Anda di halaman 1dari 17

SATUAN ACARA PENYULUHAN

KESEHATAN REPRODUKSI

A. PENGANTAR

Sasaran : Masyarakat umum

Hari/tanggal :

Jam :

Waktu :

Tempat :

Pokok bahasan : 1. Pernikaan Dini

2. PHBS dalam lingkup Rumah Tangga

B. TUJUAN INTRUKSIONAL UMUM (TIU)

Setelah mengikuti kegiatan penyuluhan diharapkan masyarakat dapat memahami tentang


“Pernikahan dini,PHBS dalam lingkup Rumah Tangga”

C. TUJUAN INSTRUKSI KHUSUS (TIK)

Setelah mengikuti kegiatan penyuluhan masyakat dapat :

1. Mengerti pengertian dari Pernikahan Dini


2. Mengetahui apa penyebab dari maraknya Pernikahan Dini
3. Mengetahui dampak dari Pernikahan Dini
4. Mengetahui cara pencegahan Pernikahan Dini
5. Mengerti pengertian dari PHBS
6. Mengetahui tujuan dari PHBS
7. Mengetahui tatanan-tatanan PHBS
8. Mengetahui cara untuk meningkatkan kesehatan dilingkungan masyarakat
9. Mengetahui manfaat dari PHBS
10. Mengetahui cara mewujudkan PHBS dalam lingkup rumah tangga

D. METODE

1. Ceramah

2. Tanya Jawab

E. MEDIA

Power Point

F. MATERI

Telampir

G. KEGIATAN PEMBELAJARAN

KegiatanPenyuluhan
No. TahapandanWaktu Keterangan
Pelaksanaan Sasaran

1 Pembukaan  Salam  Menjawab salam


pembuka
(08.00-08.15)  Menyimak
 Penyampaian
tujuan

3 Penyampaian  Pemberian  Mendengarkan dan


materi materi tentang memerhatikan materi
“...”
08.15-09.00)

4 Diskusi  Tanya jawab 1. Mengetahui


pemahaman
(09.00-09.20)
masyarkat

6 Penutup 2. Kesimpulan 3. Memahami apa


yang sudah
disampaikan

H. Materi
1. PERNIKAHAN DINI

1. Pengertian Pernikahan Dini

Menikah adalah sebuah ikatan (akad) perkawinan yang dilakukan sesuai dengan ketentuan
hukum dan ajaran agama. Sedangkan dini dapat diartikan sebelum waktunya. Jadi dapat kita
artikan pernikahan dini adalah ikatan (akad) perkawinan sesuai ketentuan hukum dan agama
sebelum waktu yang ditetapkan, atau dibawah umur yang ditetapkan undang-undang.

Undang-undang yang mengatur tentang pernikahan adalah undang-undang No 1 tahun 1974


pasal 7 ayat 1 berbunyi “Perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19
tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 tahun. Selanjutnya, Peraturan Menteri Agama
No.11 tahun 2007 tentang Pencatatan nikah Bab IV pasal 7 “Apabila seorang calon mempelai
belum mencapai umur 21 (duapuluh satu) tahun, harus mendapat ijin tertulis kedua orang tua”

2. Maraknya Pernikahan Dini

Hasil penelitian UNICEF di Indonesia (2002), menemukan angka kejadian pernikahan anak
berusia 15 tahun berkisar 11%, sedangkan yang menikah di saat usia tepat 18 tahun sekitar
35%. Selanjutnya Menurut hasil penelitian yang dilakukan BKKBN pada tahun 2014, 46% atau
setara dengan 2,5 juta pernikahan yang terjadi di setiap tahun di Indonesia. Rata-rata mempelai
perempuannya berusia antara 15 sampai 19 tahun. Bahkan 5% diantaranya melibatkan mempelai
perempuan yang berusia di bawah 15 tahun. Dari hasil survey menunjukkan bahwa pernikahan
dini marak terjadi Indonesia. Tingginya angka pernikahan usia anak, menunjukkan bahwa
pemberdayaan law enforcement dalam hukum perkawinan masih rendah.

