id
TESIS
Oleh :
S901302003
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2015
commit to user
i
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
TESIS
Oleh
Ardy Prian Nirwana
S901302003
Pembimbing
Mengetahui
Ketua Program Studi Biosain
Program Pascasarjana
commit to user
ii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
TESIS
Oleh
Ardy Prian Nirwana
S901302003
Mengetahui,
iii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
PERNYATAAN
ORISINALITAS DAN PUBLIKASI TESIS
commit to user
iv
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Ardy Prian Nirwana. 2015. Aktivitas Antiproliferasi Ekstrak Etanol Daun Benalu
Kersen (Dendrophtoe pentandra L. Miq.) Terhadap Kultur Sel Kanker Nasofaring
(Raji Cell Line). TESIS. Pembimbing I: Prof. Dr. Okid. Parama Astirin, MS., II: Dr.
Tetri Widiyani, S.Si, M.Si. Program Studi Biosain, Program Pascasarjana, Universitas
Sebelas Maret Surakarta
ABSTRAK
Keganasan yang menduduki peringkat lima besar yang paling banyak dijumpai di
antara tumor ganas Telinga Hidung Tenggorokan (THT) di Indonesia adalah kanker
nasofaring. Faktor resiko kanker nasofaring antara lain virus Epstein Barr. Terapi
karsinoma nasofaring dengan radioterapi konvensional sering kali hasilnya kurang
memuaskan, oleh karena itu diperlukan penelitian bahan alam yang dapat digunakan
sebagai alternatif pengobatan kanker nasofaring secara aman. Tanaman benalu
Dendrophthoe pentandra L. Miq dikenal memiliki khasiat menghambat laju
pertumbuhan sel kanker. Daun D. pentandra L. Miq mengandung beberapa senyawa
metabolit yang bersifat antikanker seperti flavonoid, alkaloid, terpenoid, tanin dan
saponin. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kandungan metabolit sekunder pada
ekstrak daun benalu kersen D. pentandra L. Miq dan potensi penghambatan proliferasi
sel Raji yang merupakan sel lestari kanker nasofaring.
Penelitian dimulai dengan melakukan determinasi tanaman untuk memastikan
jenis tanaman yang akan diteliti. Ekstraksi dilakukan secara maserasi dengan pelarut
etanol 96% dan dilakukan skrining fitokimia untuk menguji keberadaan metabolit
sekundernya dan Kromatografi Lapis Tipis untuk kuersetin. Uji sitotoksik dilakukan
dengan cara uji Methyl Thiazol Tetrazolium (MTT) terhadap sel Raji. Korelasi antara
persentase sel Raji hidup dan konsentrasi ekstrak dari uji Doubling Time pada masa
inkubasi 24, 48 dan 72 jam diolah dengan uji korelasi Person menggunakan program
pengolah statistik Stastitical Product and Service Solutions (SPSS) versi 17.0.
Hasil penelitian menunjukkan ekstrak etanol daun benalu kersen (D. pentandra L.
Miq.) mengandung metabolit sekunder yang di antaranya adalah flavonoid (kuersetin),
alkaloid, tanin, saponin dan terpenoid. Uji MTT menunjukkan ekstrak benalu kersen
memiliki nilai IC50 155,267 g/ml. Data hasil Doubling Time yang telah diolah
menggunakan uji korelasi Pearson menunjukkan ekstrak ethanol daun benalu kersen
mampu menghambat proliferasi sel Raji dengan nilai korelasi antara persen sel hidup
dengan waktu inkubasi adalah r= -0,854; p= 0,000; dan nilai korelasi antara persen sel
hidup dengan konsentrasi ekstrak uji adalah r= -0,472; p= 0,013.
Kata kunci: senyawa metabolit, antiproliferasi, ekstrak etanol daun benalu kersen
(Dendrophtoe pentandra L. Miq.), sel Raji
commit to user
v
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
ABSTRACT
Malignancy top five most often found in the malignant tumor Ear Nose Throat
(ENT) in Indonesia is nasopharyngeal cancer. Nasopharyngeal cancer risk factor is the
Epstein Barr virus. Nasopharyngeal carcinoma therapy by using conventional
radiotherapy often has unsatisfactory result, therefore it is essential to explore natural
ingredients that can be used as an alternative treatment of nasopharyngeal cancer safely.
Dendrophthoe pentandra L. Miq is known as a plant parasite which has properties to
inhibit cancer cells growth. Dendrophthoe pentandra L. Miq leaf extract contains
several metabolites that have anticancer activity such as flavonoids, alkaloids,
terpenoids, tannins and saponins. This study aims to determine the content of secondary
metabolites in cherry parasite Dendrophthoe pentandra L. Miq leaf extract and potency
of inhibitory effect on Raji cell proliferation.
The study was begun with a determination of plant samples. The plant extraction
was prepared by maceration method in 96% ethanol solvent. Then, the presence of
secondary metabolite contents were determined using phytochemical screenings and
Thin Layer Chromatography for quercetin. Cytotoxicity testing on Raji cell was perform
by Methylthiazol Tetrazolium (MTT) test. The correlation between the precentage of
Raji cells viability and extract concentration of the test incubation period Doubling
Time on 24, 48 and 72 h were analyzed with Pearson correlation test in stastitical
software Stastitical Product and Service Solutions (SPSS) version 17.0.
The results showed that the ethanol leaf extract of cherry mistletoe
(Dendrophtoepentandra L. Miq.) contain flavonoids (quercetin), alkaloids, tannins,
saponins and terpenoids. MTT test showed cherry mistletoe leaf ethanol extract is toxic
with LC50 levels is 155. 267 g/ml. Doubling time test showed that cherry parasite leaf
ethanol extract could inhibit Raji cell proliferation with the value of the correlation
between the percent of live cells with incubation time was r = -0.854; p = 0.000; and the
correlation between the percent of live cells at a concentration of test extract was r=
-0.472; p = 0.013.
commit to user
vi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
MOTTO
commit to user
vii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
HALAMAN PERSEMBAHAN
viii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan
rahmat-Nya yang tak terhingga kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan
penelitian dan penyusunan Tesis yang berjudul: Aktivitas Antiproliferasi Ekstrak
Ethanol Daun Benalu Kersen (Dendrophtoe pentandra L. Miq.) Terhadap Kultur Sel
Kanker Nasofaring (Cell Line Raji). Penyusunan tesis ini merupkan salah satu
persyaratan untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program studi Biosain,
Program Pascasarjana, Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
Karya ilmiah ini menyajikan bahasan tentang ekstraksi menggunakan pelarut etanol
benalu Dendrophtoe pentandra L. Miq. yang merupakan tanaman parasit pada inang
pohon kersen. Ekstrak yang didapat diujikan pada sel model kanker nasofaring (Sel
Raji) untuk mengetahui toksisitas ekstrak serta potensi ekstrak dalam menghambat
proliferasi sel Raji. Penelitian ini memiliki arti penting yang diantaranya adalah
memberikan sumbangan pengetahuan dalam dunia kesehatan di bidang pengobatan
kanker tentang khasiat daun benalu kersen (Dendrophtoe pentandra L. Miq.) sebagai
bahan antikanker. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai rujukan
untuk penelitian lebih lanjut tentang penelitian antikanker.
Penulis menyadari bahwa dalam melakukan penelitian dan penyusunan tesis ini
masih banyak kekurangan, oleh karena saran dan masukan yang membangun dari para
pembaca penulis sangat harapkan agar membantu tulisan ini semakin bermanfaat bagi
yang membutuhkan.
commit to user
ix
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
UCAPAN TERIMAKASIH
Penulis banyak memperoleh bantuan dalam proses penyusunan tesis ini dari
berbagai pihak, sehingga permasalahan yang timbul dapat terselesaikan dengan baik,
oleh karena itu pada kesempatan yang baik ini penulis ingin mengucapkan terima kasih
kepada:
1. Prof. Dr. Ravik Karsidi, M.S selaku rektor Universitas Sebelas Maret Surakarta
yang telah memberikan izin studi di Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Prof. Dr. Ir. Ahmad Yunus, M.S selaku Direktur Program Pascasarjana
Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan izin studi di Program
biosain Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.
3. Prof. Dr. Okid Parama Astirin, M.S selaku dosen pembimbing I yang telah
meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, petunjuk dan dukungan dalam
proses penyusunan tesis ini.
4. Dr. Tetri Widiyani, S.Si, M.Si selaku dosen pembimbing II yang telah memberikan
bimbingan, arahan serta dukungan selama penulis melaksanakan penelitian sampai
terselesaikannya tesis.
5. Prof. Dr. Sugiyarto, M.Si selaku Kaprodi Biosain sekaligus sebagai tim penguji
yang telah memberikan banyak masukan demi kesempurnaan tesis ini.
6. Dr. Adi Prayitno, drg., M. Kes selaku tim penguji tesis yang telah memberikan
banyak masukan demi kesempurnaan tesis ini.
7. Semua dosen di Prodi Biosain yang telah memberikan ilmu pengatahuan dan
wawasan kepada penulis
8. Bapak Supardi dan Ibu Sutiyem selalu memberi dukungan doa untuk penulis.
9. Sariani Dwitri Atmawanjaya yang selalu mendampingi dengan doa dan motivasi
selama penyelesaian studi dan tesis
10. Richard Saputra dan Elen Arum Sari yang selalu memberikan motivasi kepada
penulis
11. Teman-teman Biosain 2013: Bu Yuni, Mas Ria, Mas Adhi, Mbak Arti, Bu Maria,
Mas Nikman, Bu Anik, Bu Wiwik, Mbak Alfa, Mas Ali, Mas Wavi atas
kebersamaan dalam segala situasi selama kuliah S2 Biosain
commit to user
x
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
12. Bu Istini selaku pembimbing teknis lapangan di LPPT UGM yang telah
meluangkan waktunya membimbing penulis dalam proses penyelesaian penelitian
antikanker di Universitas Gadjah Mada
13. Iffah Nadya yang selalu mendukung dalam administrasi selama perkuliahan di
Biosain.
14. Keluarga besar Akademi Analis Kesehatan Nasional Surakarta yang selalu
memberikan dukungan dan semangat kepada penulis untuk menyelesaikan studi di
Biosain.
commit to user
xi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI
commit to user
xiii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
DAFTAR TABEL
commit to user
xiv
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
DAFTAR GAMBAR
commit to user
xv
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
DAFTAR LAMPIRAN
commit to user
xvi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dendrophtoe pentandra merupakan jenis benalu yang masuk dalam suku
Loranthaceae. D. pentandra ditemukan di daerah hutan, perkebunan, taman-taman kota,
hingga di sekitar pemukiman penduduk. D. pentandra memiliki kemampuan menyerang
dan dapat memarasit berbagai jenis tumbuhan inang (Sunaryo, 2008). Tumbuhan benalu
yang selain dikenal sebagai parasit juga memiliki khasiat ampuh menghambat laju
pertumbuhan penyakit kanker, karena mengandung kuersetin. Kuersetin adalah turunan
flavonoid yang merupakan metabolik sekunder yang memiliki efek pengobatan.
Penelitian sebelumnya memberikan hasil bahwa D. pentandra mengandung senyawa
metabolit yang bersifat antikanker seperti flavonoid, alkaloid, terpenoid, tanin dan
saponin (Fajriah dkk., 2007; Ikawati, 2008).
Kanker merupakan penyakit yang melibatkan faktor genetik dalam proses
patogenesisnya, proses pembelahan sel menjadi tidak terkontrol karena gen yang
mengatur pertumbuhan sel mengalami inaktivasi (Marleen dkk., 2008). Salah satu
keganasan yang menduduki peringkat lima besar yang paling banyak dijumpai di antara
tumor ganas THT (Telinga Hidung Tenggorokan) di Indonesia adalah karsinoma
nasofaring (KNF) (Puspasari, 2010). KNF adalah kanker yang dimulai di bagian
nasofaring, bagian atas tenggorokan di belakang hidung dan dekat pangkal tengkorak
(American Cancer Society, 2013). Metode pengobatan KNF seperti kemoterapi, radiasi,
dan operasi belum memberikan hasil maksimal, bahkan memberikan efek samping pada
sel normal yang berada di sekitar kanker. Faktor resiko mayor terjadinya KNF adalah
Epstein Barr Virus (EBV) (Ariwibowo, 2013).
Penderita KNF yang terinfeksi EBV laten dan persisten ditandai dengan ekspresi
latent membrane protein-1 (LMP-1). LMP-1 merupakan gen laten EBV yang mampu
menginduksi proliferasi sel melalui siklus sel (fase G1/S) dan inhibisi apoptosis. EBV
dapat mengikat protein p53 normal dan menghilangkan fungsi protektifnya. Gen p53
merupakan salah satu dari gen supresor tumor. Gen ini mendeteksi kerusakan DNA,
membantu perbaikan DNA melalui penghentian fase G1 dari siklus sel dan memicu gen
yang memperbaiki DNA. Hilangnyacommit
fungsito user
gen p53 secara homozigot dapat
xvii
1
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id2
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimanakah profil metabolit sekunder etanol daun benalu kersen (D. pentandra L.
Miq.) secara kualitatif?
2. Apakah ekstrak etanol daun benalu kersen (D. pentandra L. Miq.) dapat
menghambat proliferasi sel Raji secara in vitro?
C. Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Menjelaskan profil metabolit sekunder ekstrak etanol daun benalu kersen (D.
pentandra L. Miq.) secara kualitatif commit to user
xviii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 3
2. Menjelaskan kemampuan ekstrak etanol daun benalu kersen (D. pentandra L. Miq.)
dalam menghambat proliferasi sel Raji dengan menggunakan uji Doubling Time.
D. Manfaat
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Memberikan informasi mengenai sitotoksisitas kandungan senyawa kimia daun
benalu kersen (D. pentandra L. Miq.) terhadap sel model kanker nasofaring.
