Anda di halaman 1dari 8

 

MITIGASI RISIKO PELAKSANAN KONTRAK


Oleh : Abu Sopian, S.H., M.M.  

 Abstrak
Pengadaan barang dan jasa pemerintah untuk paket pekerjaan dengan nilai di atas
Rp200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) harus dilaksanakan dengan berdasarkan suatu
perikatan dalam bentuk Surat Perjanjian (kontrak) antara Pejabat Pembuat Komitmen (PPK)
dengan Penyedia Barang/Jasa. Bagi penyedia barang/jasa, kontrak merupakan jaminan
 bahwa proses pembayaran atas pekerjaan yang telah dilaksanakannya tidak akan mengalami
hambatan. Bagi PPK kontrak
kontrak merupakan
merupakan jam
jaminan
inan bahwa penyelesaian
penyelesaian p
pekerjaan
ekerjaan oleh
penyedia barang/jasa sesuai dengan kesepakatan.
Tujuan dibuatnya
dibuatnya perikatan tertulis dalam
dalam ben
bentuk
tuk kontrak adalah agar masing-
masing-
masing pihak yang mengikatkan diri dalam kontrak mengetahui secara rinci hak dan
kewajibannya serta b berupaya
erupaya maksimal untuk memenuhi kewajiban tersebut. Dari sudut
pandang majemen risiko setiap kontrak pengadaan barang dan jasa pemerintah pasti
mengandung risiko. Indikator adanya risiko dalam pelaksanaan kontrak tersebut dapat
dilihat dari adanya ketentuan dalam Peraturan Presiden tentang Pengadaan barang dan Jasa
Pemerintah yang membolehkan PPK untuk melakukan pemutusan kontrak secara sepihak
dan/atau mengenakan denda kepada penyedia barang/jasa yang tidak melaksanakan kontrak
sebagaimana mestinya.
Tulisan ini mencoba menguraikan tentang risiko pelaksanaan kontrak dan langkah-
langkah penanganannya.

Pengertian Risiko
Dalam pergaulan masyarakat sehari-hari
sehari-hari kata “risiko” diartikan sebagai akibat dari
suatu perbuatan atau tindakan yang telah dilakukan oleh seseorang. Contohnya ketika
seseorang memanjat pohon dan jatuh maka orang mengatakan bahwa jatuh dari pohon itu
adalah resiko dari pekerjaan memanjat. Contoh lain ketika seorang pejabat tertangkap karena
telah melakukan tindakan korupsi orang mengatakan bahwa tertangkapnya pejabat tersebut
adalah risiko dari perbuatannya melakukan korupsi. Masyarakat pada umumnya hanya
membicarakan risiko ketika akibat dari perbuatan seseorang telah terjadi. Apabila kegiatan
 yang dilakukan seseorang telah berakhir dengan baik orang tidak pernah membicarakan risiko
pekerjaan tersebut. Oleh karena itu dalam pengertian sehari-hari di kalangan masyarakat risiko
itu diartikan sebagai akibat dari suatu perbuatan yang telah dilakukan.
Di jajaran pemerintahan, istilah “risiko” diartikan sebagai suatu yang belum terjadi dan
 belum tentu terjadi yang kalau hal tersebut terjadi akan berakibat tidak baik terhadap
pencapaian tujuan organisasi. Pengertian tersebut menunjukkan bahwa setiap kegiatan yang
dilakukan oleh instansi pemerintah pasti memiliki risiko meskipun risiko dimaksud belum
tentu terjadi. Risiko tersebut harus dikelola supaya tidak menyebabkan timbulnya pengaruh
negatif yang akan menghambat terhadap tujuan organisasi pemerintah. Pengelolaan risiko di
lingkungan instansi pemerintah disebut manajemen risiko.
Di lingkungan Kementerian Keuangan penerapan manajemen risiko telah menjadi
suatu kewajiban dan terus dikembangkan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan nomor
191/PMK.09/2008 tentang Penerapan Manajemen Risiko di Lingkungan Departemen
Keuangan. Pasal 2 Peraturan Menteri Keuangan nomor 191/191/PMK.09/200
PMK.09/20088 berbunyi:
(1)  Setiap unit Eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan harus menerapkan dan
mengembangkan manajemen ri risiko
siko di lingkungan masing-masing.
 

(2)  Penerapan dan pengembangan Manajemen Risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan oleh seluruh unit Eselon II sebagai unit yang memiliki risiko yang
selanjutnya disebut Unit Pemilik Risiko.
(3)  Pimpinan unit Eselon II sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan Pemilik
Risiko.

Perihal Kontrak
Dalam pergaulan masyarakat pada umumnya setiap orang tidak mungkin terlepas dari
adanya persetujuan-persetujuan
persetujuan-pe rsetujuan ketika berhubungan dengan orang lain. Akibat dari
persetujuan itu akan timbul hak dan kewajiban pada masing-masing individu. Adakalanya hak
dan kewajiban itu dilaksanakan secara seketika, misalnya dalam peristiwa jual beli hak penjual
untuk memperoleh pembayaran dan memberikan barang kepada pembeli, dan hak pembeli
untuk menerima barang dan kewajibannya untuk membayar kepada penjual timbul secara
 bersamaan dalam waktu yang sama dimana hak dan kewajiban tersebut dilaksanakan secara
seketika. Adakalanya pemenuhan hak dan kewajiban tersebut tidak langsung dilaksanakan
pada saat persetujuan itu dibuat, tetapi harus dilaksanakan di masa yang akan datang. Untuk
menjamin dipenuhinya kewajiban di masa yang akan datang maka kesepakatan yang dibuat
pada saat ini perlu dituangkan secara tertulis dalam suatu perjanjian. Dalam pengadaan
 barang/jasa perjanjian demikian
demik ian disebut kontrak.
kontrak .

Menurut pasal 1313 KUH Perdata  Perjanji


 Perjanjian
an (kontrak) adalah suatu perbuatan di
mana satu pihak atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih. lebih . Semua
klausule yang telah dituangkan dalam kontrak bersifat mengikat sebagai hukum bagi para
pihak yang berkontrak. Bahkan menurut pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata semua
 persetujuan yang dibuat sesuai dengan undang-undang berlaku sebagai undang-undang
bagi mereka yang membuatnya. Persetujuan tersebut tidak dapat ditarik kembali selain
dengan kesepakatan kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang ditentukan oleh
undang-undang.  
undang-undang. Yang dimaksud sesuai dengan undang-undang dalam pembuatan
persetujuan adalah terpenuhinya unsur-unsur yang dikehendaki dalam pasal 1320 KUH
Perdata yaitu:
1.   Adanya kewenangan para pihak untuk
untuk membuat suatu kesepakatan
kesepakatan;;
2.  Adanya kesepakatan para
para pihak terhadap apa yang dijanj
dijanjikan
ikan dalam kontrak
kontrak;;
3.  Adanya sesuatu objek tertentu
tertentu yang diperjan
diperjanjikan;
jikan;
4.  Objek perjanjian tersebut bukan merupakan perbuatan yang bertentangan dengan
hukum yang berlaku.

Jika dilihat dari persyaratan kontrak dapat dipastikan bahwa semua kontrak antara
PPK dan penyedia barang jasajasa pemerintah adalah sah dan telah memenuhi
memenuhi unsur-un
unsur-unsur
sur yang
dikehendaki pasal 1320 KUH Perdata. Persyaratan kewenangan jelas ada pada para pihak,
 wewenang PPK di atur dalam Peraturan Presiden nomor 70 tahun 2012 dan wewenang
pimpinan perusahaan diatur dalam akte pendirian perusahaann
perusahaannya.
ya. Adanya kesepakatan para
pihak terhadap isi kontrak sudah sangat jelas karena lahirnya kontrak pengadaan barang/jasa
pemerintah telah melalui
melalui seluruh rangkaian pproses
roses pemil
pemilihan
ihan penyedia
penyedia barang/jasa.
barang/jasa. Untuk
menyatakan bahwa kontrak pengadaan barang/jasa pemerintah batal demi hukum juga
hukum juga suatu
hal yang tidak mungkin karena pengadaan barang/jasa yang merupakan objek kontrak bukan
merupakan suatu yangyang dilarang. Karena itu k ketika
etika PPK dan penyedia barang
barang/jasa
/jasa telah
selesai menandatangani kontrak tidak ada pilihan lain kecuali kedua belah pihak berupaya
untuk menunaikan seluruh kewajiban yang telah diatur dalam kontrak dengan sebaik-
 baiknya.
 

Resiko Pelaksanaan Kontrak dan Cara Penanganannya


Dalam konteks pelaksanaan kontrak pengadaan barang/jasa pemerintah, risiko
kontrak adalah setiap kemungkinan yang dapat terjadi dan bila hal itu terjadi akan berakibat
menghambat pencapaian tujuan pelaksanaan kontrak pengadaan barang/jasa pemerintah.
Meskipun risiko kontrak tersebut belum terjadi namun tetap harus dilakukan penanganan
(mitigasi) dengan cara menurunkan level risiko dari level tinggi sampai pada level terendah
dimana risiko itu
itu dapat diterima oleh pemilik risiko. Pilihan tindakan yang dapat dilakukan
 berdasarkan hasil mitigasi risiko adalah:

1.  Menerima risiko


2.  Menghindari risiko
3.  Menurunkan dampak risiko
4.  Mengurangi kemungkinan terjadinya risiko
5.  Membagi atau mentransfer risiko

Dengan pertimbangan bahwa penanganan risiko harus dilakukan dengan cara yang
efisien, maka tidak semua risiko harus ditangani. Risiko yang berada dalam batas toleransi
pemilik risiko dapat dibiarkan saja tidak ditangani. Palaksanaan penanganan risiko harus
memperhatikan petunjuk penanganan sebagai berikut:
1.  Pihak yang terlibat dalam penangan risiko harus memahami proses bisnis organisasi.
2.  Penyusunan rencana penanganan
penanganan risiko melibatkan pihak yan yangg berkepentingan
berkepentingan dengan
risiko.  
risiko.
3.  Rencana penanganan risiko harus SMART ( Specific, Measurable, Acheivable, Realistic,
Time bound )). 

4.  Memperhatik
Memperhatikan an dan dialamatkan
d ialamatkan pada penyebab yang menimbulkan risiko.
5.  Memperhatik
Memperhatikan an biaya dan manfaat.
6.  Bukan untuk mengurang jumlah risiko tetapi hanya untuk menurunkan level risiko.
7.  Rencana penanganan
penanganan risiko yang telah disusun harus dijalankan.

Resiko pelaksanaan kontrak pengadaan barang/jasa pemerintah adalah sebagai


 berikut:
1.   Penyelesaian pekerjaan terlambat dari jadwal yang telah disepakati.
1.
Batas waktu yang disediakan bagi penyedia barang/jasa untuk menyelesaikan seluruh
pekerjaan telah diatur dengan jelas dan pasti di dalam setiap kontrak. Keterlambatan
penyelesaian pekerjaan mengharuskan PPK mengenakan sanksi kepada penyedia
 barang/jasa pemerintah berupa denda sebesar 1/1000 (satu perseribu) dari nilai kontrak
untuk setiap hari keterlambatan. Apabila jumlah denda mencapai lebih dari 5% dari nilai
kontrak maka PPK dapat memutuskan kontrak secara sepihak. Dalam hal terjadi pemutusan
kontrak, PPK harus memberitahu kepada KPA untuk mengenakan sanksi kepada penyedia
 barang/jasa berupa blacklist  (dimasukkan
  (dimasukkan dalam daftar hitam) selama dua tahun.
Meskipun atas keterlambatan penyelesaian pekerjaan telah dikenakan sanksi berupa denda
dan blacklist,
blacklist,   namun akibat dari keterlambatan penyelesaian pekerjaan tetap saja akan
membawa pengaruh negatif terhadap tujuan organisasi pemerintah. Karena itu dalam
pelaksanaan kontrak pengadaan barang/jasa pemerintah keterlambatan penyelesaian
pekerjaan merupakan salah satu risiko yang perlu dimitigasi.

Keterlambatan penyelesaian pekerjaan dapat disebabkan oleh berbagai faktor antara


lain:
a.  Cuaca/musim seperti curah hujan yang terlalu tinggi yang dapat menghambat
 

penyelesaia pekerjaan konstruksi.


 b.  Keamanan seperti gangguan terhadap pekerja.
c.  Kelangkaan/ketiadaan bahan di pasar.
d.  Rendahnya frofesionalitas pekerja.

Penanganan risiko tersebut dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:


a. Untuk menghindari gangguan cuaca dapat dilakukan dengan menyesuaikan rencana
 jadwal pelaksanaan kegiatan dengan musim. Penyusun jadwal rencana pengadaan
merupakan tugas pokok PPK. Jadwal waktu pelaksanaan pekerjaan yang telah disusun
oleh PPK dikomunikasikan kepada Kelompok Kerja ULP untuk dijadikan pedoman dalam
menyusun jadwal pelaksanaan pemilihan penyedia barang/jasa.
b. Untuk menghindari terjadinya gangguan keamanan terhadap pekerja dalam
menyelesaikan pekerjaan termasuk keamanan terhadap bahan-bahan dan peralatan kerja
pekerjaan konstruksi dapat dilakukan dengan cara membangun pagar p embatas yang
membatasi lokasi bangunan dari gangguan masyarakat umum.
c. Untuk menghindari kelangkaan bahan dapat dilakukan dengan mencantumkan syarat
perlunya surat dukungan dari agen barang atau distributor resmi sebagai persyaratan
 bagi penyedia dalam
dal am mengiku
mengikuti
ti proses pemilihan p
panyedia.
anyedia.
d. Untuk menghindari rendahnya profesionalitas pekerja dan penyedia barang/jasa dapat
dilakukan dengan mencantumkan persyaratan berupa daftar personil tetap dengan syarat
kualifikasi tertentu.

2.  Kwalitas dan volume hasil pekerjaan kurang dari yang semestinya.
2. 
Jenis dan kwalitas barang yang menjadi objek kontrak pengadaan barang/jasa
pemerintah harus dituangkan dengan jelas di dalam kontrak dan/atau dokumen lainnya.
Surat perjanjian pengadaan barang/jasa pemerintah tidak berdiri sendiri, melainkan
menjadi satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan dokumen-dokumen lainnya yang
digunakan dalam proses pemilihan penyedia barang/jasa. Dengan demikian meskipun
kualitas barang/jasa tidak tercantum dengan jelas di dalam kontrak pihak penyedia
 barang/jasa tetap harus menyediakan barang/jasa sesuai dengan spesifikasi teknis yang
telah ditetapkan. Spesifikasi teknis barang dimaksud dapat merujuk pada dokumen-
dokumen yang digunakan dalam proses pemilihan penyedia barang/jasa seperti surat
penawaran, dokumen pemilihan penyedia, berita acara penjelasan dll.

 Volume pekerjaan yang harus dilaksanakan oleh penyedia barang/jasa juga harus
dicantumkan dengan jelas di dalam kontrak. Dalam hal jenis kontrak yang digunakan adalah
kontrak harga satuan, volume yang tercantum dalam kontrak hanya merupakan perkiraan
dan dapat dilakukan perubahan sepanjang tidak menyebabkan nilai kontrak bertambah
menjadi lebih dari 110% nilai kontrak awal. Penyedia barang/jasa wajib menyerahkan
 barang/jasa sesuai dengan kebutuhan nyata berdasarkan pesanan yang mungkin saja
 berbeda dengan jumlah barang/jasa yang tercantum dalam kontrak. Pembayaran dilakukan
 berdasarkan jumlah barang/jasa yang benar-benar
benar-b enar diserahkan oleh penyedia barang/jasa.
Jika jumlah barang yang nyata-nyata diserahkan melebihi jumlah yang tercantum dalam
kontrak maka harus dilakukan addendum kontrak. Sebaliknya jika jumlah barang yang
nyata-nyata diserahkan kurang dari jumlah yang tercantum dalam kontrak, tidak perlu
dilakukan addendum kontrak meskipun nilai pembayaran kontrak menjadi tidak terbayar
seluruhnya. Dalam hal jenis kontrak yang digunakan adalah kontrak lump sum 
sum  penyedia
harus menyerahkan barang/jasa sesuai volume yang telah ditetapkan dalam kontrak.
 

 Volume pekerjaan yang telah disepakati tidak boleh dilakukan penambahan atau
pengurangan.
Jumlah/volume barang serta spesifikasi teknis barang yang dituangkan dalam kontrak
adalah hasil perhitungan kebutuhan dalam rangka melaksanakan tugas satuan kerja.
Kekurangan penyerahan barang dan/atau tidak terpenuhinya spesifikasi teknis barang akan
 berakibat kurang maksimalnya pelaksanaan tugas dan fungsi satker. Karena itu dalam
manajemen risiko kualitas dan jumlah/volume barang yang tidak sesuai dengan yang
tertuang dalam kontrak, merupakan risiko dalam pelaksanaan kontrak pengadaan
 barang/jasa pemerintah.

Di bibang konstruksi pelaksanaan pekerjaan memerlukan pengawasan langsung di


lapangan. Pekerjaan konstruksi adalah pekerjaan yang sifatnya membangun atau membuat
 bentuk fisik lainnya seperti pengerjaan bangunan gedung atau pembuatan kapal dan
sebagainya. Perlunya pengawasan pelaksanaan pada pekerjaan konstruksi adalah untuk
mengetahui lebih awal kualitas, ukuran, dan spesifikasi bahan-bahan yang akan
dipasang/dilekatkan pada konstruksi bangunan. Jika tidak diawasi sejak sebelum
pemasangannya, maka bahan atau komponen bangunan tersebut sulit diketahui kualitasnya
karena sudah tertutup oleh bahan atau komponen lain, atau kalaupun diketahui ada bahan
atau komponen yang telah terpasang yang tidak memenuhi syarat maka bahan atau
komponen tersebut sulit untuk dilepaskan kembali. Contohnya pemasangan besi baja yang
tertanam di dalam cor beton, kalau tidak diawasi pada saat pemasangan, untuk
mengetahuinya hanya dapat diketahui dengan cara membongkar cor beton yang ada. Contoh
lainnya adalah kramik lantai yang sudah terpasang, jika diketahui bahwa bahan tersebut
tidak sesuai dengan spesifikasi yang disyaratkan maka untuk menggantinya harus dengan
cara menghancurkan lantai yang ada.
Tujuan lain dari pengawasan pelaksanaan pekerjaan konstruksi adalah untuk
memastikan bahwa pekerjaan tersebut dikerjakan sesuai dengan jadwal yang telah
direncanakan sehingga tidak terjadi keterlambatan penyelesaian pekerjaan. Pengawasan
pelaksanaan pekerjaan harus benar-benar kuat. Lemahnya pengawasan akan menghambat
terwujudnya tujuan kontrak yaitu terlaksananya pekerjaan konstruksi sesuai dengan
rencana.

Rendahnya kwalitas barang dan/atau hasil pekerjaan dapat disebabkan oleh:


a.  Spesifikasi teknis barang tidak dicantumkan secara jelas dalam dokumen kontrak.
 b.  Panitia/Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan tidak memiliki pemahaman yang cukup
tentang barang/pekerjaan yang dilaksanakan. 
dilaksanakan.  
c.  Lemahnya pengawasan pelaksanaan pekerjaan
d.  Perbuatan curang dari penyedia barang/jasa. 
barang/jasa.  

Untuk menghindari terjadinya risiko barang yang diserahkan tidak sesuai dengan
kualitas dan jumlah yang tercantum dalam kontrak hal yang dapat dilakukan adalah:
a.  Mencantumkan spesifikasi teknis barang dengan jelas dan lengkap dalam dokumen
pemilihan penyedia barang/jasa.
 b.  Mengharuskan persyaratan melampirkan gambar dan brosur barang dalam surat
penawaran peserta lelang.
c.  Melaksanakan evaluasi secara ketat terhadap spesifikasi teknis dan merek barang yang
tercantum dalam dokumen penawaran peserta.
d.  Mencantumkan merek dan type/model barang secara jelas dalam kontrak.
e.  Memberikan pembekalan teknis kepada Panitia/Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan
f.  Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan pekerjaan.
 

3.  Timbulnya Perselisihan antara PPK dan Penyedia.


3. 
Kontrak adalah perjanjian tertulis berisi banyak kesepakatan yang dituangkan dalam
pasal-pasal kontrak. Seluruh pasal dalam kontrak merupakan perwujudan dari keinginan
para pihak yang telah mendapat persetujuan dari pihak lainnya. Dalam berkontrak
kedudukan para pihak adalah seimbang, dan masing-masing boleh mengemukakan
keinginannya sepanjang pihak lawannya setuju. Pernyataan setuju dilakukan dengan cara
menandatangani kontrak. Karena itu sebelum menandatangani kontrak masing-masing
pihak seharusnya telah membaca dengan teliti kata demi kata yang terdapat dalam seluruh
pasal-pasal kontrak.

Penyusunan kontrak dilakukan oleh PPK dimulai dari penyusunan draft kontrak
untuk diserahkan kepada Kelompok Kerja Unit Layanan Pengadaan. Kelompok Kerja Unit
Layanan Pengadaan mencantumkan draft kontrak dalam dokumen pemilihan penyedia
 barang/jasa untuk diketahui oleh semua calon peserta lelang. Dengan demikian semua
ketentuan yang akan dituangkan dalam kontrak seyogyanya telah diketahui oleh penyedia
 barang/jasa sebelum
sebelu m mengajuk
mengajukan
an penawaran dalam pros
proses
es pemilihan penyedia
p enyedia barang/jasa.
b arang/jasa.
Selanjutnya pemenang lelang mengadakan perikatan dengan PPK dengan mengacu pada
draft kontrak.

 Adakalanya PPK dan penyedia barang/jasa menganggap bahwa kesepakatan yang


mereka buat secara lisan sudah cukup jelas dan pasti dapat dilaksanakan manakala masing-
masing pihak menyatakan sepakat akan memenuhi kewajiban dengan sebaik-baiknya.
Dalam hal ini kontrak hanya merupakan salah satu persyaratan agar proses pengajuan
tagihan dapat berjalan dengan lancar. Karena itu mereka tidak begitu perhatian terhadap
pasal-pasal kontrak, dan tidak teliti dalam mempelajari kontrak. Akibatnya penuangan isi
kesepakatan ke dalam kontrak kadang-kadang kurang lengkap sehingga berpotensi
menimbulkan perbedaan persepsi di antara para pihak. Adakalanya pihak yang
yang berkontrak
merasa bahwa kalimat yang terdapat dalam pasal kontrak sudah cukup jelas, walaupun
kalimat tersebut sebenarnya masih mengandung lebih dari satu tafsiran (ambigu). Akibatnya
terjadi perbedaan persepsi yang menimbulkan ketidaksempurnaan hasil pelaksanan
kontrak.

Perbedaan persepsi tidak hanya berakibat pada buruknya kinerja penyedia


 barang/jasa dalam pandangan PPK, tetapi dapat berkibat lebih lanjut pada terganggunya
pencapaian tujuan satuan kerja pemerintah bahkan dapat menimbulkan perselisihan di
antara para pihak. Karena itu perbedaan persepsi terkait isi
isi kontrak merupakan risiko
dalam pelaksanaan kontrak pengadaan barang/jasa pemerintah. Untuk menghindari
adanya perbedaan persepsi tentang kontrak, sebelum menanda tangani kontrak PPK dapat
meminta pendapat para ahli hukum kontrak. Dalam hal nilai kontrak lebih dari
Rp100.000.000.000,- (seratus miliar rupiah) PPK tidak boleh menandatangani kontrak
sebelum ada pendapat dari ahli hukum kontrak.

4.   Hasil Pekerjaan Tidak Sesuai Keinginan.


4.
“Kegagalan merencanakan sama aartinya
rtinya dengan merencanakan kegagalan” demikian
de mikian
 bunyi ungkapan yang menggambarkan
menggamb arkan betapa pentingnya peran perencanaan terhadap hasil
pekerjaan. Perencanaan merupakan titik awal dari suatu rangkaian kegiatan pengadaan
 barang/jasa pemerintah. Dalam pengadaan barang dan perlengkapan kantor perlu
perencanaan yang matang agar pengadaannya benar-benar sesuai dengan kebutuhan sehingga
 

dapat menjadi salah satu faktor yang dapat meningkatkan kinerja satker. Untuk itu penyusunan
rencana tidak hanya terfokus pada jumlah barang yang akan diadakan, tetapi juga
memperhatikan spesifikasi teknis dan kinerja dari masing-masing barang. Perlengkapan dan
peralatan yang tepat akan memberikan kenyamanan dan kemudahan bagi seluruh pegawai
dalam menyelesaikan tugas dan fungsinya.
Dalam pembangunan konstruksi perencanaan harus dituangkan secara detail dalam
 bentuk gambar disain bangunan. Ruang lingkup perencanaan tidak hanya terbatas pada
 bentuk bangunan dan penataan letak dan ukuran ruangan, tetapi juga meliputi struktur dan
daya tahan bangunan konstruksi. Karena itu bentuk dan kekuatan podasi, ukuran besi
besi,, kualitas
adukan semen/beton, juga harus mendapat perhatian yang serius dan dituangkan secara jelas
dalam perencanaan. Kesalahan perencanaan akan sangat berpengaruh pada hasil akhir
pekerjaan. Karena itu kegagalan perencanaan harus
harus diperhitungkan sebagai salah satu risiko
pelaksanaan kontrak.
Dalam bidang pengadaan barang perencanaan kebutuhan barang dilakukan oleh PPK
dengan melakukan analisis kebutuhan berdasarkan data dan informasi kebutuhan dari
seluruh pegawai satuan kerja. Data tentang
tentang jumlah dan kondisi barang/perlen
barang/perlengkapan
gkapan kantor.
Kesalahan dalam melakukan analisis kebutuhan dapat berakibat jumlah barang yang
diadakan baik jumlah maupun spesifikasi teknisnya tidak sesuai dengan kebutuhan. Karena
kinerja barang/perlengkapan kantor memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap kinerja
pegawai maka kesalahan merencanak
merencanakanan kebutuhan dapat menggang
mengganggugu tugas kantor.

Dalam bidang konstruksi perencanaan pembangunan gedung dibuat oleh konsultan


perencanaan berdasarkan keinginan PPK. Kesalahan PPK dalam menyampaikan informasi
terkait perencanaan kantor, akan berakibat pada buruknya hasil perencanaan yang pada
gilirannya akan berkontribusi terhadap hasil kerja pekerjaan konstruksi.

Untuk menghindari terjadinya kegagalan perencanaan pekerjaan konstruksi harus


dilakukan koordinasi antara PPK sebagai penanggung jawab kegiatan dengan konsultan
perencana konstruksi. Konsultan perencana harus mempresentasikan kepada PPK tentang
seluruh hasil perencanaannya serta bersedia melakukan perbaikan-perbaikan sesuai dengan
keinginan
keinginan PPK. Apabila hasil akhir pe
perencanaan
rencanaan konstruksi
konstruksi yang telah diserahkan k
kepada
epada
PPK masih terdapat kesalahan, konsultan
konsultan perencana wajib m
membuat
embuat desain perencaan
perencaan yang
 baru dengan biaya sendiri.
sendiri.

Penutup
Pengadaan barang dan jasa pemerintah dengan nilai paket lebih dari
Rp200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) tidak dapat dilaksanakan secara seketika seperti
 jual beli barang pada umumnya. Untuk melaksanakan pekerjaan pengadaan tersebut
penyedia barang/jasa yang telah ditunjuk membutuhkan waktu penyelesaian pekerjaan.
Perbedaan waktu penunjukan penyedia dengan waktu penyerahan pekerjaan memungk
memungkinkan
inkan
timbulnya kondisi yang mempengaruhi atau dapat merubah pendirian penyedia barang/jasa
dalam menyelesaikan kewajiban menyediakan barang/jasa yang berakibat tidak
diserahkannya
diserahkann ya barang/jasa dalam keadaan baik sesuai kesep
kesepakatan
akatan dengan PPK. Untuk
menjamin bahwa pihak penyedia barang/jasa memenuhi kewajibannya maka penunjukan
penyedia barang/jasa harus diikuti dengan penandatanganan kontrak pengadaan
 barang/jasa.
Tujuan pembuatan kontrak adalah untuk
u ntuk menjamin bahwa penyedia barang/jasa akan
menyerah hasil pekerjaannya berupa barang/jasa sesuai dengan yang telah disepakati dalam
kontrak. Dalam perspek
perspektif
tif manajemen resiko
resiko pelaksanaan kont
kontrak
rak memiliki cuk
cukup
up banyak
risiko antara lain:
 

1.  Penyelesaian pekerjaan terlambat


terlambat dari jadwal yang telah disepakati.
2.  Kualitas dan volume hasil pekerjaan kurang dari yang semestinya.
3.  Perselihan antara PPK dengan Penyedia.
4.  Hasil pekerjaan tidak sesuai keinginan
keinginan

Penanganan resiko tersebut dapat dilakukan sebagai berikut:

 A.  Untuk pekerjaan konstruksi dapat dilakukan dengan cara:


a.  Memilih waktu yang tepat untuk memulai pelaksanaan pekerjaan.
 b.  Membangun pagar pembatas yang membatasi lokasi bangunan dari gangguan
masyarakat umum.
c.  Mencantumkan syarat perlunya surat dukungan dari agen barang atau
distributor resmi sebagai persyaratan bagi penyedia dalam mengikuti proses
pemilihan panyedia.
d.  Mncantumkan persyaratan berupa daftar personil tetap dengan syarat
kualifikasi tertentu.
e.  Meminta pendapat para ahli hukum kontrak.
f.  Melakukan koordinasi antara konsultan perencana
g.  Memberikan pembekalan teknis kepada Panitia/Pejabat Penerima Hasil
Pekerjaan
h.  Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan pekerjaan.

B.  Untuk pengadaan barang dapat dilakukan dengan cara:


a.  Mencantumkan syarat perlunya surat dukungan dari agen barang atau
distributor resmi sebagai persyaratan bagi penyedia dalam mengikuti proses
pemilihan panyedia.
 b.  Mencantumkan spesifikasi teknis barang dengan jelas dan lengkap dalam
dokumen pemilihan penyedia barang/jasa.
c.  Mengharuskan persyaratan melampirkan gambar dan brosur barang di dalam
dokumen penawaran peserta lelang.
d.  Melaksanakan evaluasi secara ketat terhadap spesifikasi teknis dan merek
 barang yang tercantum dalam dokumen
doku men penawaran peserta.
p eserta.
e.  Mencantumkan merek dan type/model barang secara jelas dalam kontrak.
f.  Memberikan pembekalan teknis kepada Panitia/Pejabat Penerima Hasil
Pekerjaan
g.  Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan pekerjaan.
h.  Meminta pendapat para ahli hukum kontrak.
i.  Menunjuk tim ahli untuk membantu Panitia/Pejabat Penerima Hasil
Pekerjaan.

Daftar Pustaka
1.  Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
2.  Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.
3.  Peraturan Pemerintah Nomor 60 tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern
Pemerintah.
4.  Peraturan Presiden Nomor 70 tahun 2012 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan
Presiden Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerint
Pemerintah.
ah.
5.  Peraturan menteri Keuangan nomor 191/PMK.09/2008 tentang Penerapan Manajemen
Risiko di Lingkungan
Lingkungan Departemen Keuangan.

Anda mungkin juga menyukai