Anda di halaman 1dari 50

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bayi baru lahir disebut juga dengan neonatus merupakan individu


yang sedang bertumbuh dan baru saja mengalami trauma kelahiran
serta harus dapat melakukan penyesuaian diri dari kehidupan
intrauterin ke kehidupan ekstrauterin dan dapat bertahan dengan baik
karena periode neonatal merupakan periode paling kritis dalam fase
pertumbuhan dan perkembangan bayi. Penelitian menunjukkan bahwa
50% kematian bayi terjadi pada periode neonatal yaitu di bulan
pertama kehidupan (Dewi, 2010: 11)
Menurut UNICEF (2015), negara yang memiliki AKB (Angka
Kematian Bayi) tertinggi adalah India, dari 2,8 juta bayi meninggal
saat lahir di seluruh dunia, India menyumbang 700.000 kematian. Di
Negara ASEAN seperti Singapura mencapai 3 per 1.000 kelahiran
hidup, Brunei Darussalam mencapai 8 per 1.000 kelahiran hidup,
Malaysia mencapai 18 per 1.000 kelahiran hidup, Vietnam 18 per
1.000 kelahiran hidup, dan Thailand 20 per 1.000 kelahiran hidup
(SUPAS, 2015).
Angka kematian bayi di Indonesia dari Survei Demografi
Kesehatan Indonesia (SDKI) di tahun 2012 sebesar 32 per 1.000
kelahiran hidup. Kematian neonatus terbanyak di Indonesia
disebabkan oleh asfiksia (37%), Bayi Berat Badan Lahir Rendah
(BBLR) dan prematuritas (34%), sepsis (12%), hipotermi (7%), ikterus
neonatorum (6%), postmatur (3%), dan kelainan kongenital (1%) per
1.000 kelahiran hidup (Ratuain, Wayuningsih, & Purmaningrum,
2015). Keberhasilan upaya kesehatan bayi baru lahir 0-28 hari
(neonatal) dapat dilihat dari penurunan Angka kematian Ibu (AKI) dan
Angka Kematian Bayi (AKB). Penurunan AKB berdampak langsung

1
pada meningkatnya usia harapan hidup dalam menimbang keberhasilan
pembangunan kesehatan (Hafizh & Imelda, 2013).
Dalam Penelitian Rahmawirna 2014, bilirubin merupakan
produk samping pemecahan protein hemoglobin dalam sistim
retikuloendotelial. Mayoritas bilirubin diproduksi dari protein yang
mengandung heme dalam sel darah merah. Kadar bilirubin serum
normal pada bayi baru lahir < 2 mg/dL. Pada konsentrasi > 5 mg/dL
bilirubin akan tampak secara klinis berupa pewarnaan kuning, terutama
pada permukaan kulit. Peningkatan bilirubin merupakan masalah yang
sering dijumpai pada bayi baru lahir, dimana terjadi peralihan transisi
normal atau fisiologi yang lazim terjadi pada 60% pada bayi cukup
bulan dan 80% pada bayi kurang bulan.
Salah satu penyakit yang sering di alami bayi baru lahir di
Indonesia adalah hiperbilirubinemia. Hiperbilirubinemia adalah
akumulasi bilirubin dalam darah yang berlebih, ditandai dengan adanya
joudice atau ikterus, perubahan warna kekuningan pada kulit, sklera
dan kuku (Hockenberry & Wilson, 2009). Untuk mengetahui kondisi
hiperbilirubin pada bayi baru lahir dapat dilakukan dengan
pemeriksaan kadar serum bilirubin dalam darah pada bayi
hiperbilirubinemia. Selain itu dapat juga dengan memakai sistim
pengukuran skala Kramer, yaitu dengan cara melihat dan menekan jari
telunjuk pada bagian-bagian ekstremitas dari bayi yang terlihat dengan
urutan sefalo-kaudal. Bayi dengan ikterus neonatorum merupakan
salah satu faktor resiko yang mempunyai kontribusi terhadap angka
kesakitan dan kematian khususnya pada masa perinatal (Muryunani,
2013).
Dalam Ners Jurnal Keperawatan Volume 10, No. 1, Maret
2014: 28-31 oleh Deswita, bahwa perawat anak yang professional
mempunyai tanggung jawab untuk memberikan layanan berkualitas
tinggi. Salah satu peran paling penting perawat adalah pendidik.
Pendidik kesehatan yang lebih popular dengan istilah penyuluhan bagi
pasien di lingkup rumah sakit diberikan oleh perawat diruang

2
perawatan dan di rawat jalan. Pendidik kesehatan diharapkan dapat
mengubah pengetahuan dan keterampilan ibu dalam memberikan
perawatan pada bayi baru lahir, terutama untuk mengurangi angka
kejadian hiperbilirubinemia. Mengingat begitu besar dampak
hiperbilirubinemia pada bayi maka perlu rasanya memberikan
pendidikan kesehatan pada ibu dengan bayi yang menderita
hiperbilirubinemia untuk mengurangi tingkat kecemasan ibu terhadap
bayinya. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh
Setyaningsih dan Trianingsih tahun 2016 yang berjudul “Hubungan
Tingkat Pengetahuan Ibu tentang Hiperbilirubin dengan Sikap dan
Perilaku Menjemur Bayi Di Kelurahan Sangkrah tahun 2016”
penelitian tersebut menunjukkan ada hubungan yang signifikan dengan
nilai P= <0,001 antara hubungan pengetahuan ibu tentang
hiperbilirubin. Dalam penelitian sarici yang dipaparkan oleh Lubis, et
al (2013) disebutkan bahwa 10,5% neonatus cukup bulan dan 25,5%
neonatus kurang bulan menderita hiperbilirubin yang signifikan dan
membutuhkan fototerapi.
RS Buah Hati Ciputat adalah Rumah Sakit tipe C yang
memberikan salah satu pelayanan kesehatan masyarakat dan
menyediakan fasilitas fototerapi untuk bayi dengan hiperbilirubinemia.
Dari data yang didapatkan di RS. Buah Hati Ciputat pada tahun 2019
dari total bayi 2555 bayi didapatkan 587 yang mengalami
hiperbilirubinemia. Berdasarkan wawancara kepada 20 orangtua (ibu
bayi) mengatakan bahwa mereka belum paham tentang penyakit
hiperbilirubin dan bagaimana cara pencegahan serta penangannya.
Berdasarkan studi pendahuluan dan fenomena yang terjadi RS.
Buah Hati Ciputat, maka penulis tertarik ingin melakukan penelitian
dengan mengambil judul “Hubungan Pengetahuan ibu Terhadap Kadar
Bilirubin pada Neonatus Usia 3-7 Hari di RS. Buah hati Ciputat tahun
2020”.

B. Rumusan Masalah

3
Hiperbilirubinemia adalah akumulasi bilirubin dalam darah
yang berlebih, ditandai dengan adanya joudice atau ikterus, perubahan
warna kekuningan pada kulit, sklera dan kuku. Kadar bilirubin serum
normal pada bayi baru lahir adalah kurang dari 2 mg/dL. Pada
konsentrasi yang berlebihan yaitu sekitar 5 mg/dL. Bayi dengan ikterus
neonatorum merupakan salah satu faktor resiko yang mempunyai
kontribusi terhadap angka kesakitan dan kematian khususnya pada
masa perinatal. Peran orangtua dalam mengetahui peningkatan kadar
bilirubin pada bayi sangat dibutuhkan. Pada penelitian ini didapatkan
masih banyak orangtua kurang pengetahuan tentang hiperbilirubin
pada neonatus. Dengan ini peneliti membuat rumusan masalah yaitu
“Adakah hubungan pengetahuan ibu terhadap kadar bilirubin pada
neonatus usia 3-7 hari di RS. Buah Hati Ciputat?”.

C. Tujuan Penelitan
1. Tujuan Umum
Mengetahui hubungan pengetahuan serta karakteristik ibu
terhadap kadar bilirubin pada neonatus usia 3-7 hari di RS. Buah
Hati Ciputat.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui gambaran pengetahuan ibu terhadap kadar
bilirubin pada neonatus usia 3-7 hari di RS.Buah Hati
Ciputat.
b. Mengetahui gambaran kadar bilirubin pada neonatus usia 3-7
hari di RS. Buah Hati Ciputat.
c. Mengetahui hubungan antara pengetahuan ibu dengan kadar
bilirubin pada neonatus usia 3-7 hari di RS Buah Hati
Ciputat.

D. Manfaat Penelitian

4
Pendidikan yang dilakukan diharapkan dapat memberikan manfaat
sebagai berikut :
a. Bagi Institusi Pendidikan
Diharapkan penelitian ini dapat memberikan sumbangan
pengetahuan dan menambah jumlah penelitian dalam bidang ilmu
keperawatan, terutama keperawatan anak serta penelitian dapat
dikembangkan oleh peneliti selanjutnya.
b. Bagi Institusi Tempat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dalam
rangka pengambilan kebijakan tentang edukasi kesehatan yang
berkaitan dengan kadar bilirubin pada neonatus usia 3-7 hari untuk
meningkatkan pengetahuan ibu dalam rangka pencegahan serta
penangan jika terjadi hiperbilirubin.
c. Bagi Peneliti
Menambah pengetahuan dan wawasan terhadap ilmu pengetahuan
kesehatan, khususnya pengetahuan tentang kadar bilirubin
terhadap neonatus usia 3-7 hari serta menambah pengalaman
dalam menerapkan ilmu yang didapatkan selama kuliah ke dalam
praktik nyata.