2. Memberikan sumbangsih pengetahuan dalam dunia kesehatan, khususnya di bidang
pengobatan kanker tentang khasiat daun benalu kersen (D. pentandra L. Miq.) dalam
menghambat proliferasi sel Raji sebagai sel model dari kanker nasofaring.
commit to user
xix
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
1. Daun Benalu (Dendrophtoe pentandra L. Miq.)
D. pentandra merupakan jenis benalu yang masuk dalam suku Loranthaceae.
D. pentandra ditemukan di daerah hutan hujan atau di hutan yang terbuka, di
perkebunan, di taman-taman kota, hingga di sekitar pemukiman penduduk.
Penyebarannya terjadi melalui burung-burung pemakan bijinya. Kemampuan
benalu ini tidak hanya menyerang jenis tumbuhan inang tertentu melainkan dapat
memarasit berbagai jenis tumbuhan inang, baik berupa semak ataupun pohon,
selama beberapa tahun. D. pentandra dapat hidup pada jenis-jenis tumbuhan yang
beragam serta rentang sebaran ekologis yang cukup luas. Sebagai jenis tumbuhan
parasit keberadaan benalu D. pentandra sering mengindikasikan terjadinya
gangguan ataupun kerusakan tumbuh-tumbuhan inangnya, apalagi bila
keberadaannya dalam jumlah yang banyak (Sunaryo, 2008). Menurut National
Center for Biotechnology Information/NCBI (2014) klasifikasi D. pentandra L.
Miq adalah sebagai berikut:
Superkingdom : Eukaryota
Kingdom : Viridiplantae
Filum : Streptophyta
Super Divisi : Spermatophyta
Divisi : Magnoliophyta
Ordo : Santales
Famili : Loranthaceae
Genus : Dendrophthoe
Spesies : Dendrophthoe pentandra (L.) Miq.
xx
4
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
5
runcing, panjang tangkai daun 520 mm. Perbungaan tandan dengan 612 bunga,
panjang sumbu perbungaan 1035 mm. Bunga dengan 1 braktea di pangkal,
biseksual, diklamid, kelopak mereduksi; mahkota bunga terdiri atas 5 cuping, di
bagian bawah saling berpautan, agak menggembung, panjang 1326 mm,
menyempit membentuk leher, bagian ujung mengganda, mula-mula hijau kemudian
hijau kekuningan sampai kuning jingga atau merah jingga, panjang tabung 612
mm dan menggenta; benang sari 5, panjang kepala sari 25 mm dan tumpul serta
melekat pada bagian pangkal (basifik); putik dengan kepala putik membintul. Buah
berbentuk bulat telur, panjang mencapai 10 mm dengan lebar 6 mm, bila masak
kuning jingga. Berbiji 1, biji ditutupi lapisan lengket (Sunaryo, 2008).
Tumbuhan benalu yang selama ini sering dikenal sebagai parasit ternyata
memiliki khasiat, yaitu ampuh menghambat laju pertumbuhan penyakit kanker,
karena di dalamnya terkandung kuersetin yang merupakan glikosida flavonol yang
aglikonnya adalah kuersetin. Kuersetin termasuk dalam turunan flavonoid yang
merupakan senyawa golongan fenol senyawa ini merupakan metabolik sekunder
commit to sebelumnya
yang memiliki efek pengobatan. Penelitian user memberikan hasil bahwa
xxi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 6
dari hasil ekstrak D. pentandra menggunakan pelarut yang larut dalam air (etil
asetat dan metanol) terdeteksi beberapa senyawa metabolit yang bersifat antikanker
seperti flavonoid, tanin dan terpenoid. Kandungan kimia lain yang terdapat dalam
benalu D. pentandra adalah asam amino, karbohidrat, alkaloid dan saponin (Fajriah
dkk., 2007; Ikawati, 2008).
a. Flavonoid - Kuersetin
Kuersetin telah dipelajari secara luas dan ditemukan mampu untuk
menghambat pertumbuhan tumor dan memiliki antioksidan. Selain itu, kuersetin
telah dilaporkan dapat menghambat timbulnya papiloma dan tumor yang
disebabkan oleh 7,12 - dimetilbenzantrasena (DMBA) pada hamster. Beberapa
efek anti karsinogenesis dari kuersetin telah diketahui dengan penelitian secara
in vivo, termasuk di dalamnya adalah penghambatan azoxymethane (AOM)
yang diketahui dengan diinduksikannya neoplasia kolon padtikus betina model
CF-1, tikus jantan albino Swiss yang diinduksi fibrosarkoma untuk mengetahui
penghambatan 20-methyl cholanthrene (20-MC) yang merupakan agen
karsinogenik (oral). Beberapa mekanisme yang mungkin untuk mengetahui
aktivitas kuersetin dalam interaksi kemopreventif kanker secara in vivo telah
dilakukan, seperti penghambatan peristiwa biokimia tertentu yang berkaitan
dengan promosi tumor (misalnya perubahan dalam protein kinase C),
penghambatan lipid peroksidase dan sitokrom P-450 (dibarengi dengan
peningkatan kadar glutathione S-transferase), dan induksi apoptosis oleh
kuersetin. Selain itu, kuersetin ditemukan mampu menurunkan regulasi
transduksi sinyal pada sel kanker payudara manusia (Tringali, 2004).
Flavonoid merupakan salah satu metabolit sekunder dari golongan
senyawa polifenol yang mempunyai 15 atom karbon, terdiri dari 2 cincin karbon
benzena yang dihubungkan menjadi satu oleh rantai linear yang terdiri dari 3
atom karbon atau digambarkan sebagai deretan senyawa C6-C3-C6. Flavonoid
merupakan salah satu golongan fenol alam terbesar dan merupakan senyawa
organik (Ariani dkk., 2008). Struktur kuersetin dapat dilihat pada Gambar 2.
commit to user
xxii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
7
DNA topoisomerase, maka proses terjadinya ikatan antara enzim dengan DNA
sel kanker semakin lama, sehingga akan terbentuk Protein Linked DNA Breaks
(PLDB), akibatnya terjadi fragmentasi atau kerusakan DNA sel kanker dan
selanjutnya berpengaruh terhadap proses replikasi sel kanker. Selanjutnya gen
p53 sebagai gen supresor tumor akan terakumulasi, menghentikan replikasi
DNA pada check point dan memberi kesempatan kepada DNA untuk
memperbaiki diri. Bila proses perbaikan gagal, p53 akan merangsang
mitokondria mengeluarkan sitokrom c ke sitosol, dan dalam hal ini akan
dihalangi oleh anti-apoptosis member yaitu gen Bcl-2. Sitosol sitokrom c
bersama dengan Apoptosis Protease Activating Factor-1 (Apaf-1) dan pro-
caspase 9 membentuk caspase 9, komplek ini disebut apoptosome. Terbentuk
caspase 9 sebagai caspase awal akan mengaktifkan caspase eksekusioner, yaitu
caspase 3, 6 dan 7 sehingga dapat menyebabkan kematian sel secara apoptosis
(Sukardiman dkk., 2006).
c. Tanin
Tanin memiliki sifat antioksidan yang lebih tinggi daripada vitamin E dan
C, serta lebih stabil. Sifat tanin yang demikian membuat tanin menjadi senyawa
yang mampu mencegah penyakit degeneratif, salah satunya adalah kanker
(Suarni & Subagio, 2013). Potensi tanin sebagai antikanker adalah berperan
sebagai antiproliferatif sel kanker yang bekerja pada tingkat sel dengan
memblokade fase S dari siklus sel. Tanin dapat menginduksi apoptosis dan
menghambat proses angiogenesis (Mustafida dkk., 2014).
d. Terpenoid
Potensi senyawa terpenoid dalam fungsinya sebagai antikanker adalah dapat
memblok siklus sel pada fase G2/M dengan menstabilkan benang-benang
spindle pada fase mitosis sehingga menyebabkan proses mitosis terhambat. Pada
tahap selanjutnya, akan terjadi penghambatan proliferasi sel dan pemacuan
apoptosis. Senyawa terpenoid juga mampu menghambat enzim topoisomerase
pada sel mamalia. Enzim topoisomerase adalah enzim di dalam inti sel yang
mampu memodifikasi topologi DNA dan berperan pada replikasi, transkripsi,
dan rekombinasi yang sangat penting dalam pembentukan striktur kromosom,
commit tokromosom.
kondensasi/dekondensasi serta segregasi user Enzim ini ditemukan dalam
xxiv
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
9
jumlah yang berlebihan pada sel kanker dibandingkan sel sehat/normal. Ada dua
kelas enzim topoisomerase pada sel mamalia, tipe I yang memotong dan
memecah untai tunggal dari DNA dan tipe II yang memotong dan memecah
DNA untai ganda. Inhibitor enzim topoisomerase akan menstabilkan kompleks
topoisomerase dan DNA terpotong, sehingga dapat menyebabkan terjadinya
kerusakan DNA. Adanya kerusakan DNA dapat menyebabkan terekspresinya
protein proapoptosis sehingga dapat memacu terjadinya apoptosis (Setiawati
dkk., 2007; Windarti, 2013).
e. Saponin
Senyawa saponin telah diketahui dapat menghambat pembentukan Bcl-2
yang diekspresikan terlalu tinggi, menginduksi protein caspase-3 (protein
eksekutor terjadinya apoptosis) yang diekspresikan terlalu rendah, meningkatkan
ekspresi p53, dan dapat pula memicu G1 cell cycle arrest (Fitria dkk., 2011).
2. Karsinoma Nasofaring
Karsinoma atau kanker merupakan penyakit yang melibatkan faktor genetik
dalam proses patogenesisnya, proses pembelahan sel menjadi tidak terkontrol
karena gen yang mengatur pertumbuhan sel telah dirusak. Peningkatan ketahanan
hidup sel sebagai akibat perubahan genetik yang mencegah terjadinya apoptosis
misalnya aktivasi Bcl-2 atau inaktivasi p53 menyebabkan tumor bertambah besar
(Marleen dkk., 2008).
Kanker nasofaring adalah kanker yang dimulai di bagian nasofaring, bagian
atas tenggorokan di belakang hidung dan dekat pangkal tengkorak. Nasofaring
adalah bagian atas tenggorokan (faring) yang terletak di belakang hidung. Bagian
ini tampak sebagai ruang yang berbentuk seperti kotak dengan ukuran sekitar 1
inci di setiap sisinya. Nasofaring seperti terlihat pada Gambar 3 terletak tepat di
atas bagian lunak atap mulut (soft palate) dan tepat di belakang dari bagian hidung
(American Cancer Society, 2013).
commit to user
xxv
perpustakaan.uns.ac.id 10
digilib.uns.ac.id
xxvi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
11
d. Stadium III:
Tumor telah menyebar ke sinus atau tulang dekat nasofaring dan
kemungkinan telah menyebar ke kelenjar getah bening di leher atau di belakang
tenggorokan, namun ukuran kelenjar getah bening tidak lebih besar dari 6 cm.
Kanker belum menyebar ke tempat yang jauh, atau tumor mungkin masih
terbatas pada nasofaring, atau mungkin telah tumbuh menjadi jaringan lunak
rongga hidung atau orofaring, di sisi kiri atau kanan dari bagian atas
tenggorokan. Tumor telah menyebar ke kelenjar getah bening di leher terdekat di
kedua sisi, ukuran kelenjar getah bening tidak lebih besar dari 6 cm. Kanker
belum menyebar ke tempat yang jauh.
e. Stadium IVA:
Tumor telah tumbuh dan menyebar ke dalam tengkorak dan atau saraf
kranial, hipofaring (bagian bawah tenggorokan), mata, atau pada jaringan di
sekitarnya. Diperkirakan kanker telah menyebar ke kelenjar getah bening di
dekat leher, ukuran kelenjar getah bening tidak lebih besar dari 6 cm. Kanker
belum menyebar ke tempat yang jauh.
f. Stadium IVB:
Tumor mungkin diperkirakan telah meluas ke jaringan lunak di dekatnya
atau ke tulang. Tumor juga telah menyebar ke kelenjar getah bening yang
ukurannya lebih besar dari 6 cm dan atau berlokasi di daerah bahu di atas tulang
selangka. Kanker belum menyebar ke tempat yang jauh (American Cancer
Society, 2013).
Data registrasi kanker di Indonesia berdasarkan histopatologi tahun 2003
menunjukkan bahwa karsinoma nasofaring menempati urutan pertama dari semua
tumor ganas primer pada lakilaki dan urutan ke 8 pada perempuan. Karsinoma
nasofaring paling sering di fossa Rosenmuller yang merupakan daerah transisional
epitel kuboid berubah menjadi epitel skuamosa. Gejala dan tanda karsinoma
nasofaring yang sering berupa benjolan di leher (78%), obstruksi hidung (35,5%),
epistaksis (27,5%) dan diplopia. Gejala lain termasuk adenopati leher, epistaksis,
otitis media efusi, gangguan pendengaran unilateral atau bilateral, hidung
tersumbat, paralisis nervus kranial, retrosphenoidal syndrome of Jacod (kesulitan
commit
ekspresi wajah, masalah gerakan mata to rahang),
dan user retroparotidian syndrome of
xxvii
perpustakaan.uns.ac.id 12
digilib.uns.ac.id
Villaret (sulit mengunyah, gangguan gerakan lidah dan leher), nyeri telinga yang
menjalar (Ariwibowo, 2013).