Hal ini dikarenakan masih adanya peluang untuk melegalkan pernikahan tersebut. Ada juga
beberapa faktor yang membuat maraknya kasus pernikahan dini yang terjadi di Indonesia, salah
satunya ekonomi harapan tercapainya keamanan sosial dan finansial setelah menikah
menyebabkan banyak orang tua menyetujui pernikahan usia dini, Rendahnya tingkat
pendidikan maupun pengetahuan orang tua dan anak yang menyebabkan adanya kecenderungan
mengawinkan anaknya yang masih di bawah umur. Faktor adat juga berpengaruh terhadap
perkawinan usia muda karena orang tuanya takut anaknya dikatakan perawan tua sehingga
segera dikawinkan. Selanjutnya adalah kehamilan diluar pernikahan dikarenakan pergaulan
bebas atau kasus pemerkosaan

3. Dampak Pernikahan Dini

Pernikahan usia dini memberi resiko yang lebih besar pada remaja perempuan khususnya
pada aspek kesehatan reproduksinya. Di tinjau dari segi kesehatan, Dokter spesialis kebidanan
dan kandungan dari Rumah Sakit Balikpapan Husada (RSBH) dr Ahmad Yasa, SPOG
mengatakan, perempuan yang menikah di usia dini kurang dari 15 tahun memiliki banyak risiko,
sekalipun ia sudah mengalami menstruasi atau haid. Dampak medis yang ditimbulkan oleh
pernikahan usia dini ini, yakni dampak pada kandungannya, penyakit kandungan yang banyak
diderita wanita yang menikah usia dini, antara lain infeksi pada kandungan dan kanker mulut
rahim. Hal ini terjadi karena terjadinya masa peralihan sel anak-anak ke sel dewasa yang terlalu
cepat. Padahal, pada umumnya pertumbuhan sel yang tumbuh pada anak-anak baru akan
berakhir pada usia 19 tahun.

Berdasarkan beberapa penelitian yang pernah dilakukan, rata-rata penderita terinfeksi HIV,
penyakit menular seksual, infeksi kandungan dan kanker mulut rahim adalah wanita yang
menikah di usia dini atau dibawah usia 19 atau 16 tahun. Untuk risiko kebidanan, wanita yang
hamil di bawah usia 19 tahun dapat berisiko pada kematian ibu dan janin, selain kehamilan di
usia 35 tahun ke atas. Risiko lain, lanjutnya, hamil di usia muda juga rentan terjadinya
pendarahan, keguguran, hamil anggur dan hamil prematur di masa kehamilan. Selain itu, risiko
meninggal dunia akibat keracunan kehamilan juga banyak terjadi pada wanita yang melahirkan
di usia dini. Salah satunya penyebab keracunan kehamilan ini adalah tekanan darah tinggi atau
hipertensi.

Selanjutnya dampak pernikahan dini terhadap anak-anak yaitu bagi wanita yang
melangsungkan pernikahannya dibawah umur 17 tahun akan mengalami gangguan-
gangguan pada kandungannya yang dapat membahayakan kesehatan si anak. Selain hal itu
juga banyak mereka yang sudah mempunyai anak tidak menyadari pentingnya kesehatan
bagi si anak dimana banyak sekali dari anak mereka yang jarang dimunisasi setiap ada
posyandu. Hal ini akibat dari pengetahuan mereka tentang kesehatan yang masih kurang.
Dampak lain pernikahan dini pada suami istri adalah tidak bisa memenuhi atau tidak
mengetahui hak dan kewajibannya sebagai suami istri. Hal tersebut timbul karena
belum matangnya mental mereka yang notabene emosinya masih labil sehingga
keduanya cenderung memiliki sifat keegoisan yang tinggi. Selain itu akan menimbulkan
berbagai persoalan rumah tangga seperti pertengkaran, percekcokan, bentrokan antar
suami istri yang dapat mengakibatkan perceraian.

Selain itu, terhadap masing-masing keluarga yaitu apabila pernikahan diantara


mereka lancar mereka ikut senang dan bahagia. Namun apabila kebalikannya dari
pernikahan mereka mengalami kegagalan, maka mereka akan merasa sedih dan kecewa
akan keadaan rumah tangga anak-anaknya. Dari kegagalan perkawinan mereka tersebut
tidak menutup kemungkinan silaturrahmi diantara keluarga tersebut akan terputus.
Pernikahan dini antara laki -laki dengan wanita yang hamil di luar nikah dan karena
perjodohan oleh orang tuanya, akan selalu mengaki batkan pertengkaran dan jika si
wanita tidak mau mengikuti kemauan orang tuanya untuk dijodohkan dengan si laki-laki,
maka orangtua akan mengancam anak perempuannya tersebut, tidak akan mendapatkan
warisan.