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori
1. Pengetahuan
a. Definisi Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil pengindraan manusia, atau hasil
tahu seseorang terhadap objek melalui indra yang dimilikinya
(mata, hidung, telinga, dan sebagainya). Dengan sendirinya, pada
waktu pengindraan sampai menghasilkan pengetahuan tersebut
sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap
objek. Sebagian besar pengetahuan seseorang diperoleh melalui
indra pendengaran yaitu telinga dan indra pengelihatan yaitu mata
(Notoatmodjo, 2012).

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2011), pengetahuan


adalah sesuatu yang diketahui berkaitan dengan proses
pembelajaran. Proses belajar ini dipengaruhi berbagai faktor dari
dalam, seperti motivasi dan faktor luar berupa sarana informasi
yang tersedia, serta keadaan sosial budaya. Pengetahuan adalah
informasi atau maklumat yang diketahui atau disadari oleh
seseorang (Agus, 2013).

6
Sehingga dari teori diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa
pengetahuan adalah suatu hasil yang didapatkan dari pembelajaran
melalui objek pengindraan yang dimiliki manusia.

b. Tingkatan Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2012) pengetahuan yang dicakup
dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan, yaitu:
1) Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah
dipelajari sebelumnya, pada tingkatan ini reccal (mengingat
kembali) terhadap sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan
yang dipelajari atau rangsangan yang diterima. Oleh sebab itu,
tingkatan ini adalah yang paling rendah.
2) Memahami (Comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk
menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan
dapat menginterprestasikan materi tersebut secara benar
tentang objek yang dilakukan dengan menjelaskan,
menyebutkan contoh dan lain-lain.
3) Aplikasi (Application)
Aplikasi diartikan sebagai suatu kemampuan untuk
menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi dan
kondisi sebenarnya. Apikasi disini dapat diartikan sebagai
aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode,
prinsip dan sebagainya dalam kontak atau situasi yang lain.
4) Analisis (Analysis)
Analisis adalah kemampuan untuk menjabarkan suatu materi
atau objek dalam komponen-komponen tetapi masih didalam
suatu struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitan satu
sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari
penggunaan kata kerja dapat menggambarkan, membedakan,
memisahkan, mengelompok kan dan sebagainya.

7
5) Sintesis (Synthesis)
Sintesis menunjukkan pada suatu kemampuan untuk
meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu
bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis ini
suatu kemampuan untuk menyusun, dapat merencanakan,
meringkas, menyesuaikan terhadap suatu teori atau rumusan
yang telah ada.
6) Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan
penilaian terhadap suatu materi atau objek penilaian-penilaian
itu berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau
menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.

c. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan


Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang
adalah sebagai berikut:
1) Pendidikan
Pendidikan adalah suatu usaha yang mengembangkan
kepribadian dan kemampuan didalam dan diluar sekolah (baik
formal maupun nonformal), berlangsung seumur hidup.
Pendidikan adalah sebuah proses pengubahan sikap dan tata
laku seseorang atau kelompok dan juga usaha mendewasakan
manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan. pendidikan
mempengaruhi proses belajar, maka tinggi pendidikan sesorang
semakin mudah orang tersebut menerima informasi. Dengan
pendidikan tinggi, maka seseorang akan semakin cenderung
untuk mendapatkan informasi, baik dari orang lain maupun dari
media massa. Semakin banyak informasi yang masuk semakin
banyak pula pengetahuan yang didapat mengenai kesehatan.
Peningkatan pengethuan tidak mutlak diperoleh di pendidikan
formal, akan tetapi juga dapat diperoleh pada pendidikan
nonformal. Pengetahuan seseorang tentang suatu objek juga

8
mengandung dua aspek yaitu aspek positif dan aspek negative
dari objek yang diketahui, maka akan menumbuhkan sikap
makin positif terhadap objek tersebut.
2) Informasi/media massa
Informasi adalah suatu yang dapat diketahui, namun ada pula
yang menekankan informasi sebagai transfer pengetahuan.
Selain itu, informasi juga dapat didefinisikan sebagai suatu
teknik untuk mengumpulkan, menyampaikan, menyimpan,
memanipulasi, mengumumkan, menganalisis dan menyebar
informasi dengan tujuan tertentu (Undang-Undang Teknologi
Informasi). Informasi yang diperoleh baik dari pendidikan
formal maupun nonformal dapat memberikan pengaruh jangka
pendek (immediate impact) sehingga menghasilkan perubahan
atau peningkatan pengetahuan. Berkembangnya teknologi akan
menyediakan bermacam-macam media masaa yang dapat
mempengaruhi pengetahuan masyarakat tentang inovasi baru.
Sehingga sarana komunikasi, berbagai bentuk media massa
seperti televisi, radio, surat kabar, majalah, dan lain-lain
mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukkan opini dan
kepercayaan orang. Penyampaian informasi sebagai tugas
pokoknya, media masa juga membawakan pesan-pesan yang
berisi sugesti yang dapat mengarahkan opini seseorang.
Adanya informasi baru mengenai sesuatu hal memberikan
landasan kognitif baru bagi terbentuknya pengetahuan terhadap
hal tersebut.
3) Pekerjaan
Pekerjaan adalah suatu kegiatan yang harus dilakukan terutama
untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Lingkungan pekerjaan
dapat membuat seseorang memperoleh pengalaman dan
pengetahuan baik secara langsung maupun tidak langsung.
Seseorang yang bekerja di secara formal memiliki akses yang

9
lebih baik, terhadap berbagai informasi, termasuk kesehatan
(Notoatmodjo, 2012).
4) Sosial, Budaya dan Ekonomi
Kebiasaan dan tradisi yang biasa dilakukan orang-orang tidak
melalui penalaran apakah yang dilakukan baik atau buruk.
Dengan demikian, seseoarang akan bertambah pengetahuannya
walaupun tidak melakukan. Status ekonomi sesorang juga akan
menentukan tersedianya suatu fasilitas yang diperlukan untuk
kegiatan terentu sehingga status sosial ekonomi ini akan
mempengaruhi pengetahuan seseorang.

5) Lingkungan
Lingkunan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar individu,
baik lingkungan fisik, biologis, maupun sosial. Lingkungan
berpengaruh terhadap proses masuknya pengetahuan kedalam
individu yang berada dalam lingkungan tersebut. Hal ini terjadi
karena adanya interaksi timbal balik ataupun tidak, yang akan
direspon sebagai pengetahuan oleh setiap individu.
6) Pengalaman
Pengalaman sebagai sumber pengetahuan adalah suatu cara
untuk memperoleh kebenaran pengetahuan dengan cara
mengulang kembali pengetahuan yang diperoleh dalam
memecahkan masalah yang dihadapi masa lalu. Pengalaman
belajar dalam bekerja yang dikembangkan akan memberikan
pengetahuan dan keterampilan profesional, serta dapat
mengembangkan kemampuan mengambil keputusan yang
merupakan manifestasi dari keterpaduan menalar secara ilmiah
dan etik yang bertolak dari masalah nyata dalam bidang kerja.
7) Usia
Usia mempengaruhi daya tangkap dan pola pikir seseorang.
Semakin bertambah usia akan semakin bertambah pula daya
tangkap dan pola pikirnya sehingga pengetahuan yang

10
diperoleh semakin membaik. Pada usia madya, individu akan
berperan aktif dalam masyarakat dan kehidupan sosial, serta
lebih banyak melakukan persiapan demi suksesnya upaya
menyesuaikan diri menuju usia tua. Kemampuan intelektual,
pemecahan masalah, dan kemampuan verbal dilaporkan hampir
tidak ada penurunan dan perumusan pada usia ini (Agus, 2013).

d. Cara Memperoleh Pengetahuan


Menurut Notoatmodjo (2010) terdapat beberapa cara
memperoleh pengetahuan, yaitu:

1) Cara kuno atau non modern


Cara kuno atau tradisional dipakai untuk memperoleh
kebenaran pengetahuan, sebelum ditemukannya metode ilmiah,
atau metode penemuan statistik dan logis. Cara-cara penemuan
pengetahuan pada periode ini meliputi:
a) Cara coba masalah (Tirial and Error)
Cara ini dilakukan dengan menggunakan kemungkinan
dalam memecahkan masalah dan apabila kemungkinan
tersebut tidak bisa dicoba kemungkinan yang lain.
b) Pengalaman Pribadi
Pengalaman merupakan sumber pengetahuan untuk
memperoleh kebenaran pengetahuan.
c) Melalui Jalan Pikiran
Untuk memperoleh pengetahuan serta kebenarannya
manusia harus menggunakan jalan fikirannya serta
penalarannya. Banyak sekali kebiasaan-kebiasaan dan
tradisi-tradisi yang dilakukan oleh orang, tanpa melalui
penalaran apakah yang dilakukan baik atau tidak.
Kebiasaan-kebiasaan seperti ini biasanya diwariskan
turun-temurun dari generasi ke generasi berikutnya.