Karsinoma nasofaring (KNF) di Indonesia merupakan tumor ganas terbanyak
di daerah kepala dan leher. Kebanyakan penderita KNF datang berobat di klinik
sudah stadium lanjut. Metode pengobatan kanker yang banyak digunakan saat ini
adalah metode kemoterapi, radiasi, dan operasi. Metode-metode tersebut bertujuan
untuk mengangkat jaringan kanker atau mematikan sel kanker, akan tetapi metode-
metode tersebut belum maksimal, bahkan memberikan efek samping pada sel
normal yang berada di sekitar kanker atau organ lain. Operasi akan berhasil pada
beberapa tumor yang telah berkembang, tetapi sulit mengobati pada stadium awal
metastasis. Pengobatan dengan radiasi mampu membunuh tumor lokal namun
radiasi juga dapat menimbulkan resistensi kanker, sehingga senyawa kanker
tersebut tidak sensitif. Terapi KNF dengan radioterapi konvensional seperti ini
seringkali hasilnya kurang memuaskan. Kegagalan radioterapi konvensional (2
dimensional radiation therapy / 2 DRT) dalam memberantas (eradikasi) sel kanker
di nasofaring maupun anak sebarnya di kelenjar leher (loco-regional failure) cukup
tinggi, mencapai angka 40%-80%. Selain itu, pasca radioterapi seringkali dijumpai
metastasis jauh (15%-57%) (Kentjono, 2003; Multiawati, 2013).
Salah satu faktor resiko mayor terjadinya karsinoma nasofaring adalah virus
Epstein Barr (Ariwibowo, 2013). Hampir semua sel kanker nasofaring mengandung
bagian dari virus Epstein-Barr (EBV), dan kebanyakan orang dengan kanker
nasofaring memiliki bukti infeksi oleh virus ini dalam darah mereka. Infeksi EBV
sangat umum di seluruh dunia, sering terjadi pada masa kanak-kanak (American
Cancer Society, 2013).
3. Epstein-Barr virus
Epstein-Barr Virus (EBV) termasuk dalam genus Lymphocryptovirus,
subfamili Gamma-herpesvirinae, dan dari famili Herpesviridae. EBV merupakan
virus komplek yang diselubungi envelope dan berkembang biak di dalam inti sel
inang. EBV mampu menginfeksi limfosit-B yang dalam kondisi istirahat dan sel
epitel, kemudian bermultiplikasi dan menetap sebagai infeksi laten dalam limfosit-
commit to user
B. Orang yang terinfeksi dapat menghasilkan virion, membawa CTLs (Cytotoxic T
xxviii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
13
EBV dapat menginfeksi sel limfosit- dan menyebabkan keganasan pada sel
tersebut. Sel yang terinfeksi EBV akan mengekpresikan protein yang menjadikan
sel resisten terhadap apoptosis. Salah satu model sel limfosit- yang terinfeksi oleh
Eipstein-Barr Virus (EBV) yang biasanya digunakan untuk penelitian adalah sel
Raji (Diastuti dkk., 2009).
xxix
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id14
DNA melalui penghentian fase G1 dari siklus sel dan memicu gen yang
memperbaiki DNA. Apabila terjadi kehilangan p53 secara homozigot, kerusakan
DNA tidak dapat diperbaiki dan mutasi akan terfiksasi pada sel yang membelah
sehingga sel akan mengalami transformasi keganasan (Yenita, 2012).
EBV menginfeksi sel-sel B di sirkulasi yang melalui orofaring, menghasilkan
infeksi laten. EBV akan memicu limfosit B untuk berproliferasi, yang mana hal ini
akan diekspresikan oleh spesific growth-promoting genes, yang mempunyai
kemampuan untuk menjadi tumor. Ada beberapa jalur sinyal yang diindikasikan
sebagai fungsi dari LMP 1 yaitu Nuclear Factor - NF-B, JNK (c-Jun N Terminal
Kinase)/AP-1 (Activator Protein-1), MAPK (Mitogen-activated Protein Kinase)
dan Phosphoinositide 3-kinase (PI3K)-Akt:
a. LMP1 mengaktivasi NF-B melalui TRAF1, TRAF2 dan TRAF3, yang juga
menginduksi PI3K yang akan mengaktivasi Akt (protein kinase B). NF-B aktif
menginduksi immortalisasi sel dengan menghambat apoptosis sel melaui
peningkatan regulasi aktivitas survivin, survivin merupakan anggota prtotein
penghambat apoptosis yang menurunkan regulasi dari gen P21, hal ini
menyebabkan kerja cyclin-dependent kinase 4 (CDK4) dalam mempromosikan
progresi siklus sel melalui transisi G1/S.
b. JNK (c-Jun N Terminal Kinase) juga dikenal sebagai protein kinase yang aktif
karena stress yang terlibat dalam kelangsungan hidup sel dan kematian sel.
Biasanya, akibat dari aktivasi berkepanjangan dari JNK dapat menyebabkan
apoptosis sel sedangkan aktivasi sementara menyebabkan kelangsungan hidup
dan proliferasi seluler (aktivasi dari cycle 2/cyclin B (CDC2/cyclin B)) dengan
cara menginhibisi gen penekan tumor p53.
c. Mitogen-activated protein kinase (MAPK) merupakan jalur sinyal yang
memainkan peran kunci dalam regulasi ekspresi gen, pertumbuhan sel, dan
survival sel. Keadaan abnormal pada sinyal MAPK dapat menyebabkan
peningkatan atau tidak terkendalinya proliferasi sel dan ketahanan sel terhadap
apoptosis. Anggota MAPK diantaranya adalah molekul sinyal Ras, Raf, MEK,
dan ERK. Pada sel normal, faktor pertumbuhan ekstraseluler mengikat dan
mengaktifkan reseptor tirosin kinase, hal ini menyebabkan penurunan sinyal
commit todari
pada ke bagian selanjutnya. Aktivasi userERK yang terus menerus dapat
xxx
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 15
menginkativasi gen p27 yang merupakan protein pengatur regulasi siklus sel,
inaktivasi dari gen p27 mengaktifkan kompleks CDK2/cyclin E yang
menyebabkan sel memasuki fase S.
d. Phosphoinositide 3-kinase (PI3K) adalah kelompok enzim yang terlibat dalam
fungsi sel yang beragam termasuk pertumbuhan sel, proliferasi, diferensiasi,
motilitas, survival, dan pengedaran intraseluler. Aktivasi dari PI3K memicu
terjadinya fosforilasi dan aktivasi serin / treonin kinase protein B (Akt), hal ini
menyebabkan terjadinya degradasi dari cycli-dependent inhibitor p27 (Astuty,
2010; Tulalamba, 2012).
6. Siklus Sel
Siklus sel pada sel eukariotik merupakan suatu tahapan kompleks meliputi
penggandaan materi genetik, pengaturan waktu pembelahan sel, dan interaksi
commit
antara protein dan enzim. Siklus sel padatosel
user
eukaryotik dapat dibagi menjadi 4
xxxi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id16
tahap, yaitu: G1 (Gap 1), S (Sintesis), G2 (Gap 2), dan M (Mitosis). Seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 4 dimana tahap G1 merupakan selang antara tahapan M
dengan S. Pada tahap ini sel terus tumbuh dan melakukan persiapan untuk sintesis
DNA. Sel akan melakukan sintesis DNA dan terjadi proses replikasi kromosom
pada saat berada di tahap S. Tahap G2, sel yang telah mereplikasi kromosom akan
menduplikasi keseluruhan komponen seluler lainnya. Selain itu terjadi pula sintesis
mRNA dan beberapa protein tertentu. Secara umum tahap G0, G1, S, dan G2
disebut juga sebagai tahap interfase. Tahap M terjadi mitosis/pembelahan sel,
pergerakan kromosom bisa diikuti dari tengah ke tepi, akan menjadi sitokinesis (1
sel menjadi 2 sel), tahap ini terdiri dari empat sub tahapan, yaitu profase, metafase,
anafase, dan telofase. Kondisi tertentu, sel-sel yang tidak membelah, karena tidak
berdiferensiasi, meninggalkan tahap G1 dan pindah ke dalam tahap G0. Sel-sel
yang berada dalam tahap G0 sering disebut sedang beristirahat/ diam (quiescent)
(Murti dkk., 2007; Albert et al., 2008).
G0 (quiscent) merupakan fase dimana sel berada pada fase G1 terlalu lama,
pada fase ini, sel tetap menjalankan fungsi metabolisnya dengan aktif, tetapi tidak
lagi melakukan proliferasi secara aktif. Sebuah sel yang berada pada fase G0 dapat
memasuki siklus sel kembali, atau tetap pada fase tersebut hingga terjadi apoptosis
(Sarmoko dan Larasati, 2012).
commit to user
xxxii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id17
7. Proliferasi
Proliferasi sel adalah pembelahan sel (cell division) dan pertumbuhan sel (cell
growth), yang mendasari mekanisme dan pengaturan proliferasi sel adalah siklus
sel. Proliferasi sel distimulasi oleh faktor pertumbuhan intrinsik, jejas, kematian
dan kerusakan sel, mediator biokimiawi dari lingkungan. Kelebihan stimulus atau
kekurangan inhibitor akan menyebabkan pertumbuhan sel yang tak terkontrol atau
terjadinya kanker. Penginduksian pertumbuhan sel dihubungkan dengan
pemendekan siklus sel pada fase G0 sampai sel memasuki siklus sel, pada fase G0
sampai memasuki siklus sel terdapat penghambatan fisiologis untuk terjadinya
proliferasi sel. Pertumbuhan sel dapat dicapai dengan memperpendek atau
memperpanjang siklus sel (Hartono, 2009).
Proliferasi sel merupakan siklus pembelahan sel, dimana sel tersebut tumbuh,
mereplikasi DNA-nya, dan kemudian membagi menjadi dua sel anak. Pada jaringan
dewasa, ukuran proliferasi sel ditentukan oleh kecepatan proliferasi, diferensiasi,
dan kematian oleh apoptosis. Mekanisme pertumbuhan yang paling penting adalah
perubahan sel-sel yang dalam keadaan istirahat atau quiescent cells ke sel yang
berproliferasi dengan membuat sel tersebut memasuki siklus sel (Laksmini, 2013).
Salah satu parameter utama dalam mengukur sifat proliferatif sel adalah cell
cycle progression. Proses ini diatur oleh regulator positif (onkogen) dan regulator
negatif (Tumor supressor gene) (Budiyastomo, 2010). Proliferasi siklus sel pada
kondisi normal melalui tahapan sebagai berikut:
a. Faktor pertumbuhan terikat pada reseptor spesifik membran sel
b. Aktivasi reseptor faktor pertumbuhan yang bersifat sementara dan terbatas,
kemudian akan mengaktivasi beberapa protein transduksi sinyal pada bagian
membran plasma
c. Transmisi sinyal transduksi melintasi sitosol menuju inti second messenger
d. Induksi dan aktivasi faktor pengendali pada inti yang menhinisiasi transkripsi
DNA
e. Sel kemudian memasuki siklus sel, menghasilkan pembelahan sel (Contrans
1999 dalam Budiyastomo, 2010)
commit to user
xxxiii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
18
8. Apoptosis
Apoptosis merupakan proses kematian sel secara terprogram (programmed
cell death). Senyawa antitumor yang baik adalah senyawa yang dapat menginduksi
terjadinya apoptosis. Gen yang sangat berperan dalam peristiwa apoptosis adalah
gen p53. Gen p53 juga berperan sebagai supresor tumor. Gen p53 merupakan salah
satu gen penekan terjadinya tumor. Gen p53 merupakan penjaga gawang
stabilitas genomik yang berperan dalam siklus regulasi DNA, apoptosis dan kontrol
proliferasi sel (Nursid dkk., 2006).
Sitoplasma sel tidak keluar pada peristiwa apoptosis sehingga berbagai respon
radang tidak terjadi. Apoptosis merupakan proses aktif yang memerlukan energi
karena prosesnya terjadi oleh sel sendiri hingga mengakibatkan kematian sel. Sel
yang apoptosis akan mengalami perubahan morfologi seperti: sel mengecil, terjadi
kondensasi kromatin dan fragmentasi inti. Apoptosis memiliki peran dalam proses
fisiologis autodestruksi seluler yang penting bagi perkembangan, pemeliharaan
homeostasis dan pertahanan hospes organisme multiseluler. Apoptosis merupakan
bagian dari perkembangan fisiologis tubuh normal selama masa perkembangan
serta sebagai mekanisme homeostasis jaringan dan mekanisme pertahanan tubuh
(Hadi, 2011).
Proses apoptosis ini diatur melalui 2 jalur yaitu jalur ekstrinsik (sitoplasma)
melalui aktifitas Fas death receptor dengan mengaktivasi interaksi Fas-Fas ligand
(FasL) dan jalur intrinsik (mitokondria) yang memacu pelepasan sitokrom C yang
tergantung pada pengaturan protein Bcl-2 (B cell lymphoma) sebagai protein anti-
apoptosis dan Bax sebagai protein pro-apoptosis. Protein penekan tumor p53
terlibat pada proses pemacuan apoptosis dengan menginduksi ekspresi dari protein
proapoptosis (Cahyanti, 2008; Meiyanto, 2006).
Menurut Hermawan (2012) selama proses apoptosis terjadi perubahan
morfologi sel yang dapat dibagi dalam tiga fase yang ditunjukkan pada Gambar 5,
yaitu:
a. Fase inisiasi atau induksi heterogen yang bergantung pada stimulus, sel
menerima stimulus yang menginduksi kematian, kehilangan faktor-faktor yang
menunjang ketahanan hidup, kekurangan suplai untuk metabolisme dan terjadi
commit
pengikatan reseptor yang meneruskan to user
sinyal kematian.
xxxiv
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
19
b. Fase efektor, pada fase ini reaksi metabolik dengan pola yang lebih teratur, dan
sel mengambil keputusan atau komitmen untuk bunuh diri.
c. Fase degradasi atau eksekusi saat sel-sel yang bersangkutan memperlihatkan
gambaran biokimia dan morfologi apoptosis. Terjadi peningkatan berbagai
aktivitas, termasuk peningkatan aktivasi enzim-enzim katabolik dan produksi
reactive oxygen species (ROS). Pada fase ini perubahan morfologi dan biokimia
sel, di antaranya fragmentasi DNA, degradasi berbagai jenis protein dan lain-lain
menjadi lebih jelas. Semua sel mengalami apoptosis menurut pola tertentu dan
menunjukkan bahwa sel-sel tersebut mengekspresikan semua komponen protein
yang diperlukan untuk mengeksekusi kematian sel.
