Anda di halaman 1dari 62

EFEK PERLINDUNGAN EKSTRAK MENIRAN (Phyllanthus niruri

Linn.) TERHADAP KERUSAKAN HISTOLOGIS LAMBUNG MENCIT


(Mus musculus) YANG DIINDUKSI ASPIRIN

SKRIPSI

Untuk Memenuhi Persyaratan


Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

Pediana Rachmawati
G0006212

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2010

i
PENGESAHAN SKRIPSI

Skripsi dengan judul : Efek Perlindungan Ekstrak Meniran (Phyllanthus


niruri Linn.) terhadap Kerusakan Histologis Lambung Mencit (Mus
musculus) yang Diinduksi Aspirin

Pediana Rachmawati, G0006212, Tahun 2010


Telah diuji dan sudah disahkan di hadapan Dewan Penguji Skripsi Fakultas
Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta

Pada hari Jumat, tanggal 26 Maret 2010

Pembimbing Utama

E. Listyaningsih S, dr., M.Kes. (..............................................)


NIP : 196408101998022001

Pembimbing Pendamping

Isdaryanto,dr., MARS. (..............................................)


NIP : 195003121970101001

Penguji Utama

Suyatmi, dr., M.Biomed,Sci. (..............................................)


NIP : 197201052001122001

Penguji Pendamping

Enny R.S., drg. (...............................................)


NIP : 19521103198003200
Surakarta,

Ketua Tim Skripsi Dekan FK UNS

Sri Wahjono, dr., M.Kes. Prof.Dr. A.A. Subijanto, dr., Ms.

NIP : 194508241973101001 NIP : 194811071973101003

ii
PERNYATAAN

Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah
diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan
sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah
ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam
naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Surakarta, Mei 2010

iii
ABSTRAK

Pediana Rachmawati, G0006212, 2010. Efek Perlindungan Ekstrak Meniran


(Phyllanthus niruri Linn.) terhadap Kerusakan Histologis Lambung Mencit (Mus
musculus) yang Diinduksi Aspirin. Skripsi. Fakultas Kedokteran, Universitas
Sebelas Maret, Surakarta.
Tujuan : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ekstrak meniran
(Phyllanthus niruri Linn.) dapat memberikan perlindungan terhadap kerusakan
histologis lambung mencit (Mus musculus) yang diinduksi oleh aspirin.

Metode : Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorik


dengan rancangan penelitian the post test only controlled group design. Hewan uji
yang digunakan adalah mencit jantan, galur Swiss webster, sebanyak 25 ekor
berumur 6-8 minggu dengan berat badan ± 20 g, yang terbagi dalam 5 kelompok
yaitu kelompok kontrol (K) yang diberi 0,2 ml CMC Na 0,5% dan 0,1 ml aquades,
kelompok perlakuan 1 (P1) yang diberi 0,2 ml aquades dan 0,1 ml aspirin dosis
1,7 mg/20 gBB mencit peroral, kelompok perlakuan 2 (P2) yang diberi 0,2 ml
ekstrak meniran 1,3 mg/20 gBB mencit peroral dan 0,1 ml aspirin dosis
1,7 mg/20 gBB mencit peroral, kelompok perlakuan 3 (P3) yang diberi 0,2 ml
ekstrak meniran 2,6 mg/20 gBB peroral dan 0,1 ml aspirin dosis 1,7 mg/20 gBB
mencit peroral dan kelompok kontrol positif (P4) yang diberi 0,2 ml cimetidin
dosis 0,26 mg/20 gBB dan 0,1 ml aspirin dosis 1,7 mg/20 gBB mencit peroral.
Gambaran histologis lambung dilihat dengan mikroskop cahaya terang dengan
perbesaran 100x dilanjutkan dengan perbesaran 400x. Gambaran histologis
lambung kemudian dibedakan menjadi normal, kerusakan ringan, dan kerusakan
berat. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan uji statistik Kruskal Wallis
dan uji statistik Mann Whitney dengan a = 0,05.

Hasil : Hasil uji statistik Kruskal Wallis menunjukan adanya paling


sedikit satu populasi yang mempunyai nilai lebih besar daripada populasi lainnya.
Hasil uji statistik Mann Whitney menunjukan adanya perbedaan yang bermakna
antara kelompok K-P1, P1-P2, P1-P3, P1-P4, dan perbedaan yang tidak bermakna
antara kelompok K-P2, K-P3, K-P4, P2-P3, P2-P4, P3-P4.

Simpulan : Ekstrak meniran ( Phyllanthus niruri Linn.) dapat memberikan


perlindungan terhadap kerusakan histologis lambung mencit (Mus musculus)
yang diinduksi oleh aspirin.

Kata kunci : meniran, aspirin, histologis lambung

iv
ABSTRACT

Pediana Rachmawati, G0006212, 2010. The Effect of Meniran (Phyllanthus


niruri Linn.) Extract Protection on the Mice’s (Mus musculus) Gastric Histology
Damage Induced by Aspirin. Medical Faculty, Sebelas Maret University,
Surakarta.

Objective : This experiment was aimed to know the effect of Meniran


(Phyllanthus niruri Linn.) extract protection on the mice’s (Mus musculus) gastric
histology damage induced by aspirin.

Methods : This study belongs to an experimental laboratory research with


posttest only controlled group design. The tested animals used were 25 Swiss
Webster male mice in 6-8 week age and ± 20 g body weight, divided into 5
groups: control (K) given 0.2 ml CMC, Na 0.5% and 0.1 ml aquadest, treatment 1
(P1) given 0.2 ml aquadest and 0.1 ml aspirin with dosage of 1.7 mg/20 g BW
mice per oral, treatment 2 (P2) given 0.2 ml meniran extract with dosage of 1.3
mg/20 g BW per oral and 0.1 ml aspirin with dosage of 1.7 mg/20 g BW mice per
oral, treatment 3 (P3) given 0.2 ml meniran extract with dosage of 2.6 mg/20 g
BW per oral and 0.1 ml aspirin with dosage of 1.7 mg/20 g BW mice per oral, and
positive control groups (P4) given 0.2 cimetidine with dosage of 2.6 mg/20 g BW
per oral and 0.1 ml aspirin with dosage of 1.7 mg/20 g BW mice per oral. Gastric
histological description can be seen with bright light microscope with 100 x
magnification followed by 400x magnification. Then gastric histological
description is divided into normal, light damage, and heavy damage. The data
obtained was then analyzed using Kruskal Wallis and Mann Whitney statistical
test at α = 0.05.

Results : The results of Kruskal Wallis statistic test shows that there is at
least one population with value higher than other population. The result of Mann
Whitney statistical test shows that there is a significant difference between the
groups K-P1, P1-P2, P1-P3, P1-P4, and insignificant difference between K-P2, K-
P3, K-P4, P2-P3, P2-P4, P3-P4.

Conclusion : The conclusion of research is meniran extract (Phyllanthus niruri


Linn) can give protection on the mice (mus musculus) gastric histological damage
induced by aspirin.

Keywords : meniran, aspirin, gastric histological.

v
PRAKATA

Syukur Alhamdulillah ke hadirat Allah SWT atas segala karunia dan rahmat
yang dilimpahkan-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan
judul “Efek Perlindungan Ekstrak Meniran (Phyllanthus niruri Linn.) terhadap
Kerusakan Histologis Lambung Mencit (Mus musculus) yang Diinduksi Aspirin”.
Penyusunan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu syarat
memperoleh gelar Sarjana Kedokteran di Fakultas Kedokteran Universitas
Sebelas Maret, Surakarta.
Pelaksanaan dalam menyusun skripsi ini, penulis tidak terlepas dari berbagai
hambatan dan kesulitan. Namun berkat bimbingan dan bantuan, penulis dapat
menyelesaikannya. Untuk itu perkenankanlah dengan setulus hati penulis
menyampaikan rasa terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. A.A. Subiyanto, dr., MS, selaku Dekan Fakultas Kedokteran
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Sri Wahjono, dr., M.Kes. selaku Ketua Tim Skripsi Fakultas Kedokteran
Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
3. Endang Listyaningsih S, dr., MKes., selaku Pembimbing Utama yang telah
memberikan bimbingan, saran, dan motivasi bagi penulis.
4. Isdaryanto, dr., MARS., selaku Pembimbing Pendamping yang telah
memberikan bimbingan, saran, dan motivasi bagi penulis.
5. Suyatmi, dr., M.Biomed,Sci., selaku Penguji Utama yang telah memberikan
saran, nasehat, dan melengkapi kekurangan dalam penulisan skripsi ini.
6. Enny R.S. drg., selaku Penguji Pendamping yang telah memberikan saran,
nasehat, dan melengkapi kekurangan dalam penulisan skripsi ini.
7. Bagian skripsi Fakultas Kedokteran UNS, yang telah berkenan memberikan
bimbingan dalam penyusunan skripsi ini.
8. Segenap Staf Laboratorium Histologi Fakultas Kedokteran UNS, Surakarta.
9. Ayah, Ibu, Adik-adik, Mbak yang telah banyak memberikan dukungan moril
dan semangat bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
10. Teman-teman penulis : Reza Fauzi, Cupuwatie, Aris, Irfan, Hasan, Andika,
Mas Nurhasan, Mas Aries, Cici, Aura, Meirisa, Aphe terimakasih atas
bantuannya dalam penyusunan skripsi ini.
11. Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan skripsi ini masih
sangat jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan
kritik serta sumbang saran di masa mendatang untuk peningkatan karya ini.
Semoga karya sederhana ini bermanfaat bagi semua.

Surakarta, Mei 2010

Pediana Rachmawati

vi
DAFTAR ISI

PRAKATA ...................................................................................................... vi

DAFTAR ISI ................................................................................................... vii

DAFTAR TABEL ........................................................................................... ix

DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xi

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1

A. Latar Belakang Masalah....................................................................... 1

B. Perumusan Masalah ........................................................................... 3

C. Tujuan Penelitian ................................................................................ 4

D. Manfaat Penelitian .............................................................................. 4

BAB II LANDASAN TEORI ........................................................................ 5

A. Tinjauan Pustaka ................................................................................ 5

B. Kerangka Pemikiran ........................................................................... 23

C. Hipotesis ............................................................................................. 24

BAB III METODE PENELITIAN ................................................................ 25

A. Jenis Penelitian ................................................................................... 25

B. Lokasi Penelitian ................................................................................. 25

C. Subjek Penelitian ............................................................................... 25

D. Teknik Sampling ................................................................................. 26

E. Identifikasi Variabel Penelitian………………………………………. 27

F. Definisi Operasional Variabel Penelitian ............................................. 28

G. Rancangan Penelitian ........................................................................... 31

vii
H. Instrumen dan Bahan Penelitian .......................................................... 32

I. Cara Kerja ............................................................................................ 33

J. Teknik Analisis Data Statistik............................................................... 38

BAB IV HASIL PENELITIAN ..................................................................... 39

A. Data Hasil Penelitian .......................................................................... 39

B. Analisis Data ...................................................................................... 41

BAB V PEMBAHASAN ............................................................................... 45

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................... 51

A. Kesimpulan ........................................................................................ 51

B. Saran ................................................................................................... 51

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 52

LAMPIRAN

viii
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Hasil pengamatan kerusakan histologis lambung mencit pada tiap-tiap

kelompok perlakuan

Tabel 2. Hasil analisis uji statistik Mann Whitney

Tabel 3. Hasil pengamatan mikroskopis lambung pada kelompok kontrol.

