi
konsumen atau masyarakat tidak rentan dipergunakan secara tidak sehat oleh
bank, serta mendorong terciptanya inovasi yang dilakukan oleh bank dalam proses
bisnisnya.
3. Inadequate Private Supply
Hal ini berkaitan dengan BUMN sebagai pendorong perusahaan swasta
dalam memperbaiki sifat atau motif yang selalu mencari keuntungan sebesar-
besarnya, sehingga dapat membuat inovasi pelayanan barang/jasa yang lebih
murah. Bank Mandiri sebagai salah satu bagian dari BUMN perbankan baik
secara langsung maupun tidak langsung tentunya akan selalu berkontestasi
dengan berbagai bank lainnya. Jika merujuk pada hipotesis yang mengatakan
bahwa perusahaan atau bank swasta selalu mencari keuntungan sebesar-besarnya
dalam melakukan proses bisnisnya akan selalu mencari antitesisnya dikarenakan
adanya kompetisi ini. Setidaknya melalui kontestasi atau kompetisi dengan bank
BUMN atau bank daerah akan mendorong bank swasta untuk memberikan
pelayanan yang lebih baik dengan penciptaan efisiensi biaya.
4. Inadequate Supply to Needy Users
Hal ini berkaitan dengan BUMN dalam melakukan penyediaan
barang/jasa yang sejalan dengan pencapaian keadilan sosial bagi seluruh
masyarakat. Bank Mandiri sebagai satu BUMN yang bergerak dalam proses bisnis
perbankan atau transaksi keuangan di Indonesia akan berkaitan dengan salah satu
cita-cita bangsa Indonesia, yaitu memajukan kesejahteraan umum atau keadilan
sosial bagi masyarakat. Dalam Laporan Tahunan Bank Mandiri 2019 sendiri
terdapat bab mengenai “Tanggung Jawab Sosial Perusahaan” yang berisi terkait
dengan tanggung jawab sosial dalam hak asasi manusia; operasi yang adil;
lingkungan hidup; ketenagakerjaan, kesehatan, dan keselamatan kerja; tanggung
jawab kepada konsumen; pengembangan sosial kemasyarakatan; serta tanggung
jawab kepada pemasok. Melalui penjelasan-penjelasan tanggung jawab sosial ini
menunjukkan wujud Bank Mandiri dalam mencapai pembangunan berkelanjutan.
Pemenuhan harapan para pemangku kepentingan, dan kepatuhan terhadap
peraturan perundang-undangan, terutama terkait dengan pencapaian keadilan
sosial bagi masyarakat Indonesia.
5. Inner Nature of The Firm
Hal ini berkaitan dengan BUMN mengelola sumber daya yang dimiliki
dan bekerja dalam proses bisnisnya sehingga dapat diterima oleh masyarakat luas.
Dalam implementasinya Bank Mandiri pada dasarnya senantiasa berkomitmen
untuk memberikan yang terbaik, terutama terkait penerapan tata kelola
perusahaan. Pada tahun 2019 telah memiliki pencapaian yang cukup
membanggakan dalam hal tata kelola, seperti rating GCG oleh The Indonesian
Institute for Corporate Directorship (IICD) dalam ajang ASEAN CG Scorecard
2019, Bank Mandiri meraih kategori “The Best Overall”; dalam ajang Indonesia
Most Trusted Companies Award 2019 yang diselenggarakan oleh IICG, Bank