Terjadinya pernikahan dini di Dusun Pereng Ampel Desa Pamoroh Kecamatan


Kadur, Kabupaten Pamekasan, mengakibatkan dampak yang mempengaruhi hubungan
antara mereka sendiri, terhadap anak-anak maupun terhadap keluarga mereka masing-
masing. Emosi yang tidak stabil memungkinkan banyaknya pertengkaran dan
percekcokan. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh IPPF (2006) bahwa masalah
ketidaksetaraan jender dapat menjadi salah satu penyebabnya. Anak yang menikah di usia
dini memiliki kapasitas yang terbatas untuk menyuarakan pendapat, menegosiasikan
keinginan berhubungan seksual, memakai alat kontrasepsi, dan mengandung anak.
Demikian pula dengan aspek domestik lainnya. Dominasi pasangan seringkali menyebabkan
terjadinya kekerasan dalam rumah tangga. Konflik suami isteri yang menikah pada usia dini
dalam bentuk pernikahan siri akan menyebabkan ketidakadilan jender dengan cara
menceraikan istri setiap saat sesuka si suami.
Disamping itu, dampak lain pernikahan usia dini adalah sering terjadinya pertengkaran
dengan pasangan. Hal ini disebabkan mereka cenderung masih kekanak-kanakan dan belum
mampu mengekang emosinya. Adapun faktor pemicu pertengkaran tersebut yaitu
perselisihan yang menyangkut masalah keuangan dalam rumah tangga juga karena
keduanya sudah tidak lagi saling menghargai dan melaksanakan hak dan kewajibannya
sebagi suami istri. Oleh karena itu keharmonisan dalam rumah tangga sulit untuk
diciptakan. Bahkan tidak jarang perempuan yang menikah di usia yang lebih muda
seringkali mengalami kekerasan. Anak perempuan yang menghadapi kekerasan dalam
rumah tangga cenderung tidak melakukan perlawanan, sebagai akibatnya merekapun
tidak mendapat pemenuhan rasa aman baik di bidang sosial maupun finansial.

Selain itu, pernikahan dengan pasangan yang terpaut jauh usianya meningkatkan risiko
keluarga menjadi tidak lengkap akibat perceraian, atau menjanda karena pasangan
meninggal dunia. Faktor lain penyebab sering terjadinya pertengkaran dengan pasangan
adalah karena mereka masih belum memahami betul tugas dan tanggung jawab mereka
sebagai suami dan isteri. Sehingga sering sekali terjadi salah paham antar mereka yang
berujung pada pertengkaran.

Pernikahan anak usia dini memberikan dampak juga terhadap derajat pendidikan anak
tersebut. Semakin muda usia menikah, maka semakin rendah tingkat pendidikan yang
dicapai oleh sang anak. Pernikahan anak usia dini seringkali menyebabkan anak tidak
lagi bersekolah, karena sekarang ia mempunyai tanggung jawab baru, yaitu sebagai
isteri dan calon ibu, atau kepala keluarga dan calon ayah, yang diharapkan berperan
lebih banyak mengurus rumah tangga maupun menjadi tulang punggung keluarga dan
keharusan mencari nafkah. Pola lainnya yaitu karena biaya pendidikan yang tidak
terjangkau, anak berhenti sekolah dan kemudian dinikahkan untuk me ngalihkan beban
tanggung jawab orangtua menghidupi anak tersebut kepada pasangannya.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat korelasi antara tingkat pendidikan dan
usia saat menikah, semakin tinggi usia anak saat menikah maka pendidikan anak relatif
lebih tinggi dan demikian pula sebaliknya. Berdasarkan hasil penelitian UNICEF,
pernikahan dini berhubungan pula dengan derajat pendidikan yang rendah. Sehingga
menunda usia pernikahan merupakan salah satu cara agar anak dapat mengenyam
pendidikan lebih tinggi (UNICEF 2006). Sejalan dengan hasil penelitian UNICEF
tersebut, secara empiris hasil penelitian yang kami lakukan terhadap sikap masyarakat
tentang remaja yang menikah di usia dini apakah dapat memikirkan pendidikan anak atau
tidak, secara signifikan, sebagian besar masyarakat (sekitar 30 orang atau 60% responden)
menyatakan bahwa remaja yang menikah di usia dini tidak dapat memikirkan pendidikan
anaknya. Hal ini disebabkan, pasangan yang menikah usia dini sudah tidak lagi
bersekolah, sehingga pola pikir mereka kurang berkembang, hanya mengutamakan tugas
dan tanggung jawabnya sebagai orang tua tanpa memikirkan bagaimana pendidikan anak
mereka.