8. Uji Sitotoksik
Evaluasi preklinik merupakan salah satu hal yang penting untuk mengetahui
potensi aktivitas neoplastiknya dalam pengembangan obat antikanker baru sebagai
agen-agen kemoterapi kanker. Evaluasi ini tidak hanya digunakan untuk obat-obat
commit to user
xxxv
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
20
antikanker, tetapi juga untuk obat-obat lainnya, kosmetik, zat tambahan makanan,
pestisida dan lainnya. Evaluasi yang telah terstandarisasi untuk menentukan apakah
suatu material mengandung bahan yang berbahaya (toksik) secara biologis disebut
uji sitotoksisitas. Syarat yang harus dipenuhi untuk sistem uji sitotoksisitas di
antaranya adalah sistem pengujian harus dapat menghasilkan kurva dosis-respon
yang reprodusibel dengan variabilitas yang rendah, kriteria respon harus
menunjukan hubungan linier dengan jumlah sel serta informasi yang didapat dari
kurva dosis-respon harus sejalan dengan efek yang muncul pada in vivo. Salah satu
metode yang umum digunakan untuk menetapkan jumlah sel adalah metode MTT
(CCRC, 2012).
Uji MTT (Methylthiazol Tetrazolium) adalah uji sensitif, kuantitatif dan
terpercaya. Reaksi MTT merupakan reaksi reduksi seluler yang didasarkan pada
pemecahan garam tetrazolium MTT berwarna kuning menjadi kristal formazan
berwarna biru keunguan. Metode perubahan warna tersebut digunakan untuk
mendeteksi adanya proliferasi sel. Sel yang mengalami proliferasi, mitokondria
akan menyerap MTT sehingga sel-sel tersebut akan berwarna ungu akibat
terbentuknya kristal tetrazolium (formazan) (ATCC, 2011). Penambahan reagen
stopper (bersifat detergenik) akan melarutkan kristal berwarna formazan yang
kemudian diukur absorbansinya menggunakan ELISA reader. Intensitas warna
ungu yang terbentuk proporsional dengan jumlah sel hidup. Sehingga jika intensitas
warna ungu semakin besar, maka berarti jumlah sel hidup semakin banyak (CCRC,
2012).
MTT merupakan salah satu metode yang digunakan untuk menetapkan
jumlah sel. Prinsip dari metode MTT adalah terjadinya reduksi garam kuning
tetrazolium MTT (3-(4,5-dimetiltiazol-2-il)-2,5-difenil tetrazolium bromid) oleh
sistem reduktase. Suksinat tetrazolium yang termasuk dalam rantai respirasi dalam
mitokondria sel-sel yang hidup membentuk kristal formazan berwarna ungu dan
tidak larut air (CCRC, 2012). Enzim suksinat dehidrogenase pada mitokondria sel
hidup mampu memecah MTT menjadi kristal formazan. Reaksi tersebut melibatkan
piridin nukleotida kofaktor NADH dan NADPH yang hanya dikatalisis oleh sel
hidup, sehingga jumlah formazan yang terbentuk sebanding dengan jumlah sel yang
hidup. Semakin banyak sel yang commit
hidup, to user banyak kristal formazan yang
semakin
xxxvi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
21
terbentuk (Biranti dkk., 2009). Penambahan reagen stopper/ SDS 10% (bersifat
detergenik) pada proses akhir uji sitotoksik akan melarutkan kristal berwarna ini
yang kemudian diukur absorbansinya menggunakan ELISA reader (CCRC, 2012).
Ningsih (2011) menjelaskan bahwa salah satu cara untuk mengetahui LC50 suatu
ekstrak uji terhadap sel uji dapat digunakan uji sitotosik metode MTT.
Gambar 7. Reaksi reduksi MTT menjadi formazan oleh enzim reduktase (Biranti
dkk., 2009)
commit to user
xxxvii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
22
Uji sitotoksik selain digunakan untuk menentukan parameter nilai LC50 juga
dapat digunakan untuk menentukan nilai IC50-24 jam. Nilai IC50-24 menunjukkan
nilai konsentrasi yang menghasilkan hambatan proliferasi sel sebesar 50% dan nilai
ini merupakan patokan untuk melakukan uji pengamatan kinetika proliferasi sel
(Ernawati, 2010).
Pelarut ekstrak yang digunakan pada uji sitotoksik adalah dimetil sulfoksida
(DMSO). DMSO dipilih sebagai pelarut karena telah dilaporkan bahwa penggunaan
DMSO tidak berpengaruh pada proliferasi sel. Penggunaan DMSO dilaporkan
relatif tidak berpengaruh terhadap proliferasi sel (Maryati, 2007).
xxxviii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
23
menggunakan fase gerak campuran n-butanol : asam asetat : air (BAA) dengan
perbandingan (4:1:5), sehingga didapat nilai Rf (Retardation factor), bercak dan
wama yang sama dari dari masing-masing larutan kemudian dibandingkan dengan
nilai Rf bercak serta warna dari standar kuersetin. Hasil deteksi dengan
menggunakan lampu UV pada panjang gelombang 366 nm (Koirewoa dkk., 2012).
Data yang diperoleh dari hasil KLT adalah nilai Rf yang berguna untuk identifikasi
senyawa. Nilai Rf dapat didefinisikan sebagai jarak yang ditempuh oleh senyawa
dari titik asal dibagi dengan jarak yang ditempuh oleh pelarut dari titik asal, oleh
karena itu bilangan Rf selalu lebih kecil dari 1,0 (Alegantina dan Isnawati, 2010).
B. Kerangka Pemikiran
Sel Raji merupakan continous cell line yang diturunkan dari sel -Limfoma
(kanker nasopharing) pada manusia (Lonza, 2011). Karsinoma nasofaring (KNF) di
Indonesia merupakan tumor ganas terbanyak di daerah kepala dan leher. Terapi KNF
dengan radioterapi konvensional seperti ini seringkali hasilnya kurang memuaskan.
Kegagalan radioterapi konvensional cukup tinggi (40%-80%), paska radioterapi
seringkali dijumpai metastasis jauh (15%-57%) (Kentjono, 2003). Selain itu walaupun
pengobatan dengan radiasi mampu membunuh tumor lokal namun radiasi juga dapat
membunuh sel normal di sekitarnya (Lockshin et al., 2007 dalam Multiawati, 2013),
dengan alasan tersebut maka diperlukan penelitian bahan alam yang dapat digunakan
sebagai alternatif pengobatan kanker nasofaring secara aman.
Sel Raji merupakan sel limfosit- yang terinfeksi oleh Eipstein-Barr Virus
(EBV). Sel yang terinfeksi EBV akan mengekpresikan protein yang menjadikan sel
resisten terhadap apoptosis (Komano et al., 1998 dalam Diastuti et al., 2009). Infeksi
EBV yang laten ditandai dengan ekspresi latent membrane protein-1 (LMP-1). LMP-1
merupakan onkogen virus yang mirip reseptor permukaan sel yang terlibat dalam jalur
pensinyalan yang mengatur proliferasi sel dan apoptosis yaitu memicu progresifitas dan
proliferasi sel melalui siklus sel (fase G1/S) dan inhibisi apoptosis. Virus Epstein-Barr
dapat mengikat protein p53 normal dan menghilangkan fungsi protektifnya. Gen p53
merupakan salah satu dari gen supresor tumor (Yenita, 2012).
Virus Epstein Barr menginfeksi sel-sel B di sirkulasi yang melalui orofaring,
commit to
menghasilkan infeksi laten. Virus Epstein userakan memicu limfosit B untuk
Barr
xxxix
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
24
berproliferasi, yang mana hal ini akan diekspresikan oleh spesific growth-promoting
genes, yang mempunyai kemampuan untuk menjadi tumor. Beberapa jalur sinyal yang
diindikasikan sebagai fungsi dari LMP 1 yaitu Nuclear Factor - NF-B, JNK (c-Jun N
Terminal Kinase)/AP-1 (Activator Protein-1), MAPK (Mitogen-activated Protein
Kinase) dan Phosphoinositide 3-kinase (PI3K)-Akt. NF-B aktif menginduksi
immortalisasi sel dengan menghambat apoptosis sel melaui peningkatan regulasi
aktivitas survivin, survivin merupakan anggota prtotein penghambat apoptosis yang
menurunkan regulasi dari gen P21, hal ini menyebabkan kerja cyclin-dependent kinase
4 (CDK4) dalam mempromosikan progresi siklus sel melalui transisi G1/S. JNK (c-Jun
N Terminal Kinase) dapat menyebabkan apoptosis sel sedangkan aktivasi sementara
menyebabkan kelangsungan hidup dan proliferasi seluler (aktivasi dari cycle 2/cyclin B
(CDC2/cyclin B)) dengan cara menginhibisi gen penekan tumor p53. Keadaan abnormal
pada sinyal MAPK dapat menyebabkan peningkatan atau tidak terkendalinya proliferasi
sel. Anggota MAPK diantaranya adalah molekul sinyal Ras, Raf, MEK, dan ERK.
Aktivasi dari ERK yang terus menerus dapat menginkativasi gen p27 yang merupakan
protein pengatur regulasi siklus sel, inaktivasi dari gen p27 mengaktifkan kompleks
CDK2/cyclin E yang menyebabkan sel memasuki fase S. Aktivasi dari PI3K memicu
terjadinya fosforilasi dan aktivasi serin / treonin kinase protein B (Akt), hal ini
menyebabkan terjadinya degradasi dari cycli-dependent inhibitor p27 (Astuty, 2010;
Tulalamba, 2012).
Tumbuhan benalu yang selama ini sering dikenal sebagai parasit ternyata
memiliki khasiat, yaitu mampu menghambat laju pertumbuhan penyakit kanker, karena
di dalamnya terkandung kuersetin (Sudaryono, 2011). Kuersetin berperan dalam
megaktifkan/meningkatkan ekspresi protein p53 (Lamson et al., 2000; Saifillah, 2011).
Protein p53 mampu menginduksi protein p21 yang menginaktifkan CDK2 dan CDK4
(fosforilasi Rb (Retinoblastoma) terhambat dan pelepasan faktor transkripsi E2F
terhenti, DNA mempunyai kesempatan memperbaiki diri sebelum masuk ke tahap
pembelahan selanjutnya (dari fase G1 ke fase S), jika kerusakan DNA berat dan tidak
dapat diperbaiki maka sel akan memasuki jalur apoptosis (Budiyastomo, 2010).
commit to user
xl
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
25
SEL
EBV
menurunkan/menghambat
mempengaruhi
xli
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
26
C. Hipotesis
1. Ekstrak etanol daun benalu kersen (D. pentandra L. Miq) mengandung senyawa
metabolit sekunder yang dapat dideteksi secara kualiatif
2. Pemberian ekstrak etanol daun benalu kersen (Dendrophthoe pentandra L. Miq)
dapat menghambat proliferasi sel Raji secara invitro
commit to user
xlii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
BAB III
METODE PENELITIAN
2. Bahan
a. Bahan Utama
Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun benalu
kersen (D. pentandra L. Miq.) segar yang
commit diambil daun ke-4 sampai ke-10 dari
to user
xliii
27
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
28
D. Cara Kerja
1. Persiapan Sampel
Daun disortir dan dipisahkan antara daun yang kering dengan yang segar,
kemudian dicuci dengan air hingga bersih. Daun yang telah dibersihkan dikeringkan di
bawah sinar matahari secara tidak langsung dengan cara ditutup dangan kain hitam
(Lampiran 3B) yang bertujuan supaya kandungan kimia di dalam daun tidak
teroksidasi langsung oleh paparan sinar matahari. Pengeringan dilakukan selama 6
hari, yang kemudian dilanjutkan di dalam inkubator dengan suhu 50oC. Andriyani dkk
commit
(2010) menjelaskan bahwa pengeringan to user
bahan uji dapat membuat simplisia tidak
xliv
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
29
mudah rusak, sehingga dapat disimpan dalam waktu yang lama, kadar air yang
berkurang dalam proses pengeringan reaksi enzimatik yang terhenti dapat mencegah
penurunan mutu atau perusakan simplisia. Penggunaan inkubator bertujuan untuk
mempercepat proses pengeringan tanpa dipengaruhi oleh keadaan cuaca. Sebelum
diekstraksi, bahan uji dicuci, dikeringkan di bawah sinar matahari tidak langsung
dilanjutkan menggunakan lemari pengering pada suhu antara 40o-60oC, kemudian
diserbukkan dengan penggiling serbuk.
Daun benalu (D. pentandra L. Miq.) dilakukan penggilingan hingga halus dan
diayak, selanjutnya sampel yang telah dihaluskan ditimbang sebanyak 100 g dan
dimaserasi dalam 750 ml etanol 96% selama 5 hari sambil diaduk-aduk. Dilakukan
penyaringan dengan kertas saring. Ekstrak yang diperoleh dilakukan pengeringan
dengan Rotavapour hingga kental. Hasil ekstrak berwarna kental hitam kehijauan
(Lampiran 3F) dicuci dimasukkan ke dalam wadah bermulut lebar tertutup untuk
mempermudah pengambilan (Lazuardi, 2007; Katrin dkk., 2005).