11
Kebiasaan-kebiasaan ini diterima dari sumbernya sebagai
kebenaran yang mutlak.
2) Cara Modern
Cara baru atau modern dalam memperoleh pengetahuan lebih
sistemis, logis, dan alamiah. Cara ini disebut “metode
penelitian ilmiah” atau lebih popular disebut metodologi
penelitian, yaitu:
a) Metode Induktif
Mula-mula mengadakan pengamatan langsung terhadap
gejala-gejala alam atau kemasyarakatan kemudian hasilnya
dikumpulkan atau diklasifikasikan, akhirnya diambil
kesimpulan umum.

b) Metode Dedukatif
Metode yang menerapkan hal-hal yang umum terlebih
dahulu untuk seterusnya dihubungkan dengan bagian-
bagiannya yang khusus.

e. Pengukuran Pengetahuan
Pengukuran dapat dilakuakan dengan cara wawancara atau
angket yang menanyakan tentang isi materi yang diukur dari subjek
penelitian atau responden. Dalam mengukur pengetahuana harus di
perhatikan rumusan kalimat pertanyaan menurut tahapan
pengetahuan (Agus, 2013).

f. Kriteria Pengetahuan
Menurut Arikunto (2010) pengetahuan seseorang dapat
diketahui dan diinterpretasikan dengan skala yang bersifat kualitatif,
yaitu:
1) Baik, bila subyek menjawab benar 76%-100%
2) Cukup, bila subyek menjawab benar 56%-75%
3) Kurang, bila subyek menjawab benar <56%

12
2. Orangtua
a. Definisi Orangtua
Orangtua merupakan orang yang lebih tua atau orang yang
di tuakan. Namun pada umumnya di masyarakat pengertian
orangtua adalah orang yang telah melahirkan kita yaitu ibu dan
bapak. Karena orangtua adalah pusat kehidupan rohani anak, maka
setiap reaksi emosi anak dan pemikirannya dikemudian adalah
hasil dari ajaran orangtuanya tersebut. Sehingga orangtua
memegang peranan penting dan amat berpengaruh atas pendidikan
anak-anak (Wahib, 2015)
Studi yang dilakukan oleh Rontenberg dalam buku Lestari
(2012: 64) menemukan bahwa ibu berperan membentuk keyakinan
(belief) tentang pentingnya kepercayaan, sedangkan ayah berperan
membentuk perilaku mempercayai (trusting behavior). Lestari
(2012: 36) mengemukakan bahwa tugas orangtua tidak hanya
sekedar mencukupi kebutuhan dasar anak dan melatihnya dengan
keterampilan hidup yang mendasar, tetapi juga memberikan yang
terbaik bagi kebutuhan material anak, memenuhi kebutuhan
emosional anak dan psikologi anak, dan menyediakan kesempatan
untuk menempuh pendidikan yang terbaik.

b. Tanggung Jawab Orangtua


Secara sederhana orangtua dapat dijelaskan sebagai
kewajiban orangtua kepada anak. Diantaranya adalah orangtua
wajib memenuhi hak-hak (kebutuhan) anaknya, seperti cara makan,
buang air besar, berbicara, berjalan, berdoa, sungguh-sungguh
memebekas dalam diri anak karena berkaitan erat dengan
perkembangan dirinya sebagai pribadi. Sikap orangtua sangat
mempengaruhi perkembangan anak. Sikap menerima atau menolak,
sikap kasih sayang atau acuh tak acuh, sikap sabar atau tergesa-

13
gesa, sikap melindungi atau membiarkan secara langsung
mempengaruhi reaksi emosional anak (Hasbullah, 2011).

c. Peran Orangtua
Menurut Ngalim, 2010 sesuai dengan fungsi serta tanggung
jawabnya sebagai anggota keluarga peran ibu dalam pendidikan
anak-anaknya adalah
1) Sumber pemberi rasa kasih sayang seluruh keluarga
2) Mengasuh dan merawat
3) Tempat mencurahkan isi hati
4) Pengatur kehidupan dalam rumah tangga
5) Pembimbing hubungan pribadi
6) Pendidik dalam segi-segi emosional

3. Neonatus
a. Definisi Neonatus
Neonatus adalah bayi yang lahir dari kehamilan aterm (37
minggu sampai 42 minggu) dengan berat badan lahir 2500gr
sampai 4000gr, tanpa ada masalah atau kecacatan pada bayi sampai
umur 28 hari (Sembiring, 2017).
Neonatus adalah bayi yang baru lahir 28 hari pertama
kehidupan (Rudolph, 2015). Neonatus adalah usia bayi sejak lahir
hingga akhir bulan pertama (Koizer, 2011). Neonatus adalah bulan
pertama kelahiran. Normal neonatus memiliki berat 2.700-4000
gram, panjang 48-53 cm, lingkar kepala 33-35 cm (Potter & Perry,
2009).
Sehingga dapat di tarik kesimpulan bahwa neonatus adalah
bayi baru lahir yang memiliki nilai berat badan 2500gr-4000gr saat
hari pertama kelahiran.

b. Ciri Neonatus

14
Neonatus memiliki berat badan 2500-4000gr, panjang 48-
52 cm, lingkar dada 30-38cm, lingkar kepala 33-35 cm. Neonatus
memiliki frekuensi denyut jantung 120-140. Pada menit pertama
mencapai 160x/menit, pernafasan 30-60x/menit, kulit kemerah-
merahan, licin dan diliputi vernix caseosa, tidak terlihat rambut
lanugo dan rambut kepala tampak sempurna, kuku tangan dan kaki
agak panjang dan lemas, genetalia bayi perempuan labia mayora
sudah menutupi labia minora dan pada bayi laki-laki testis sudah
turun ke dalam scrotum. Reflek premitif rooting reflek (reflek
mencari), sucking reflek (reflek menghisap) dan swallowing reflek
(reflek menelan) baik. Reflek moro baik, bayi bila di kagetkan
akan memperlihatkan gerakan seperti memeluk, grasping reflek
baik, apabila di letakkan sesuatu benda di atas telapak tangan, bayi
akan menggenggam. Eliminasi baik, bayi berkemih dan buang air
besar dalam 24 jam pertama setelah lahir. Buang air besar pertama
adalah mekoneum yang berwarna coklat kehitaman (Sembiring,
2017).

c. Klasifikasi Neonatus
Klasifikasi Neonatus menurut Marni (2015):
1) Neonatus Menurut Masa Gestasi
a) Kurang bulan (preterm infant) : <259 hari (37 minggu)
b) Cukup bulan (term infant) : 259-294 hari (37-42 minggu)
c) Lebih bulan (postterm infant) : >294 hari (42minggu)
2) Neonatus Menurut Berat Badan Lahir:
a) Berat lahir rendah : <2500 gram
b) Berat lahir cukup : 2500-4000 gram
c) Berat lahir lebih : >4000 gram.
3) Neonatus menurut berat lahir terhadap masa gestasi (masa gestasi
dan ukuran berat lahir yang sesuai untuk masa kehamilan):
a) Neonatus cukup/ kurang/ lebih bulan
b) Sesuai/ kecil/ besar ukuran masa kehamilan

15
4. Hiperbilirubinemia
a. Definisi Bilirubin
Bilirubin adalah pigmen kristal berwarna jingga ikterus
yang merupakan bentuk akhir dari pemecahan katabolisme heme
melalui proses reaksi oksidasi-reduksi yang sebanyak 75% berasal
dari hemoglobin dan 25% dari heme di hepar (enzim sitokrom,
katalase dan heme bebas), mioglobin otot, serta eritopoesis yang
tidak aktif di sumsum tulang (Irianti. A, 2015).
Bilirubin terbentuk akibat penguraian hemoglobin oleh
sistem retikuloendotelial dan dibawa di dalam plasma menuju hati
untuk melakukan proses konjugasi (secara langsung), untuk
membentuk bilirubin diglukuronida dan ekskresikan ke dalam
empedu . bilirubin terbagi menjadi dua jenis didalam tubuh yaitu
bilirubin terkonjugasi atau yang dapat larut dan bilirubin tidak
terkonjugasi atau memiliki ikatan protein. Bilirubin total yang
berada dalam kisaran normal tidak perlu dianalisis bilirubin
terkonjugasi dan tidak terkonjugasi. Salah satu nilai bilirubin yang
dilaporkan mewakili nilai bilirubin total. Peningkatan kadar
bilirubin total menunjukkan adanya gangguan pada hati atau
saluran empedu, ikterik, hepatitis, penyakit wilson, dan juga karena
pengaruh obat (Dewi, 2018).

b. Hiperbilirubinemia
Hiperbilirubin adalah berlebihnya kadar bilirubin dalam
darah lebih dari 10 mg% pada minggu pertama yang
mengakibatkan jaundice, warna kuning yang terlihat jelas pada
kulit, mukosa, sklera dan urin, serta organ lain, sedangkan pada
bayi normal kadar bilirubin totalnya 5 mg% (Sembiring, 2017).
Hiperbilirubin adalah suatu keadaan dimana konsentrasi
bilirubin darah meningkat secara berlebihan sehingga dapat
menimbulkan perubahan warna kuning dikulit dan mata pada bayi

16
baru lahir atau biasanya disebut dengan jaundice.
Hiperbilirubinemia juga mrupakan peningkatan kadar bilirubin
serum yang dapat disebabkan oleh bermacam-macam keadaan,
seperti kelainan bawaan dan dapat menyebabkan ikterus (Imron,
2015).
Hiperbilirubinemia adalah suatu keadaan dimana kadar
serum bilirubin di dalam darah meningkat dan melebihi batas nilai
normal bilirubin serum. Bayi baru lahir dapat mengalami
hiperbilirubinemia pada minggu pertama setelah kelahirannya. Hal
ini dapat disebabkan karena meningkatnya produksi bilirubin atau
mengalami hemolisi, kurangnya albumin sebagai alat pengangkut,
penurunan uptake oleh hati, penurunan konjugasi bilirubin oleh
hati, penurunan ekskresi bilirubin, dan peningkatan sirkulasi
enterohepatik (IDAI, 2013). Berikut ini adalah table hubungan
kadar bilirubin dengan daerah ikterus menurut Kramer (Mansjoer,
2013).