Mandiri kembali meraih predikat “Sangat Terpercaya” sebanyak 13 (tiga belas)
kali berturut-turut; masuk dalam Top 50 PLCs ASEAN dan Top 3 PLCs Indonesia
dalam pemeringkatan ASEAN Corporate Governance Scorecard (ACGS) oleh
ASEAN Capital Market Forum; serta mendapat 2 (dua) Perusahaan Anak yang
mendapatkan predikat “Sangat Terpercaya” dan 6 (enam) Perusahaan yang
mendapatkan predikat “Terpercaya” (Laporan Tahunan Bank Mandiri, 2019). Hal
ini tentunya didapatkan oleh Bank Mandiri dikarenakan adanya implementasi 5
(lima) prinsip GCG seperti, transparansi, akuntabilitas, responsibilitas,
independensi, dan keadilan serta dengan adanya perkembangan penerapan GCG
secara terstruktur setiap tahunnya dari 1998-2019.
6. Social Preference
Hal ini berkaitan dengan BUMN harus mampu memberikan kepuasan bagi
masyarakat sebagai penerima layanannya, sehingga dapat meningkatkan
preferensi masyarakat. Bank Mandiri sebagai salah satu yang telah dipercayai
oleh masyarakat Indonesia tentunya sudah menjadi preferensi atau pilihan utama
untuk melakukan berbagai proses transaksi keuangan. Kemampuan Bank Mandiri
memberikan pelayanan kepada masyarakat secara maksimal tentu memberikan
dampak atas kepuasan yang tinggi pula. Hal ini juga pada akhirnya menciptakan
Bank Mandiri memperoleh predikat terpercaya dalam berbagai penghargaan.
7. Sovereignty
Hal ini berkaitan dengan BUMN melindungi preferensi masyarakat luas
dalam mendapatkan pelayanan. Dalam implementasinya hal ini Bank Mandiri
sendiri dapat dilihat bahwa telah melindungi preferensi pelanggannya. Hal ini
dapat dilihat dari salah satu ajang Indonesia Most Trusted Companies Award 2019
meraih predikat “Sangat Terpercaya” sebanyak 13 (tiga belas) kali berturut-turut
sejak tahun 2007. Tentunya pencapaian tersebut bukanlah sesuatu yang mudah
untuk dipertahankan tanpa adanya bentuk komitmen sungguh-sungguh oleh Bank
Mandiri.
8. Salvage of Failing Firms
Hal ini berkaitan dengan BUMN menyelesaikan permasalahan proses
bisnis yang cukup sakit atau gagal serta memiliki pengaruh besar dalam
keberlangsungan bermasyarakat. Seperti yang telah dijelaskan pada bagian atas
bahwa pada tahun 2016 laba tahun berjalan Bank Mandiri mengalami penurunan
dibandingkan dengan tahun 2015 sebesar 32,1%. Menurut Direktur Utama Bank
Mandiri penurunan ini terjadi dikarenakan adanya keputusan perusahaan untuk
melakukan pencadangan dana sekitar Rp24,6 triliun dari tahun sebelumnya sekitar
Rp12 triliun (Liputan 6, 2017). Meskipun mengalami penurunan laba tahunan
berjalan pada tahun 2016, pada tahun berikutnya Bank Mandiri kembali pada jalur
peningkatan dengan berbagai usaha yang dilakukan dengan mencapai Rp20,6
triliun atau tumbuh sebesar 49,5% dari tahun sebelumnya.