Metode maserasi banyak digunakan untuk mengisolasi komponen polar
maupun non polar dalam suatu bahan alam karena metode ini pengerjaannya mudah,
menghasilkan rendamen yang cukup tinggi, serta kemungkinan rusaknya senyawa
kimia yang terkandung di dalam suatu bahan alam dapat dihindari karena tidak
disertai pemberian panas (Sundari, 2010).
2. Uji Sitotoksisitas dan Doubling Time Sel Raji (Djajanegara, 2008; Diastuti dkk.,
2009)
a. Pembuatan media kultur sel lengkap (MK)
Media kultur sel lengkap dibuat dengan cara mencampurkan 10 ml FBS
10%, 0,5 ml Fungizone 0,5%, dan 2 ml Penstrep 2% kemudian ditambahkan
RPMI sampai 100 ml. Selanjutnya media kultur disimpan pada suhu 4C.
b. Preparasi sel
Sel yang inaktif dalam wadah cryotube diambil dari tangki nitrogen cair dan
segera dicairkan pada suhu 37C. Cryotube dibuka dan sel dipindahkan ke dalam
tabung conical steril yang berisi medium tumbuh RPMI lebih kurang 10 ml.
Suspensi sel disentrifus dengan kecepatan 750 rpm selama 5 menit, kemudian
commit
bagian supernatan dibuang. Pellet to user5 ml medium penumbuh RPMI,
ditambah
xlv
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
30
xlvi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
31
sampel untuk perlakuan (termasuk kontrol sel dan kontrol DMSO). Plate yang
telah berisi sel diambil dari inkubator CO2. Seri konsentrasi sampel dimasukkan
ke dalam sumuran (triplo), sebanyak 100 l ekstrak uji ditambahkan
ditambahkan pada well sel uji dan well blanko (MK), kemudian diinkubasi di
dalam inkubator CO2 (lama inkubasi tergantung pada efek perlakuan terhadap
sel, jika dalam waktu 24 jam belum terlihat efek sitotoksik, inkubasi kembali
selama 24 jam (waktu inkubasi total: 24-48 jam). Menjelang akhir waktu
inkubasi, kondisi sel didokumentasikan untuk setiap perlakuan. Reagen MTT
sebanyak 0,5 mg dilarutkan dalam 1 ml PBS (untuk 1 buah 96 well plate). Media
sel tanpa dibuang kemudian ditambahkan reagen MTT sebanyal 10 L ke dalam
setiap sumuran, termasuk kontrol media (tanpa sel). Sel diinkubasi selama 2-4
jam di dalam inkubator CO2. Kondisi sel diperiksa dengan mikroskop inverted,
jika formazan telah jelas terbentuk, tambahkan stopper 100 L SDS 10% dalam
0,1 N HCl. Plate dibungkus dengan kertas atau alumunium foil dan diinkubasi di
tempat gelap pada temperatur kamar selama semalam. ELISA reader dihidupkan
kemudian tunggu proses progressing hingga selesai. Pembungkus plate dan
tutup plate dibuka kemudian dimasukkan ke dalam ELISA reader. Absorbansi
masing-masing sumuran dibaca dengan ELISA reader dengan =550-600 nm
dan menekan tombol START. ELISA reader dimatikan setelah proses selesai.
Hitung prosentase sel hidup dan analisis harga IC50 dengan Excell (Regresi
linear dari log konsentrasi) atau SPSS (Probit/Logit). Buat grafik log konsentrasi
vs prosentase sel hidup dengan chart type scatter dan chart subtype compare
pairs of values. Cari persamaan regresi linier dari grafik tersebut dengan
menambilkan add trendline-regresi linier. Lihat parameter r pada persamaan
regresi linier. Jika r lebih besar dari r tabel maka persamaan regresi linier
memenuhi standar untuk mencari IC50. Masukan y = 50% pada persamaan
regresi linier dan cari x nya kemudian dihitung antilog dari konsentrasi tersebut
sehingga diperoleh IC50 (CCRC, 2012).
e. Pengamatan Kinetika Proliferasi Sel (Uji Doubling Time)
Uji ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak benalu
kersen terhadap proliferasi sel Raji dengan cara kerja yang sama dengan metode
commit
MTT, namun terdapat penambahan to user
inkubasi selama 24; 48; 72 jam (Khoiriyah,
xlvii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
32
2011), serta jumlah sel yang dibutuhkan untuk uji proliferasi sel adalah 1,5 x 104
sel/sumuran (1,5 x 104 sel/100l MK) (CCRC, 2010).
3. Skrining Fitokimia
Skrining fitokimia bertujuan mengetahui kandungan flavonoid, alkaloid, tanin,
saponin dan terpenoid dalam ekstrak benalu kersen, yang mempunyai efek
penghambatan terhadap pertumbuhan kanker.
Identifikasi flavonoid dilakukan dengan cara ditambahkan serbuk Mg dan 2 ml
HCl 2N pada 2 mL larutan ektrak. Senyawa flavonoid akan menunjukkan warna
jingga sampai merah. Identifikasi Alkaloid dilakukan dengan cara 3 ml larutan
ekstrak ditambahkan dengan 1 ml HCl 2N dan 6 ml air suling, kemudian dipanaskan
selama 2 menit, didinginkan dan disaring. Filtrat diperiksa dengan pereaksi Mayer
terbentuk endapan putih. Identifikasi saponin dilakukan dengan ditambahkan
aquades. Kemudian dikocok vertikal selama 10 detik. Hasil uji positif jika timbul
busa stabil selama beberapa menit (Harborne, 1987 dalam Sukandar dkk., 2008).
Skrining fitokimia tanin dilakukan dengan cara sebanyak 1 mL larutan ekstrak
uji direaksikan dengan FeCl3 10%, adanya tanin ditunjukkan dengan terbentuknya
warna biru tua atau hitam kehijauan. Skrining fitokimia terpenoid dan steroid
dilakukan dengan cara bahan uji dilarutkan dengan kloroform, setelah itu
ditambahkan dengan asam asetat anhidrat sebanyak 0,5 ml. Selanjutnya ditambahkan
2 ml asam sulfat pekat melalui dinding tabung. Adanya triterpenoid ditandai dengan
terbentuknya cincin kecoklatan atau violet pada perbatasan larutan, sedangkan
adanya steroid ditandai dengan terbentuknya cincin biru kehijauan (Padmasari dkk.,
2013).
xlviii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
33
hasil pemisahan terbaik pada KLT yaitu n-butanol : asam asetat: air (BAA) dengan
perbandingan (4:1:5). Hasil KLT kemudian diangin-anginkan dan diperiksa di bawah
sinar UV pada panjang gelombang 366 nm. Pembanding rutin yang dipakai dalam
mengisolasi ialah kuersetin, yang merupakan pembanding rutin yang biasanya
dipakai untuk mengisolasi senyawa flavonoid (Koirewoa dkk., 2012). Hasil KLT
kuersetin memiliki noda warna hijau kekuningan setelah diperiksa di bawah sinar
UV pada panjang gelombang 366 nm dengan pereaksi semprot alumunium (III)
klorida 5% dalam etanol (Andriani, 2011).
Hasil yang diperoleh dari kromatografi lapis tipis berupa noda atau bercak yang
teridentifikasi sebagai harga Rf (Retention factor). Harga Rf dapat dihitung dengan
rumus sebagai berikut:
Rf =
E. Analisa Data
xlix
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 34
sel pada tiap-tiap waktu inkubasi akibat perlakuan sampel dengan berbagai seri
konsentrasi terhadap kontrol sel. Untuk menguji apakah ada hubungan antara
konsentrasi ekstrak etanol daun benalu kersen dengan laju kematian dan laju
proliferasi sel Raji, data yang didapat dianalisis secara statistik dengan uji korelasi
Spearman menggunakan program SPSS (Stastitical Product and Service Solutions)
versi 17.0 (Hadiyah, 2009). Uji Korelasi Pearson memiliki syarat yang harus
dipenuhi, di antaranya adalah distribusi sebaran datanya harus normal (p>0,05), hal
ini dapat diketahui dengan menggunakan uji normalitas. Jika distribusi sebaran
datanya tidak normal maka uji korelasi bisa menggunakan uji alternatif yaitu Uji
Spearman (Dahlan, 2009).
commit to user
l
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Ekstraksi
Metode ekstraksi yang digunakan pada penelitian ini adalah metode maserasi
dan pelarut yang digunakan adalah etanol 96%. Koirewoa dkk (2012) menjelaskan
bahwa pelarut etanol 96% merupakan pelarut yang bersifat polar sehingga mampu
melarutkan senyawa yang bersifat polar juga yang di antaranya adalah flavonoid
(kuersetin termasuk dalam golongan flavonoid), suatu molekul bersifat polar apabila
tersusun atas atom-atom yang berbeda dan molekul yang tersusun atas atom-atom yang
sama. Pine dkk. (2011) melaporkan dalam penelitiannya bahwa penggunaan ekstrak
etanol memiliki beberapa kelebihan di antaranya adalah tidak beracun, netral,
absorbsinya baik, memerlukan panas yang lebih sedikit untuk proses pemekatan, dan
zat pengganggu yang larut terbatas serta dalam penelitiannya juga dijelaskan bahwa
penggunaan etanol 96% sebagai pelarut menghasilkan ekstrak dengan kadar flavonoid
total lebih banyak dibanding pelarut etanol 70% dan air yaitu rentang 23,630,06
41,560,12 (mg/g).
Hasil ekstraksi masih mengandung ethanol 96%, untuk menghilangkan larutan
ini maka dilakukan penguapan dengan menggunakan rotary evaporator yang kemudian
penguapan dilanjutkan dengan penangas air hingga didapatkan ekstrak kental. Hasil
ekstraksi didapatkan rendamen sebanyak 54,889 gram (8,867% dari berat kering).
commit to user
li35
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 36
1. Flavonoid (Kuersetin)
Flavonoid yang pada umumnya banyak terdapat pada tumbuhan berpembuluh
(Sudaryono, 2011). Flavonoida merupakan salah satu metabolit sekunder dari
golongan senyawa polifenol yang mempunyai 15 atom karbon, terdiri dari 2 cincin
karbon benzena yang dihubungkan menjadi satu oleh rantai linear yang terdiri dari
3 atom karbon atau digambarkan sebagai deretan senyawa C6-C3-C6. Flavonoid
merupakan salah satu golongan fenol alam terbesar dan merupakan senyawa
organik (Ariani, 2008)
Hasil uji skrining flavonoid menunjukkan bahwa pada ekstrak etanol daun
benalu kersen (D. pentandra L. Miq) mengandung flavonoid yang ditandai dengan
terbentuknya warna jingga (Gambar 9). Uji ini menggunakan magnesium sebagai
pereduksi dimana reduksi tersebut dilakukan dalam suasana asam
denganpenambahan HCl. Reduksi dengan magnesium dan asam klorida pekat
menghasilkan warna kemerahan pada ekstrak tumbuhan uji (Seniwaty dkk., 2009).
Gambar 9. Hasil uji skrining keberadaan flavonoid: (i) ekstrak uji yang
dilarutkan dengan akuades, (ii) hasil (+) terbentuk warna jingga
kemerahan, (iii) HCl + serbuk magnesium
commit to user
lii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
37
(ii) (i)
2. Alkaloid
Alkaloid merupakan senyawa yang mengandung satu atau lebih atom nitrogen,
biasanya dalam bentuk gabungan sebagai bagian dari sistem siklik (Pratiwi, 2014).
Hasil uji skrining flavonoid menunjukkan bahwa pada ekstrak etanol daun
benalu kersen (D. pentandra L. Miq) mengandung flavonoid yang ditandai dengan
terbentuknya endapan jingga (Gambar 11). Alkaloid dapat tertarik pada pelarut
etanol karena senyawa alkaloid bersifat polar. Reaksi positif yang terjadi pada uji
commit jingga
alkaloid adalah terbentuknya endapan to user pada pereaksi dragendorff dan
liii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
38
endapan kuning pada pereaksi mayer seperti yang terlihat pada Gambar 11, hal
tersebut terjadi karena adanya reaksi penggantian ligan. Alkaloid yang memiliki
atom nitrogen yang mempunyai pasangan elektron bebas dapat mengganti ion iodo
dalam pereaksi-pereaksi tersebut (Padmasari dkk., 2013).
Gambar 11. Hasil uji skrining keberadaan alkaloid: (A) Uji Mayer, (B) Uji
Dagendorf; (i) ekstrak uji yang dilarutkan dengan akuades, (ii)
hasil (+) terbentuk endapan jingga, (iii) reagen Dagendorf
3. Polifenol - Tanin
Tanin merupakan senyawa tumbuhan yang termasuk ke dalam golongan
fenolik, yaitu mengandung kerangka cincin aromatik yang mengandung gugus
hidroksil (-OH). Adanya tannin dalam suatu bahan ujiditandai dengan terbentuknya
warna hijau kebiruan yang terbentuk setelah direaksikan dengan menggunakan
FeCl3 1%. Tanin merupakan golongan senyawa polifenol yang penting dalam
tumbuhan (Mustikasari & Ariyani, 2008).
commit to user
liv
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
39
Gambar 12. Hasil uji skrining keberadaan tanin (polifenol): (i) ekstrak uji yang
dilarutkan dengan akuades, (ii) reagen FeCl3, (iii) hasil positif
warna hijau kehitaman
4. Terpenoid - Triterpenoid
Triterpenoid adalah metabolit dari oligomer isopentenil pirofosfat dan
merupakan kelompok fitokimia yang terbesar, triterpenoid diketahui merupakan
agen fitokimia yang dapat secara selektif membunuh sel kanker payudara dengan
mekanisme pleiotropik dan mencegah rusaknya sel normal (Andini & Windarti,
2014).