Pasangan yang menikah pada usia dini di Dusun Pereng Ampel cenderung tidak peduli
dengan kesehatan anak mereka. Hal ini terbukti sekitar 40% responden tidak mengetahui
tentang posyandu (Pos Pelayanan Terpadu) dan hal ini juga didukung oleh sekitar 79% atau
39 orang masyarakat yang menyatakan bahwa pasangan yang menikah usia dini tidak akan
memperhatikan kesehatan ana k-anaknya. Hal ini didukung pula oleh hasil penelitian
kami di lapangan yaitu pasangan yang menikah pada usia dini juga tidak mengetahui tentang
imunisasi, yang notabene sangat penting terhadap kesehatan anak mereka. Sehingga secara
langsung, ketidaktahua n mereka terhadap Posyandu dan imunisasi akan mempengaruhi
kualitas anak atau generasi penerus mereka. Menurut UNICEF (2006) keadaan seperti ini
bisa terjadi karena erat kaitannya dengan keterbatasan finansial dan keterbatasan mobilitas,
sehingga ibu -ibu muda ini seringkali tidak mendapatkan layanan kesehatan yang
dibutuhkannya dan hal ini bisa meningkatkan risiko komplikasi maternal dan
mortalitas (kematian).

Pasangan yang menikah pada usia dini kurang mempunyai keterampilan


untuk mengasuh anak sebagaimana yang dimiliki orang dewasa bisa menyebabkan anak
yang dilahirkan berisiko mengalami perlakuan salah atau penelantaran. Sehingga dalam
kaitannya dengan pembentukan generasi berkualitas, pernikahan usia dini menyebabkan
anak yang dilahirkan berisiko mengalami keterlambatan perkembangan, dan gangguan
perilaku.
Secara umum, banyak hasil penelitian tentang pernikahan dini umumnya hanya
membahas faktor-faktor penyebab terjadinya pernikahan dini atau bagaimana perspektif
pernikahan dini dalam hukum pidana dan hukum islam.Secara empiris, penelitian yang
kami lakukan terhadap pasangan yang menikah pada usia dini di Dusun Pereng Ampel Desa
Pamoroh lebih memfokuskan bagaimana dampak pernikahan usia dini terhadap
pembentukan generasi yang berkualitas. Generasi berkualitas yang dimaksud adalah
generasi atau anak yang dilahirkan dari pernikahan dini dalam kaitannya dengan bagaimana
persepsi pasangan yang menikah usia dini terhadap kesehatan, pendidikan, serta
perkembangan anak-anak mereka.

Tetapi ada beberapa Dampak positif salah satunya yaitu dukungan emosional. Dengan
dukungan emosional maka dapat melatih kecerdasan emosional dan spiritual dalam diri setiap
pasangan. Selanjutnya dukungan keuangan, dengan menikah di usia dini dapat meringankan
beban ekonomi menjadi lebih menghemat. Belajar memikul tanggung jawab di usia dini juga
merupakan salah satu dampak positif dari adanya pernikahan dini. Banyak pemuda yang waktu
masa sebelum nikah kurang memiliki rasa tanggung jawab dikarenakan ada orang tua mereka,
disini mereka harus dapat mengatur urusan mereka tanpa bergantung pada orang tua. Dan yang
terakhir adalah terbebas dari perbuatan maksiat seperti zina.

4. Cara Mengatasi Pernikhan Dini

Masalah masalah hukum yang timbul dari pernikahan dini harus segera diatasi, salah
satunya adalah dengan pembentukan Kelompok Masyarakat Sadar Hukum (Kadarkum).
Berdasarkan Undang-Undang No 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum, Pasal 1 (1)
dinyatakan bahwa Bantuan Hukum adalah jasa hukum yang diberikan oleh Pemberi Bantuan
Hukum secara cuma-cuma kepada Penerima Bantuan Hukum.