Tabel 4. Hasil pengamatan mikroskopis lambung pada kelompok perlakuan 1.

Tabel 5. Hasil pengamatan mikroskopis lambung pada kelompok perlakuan 2.

Tabel 6. Hasil pengamatan mikroskopis lambung pada kelompok perlakuan 3.

Tabel 7. Hasil pengamatan mikroskopis lambung pada kelompok perlakuan 4.

Tabel 8. Analisis uji statistik kruskal-wallis.

Tabel 9. Analisis uji statistik mann-whitney antara kelompok kontrol dengan

kelompok perlakuan 1.

Tabel 10. Analisis uji statistik mann-whitney antara kelompok kontrol dengan

kelompok perlakuan 2.

Tabel 11. Analisis uji statistik mann-whitney antara kelompok kontrol dengan

kelompok perlakuan 3.

Tabel 12. Analisis uji statistik mann-whitney antara kelompok kontrol dengan

kelompok perlakuan 4.

Tabel 13. Analisis uji statistik mann-whitney antara kelompok kelompok 1

dengan kelompok perlakuan 2.

Tabel 14. Analisis uji statistik mann-whitney antara kelompok kelompok 1

dengan kelompok perlakuan 3.

ix
Tabel 15. Analisis uji statistik mann-whitney antara kelompok kelompok 1

dengan kelompok perlakuan 4.

Tabel 16. Analisis uji statistik mann-whitney antara kelompok kelompok 2

dengan kelompok perlakuan 3.

Tabel 17. Analisis uji statistik mann-whitney antara kelompok kelompok 2

dengan kelompok perlakuan 4.

Tabel 18. Analisis uji statistik mann-whitney antara kelompok kelompok 3

dengan kelompok perlakuan 4.

Tabel 19. Nilai konversi dosis manusia ke hewan (Ngatidjan, 1992).

Tabel 20. Tabel nilai Ukritis untuk α = 0,05 untuk pengujian dua arah (dan α =

0,025 untuk pengujian satu arah)

Tabel 21. Tabel nilai X2t

x
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Data hasil pengamatan mikroskopis

Lampiran 2. Hasil uji statistik kruskal-wallis dan mann-whitney

Lampiran 3. Konversi dosis untuk manusia dan hewan

Lampiran 4. Tabel nilai U kritis

Lampiran 5. Tabel nilai X2t

Lampiran 6. Foto-foto Preparat

xi
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Obat antiinflamasi nonstreoid (OAINS) merupakan kelompok obat yang

paling banyak dikonsumsi di seluruh dunia untuk mendapatkan efek analgetika,

antipiretika, dan antiinflamasi. Obat ini merupakan salah satu kelompok obat

yang banyak diresepkan dan juga digunakan tanpa resep dokter. Salah satu

OAINS yang sering digunakan dan merupakan prototipe awal adalah aspirin

(Wilmana dan Gan, 2007).

Obat AINS, termasuk aspirin, menyebabkan perubahan kualitatif mukus

lambung yang dapat mempermudah terjadinya degradasi mukus oleh pepsin.

Selain itu, aspirin merusak mukosa lambung dengan merusak permeabilitas

sawar epitel sehingga memungkinkan difusi balik asam klorida (HCl) yang

mengakibatkan kerusakan jaringan terutama pembuluh darah (Price dan

Wilson, 2006).

Aspirin mempunyai beberapa efek samping terutama pada sistem

gastrointestinal, berupa dispepsi, nyeri epigastrik, mual, muntah, dan

perdarahan lambung. Hal ini dapat dijelaskan, mengingat bahwa aspirin

menghambat cyclo-oxygenase-1 (COX-1) lebih besar daripada cyclo-

oxygenase-2 (COX-2). COX-1 mensintesis prostaglandin, jadi terhambatnya

COX-1 diikuti juga dengan terhambatnya prostaglandin, yang merupakan salah

satu aspek pertahanan mukosa lambung disamping mukus, bikarbonat,

xii
resistensi mukosa, dan aliran darah mukosa. Dengan terhambatnya

pembentukan prostaglandin, maka akan terjadi gangguan barier mukosa

lambung, berkurangnya sekresi mukus dan bikarbonat, berkurangnya aliran

darah mukosa, dan terhambatnya proses regenerasi epitel mukosa lambung

sehingga tukak lambung akan mudah terjadi (Soelistiono, 2002).

Banyak penelitian yang dilakukan agar tetap mengoptimalkan aspirin dan

mencegah efek sampingnya, khususnya perdarahan mukosa lambung. Sebagian

besar penelitian tersebut banyak yang mencoba memanfaatkan potensi alam

seiring menjamurnya iklim gerakan kembali ke alam yang dalam

pelaksanaannya membiasakan hidup dengan menghindari bahan-bahan kimia

sintesis dan lebih mengutamakan bahan-bahan alami. Semua hal yang serba

natural semakin digemari dan dicari orang. Salah satunya adalah penggunaan

tumbuhan untuk pengobatan (Kardinan dan Kusuma, 2004).

Meniran merupakan salah satu satu tanaman liar yang khasiatnya luar

biasa. Ekstrak meniran secara klinis telah terbukti bersifat immunostimulan

atau mampu merangsang daya tahan tubuh seseorang (Hirschmann dan

Yesilida 2007).

Meniran kaya sumber fitokimia seperti flavonoid yang terdiri dari

astragalin, quercetin, quercetol, quercitrin (Shokunbi dan Odetola, 2008).

Quercetin bekerja dengan menghambat enzim histidin dekarboksilase sehingga

sintesis histamin terhambat. Histamin yang dikeluarkan akan memacu sekresi

cairan lambung khususnya HCl. Asam lambung yang berlebih menyebabkan

xiii
rusaknya sel mukosa lambung (Wilmana dan Gan, 2007). Disamping itu,

meniran juga mengandung tanin dan kalium (Kardinan dan Kusuma, 2004).

Meniran telah dilaporkan menjadi gastroprotektif dan hepatoprotektif

(Raphael dan Kuttan, 2003). Beberapa studi sebelumnya yang menunjukkan

bahwa ia memiliki antioksidan dan antidiabetik (Kumaran dan Karunakaran,

2007).

Adanya efek merusak dari aspirin terhadap mukosa lambung dan adanya

kandungan gastroprotektif dari meniran, menjadi motivasi peneliti untuk

mengetahui manfaat lebih lanjut tentang meniran. Peneliti ingin mengetahui

sejauh mana khasiat meniran dalam melindungi kerusakan lambung akibat

aspirin.

B. Perumusan Masalah

Apakah ekstrak meniran ( Phyllanthus niruri Linn.) dapat memberikan

perlindungan terhadap kerusakan histologis lambung mencit (Mus musculus)

yang diinduksi oleh aspirin?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ekstrak meniran

(Phyllanthus niruri Linn.) dapat memberikan perlindungan terhadap kerusakan

histologis lambung mencit (Mus musculus) yang diinduksi oleh aspirin.

D. Manfaat Penelitian

xiv
1. Aspek teoritis

Diharapkan dapat memberikan informasi secara ilmiah bahwa meniran

dapat melindungi lambung dari kerusakan akibat aspirin.

2. Aspek aplikatif

Penelitian ini dapat dijadikan dasar untuk mengembangkan penelitian

lanjutan tentang efek perlindungan meniran (Phyllanthus niruri Linn.)

terhadap lambung manusia.

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Lambung

Lambung merupakan salah satu organ pencernaan yang terletak

oblik dari kiri ke kanan menyilang di abdomen atas tepat di bawah

diafragma. Dalam keadaan kosong, lambung menyerupai tabung bentuk J,

dan bila penuh berbentuk seperti pir buah raksasa. Lambung mempunyai

dua lubang yaitu ostium cardiacum dan ostium pyloricum. Curvatura

minor terdapat pada lambung sebelah kanan dan sedangkan curvatura

xv
mayor terdapat pada lambung sebelah kiri. Bagian yang mirip kubah

disebut fundus, daerah pusat yang luas disebut corpus, dan bagian distal

yang menyempit disebut dengan pylorus. Terdapat perbedaan kelenjar

mukosa antara fundus, corpus, dan pylorus (Bloom dan Fawcett, 2002) .

Lambung secara histologis terdiri atas empat lapisan yang tersusun

dari dalam ke luar yakni lapisan mukosa, lapisan submukosa, lapisan

muskularis, dan lapisan serosa (Price dan Wilson, 2006) .

a. Lapisan mukosa

Lapisan mukosa merupakan lapisan yang tersusun atas lipatan-

lipatan longitudinal, disebut juga rugae. Mukosa lambung terdiri atas

tiga lapisan, yakni epitel, lapisan propria, dan muskularis mukosa. Pada

epitel permukaannya menekuk dengan kedalamaan berbeda ke dalam

lamina propria membentuk sumur lambung (gastric pits). Lamina

propria tersusun atas jaringan pengikat longgar diselingi otot polos dan

sel-sel limfoid. Juga terdapat muskularis mukosa, yakni lapisan yang

memisahkan mukosa dan submukosa yang masih merupakan lapisan

otot polos (Junquiera dan Carneiro, 2003) .

Mukosa lambung mempunyai satu lapis epitel silinder yang

berlekuk-lekuk (foveolae gastricae), tempat bermuaranya kelenjar

lambung yang spesifik. Kelenjar pada daerah cardiac dan pylorus hanya

memproduksi mukus, sedangkan kelenjar pada daerah corpus dan

fundus memproduksi mukus, asam klorida dan enzim proteolitik.

Karena itu pada kelenjar corpus dan fundus ditemukan 3 jenis sel, yaitu

xvi
sel yang memproduksi mukus yaitu sel mukus, sel yang menghasilkan

HCl yaitu sel parietal, sel yang menghasilkan enzim proteolitik yaitu sel

epitel mukosa (Sukirno, 2008).

Lamina propria terdiri atas anyaman serat retikuler dan kolagen,

serta sedikit elastin. Juga anyaman fibrosa yang mengandung limfosit,

eosinofil, sel mast, dan sel plasma. Kontraksinya berhubungan dengan

pengeluaran sekret pada mukosa (Bloom dan Fawcett, 2002) .

Lapisan muskularis mukosa terdiri atas lapisan otot polos tipis

yang tersusun sirkuler di bagian dalam serta lapisan longitudinal di

bagian luar (Eroschenko, 2003) .

b. Lapisan submukosa

Lapisan submukosa tersusun atas jaringan alveolar longgar yang

menghubungkan lapisan mukosa dan lapisan muskularis. Jaringan ini

memungkinkan mukosa bergerak dengan gerakan peristaltik. Pada

lapisan ini banyak mengandung pleksus saraf, pembuluh darah, dan

saluran limfe (Price dan Wilson, 2006).

c. Lapisan muskularis

Lapisan muskularis tersusun atas tiga lapis otot polos. Bagian

luar tersusun atas lapisan longitudinal, bagian tengah tersusun atas

lapisan sirkuler, dan bagian dalam tersusun atas lapisan oblik (Price dan

Wilson, 2006) .

d. Lapisan serosa

xvii
Lapisan ini adalah lapisan tipis jaringan ikat yang menutupi lapisan

muskularis. Merupakan lapisan paling luar yang merupakan bagian dari

peritonium visceralis. Jaringan ikat yang menutupi peritonium

visceralis banyak mengandung sel lemak (Eroschenko, 2003).