3.2. Analisis Konsep Privatisasi dan Nasionalisasi dalam lingkup Bank Mandiri

Nilai-nilai efisiensi dalam yang sangat dikenal dalam sektor swasta telah
membawa dampak pula kepada sektor pemerintahan. Kemampuan sektor pemerintahan
untuk menciptakan efisiensi pun telah menjadi hal yang harus dilakukan akibat pengaruh
sektor swasta ini. Jika sektor pemerintahan tidak mampu menciptakan efisiensi dalam
melakukan pelayanan yang dilakukan akan menyebabkan masyarakat akan memilih
menggunakan pelayanan yang disediakan oleh sektor swasta. Keadaan ini pun yang harus
dilakukan BUMN di Indonesia, termasuk Bank Mandiri. Untuk mengetahui secara lebih
lanjut bagaimana implementasi nilai-nilai sektor swasta tersebut dalam Bank Mandiri
akan dibahas di bawah ini.

3.2.1. Analisis Awal Mula Terjadinya Konsep Privatisasi-Nasionalisasi Bank


Mandiri

Dalam UU No. 19 tahun 2003 tentang BUMN pasal 1 ayat 12 menjelaskan bahwa
Privatisasi adalah penjualan saham Persero, baik sebagian maupun seluruhnya, kepada
pihak lain dalam rangka meningkatkan kinerja dan nilai perusahaan, memperbesar
manfaat bagi negara dan masyarakat, serta memperluas pemilikan saham oleh
masyarakat. Kemudian dalam bagian penjelasan dalam UU tersebut dijelaskan kembali
untuk mampu mengoptimalkan peranan dan ketahanan BUMN dalam perkembangan
ekonomi dunia dibutuhkan kemampuan untuk menerapkan budaya korporasi dan
profesionalisme. Setiap kepengurusan dan pengawasan yang dilakukan oleh BUMN pun
harus dilakukan dengan prinsip tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate
Governance). BUMN pun perlu melakukan langkah restrukturisasi dan privatisasi untuk
dapat mewujudkan optimalisasi peranan, ketahanan, efisiensi, dan produktivitas.
Berbagai landasan-landasan ini pun yang terjadi di Bank Mandiri sekitar akhir
tahun 2010. Setelah terjadinya kevakuman pada tahun 2008 dan 2009 dalam melakukan
privatisasi BUMN dikarenakan situasi krisis ekonomi yang terjadi. Dalam artikel yang
dikeluarkan Ahmad Erani Yustika dalam ICW (2010) menjelaskan bahwa terdapat dua
bank BUMN yang akan diprivatisasi tetapi lepas dari pembahasan publik, yaitu Bank
Mandiri dan Bank BNI. Padahal keadaan Bank BUMN ini sangatlah penting, setidaknya
terdapat 3 (tiga) alasan pokok urgensinya, seperti:

1. Bank Mandiri merupakan bank terbesar dan BNI merupakan bank terbesar
keempat di Indonesia.
2. Struktur sektor perbankan di Indonesia secara umum telah dikuasai pemilik asing.
Hal ini dapat dilihat dari sebagian bank nasional pada saat itu telah berpindah ke
tangan asing, seperti Bank Danamon sebesar 68,83%; Bank Buana sebesar 61%;
UOB Indonesia sebesar 100%; NISP sebesar 72%; OCBC Indonesia sebesar
100%; CIMB Niaga sebesar 60,38%, BII sebesar 55,85%; Panin Bank sebesar
35%; Bank Permata sebesar 44,5%; dan BTPN sebesar 71,6%. Keadaan ini
tentunya akan mengakibatkan peranan pemerintah semakin kecil dalam
menggerakkan proses bisnis transaksi keuangan yang dilakukan oleh bank.
3. Perbankan termasuk dalam kategori sektor strategis sehingga kepemilikan negara
termasuk hal yang harus diperjuangkan

Keadaan ini pun menunjukkan bahwa privatisasi Bank Mandiri dilakukan agar
mampu menjawab pengelolaan bank sebagai fungsi utamanya menyalurkan kredit kepada
masyarakat dapat terlaksana secara optimal. Ketika terjadi penyaluran kredit yang
dilakukan oleh Bank Mandiri dengan mengutamakan analisis 6C (character, capacity,
capital, collateral, condition, dan competence) serta tetap mengindahkan analisis 7P
(personality, party, purpose, prospect, payment, profitability, dan protection) ketika
melakukan penilaian kredit kepada masyarakat akan mampu menggerakkan roda
perekonomian bangsa Indonesia (Saroinsong, 2014). Selain itu, pemberian kredit ini akan
mampu tercapainya tujuan dan fungsi kredit, seperti meningkatkan daya guna uang yang
tidak digunakan secara produktif; meningkatkan peredaran dan lalu lintas uang;
meningkatkan daya guna barang yang diproduksi; serta menjaga stabilitas ekonomi
(Kompas, 2020). Oleh karena itu, privatisasi Bank Mandiri dapat dipahami sebagai
pengalihan kepemilikan pemerintah yang besar untuk mendorong semakin optimalnya
fungsi dari proses bisnis perbankan.

3.2.2. Analisis Dampak Privatisasi Bank Mandiri dalam Masa Pandemi Covid-19

Bank Mandiri setelah mengalami privatisasi tentunya memiliki kinerja yang


berbeda. Kinerja ini tentunya sangat berkaitan dengan nilai-nilai sektor privat atau swasta
yang menjadi ciri khasnya. Nilai-nilai seperti efisiensi dan profesionalitas tinggi menjadi
hal yang menjadi pembeda dibandingkan dengan keadaan sebelum adanya privatisasi.
Terutama dalam keadaan pandemi Covid-19 pun menjadi suatu bentuk tantangan
tersendiri bagaimana privatisasi itu sendiri berputar.