Uji yang banyak digunakan untuk mengidentifikasi adanya terpenoid dan
steroid adalah reaksi Lieberman-Bouchard (anhidrid asetat-H2SO4 pekat).
Pengujian steroid/terpenoid didasarkan pada kemampuan senyawa untuk
membentuk warna dengan H2SO4 pekat dalam pelarut asam asetat anhidrat. Hasil
uji menunjukkan hasil positif dengan terbentuknya cincin berwarna kecoklatan
(Gambar 13) yang menunjukkan adanya kandungan terpenoid. Adanya steroid
ditandai dengan perubahan warna dari violet menjadi biru atau hijau. Perubahan
warna ini disebabkan karena terjadinya reaksi oksidasi pada golongan
terpenoid/steroid melalui pembentukkan ikatan rangkap terkonjugasi (Dewi dkk.,
2013; Tomahayu, 2014).
commit to user
lv
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
40
+ (cincin kecoklatan)
5. Saponin
Saponin adalah senyawa aktif permukaan yang dapat menimbulkan busa jika
dikocok dalam air. Saponin pada umumnya berada dalam bentuk glikosida
sehingga cenderung bersifat polar. Hal tersebut terjadi karena saponin memiliki
gugus polar dan non polar yang akan membentuk misel, pada saat misel terbentuk
maka gugus polar akan menghadap ke luar dan gugus nonpolar menghadap ke
dalam dan keadaan inilah yang tampak seperti busa (Padmasari dkk., 2013). Hasil
uji saponin pada ekstrak etanol daun benalu kersen (D. pentandra L. Miq)
menunjukkan hasil yang ditandai terbentuknya busa pada reaksi busa (Gambar 14).
commit to user
lvi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
41
+ (terbentuk busa)
C. Uji Sitotoksisitas
Uji sitotoksik dilakukan setelah kultur sel siap dipanen, sel dipindahkan ke
dalam conical tube yang berisi 12 mL media RPMI komplit (FBS, Pens-strep,
Fungizon) kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 3400 rpm selama 5 menit.
Dilanjutkan perhitungan dengan hemocytometer untuk mendapatkan kerapatan sel
hingga mencapai jumlah 2x104/ 100 l dan dengan penambahan 100 l sampel
dengan berbagai seri kadar. Puspitasari (2009) menjelaskan bahwa sel yang masih
hidup pada perhitungan perhitungan di hemocytometer akan tampak bersinar cemerlang,
batas membran dengan media akan kelihatan jelas. Sel yang mati akan tampak bulat,
lebih gelap, kurang bercahaya, dan membran selnya terlihat pecah atau agak samar
(Gambar 15).
Gambar 15. Morfologi sel Raji dengan perbesaran 100 kali. Keterangan: (A) sel
hidup, (B) sel mati
Efek kematian yang terjadi pada sel Raji kemungkinan disebabkan oleh
kandungan senyawa metabolit sekunder yang terkandung ekstrak etanol daun benalu
kersen (D. pentandra L. Miq), untuk dapat mempengaruhi senyawa-senyawa tersebut
commit to user
lvii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
42
tentunya harus dapat berinteraksi dengan sel Raji. Saifillah (2011) kandungan utama
dari D. pentandra flavonoid (kuersetin). Flavonoid merupakan termasuk senyawa
fenolik alam yang potensial sebagai antioksidan dan mempunyai
bioaktifitas sebagai obat. Flavonoid yang lazim ditemukan pada tumbuhan
tingkat tinggi adalah flavon dan flavonol dengan C- dan O-glikosida, isoflavon C- dan
Oglikosida, flavanon C- dan O-glikosida, khalkon dengan C- dan O-glikosida, dan
dihidrokhalkon, proantosianidin dan antosianin, auron O-glikosida, dan dihidroflavonol
O-glikosida. Golongan flavon, flavonol, flavanon, isoflavon, dan khalkon juga sering
ditemukan dalam bentuk aglikonnya. Flovonoid tersusun dari dua cincin aromatis yang
dapat atau tidak dapat membentuk cincin ketiga dengan susunan C6-C3-C6 (Rohyami,
2008). Ide (2008) menjelaskan bahwa monomer flavanol dan dimer dari flavonoid yang
merupakan oligomer kecil merupakan penyebab flavonoid mampu berdifusi melewati
membran dan masuk ke dalam sel.
Hasil uji sitotoksik ekstrak etanol daun benalu kersen (D. pentandra L. Miq)
berprinsip dari metode MTT adalah terjadinya reduksi garam kuning tetrazolium MTT
(3-(4,5-dimetiltiazol-2-il)-2,5-difeniltetrazolium bromid) oleh sistem reduktase.
Suksinat tetrazolium yang termasuk dalam rantai respirasi dalam mitokondria sel-sel
yang hidup membentuk kristal formazan berwarna ungu dan tidak larut air. Enzim
suksinat dehidrogenase pada mitokondria sel hidup mampu memecah MTT menjadi
kristal formazan (CCRC, 2012).
(i) (ii)
Gambar 16. Morfologi sel Raji sebelum Uji MTT, (i) Sel Raji kontrol uji tanpa
penambahan ekstrak, (ii) Sel Raji setelah penambahan ekstrak etanol 96
% daun benalu kersen 200 g/ml
commit to user
lviii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
43
A
(i) (ii)
Gambar 17. Morfologi sel Raji setelah Uji MTT; (i) Sel Raji kontrol uji tanpa
penambahan ekstrak, (ii) Sel Raji setelah penambahan ekstrak etanol 96
% daun benalu kersen 200 g/ml dan Reagen MTT, (A) Sel hidup
membentuk formazan
(i) (ii)
Gambar 18. Grafik hubungan antara presentase kehidupan dengan log konsenstrasi
sampel: (i) ekstrak etanol daun benalu kersen, (ii) kontrol pelarut
(DMSO) commit to user
lix
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
44
lx
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
45
Tabel 3. Hasil uji sitotoksik kontrol DMSO pada inkubasi 24, 48, dan 72 jam
Konsentrasi % Sel Hidup
(g/ml) 24 Jam 48 Jam 72 Jam
38,75 101,0427 99,24411 100,2279
77,5 94,31551 100,0741 97,01032
155 99,56273 101,1412 98,19011
Gambar 19. Grafik hubungan antara presentase sel uji hidup dengan waktu inkubasi
24 jam, 48 jam, dan 72 jam; (i) kontrol DMSO 38,75 g/ml,
(ii) kontrol DMSO 77,5 g/ml, (iii) kontrol DMSO 155 g/ml
lxi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
46
Tabel 4. Hasil uji sitotoksik ekstrak etanol daun benalu kersen (D. pentandra L. Miq)
pada inkubasi 24, 48, dan 72 jam
Konsentrasi % Sel Hidup
(g/ml) 24 Jam 48 Jam 72 Jam
38,75 97,54457 61,89418 37,48492
77,5 83,01379 46,42063 12,38772
155 56,71039 32,42923 3,861107
Gambar 20. Grafik hubungan antara presentase sel uji yang hidup dengan waktu
inkubasi 24 jam, 48 jam, dan 72 jam; (i) konsentrasi ekstrak 38,75
g/ml, (ii) konsentrasi ekstrak 77,5 g/ml, (iii) konsentrasi ekstrak 155
g/ml
commit to user
lxii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
47
A
A
Gambar 21. menunjukkan secara visual terlihat bahwa ekstrak etanol benalu
berpengaruh terhadap kondisi sel Raji, pada konsentrasi uji 155 g/mL dari inkubasi 24
jam pertama ke inkubasi 48 jam terlihat beberapa sel tidak mampu membentuk kristal
formazan, dan pada inkubasi 72 jam sel yang tidak mampu membentuk kristal formazan
semakin banyak, tidak terbentuknya kristal formazan menandakan sel mengalami
kematian.
Hasil uji Doubling Time sebelum dianalisis secara statistik menggunakan uji
korelasi terlebih dahulu diuji normalitas datanya menggunakan SPSS 17.0, tujuan uji
normalitas adalah untuk menentukan apakah sebaran datanya normal atau tidak. Hasil
uji normalitas menunjukkan signifikansi > 0,05 pada semua perlakuan (Lampiran 15),
sehingga bisa disimpulkan bahwa sebaran datanya normal, oleh karena sebaran datanya
normal maka uji korelasi menggunakan uji Pearson.
Berdasarkan hasil uji statistik menggunakan analisis korelasi Pearson (Lampiran
15) menunjukkan hasil bahwa terdapat korelasi positif yang sangat lemah dan tidak
bermakna (r=0,018; P=0,930) antara persentase sel Raji pada DMSO dengan waktu
inkubasi, serta terdapat korelasi positif yang sangat lemah dan tidak bermakana
(r=0,008; P=0,969) antara persentase sel Raji pada DMSO dengan konsentrasi uji. Hal
ini menunjukkan bahwa peningkatan konsentrasi DMSO dan lama waktu tidak
memberikan pengaruh terhadap kondisi sel uji.
Hasil uji statistik pada sel Raji yang diberi perlakuan ekstrak uji menunjukkan
bahwa terdapat korelasi negatif yang sangat kuat dan bermakna (r=-0,854; P=0,00)
commit
antara persentase sel uji dengan lama waktu to user korelasi negatif yang sedang dan
inkubasi,
lxiii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 48
bermakana (r=-0,472; P=0,013) antara jumlah persentase sel Raji dengan kenaikan
konsetrasi ekstrak uji, serta korelasi negatif yang sangat lemah dan tidak bermakana (r=-
0,004; P=0,986) antara jumlah persentase sel Raji dengan jumlah persentase sel Raji
pada DMSO. Hal ini menunjukkan bahwa semakin meningkatnya konsentrasi ekstrak
uji dan semakin lamanya waktu inkubasi dapat menurunkan persentase sel Raji yang
hidup, dan penurunan yang terjadi pada sel Raji yang diberi ekstrak uji bukan karena
mendapat pengaruh dari pelarut DMSO. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
ekstrak uji yaitu ekstrak etanol daun benalu (D. pentandra L Miq.) memiliki potensi
antiproliferasi terhadap sel Raji.
Penghambatan pertumbuhan sel Raji oleh ekstrak etanol daun benalu (D.
pentandra L Miq.) kemungkinan terkait dengan efek pada proses oksidatif yang
diinduksi oleh metabolit sekunder yang terkandung di dalamnya. Menurut Hadiyah dkk.
(2009) pengaturan proliferasi sel pada berbagai jenis tipe sel mamalia dimediatori oleh
ikatan sitokin, growth factor dan hormon yang spesifik terhadap reseptor permukaan
sel.
Kandungan metabolit sekunder pada ekstrak etanol daun benalu kersen (D.
pentandra L Miq.) kemungkinan merupakan penyebab utama terjadinya penghambatan
proliferasi sel Raji, metabolit sekunder tersebut di antaranya flavonoid (kuersetin),
alkaloid, terpenoid, saponin dan tanin. Beberapa penelitian sebelumnya menjelaskan
bahwa senyawa-senyawa tersebut memiliki potensi dalam menghambat proliferasi sel
kanker.
1. Flavonoid (Kuersetin)
Menurut Ikawati (2008) kuersetin dapat beraksi sebagai antikanker pada
regulasi siklus sel. Kuersetin juga memiliki aktivitas antioksidan yang
dimungkinkan oleh komponen fenoliknya yang sangat reaktif. Kuersetin akan
mengikat spesies radikal bebas sehingga dapat mengurangi reaktivitas radikal bebas
tersebut.
commit to user
lxiv
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
49
Ekstrak Etanol
Kerusakan DNA inhibisi Kuersetin Benalu Kersen
P53 P53
P21 P21
RB E2F RB E2F
proliferasi G1 Arrest
kanker Proliferasi
lxv
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
50
proliferasi sel. Kegagalan protein p53 mutan akan mengakibatkan sel berproliferasi
terus-menerus (hiperproliferasi). Kuersetin seperti yang terlihat pada Gambar 11
mampu menghambat ekspresi protein p53 mutan yaitu melalui inhibisi pada
translasi mRNA p53. Penghambatan pada protein p53 mutan menyebabkan sel
tertahan di fase G2-M pada siklus sel. Check point pada fase ini akan memperbaiki
DNA yang rusak dan jika tidak berhasil maka akan memacu sel untuk apoptosis.
Kerusakan DNA pada keadaan normal akan meningkatkan produksi protein p53.
Protein ini akan mengaktifkan protein p21 yang berfungsi menghambat aktivitas
cyclin-cdk. Penghambatan ini akan menyebabkan Rb tidak terfosforilasi sehingga
E2F tidak aktif. Jika E2F tidak aktif, gen tidak mampu mentranskripsikan DNAnya.
Sel akan berhenti di G1 dan mengalami reparasi. Jika reparasi gagal, sel akan
diinduksi untuk apoptosis (Saifillah, 2011).
2. Alkaloid
commit to user
lxvi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 51
DNA Topoisomerase
II sel kanker
Fragmentasi DNA
p53
G1 Arrest
Repair
Proliferasi
3. Terpenoid
Potensi senyawa terpenoid dalam fungsinya sebagai antikanker adalah dapat
memblok siklus sel pada fase G2/M dengan menstabilkan benang-benang spindle
pada fase mitosis sehingga menyebabkan proses mitosis terhambat. Pada tahap
selanjutanya, akan terjadi penghambatan proliferasi sel dan pemacuan apoptosis.