Penerima Bantuan Hukum adalah orang atau kelompok orang miskin yang tidak dapat
memenuhi hak dasar secara layak dan mandiri yang menghadapi masalah hukum. Sedangkan
dalam Pasal 27 SEMA No 10 tahun 2010 tentang Pedoman Pemberian Bantuan Hukum
dinyatakan bahwa yang berhak mendapatkan jasa dari Pos Bantuan Hukum adalah orang yang
tidak mampu membayar jasa advokat terutama perempuan dan anak-anak serta penyandang
disabilitas, sesuai pertauran perundang-undangan yang berlaku.
Selain itu, Pembinaan dan penyuluhan tentang pembentukan generasi berkualitas dan
dampak dari pernikahan dini dari instansi terkait dengan program-program kegiatan
penyuluhan, diskusi-diskusi agar mereka dapat mengerti dan paham tentang arti penting
membangun rumah tangga yang sakinah dan sejahtera. Perlu ditumbuh kembangkan
kesadaran masyarakat akan pentingnya membangun keluarga yang sejahtera. Selama ini
konsentrasi pembinaan terhadap keluarga yang dilakukan pemerintah jika dicermati dari
tahun ke tahun terkesan bahwa program-program dasar pembinaan tentang kesejahteraan
keluarga mulai dari program kesehatan seperti perencanaan kelahiran (KB), Pos Pelayanan
Terpadu (POSYANDU), pelayanan kesehatan gratis dan sosialisasi tentang Undang-Undang
Perkawinan masih sifatnya jalan di tempat tid ak menyeluruh.

2. Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat

1. Pengertian PHBS

Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) adalah semua perilaku kesehatan yang dilakukan
atas kesadaran sehingga anggota keluarga atau keluarga dapat menolong dirinya sendiri di
bidang kesehatan dan dapat berperan aktif dalam kegiatan – kegiatan kesehatan dan berperan
aktif dalam kegiatan–kegiatan kesehatan di masyarakat (Depkes RI, 2007). PHBS adalah upaya
memberikan pengalaman belajar bagi perorangan, keluarga, kelompok dan masyarakat, dengan
membuka jalur komunikasi, memberikan informasi dan melakukan edukasi, guna meningkatkan
pengetahuan, sikap dan perilaku, melalui pendekatan Advokasi, Bina Suasana (Social Support)
dan Gerakan Masyarakat (Empowerment) sehingga dapat menerapkan cara-cara hidup sehat,
dalam rangka menjaga, memelihara dan meningkatkan kesehatan masyarakat (Depkes RI 2011).
Pemberdayaan masyarakat harus dimulai dari rumah tangga atau keluarga, karena rumah tangga
yang sehat merupakan asset atau modal pembangunan di masa depan yang perlu dijaga,
ditingkatkan dan dilindungi kesehatannya. Beberapa anggota rumah tangga mempunyai masa
rawan terkena penyakit menular dan penyakit tidak menular, oleh karena itu untuk mencegah
penyakit tersebut, anggota rumah tangga perlu diberdayakan untuk melaksanakan PHBS.
2. Tujuan PHBS

Tujuan PHBS yaitu meningkatkan pengetahuan, kesadaran, kemauan dan kemampuan


masyarakat agar hidup bersih dan sehat serta masyarakat termasuk swasta dan dunia usaha
berperan serta aktif mewujudkan derajat kesehatan yang optimal.

3. Tatanan PHBS

Tatanan Perilaku Hidup Bersih Sehat PHBS berada di lima tatanan yakni :

1. Sepuluh Indikator PHBS di Tatanan Rumah Tangga:

a. Persalinan ditolong oleh Tenaga Kesehatan.

b. Memberi bayi ASI eksklusif.

c. Mencuci tangan dengan air bersih dan sabun.

d. Menggunakan air bersih.

e. Menggunakan jamban sehat.

f. Memberantas jentik di rumah.

g. Makan sayur dan buah setiap hari.

h. Melakukan aktivitas fisik setiap hari.

i. Tidak merokok di dalam rumah.


2. Indikator PHBS di Tatanan Sekolah :

a. Mencuci tangan dengan air bersih mengalir dan sabun.

b. Mengkonsumsi jajanan di warung /kantin sekolah.

c. Menggunakan jamban yang bersih dan sehat.

d. Olahraga yang teratur dan terukur.

e. Memberantas jentik nyamuk.

f. Tidak merokok.

g. Menimbang berat badan dan mengukur tinggi badan setiap bulan.

h. Membuang sampah pada tempatnya.

3. Indikator PHBS di Tatanan Tempat Kerja :

a. Kawasan tanpa asap rokok.

b. Bebas jentik nyamuk.

c. Jamban sehat.

d. Kesehatan dan keselamatan kerja.

e. Olahraga teratur.
4. Indikator PHBS di Tatanan Tempat Umum :

a. Menggunakan jamban sehat.

b. Memberantas jentik nyamuk.

c. Menggunakan air bersih.