Gambaran histologis lambung normal

xviii
Sumber: Junqueira and Carneiro, Basic Histology, a text and atlas, p. 300,

Figure 15-10.

2. Gastritis dan Ulkus Peptikum

a. Gastritis

Secara sederhana gastritis berarti proses inflamasi pada mukosa

dan submukosa lambung. Gastritis merupakan gangguan kesehatan yang

sampai saat ini masih sering dijumpai (Hirlan dan Tarigan, 2007).

Kasus gastritis dapat hanya superficial yang berarti belum begitu

bahaya namun bila berlangsung lama dapat menyebabkan atrofi mukosa

lambung, dapat juga dalam beberapa kasus menjadi sangat akut dan berat

dengan ekskoriasi ulserativa mukosa lambung oleh sekresi peptik lambung

sendiri. Penelitian menunjukkan bahwa gastritis banyak disebabkan oleh

infeksi bakterial dan beberapa berasal dari bahan yang dimakan yaitu

alkohol dan aspirin. Hal ini bersifat sangat merusak sawar mukosa

lambung, yaitu mukosa kelenjar dan sambungan epitel yang rapat (tight

junctions) diantara sel pelapis lambung (Guyton dan Hall, 1997).

Dua jenis gastritis yang paling sering terjadi adalah gastritis

superficialis akut dan gastritis atrofik kronis (Price dan Wilson, 2006) .

1). Gastritis Superficialis Akut

Gastritis akut biasanya bersifat jinak. Penyebab penyakit ini adalah

endotoksin bakteri, kafein, alkohol, dan aspirin (OAINS). Destruksi sawar

xix
mukosa lambung diduga merupakan mekanisme patogenik yang

menyebabkan cedera. Pada gastritis superficialis didapatkan gambaran

mukosa tampak memerah, edema, ditutupi oleh mukus yang melekat serta

sering disertai erosi kecil dan perdarahan. Gastritis akut mereda bila agen

penyebab dihilangkan. Penggunaan penghambat Histamin 2 (H2) dapat

mengurangi sekresi asam, antasid dapat menetralkan asam yang tersekresi,

sehingga mempercepat penyembuhan (Price dan Wilson, 2006) .

2). Gastritis Atrofik Kronis

Gastritis atrofi kronis ditandai oleh atrofi epitel kelenjar disertai

kehilangan sel parietal dan chief cell. Dinding lambung menjadi tipis dan

permukaan mukosa menjadi rata. Ada dua jenis, pertama gastritis kronis

tipe A, merupakan penyakit autoimun yang disebabkan oleh autoantibodi

terhadap sel parietal kelenjar lambung dan faktor intrinsik. Tidak adanya

sel parietal dan chief cell dapat menurunkan sekresi asam dan

meningkatnya kadar gastrin. Kedua adalah gastritis kronik tipe B atau

disebut juga gastritis antral karena umumnya mengenai daerah antrum dan

lebih sering terjadi. Penyebab utamanya adalah Helicobacter pylori

(H.pylori). Selain itu dapat juga disebabkan oleh alkohol, merokok, dan

refluk empedu. Pengobatannya sesuai penyebab (Price dan Wilson, 2006) .

b. Ulkus Peptikum

Ulkus peptikum merupakan keadaan di mana kontinuitas mukosa

lambung terputus dan meluas sampai di bawah epitel. Ulkus peptik dapat

ditemukan pada setiap bagian saluran cerna yang terkena getah asam

xx
lambung, yaitu esofagus, lambung, duodenum, dan setelah gastroduodenal,

juga jejunum (Harnawatiaj, 2008). Ulkus peptikum sering terjadi di

sepanjang curvatura minor ujung antral lambung (Guyton dan Hall, 1997).

Penyebab umum dari ulkus peptikum adalah ketidakseimbangan

antara kecepatan sekresi cairan lambung dan derajat perlindungan yang

diberikan oleh sawar mukosa gastroduodenal dan netralisasi asam

lambung oleh cairan duodenum (Guyton dan Hall, 1997).

Menurut teori dua komponen sawar dari Holander, lapisan mukus

lambung yang tebal dan liat merupakan garis depan pertahanan terhadap

autodigesti. Lapisan ini memberi perlindungan terhadap trauma mekanis

dan obat. OAINS termasuk aspirin mempermudah degradasi mukus oleh

pepsin karena mengubah kualitas mukus lambung. Prostaglandin berperan

penting dalam pertahanan mukosa lambung (Price dan Wilson, 2006).

Patogenesis aspirin, alkohol dan zat-zat lain yang merusak mukosa

lambung dengan cara mengubah permeabilitas sawar epitel. Hal ini

memungkinkan difusi balik HCl yang mengakibatkan kerusakan pembuluh

darah. Histamin yang dikeluarkan merangsang sekresi asam dan pepsin

serta meningkatkan permeabilitas kapiler. Akibatnya mukosa menjadi

edema, protein plasma menghilang, mukosa kapiler dapat rusak, terjadi

hemoragi interstisial, dan pendarahan (Price dan Wilson, 2006).

Penyebab lain ulkus peptikum yang lain adalah infeksi bakteri

H.pylori. Bakteri ini mampu melakukan penetrasi sawar mukosa dengan

baik akibatnya cairan asam kuat pencernaan yang disekresi oleh lambung

xxi
masuk ke jaringan epitelium dan mencernakan epitel. Hal ini akhirnya

menyebabkan ulkus peptikum (Guyton dan Hall, 1997).

3. Meniran (Phyllanthus niruri Linn.)

a. Nama Botani

Nama botani meniran: Phyllanthus niruri Linn ( Shokunbi dan

Odetola, 2008).

b. Nama Lokal

Meniran dikenal dengan nama yang berbeda-beda. Misalnya saja di

Indonesia bagian timur, di Maluku, biasa tanaman ini disebut gosau ma

dungi, di Sulawesi disebut sidukung anak. Berbeda dengan di Jawa yang

biasa disebut meniran. Sedangkan orang-orang di Malaka biasa

menyebutnya sebagai dudukung anak. Nama-nama yang diberikan untuk

meniranpun berbeda-beda untuk tiap-tiap daerah di dunia. Bahkan di Cina

saja meniran ada yang menyebut zheb chu cao atau ye xia xhu. Di Inggris

biasa meniran diberi nama child a back sedangkan di Indonesia sendiri ada

perbedaan dalam penamaan tanaman ini (Kardinan dan Kusuma, 2004).

c. Asal Usul Dan Penyebaran Meniran

Meniran adalah tanaman yang sebenarnya tumbuh liar dan mudah

ditemui di pekarangan rumah, kebun, atau hutan. Meniran tumbuh subur di

tempat lembab dan berbatu, di antara rumput atau selokan. Tanaman ini

merupakan salah satu dari 700 jenis genus Phyllanthus yang banyak

tumbuh di Asia seperti Indonesia, Cina, Filipina, dan India. Beberapa jenis

tanaman ini sudah digunakan sejak 2000 tahun yang lalu untuk pengobatan

xxii
Ayurveda di India (Sulaksana dan Jayusman, 2004).

Di Indonesia, tumbuhan liar ini ditemukan di atas tanah berbatu, di

lapangan rumput, sampai pada daerah dengan ketinggian 1000 m di atas

permukaan laut (Pdpersi, 2004).

d. Klasifikasi Meniran menurut Sulaksana dan Jayusman

Kingdom : Plantae

Subkingdom : Tracheobionta

Superdivisi : Spermatophyta

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Subkelas : Rosidae

Ordo : Euphorbiales

Famili : Euphorbiaceae

Genus : Phyllanthus

Species : Phyllanthus niruri Linn.

e. Deskripsi Meniran

Phyllanthus, di Indonesia dikenal sebagai meniran, adalah

tumbuhan liar dengan tinggi 30-40 cm yang tumbuh di daerah tropis

seperti Indonesia, India, Brazil, hutan Amazon dan Texas. Phyllanthus

berarti daun dan bunga, sebab jika dilihat sepintas daun, bunga bahkan

buahnya tampak serupa. Tumbuhan ini memiliki lebih dari 600 spesies.

Spesies Phyllanthus yang dikenal sebagai bahan obat tradisional antara

xxiii
lain P. niruri, P. acidus, P. fraternus, P. reticulatus dan P. pinnatus

(Sastroasmoro, 2004).

Adapun karakteristik tanaman ini sebagai berikut :

1). Batang meniran berbentuk bulat berbatang basah dengan tinggi kurang

dari 50 cm, tidak berambut, berwarna hijau, diameternya ± 3 mm

2). Daun meniran, berbentuk bulat telur, majemuk, berseling, ujung

tumpul, pangkal membulat, anak daun 15-24, panjang ± 1,5 cm, lebar

± 7 mm, tepi rata, dan berwarna hijau.

3). Bunga tunggal, melekat pada ketiak daun menghadap ke arah bawah,

menggantung, berwarna putih, daun kelopak berbentuk bintang,

benang sari dan putik tidak nampak jelas, mahkota bunga kecil, dan

berwarna putih.

4). Buahnya berbentuk bulat pipih, peermukaannya licin, dan berwarna

hijau.

5). Bijinya kecil, keras, berbentuk ginjal dan berwarna coklat.

6). Akar meniran berbentuk tunggang, yaitu akar utama yang pada

umumnya merupakan pengembangan radikula lembaga, tumbuh tegak

ke bawah, dan bercabang. Pada tanaman meniran dewasa, panjang akar

dapat mencapai 6 cm. warna akar putih kekuningan. Akar meniran

berfungsi untuk memperkuat berdirinya tanaman serta menyerap air

dan unsur hara (Oktavianna, 2005) .

f. Kandungan kimia

xxiv
Meniran banyak mengandung berbagai unsur kimia sebagai

berikut. Lignan yang terdiri dari phyllanthine, hypophyllanthine,

phyltetralin, lintretalin, nirathin, nitretalin, nirphylline, nirurin, dan

niruriside. Terpen terdiri dari cymene, limonene, lupeol, lupeol acetate.

Flavonoid terdiri dari quercetin, quercitrin, isoquercitrin, astragalin, rutine,

dan physetinglucoside. Lipid terdiri dari ricinoleic acid, dotriancontanoic

acid, linoleic acid, dan linolenic acid. Benzenoid berupa methylsalicilate..

Steroid berupa beta-sitosterol. Alcanes berupa triacontacal dan

triacontanol. Komponen lainnya berupa tanin, vitamin C, dan vitamin K.

Serta banyak mengandung mineral terutama kalium, damar dan zat

penyamak (Kardinan dan Kusuma, 2004).

Akar dan daun Phyllantus niruri Linn. mengandung suatu senyawa

pahit dan beracun. Senyawa tersebut diduga merupakan suatu alkaloida.