Dalam keadaan pandemi Covid-19 pun Bank Mandiri selalu melakukan upaya-
upaya baru agar kinerjanya tetap maksimal, seperti membangun platform Big Data
sebagai Enterprise Information Seven Decision Platform; memperkuat data analisis
sebagai bentuk transformasi digital; membangun Enterprise Information & Decision
Platform sebagai sarana memonitor operasional bank; split team dan WFH; serta
penerapan 3-pronged strategy diantaranya digitize internal proces, modernize channels,
dan leveraging digital ecosystem merupakan beberapa contoh bagaimana Bank Mandiri
menerapkan perubahan transformasional (Cloud Computing, 2020; Economic Zone,
2020; Bisnis, 2020; Investor Daily, 2020). Melalui berbagai program atau kebijakan yang
dilakukan ini dapat dilihat bagaimana nilai-nilai efisiensi dilakukan Bank Mandiri dengan
adanya kerja sama atau kolaborasi dengan berbagai stakeholder atau pemangku
kepentingan terkait.
BAB IV

PENUTUP

4.1. Kesimpulan

Kemajuan penggunaan teknologi informasi dan digitalisasi telah memberikan


dampak secara menyeluruh terhadap berbagai aspek kehidupan bangsa dan negara.
Perubahan besar pun tidak terelakkan lagi baik terhadap organisasi-organisasi publik atau
pemerintah dengan swasta atau privat. Keadaan ini pun yang menyebabkan organisasi
harus mampu beradaptasi secara terus-menerus dalam melakukan berbagai proses
bisnisnya agar tetap bertahan. Hal yang sama pun terjadi dalam sektor BUMN secara
spesifik Bank Mandiri. Kemampuan Bank Mandiri untuk mampu selalu beradaptasi
dengan perubahan lingkungan yang dinamis niscaya dilakukan. Bank Mandiri sebagai
salah satu bentuk manajemen keuangan negara dalam melakukan berbagai proses bisnis
perbankannya pun selalu melakukan hal-hal baru dengan tetap profesional dan selalu
melakukan pembelajaran serta pengembangan organisasi.

Jika ditinjau dari konsep-konsep dasar BUMN Bank Mandiri telah sesuai dengan
teori yang menjelaskan bahwa BUMN ialah organisasi publik yang menggabungkan
publisitas dan perusahaan. Kemudian Bank Mandiri sesuai dengan teori Shepherd (1998)
telah mampu mengatasi berbagai cara dalam mengatasi masalah-masalah yang ada Bank
Mandiri sesuai dengan 8 (delapan) poin, seperti Externall Effect, Monopoly, Inadequate
Private Supply, Inadequate Supply to Needy Users, Inner Nature of The Firm, Social
Preference, Sovereignty, dan Salvage of Failing Firms. Selanjutnya terkait dengan
privatisasi Bank Mandiri yang terjadi pada tahun 2010 dengan tetap berlandaskan pada
UU No. 19 tahun 2003 tentang BUMN. Lalu yang terakhir terkait dengan dampak
privatisasi Bank Mandiri dalam Masa Pandemi Covid-19 agar tetap bertahan (survive).
DAFTAR REFERENSI
Bank Mandiri. (2019). Komposisi Pemegang Saham PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. .
Retrieved from
https://www.bankmandiri.co.id/documents/38268824/42739631/Komposisi+Pe
megang+Saham+%28Indonesia%29.pdf/315b3ac6-40b2-9916-1f5f-
26f586b8d60c

Bank Mandiri. (2020). Profil Perusahaan. Retrieved from


https://www.bankmandiri.co.id/profil-perusahaan

Bisnis. (2020, September 10). Kontrol Operasional, Begini Cara Bank Mandiri Perkuat
Data Analisis. Retrieved from
https://finansial.bisnis.com/read/20200910/90/1290188/kontrol-operasional-
begini-cara-bank-mandiri-perkuat-data-analisis

Borcherding‚ T. E. (1983). “Toward a Positive Theory of Public Sector Supply


Arrangements.” In Crown corporations in Canada‚ Prichard‚ J. R. S.‚ ed.‚ pp. 99-
184. Toronto‚ Ontario: Buttersworth.

Bös‚ D. (1989). Public Enterprise economics: Theory and Application‚ 2nd ed. New
York: North Holland.