Table 2.1 Hubungan Kadar Bilirubin dengan Daerah Ikterus

Kadar Bilirubin (mg/dl)


Daerah Ikterus Luas Daerah Ikterus
Prematur Aterm
1 Kepala dan Leher 4-8 4-8
2 Dada sampai Pusar 5-12 5-12
3 Pusar bagian bawah 7-15 8-16
sampai lutut
4 Lutut sampai 9-18 11-18
pergelangan kaki dan
bahu sampai
pergelangan tangan
5 Kaki dan tangan >10 >15
termasuk telapak kaki
dan telapak tangan
(Sumber: Mansjoer, 2013)

17
c. Etiologi Hiperbilirubinemia
Hiperbilirubin dapat disebabkan oleh bemacam-macam
keadaan. Penyebab yang sering ditemukan disini adalah hemolisis
yang timbul akibat inkompatibilitas golongan darah ABO atau
defisiensi enzim G6PD. Hemolisis ini dapat timbul karena adanya
perdarahan tertutup (Sefal hematoma, Perdarahan subaponeoratik)
atau inkompatibilitas golongan darah Rh. Infeksi memegang
peranan penting dalam terjadinya hiperbilirubinemia. Keadaan ini
terutama terjadi pada penderita sepsis dan gastroenteritis. Beberapa
faktor lain yang juga merupakan penyebab hiperbilirubinemia
adalah hipoksia atau anoksia, dehidrasi dan asidosis, hipoglikemia
dan polisitemia.
Kejadian yang sering ditemukan adalah apabila terdapat
penambahan beban bilirubin pada sel hepar yang terlalu
berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat peningkatan
penghancur eritrosit, polisitemia, memendeknya umur eritrosit
janin atau bayi, meningkatnya bilirubin dari sumber lain atau
terdapatnya peningkatan sirkulasi enterohepatik.
Keadaan lain yang memperlihatkan peningkatan kadar
bilirubin adalah apabila ditemukan gangguan konjugasi hepar
(defiseinsi enzim glukoronil transferase) atau bayi yang menderita
gangguan eksresi, misalnya penderita hepatitis neonatal atau
sumbatan saluran empedu intra atau ekstra hepatik.
Pada derajat tertentu bilirubin ini akan bersifat toksit dan
merusak jaringan tubuh. Toksisitas ini terutama ditemukan pada
bilirubin indirek yang bersifat sukar larut dalam air tapi mudah
larut dalam lemak. Sifat ini memungkinkan terjadinya efek
patologik pada sel otak ini disebut kern ikterus atau ensefalopati
biliaris.
Bilirubin indirek akan mudah melalui sawar darah otak
apabila pada bayi terdapat keadaan imaturitas, berat badan lahir

18
rendah, hipoksia, hiperkarbia, hipoglikemia, dan kelainan susunan
saraf pusat yang terjadi karena trauma atau infeksi.
(Sembiring, 2017).

d. Patofisiologi Hiperbilirubinemia
Menurut Sacher (2004) bilirubin merupakan produk
penguraian dari hemoglobin yaitu sebanyak 85 - 90% dan sebagian
kecil berasal dari penguraian senyawa lain seperti myoglobin
sebanyak 10 – 15 %. Sel retrikuloendotel menyerap kompleks
heptoglobin dengan hemoglobin yang dibebaskan sel darah merah
kemudian besi dari heme sebagai cadangan untuk sintesis
selanjutnya (Gunasegaran, 2013).
Hiperbilirubinemia dapat disebabkan oleh pembentukkan
bilirubin yang melebihi kemampuan hati pada batas normal untuk
mengeksresikan bilirubin yang telah dihasilkan dalam jumlah yang
normal. Obstruksi saluran ekskresi hati juga dapat menyebabkan
hiperbilirubinemia. Bilirubin akan tertimbun di dalam darah dan
jika konsentrasi bilirubin mencapai 2 – 2,5 mg/dL maka senyawa
ini akan berdifusi kedalam jaringan yang kemudian akan menjadi
kuning atau ikterus (Khusna, 2013).

e. Klasifikasi Hiperbilirubinemia
1) Hiperbilirubinemia fisiologis
Ikterus yang timbul pada hari kedua dan ketiga serta
tidak mempunyai dasar patologis dan tidak ada kemungkinan
menjadi kern ikterus. Ikterus akan menghilang dengan
sendirinya pada minggu pertama kelahiran bayi atau pada hari
ke 10.
Bayi dapat diklasifikasikan pada ikterus fisiologi jika
ikterus timbul pada hari kedua dan ketiga, kadar bilirubin
indirek tidak melebihi dari 10 mg% pada bayi cukup bulan
dan 12,5% pada bayi kurang bulan. Peningkatan kecepatan

19
kadar bilirubin tidak melebihi 5mg% perhari. Kadar bilirubin
indirek tidak melebihi 1 mg%, dan tidak berhubungan pada
keadaan patologis. (Sembiring, 2017).

2) Hiperbilirubinemia Patologis/ Non Fisiologis


Hiperbilirubinemia patologis atau biasa disebut
dengan ikterus akan timbul pada 24 jam pertama setelah bayi
dilahirkan. Serum bilirubin totalnya akan meningkat lebih dari
5 mg% perhari. Pada bayi cukup bulan, serum bilirubin total
meningkat sebanyak 10 mg%, sedangkan bayi prematur serum
bilirubin total meningkat sebanyak 12,5 mg%. Peningkatan
kadar bilirubin lebih dari 5mg% per hari. Ikterus menetap
setelah dua minggu pertama (Sembiring, 2017).
Pembentukkan pada bilirubin yang berlebih dapat
disebabkan karena adanya hemolisis, hemoglobin (Hb), dan
eritrosit abnormal (Hb S pada anemia sel sabit),
inkompatibilitas ABO, defisiensi enzime Glucose 6 Phospate
Dehydrogenase (G6PD), sepsis obat-obatan seperti oksitosin,
pemotongan tali pusat yang lambat, dan sebagainya (Milla T,
2012).

3) Manifestasi Klinis Hiperbilirubinemia


Pada bayi baru lahir dapat dikatakan
hiperbilirubinemia jika bayi baru lahir tersebut tampak
berwarna kuning dengan kadar serum bilirubin nya sebesar 5
mg/dL atau lebih (Mansjoer, 2013). Hiperbilirubinemia
merupakan penimbunan bilirubin indirek pada kulit yang
mempunyai kecenderungan menimbulkan berwarna kuning
muda atau jingga. Pada hiperbilirubinemia direk biasanya
menimbulkan warna kuning kehijauan atau kuning kotor
(Ngatisyah, 2103).

20
Gejala hiperbilirubinemia dikelompokkan menjadi
dua fase yaitu fase akut dimana bayi merasakan letargi atau
perasaan lemas, tidak mau menghisap putting susu ibu, feses
dan urin berwarna gelap. pada fase kronik bayi akan
mengeluarkan tangisan yang melengking (high picth cry),
mengalami kejang, perut membuncit disertai pembesaran hati,
tampak mata seperti berputar-putar, dan dapat menyebabkan
tuli, gangguan berbicara, dan gangguan mental (Suframanyan,
2014).

4) Penatalaksanaan
Hiperbilirubin ringan tidak memerlukan
pengobatan, bayi dianjurkan untuk lebih banyak menyusu
sehingga mempercepat pembuangan isi usus dan dapat
mengurangi penyerapan kembali bilirubin dari usus sehingga
menurunkan kadar bilirubin dalam darah. Jika bilirubin tinggi
dianjurkan dengan terapi tukar yaitu darah bayi ditukar dengan
darah segar untuk membuang bilirubin dalam darah bayi pada
darah sebelumnya. (Sembiring, 2017).

5) Penegakkan Diagnosis Hiperbilirubinemia


Penegakkan diagnosis pada hiperbilirubinemia
dapat dilakukan dengan cara menganamnesis bagaimana
riwayat kehamilan sang ibu, apakah ada komplikasi diabetes
melitus, gawat janin, malnutrisi, adanya kemungkinan infeksi
virus seperti toksoplasma. Bagaimana riwayat obat-obatan
yang dikonsumsi ibu selama kehamilan, apakah berpotensi
menggeser ikatan bilirubin dengan albumin atau dapat
mengakibatkan hemolisis pada bayi dengan defisiensi G6PD.
Bagaimana riwayat persalinan, apakah ada persalinan
traumatik yang dapat menyebabkan pendarahan atau
hemolisis. Apakah saat persalinan bayi mengalami afiksia atau

21
tidak. Bagaimana riwayat ikterus dan terapi sinar pada bayi
sebelumnya, apakah ada riwayat inkomptabilitas darah,
bagaimana riwayat kesehatan keluarga, apakah ada yang
menderita anemia, perbesaran hepar dan limpa (IDAI, 2013).

Tabel 2.2 Penegakkan Diagnosis Ikterus Neonatorum


Berdasarkan Waktu Kejadian

Waktu Diagnosa Banding Anjuran Pemeriksaan


Hari ke-1 Penyakit hematolik Pemeriksaan kadar
seperti bilirubin serum secara
inkompatibilitas darah berkala, pemeriksaan
(ABO, Rhesus), hemoglobin (Hb),
anemia hematolik hematrokit (Ht),
(defisiensi G6PD) relikulosit, sediaan
hapus darah, golongan
darah bayi atau ibu, uji
Coomb
Hari ke-2 Kuning pada bayi Hitung jenis darah
sampai baru lahir, prematur, lengkap, urin
dengan kuning fisiologik, mikroskopik,
hari ke-5 sepsis darah pemeriksaan pada
ekstravaskular infeksi bakteri, golongan
darah bayi
atau ibu, uji Coomb
Hari ke-5 Sepsis kuning karena Uji fungsi tiroid, uji
sampai defisiensi G6PD, tapis enzim G6PD, uji
dengan hipotiroidisme, glukosa dalam urin,
hari ke-10 galaktosemia pemeriksaan sepsis, urin
mikroskopik
Hari ke-10 Atreis biliaris, Uji serologi TORCH,
atau lebih hepatitis neonatus, alfa fetoprotein
dari hari kista, sepsis
ke-10
(Sumber: IDAI, 2013)

22
B. Kerangka Teori

Neonatus

Kadar Bilirubin

Normal Tidak Normal


<12mg/dL >12mg/dL

Hiperbilirubinemia

Pengetahuan
Orangtua
1. Baik
23 2. Cukup
3. Kurang
yang mempengaruhi pengetahuan
orangtua:
1. Pendidikan
2. Informasi/ media masa
3. Pekerjaan
4. Sosial budaya dan ekonomi
5. Pekerjaan
6. Pengalaman
7. usia

Sumber: Mansjoer (2013), Sembiring (2017), Notoatmodjo (2012), Agus (2013)


BAB III

KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL, DAN HIPOTESIS


PENELITIAN

Bab ini akan menguraikan tentang kerangka konsep, definisi operasional, dan
hipotesis penelitian. Penjabaran hal-hal tersebut seperti di bawah ini.

A. Kerangka Konsep
Kerangka konsep merupakan turunan dari kerangka teori yang
telah disusun sebelumnya dalam telaah pustaka. Kerangka konsep
merupakan visualisasi hubungan antara berbagai variabel, yang dirumuskan
oleh peneliti setelah membaca berbagai teori yang ada dan kemudian
menyusun teorinya sendiri yang akan digunakan sebagai landasan untuk
penelitiannya. Pengertian lainnya tentang kerangka konsep penelitian yaitu

24
kerangka hubungan antara konsep-konsep yang akan diukur atau diamati
melalui penelitian yang akan dilakukan (Maturoh & Anggit., 2018).
Menurut Sugiyono (2013), Pada penelitian kerangka konsep
Hubungan Pengetahuan Ibu terhadap Kadar Bilirubin pada Neonatus Usia 3-
7 hari terdiri dari variabel independen dan variabel dependen. Variabel
Penelitian adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan
oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal
tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya. Variabel yang digunakan dalam
penelitian dapat diklasifikasi menjadi 2 bagian yaitu variabel independen
dan variabel dependen.
1) Variabel Independen
Variabel independen adalah variabel yang sering disebut sebagai
variabel stimulus, prediktor, dan anteseden. Dalam bahasa Indonesia
sering disebut sebagai variabel bebas. Variabel ini mempengaruhi atau
yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen
Variabel independen dalam penelitian ini adalah Pengetahuan Ibu.
2) Variabel Dependen
Variabel Dependen sering disebut sebagai variabel output, kriteria, dan
konsekuen. Dalam bahasa Indonesia sering disebut sebagai variabel
terkait. Variabel terkait merupakan variabel yang dipengaruhi atau
menjadi akibat, karena adanya variabel bebas.
Variabel dependen dalam penelitian ini adalah Kadar Bilirubin pada
Neonatus usia 3-7 hari.

Table 3.1 Kerangka Konsep

Variabel Independent Variabel Dependent

Kadar Bilirubin
Pengetahuan Ibu pada Neonatus usia
3-7 hari

Keterangan:

25
Dihubungkan

Diteliti

B. Definisi Operasional
Definisi operasional adalah definisi variabel-variabel yang akan
diteliti secara operasional di lapangan. Definisi operasional dibuat untuk
memudahkan pada pelaksanaan pengumpulan data dan pengolahan serta
analisa data. Pada saat akan melakukan pengumpulan data, definisi
operasional yang dibuat mengarahkan dalam pembuatan dan pengembangan
instrument penelitian. Sementara pada saat pengolahan dan analisa data,
definisi operasional dapat memudah karena data yang dihasilkan sudah
terukur dan siap untuk diolah dan dianalisis. Dengan definisi operasional
yang tepat maka batasan ruang lingkup penelitian atau pengertian variabel-
variabel yang akan diteliti akan lebih fokus (Masturoh & Anggit, 2018)

Table 3.2 Definisi Operasional

Definisi Cara Hasil Skala


No Variabel Alat Ukur
Operasional Ukur Ukur Ukur
1. Variabel pengetahuan Kuesioner Respond 3 = Baik Ordinal
Independent adalah sesuatu en 76-100%
: yang mengisi 2 = Cukup
Pengetahua diketahui kuesion 56-75%
n Ibu berkaitan er 1 = Kurang
dengan proses dengan <56%
pembelajaran. 21
Proses belajar pernyata
ini an.
dipengaruhi Benar :
berbagai 1
faktor dari Salah : 0
dalam, seperti Total

26
motivasi dan nilai
faktor luar benar
berupa sarana dibagi
informasi total
yang tersedia, pernyata
serta keadaan an dikali
sosial budaya 100%
(Agus, 2013). (Wawan
cara)

2. Variabel Bilirubin Rekam Hasil 2 = Normal Ordinal


Dependen: adalah Medis (hasil standar Dengan
Kadar pigmen labolatorium) di RS. hasil
Bilirubin Buah bilirubin
kristal
pada Hati <12
berwarna
Neonatus Ciputat mg/dL.
jingga
usia 3-7 hari yaitu 1 = Tidak
ikterus yang
<12 Normal
merupakan mg/dL. dengan
bentuk akhir (Observ hasil
dari asi) bilirubin
pemecahan >12
katabolisme mg/dL.
heme
melalui
proses reaksi
oksidasi-
reduksi yang
sebanyak
75% berasal
dari
hemoglobin
dan 25% dari
heme di

27
hepar (enzim
sitokrom,
katalase dan
heme bebas),
mioglobin
otot, serta
eritopoesis
yang tidak
aktif di
sumsum
tulang.

C. Hipotesis Penelitian
Hipotesis berasal dari kata hipo dan thesis, hipo artinya sementara
kebenarannya dan thesis artinya pernyataan atau teori. Jadi hipotesis adalah
pernyataan sementara yang akan di uji kebenarannya. Hipotesis ini
merupakan jawaban sementara berdasarkan pada teori yang belum
dibuktikan dengan data atau fakta. Pembuktian dilakukan dengan pengujian
hipotesis melalui uji statistik. Dalam hal ini hipotesis menjadi panduan
dalam menganalisis hasil penelitian, sementara hasil penelitian harus dapat
menjawab tujuan penelitian, terutama tujuan khusus, jadi sebelum
merumuskan hipotesis harus dilihat dulu tujuan penelitiannya. Hasil
pengujian yang diperoleh dapat disimpulkan benar atau salah, berhubungan
atau tidak, diterima atau ditolak. Hasil akhir penelitian tersebut merupakan
kesimpulan penelitian sebagai generalisasi dan represantasi dari populasi
secara keseluruhan (Masturoh & Anggit., 2018. Hipotesis dalam penelitian
ini adalah :
1. Hipotesis Alternatif (Ha) ada hubungan pengetahuan ibu terhadap kadar
bilirubin pada neonatus usia 3-7 hari di RS. Buah Hati Ciputat.
2. Hipotesis Nol (Ho) tidak ada hubungan pengetahuan ibu terhadap kadar
bilirubin pada neonatus usia 3-7 hari di RS. Buah Hati Ciputat.

28
BAB IV

METODE PENELITIAN

Bab ini akan menjelaskan tentang metode penelitian. Metode penelitian ini terdiri
dari desain penelitian, tempat dan waktu penelitian, populasi, sampel, dan jenis
data, pengumpulan data, instrumen penelitian, etika penelitian, analisa data, dan
penyajian data.

A. Desain Penelitian
Menurut Swarjana (2012), desain penelitan memberikan kerangka
kerja untuk mengumpulkan dan analisis data. Pemilihan desain riset
merefleksikan tentang prioritas yang akan memberikan berbagai dimensi
dalam proses penelitian, termasuk menggambarkan hubungan sebab akibat

29
di antara variabel-variabel penelitian. Desain peneleitian yang terbaik adalah
desain penelitian yang mampu menjawab pertanyann penelitian itu sendiri.
Bentuk penelitian yang dilakukan adalah penelitian kuantitatif yaitu
penelitian yang menggambarkan variabel-variabel yang di teliti. Penelitian
ini menggunakan desain Cross sectional, yaitu data yang menyangkut
variabel dependen dan variabel independen, dikumpulkan dan diamati dalam
waktu yang bersamaan.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di RS. Buah Hati Ciputat diruang


perinatologi yang akan dilakukan pada bulan Februari – April 2020.

C. Populasi dan Sampel


1. Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas
objek/ subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu
yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian
dapat ditarik kesimpulannya (sintesis) (Masturoh & Anggit,
2018). Populasi dalam penelitian ini adalah ibu yang memiliki
bayi dengan hiperbilirubinemia usia 3-7 hari.

2. Sampel
Menurut Sugiyono (2011), sampel adalah bagian dari
jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi.
Sampel dalam penelitian ini adalah 42 sampel. Untuk
menghindari bias dalam penelitian ini (apabila sampel
mengundurkan diri) maka peneliti menambahkan 20% dari total
sempel sehingga didapatkan total 51 sampel. Sampel ini
didapatkan dari perhitungan rumus Lameshow.
n = {Z₁₋α⸝₂√2P(1-P)+Z₁₋ᵦ√P₁(1-P₁)+P₂(1-P₂)}²
(P₁-P₂)²
n = 51

30
Keterangan :
Z₁₋α⸝₂= 5% (derajat kemaknaan)
Z₁₋ᵦ = 95% (kekuatan uji)
P₁ = pengetahuan ibu baik terhadap kadar bilirubin pada
neonatus usia 2-7 hari (P₁= 0,53)
P₂= pengetahuan ibu tidak baik terhadap kadar bilirubin
pada neonatus usia 2-7 hari (P₂= 0,11)

Sampel dalam penelitian ini adalah ibu yang memiliki bayi


dengan hiperbilirubin usia 3-7 hari pada bulan Februari - April
2020 yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.
a. Kriteria Inklusi
1) Ibu bayi yang bersedia menjadi responden.
2) Ibu bayi yang sadar penuh.
3) Ibu yang memilki bayi dengan hiperbirubinemia yang
dirawat di ruang perinatologi.
b. Kriteria Eksklusi
1) Ibu yang memiliki bayi dengan penyakit bawaan
2) Ibu bayi dengan syndrome baby blues

3. Metode Sampling
Metode sampling adalah suatu cara yang ditetapkan
peneliti untuk menentukan atau memilih sejumlah sampel
populasinya. Penelitian ini menggunakan metode proposive
sampling yaitu didasarkan pada suatu pertimbangan tertentu yang
dibuat oleh peneliti sendiri, berdasarkan ciri atau sifat-sifat
populasi yang sudah diketahui sebelumnya (Notoatmodjo, 2012).

D. Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data dapat diartikan sebagai teknik
untuk mendapatkan data yang kemudian dianalisis dalam suatu
penelitian. (Sugiyono, 2010). Pada penelitian ini menggunakan data

31
primer dan sekunder. Data primer merupakan sumber data yang
langsung kepada pengumpul data dengan menyebarkan kuesioner
pada ibu yang memiliki bayi dengan hiperbilirubinemia sedang
dirawat diruang perinatologi RS. Buah Hati Ciputat. Data sekunder
merupakan sumber data yang tidak langsung memberikan data kepada
pengumpul data dengan melihat nilai bilirubin pada hasil labolatorium
di rekam medis pasien.

E. Instrumen Penelitian
Instrument penelitian adalah alat yang digunakan untuk
pengumpulan data. Instrument yang digunakan pada penelitian ini
berupa kuesioner untuk mengukur pengetahuan ibu tentang bilirubin
dan instrumen untuk menilai hasil labolatorium yaitu dengan
menggunakan berkas rekam medis. Kuesioner untuk mengukur
pengetahuan dengan mengggunakan Pernyataan terbuka sebanyak 21
pernyataan. Responden mengisi kuesioner sesuai jawaban yang telah
disediakan dengan menggunakan skala Guttman yaitu dengan
memilih jawaban benar atau salah. Jika jawaban pernyataan benar
maka nilainya 1, jika jawaban pernyataan salah maka nilainya 0.
Setelah itu peneliti menghitung jumlah skor kuesioner dengan
kategori:
1. Jika responden menjawab benar dengan hasil dari 16-21
Pernyataan, persentase hasil (100%-76%) maka dikategorikan
pengetahuan baik.
2. Jika responden menjawab benar dengan hasil dari 12-15
pernyataan persentase (56%-75%) maka dikategorikan
pengetahuan cukup
3. Jika responden menjawab dengan benar sebanyak <11 pernyataan
(<56%) maka diketegorikan pengetahuan kurang.
Untuk hasil labolatorium yang di observasi dari berkas rekam medis
mengacu kepada nilai standar hasil labolatorium dengan nilai normal
≤ 12 mg/dL dan tidak normal jika hasil labolatorium ≥12 mg/dL.

32
F. Etika Penelitian
Etika penelitian merupakan perilaku peneliti yang harus di
pegang secara teguh pada sikap ilmiah dan etika peneliti meskipun
peneliti yang kita lakukan tidak merugikan responden tetapi etika
peneliti harus tetap dilakukan. Masalah etika peneliti yang harus
diperhatikan oleh peneliti yaitu sebagai berikut (Hidayat, 2014) :
1. Informed Consent
Informed consent adalah salah satu bentuk persetujuan yang telah
diterima subjek penelitian setelah mendapatkan keterangan yang
jelas mengenai perlakuan dan dampak yang timbul pada peneliti
yang akan dilakukan. Informed conset ini diberikan kepada
responden sebelum dilakukan penelitian supaya responden
mengetahui maksud dan tujuan serta memahami penelitian
tersebut. Saat responden bersedia, maka mereka menandatangani
lembar informed consent tersebut. Apabila responden tidak
bersedia, maka peneliti tidak boleh memaksa dan harus
menghormati keputusan dan hak resonden.

2. Anonymity (tanpa nama)


Masalah etika responden yang memberikan jaminan dengan cara
tidak memberikan atau mencantumkan nama responden atau
memakai nama inisial pada lembar kuesioner dan hanya
menuliskan kode pada lembar pengumpulan data atau hasil
penelitian ulang akan dilaksanakan.
3. Confidentialy (kerahasiaan)
Pada setiap penelitian diberikan jaminan untuk menjaga
kerahasiaan hasil penelitian, baik secara infromasi tertulis
maupun tidak tertulis ataupun salah lain yang terjadi saat
penelitian berlangsung. Semua informasi yang didapatkan dari
responden yang telah dikumpulkan pada peneliti akan di jamin

33
kerahasiaannya, hanya kelompok data tertentu yang dilaporkan
pada hasil perhitungan data.
4. Justice and inclusiveness (keadilan dan keterbukaan)
Prinsip keadilan dalam penelitian ini adalah setiap responden
mendapatkan pertanyaan yang sama dan jumlah yang sama.
Sedangkan prinsip keterbukaan peneliti memberikan kesempatan
orang tua bayi untuk bertanya jika belum memahami, dan peneliti
memberikan menjelaskan prosedur peneltian secara terbuka
kepada responden.

G. Uji Validitas dan Reabilitas


1. Uji Validitas
Menurut Arikunto (2010) suatu tes dikatakan valid
apabila tes tersebut dapat mengukur apa yang hendak diukur.
Pembuatan instrumen atau alat ukur dapat dilakukan dengan
acuan dan validitas isi (contect vailidity) dan validitas kontruks
atau validitas kerangka (contruct validity).
Validitas isi adalah kesesuaian isi instrument dengan
topik yang diteliti. Validitas isi dilakukan untuk memastikan
apakah alat ukur sudah sesuai dengan topik penelitian. Validitas
isi juga melihat apakah alat ukur sudah dapat merepresentasikan
topik penelitian yang sudah ditentukan.
Validitas konstruk adalah kesesuaian dari definisi
operasional tiap variabel untuk dipakai dalam penelitian tersebut
atau dapat dikatakan kemampuan alat ukur untuk mengkur
pengertian yang terkandung dalam definisi topik atau variabel
yang ditentukan.

Rumus Hitung Koefisien Kolerasi :

34
Keterangan :
r = Koefisien Kolerasi
x = jumlah skor item
y = jumlah skor total

jika r hitung > r tabel pada tingkat signifikansi tertentu, maka


item pertanyaan tersebut dapat dikatakan valid.

Hasil uji validitas untuk 21 pernyataan dengan menggunakan 30


sampel maka semua pernyataan valid karena nilai R hitung
>0,361.

2. Uji Reliabilitas
Menurut Kelana (2011) Reliabilitas adalah tingkat
konsistensi dari suatu pengukuran. Reliabilitas menunjukkan
apakah pengukuran menghasilkan data yang konsisten jika
instrument digunakan kembali secara berulang. Nilai reliabilitas
dengan formula Cronbach alpha menunjukkan koefisien
konsistensi internal alat ukur. Formula Cronbach alpha
merupakan rasio jumlah varian dari satu item dengan varian skor
total.

K : banyak butir pertanyaan atau banyak soal


Ʃơb² : jumlah varians butir
ơt² : varians total

Batasan koefisien reliabilitas suatu alat ukur yang dapat diterima


secara umum adalah 0,70. Dengan diinterprestasikan sebagai
berikut:

35
Rendah : 0,00 – 0,40
Sedang : 0,41 – 0,59
Baik : 0,60 - 0,74
Sangat baik : 0,75 – 1,00

H. Pengumpulan Data
pengumpulan data dilakukan ditempat penelitian dengan
prosedur sebagai berikut :
1. Prosedur Administratif
a. Peneliti mengajukan surat izin melakukan penelitian pada
STIKes IMC Bintaro setelah proposal penelitian disetujui
pembimbing dan penguji.
b. Setalah surat izin melakukan penelitian dikeluarkan STIKes
IMC Bintaro, Peneliti mengajukan surat tersebut ke RS.
Buah Hati Ciputat.
c. Setelah surat izin penelitian diberiakan ke RS. Buah Hati
Ciputat, peneliti mulai melakukan penelitian.

2. Prosedur Teknis
a. Saat penelitian, peneliti memperkenalkan diri serta
menjelaskan maksud dan tujuan penelitian
b. Calon responden yang bersedia melakukan dilibatkan dalam
penelitian mengisi lembar persetetujuan responden
(informed concent).
c. Peneliti menjelaskan cara mengisi kuesioner pada responden
d. Peneliti memberikan waktu kepada responden untuk
menjawab seluruh pertanyaan kuesioner
e. Jika responden sudah selesai mengisi kuesioner, peneliti
memastikan kuesioner telah terisi semua

36
f. Selanjutnya peneliti memberikan souvenir kepada responden
sebagai ucapan terimakasih.

I. Pengolahan Data
Menurut Notoatmodjo (2012) hasil pengolahan dan analisa
data yang diproses dengan bantuan computer tergantung pada kualitas
data itu sendiri. Dalam penelitian ada ungkapan yang menyatakan
“GIGO” (garbage in garbage out), bila yang masuk sampah maka
keluarnya juga sampah. Oleh sebab itu, untuk mencegah “GIGO”
proses pengolahan data penelitian ini melalui tahap-tahap sebagai
berikut :
1. Editing
Peneliti melakukan pengecekan pada setiap kuesioner apakah
lengkap terisi semua atau tidak. Setelah dilakukan pengecekan
didapatkan setiap kuesioner terisi lengkap.
2. Coding
Selanjutnya peneliti melakukan pengkodean atau coding, yaitu
mengubah data yang berbentuk kata menjadi angka agar mudah
pada saat memasukkan data.
3. Memasukan Data (Data Entry) atau Processing
Data yang sudah berbentuk kode (angka) dimasukkan ke dalam
program computer yaitu SPSS.
4. Pembersihan Data (Cleaning)
Setelah semua data dari setiap responden selesai dimasukkan,
peneliti melakukan cek ulang untuk melihat kemungkinan-
kemungkinan adanya kesalahan kode dan ketidaklengkapan,
kemudian dilakukan koreksi.

J. Analisa Data
Analisa data adalah proses mencari dan menyusun secata
sistemis data yang diproleh dari hasil wawancara, catatan lapangan,
dan dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan data kedalam

37
kategori, menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesa,
menyusun kedalam pola, memilih mana yang lebih penting dan akan
dipelajari, serta membuat kesimpulan sehingga mudah di pahami oleh
sendiri maupun orang lain yang membacanya (Sugiyono, 2010).
Analisa data yang dilakukan untuk menilai hubungan pengertahuan
ibu terhadap kadar bilirubin pada neonatus usia 3 -7 hari di RS. Buah
Hati Ciputat
1. Analisa Univariat
Menurut Notoatmodjo (2012) analisis univariat
bertujuan untuk menjelaskan karakteristik setiap variabel
penelitian. Bentuk analisis univariat tergantung dari jenis
datanya. Pada umumnya dalam analisis ini hanya
menghasilkan distribusi frekuensi dan presentase dari tiap
variabel.

Rumus Distribunsi Frekuensi :


f
P= n
x 100

2. Analisa Bivariat
Menurut Notoatmodjo (2010) analisi bivariate
dilakukan terhadap dua variabel yang diduga berhubungan.
Analisis bivariate dalam penelitian ini menggunakan analisis
dari uji statistik Uji chi square.
Rumus Uji Chi Square:

Keterangan :
fo :Frekuensi yang diperoleh/ diamati
fe : Frekuensi yang diharapkan
X² : Nilai chi-kuadrat

38
Bila P value < α (0,05) maka Ho ditolak artinya data sampel
mendukung adanya hubungan bermakna (signifikan).
Bila P value > α (0,05) maka Ho diterima artinya data sampel
tidak mendukung adanya hubungan bermakna.

Uji chi square digunakan dalam penelitian ini karena


hubungan antara dua variabel pada penelitian in berjenis
kategorik, yaitu hubungan pengetahuan ibu terhadap kadar
bilirubin pada neonatus usia 3-7 hari.

K. Penyajian Data
Pada bab ini peneliti akan menguraikan data dan hasil
penelitian tentang hubungan pengetahuan ibu terhadap kadar bilirubin
pada neonatus usia 3-7 hari di RS. Buah Hati Ciputat. Data- data hasil
penelitan ini disajikan dalam bentuk:
1. Tekstular, hasil penelitian disajikan dalam bentuk kalimat.
2. Tabular, hasil penelitian disajikan dalam bentuk tabel.

BAB V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini dilaksanakan di RS. Buah Hati Ciputat pada bulan Februari -
April 2020 dan telah mendapatkan hasil penelitian yang diuraikan pada bab ini
dan akan dijelaskan melalui pembahasan berdasarkan analisis univariat untuk
mendeskripsikan diri masing-masing variabel yang diteliti dan analisa bivariat

39
untuk melihat hubungan antara variabel pengetahuan ibu dengan kadar bilirubin
pada neonatus usia 3-7 hari.

A. Profil Lokasi Penelitian


1. Data Geografi
RS Buah Hati Ciputat adalah Rumah Sakit Swasta tipe C yang
memberikan pelayanan dan fasilitas kesehatan masyarakat. RS. Buah
Hati Ciputat terletak di Jl. Aria Putra No. 399 Serua Ciputat

2. Data Demografi
Berdasarkan dari data yang didapat di RS. Buah Hati Ciputat pada
tahun 2019 dari total bayi 2555 bayi didapatkan 587 yang mengalami
hiperbilirubinemia.

B. Alur Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan cara memberikan surat permohonan
untuk melakukan penelitian kepada RS. Buah Hati Ciputat. Selanjutnya
setelah mendapatkan izin, peneliti melakukan penelitian di ruang
perinatologi. Penelitian ini dilakukan selama 2 bulan 9 hari yaitu pada bulan
Februari sampai awal April 2020. Langkah awal penelitian ini yaitu
memberikan penjelasan kepada responden tujuan dari penelitian, memberikan
informed consent pada responden, Kemudian menjelaskan kepada responden
cara melakukan pengisian kuesioner, setelah itu responden mengisi
kuesioner.

C. Uji Validitas dan Reliabilitas


1. Uji validitas
Uji validitas pada instrumen penelitian ini menggunakan SPSS
versi 20. Pada penelitian ini nilai r table untuk sampel 30 dengan tingkat
signifikansi sebesar 5% menunjukkan r table sebesar 0,361. Seluruh
pernyataan dari instrumen pengetahuan ibu pada penelitian ini valid,

40
karena masing-masing memiliki nilai hitung lebih besar 0,361 ( r hitung
> r tabel).

2. Uji reliabilitas
Pada penelitian ini nilai reliabilitas dengan formula Cronbach
alpha menunjukkan koefisien konsistensi internal alat ukur.
Berdasarkan uji reabilitas yang telah dilakukan peneliti, diketahui
bahwa nilai Alpha Cronbach>0,361 yakni ( 0,729 > 0, 361 ) maka,
instrumen penelitian ini dikatakan reliabel.

D. Analisa Univariat
Analisis ini bertujuan untuk menjelaskan karakteristik penelitian
yang akan dilakukan dengan cara menganalisis variabel-variabel yang ada.
Responden penelitian ini meliputi ibu yang memiliki bayi dengan
hiperbilirubinemia di RS Buah Hati Ciputat. Dalam penelitian ini
responden yang menjadi sample sebanyak 51. Analisa univariat pada
penelitian ini untuk menggambarkan hasil dari pengambilan data
responden meliputi: usia, pendidikan, dan pekerjaan.

Tabel 5.3

Karakteristik Responden Berdasarkan Usia, Pendidikan, Pekerjaan

Usia Jumlah %
17-26 tahun 19 37,3%
27-30 tahun 32 62,7%
Total 51 100%

41
Pekerjaan Jumlah %
karyawan 28 53%
Ibu Rumah Tangga 23 47%
Total 51 100%
Pendidikan Jumlah %
SMP 16 31,4%
SMA 22 43,1%
Sarjana 13 25,5%
Total 51 100%

Berdasarkan tabel 5.3 diketahui bahwa dari 51 responden


menunjukkan bahwa Mayoritas usia responden yang berada Usia 27 – 30
tahun, yaitu sebanyak 35 orang (62,7%). Usia 17 – 26 tahun, yaitu sebanyak
19 orang (37,3%). Untuk pekerjaan ibu sebagai karyawan sebanyak 28 orang
(53%) dan ibu rumah tangga sebanyak 23 orang (47%) Selanjutnya
pendidikan SMA sebanyak 22 orang (43,3%). pendidikan SMP sebanyak 16
orang (31,4%). Dan Gelar Sarjana sebanyak 13 orang (25,5%).

Tabel 5.4

Distribusi Pengetahuan Ibu terhadap Kadar Billirubin DI RS. Buah Hati


Ciputat Tahun 2020

Pengetahuan Ibu Jumlah %


Baik 17 33,3
Cukup 11 21,6
Kurang 23 45,1
Total 51 100

42
Berdasarkan tabel 5.4 menunjukkan bahwa dari 51 responden
pengetahuan orang tua pada kadar billirubin yang tertinggi yaitu yang
memiliki pengetahuan yang kurang sebanyak 23 responden (45,1%).
pengetahuan baik sebanyak 17 responden (33,3%). Dan sedangkan yang
memiliki pengetahuan cukup sebanyak 11 responden (21,6%).

Tabel 5.5

Distribusi Kadar Billirubin DI RS. Buah Hati Ciputat Tahun 2020

Bilirubin Jumlah %
Normal 26 51%
Tidak Normal 25 49%
Total 51 100

Berdasarkan tabel 5.5 menunjukkan bahwa dari 51 responden


kadar billirubin pada bayi yang tertinggi yaitu kadar bilirubin normal
sebanyak 26 responden (51%). Sedangkan kadar billirubin tidak normal
sebanyak 25 responden (49%).

E. Analisa Bivariat
Analisa bivariat dapat dilihat adanya hubungan antara variabel
independen (pengetahuan orangtua) dengan variabel dependen (kadar
bilirubin). Prosedur analisis data dilakukan dengan rencana analisis yang
telah di bahas pada bab IV.

Tabel 5.6
Hubungan Pengetahuan Ibu Terhadap Kadar Bilirubin di RS.
Buah Hati Ciputat Pada Tahun 2020

Bilirubin pengetahuan Total P value


Baik Cukup Kurang
n n n n 0,005

43
Normal 7 5 14 26
Tidak 16 6 3 25
Normal
Total 23 11 17 51

Berdasarkan tabel 5.6 menunjukkan hasil analisa hubungan


Pengetahuan Ibu berpengaruh dengan Kadar Billirubin diperoleh bahwa
dari 51 responden yang pengetahuan terhadap kadar billirubin normal
lebih banyak dari pengetahuan terhadap kadar billirubin yang tidak normal
di RS Buah Hati Ciputat. Hasil uji chi square diperoleh nilai (p = 0,005 ≤
0,05) lebih kecil dari 5% maka Ho ditolak dan Ha gagal ditolak, maka
dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara pengetahuan orang tua
dengan kadar billirubin RS Buah Hati Ciputat.

F. Pembahasan Hasil Penelitian


a. Analisa Univariat
Pada penelitian ini analisa univariat yang dibahas adalah
karakteristik ibu yang terdiri dari usia, pendidikan dan pekerjaan.
1. Usia
Usia mempengaruhi daya tangkap dan pola pikir seseorang.
Semakin bertambah usia akan semakin bertambah pula daya
tangkap dan pola pikirnya sehingga pengetahuan yang diperoleh
semakin membaik. Pada usia madya, individu akan berperan
aktif dalam masyarakat dan kehidupan sosial, serta lebih banyak
melakukan persiapan demi suksesnya upaya menyesuaikan diri
menuju usia tua. Kemampuan intelektual, pemecahan masalah,
dan kemampuan verbal dilaporkan hampir tidak ada penurunan
dan perumusan pada usia ini (Agus, 2013).
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, peneliti ingin
mengetahui hubungan pengetahuan ibu terhadap kadar bilirubin
pada neonatus usai 3-7 hari di RS. Buah Hati Ciputat Tahun
2020 dengan jumlah sampel 51 responden yang diambil dengan

44
menggunakan …………pembahasan ini menggambarkan
hubungan pengetahuan ibu menurut karakteristik usia terhadap
peningkatan kadar bilirubin pada neonatus usia 3-7 hari.
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan pada 51
responden, karakteristik usia responden dengan kelompok usia
terbanyak adalah 51 responden dengan kelompok Usia 27-30
tahun sebanyak 32 responden (62,7%). Usia 17-26 tahun yaitu
sebanyak 19 responden (37,3%). yang merupakan kategori
yang banyak ditemukan pada rumah sakit.

2. Pekerjaan
Pekerjaan adalah suatu kegiatan yang harus dilakukan
terutama untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Lingkungan
pekerjaan dapat membuat seseorang memperoleh pengalaman
dan pengetahuan baik secara langsung maupun tidak langsung.
Seseorang yang bekerja di secara formal memiliki akses yang
lebih baik, terhadap berbagai informasi, termasuk kesehatan
(Notoatmodjo, 2012).
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, peneliti ingin
mengetahui hubungan pengetahuan ibu terhadap kadar bilirubin
pada neonatus usai 3-7 hari di RS. Buah Hati Ciputat Tahun
2020 dengan jumlah sampel 51 responden yang diambil dengan
menggunakan …………pembahasan ini menggambarkan
hubungan pengetahuan ibu menurut karakteristik pekerjaan
terhadap peningkatan kadar bilirubin pada neonatus usia 3-7
hari.
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan pada 51
responden dengan karakteristik pekerjaan responden kelompok
pekerjaan terbanyak adalah 51 responden dengan kelompok
karyawan yaitu sebanyak 28 responden (53,0%). Ibu rumah
tangga yaitu sebanyak 23 responden (47,0%).

45
Menurut Ersa Setyaningsih (2017) bahwa pekerjaan yang
dapat memicu pengetahuan orang tua Ibu rumah tangga lebih
banyak waktu untuk mendapatkan informasi baik melalui
media massa (televisi, majalah atau koran).

3. Pendidikan
Menurut Budiman dan Riyanto (2013), faktor- faktor yang
mempengaruhi pengetahuan antara lain yaitu pendidikan.
Pendidikan merupakan suatu usaha untuk mengembangkan
kepribadian dan kemampuan di dalam dan diluar sekolah (baik
secara formal maupun non formal) dan berlangsung seumur
hidup.
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan pada 51
responden dengan karakteristik pendidikan responden
kelompok dengan karakteristik pendidikan dari 51 responden,
kelompok pendidikan terbanyak adalah kelompok SMA yaitu
sebanyak 22 responden (43,1%). SMP yaitu sebanyak 16
responden (31,4%). Sarjana yaitu sebanyak 13 responden
(25,5%).
Menurut Notoatmodjo (2012) Pendidikan adalah sebuah
proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau
kelompok dan juga usaha mendewasakan manusia melalui
upaya pengajaran dan pelatihan. pendidikan mempengaruhi
proses belajar, maka tinggi pendidikan sesorang semakin
mudah orang tersebut menerima informasi. Dengan pendidikan
tinggi, maka seseorang akan semakin cenderung untuk
mendapatkan informasi, baik dari orang lain maupun dari
media massa. Semakin banyak informasi yang masuk semakin
banyak pula pengetahuan yang didapat mengenai kesehatan.
Peningkatan pengetahuan tidak mutlak diperoleh di pendidikan
formal, akan tetapi juga dapat diperoleh pada pendidikan
nonformal. Pengetahuan seseorang tentang suatu objek juga

46
mengandung dua aspek yaitu aspek positif dan aspek negative
dari objek yang diketahui, maka akan menumbuhkan sikap
makin positif terhadap objek tersebut.

b. Analisa Bivariat
Berdasarkan hasil analisis data bivariat pada 51 responden
yang dibahas adalah hubungan pengetahuan ibu terhadap kadar
bilirubin diketahui bahwa dalam hasil pengujian secara parsial diatas,
hasil uji statistik didapatkan p-value =0,005 ≤ 0,05. Hipotesis yang
dihasilkan baik dalam pengujian dengan membandingkan nilai thitung
dengan ttabel maupun pengujian dengan menggunakan tingkat
signifikan hasilnya Ha1 diterima maka hasil penelitian tidak sesuai
dengan hipotesis penelitian.
Hasil dari pengujian secara parsial variable Pengetahuan
ibu terhadap Persepsi Kadar Billirubin memberikan kesimpulan
bahwa pengetahuan orang tua kurang memahami tentang kadar
bilirubin pada bayi sehingga memiliki hubungan secara signifikan
terhadap persepsi kadar billirubin. Berdasarkan hasil penelitian
penulis, maka penulis berpendapat secara aspek bahwa pengetahuan
yang dimiliki oleh orang tua dapat menjadi tolak ukur persepsi kadar
billirubin yang dihasilkan.
Puspitosari, Sumarno dan Susatia (2006) Selain terapi sinar
yang tidak kalah penting adalah menyusui bayi dengan ASI.
Bilirubin juga dapat pecah jika bayi banyak mengeluarkan feses dan
urin. Untuk itu bayi harus mendapatkan cukup ASI, karena ASI
memiliki zat-zat terbaik bagi bayi yang dapat memperlancar buang
air besar dan buang air kecilnya. Dengan pengetahuan yang benar
maka akan terbentuk sikap yang positif dan juga perilaku yang
optimal dalam menjemur bayi untuk mencegah terjadinya
hiperbilirubin pada bayi.

G. Keterbatasan Penelitian

47
Penelitian ini masih memiliki keterbatasan yg belum memuaskan
bagi peneliti. Sehingga bahan koreksi dari dasar penelitian selanjutnya
agar hasil yang didapatkan belum secara maksimal. Peneliti menampilkan
keterbatasan penelitian ini sebagai berikut :
1. Sampel penelitian tidak cukup banyak
2. Belum adanya instrument untuk mengukur variable penelitian.
Diharapkan adanya instrument baku sehingga dapat digunakan secara
beragam dan universal
3. Teori-teori yang didapatkan belum memadai sehingga bagi para
peneliti sulit mendapatkan referensi atau informasi yang secara terbaru.
4. Waktu yang diberikan belum banyak untuk melakukan penelitian
sehingga bagi peneliti melakukan skripsi kurang secara maksimal.

BAB VI

PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dijabarkan
tentang Hubungan Pengetahuan Ibu Terhadap Kadar Bilirubin Pada

48
Neonatus Usia 3-7 Hari di RS. Buah Hati Ciputat Tahun 2020, maka
kesimpulan yang dapat ditarik dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Usia responden yang berada Usia 27 – 30 tahun, yaitu sebanyak 35
orang (62,7%). Usia 17 – 26 tahun, yaitu sebanyak 19 orang
(37,3%). Untuk pekerjaan ibu sebagai karyawan sebanyak 28 orang
(53%) dan ibu rumah tangga sebanyak 23 orang (47%) Selanjutnya
pendidikan SMA sebanyak 22 orang (43,3%). pendidikan SMP
sebanyak 16 orang (31,4%). Dan Gelar Sarjana sebanyak 13 orang
(25,5%).
2. Pengetahuan orang tua pada kadar billirubin yang tertinggi yaitu
yang memiliki pengetahuan yang kurang sebanyak 23 responden
(45,1%). pengetahuan baik sebanyak 17 responden (33,3%). Dan
sedangkan yang memiliki pengetahuan cukup sebanyak 11
responden (21,6%).
3. kadar billirubin pada bayi yang tertinggi yaitu kadar bilirubin normal
sebanyak 26 responden (51%). Sedangkan kadar billirubin tidak
normal sebanyak 25 responden (49%).
4. Hasil uji chi square diperoleh nilai (p = 0,005 ≤ 0,05) lebih kecil dari
5% maka Ho ditolak dan Ha gagal ditolak, maka dapat disimpulkan
bahwa ada hubungan antara pengetahuan orang tua dengan kadar
billirubin RS Buah Hati Ciputat.

B. Saran
Dari hasil penelitian yang dilakukan, maka peneliti ingin
menyampaikan beberapa saran sebagai berikut :
1. Bagi Institusi Pendidikan
Hasil penelitian yang diadakan hendaknya menjadi referensi tambahan
untuk pengembangan pengetahuan ibu terhadap kadar bilirubin pada
neonatus usia 3-7 hari.

2. Bagi Pihak Rumah Sakit

49
Diharapkan pihak Rumah sakit mampu memberikan edukasi atau
penyuluhan kepada seluruh ibu yang baru melahirkan tentang kadar
bilirubin normal dan tidak normal yang dapat terjadi pada neonatus.

3. Bagi Peneliti Selanjutnya


Hasil penelitian ini belum sempurna karena keterbatasan peneliti,
diharapkan peneliti selanjutnya mampu mengembangkan penelitian
mengenai hubungan pengetahuan ibu terhadap kadar bilirubin pada
neonatus usia 3-7 hari.

50

Anda mungkin juga menyukai