Terapi Bedah
Terapi bedah bisa diklasifikasikan menjadi terapi bedah konservatif jika
fungsi reproduksi berusaha dipertahankan dan radikal jika uterus dan ovarium
diangkat secara keseluruhan. Usia, keinginan untuk memperoleh anak lagi,
perubahan kualitas hidup, adalah hal-hal yang menajdi pertimbangan ketika
memutuskan suatu jenis tindakan operasi.3
1. Pembedahan konservatif
a. Tujuannya adalah merusak jaringan endometriosis dan melepaskan
perlengketan perituba dan periovarian yang menjadi sebab timbulnya
gejala nyeri dan mengganggu transportasi ovum. Pendekatan
laparoskopi adalah metode pilihan untuk mengobati endometriosis
secara konservatif. Ablasi bisa dilakukan dengan dengan laser atau
elektrodiatermi. Secara keseluruhan, angka rekurensi adalah 19%.
Pembedahan ablasi laparoskopi dengan diatermi bipolar atau laser
efktif dalam menghilangkan gejala nyeri pada 87%. Kista
endometriosis dapat diterapi dengan drainase atau kistektomi.
Kistektomi laparoskopi mengobati keluhan nyeri lebih baik daripada
tindakan drainase. Terapi medis dengan agonis GnRH mengurangi
ukuran kista tetapi tidak berhubungan dengan hilangnya gejala nyeri.
b. Flushing tuba dengan media larut minyak dapat meningkatkan
angka kehamilan pada kasus infertilitas yang berhubungan dengan
endometriosis.
c. Untuk dismenorhea yang hebat dapat dilakukan neurektomi
presakral. Bundel saraf yang dilakukan transeksi adalah pada vertebra
sakral III, dan bagian distalnya diligasi.
d. Laparoscopic Uterine Nerve Ablation (LUNA) berguna untuk
mengurangi gejala dispareunia dan nyeri punggung bawah.
e. Untuk pasien dengan endometriosis sedang, pengobatan hormonal
adjuvant postoperative efektif untuk mengurangi nyeri tetapi tidak ada
berefek pada fertilitas. Analog GnRH, danazol, dan
medroksiprogesteron berguna untuk hal ini.
2. Pembedahan radikal
a. Histerektomi total dengan ooforektomi bilateral dan sitoreduksi
dari endometrium yang terlihat. Adhesiolisis ditujukan untuk
memungkinkan mobilitas dan menormalkan kembali hubungan antara
organ-organ di dalam rongga pelvis.
b. Obstruksi ureter memerlukan tindakan bedah untuk mengeksisi
begian yang mengalami kerusakan. Pada endometriosis dengan
obstruksi usus dilakukan reseksi anastomosis jika obstruksi berada di
rektosigmoid anterior.
Komplikasi
Komplikasi dari endometriosis sering berhubungan dengan adanya
fibrosis dan jaringan parut yang tidak hanya berefek pada organ yang
terkena, namun juga dapat menyebabkan obstruksi kolon dan ureter.
Ruptur dari endometrioma dan juga dihasilkannya zat berwarna coklat
yang sangat iritan juga dapat menyebabkan peritonitis. Meskipun jarang,
lesi endometrium dapat berubah menjadi malignan dan paling sering
terjadi pada kasus endometriosis yang berlokasi di ovarium.4
Prognosis
Endometriosis dapat mengalami rekurensi kecuali telah dilakukan
dengan histerektomi dan ooforektomi bilateral. Angka kejadian rekurensi
endometriosis setelah dilakukan terapi pembedahan adalah 20% dalam waktu
5 tahun. Ablasi komplit dari endometriosis efektif dalam menurunkan gejala
nyeri sebanyak 90% kasus. Beberapa ahli mengatakan eksisi lesi adalah
metode yang baik untuk menurunkan angka kejadian rekurensi dari gejala-
gejala endometriosis. 5
DAPUSNYA
1. A Guide for Patients Revised. American Society For Reproductive
Medicine. 2012
2. Hanifa W. Ilmu Kandungan Edisi Ketiga. Jakarta: PT.Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo. 2011
3. Hendy H. Endometriosis dari aspek teori sampai penanganan klinis.
Surabaya. Airlangga University Press.2015
4. Memardeh SM, Muze KN. Endometrosis. Dalam Current obstetry and
gynecology diagnosa and therapy. 9th ed. Boston: Mc Graw Hill. 2003
5. American Society for Reproductive Medicine. Revised American
Society for Reproductive Medicine classification of endometriosis.
Fertil Steril 1997; 67, 5: 817-21.
b) Terapi pembedahan Indikasi terapi pembedahan pada pasien endometriosis adalah:
Endometriosis dengan gejala parah yang tidak responsif terhadap terapi hormon,
endometriosis yang parah dan menginfiltrasi untuk memperbaiki distorsi anatomi panggul,
dan endometriosis > 1 cm. Pembedahan bisa dilakukan secara konservatif ataupun definitif
(Konar, 2013). Metode pembedahan apapun yang digunakan harus disesuaikan dengan usia
pasien, tingkat kesuburan pasien, dan respon pasien terhadap perawatan medis (Parisei et al.,
2008).
Bedah konservatif Bedah konservatif direncanakan untuk merusak lesi endometriosis dalam
upaya memperbaiki gejala (rasa nyeri, subfertilitas) dan dalam waktu yang sama untuk
memelihara fungsi reproduksi. Laparoskopi biasanya dilakukan untuk menghancurkan lesi
endometriotik dengan eksisi atau ablasi oleh elektrodiaterapi atau dengan menggunakan
laser. Perawatan bedah konservatif minimal pada endomertiosis ringan (abalasi plus
adhesiolisis) dapat meningkatkan hasil kesuburan. Laparoscopic uterosacral nerve ablation
(LUNA) dilakukan saat rasa sakit yang diderita pasien endometriosis sangat parah.
Keuntungan dari laser adalah memotong jaringan dengan sedikit kemungkinan kerusakan
pada struktur vital. Kistektomi yang dilakukan melalui laparoskopi diketahui efektif dalam
menghilangkan nyeri sekitar 74% kasus endometriosis ringan sampai sedang. Tingkat
kehamilan yang tinggi didapatkan pada pasien 6 bulan pasca-operasi konservatif untuk
endometriosis (Konar, 2013).
Bedah definitif Indikasi operasi definitif adalah: Pada perempuan dengan stadium lanjut
endometriosis dimana: (i) Tidak ada kemajuan untuk perbaikan kesuburan (ii) Bentuk
pengobatan lainnya telah gagal (iii) Perempuan dengan keluarga lengkap. Operasi definitif
berarti dilakukannya tindakan berupa histerektomi dengan salpingo-oforektomi bilateral
bersamaan dengan reseksi jaringan endometrium selengkap mungkin (Konar, 2013). c)
Kombinasi terapi pembedahan dengan medikamentosa Terapi hormonal praoperasi bertujuan
untuk mengurangi ukuran dan vaskularitas lesi yang memudahkan proses pembedahan.
Terapi hormon pasca operatif bertujuan untuk menghancurkan lesi residual yang tertinggal
setelah operasi dan untuk mengendalikan rasa nyeri. Tetapi kombinasi ini tidak memperbaiki
kesuburan. Durasi terapi biasanya 3-6 bulan sebelum operasi dan 3-6 bulan pasca operasi.
Probabilitas kumulatif kehamilan pasca 3 tahun setelah laparoskopi adalah 47%. Keseluruhan
risiko kekambuhan adalah 40% dalam waktu 5 tahun (Konar, 2013).