Senyawa terpenoid juga mampu menghambat enzim topoisomerase pada sel
mammalia (Gambar 16). Ada dua kelas enzim topoisomerase pada sel mamalia,
tipe I yang memotong dan memecah untai tunggal dari DNA dan tipe II yang
memotong dan memecah DNA untai ganda. Inhibitor enzim topoisomerase akan
menstabilkan kompleks topoisomerase dan DNA terpotong, sehingga dapat
menyebabkan terjadinya kerusakan DNA. Adanya kerusakan DNA dapat
menyebabkan terekspresinya protein proapoptosis sehingga dapat memacu
terjadinya apoptosis (Setiawati dkk.,commit
2007).to user
lxvii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
52
Fase
S2/M
Mitosis terhambat
Proliferasi
4. Saponin
Senyawa saponin telah diketahui dapat menghambat pembentukan Bcl-2 yang
diekspresikan terlalu tinggi, menginduksi protein caspase-3 yang diekspresikan
terlalu rendah, meningkatkan ekspresi p53, dan dapat pula memicu G1 cell cycle
arrest (Fitria dkk., 2011).
Siklus Sel
P53 P53
BCl2 BCL2
Citokrom c Citokrom c
Survival cell
Caspase 3
proliferasi
G1 Arrest
kanker
Proliferasi
commit to user
Gambar 25. Konsep mekanisme lxviii
kerja saponin dalam mempengaruhi sel
kanker (Fitria dkk., 2011; Hermawan, 2012)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
53
5. Tanin
Tanin memiliki sifat antioksidan yang lebih tinggi daripada vitamin E dan C,
serta lebih stabil. Sifat tanin yang demikian membuat tanin menjadi senyawa yang
mampu mencegah penyakit degeneratif, salah satunya adalah kanker (Suarni &
Subagio, 2013). Potensi tanin sebagai antikanker adalah berperan sebagai
antiproliferatifsel kanker yang bekerja pada tingkat sel dengan memblokade fase S
atau sintesis dari siklus sel, pada fase sintesis, sel akan melakukan sintesis DNA
dan terjadi proses replikasi kromosom (Mustafida dkk., 2014; Albert et al., 2008).
Ekstrak Etanol
Siklus Sel inhibisi Tanin Benalu Kersen
P27 P27
proliferasi Proliferasi
kanker
Gambar 26. Konsep mekanisme kerja tanin dalam mempengaruhi sel kanker
(Suarni & Subagio, 2013; Priyanto, 2011; Budiyastomo, 2010)
lxix
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
54
menuju fase S (Wuryanto dkk, 2004), penurunan protein p27 merupakan ciri self
sufficiency of growth signal yang berkaitan dengan peningkatan ikatan Cyclin -
CDK (Priyanto, 2011). CDK merupakan protein yang mengatur transisi fase G1 ke
S, penghentian sel pada fase G1 akan memberikan kesempatan sel yang mengalami
kerusakan untuk dikenali dan melanjutkan proses apoptosis. Penekanan cdk
(Gambar 25) mampu menyebabkan penghentian siklus sel pada fase G1 sehingga
proses repair maupun apoptosis dapat berlangsung (Budiyastomo, 2010).
commit to user
lxx
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan
bahwa:
1. Ekstrak etanol daun benalu kersen (D. pentandra L. Miq.) memiliki kandungan
senyawa metabolit sekunder yang di antaranya adalah flavonoid (kuersetin),
alkaloid, tanin, saponin, dan terpenoid
2. Ekstrak etanol daun benalu kersen (D. pentandra L. Miq.) memiliki kemampuan
menghambat proliferasi sel Raji, kemampuan ini ditunjukkan secara statistik
dengan nilai korelasi negatif yang kuat dan signifikan antara persen sel hidup
dengan waktu inkubasi (R= -0,854; P= 0,000); dan nilai korelasi yang sedang dan
signifikan antara persen sel hidup dengan konsentrasi ekstrak uji (R= -0,472; P=
0,013)
B. Saran
Setelah dilakukan penelitian ini maka saran yang perlu dilakukan adalah:
1. Perlu dilakukan penelitian pengaruh tiap-tiap kandungan metabolit sekunder daun
benalu kersen terhadap pertumbuhan sel kanker, baik secara satuan metabolit
maupun kombinasi.
2. Perlu dilakukan uji terhadap berbagai fraksi pelarut seperti etil asetat, N Heksana,
dan eter dari daun benalu kersen untuk mendapatkan senyawa yang paling bersifat
toksik terhadap sel Raji.
3. Perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui mekanisme apoptosis terhadap sel
Raji dan proses penghambatan proliferasi sel kanker menggunakan ekstrak daun
benalu kersen.
4. Perlu dilakukan penelitian tentang efek apoptosis berbagai fraksi pelarut ekstrak
daun benalu kersen terhadap sel Raji
commit to user
lxxi
55
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
56
DAFTAR PUSTAKA
Albert, B., Johnson, A., Lewis, J., Raff, M., Robert, K., and Walter, P. 2008. Molecular
Biology of the Cell Fifth Edition Chapter 17 The Cell Cycle. Garland Science: New
York.
Andini, N.A.M & Windarti, I. 2014. Potensi Kulit Pisang Ambon (Musa sapientum)
Sebagai Agen Kemopreventif dan Ko-Kemoterapi pada Kanker Payudara. Medical
Journal Of Lampung University 3 (5): 123-129.
Andriyani, D., Utami, P I., & Dhiani, B A. 2010. Penetapan Kadar Tanin Daun
Rambutan (Nephelium lappaceum.L ) Secara SpektrofotometrI Ultraviolet Visibel.
Pharmacy 07 (02): 1-11.
Aprelia, F & Suyatno. 2013. Senyawa Metabolit Sekunder Dari Ekstrak Etil Asetat
Tumbuhan Paku Christella arida Dan Uji Pendahuluan Sebagai Antikanker.
UNESA Journal of Chemistry 2 (3): 94-99.
Ariani, S. R. D., Susilowati, E., Susanti E. V. H & Setiyani. 2008. Uji Aktivitas Ekstrak
Metanol Daun Jambu Biji (Psidium guajava L.) sebagai Antifertilitas Kontrasepsi
pada Tikus Putih (Rattus norvegicus). Indonesian Journal of Chemistry 8 (2): 264-
270.
Astuty, S.J. 2010. Hubungan Ekspresi Latent Membrane Protein 1 Dengan Berbagai
Stadium Tumor Dan Jenis Histopatologi Pada Karsinoma Nasofaring. Tesis.
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Program Pendidikan Dokter
Spesialis Bidang Studi Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala
Dan Leher. Medan.
Biranti, F., Nursid, M., Cahyono, B. 2009. Analisis Kualitatif B-Karoten dan Uji
Aktivitas Karotenoid Dalam Alga Coklat Turbiniria decurrens. Jurnal Sains dan
Matematika 7 (2): 90-96.
Cahyanti, R.D. 2008. Bcl-2 dan Indeks Apoptosis pada Hiperplasia Endometrium Non-
Atipik Simpleks dan Kompleks. Tesis. Program Pasca Sarjana Magister Ilmu
Biomedik dan Program Pendidikan Dokter Spesialis I Obstetri Ginekologi
Universitas Diponegoro. Semarang.
Dewi, I.D.A.D.Y., Astuti, K.W.1, & Warditiani, N.K. 2013. Skrining Fitokimia Ekstrak
Etanol 95% Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana L.). Skripsi. Fakultas
Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udayana. Bali.
Diastuti, D., Warsinah., & Purwati. 2009. Aktivitas Antikanker Ekstrak Etanol Daun
Rhizopora mucronata Terhadap Larva Udang Artemia salina Leach dan Sel Raji.
Molekul 4(1): 12 20.
Ernawati, F. 2010. Uji Sitotoksik Isolat Aktif Dari Ekstrak Kloroform Rumput Mutiara
(Hedyotis corymbosa (L.) Lamk.) Terhadap Sel Hela Dan Siha. Skripsi. Fakultas
Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret
Fajriah, S., Darmawan, A., Sundowo A & Artanti, N. 2007. Isolasi Senyawa
Antioksidan dari Ekstrak Etil Asetat Daun Benalu Dendrophthoe pentandra L. Miq
yang Tumbuh pada Inang Lobi-Lobi. Jurnal Kimia Indonesia 2 (1): 17-20.
commit to user
lxxiii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
58
Fitria, M., Armandari, I., Septhea, D.B., Ikawati, M & Meiyanto, E. 2011. Ekstrak
Etanolik Herba Ciplukan (Physalis angulata L.) Berefek Sitotoksik dan
Menginduksi Apoptosis pada Sel Kanker Payudara MCF-7. Bionatura Jurnal Ilmu-
Ilmu Hayati dan Fisik 13 (2):101-107.
Freshney, R.I. 2006. Basic Principles of Cell Culture. Centre for Oncology and Applied
Pharmacology. Cancer Research UK Beatson Laboratories, Garscube Estate,
Bearsden, Glasgow G61 1BD, Scotland, UK. John Wiley & Sons, Inc.
Hadi, R.S. 2011. Mekanisme Apoptosis Pada Regresi Sel Luteal. Majalah Kesehatan
Pharma Medika 3 (1): 246-254.
Hadiyah, Z.K., Widyarti, S & Widodo, M.A. 2009.Ekstrak Propolis Lokal Mempunyai
Efek Sitotoksik dan Antiproliferatif Terhadap Sel HeLa.Jurnal Kedokteran
Brawijaya 25 (1): 17-22.
IARC (International Agency for Research on Cancer ). 1997. Epstein-Barr Virus. IARC
Working Group.
Ikawati, M., Wibowo, A.E., Navista, S.O.U., & Adelina, R. 2008. Pemanfaatan Benalu
Sebagai Agen Antikanker, International Seminar of Indonesia Malaysia Update
2008, Universitas Gadjah Mada dan Universiti Sains Malaysia.
Ikawati, Z., Nugroho, A.E., & Werdhinindah, W. 2006. Efek Ekstrak Etanol Daun
Erythrina fusca Lour(Cangkring) Terhadap Penekanan Ekspresi Enzim
Siklooksigenase2 pada Kultur Sel Raji. Majalah Farmasi Indonesia, 17(2): 85
90.
commit to user
lxxiv
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 59
Ikawati, Z., Nugroho, A.E., &Widyah, A., 2007, Penekanan ekspresi enzim COX-2
pada kultur sel Raji oleh ekstrak kloroform daun Erythrina fusca Lour.Majalah
Obat Tradisional, 11: 19-23.
Kalangi, S.J.R. 2011. Peran Integrin pada Angiogenesis Penyembuhan Luka. Cermin
Dunia Kedokteran 184/38 (3): 177-181.
Katrin., Soemardji, A.A., Soeganda, A.G., Soediro, I & Kosasih, P.W. 2005. Pengaruh
Berbagai Ekstrak Dari Daun Benalu Duku (Dendrophthoe pentandra L.Miq.)
Terhadap Sistem Imun Mencit. Jurnal Bahan Alam Indonesia 4 (1): 236-239.
Keman, K., Prasetyorini, N., & Langgar, M.J. 2008. Jumlah Sel Trofoblas Yang
Mengalami Apoptosis Pada Pre Eklampsia/Eklampsia Lebih Tinggi Dibandingkan
Kehamilan Normal. Jurnal Kedokteran Brawijaya 24 (2): 1-7
Khoiriyah, A. 2011. Uji Sitotoksisitas Ekstrak Spons Laut Aaptos suberitoides terhadap
Sel Kanker Kolon Widr secara In Vitro. Skripsi. Fakultas MIPA Institut
Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya.
Koirewoa, Y.A., Fatimawali, F., & Wiyono, W.I. 2012. Isolasi Dan Identifikasi
Senyawa Flavonoid Dalam Daun Beluntas (Pluchea indica L.). Pharmacon 1 (1):
47-52.
Kusumowati dan Dian, I T. 2010. Uji Kombinasi Ekstrak Etil Asetat Daun Dewandaru
(Eugenia unifloria L.) dan Doxorubicin terhadap Proliferasi Sel Kanker Payudara
T47D. Tesis. Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Laksmini, L.Y. 2013. Ekspresi P16INK4A Lebih Tinggi Pada Squamous Cell
Carcinoma Serviks Uteri Dibandingkan Dengan Cervical Intraepithelial Neoplasia
1, Cervical Intraepithelial Neoplasia 2, dan Cervical Intraepithelial Neoplasia 3.
Tesis. Program Pascasarjana Magister Biomedik Universitas Udayana
Lamson, D., Brignall., & Matthew, S.N.D. 2000. Antioxidants and cancer III:
Quercetin, Alternative Medicine Review 5 (3): 196-208.
Maat, S. 2003. Tumbuhan Obat Untuk Pengobatan Kanker. Jurnal Bahan Alam
Indonesia 2 (4): 145-149.
Manggau, M., Alam, G., Mufidah., Bahar, A & Wahyudin, E. 2007. Selektivitas
Penghambatan COX1-2 Dan Aktivitas Antioksidan Ekstrak Herba Cepukan
(Physalis angulata Linn.). Majalah Obat Tradisional 13 (43): 1-8.
Marliana, S. D., Suryanti, V., & Suyono. 2005. Skrining Fitokimia dan Analisis
Kromatografi Lapis Tipis KomponenKimia Buah Labu Siam (Sechium edule Jacq.
Swartz.) dalam Ekstrak Etanol. Biofarmasi 3 (1): 26-31.
Marleen, F S., Syahruddin, E., Hudoyo, A & Endarjo, S. 2009. Ekspresi Protein Bcl-2
pada Sediaan Blok Parafin Jaringan Kanker Paru. Jurnal Respirologi Indonesia 29
(4): 1-14.
Maryati & Sutrisna, E.M. 2007. Potensi Sitotoksik Tanaman Ceplukan (Physalis
angulata L) Terhadap Sel HeLa. Pharmacon 8 (1): 1-6.
Meiyanto, D., Melannisa R., & Dai, M. 2006. Penurunan Ekspresi Bcl-2 Berperan
dalam Opoptosis Sel Kanker Payudara T47D yang diinduksi PGV-1 dan 17-
Ekstradiol. Pharmacon 7(2): 58-62.