Alakaloid terdiri dari norscurinine, 4-metoxy-norsecurinine,

entnorsecurinina, nirurne, phyllantin, dan phyllochrysine. Akar dan daun

meniran juga kaya senyawa flavonoid antara lain quercetin, quercetrin,

isoquercetrin, astragalin, dan rutin. Dari minyak bijinya telah di

identifikasi beberapa asam lemak yaitu asam ricinoleat, asam linoleat,

asam linolenat (Chairul, 2003).

g. Efek farmakologis

Meniran telah lama digunakan masyarakat di Indonesia secara

turun temurun untuk mengobati berbagai penyakit. Diare, malaria,

sariawan, batu ginjal, sakit kuning, ayan, sakit gigi, adalah penyakit yang

xxv
terbukti dapat disembuhkan. Selain itu meniran juga bersifat antiradang

dan bisa menyembuhkan penyakit kelamin (Sulaksana dan Jayusman,

2004).

Meniran mempunyai sifat gastroprotektif, hal ini diduga karena

kandungan zat-zat sebagai berikut:

1). Flavonoid (Quercetin)

Khasiat meniran berkaitan erat dengan senyawa-senyawa yang

terkandung di dalamnya. Meniran mempunyai kandungan utama senyawa

golongan flavonoid . Flavonoid merupakan antioksidan yang lebih kuat

dibandingkan dengan vitamin E sehingga mampu merangsang kekebalan

tubuh (Kardinan dan Kusuma, 2004). Flavonoid terbukti dapat melindungi

mukosa lambung dengan mekanisme antioksidan, selain itu kemungkinan

besar berguna dalam membantu terapi gastritis akut dan kronis

(Zayachkivska et al., 2005)

Kandungan aktif tanaman meniran yang ada kaitannya dengan

pengobatan gastritis adalah quercetin yang terdapat dalam senyawa

flavonoid (Oluwole et al., 2002). Quercetin bekerja dengan menghambat

enzim histidin dekarboksilase sehingga sintesis histamin terhambat.

Histamin merupakan mediator penting pada penyakit alergi radang

sehingga meniran akan menghambat reaksi peradangan akibat histamin

pada penyakit gastritis (Prakoso, 2006) .

2). Tanin (Astringen)

Hasil analisa yang telah dilakukan Balai Penelitian Tanaman

xxvi
Rempah dan Obat (Balittro) menunjukkan bahwa meniran mengandung

tanin sebesar 0,01% (Kardinan dan Kusuma, 2004). Tanin megandung zat

yang disebut astringen, astringen bekerja lokal dengan mengendapkan

protein darah sehingga perdarahan dapat dihentikan sehingga dapat

digunakan sebagai vasokonstriktor. Dengan adanya sifat vasokonstriktor

sehingga dapat mengurangi pendarahan lambung dan dapat mengurangi

kerusakan mukosa lambung (Wilmana dan Gan, 2007).

3). Kalium

Meniran juga mengandung kalium sebesar 827 mg/100 g bahan

segar (Kardinan dan Kusuma, 2004). Kalium merupakan basa jika

bereaksi dengan asam lambung terjadi reaksi asam basa di dalam lambung

sehingga dapat menyeimbangkan pH asam lambung agar tidak terlampau

asam yang pada akhirnya dapat mengurangi kerusakan mukosa lambung

(Mitta, 2008).

4. Aspirin

Aspirin atau asam asetilsalisilat (asetosal) adalah suatu jenis obat

golongan salisilat yang sering digunakan sebagai analgesik, antipiretik,

dan antiinflamasi. Nama aspirin berasal dari bahasa Jerman yaitu

acetylspirsaure. Spirea nama genus tanaman asal zat tersebut dan saure

yang berarti asam (Katzung, 2004).

a. Farmakodinamik

COX-1 esensial dalam pemeliharaan berbagai fungsi dalam kondisi

normal terutama ginjal, saluran cerna, dan trombosit. Di mukosa lambung,

xxvii
COX-1 menghasilkan prostaglandin yang bersifat sitoprotektif. Aspirin

menghambat COX-1 166 kali lebih kuat daripada COX-2. Penghambatan

ini mengakibatkan konversi asam arachidonat menjadi prostaglandin

terganggu (Wilmana dan Gan, 2007).

b. Farmakokinetik

Aspirin diabsorbsi dengan cepat dalam bentuk utuh di lambung,

tetapi sebagian di usus halus bagian atas. Kadar tertinggi tercapai kira-kira

dua jam setelah pemberian. Kecepatan absorbsinya tergantung beberapa

hal, diantaranya pH mukosa permukaan, waktu pengosongan lambung, dan

kecepatan disintegrasi obat (Ganiswara, 2003) .

c. Dosis

Dosis optimal yang digunakan dari aspirin kurang dari 0,6 gram

dosis oral (Katzung, 2004).

d. Efek samping

Ada dua mekanisme patogenik utama kerusakan karena OAINS.

Pertama adalah efek topikal yang menyangkut perubahan permeabilitas

mukosa lambung dan kedua adalah efek sistemik yang menginhibisi COX-

1. Hambatan pada COX-1 dapat menyebabkan turunnya sintesa

prostaglandin (Simadibrata, 2005).

xxviii
Peningkatan permeabilitas akibat aspirin dapat menyebabkan difusi

balik H+ ke dalam mukosa lambung. Hal ini merangsang pengeluaran

histamin lokal (antara lain oleh sel mast pada lamina propia mukosa

lambung). Histamin kemudian berikatan dengan reseptornya pada sel

parietal lambung yang akhirnya dapat meningkatkan sekresi asam lambung

oleh sel parietal (Price dan Wilson, 2006).

Penurunan sintesa prostaglandin menyebabkan penurunan sekresi

mukus dan bikarbonat epitel, aliran darah mukosa, dan proliferasi epitel

(Wolfe et al., 1999). Selain mempunyai sifat menghambat prostaglandin,

aspirin juga dapat meningkatkan produksi radikal bebas dan superoksida,

serta dapat berinteraksi dengan adenililsiklase untuk mengubah konsentrasi

cAmp selular (Katzung, 1998).

Pemakaian OAINS juga dapat menimbulkan kerusakan

mikrovaskuler yang menyebabkan penurunan aliran darah. Selain itu juga

mningkatkan ekspresi adhesi molekul dan perlekatan neutrofil pada epitel

pembuluh darah dalam mikrosirkulasi lambung. Hambatan aliran darah

yang terjadi dalam pembuluh darah ini menimbulkan iskemik mikrovaskuler

dan pembentukan radikal bebas (Kusumobroto, 2003).

Pada erosi lambung, kerusakan yang terjadi bersifat superfisial dan

biasanya disertai tanda-tanda radang (gastritis). Pada gastritis akan dijumpai

gambaran berupa sel sebukan radang, edema, dan hiperemi (Robbins dan

Kumar,1995). Sedangkan pada ulkus akan dijumpai gambaran

xxix
diskontinuitas mukosa lambung yang sudah melibatkan jaringan di bawah

epitel (Price dan Wilson, 2006).

5. Cimetidin

a. Farmakodinamik

Cimetidin adalah senyawa penghambat asam yang dewasa ini

banyak digunakan pada terapi tukak lambung dan usus (Tjay dan Kirana,

2002). Cimetidin menghambat reseptor H2 secara selektif dan reversible.

Reseptor H2 berperan dalam efek histamin terhadap sekresi cairan lambung,

perangsangan jantung serta relaksasi uterus tikus dan bronkus domba.

Perangsangan reseptor H2 akan merangsang sekresi cairan lambung,

sehingga pemberian cimetidin di sini akan menghambat sekresi asam

lambung. Cimetidin juga dapat menghambat sekresi cairan lambung akibat

perangsangan obat muskarinik atau gastrin. Cimetidin mengurangi volume

dan kadar ion hidrogen cairan lambung. Penurunan sekresi asam lambung

mengakibatkan perubahan pepsinogen menjadi pepsin juga menurun

(Wilmana dan Gan, 2007).

b. Farmakokinetik

Bioavailabilitas oral cimetidin sekitar 70%, sama dengan setelah

pemberian intravena atau intramuskuler. Ikatan protein plasmanya hanya

20%. Absorbsi cimetidin diperlambat oleh makanan. Absorbsi cimetidin

terutama terjadi pada menit ke 60-90. Cimetidin masuk ke dalam susunan

saraf pusat dan kadarnya dalam cairan spinal 10-20% dari dosis intravena

xxx
dan 40% dari dosis oral. Cimetidin diekskresi dalam bentuk asal dalam urin.

Masa paruh eliminasinya sekitar 2 jam (Wilmana dan Gan, 2007).

c. Indikasi

Salah satu kontrol sekresi asam lambung adalah histamin. Histamin

tersebut memacu sekresi asam lambung berlebih. Cimetidin sebagai

antagonis reseptor H2 mampu mengadakan pengurangan lebih dari 90%

terhadap sekresi asam lambung. Sehingga cimetidin berperan besar sebagai

obat antisekresi lambung (Katzung, 2004).

d. Dosis

Penekanan sekresi asam lambung pada malam hari merupakan

penentu terpenting dari kecepatan pennyembuhan ulkus. Untuk mengobati

ulkus aktif dapat digunakan cimetidin dengan dosis 800 mg pada saat jam

tidur, namun guna pencegahan kekambuhan dapat diberikan setengah dari

dosis setiap hari saat jam tidur (Katzung, 2004).

Penggunaan cimetidin di dalam penelitian ini hanyalah sebagai

pembanding karena senyawa ini telah diketahui secara ilmiah tentang

manfaatnya sebagai protektor lambung.

xxxi
B. Kerangka Berpikir

Cimetidin Aspirin

Antihistami Difusi Perlekatan netrofil Efek sistemik


n balik ion pembuluh darah menghambat
H+ COX-1

Antioksidan
Merangsan ↓ Sintesa
g prostaglandin
pengeluara
Kuersetin
n histamine
Hambatan
aliran darah ↓ Kadar
prostaglandin
Flavonoid
↑ Sekresi
asam
lambung
Penurunan:
Meniran
· Sekresi mucus &
Pembentukan bicarbonat
radikal bebas · Aliran darah mucosa
· Proliferasi epitel
Kalium ↑
Keasaman
lambung
xxxii

Kerusakan
Menetralkan asam mukosa lambung
C. Hipotesis

Hipotesis kerja pada penelitian ini adalah :

Ekstrak meniran (Phyllanthus niruri Linn.) dapat memberikan perlindungan

terhadap kerusakan histologis lambung mencit (Mus musculus) yang diinduksi

aspirin.

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorik dan

merupakan langkah awal sebelum diterapkan pada manusia (trial clinic).

xxxiii
Peneliti memberikan perlakuan terhadap sampel yang berupa hewan coba

di Laboratorium kemudian sampel diobservasi dan dilakukan pengambilan

data (Taufiqurrohman, 2003). Peneliti menggunakan metode The post test

only controlled group design.

B. Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Laboratorium Histologi Fakultas

Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

C. Subjek Penelitian

Subjek yang digunakan dalam penelitian ini adalah adalah mencit

jantan, galur Swiss webster, sebanyak 25 ekor berumur 6-8 minggu

dengan berat badan ± 20 g, yang didapatkan dari Laboratorium Histologi

Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

D. Teknik sampling

Teknik yang dipakai untuk pengambilan sampel adalah incidental

sampling.