5. Indikator PHBS di Tatanan Fasilitas Kesehatan :

a. Menggunakan air bersih.

b. Menggunakan jamban yang bersih dan sehat.

c. Membuang sampah pada tempatnya.

d. Tidak merokok.

e. Tidak meludah sembarangan.

f. Memberantas jentik nyamuk.

4. Kesehatan Masyarakat

Pengertian Kesehatan Masyarakat Menurut Winslow dalam Notoatmodjo: 2003, bahwa


Kesehatan Masyarakat (Public Health) adalah Ilmu dan Seni : mencegah penyakit,
memperpanjang hidup, dan meningkatkan kesehatan, melalui “Usaha-usaha Pengorganisasian
masyarakat “ untuk :

1. Perbaikaan sanitasi lingkungan

2. Pemberantasan penyakit-penyakit menular


3. Pendidikan untuk kebersihan perorangan

4. Pengorganisasian pelayanan-pelayanan medis dan perawatan untuk diagnosis dini dan


pengobatan.

5. Pengembangan rekayasa sosial untuk menjamin setiap orang terpenuhi kebutuhan hidup
yang layak dalam memelihara kesehatannya.

5. Manfaat PHBS

1. Manfaat PHBS Di Sekolah

PHBS di sekolah merupakan kegiatan memberdayakan siswa,guru dan masyarakat


lingkungan sekolah untuk mau melakukan pola hidup sehat untuk menciptakan sekolah sehat.
Manfaat PHBS di Sekolah mampu menciptakan lingkungan yang bersih dan sehat, meningkatkan
proses belajarmengajar dan para siswa, guru hingga masyarakat lingkungan sekolah menjadi
sehat.

PHBS di Sekolah. Sekolah memperkenalkan dunia kesehatan pada anak-anak disekolah,


seyogianya tidak terlalu susah karena pada umumnya tiap sekolah sudah memiliki Usaha
Kesehatan Sekolah (UKS). Pengertian UKS adalah usaha untuk membina dan mengembangkan
kebiasaan serta perilaku hidup sehat pada peserta didik usia sekolah yang dilakukan secara
menyeluruh dan terpadu. Dalam UU Nomor 36 Tahun 2009 pasal 79 tentang Kesehatan,
ditegaskan bahwa ”Kesehatan Sekolah” diselenggarakan untuk meningkatkan kemampuan hidup
sehat peserta didik dalam lingkungan hidup sehat sehingga peserta didik dapat belajar, tumbuh
dan berkembang secara harmonis dan setinggi-tingginya sehingga diharapkan dapat menjadi
sumber daya manusia yang berkualitas.

2. Manfaat PHBS Di Rumah Tangga

Menerapkan PHBS di rumah tangga tentu akan menciptakan keluarga sehat dan mampu


meminimalisir masalah kesehatan. Manfaat PHBS di Rumah tangga antara lain, setiap anggota
keluarga mampu meningkatkan kesejahteraan dan tidak mudah terkena penyakit, rumah tangga
sehat mampu meningkatkan produktifitas anggota rumah tangga dan manfaat phbs rumah tangga
selanjutnya adalah anggota keluarga terbiasa untuk menerapkan pola hidup sehat dan anak dpt
tumbuh sehat dan tercukupi gizi

3. Manfaat PHBS Di Tempat Kerja

PHBS di Tempat kerja adalah kegiatan untuk memberdayakan para pekerja agar tahu dan
mau untuk melakukan perilaku hidup bersih dan sehat dan berperan dalam menciptakan tempat
kerja yang sehat. manfaat PHBS di tempat kerja yaitu para pekerja mampu meningkatkan
kesehatannya dan tidak mudah sakit, meningkatkan produktivitas kerja dan meningkatkan citra
tempat kerja yang positif .

4. Manfaat PHBS di Masyarakat

Manfaat PHBS di masyarakat adalah masyarakat mampu menciptakan lingkungan yang


sehat, mencegah penyebaran penyakit, masyarakat memanfaatkan pelayanan fasilitas
kesehatan dan mampu mengembangkan kesehatan yang bersumber dari masyarakat.

