Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

HIDUP MULIA DENGAN PENGENDALIAN DIRI


(MUJAHADAH AN-NAFS)

DISU

SUN OLEH :

DAFA ZAINI RIDWAN


ARI MAHATIR JUNAEDI
INDI RAHMA RAHAYU
HOLIFAH HOERIAH
SERLIN FITRI OKTAVIANI
KAYLA ALAWIAH
SESI AMALIA
SIFA ALAWIYAH
MUTIA
SYIFA SULISTIAWATI
TIARA AYU
ZAHRA AULIA

X MIPA 3

SMA NEGERI 1 PAMIJAHAN


TAHUN AJARAN 2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat
menyelesaikan tugas makalah yang berjudul "Hidup Mulia dengan Pengendalian diri
(Mujahadah An-Nafs)" dengan tepat waktu.

Makalah disusun untuk memenuhi tugas Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam. Penulis
mengucapkan terima kasih kepada Bapak selaku guru Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam.
Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada semua pihak yang telah membantu
diselesaikannya makalah ini.

Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, saran dan kritik yang
membangun diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menurut Ibnu Mandhur, Al-Mujahadah memiliki arti yaitu menahan dari syahwat, menjauhkan
hati dari angan-angan. An-Nafs merupakan Bahasa Arab yang memiliki makna hakikat, jiwa atau ruh.
Dapat disimpulkan bahwa arti dari Mujahadah An-Nafs adalah memerangi jiwa atau ruh yang
menyeru kepada kejelekan. Pengendalian diri atau kontrol diri (Mujāhadah an-Nafs) adalah
menahan diri dari segala perilaku yang dapat merugikan diri sendiri dan juga orang lain,
seperti sifat serakah atau tamak. Dalam literatur Islam, pengendalian diri dikenal dengan
istilah aś-śaum, atau puasa. Puasa adalah salah satu sarana mengendalikan diri. Hal tersebut
berdasarkan hadis Rasulullah saw. yang artinya: “Wahai golongan pemuda! Barangsiapa dari
antaramu mampu menikah, hendaklah dia nikah, kerana yang demikian itu amat
menundukkan pemandangan dan amat memelihara kehormatan, tetapi barangsiapa tidak
mampu, maka hendaklah dia puasa, kerana (puasa) itu menahan nafsu baginya.”

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Mujhadah ?
2. Apa saja dalil yang bersangkutan dengan mujhadah ?
3. Apa saja sifat-sifat mujhadah ?

C. Tujuan Masalah
1. Mengetahui pengertian mujhadah
2. Mengerahui dalil dalil mengenai mujhadah
3. Mengetahui sifat-sifat mujhadah
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian hidup mulia dengan pengendalian diri (mujahadah an-nafs)

Pengendalian diri atau kontrol diri (Mujāhadah an-Nafs) adalah menahan diri dari segala perilaku
yang dapat merugikan diri sendiri dan juga orang lain, seperti sifat serakah atau tamak. Dalam
literatur Islam, pengendalian diri dikenal dengan istilah aś-śaum, atau puasa. Puasa adalah salah
satu sarana mengendalikan diri. Hal tersebut berdasarkan hadis Rasulullah saw. yang artinya:
“Wahai golongan pemuda! Barangsiapa dari antaramu mampu menikah, hendaklah dia nikah,
kerana yang demikian itu amat menundukkan pemandangan dan amat memelihara kehormatan,
tetapi barangsiapa tidak mampu, maka hendaklah dia puasa, kerana (puasa) itu menahan nafsu
baginya.” (HR. Bukhari) Jadi, jelaslah bahwa pengendalian diri diperlukan oleh setiap manusia
agar dirinya terjaga dari hal-hal yang dilarang oleh Allah Swt. Allah Swt Berfirman,

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad dengan harta dan
jiwanya pada jalan Allah dan orang-orang yang memberikan tempat kediaman dan memberi
pertolongan (kepada orang-orang Muhajirin), mereka itu satu sama lain lindung-melindungi. Dan
(terhadap) orang-orang yang beriman, tetapi belum berhijrah, maka tidak ada kewajiban sedikit
pun atasmu melindungi mereka, sebelum mereka berhijrah. (Akan tetapi) jika mereka meminta
pertolongan kepadamu dalam (urusan pembelaan) agama, maka kamu wajib memberikan
pertolongan kecuali terhadap kaum yang telah ada perjanjian antara kamu dengan mereka. Dan
Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.” (QS. al-Anfal:72)

Firman Allah Swt. pada ayat di atas yang melukiskan bahwa kaum Muhajirin dan Anśar saling
lindung-melindungi satu sama lainnya, sungguh mengagumkan. Itulah wujud dari persaudaraan.
Lakukanlah pengamatan dan pembacaan terhadap buku-buku mengenai peristiwa hijrah tersebut.
Di sana kamu akan menemukan jawaban bahwa persaudaraan (ukhuwwah) akan menjadi salah
satu sendi bagi munculnya peradaban baru dalam sebuah masyarakat baru yang disebut
masyarakat Madani. Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra. bahwa Rasulullah Saw. bersabda:
“Orang yang perkasa bukanlah orang yang menang dalam perkelahian, tetapi orang yang perkasa
adalah orang yang mengendalikan dirinya ketika marah.” (HR. Bukhari dan Muslim) Perilaku
yang Mencerminkan Sikap Pengendalian Diri (Mujāhadah an-Nafs) 1. Bersabar dengan tidak
membalas terhadap ejekan atau cemoohan teman yang tidak suka terhadap kamu. 2. Memaafkan
kesalahan teman dan orang lain yang berbuat “aniaya” kepada kita. Anda belum mahir membaca
Qur'an? Ingin Segera Bisa? Klik disini Sekarang! 3. Ikhlas terhadap segala bentuk cobaan dan
musibah yang menimpa, dengan terus berupaya memperbaiki diri dan lingkungan. 4. Menjauhi
sifat dengki atau iri hati kepada orang lain dengan tidak membalas kedengkian mereka kepada
kita. 5. Mensyukuri segala nikmat yang telah diberikan Allah Swt. kepada kita, dan tidak
merusak nikmat tersebut; seperti menjaga lingkungan agar selalu bersih, menjaga tubuh dengan
merawatnya, berolahraga, mengonsumsi makanan dan minuman yang halal, dan sebagainya.

B. Dalil tentang Mujahadah An-nafs


Mujahadah an-nafs dibahas dalam Al-Quran surat Al-Anfal ayat 72 yang berbunyi :

“Sesungguuhnya orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad dengan harta dan
jiwanya pada jalan Allah dan orang-orang yang memberikan tempat kediaman dan pertolongan
(kepada muhajirin), mereka itu satu sama lain saling melindungi. Dan (terhadap) orang-orang
yang beriman tetapi belum berhijrah, maka tidak ada kewajiban sedikit pun bagimu melindungi
mereka, sampai mereka berhijrah. (tetapi) jika mereka meminta pertolongan kecuali terhadap
kaum yang telah terikat perjanjian antara kamu dengan mereka. Dan Allah SWT Maha Melihat
apa yang kamu kerjakan.“
Didalam ayat tersebut dijelaskan bahwa Allah akan memberikan derajat yang mulia untuk orang-
orang yang berhijrah bersama Nabi Muhammad. Peristiwa hijrah disini merupakan sebuah
penerapan dalam agama islam tentang pentingnya menjaga, dan menegakkan nilai-nilai dalam
kemanusiaan.

Umat islam yang taat hendaknya berjuang di jalan Allah SWT dengan bersedia menanggung
semua risiko dan siap mengorbankan semua harta dan jiwanya. Di dalam ayat ini juga dijelaskan
bahwa umat islam harus bertindak sesiao dengan ketetapan yang telah Allah SWT tetapkan,
karena Allah SWT maha melihat dan maha mengetahui.

Mujahadah Nafsu juga dijelaskan dalam hadits nabi yang diriwaytkan oleh Abu Hurairah,
Rasulullah SAW bersabda,
“Orang yang perkasa bukanlah orang yang menang dalam perkelahian, orang yang perkasa
adalah orang yang menendalikan dirinya ketika marah.”

C. Macam-Macam Hawa Nafsu


Manusia memiliki tiga jenis nafsu yaitu:

a. Nafsul Ammarah
Nafsul ammarah tertera di dalam Al-Quran surat Yusuf ayat 53, yang menceritakan kisah nabi
Yusuf, ayatnya berbunyi :

“Dan aku tidak membebaskan diriku dari kesalahan-kesalahn, karena sesungguhnya nafsu itu
selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku.
Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyanyang.”

Nafsu ammarah adalah nafsu yang dari hati dan akal dikendalikan oleh keinginan, syahwat dan
khayalan. Maka dari itu nafsu yang seperti ini hanya cenderung pada syahwat semata. Orang
akan lebih cenderung kepada hal-hal materi, hal-hal yang hanya bisa dinikmati dengan inderawi.
Nafsu jenis ini menjadi tempat cikal bakal dari kejahatan dan akhlak tercela. Maka dari itu, kita
harus bisa mengendalikan diri sehingga nafsu ini tidak mengendalikan kita.
b. Nafsul Lawwamah
Nafsul ammarah tertera di dalam Al-Quran surat Al-Qiyamah ayat 2, ayatnya berbunyi :

“Dan aku bersumpah dengan jiwa yang amat menyesali dirinya sendiri.”
Nafsu lawwamah adalah nafsu yang dari hati dan akal yang saling berkaitan dengan khayalan,
syahwat dan keinginannya. Jenis nafsu ini memiliki kecenderungan terhadap ar-rayu’ atau rasio.
orang-orang yang munafik didominasi oleh ra’yu yang membuat diri mereka berada dalam
keraguan antara memilih baik atau buruk, memilih taat atau bermaksiat dan memilih untuk
beriman atau kafir. Hal ini digambarkan pada Al-Quran surat An-Nisa ayat 143 yang berbunyi :

“Mereka dalam keadaan ragu-ragu antara yang demikian, iman atau kafir: tidak masuk kepada
golongan orang-orang beriman dan tidak pula kepada golonganorang-orang kafir, maka kamu
sekali-kali tidak akan mendapat jalan (untuk memberi petunjuk) baginya.”
c. Nafsul Muthmainnah
Nafsul muthmainnah adalah nafsu yang dari hati dan akalnya mampu mengendalikan syahwat,
kecenderungan dan khayalan. Orang yang memiliki jiwa seperti ini akan cenderung mengingat
Allah SWT kapanpun dan dimanapun. Sebagaimana tertera dalam Al-Quran surat Ar-Ra’d ayat
28 yang berbunyi :

“yaitu orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah.
Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.”
Nafsu jenis ini bisa mengeluarkan sifat-sifat jelek yang ada di dalam hati seorang manusia.
Manusia yang senantiasa cinta kepada Allah dan memiliki jiwa yang tenang akan dimasukan ke
dalam surga Allah. Hal ini berdasarkan Al-Quran surat Al-Fajr ayat 29-30 yang berbunyi :

“Wahai jiwa yang tenang! Kembali lah kepada Tuhanmu dengan hati yang ridha dan diridhai-
Nya. Maka masuklah ke dalam golongan hamba-hamba-Ku, dan masuklah ke dalam surga-Ku.”
Lawanlah nafsu dengan melatih jiwa diri sendiri. Menahan jiwa bisa dilakukan dengan menahan
makan, sedikit tidur, tidak banyak cara dan bersabar jika diganggu oleh orang lain. Dari menahan
makan bisa mengurangi syahwat, dengan sedikit tidur tentunya bisa memurnikan tekad di dalam
diri. Tidak banyak bicara bisa menyelamatkan kita dari berselisih dengan orang lain.
D. Tingkatan Mujahadah An-Nafs
Menurut Ibnul Qayyim, melawan nafsu ada empat tingkatan yaitu:
– Menahan nafsu dalam ta’limul huda wa dinil haq, atau menahan dalam mengenal petunjuk dan
agama yang benar.
– Menahan nafsu dalam mengamalkan agama yang benar setelah memiliki ilmunya.
– Menahan nafsu dalam dakwah kepada kebenaran.
– menahan nafsu dalam bersabar dalam menghadapi kesulitan dan kejahatan manusia.

E. Manfaat Mujahadah An-Nafs


Menahan hawa nafsu dalam diri, memiliki beberapa manfaat atau kemuliaan yaitu:
– Mengendalikan hawa nafsu bisa membawa seseorang untuk lebih taat kepada Allah SWT.
– Mengendalikan nafsu bisa menghindarkan seseorang dari tenggelamnya nikmat dunia.
– Dengan mengendalikan hawa nafsu, kesabaran dalam menghadapi ujian akan bertambah dan
juga dapat memusuhi kemaksiatan.
– Mengendalikan hawa nafsu bisa membawa seseorang ke jalan yang lurus, yang membawa
kepada ridho Allah SWT.
– Mengendalikan hawa nafsu bisa memusnahkan syaitan di dalam diri seseorang tersebut.

F. Ciri-ciri dari Mujahadah An-Nafs


Orang-orang yang dapat mengendalikan nafsu memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

 Mampu mengontrol sikap dan perilaku, hal ini ditandai dengan kemampuan dalam
menghadapi situasi yang tidak diinginkan.
 Mampu menunda untuk memuaskan diri sendiri
 Mampu mengantisipasi perilaku yang tidak diinginkan
 Mampu menafsirkan suatu keadaan dengan cara memperhatikan atau melihat selalu ke
sisi yang positif
 Mampu mengontrol dalam mengambil keputusan.
G. Contoh perilaku yang mencerminkan Mujahadah An-Nafs
Berikut adalah beberapa contoh perilaku mengendalikan diri dari nafsu:

 ketika ada seseorang yang mengejek, seseorang yang bisa mengendalikan diri akan
bersabar dan tidak membalas ejekan atau cemooh dari orang tersebut.
 Ketika ada orang yang berbuat salah, seseorang yang bisa mengendalikan diri akan
cenderung memaafkan kesalah yang orang perbuat padanya.
 Ketika ditimpa oleh musibah, seseorang yang bisa mengendalikan diri dari nafsunya akan
menghadapi cobaan tersebut dengan ikhlas dan selalu memperbaiki dirinya menjadi lebih
baik.
 Seseorang yang bisa mengendalikan nafsu tidak akan membalas kedengkiaan seseorang
terhadap dirinya sehingga dirinya dijauhkan dari sifat iri dan dengki.
 Selalu mensyukuri nikmat yang Allah SWT berikan kepadanya dan tidak mengingkari
nikmat tersebut.
 Orang yang bisa mengendalikan diri dari nafsu akan menjaga lingkungannya, menjaga
kesehatan tubuhnya dengan mengkonsumsi makanan dan minuman yang halal serta rajin
berolahraga.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Pengendalian diri atau kontrol diri (Mujāhadah an-Nafs) adalah menahan diri dari segala
perilaku yang dapat merugikan diri sendiri dan juga orang lain, seperti sifat serakah atau
tamak. Dalam literatur Islam, pengendalian diri dikenal dengan istilah aś-śaum, atau puasa.
Puasa adalah salah satu sarana mengendalikan diri. Firman Allah Swt. pada ayat di atas yang
melukiskan bahwa kaum Muhajirin dan Anśar saling lindung-melindungi satu sama lainnya,
sungguh mengagumkan. Itulah wujud dari persaudaraan. Lakukanlah pengamatan dan
pembacaan terhadap buku-buku mengenai peristiwa hijrah tersebut. Di sana kamu akan
menemukan jawaban bahwa persaudaraan (ukhuwwah) akan menjadi salah satu sendi bagi
munculnya peradaban baru dalam sebuah masyarakat baru yang disebut masyarakat Madani.]

Anda mungkin juga menyukai