Kriteria yang dijadikan pemilihan antara lain variasi genetik galur

Swiss webster sebanyak 25 ekor, jenis kelamin (jantan), umur 6-8 minggu,

berat badan (± 20 g), dan jenis makanan (disamakan). Populasi mencit

yang telah memenuhi kriteria tersebut di atas kemudian diambil 25 ekor,

kemudian dikelompokkan secara randomisasi ke dalam 5 kelompok

xxxiv
perlakuan, sehingga masing-masing kelompok perlakuan terdiri dari 5

ekor mencit.

Penetapan besar sampel dilakukan dengan menggunakan rumus federer

(n-1) x (t-1) >15


Keterangan :
n = besar sampel tiap kelompok
t = banyaknya kelompok
(n-1) x (t-1) > 15

(n-1) x (5-1) > 15

(n-1) x 4 >15

(n-1) > 3,75

n > 4,75

Dengan demikian, setiap kelompok minimal harus terdapat 4,75 sampel.

Peneliti memilih menggunakan 5 sampel pada tiap kelompok.

E. Identifikasi Variabel Penelitian

1. Variabel Bebas

Variabel bebas penelitian ini adalah pemberian ekstrak

meniran.

2. Variabel Terikat

Variabel terikat penelitian ini adalah gambaran kerusakan

histologis lambung mencit.

3. Variabel Luar Terkendali

xxxv
Variabel luar terkendali penelitian ini adalah makanan,

minuman, galur mencit, umur mencit, jenis kelamin mencit, berat

badan mencit, dan suhu udara.

4. Variabel Luar Tak Terkendali

Variabel luar penelitian ini yang tidak dapat dikendalikan

adalah kondisi psikologis mencit, patogenesis suatu zat yang dapat

merusak lambung selain radikal bebas yaitu efek toksik dan

hipersensitivitas (alergi), dan imunitas dari masing-masing binatang

percobaan.

F. Definisi Operasional Variabel Penelitian

1. Variabel Bebas

a. Ekstrak meniran

Pembuatan ekstrak meniran dilakukan di LPPT Unit I

Universitas Gajah Mada Yogyakarta. Ekstrak meniran diberikan pada

kelompok perlakuan 2 (dosis 1,3 mg/20 gBB mencit) dan kelompok

perlakuan 3 (dosis 2,6 mg/20 gBB mencit) peroral dengan sonde

lambung 1 x sehari selama 17 hari. Pada hari ke- 15-17 diberikan

1 jam sebelum pemberian aspirin (Shokunbi dan Odetola, 2008).

b. Pemberian aspirin

Dosis toksik aspirin pada manusia adalah 600 mg/kgBB tikus

(Sangelorang, 1998). Aspirin diberikan pada kelompok perlakuan

xxxvi
1,2,3, dan 4 (dosis 1,7 mg/20 gBB mencit peroral dengan sonde

lambung 1 x sehari pada hari ke- 15-17.

c. Cimetidin

Dosis pemeliharaan untuk ulkus lambung adalah 10-200

mg/hari (Massarrat, 1981). Dosis cimetidin tiap kali pemberian adalah

100 mg/kgBB manusia (Shokunbi dan Odetola, 2008). Cimetidin

diberikan pada kelompok perlakuan 4 (dosis 0,26 mg/20 gBB mencit)

peroral dengan sonde lambung 1 x sehari selama 17 hari. Pada hari ke-

15-17 diberikan 1 jam sebelum pemberian aspirin.

Skala pengukuran variabel ini adalah skala nominal.

2. Variabel Terikat

Kerusakan histologis lambung adalah gambaran mikroskopis

lambung setelah pemberian aspirin, ekstrak meniran, dan cimetidin.

Gambaran histologis lambung dapat digolongkan menjadi normal,

kerusakan ringan, dan kerusakan berat (Prabowo, 2007).

a. Gambaran mikroskopis dikatakan normal jika tidak terlihat adanya

tanda-tanda gastritis ataupun ulkus.

b. Gambaran mikroskopis lambung dikatakan mengalami kerusakan

ringan jika terdapat tanda-tanda gastritis ringan yaitu :

1). Adanya hiperemia.

2). Edema disertai sebukan sel-sel radang pada lamina propria.

3). Eksfoliasis.

xxxvii
c. Gambaran mikroskopis lambung dikatakan mengalami kerusakan

berat jika selain terdapat tanda-tanda gastritis juga terdapat tanda-

tanda ulkus yaitu :

1). Adanya pelepasan sebagian mukosa (yang melibatkan jaringan

di bawah epitel) bahkan seluruh mukosa dan bahkan sampai

pada tunika muskularis.

2). Dengan atau tanpa terlihat tanda-tanda perdarahan.

Skala pengukuran yang dipakai yaitu skala ordinal.

Untuk keperluan statistik, gambaran lambung normal diberi skor 0,

kerusakan ringan diberi skor 1, dan kerusakan berat diberi skor 2.

3. Variabel Luar Terkendali

a. Makanan dan minuman

Makanan pellet dan minuman dari air PAM diberikan tidak

terbatas.

b. Variasi genetik

Jenis : mencit

Galur : Swiss webster

c. Umur, Jenis Kelamin dan Berat Badan

Mencit berjenis kelamin jantan berumur antara 6-8 minggu

dengan berat ± 20 g (Febrianita, 2008).

xxxviii
d. Suhu Udara

Hewan Percobaan ditempatkan dalam ruang bersuhu sama

sehingga tidak ada perbedaan suhu bermakna (25-280 C).

4. Variabel Luar Tak Terkendali

a. Kondisi Psikologis Mencit

Kondisi psikologis mencit dipengaruhi oleh lingkungan

sekitar. Lingkungan yang terlalu ramai, pemberian perlakuan yang

berulang kali dan perkelahian antar mencit dapat mempengaruhi

kondisi mencit tersebut.

b. Patogenesis suatu zat yang dapat merusak lambung selain radikal

bebas yaitu: efek toksik dan hipersensitivitas (alergi).

c. Imunitas (sistem kekebalan) dari masing-masing binatang

percobaan tidak sama (Ganong, 2003).

G. Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian ini adalah The Post Test Only Controlled

GroupDesign

K HK
P1 HP1
X P2 HP2 Bandingkan
P3 HP3 (mikroskopis)
P4 HP4

Keterangan :

xxxix
K : Kelompok kontrol yang diberi 0,2 ml CMC Na 0,5% dan 0,1 ml
aquades
PI : Kelompok perlakuan satu, diberikan 0,2 ml aquades dan 0,1 ml
aspirin dosis 1,7 mg/20 gBB mencit peroral.
P2 : Kelompok perlakuan dua, diberikan 0,2 ml ekstrak meniran
1,3 mg/20 gBB mencit peroral dan 0,1 ml aspirin dosis
1,7 mg/20 gBB mencit peroral.

P3 : Kelompok perlakuan tiga, diberikan 0,2 ml ekstrak meniran


2,6 mg/20 gBB peroral dan 0,1 ml aspirin dosis 1,7 mg/20 gBB
mencit peroral.
P4 : Kelompok perlakuan empat diberikan 0,2 ml cimetidin dosis
0,26 mg/20 gBB dan 0,1 ml aspirin dosis 1,7 mg/20 gBB mencit
peroral.

HK : Pengamatan lambung mencit secara mikroskopis pada kelompok


kontrol.
HP1 : Pengamatan lambung mencit secara mikroskopis pada kelompok
perlakuan 1
.
HP2 : Pengamatan lambung mencit secara mikroskopis pada kelompok
perlakuan 2.
HP3 : Pengamatan lambung mencit secara mikroskopis pada kelompok
perlakuan 3.

HP4 : Pengamatan lambung mencit secara mikroskopis pada kelompok


perlakuan 4

H. Instrumen dan Bahan Penelitian

1. Instrumen

a. Kandang hewan percobaan

b. Timbangan

c. Sonde lambung

d. Alat bedah hewan percobaan (scalpel, pinset, gunting, jarum, meja

lilin)

e. Alat untuk pembuatan preparat histologi

f. Mikroskop cahaya

xl
g. Gelas ukur

2. Bahan

a. Makanan hewan percobaan (pelet dan air PAM)

b. Ekstrak meniran

c. Suspensi aspirin

d. Suspensi cimetidin

e. Aquades

I. Cara Kerja

1. Membuat Ekstrak meniran dan suspensi ekstrak.

Meniran segar ditimbang, kemudian dicuci, ditiriskan, lalu

dikeringkan dengan oven 45˚C selama 48 jam, diserbuk dengan mesin

penyerbuk dengan saringan diameter lubang 1 mm. Serbuk herba

meniran ditambahkan ethanol 70% diaduk selama 30 menit dan

didiamkan selama 24 jam. Kemudian setelah 24 jam disaring

sebanyak 3 kali sehingga didapatkan ampas dan filtrat. Filtrat

diuapkan dengan vacuum rotary evaporator, pemanas water bath

beruhu 700 C untuk mendapatkan ekstrak kental meniran. Ekstrak

kental tersebut dituang dalam cawan porselin, dipanaskan dengan

pemanas water bath sambil terus diaduk sehingga didapatkan ekstrak

meniran. Dari 100 g berat serbuk herba meniran diperoleh ekstrak

meniran sebesar 15 g. Untuk membuat larutan ekstrak meniran

digunakan larutan CMC Na 0,5% dilarutkan dengan aquades sambil

dipanaskan dan terus diaduk sampai volume 100 ml. Pembuatan

xli
ekstrak dilakukan di LPPT Unit I Universitas Gajah Mada

Yogyakarta.

Sebelum dilakukan penelitian, terlebih dulu ditentukan dosis

yang akan digunakan untuk penelitian. Dosis meniran pada manusia

adalah 500 mg/kgBB dan 1000 mg/kgBB (Shokunbi dan Odetola,

2008). Faktor konversi manusia dengan berat badan 70 kg ke mencit

dengan berat badan 20 g adalah 0,0026 (Ngatidjan, 1990).

Perhitungan dosis meniran yang digunakan adalah sebagai berikut:

a. Konversi dosis meniran 500 mg/kgBB

= 500 x 0,0026

= 1,3 mg/20 gBB mencit

b. Konversi dosis meniran 1000 mg/kgBB

= 1000 x 0,0026

= 2,6 mg/20 gBB mencit

Ekstrak meniran dosis 1,3 mg/20 gBB mencit (0,2 ml)

diberikan pada kelompok perlakuan 2 sedangkan dosis 2,6 mg/20 gBB

mencit (0,2 ml) diberikan pada kelompok perlakuan 3 selama 17 hari.

Pada hari 15-17 diberikan 1 jam sebelum pemberian aspirin (Shokunbi

dan Odetola, 2008).

2. Dosis dan pengenceran aspirin

Dosis toksik aspirin pada manusia adalah 600 mg/kgBB tikus

(Sangelorang, 1998). Dosis toksik aspirin untuk tikus berdasarkan

xlii
tabel konversi manusia dengan berat badan 200 g, dengan faktor

konversi 0,14 (Ngatidjan, 1990).

= 600 x 0,14

= 84 mg/kgBB mencit

= 1,68 mg/20 gBB mencit

≈1,7 mg/20 gBB mencit

Suspensi aspirin dibuat dengan cara melarutkan aspirin ke dalam

aquades. Untuk pemberian 0,1 ml larutan aspirin, aspirin tablet 500

mg dilarutkan ke dalam aquades sebanyak:

500/z = 1,7/0,1. z diperoleh hasil 29,4 ml ≈ 29 ml (pelarut)

Aspirin dosis 1,7 mg/20 gBB mencit peroral (0,1 ml) diberikan

pada kelompok perlakuan 1,2,3, dan 4 pada hari ke-15-17

1 x sehari.