6. Tatanan PHBS Rumah Tangga

Salah satu tatanan PHBS yang utama adalah PHBS rumah tangga yang bertujuan


memberdayakan anggota sebuah rumah tangga untuk tahu, mau dan mampu menjalankan
perilaku kehidupan yang bersih dan sehat serta memiliki peran yang aktif pada gerakan di tingkat
masyarakat. Tujuan utama dari tatanan PHBS di tingkat rumah tangga adalah tercapainya rumah
tangga yang sehat.

Terdapat beberapa indikator PHBS pada tingkatan rumah tangga yang dapat dijadikan acuan
untuk mengenali keberhasilan dari praktek perilaku hidup bersih dan sehat pada tingkatan rumah
tangga. Berikut ini 10 indikator PHBS pada tingkatan rumah tangga :
1. Persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan.
Persalinan yang mendapat pertolongan dari pihak tenaga kesehatan baik itu dokter, bidan
ataupun paramedis memiliki standar dalam penggunaan peralatan yang bersih, steril dan
juga aman. Langkah tersebut dapat mencegah infeksi dan bahaya lain yang beresiko bagi
keselamatan ibu dan bayi yang dilahirkan.

2. Pemberian ASI eksklusif


Kesadaran mengenai pentingnya ASI bagi anak di usia 0 hingga 6 bulan menjadi bagian
penting dari indikator keberhasilan praktek perilaku hidup bersih dan sehat pada tingkat
rumah tangga.

3. Menimbang bayi dan balita secara berkala


Praktek tersebut dapat memudahkan pemantauan pertumbuhan bayi. Penimbangan dapat
dilakukan di Posyandu sejak bayi berusia 1 bulan hingga 5 tahun. Posyandu dapat
menjadi tempat memantau pertumbuhan anak dan menyediakan kelengkapan imunisasi.
Penimbangan secara teratur juga dapat memudahkan deteksi dini kasus gizi buruk.

4. Cuci tangan dengan sabun dan air bersih


Praktek ini merupakan langkah yang berkaitan dengan kebersihan diri sekaligus langkah
pencegahan penularan berbagai jenis penyakit berkat tangan yang bersih dan bebas dari
kuman.

5. Menggunakan air bersih


Air bersih merupakan kebutuhan dasar untuk menjalani hidup sehat.

6. Menggunakan jamban sehat


Jamban merupakan infrastruktur sanitasi penting yang berkaitan dengan unit pembuangan
kotoran dan air untuk keperluan pembersihan.

7. Memberantas jentik nyamuk


Nyamuk merupakan vektor berbagai jenis penyakit dan memutus siklus hidup makhluk
tersebut menjadi bagian penting dalam pencegahan berbagai penyakit.
8. Konsumsi buah dan sayur
Buah dan sayur dapat memenuhi kebutuhan vitamin dan mineral serta serat yang
dibutuhkan tubuh untuk tumbuh optimal dan sehat.

9. Melakukan aktivitas fisik setiap hari


Aktivitas fisik dapat berupa kegiatan olahraga ataupun aktivitas bekerja yang melibatkan
gerakan dan keluarnya tenaga.

10. Tidak merokok di dalam rumah


Perokok aktif dapat menjadi sumber berbagai penyakit dan masalah kesehatan bagi
perokok pasif. Berhenti merokok atau setidaknya tidak merokok di dalam rumah dapat
menghindarkan keluarga dari berbagai masalah kesehatan.\

Selain PHBS dalam tatanan rumah tangga, masih terdapat tatanan lain yang tidak kalah
penting seperti PHBS di sekolah dan juga PHBS di tempat kerja. Keseluruhan dari materi
PHBS bertujuan untuk meningkatkan kualitas kesehatan individu dan masyarakat yang terlibat
pada setiap tatanan.

Sekolah yang sehat dengan anggota komunitas tingkat sekolah yang berperilaku hidup bersih
dan sehat dapat mencegah sekolah menjadi titik penularan atau sumber berbagai penyakit.
Demikian pula dengan PHBS di tempat kerja dimana keamanan dan kesehatan menjadi sesuatu
yang tidak kalah penting.

Perilaku hidup bersih dan sehat yang berasal dari implementasi materi PHBS dapat menjadi
kunci untuk meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat. Menjalankan praktek indikator
– indikator PHBS di berbagai tatanan dapat menjadi sebuah gerakan untuk memasyarakatkan
perilaku hidup bersih dan sehat dimanapun dan juga kapanpun.

Anda mungkin juga menyukai