Proposal Setengah
Proposal Setengah
PROPOSAL PENELITIAN
Oleh :
ANA MUAWWANAH
1020183057
METODELOGI PENELITIAN
FAKULTAS KESEHATAN
TAHUN 2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga
saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul Pengaruh Discharge Planning yang
Dilakukan oleh Perawat terhadap.Kesiapan Pasien Pasca Bedah Akut Abdomen
Menghadapi. Pemulangan di RSUD Kayen Pati.ini tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Bapak
Tri Suwarno, S. Kep., Ns, M. Kep pada Mata Kuliah Metodologi Penelitian. Selain itu,
makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang Pengaruh Discharge Planning
yang Dilakukan oleh Perawat terhadap.Kesiapan Pasien Pasca Bedah Akut Abdomen
Menghadapi. Pemulangan di RSUD Kayen Pati bagi para pembaca dan juga bagi penulis.
Kami mengucapkan terimakasih kepada Bapak Tri Suwarno, S. Kep., Ns, M. Kep ,
selaku Dosen Metodologi Penelitian yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat
menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang saya tekuni.
Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi
sebagian pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan Proposal Penelitian ini.
Saya menyadari, makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun akan saya nantikan demi kesempurnaan Proposal
Penelitian ini.
Penulis
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
I. Latar Belakang
Menurut Aulawi (2014), akut abdomen merupakan kondisi yang tiba-tiba dan
berlangsung kurang dari 24 jam yang menimbulkan gejala nyeri dan dapat terjadi karena
masalah bedah dan non bedah. Penyakit akut abdomen biasanya menyerang sistem pencernaan.
Menurut Mardalena (2018) sistem pencernaan merupakan sistem organ yang menerima
makanan, mencerna makanan untuk dijadikan energi dan nutrien, serta mengeluarkan sisa dari
proses tersebut. Penyakit yang menyerang sistem pencernaan akibat dari akut abdomen salah
satunya adalah ileus obstruktif.
Ileus atau obstruksi usus adalah suatu gangguan (apapun penyebabnya) aliran normal
isi usus sepanjang saluran usus.Intestinal obstruction terjadi ketika isi usus tidak dapat
melewati saluran gastrointestinal (Diyono dan Mulyanti, 2013).Hal ini dapat disebabkan
karena kelainan dalam lumen usus, dinding usus atau benda asing diluar usus yang menekan,
serta kelainan vaskularisasi pada suatu segmen usus yang dapat menyebabkan nekrosis pada
segmen usus (Indrayani,2013).
Kejadian ileus obstruktif di tahun 2011 mencapai 16% dari populasi dunia. Laporan
data dari Nepal menyebutkan presentase penderita ileus obstruksi sebesar 5.32% dari tahun
2005-2006 (Mukherjee, 2012 dalam Sari, 2015). Di Indonesia tercatat ada 7.059 kasus ileus
paralitik dan ileus obstruktif yang dirawat setiap tahunnya (Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, 2010). Data di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kayen pasien penderita ileus
obstruktif pada tahun 2016 tercatat 29 kasus, tahun 2017 ada 14 kasus, pada tahun 2018 ada 24
kasus dan pada tahun 2019 ada 40 kasus ( Medical Record RSUD Kayen, 2020).
Penyebab tersering ileus obstruktif yaitu tumor ganas dan volvulus yang terjadi pada
usia pertengahan dan orang tua, kanker kolon merupakan penyebab dari 90% ileus obstruksi
yang terjadi.Hasil Hasil Penelitian Bankole (2018) di Nigeria ada 105 kasus penyebab ileus
obstruksi yang diantaranya disebabkan penelitian oleh 15.2% karena hernia eksternal, 48.5%
karena adhesi, 25.7 karena tumor, 1.9% karena infeksi granula, 5.7% karena volvulus, 1.9%
karena intususpensi dan 0.9% karena hernia internal.
Pada pasien ileus obstruktif tindakan pembedahan merupakan cara yang paling
rasional. Menurut Syamsuhidajat & Jong (2010) pembedahan merupakan tindakan pengobatan
invasif melalui sayatan atau menampilkan bagian tubuh yang akan ditangani dan diakhiri
dengan penutupan atau penjahitan luka. Berdasarkan data yang didapatkan World Health
Organization (WHO) ditahun 2011 sebanyak 140 juta pasien di seluruh rumah sakit di dunia
telah menjalankan tindakan operasi. Tindakan pembedahan yang biasanya dilakukan pada
pasien ileus obstruktif yaitu dengan laparatomi. Menurut Padila (2012) tindakan laparatomi
adalah pembedahan pada area perut hingga selaput perut. Berdasarkan tabulasi nasional
Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2010), tindakan laparatomi mencapai 32% dari
seluruh tindakan bedah yang ada di Indonesia. Untuk laporan kasus laparatomi di RSUD
Kayen pada tahun 2016 sebanyak 28 kasus, di tahun 2017 terdapat 26 kasus, di tahun 2018
terdapat 75 kasus dan di tahun 2019 meningkat menjadi 87 kasus. (Medical Record RSUD
Kayen, 2020).
Tindakan laparatomi memiliki resiko dan komplikasi. Komplikasi dari tindakan post
laparatomi yaitu gangguan integritas kulit, gangguan perfusi jaringan dan infeksi luka
(Jitowiyono, 2010). Selain itu, tindakan laparatomi juga mengakibatkan masalah keperawatan
nyeri. Nyeri timbul karena proses insisi kulit pada prosedur laparatomi menstimulasi
hipersensitivitas sistem saraf pusat setelah tindakan dilakukan (Syamsuhidajat & Jong, 2010).
Nyeri merupakan pengalaman emosional dan sensori yang tidak menyenangkan yang
muncul akibat kerusakan jaringan secara aktual maupun potensial (Judha, Sudarti dan Fauziah,
2012). Mubarak, Indrawati dan Susanto (2015) menjelaskan bahwa nyeri akut berdurasi
singkat yaitu kurang dari 6 bulan dan akan menghilang setelah area yang rusak pulih kembali.
Nyeri menimbulkan respon fisik dan psikis. Respon fisik meliputi keadaan umum, respon
wajah dan perubahan tanda-tanda vital, sedangkan respon psikis yaitu dapat merangsang
respon stress sehingga mengurangi sistem imun dalam peradangan dan penghambat
penyembuhan (Majid, 2011)..
Menurut Smeltzer & Bare (2012), untuk menurunkan intensitas nyeri dapat dilakukan
dengan strategi penatalaksanaan secara farmakologi maupun non- farmakologi.
Penatalaksanaan nyeri secara farmakologi dapat menggunakan. obat analgetik, sedangkan
menurut Tamsuri (2012) penatalaksanaan non-farmakologi bisa menggunakan sentuhan aktif,
sentuhan terapeutik, akupresur, hypnosis, kompres dingin atau hangat, TENS (Transcutaneus
Electrical Nervestimulation), relaksasi benson, distraksi serta teknik relaksasi.
Relaksasi merupakan kebebasan mental dan fisik seseorang dari ketegangan dan stress
(Potter & Perry, 2010). Hasil penelitian Rampengan (2014) menunjukan bahwa teknik
relaksasi dan distraksi dapat berpengaruh terhadap perubahan intensitas nyeri pada pasien post
operasi.
Teknik relaksasi yang dapat dilakukan dalam metode menurunkan nyeri adalah dengan
teknik pernapasan. Teknik pernapasan dapat mengontrol rasa tidak nyaman atau nyeri, stress
fisik dan emosi karena nyeri (Smeltzer & Bare, 2012). Berdasarkan hasil penelitian Suriana,
dkk (2014) menyatakan bahwa pasien pasca laparatomi yang melaksanakan teknik relaksasi
pernapasan mengalami penurunan nyeri.
Berdasarkan dari uraian diatas, penulis tertarik untuk membuat proposal penelitian tentang
Pengaruh Discharge Planning yang Dilakukan oleh Perawat terhadap.Kesiapan Pasien Pasca
Bedah Akut Abdomen Menghadapi. Pemulangan di RSUD Kayen Pati.
2. Tujuan Khusus
TINJAUAN PUSTAKA
A. KERANGKA TEORI
1.1 Definisi
2. Discharge Planning
2.1 Defenisi
2.5.4 Pasien harus dipulangkan kepada suatu lingkungan yang aman dan
adekuat.
2.5.5 Keberlanjutan perawatan antar lingkungan harus merupakan hal yang
terutama.
2.5.6 Informasi tentang penyusunan pemulangan harus diinformasikan
antara tim kesehatan dengan pasien/care giver, dan kemampuan
terakhir disediakan dalam bentuk tertulis tentang perawatan
berkelanjutan.
2.5.7 Kebutuhan atas kepercayaan dan budaya pasien harus
dipertimbangkan ketika menyusun discharge planning.
2.6 Proses Pelaksanaan Discharge Planning
sebagai berikut :
2.6.1 Pengkajian
1). Tidak mampu dan tidak ingin, yaitu tingkatan tidak mampu dan
hanya memiliki sedikit komitmen dan motivasi.
2). Tidak mampu dan ragu, yaitu tingkatan tidak mampu dan hanya
memiliki sedikit keyakinan.
3.3.2 Tingkat kesiapan 2 (R2)
Model konseptual Dorothea Orem (2001, dalam Alligood & Tomey, 2006)
terdiri dari tiga teori yang saling berhubungan, yaitu teori perawatan diri yang
menggambarkan mengapa dan bagaimana manusia merawat dirinya sendiri,
teori defisit perawatan diri yang menggambarkan dan menjelaskan mengapa
manusia dapat dibantu melalui keperawatan, dan teori sistem keperawatan yang
menggambarkan dan menjelaskan hubungan yang harus dibawa dan
dipertahankan agar keperawatan dapat dihasilkan.
4.1. Teori Perawatan Diri
Perawatan diri sendiri adalah perilaku yang diperlukan secara
pribadi dan berorientasi pada tujuan yang berfokus pada kapasitas individu
yang bersangkutan untuk mengatur dirinya dan lingkungan dengan cara
sedemikian rupa sehingga ia tetap bisa hidup, menikmati kesehatan dan
kesejahteraan, dan berkontribusi dalam perkembangannya sendiri (Orem,
1985 dalam Basford, 2006). Perawatan diri sendiri dibutuhkan oleh setiap
manusia, baik laki-laki, perempuan, maupun anak-anak. Ketika perawatan
diri tidak dapat dipertahankan, akan terjadi kesakitan atau kematian.
4.2 Teori Defisit Perawatan Diri
B. KERANGKA KONSEP
Penelitian ini memiliki tuj.uan utama un.tuk mengidentifikasi penga.ruh discharge
planning ya.ng dilakukan oleh pera.wat terhadap kesiapan pasien pasca bedah akut abdomen
dalam menghadapi pemulangan. Pen.elitian ini men.ggunakan model konseptual berdasarkan
konsep Orem sebagai pa.nduan dalam penelitian untuk melihat penga.ruh discharge planning
yang dilakukan oleh perawat terhadap kesiapan pasien pasca bedah akut abdomen da.lam
menghadapi pemulangan.
Orem mengatakan bahwa jika seseorang tidak cukup mampu untuk merawat dirinya
sendiri berkaitan dengan kesehatannya maka ia dikatakan menderita defisit perawatan diri.
Pasien pasca bedah akut abdomen mengalami defisit perawatan diri setelah menjalani
pembedahan akibat kelemahan tubuhnya sehingga memerlukan bantuan perawat sebagai agen
keperawatan yang melakukan sistem keperawatan, dalam hal ini discharge planning untuk
membantu pasien memenuhi komp.onen kebutuhan per.awatan diri terapeutiknya, dan
memba.ntu pasien agar mampu menjadi agen pera.watan diri sendiri sebelum menghadapi
pemulangan.
Sebelum dilakukan intervensi, peneliti melakukan test awal (pre test) untuk mengukur
tingkat kesi.apan pasien menghadapi pem.ulangan. Setelah itu dilakukan discha.rge planning
kepada kelompok unt.uk mempersiapkan pasien menghadapi pemulangan. Dan akh.irnya
setelah dilakukan intervensi maka peneliti melakukan test akhir (post test) untuk kembali
mengukur tingkat kesiapan pasien menghadapi pemulangan.
Kerangka penelitian diatas tersebut bisa di gambarkan :
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
D. REFERENSI
Alligood, M. R. & Tomey, A. M. (2016). Nursing Theorist and Their Work.Edisi 6. St.
Louis, Missouri : Mosby Inc.
Alspach, J. G. (2016). Core Curriculum for Critical Care Nursing. 6 th edition. St. Louis,
Missouri : Elsevier Inc.
Andra (2017). Peritonitis, Pedih dan Sulit Diobati. Diakses dari http://majalah-
farmacia.com/rubrik/one_news.asp?IDNews=403 pada tanggal 8 April 2021
Basford, L., et al. (2016). Teori dan Praktik Keperawatan : Pendekatan Integral pada
Asuhan Pasien. Jakarta : EGC