3. Dosis dan pengenceran cimetidin

Dosis pemeliharaan untuk ulkus lambung adalah

10-200 mg/hari (Massarrat, 1981). Dosis cimetidin tiap kali pemberian

adalah 100 mg/kgBB manusia (Shokunbi dan Odetola, 2008). Nilai

konversi manusia (70 kg) ke mencit (20 g) adalah 0,0026 (Ngatidjan,

1990).

Maka perhitungannya:

=100 x 0,0026

= 0,26 mg/20 gBB mencit

Cimetidin tablet 200 mg memerlukan pelarut ( aquades ) sebanyak:

xliii
200/z = 0,26/0,2

sehingga z diperoleh hasil 153,8 ml ≈ 154 ml (pelarut)

Pemberian cimetidin dengan dosis 0,26 mg/20 gBB ini pada

hari 1-14 dilakukan 1 x sehari (0,2 ml). Pada hari ke- 15-17 dilakukan

1 x sehari (0,2 ml) sebelum pemberian aspirin (0,1 ml). Pemberian

cimetidin di sini adalah hanya sebagai pembanding.

4. Pengelompokan subjek

Sebelum diberi perlakuan. Mencit diadaptasikan dahulu

selama satu minggu di Laboraturium Histologi Fakultas Kedokteran

Univesitas Sebelas Maret.

a. K sebagai kelompok kontrol terdiri dari 5 mencit yang masing-

masing diberi CMC Na 0,5% 0,2 ml/20 gBB mencit peroral dan

aquades 0,1 ml/20 gBB mencit 1 x sehari selama 17 hari berturut-

turut.

b. P1 sebagai kelompok perlakuan 1 adalah kelompok mencit yang

diberi aquades 0,2 ml/20 gBB mencit peroral 1 x sehari selama 17

hari berturut-turut.dan aspirin dosis oral 1,7 mg/20 gBB mencit (0,1

ml) pada hari ke 15-17 perlakuan.

c. P2 sebagai kelompok 2 adalah kelompok mencit yang diberi ekstrak

meniran dosis 1,3 mg/20 gBB mencit (0,2 ml) peroral selama 17

hari berturut-turut dan aspirin dosis oral 1,7 mg/20gBB mencit (0,1

ml) pada hari ke- 15-17, 1 jam setelah pemberian ekstrak meniran.

xliv
d. P3 sebagai kelompok 3 adalah kelompok mencit yang diberi ekstrak

meniran dosis 2,6 mg/20 gBB mencit (0,2 ml) peroral selama 17

hari berturut-turut dan aspirin dosis oral 1,7 mg/20gBB mencit (0,1

ml) pada hari ke- 15-17, 1 jam setelah pemberian ekstrak meniran..

e. P2 sebagai kelompok 4 adalah kelompok mencit yang diberi

cimetidin dosis 0,26 mg/20 gBB mencit (0,2 ml) peroral pada hari

ke- 15-17 dan aspirin dosis oral 1,7 mg/20 gBB mencit (0,1 ml)

pada hari ke- 15-17, 1 jam setelah pemberian cimetidin.

5. Pengukuran hasil

Setelah diberi perlakuan selama 17 hari semua hewan

peercobaan dikorbankan dengan cara dislokasi leher, kemudian

organ lambung bagian curvatura minor diambil untuk selanjutnya

dibuat preparat lambung dengan metode blok parafin dengan

pengecatan Hematoksilin Eosin (HE). Hal ini dilakukan pada hari

ke-18 agar efek perlakuan masih tampak (Cahyawati, 2006).

Pengambilan preparat dilakukan pada bagian curvatura minor

karena daerah tersebut merupakan daerah dengan vaskularisasi

minimal sehingga mudah dirusak oleh zat-zat yang bersifat erosif

terhadap lambung (Sangelorang, 1998). Pengambilan preparat pada

curvatura minor juga dilakukan untuk penyeragaman sampel. Dari

tiap-tiap lambung mencit dibuat 3 irisan dengan tebal tiap irisan ±

4 µm. Pengamatan preparat dilakukan dengan perbesaran 100x

dilanjutkan dengan perbesaran 400x. Pengamatan dilakukan untuk

xlv
mengetahui ada tidaknya kelainan pada lambung. Gambaran pada

lambung diklasifikasikan menjadi normal, kerusakan ringan, dan

kerusakan berat. Dari tiap lambung diperoleh 3 gambaran

histologis sehingga dalam satu kelompok diperoleh 15 gambaran

histologis lambung. Kemudian data yang diperoleh akan diuji

dengan uji statistik.

J. Teknik Analisa Data Statistik

Untuk mengetahui perbedaan yang bermakna diantara semua

kelompok perlakuan, data yang diperoleh akan diuji menggunakan uji

statistik Kruskal Wallis (α=0,05), kemudian untuk mengetahui perbedaan

di antara dua kelompok perlakuan digunakan uji statistik Mann Whitney

(α=0,05) (Murthi, 1994). Analisa data dilakukan menggunakan program

komputer SPSS 15.0 windows.

BAB IV

HASIL PENELITIAN

A. Data Hasil Penelitian

Pada penelitian tentang studi gambaran histologis lambung mencit yang

diberi ekstrak meniran (Phyllanthus niruri Linn.) dengan induksi aspirin

xlvi
didapatkan data hasil pengamatan pada masing-masing kelompok. Berdasarkan

hasil pengamatan didapatkan gambaran mikroskopis lambung yang normal,

mengalami kerusakan ringan, dan yang mengalami kerusakan berat. Pada tiap

mencit dibuat 3 irisan jaringan lambung (3 preparat). Tiap preparat kemudian

diamati, bila memberi gambaran normal diberi skor 0, kerusakan ringan diberi

skor 1, dan kerusakan berat diberi skor 2, sehingga dari tiap kelompok terdapat

15 gambaran mikroskopis lambung. Data hasil pengamatan untuk masing-

masing kelompok, yaitu kelompok kontrol, kelompok perlakuan 1, kelompok

perlakuan 2, kelompok perlakuan 3, dan kelompok perlakuan 4 disajikan pada

tabel 1.

Tabel 1. Hasil pengamatan kerusakan histologis lambung mencit pada tiap-tiap


kelompok perlakuan.

Kelompok Normal Kerusakan Kerusakan Jumlah


ringan berat
K 1 14 0 15
P1 0 3 12 15
P2 0 15 0 15
P3 0 15 0 15
P4 0 15 0 15
Sumber : Data Primer, 2009

Keterangan :
K : Kelompok kontrol yang diberi 0,2 ml CMC Na 0,5% dan
0,1 ml aquades.
PI : Kelompok perlakuan satu, diberikan 0,2 ml aquades dan
0,1 ml aspirin dosis 1,7 mg/20 gBB mencit peroral.

xlvii
P2 : Kelompok perlakuan dua, diberikan 0,2 ml ekstrak meniran
1,3 mg/20 gBB mencit peroral dan 0,1 ml aspirin dosis
1,7 mg/20 gBB mencit peroral.
P3 : Kelompok perlakuan tiga, diberikan 0,2 ml ekstrak meniran
2,6 mg/20 gBB peroral dan 0,1 ml aspirin dosis 1,7 mg/20 gBB
mencit peroral.
P4 : Kelompok perlakuan empat diberikan 0,2 ml cimetidin dosis
0,26 mg/20 gBB dan 0,1 ml aspirin dosis 1,7 mg/20 gBB mencit
peroral.

Berdasarkan hasil pengamatan mikroskop, pada kelompok kontrol (K)

didapatkan 1 sampel dengan gambaran histologis normal, 14 sampel kerusakan

ringan, dan tidak ada kerusakan berat. Pada kelompok perlakuan 1 (P1)

didapatkan 3 sampel kerusakan ringan, 12 sampel kerusakan berat, tanpa ada

gambaran histologis normal. Pada kelompok perlakuan 2 (P2) didapatkan 15

sampel kerusakan ringan tanpa ada gambaran histologis normal dan kerusakan

berat. Pada kelompok perlakuan 3 (P3) didapatkan 15 sampel kerusakan ringan

tanpa ada gambaran histologis normal dan kerusakan berat. Pada kelompok

perlakuan 4 (P4) didapatkan 15 sampel kerusakan ringan tanpa ada gambaran

histologis normal dan kerusakan berat.

B. Analisis Data

Data yang diperoleh dari pengamatan secara mikroskopis selanjutnya

diuji statistik menggunakan program komputer SPSS 15.0 windows. Ada 2 uji

statistik yang digunakan yaitu :

1. Uji statistik kruskal-wallis, yaitu untuk mengetahui adanya perbedaan dalam

seluruh kelompok populasi. Hasil yang diharapkan dalam uji ini adalah

perbedaan yang bermakna atau terdapat perbedaan gambaran histologis

lambung mencit yang hanya diberi aquades dan CMC Na 0,5 % (kelompok

xlviii
K) dengan pemberian aspirin saja (kelompok P1), dengan pemberian aspirin

dan ekstrak meniran dosis 1 (kelompok P2), dengan pemberian aspirin dan

ekstrak meniran dosis 2 (kelompok P3), atau dengan pemberian aspirin dan

cimetidin (kelompok P4).

2. Uji statistik mann-whitney untuk mengetahui letak adanya perbedaan dalam

populasi. Uji ini dilakukan antara kelompok K dengan kelompok P1,

kelompok K dengan kelompok P2, kelompok K dengan kelompok P3,

kelompok K dengan kelompok P4, kelompok P1 dengan kelompok P2,

kelompok P1 dengan keolompok P3, kelompok P1 dengan kelompok P4,

kelompok P2 dengan kelompok P3, kelompok P2 dengan kelompok P4, dan

kelompok P3 dengan kelompok P4. Hasil yang diharapkan pada uji ini

adalah diketahui antara kelompok mana yang mempunyai perbedaan

bermakna.

Berdasarkan hasil perhitungan statistik dengan kruskal-wallis diperoleh

nilai p adalah 0,000 dan nilai hitung H sebesar 53,430. Nilai ini lebih besar

daripada harga x2t pada tabel (α=0,05 dan df=4) yaitu 9,488. Karena nilai

H hitung > x2t atau nilai p < 0,05 maka hipotesis nihil ditolak dan hipotesis

kerja diterima. Jadi terdapat perbedaan bermakna diantara lima kelompok

sampel. Hasil perhitungan uji kruskal wallis dengan program SPSS dapat

dilihat pada lampiran 2.

Pada lima kelompok sampel terdapat perbedaan yang bermakna, sehingga

uji statistik dilanjutkan dengan uji mann-whitney. Berdasarkan hasil uji mann-

whitney (α=0,05) terdapat perbedaan yang bermakna antara kelompok K dan

xlix
P1, P1 dan P2, P1 dan P3, P1 dan P4. Sedangkan antara kelompok K dan P2, K

dan P3, K dan P4, P2 dan P3, P2 dan P4, serta P3 dan P4 terdapat perbedaan

yang tidak bermakna. Data ringkasan hasil perhitungan dengan uji mann-

whitney (α=0,05) dapat dilihat pada tabel 2. Adapun data mengenai

perhitungan uji mann-whitney dengan program SPSS dapat dilihat pada

lampiran 2.

Tabel 2. Ringkasan hasil perhitungan dengan uji mann-whitney ( =0,005) pada


lima kelompok sampel.

Kelompok U hitung U tabel Nilai p Keterangan

K-P1 21,0 64 0,000 Perbedaan bermakna

K-P2 105,0 64 0,317 Perbedaan tidak bermakna

K-P3 105,0 64 0,317 Perbedaan tidak bermakna

K-P4 105,0 64 0,317 Perbedaan tidak bermakna

P1-P2 22,5 64 0,000 Perbedaan bermakna

P1-P3 22,5 64 0,000 Perbedaan bermakna

P1-P4 22,5 64 0,000 Perbedaan bermakna

P2-P3 112,5 64 1,000 Perbedaan tidak bermakna

P2-P4 112,5 64 1,000 Perbedaan tidak bermakna

P3-P4 112,5 64 1,000 Perbedaan tidak bermakna

Sumber: Data Primer, 2009

Keterangan :

l
K : Kelompok kontrol yang diberi 0,2 ml CMC Na 0,5% dan
0,1 ml aquades
PI : Kelompok perlakuan satu, diberikan 0,2 ml aquades dan
0,1 ml aspirin dosis 1,7 mg/20 gBB mencit peroral.
P2 : Kelompok perlakuan dua, diberikan 0,2 ml ekstrak meniran
1,3 mg/20 gBB mencit peroral dan 0,1 ml aspirin dosis
1,7 mg/20 gBB mencit peroral.
P3 : Kelompok perlakuan tiga, diberikan 0,2 ml ekstrak meniran
2,6 mg/20 gBB peroral dan 0,1 ml aspirin dosis 1,7 mg/20 gBB
mencit peroral.
P4 : Kelompok perlakuan at diberikan 0,2 ml cimetidin dosis
0,26 mg/20 gBB dan 0,1 ml aspirin dosis 1,7 mg/20 gBB mencit
peroral.
U hitung : nilai U hasil perhitungan.
U tabel : nilai U pada tabel dengan α=0,05; n=15; n2=15

Pada tabel 2 terlihat bahwa antara kelompok K dan P1 didapat

U hitung < U tabel atau nilai p < 0,05, sehingga hipotesis nihil ditolak dan

hipotesis kerja diterima. Jadi terdapat perbedaan bermakna antara kelompok K

dan P1. Hasil yang sama juga terlihat antara kelompok P1 dan P2, P1 dan P3,

serta P1 dan P4, yang berarti bahwa terdapat perbedaan yang bermakna antara

kelompok P1 dan P2, antara P1 dan P3, serta P1 dan P4.

Tabel 2 memperlihatkan bahwa antara kelompook K dan P2 didapat

U hitung > U tabel atau nilai p > 0,05, sehingga hipotesis nihil diterima dan

hipotesis kerja ditolak. Jadi terdapat perbedaan yang tidak bermakna antara

kelompok K dan P2. Hasil yang sama juga terlihat antara kelompok K dan P3,

K dan P4, P2 dan P3, serta P3 dan P4.

li
BAB V

PEMBAHASAN

Berdasarkan data-data yang diperoleh dari hasil penelitian, setelah diuji

dengan uji statistik menunjukkan adanya pengaruh dari ekstrak meniran

(Phyllanthus niruri Linn.) terhadap gambaran histologis lambung mencit (Mus

musculus) yang diinduksi oleh aspirin. Hal itu dapat diketahui dari hasil uji

statistik kruskal-wallis dan mann-whitney. Data hasil penelitian akan dibahas di

bawah ini.

Pada hasil uji statistikk kruskal-wallis diperoleh hasil perbedaan

bermakna, atau dengan kata lain terdapat perbedaan gambaran histologis lambung

mencit pada seluruh kelompok perlakuan tanpa diketahui kelompok mana yang

berbeda. Setelah dilanjutkan dengan uji statistik mann-whitney didapatkan hasil

perbedaan yang bermakna antara kelompok K dan P1, antara kelompok P1 dan

P2, antara kelompok P1 dan P3, antara kelompok P1 dan P4.

Hasil ini dapat dijelaskan karena pada kelompok P1 diberi aspirin sebagai

faktor agresif lambung, tanpa diberi faktor defensif lambung yang mengakibatkan

kerusakan lambung. Hal ini sesuai teori dimana disebutkan bahwa aspirin yang

menyebabkan kerusakan sawar (barier) mukosa lambung. Ada dua mekanisme

patogenik utama kerusakan karena aspirin yang merupakan OAINS. Pertama

adalah efek topikal yang menyangkut perubahan permeabilitas mukosa lambung

lii
dan kedua adalah efek sistemik yang menginhibisi COX-1. Hambatan pada COX-

1 dapat menyebabkan turunnya sintesa prostaglandin (Simadibrata, 2005).

Penurunan sintesa prostaglandin menyebabkan penurunan sekresi mukus dan

bikarbonat epitel, aliran darah mukosa, dan proliferasi epitel (Wolfe et al., 1999).

Selain mempunyai sifat menghambat prostaglandin, aspirin juga dapat

meningkatkan produksi radikal bebas dan superoksida, serta dapat berinteraksi

dengan adenililsiklase untuk mengubah konsentrasi cAmp selular (Katzung,

1998). Pemakaian OAINS juga dapat menimbulkan kerusakan mikrovaskuler

yang menyebabkan penurunan aliran darah. Selain itu juga meningkatkan ekspresi

adhesi molekul dan perlekatan neutrofil pada epitel pembuluh darah dalam

mikrosirkulasi lambung. Hambatan aliran darah yang terjadi dalam pembuluh

darah ini menimbulkan iskemik mikrovaskuler dan pembentukan radikal bebas

(Kusumobroto, 2003). Kadar puncak aspirin dalam darah dicapai dalam waktu

sekitar 1-2 jam, sedangkan waktu paruhnya adalah 6-7 jam. Regenerasi epitel

mukosa lambung berlangsung kurang lebih 3-4 hari. Alasan itulah yang

menyebabkan peneliti memberikan aspirin selama 3 hari. Selain alasan tersebut

pemberian aspirin selama 3 hari juga atas dasar penelitian sebelumnya, jadi

penelitian ini merupakan lanjutan dari penelitian sebelumnya.

Gambaran histologis lambung digolongkan menjadi normal, kerusakan

ringan, dan kerusakan berat. Gambaran mikroskopis lambung dikatakan normal

jika tidak terlihat adanya tanda-tanda gastritis ataupun ulkus. Pada kerusakan

ringan, gambaran mikroskopis lambung mempunyai tanda-tanda gastritis ringan

yaitu: adanya hiperemia, edema disertai sebukan sel-sel radang pada lamina

liii
propria, dan eksfoliasis. Pada kerusakan berat, gambaran mikroskopis lambung

selain terdapat tanda-tanda gastritis juga terdapat tanda-tanda ulkus yaitu: adanya

pelepasan sebagian mukosa (yang melibatkan jaringan di bawah epitel) bahkan

seluruh mukosa dan bahkan sampai pada tunika muskularis dengan atau tanpa

terlihat tanda-tanda perdarahan.

Pada kelompok K, dimana hanya mendapat aquades dan CMC Na 0,5%,

didapatkan gambaran histologis sebagian besar sampel adalah kerusakan ringan,

yaitu sebanyak 14 sampel dengan kerusakan ringan dan 1 sampel normal. Hal ini

mungkin karena adanya variabel luar yang tidak bisa dikendalikan, seperti kondisi

psikologis mencit, maupun kondisi awal lambung mencit. Mungkin selama

digunakan dalam penelitian ini mengalami stress berat karena masa perlakuan

dilakukan selama 17 hari dan karena sebab lain yang tidak diketahui sehingga

asam lambung mencit menjadi meningkat secara berlebihan. Sebab lainnya

mungkin juga karena kondisi awal lambung mencit yang sudah mengalami

kerusakan baik gastritis maupun ulkus .

Pada uji statistik antara P1 dengan P2 dan antara P1 dengan P3 terdapat

perbedaan yang bermakna. Pada kelompok P2 dan P3 selain diberi aspirin yang

merupakan faktor agresif lambung juga diberi ekstrak meniran (Phyllanthus niruri

Linn.) yang merupakan faktor defensif lambung. Dalam hal ini ekstrak meniran

(Phyllanthus niruri Linn.) mempunyai 3 mekanisme. Pertama, sebagai

antioksidan dan antihistamin dari kandungan flavonoid (kuersetin) (Zayachkivska

et al., 2005). Kedua, melalui efek vasokonstriktor dari tanin (astringen) sehingga

perdarahan mukosa lambung dapat dihentikan (Wilmana dan Gan, 2007). Ketiga

liv
adalah karena kandungan kalium dalam meniran yang dapat digunakan untuk

menyeimbangkan pH asam lambung agar tidak terlampau asam (Mitta, 2008).

Adanya efek perlindungan ekstrak meniran (Phyllanthus niruri Linn.) tersebut

akan melindungi mukosa lambung mencit dari kerusakan akibat aspirin. Pada

kelompok P2, yaitu kelompok yang mendapatkan pemberian aspirin dan ekstrak

meniran dosis 1 (1,3 mg/20 gBB mencit peroral), didapatkan data bahwa

keseluruhan sampel yaitu sebanyak 15 sampel mengalami kerusakan ringan. Hal

ini juga terlihat pada kelompok P3, yaitu kelompok yang mendapatkan pemberian

aspirin dan ekstrak meniran dosis 2 (2,6 mg/20 gBB mencit peroral) dimana

keseluruhan sampel yaitu sebanyak 15 sampel mengalami kerusakan ringan.

Secara statistik data pada P2 dan P3 berbeda dengan P1 yang sebagian besar

sampel mengalami kerusakan berat. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa

ekstrak meniran (Phyllanthus niruri Linn.) dapat memberikan perlindungan

terhadap kerusakan histologis lambung mencit yang diinduksi aspirin.

Pada uji statistik antara kelompok P1 dan P4 juga menunjukkan perbedaan

yang bermakna. Pada kelompok P4, yaitu kelompok yang mendapatkan

pemberian aspirin dan cimetidin, didapatkan data 15 sampel menunjukkan

gambaran histologis mengalami kerusakan ringan. Hal ini berarti bahwa cimetidin

dapat memberikan perlindungan terhadap kerusakan histologis lambung mencit

yang diinduksi aspirin. Hal ini sesuai dengan teori mengenai cimetidin. Cimetidin

menghambat reseptor H2 secara selektif dan reversible. Reseptor H2 berperan

dalam efek histamin terhadap sekresi cairan lambung, perangsangan jantung serta

relaksasi uterus tikus dan bronkus domba. Perangsangan reseptor H2 akan

lv
merangsang sekresi cairan lambung, sehingga pemberian cimetidin di sini akan

menghambat sekresi asam lambung. Cimetidin juga dapat menghambat sekresi

cairan lambung akibat perangsangan obat muskarinik atau gastrin. Cimetidin

mengurangi volume dan kadar ion hidrogen cairan lambung (Wilmana dan Gan,

2007). Karena mekanisme tersebut, cimetidin dapat melawan peran aspirin

sebagai faktor agresif lambung, sehingga dalam kelompok P4 didapatkan data

statistik berbeda dengan kelompok P1 yang sebagian besar sampel menunjukkan

kerusakan berat.