Cloud Computing. (2020, September 18). Bank Mandiri Tingkatkan Manajemen Data
dengan Big Data. Retrieved from https://www.cloudcomputing.id/berita/bank-
mandiri-tingkatkan-manajemen-data-bigdata

DDTC. (2019, June 25). Wamenkeu: Digitalisasi Pengelolaan Keuangan Negara Mutlak
Dilakukan. Retrieved from https://news.ddtc.co.id/wamenkeu-digitalisasi-
pengelolaan-keuangan-negara-mutlak-dilakukan-16204

Economic Zone. (2020, September 11). Dampak Pandemi Covid-19, Bank Mandiri
Perkuat Manajemen Data. Retrieved from
http://www.economiczone.id/read/1171/dampak-pandemi-covid-19-bank-
mandiriperkuat-manajemen-data

ICW. (2010, October 6). Menimbang Privatisasi Bank BUMN. Retrieved from
https://antikorupsi.org/id/article/menimbang-privatisasi-bank-bumn
Investor. (2020, August 3). Perlukah Akselerasi Transformasi Era Digital di Era
Pandemi Covid-19. Retrieved from https://investor.id/opinion/perlukah-
akselerasi-transformasi-era-digital-di-era-pandemi-covid19

Kementerian Keuangan. (2018, February 21). Transformasi Digital Manajemen


Keuangan Negara Pada Era Disrupsi. Retrieved from
https://www.kemenkeu.go.id/publikasi/artikel-dan-opini/transformasi-digital-
manajemen-keuangan-negara-pada-era-disrupsi/

Kompas. (2020, November 16). Kredit: Definisi, Jenis, dan Fungsinya. Retrieved from
https://www.kompas.com/skola/read/2020/11/16/183329869/kredit-definisi-
jenis-dan-fungsinya?page=all

Laporan 6. (2017, February 14). Laba Bank Mandiri Merosot 32,1 Persen di 2016.
Retrieved from https://www.liputan6.com/bisnis/read/2856137/laba-bank-
mandiri-merosot-321-persen-di-
2016#:~:text=Angka%20ini%20turun%2032%2C1,sebesar%20Rp%2043%2C3
%20triliun

Laporan Tahunan Bank Mandiri tahun 2019.

Lokadata. (2019). Laba tahun berjalan Bank Mandiri, 2010-2019. Retrieved from
https://lokadata.beritagar.id/chart/preview/laba-tahun-berjalan-bank-mandiri-
2010-2019-1580184700

Merdeka. (2017, May 10). Sri Mulyani bongkar pentingnya teknologi di sistem keuangan
negara. Retrieved from https://www.merdeka.com/uang/sri-mulyani-bongkar-
pentingnya-teknologi-di-sistem-keuangan-negara.html

Peraturan Pemerintah No. 12 tahun 1998 tentang Perusahaan Perseroan (Persero)

Peraturan Pemerintah No. 75 tahun 1998 tentang Penyertaan Modal Negara Republik
Indonesia untuk Pendirian Perusahaan Persero (Persero) di Bidang Perbankan

Ramanadham‚ V. V. (1991). The Economics of Public Enterprise. New York: Routledge.


Sahamgain. (2017). Analisis Keuangan: Laba Kotor, Laba Usaha, dan Laba Bersih.
Retrieved from http://www.sahamgain.com/2017/11/Laba-kotor-Laba-bersih-
Laba-usaha.html

Shepherd‚ W. G. (1988). “Public Enterprise: Criteria and Cases.” In The Structure of


European Industry‚ 2nd ed.‚ de Jong‚ H. W.‚ ed.‚ pp. 355-388. Netherlands:
Kluwer Academic Publishers.

Tirto. (2018, October 2). Bank Mandiri Lahir dari Keruwetan Krisis 1998. Retrieved
from https://tirto.id/bank-mandiri-lahir-dari-keruwetan-krisis-1998-c3bp

Tren Asia. (2020, July 22). Inilah 10 Bank Pemilik Aset Terbesar Indonesia 2020.
Retrieved from https://www.trenasia.com/inilah-10-bank-aset-terbesar-
indonesia-2020/

Undang-Undang No. 19 tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara

Undang-Undang No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas

Warta Ekonomi. (2019, March 29). Apa Itu Good Corporate Governance? Retrieved
from https://www.wartaekonomi.co.id/read221557/apa-itu-good-corporate-
governance

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai