Anda di halaman 1dari 4

Perbedaan Isolasi dan Karantina Dalam Pandemi COVID-19

dr. Kanina Sista, Sp.F, M.Sc

Karantina merupakan upaya memisahkan individu yang sehat atau belum memiliki gejala
COVID-19 tetapi memiliki riwayat kontak dengan pasien terkonfirmasi COVID-19 atau
memiliki riwayat bepergian ke wilayah yang sudah terjadi transmisi lokal. Hal ini bertujuan
untuk mencegah penyebaran penyakit pada saat pertama kali mengalami gejala.

Isolasi adalah memisahkan individu yang sakit, baik yang sudah dikonfirmasi laboratorium
atau memiliki gejala COVID-19 dengan masyarakat luas yang bertujuan untuk mencegah
penularan.

Kapan dilakukan karantina / isolasi?

Karantina dilakukan sejak seseorang dinyatakan sebagai kontak erat selama 14 hari sejak
kontak terakhir dengan kasus probable atau konfirmasi COVID-19. Karantina dihentikan
apabila selama masa karantina tidak menunjukkan gejala. Sedangkan isolasi dilakukan sejak
dinyatakan sebagai kasus suspek dan dihentikan apabila telah memenuhi kriteria discharded.

Selama masa karantina / isolasi, dilakukan pemantauan harian oleh petugas fasilitas
kesehatan tingkat pertama (FKTP) yang berkoordinasi dengan dinas kesehatan setempat
untuk memantau perkembangan gejala. Apabila selama masa pemantauan muncul gejala
yang memenuhi kriteria suspek COVID-19 maka dilakukan tatalaksana sesuai kriteria.

Dimanakah dapat dilakukan karantina / isolasi?

Karantina / isolasi dapat dilakukan secara mandiri di rumah masing-masing atau di tempat
yang telah ditentukan oleh pemerintah. Kriteria untuk karantina / isolasi mandiri adalah
pendatang / pemudik dan keluarganya yang mampu melaksanakan ketentuan pelaksanaan
karantina / isolasi mandiri dan masyarakat mau menerima dan menyetujui pelaksanaan
karantina mandiri dan secara medis memenuhi syarat untuk karantina / isolasi mandiri,
sedangkan jika tidak mampu memenuhi hal tersebut, harus dilakukan karantina / isolasi di
fasilitas khusus.

Apa yang harus dilakukan saat isolasi diri?

1. Tetap tinggal di rumah dan tidak bepergian ke ruang publik.


2. Tidur di kamar terpisah dan menjaga jarak dari anggota keluarga lain.
3. Selalu menggunakan masker.
4. Melakukan pemeriksaan suhu dan memantau gejala yang timbul setiap hari.
5. Menggunakan alat makan dan alat mandi tersendiri.
6. Terapkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS).
7. Berjemur di bawah sinar matahari pada pagi hari.
8. Menjaga kebersihan rumah dengan menggunakan cairan desinfektan.
9. Jika mengalami perburukan gejala, segera ke fasilitas pelayanan kesehatan.

https://rsupsoeradji.id/perbedaan-isolasi-dan-karantina-dalam-pandemi-covid-19/
Kriteria Pasien Covid yang Harus Dirawat di RS

Bagi pasien positif COVID-19 dengan gejala sakit berat akan diisolasi di rumah sakit atau
rumah sakit rujukan. Pasien diisolasi minimal 10 hari sejak muncul gejala ditambah 3 hari
bebas demam dan gejala pernapasan. Pasien akan dilakukan lagi tes swab jika hasilnya
negatif maka pasien akan dinyatakan sembuh.

Proses alih rawat diputuskan berdasarkan hasil assessment klinis yang dilakukan oleh dokter
penanggungjawab pelayanan sesuai standar pelayanan atau standar prosedur operasional.

Bagi pasien yang diisolasi di rumah sakit, RS Darurat, maupun di RS Rujukan COVID-19
dapat dipulangkan berdasarkan pertimbangan dokter penanggungjawab pasien karena adanya
perbaikan klinis, comorbid teratasi, dan/atau follow up PCR menunggu hasil.

''Pasien konfirmasi dengan gejala berat dimungkinkan memiliki hasil pemeriksaan follow up
RT-PCR persisten positif, karena pemeriksaan RT-PCR masih dapat mendeteksi bagian
tubuh virus COVID-19 walaupun virus sudah tidak aktif lagi (tidak menularkan lagi).
Terhadap pasien tersebut, maka penentuan sembuh berdasarkan hasil assessmen yang
dilakukan oleh dokter penanggungjawab pasien,'' kata Prof. Kadir.

Sementara itu, pasien dapat dipulangkan dari perawatan di rumah sakit, bila memenuhi
kriteria selesai isolasi dan memenuhi kriteria klinis sebagai berikut:
a. Hasil assesmen klinis menyeluruh termasuk diantaranya gambaran radiologis menunjukkan
perbaikan, pemeriksaan darah menunjukan perbaikan, yang dilakukan oleh DPJP menyatakan
pasien diperbolehkan untuk pulang.
b. Tidak ada tindakan/perawatan yang dibutuhkan oleh pasien, baik terkait sakit COVID-19
ataupun masalah kesehatan lain yang dialami pasien.
DPJP perlu mempertimbangkan waktu kunjungan kembali pasien dalam rangka masa
pemulihan.
Khusus pasien konfirmasi dengan gejala berat/kritis yang sudah dipulangkan tetap melakukan
isolasi mandiri minimal 7 hari dalam rangka pemulihan dan kewaspadaan terhadap
munculnya gejala COVID-19, dan secara konsisten menerapkan protokol kesehatan.

https://www.kemkes.go.id/article/view/20101700001/begini-alur-pelayanan-pasien-covid-
19.html
Prone Positoning

• Mengelola pasien dengan gangguan pernapasan akut(ARDS) dengan posisi tengkurap telah
terbukti untuk meningkatkan jumlah alveoli yang direkruit, menurun tekanan pleura, dan
memperbaiki shunting alveolar dan volume tidal.
• Manfaat posisi tengkurap untuk pasien yang tidak menggunakan ventilator memperbaikan
VQ matching untuk mengurangi hipoksia, penurunan atelektasis, dan peningkatan
pembersihan sekresi karena drainase.
•Kami menyarankan sedini mungkin dan sering melakukan posisi tengkurap untuk semua
pasien COVID-19 yang dirawat di rumahsakit dengan dispnea, hipoksia, atau yang
membutuhkan dukungan oksigen tambahan
https://rsudrsoetomo.jatimprov.go.id/wp-content/uploads/2021/01/2.Penanganan-
Multidisiplin-pada-pasien-Covid-19-Beresiko-tinggi.pdf

Anda mungkin juga menyukai