Pada hasil uji mann-whitney antara kelompok K dengan kelompok P2,

antara kelompok K dengan kelompok P3, antara kelompok K dengan kelompok

P4, antara kelompok P2 dengan kelompok P3, antara kelompok P2 dengan

kelompok P4, antara kelompok P3 dengan kelompok P4 terdapat perbedaan yang

tidak bermakna. Perbedaan yang tidak bermakna antara kelompok K dengan

kelompok P2, antara kelompok K dengan kelompok P3, antara kelompok K

dengan kelompok P4 menunjukkan bahwa ekstrak meniran dan cimetidin dapat

memberikan perlindungan terhadap kerusakan histologis lambung mencit

mendekati gambaran histologis kelompok kontrol. Sedangkan perbedaan yang

tidak bermakna antara kelompok P2 dengan kelompok P4 dan antara kelompok

P3 dengan kelompok P4 menunjukkan bahwa ekstrak meniran memberikan

perlindungan terhadap kerusakan histologis lambung mencit yang diinduksi

aspirin sebanding gambaran histologis lambung mencit yang diberi cimetidin.

Dengan kata lain, ekstrak meniran mempunyai pengaruh yang sebanding dengan

efek yang ditimbulkan oleh cimetidin. Adapun perbedaan yang tidak bermakna

lvi
antara kelompok P2 dengan kelompok P3 menunjukkan bahwa peningkatan

pemberian dosis ekstrak meniran pada penelitian tidak dapat meningkatkan

pengaruh ekstrak meniran dalam memberikan perlindungan terhadap kerusakan

histologis lambung mencit yang diinduksi aspirin. Atau dengan kata lain,

kemampuan ekstrak meniran dosis 1,3 mg/20 gBB mencit peroral sebanding

dengan ekstrak meniran dosis 2,6 mg/20 gBB mencit peroral dalam memberikan

perlindungan terhadap kerusakan histologis lambung mencit yang diinduksi

aspirin.

Berdasarkan hasil uji statistik, maka pada penelitian ini hipotesis kerja

diterima, yaitu ekstrak meniran (Phyllanthus niruri Linn.) dapat memberikan

perlindungan terhadap kerusakan histologis lambung mencit (Mus musculus) yang

diinduksi aspirin. Hal ini dapat ditunjukkan dari adanya perbedaan yang bermakna

antara P1 dengan P2 dan P1 dengan P3.

BAB VI

SIMPULAN DAN SARAN

lvii
A. Simpulan

Simpulan yang dapat ditarik dari hasil penelitian yang telah dilakukan uji
statistik (uji Kruskal Wallis dan uji Mann Whitney) dan pembahasan adalah
sebagai berikut:
Ekstrak meniran ( Phyllanthus niruri Linn.) dapat memberikan perlindungan

terhadap kerusakan histologis lambung mencit (Mus musculus) yang

diinduksi oleh aspirin.

B. Saran
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai dosis meniran

(Phyllanthus niruri Linn.) yang lebih bervariasi sehingga dapat diketahui

dosis efektif untuk memberikan perlindungan terhadap kerusakan

histologis lambung mencit yang diinduksi aspirin.

2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai kemampuan meniran

(Phyllanthus niruri Linn.) dalam mengurangi kerusakan lambung dengan

menggunakan parameter yang lain, misalnya dengan memeriksa pH

lambung, mengukur kadar enzim lambung, dan sebagainya).

DAFTAR PUSTAKA

Bloom dan Fawcett. 2002. Buku Ajar Histologi. Edisi 9. Jakarta : EGC, pp:
531-84.

Cahyawati N. 2006. Pengaruh Pemberian Madu terhadap Kerusakan


Mukosa Lambung Akibat Pemberian Aspirin pada Mencit. FK
UNS. Skripsi

Chairul. 2003. Meniran Terlarang bagi Ibu Hamil.


http://www.indonesiaindonesia.com/f/9109-meniran-terlarang-ibu-
hamil/
Diakses tanggal 7 Maret 2009.

lviii
Eroschenko V.P. 2003. Atlas Histologi di Fiore dengan Korelasi
Fungsional. Edisi 9. Jakarta : EGC, pp: 173-74.

Febrianita S. 2008. Identifikasi Hewan Laboratorium.


http://hewansakit.com/artikel.php?showcn=5
Diakses pada tanggal 1 Maret 2009

FK Unsri. 2008. Obat Anti Inflamasi Non Steroid.


http://fkunsri.wordpress.com/2008/02/09/obat-anti-inflamasi-
nonsteroid-part-1/
Diakses pada tanggal 4 Maret 2009

Ganiswara S.G. 2003. Farmakologi dan Terapi. Edisi 4. Jakarta : Gaya


Baru, pp: 207-13, 263-64, 256-58,514-17.

Ganong W.F. 2003. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Jakarta :


EGC, pp: 472-78.

Guyton dan Hall. 1997. Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Jakarta : EGC, pp:
1018-24.

Harnawatiaj. 2008. Ulkus Pepticum.


http://harnawatiaj.wordpress.com/2008/02/21/ulkus-peptikum/
Diakses pada tanggal 2 Maret 2009

Hirschmann G.S. dan Yesilida E. 2007. Traditional medicine and


gastroprotective crude drugs. Journal of Ethnopharmacology. Vol
100 pp: 61-66.

Hirlan dan Tarigan P . 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta :
Pusat Penerbitan IPD FK UI, pp: 335-44

Junqueira L. E. dan Carneiro J. 1995. Histologi Dasar. Alih Bahasa: Adj


Dharma. Jakarta: EGC , pp: 9-342.

Kardinan A.dan Kusuma F.R. 2004. Meniran: Penambah Daya Tahan


Tubuh Alami .Jakarta : Agromedia Pustaka , pp:6-15.

Katzung B.G. 1998. Farmakologi Dasar dan Klinik. Edisi VI. Jakarta :
EGC, pp : 559-64.

Kumaran A. dan Karunakaran R.J. 2007. In vitro antioxidant activities of


methanol extracts of five Phyllanthus species from India. LWT-
Food Science and Technology. Vol 40 pp: 344-52.

Kusumobroto H. 2003. Penatalaksanaan Terkini Pada Gastropati OAINS.


http://www.pgh.or.id/gastropati%20oainsSBY03-PPI.html.
Diakses pada tanggal 17 Maret 2009

lix
Massarrat S., Herbert V., Veith R. 1981. Effect Low Dose of Cimetidine
on Gastric Potential Difference and Acetylsalicylic Acid-Induced
Change. Klin Woschenschr. 59 pp: 911-12.

Mitta K. 2008. Asam Lambung.


http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,3595.0.html
Diakses pada tanggal 10 Maret 2009

Murthi B. 1994. Penerapan Metode Statistik Non Parametrik Dalam Ilmu-


Ilmu Kesehatan. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama

Ngatidjan. 1991. Petunjuk Laboraturium Metode Laboraturium dalam


Toksikologi. Yogyakarta : Pusat Antar Universitas Bioteknologi
UGM

Oktavianna V. 2005. Tanaman Obat Indonesia.


http://toiusd.multiply.com/journal/item/88/phyllanthus_niruri
Diakses pada tanggal 4 Maret 2009

Oluwole F.S., Maduabuchi N.O., Odetola A.A. 2002. Antiulcerogenic


Effects of Phyllanthus Amarus in Rats. Nigerian Journal of
Physiological Sciences. 17 (1-2) pp: 52-56

Pdpersi. 2004. Meniran (Phyllanthus niruri L.)


http://www.persi.or.id/?show=detailnews&kode=1020&tbl=alterna
tif Diakses pada tanggal 24 Februari 2009

Prabowo N.A. 2007. Pengaruh Air Rebusan Daun Salam (Syzygium


polyanthum) Terhadap Kerusakan Histologis Lambung Mencit
yang Diinduksi Aspirin. Surakarta : FK UNS. Skripsi.

Prakoso B. 2006. Konsultasi Tanaman Obat Untuk Maag.


http://sehatherbal.blogspot.com/2006/12/konsultasi-tanaman-obat-
untuk-maag.htmlDiakses pada tanggal 23 Februari 2009

Price S. A. dan Wilson L. M. 2006. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-


proses Penyakit. Jakarta : EGC, pp : 371-85, 425-26

Raphael K.R. dan Kuttan R. 2003. Inhibition of experimental gastric


lesion and inflammation by Phyllanthus amarus extract. Journal of
Ethnopharmacology . Vol 87 pp: 193-97

Robbins S. L. dan Kumar V. 1995. Patologi II. Edisi 4. Jakarta : EGC, pp :


242-84.

lx
Sangelorang, S. 1998. Pengaruh Ekstrak Etanol Rimpang Jahe (Zingiber
officinale. Ross) terhadap Tukak Lambung yang Diinduksi Aspirin
pada Tikus Putih. Yogyakarta : FK UGM. Skripsi.

Sastroasmoro S. 2004. Pemberian Terapi Immunodulator Herbal.


http://www.yanmedikdepkes.net/hta/Hasil%20Kajian%20HTA/200
4/Pemberian%20Terapi%20Imunomodulator%20Herbal.doc.
Diakses pada tanggal 6 Maret 2009

Shokunbi dan Odetola. 2008. Gastroprotective and antioxidant activities of


Phyllanthus amarus extracts on absolute ethanol-induced ulcer in
albino rats. Journal of Medicinal Plants Research. 2(10) pp: 261-
67

Simadibrata M. 2005. Kelainan Saluran Cerna Sebagai Efek Samping Obat


Anti Inflamasi Non Steroid. Acta Medica. 32:201-2

Soelistiono. 2002. Analgesics in Dental Pain (Clinical Review)


http://www.pabmi.com/content/view/33/ Diakses pada tanggal 4
Maret 2009

Sukirno. 2008. Saluran Pencernaan http://sukirno


sukirno.blogspot.com/2008/12/lambung-manusia.html Diakses
pada tangga 4 Maret 2009

Sulaksana J. dan Jayusman D.I. 2004. Meniran Budidaya dan


Pemanfaatan untuk Obat. Penebar Swadaya. Jakarta , pp : 9-73.

Taufiqqurohman M.A. 2003. Metodologi Pene$litian Kedokteran &


Kesehatan. Surakarta : CSGF.

Tjay H.T. dan Kirana R. 2002. Obat-Obat Penting. Edisi VI. Jakarta :
Gamedia, pp : 295-99, 770-72.

Wilmana P.F. dan Gan S. 2007. Farmakologi dan Terapi. Edisi 5. Jakarta :
Gaya Baru, pp : 230-46, 273-87, 817.

Wolfe M.M., Lichtenstein D.R., dan Singh. 1999. Gastrointestinal Toxicity


of Nonsteroidal Antiinflamatory Drugs.
http://content.ncjm.org/cgi/content/full/341/18/1397
Diakses pada tanggal 24 Maret 2007
Zayachkivska O.S., Konturek S.J., Drozdowick D., Konturek P.C.,
Brzozowskit, Ghegotsky M.R. 2005. Gastroprotective effects of
flavonoids in plant extracts. Journal of physiology and
pharmacology. 56, pp: 219-31.

lxi
lxii

Anda mungkin juga menyukai