Meyer, B.N., Ferrigni, N.R., Putnam, J.E., Jacobsen, L.B., Nicholas, D.E & Mc
Laughlin, J.L. 1982. Brine shrimp: A Convenient General Biossay for Active Plant
Constituent. Purdue University. Planta Medica 45: 31-34.
Muhidin, S.A & Abdurahman, M. 2007. Analisis Korelasi Regresi, Dan Jalur Dalam
Penelitian. Pustaka Setia Budi. Bandung.
Murti, H., Boediono, A., Setiawan. B., Sandra, F. 2007. Regulasi Siklus Sel: Kunci
Sukses Somatic Cell Nuclear Transfer. Division of Stem Cell, Stem Cell and
Cancer Institue. Jakarta. Cermin Dunia Kedokteran 34 (6/159): 312-316.
Mustikasari, K & Ariyani, D. 2008. Studi Potensi Binjai (Mangifera caesia) dan Kasturi
(Mangifera casturi) Sebagai Antidiabetes Melalui Skrining Fitokimia pada Akar
dan Batang. Jurnal Sains dan Terapan Kimia 2 (2): 64-73.
Mustafida, R Y., Al Munawir., dan Dewi, R. 2014. Efek Antiangiogenik Ekstrak Etanol
Buah Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl.) pada Membran Korio
Alantois (CAM) Embrio Ayam. e-Jurnal Pustaka Kesehatan 2 (1): 4-8.
commit to user
lxxvi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
61
Ningsih, A.P.D, Sukardiman., & Ningsih, T. 2011. Uji Sitotoksisitas dan Efek Ekstrak
Spons Laut Aaptos suberitoides Terhadap Sel Kanker Payudara (T47D) Secara In
Vitro. Skripsi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi
Sepuluh Nopember.
Nursid, M., Wikanta, T., Fajarningsih, N.D & Marraskuranto, E. 2006. Aktivitas
Sitotoksik, Induksi Apoptosis dan Ekspresi Gen p53 Fraksi Metanol Spons Petrosia
cf. nigricans Terhadap Sel Tumor HeLa. Jurnal Pascapanen dan Bioteknologi
Kelautan dan Perikanan 1 (2): 103-110.
Pine, A.T.D., Alam, G. & Attamin., F., 2011, Standardisasi Mutu Ekstrak Daun Gedi
(Abelmoschus manihot (L.) Medik) Dan Uji Efek Antioksidan dengan Metode
DPPH. Tesis. Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin, Makassar.
Pratiwi, R.H. 2014. Potensi Kapuk Randu (Ceiba pentandra Gaertn.) Dalam Penyediaan
Obat Herbal. E-Journal Widya Kesehatan Dan Lingkungan 1 (1): 53-60.
Priyanto, E. 2011. Studi Perbedaan Ekspresi p27 antara Endometrioma dan Karsinoma
Ovarii. Tesis. Program Pascasarjana. Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas
Maret Surakarta.
lxxvii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 62
Puspitasari, E & Ulfa, E.U., 2009. Uji Sitotoksisitas Ekstrak Metanol Buah Buni
(Antidesma bunius (L) Spreng) terhadap Sel Hela. Jurnal ILMU DASAR 10(2): 181-
185.
Reece, J.B., Urry, L.A., Cain, M.L., Wasserman, S.A., and Minorsky, P.V. 2010.
Campbell Biology Ninth Edition. Benjamin Cummings.
Rudiyanti, S & Ekasari, A.D. 2009. Pertumbuhan dan Survival Rate Ikan Mas (Cyprinus
carpio Linn) pada Berbagai Konsentrasi Pestisida Regent 0,3 G. Program Studi
Manajemen Sumber Daya Perairan, Jurusan Perikanan, Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan, Universitas Diponegoro. Jurnal Saintek Perikanan 5 (1): 39 47.
Sahid, A., Pandiangan, D., Siahaan, P., & R, M.J. 2013. Uji Sitoksisitas Ekstrak
Metanol Daun Sisik Naga (Drymoglossum piloselloides Presl.) terhadap Sel
Leukimia P388. Jurnal MIPA Unsrat Online 2 (2): 94-99.
Saifillah, E.S. 2011. Potensi Ekstrak Batang Benalu Randu (Dendropthoe pentandra)
Terhadap Penurunan Ekspresi Protein p53 Mutan pada Sel Kanker Serviks (Sel
HeLa) secara In Vitro. Skripsi. Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya.
Salimi, Y.K & Zakaria, F.R. 2012. Penghambatan Ekstrak Sorgum (Sorghum bicolor)
Terhadap Proliferasi Sel Kanker Limfoma. Sainstek 6 (5): 1-8.
Sarmoko & Larasati. 2012. Regulasi Siklus Sel. Journal Club. Cancer Chemoprevention
Research Center. Fakultas Farmasi. Universitas Gadjah Mada.
Septyaningsih, D. 2010. Isolasi Dan Identifikasi Komponen Utama Ekstrak Biji Buah
Merah (Pandanus conoideus Lamk.). Skripsi. Fakultas Matematika Dan Ilmu
Pengetahuan Alam. Universitas Sebelas Maret. Surakarta
Setiarto, R.H.B. 2009. Deteksi Dan Uji Toksisitas LC50 Senyawa Aflatoksin B1, B2,
G1, G2 Pada Kacang Tanah (Arachis hypogaea L). Skripsi. Institut Pertanian
Bogor.
Setiawati, A., Septisetyani, E P., Wijayanti, T R., dan Rokhman, M R. 2007. Sambung
Nyawa (Gynura procumbens (Lour.) Merr.) Sebagai Agen Kemopreventif. Cancer
Chemoprevention Research Center. Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada.
Siahaan, A B., Azmi, J dan Anwar, L. 2014. Senyawa Flavonoid Dari Ekstrak Etil
Asetat Kulit Batang Tumbuhan Bauhinia hullettii Prain Dan Uji In Vitro Sel
Murine Leukemia P-388. Jurnal Online Mahasiswa 1 (1): 1-6.
Srisadono, A. 2008. Skrining Awal Ekstrak Etanol Daun Sirih (Piper betle Linn)
Sebagai Antikanker Dengan Metode Brine Shrimp Lethality Test (BLT). Artikel
Karya Tulis Ilmiah. Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro. Semarang.
Suarni dan Subagio, H. 2013. Potensi Pengembangan Jagung Dan Sorgum Sebagai
Sumber Pangan Fungsional. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian 32
(2): 47-55.
Sukandar, D., S. Hermanto & Lestari, E. 2008. Uji Toksisitas Ekstrak Daun Pandan
Wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.) Dengan Metode Brine Shrimp Lethality
Test (BSLT). Jurnal Valensi 1 (2): 63-70.
Sukardiman., Ekasari, W dan Hapsari, P.P. 2006. Aktivitas Antikanker dan Induksi
Apoptosis Fraksi Kloroform Daun Pepaya (Carica papaya L) terhadap Kultur Sel
Kanker Mieloma. Media Kedokteran Hewan 22 (2): 104-111.
Sunaryo. 2008. Pemarasitan Benalu Dendrophthoe pentandra (L.) Miq. pada Tumbuhan
Koleksi Kebun Raya Cibodas, Jawa Barat. Bidang Botani, Puslit Biologi LIP.
Jurnal Natur Indonesia 11(1): 48-58.
Sukandar, D., Hermanto, S., & Lestari, E. 2008. Uji Toksisitas Ekstrak Daun Pandan
Wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.) Dengan Metode Brine Shrimp Lethality
Test (BSLT). Jurnal Valensi 1 (2): 63-70.
Sundari, I. 2010. Identifikasi Senyawa Dalam Ekstrak Etanol Biji Buah Merah
(Pandanus conoideus Lamk.). Skripsi. Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan
Alam Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
Tomayahu, R.T. 2014.Identifikasi Senyawa Aktif dan Uji Toksisitas Ekstrak Daun
Binahong (Anrederacordifolia Ten.Steenis) dengan Metode Brine Shrimp Lethality
Test (BSLT). Thesis. Universitas Negeri Gorontalo.
Tracy, T.S and Kingston, R.L. 2007. Herbal Products. Humana Press Inc. Totowa,
New Jersey. commit to user
lxxix
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 64
Tringali, C. 2004. Bioactive Compounds from Natural Sources. Taylor & Francis e-
Library. New York.
Ulupui, I.G.K.A. 2007. Analisis Pengaruh Rasio Likuiditas, Leverage, Aktivitas, dan
Profitabilitas Terhadap Return Saham (Studi pada Perusahaan Makanan dan
Minuman dengan Kategori Industri Barang Konsumsi di BEJ). Jurnal Ilmiah
Akuntansi dan Bisnis. Vol 1 (2): 1-20.
Wahyudi, P & Djajanegara, I. 2008. Pemakaian Sel Raji Dalam Uji Sitotoksisitas Fraksi
Ethanol Biji Mimba (Azadirachta indica). P3T Bioindustri BPPT. Berkala
Penelitian Hayati 14: 9599.
Wardhani, L.K & Sulistyani N. 2012. Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etil Asetat
Daun Binahong Anredera scandens (L.) Moq.) Terhadap Shigella flexneri Beserta
Profil Kromatografi Lapis Tipis. Jurnal Ilmiah Kefarmasian 2 (1): 1-16.
WHO. 2005. Global Action Against Cancer. World Health Organization and
International Union Against Cancer. Geneva: Switzerland.
WHO. 2013. Viral Cancers - Epstein-Barr Virus. World Health Organization. Geneva:
Switzerland.
Windarti, I. 2013. Peran Topoisomerase dalam Proses Biologi Sel. Jurnal Kedokteran 3
(1): 76-79.
Wuryanto, M.A & Hestiningsih, R. 2004. Pengaruh Ekstrak Metanol Buah Makasar
(Bruce javanica L) dan Ubi Kayu (Ipomea batatas L) Terhadap Induksi Apoptosis
Sel Hela. Laporan Penelitian DIK Rutin. Fakultas Kesehatan Masyarakat.
Universitas Diponegoro. Semarang.
Yenita, A.A. 2012. Korelasi antara Latent Membrane Protein-1 Virus Epstein-Barr
dengan P53 pada Karsinoma Nasofaring (Penelitian Lanjutan). Jurnal Kesehatan
Andalas 1 (1): 1-5.
commit to user
lxxx
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
lxxxi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
lxxxii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
D. Maserasi
C. Penghalusan Bahan
commit to user
67
lxxxiii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
lxxxiv
68
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Media Komplit: Penisilin, Streptomycin, FBS, & Kultur Sel Raji dalam Flask
RPMI
commit to user
69
lxxxv
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
70
lxxxvi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
71
lxxxvii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
24 Jam 48 Jam
72 Jam
commit to user
lxxxviii
72
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
73
lxxxix
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
1. Stok Sampel
Ekstrak sebanyak 10 mg ditambah 50 l DMSO ditambah 950 l MK
= 10 mg ekstrak + 1000 l pelarut (50 l DMSO + 950 l MK)
= 10.000 g ekstrak/ml pelarut (A)
2. Stok DMSO = 50 l DMSO ditambah 950 l MK (B)
3. Konsentrasi sampel pada uji sitotoksik (400 g/ml, 200 g/ml, 100 g/ml, 50
g/ml, 25 g/ml)
a. Sumuran sebanyak 6 buah (@ 100 l): 3 sumuran untuk sampel + 3 sumuran
untuk kontrol MK)
b. Dibuat 8 (800 l) sumuran untuk menanggulangi cairan yang menempel pada
dinding conicle tube),
c. Sistem pembuatan konsentrasi pengenceran setengah kalinya, oleh karena itu
stok dibuat 2 kalinya (800 l x 2 = 1600 l)
d. Uji sitotoksik sel Raji tidak menggunakan cara buang, maka konsentrasi awal
dibuat 2 kali lipat konsentrasi sebenarnya karena dalam prosesnya akan terdapat
penambahan sampel sel Raji dalam 100 l media MK sehingga akan terjadi
pengenceran setengah kalinya (400 g/ml dibuat 800 g/ml)
(stok 1) = 400 g/ml = 800 g/ml = (800/A) x 1600 = 128 l (A) + 1472 l MK
(stok 2) = 200 g/ml = 800 l (stok 1) + 800 l MK
(stok 3) = 100 g/ml = 800 l (stok 2) + 800 l MK
(stok 4) = 50 g/ml = 800 l (stok 3) + 800 l MK
(stok 5) = 25 g/ml = 800 l (stok 4) + 800 l MK
4. Pembuatan konsentrasi DMSO sama seperti pembuatan konsentrasi sampel,
hanya saja menggunakan stok DMSO
commit to user
xc
74
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Sampel Ekstrak
A. Kadar 25 g/ml
(1,00883 0,37283) (1,369 1,244)
% sel mati x 100 % 80,3459 %
(1,00883 0,37283)
B. Kadar 50 g/ml
(1,00883 0,37283) (1,191 0,91933)
% sel mati x 100 % 57,2851 %
(1,00883 0,37283)
C. Kadar 100 g/ml
(1,00883 0,37283) (1,0363 0,717)
% sel mati x 100 % 49,79036 %
(1,00883 0,37283)
D. Kadar 200 g/ml
(1,00883 0,37283) (0,9993 0,59166)
% sel mati x 100 % 35,901467 %
(1,00883 0,37283)
E. Kadar 400 g/ml
(1,00883 0,37283) (0,976 0,511666)
% sel mati x 100 % 26,9916 %
(1,00883 0,37283)
Kontrol DMSO
A. Kadar 25 g/ml
(1,00883 0,37283) (0,90433 0,355)
% sel mati x 100 % 13,62683 %
(1,00883 0,37283)
B. Kadar 50 g/ml
(1,00883 0,37283) (0,88433 0,35533)
% sel mati commit to user x 100 % 16,8238 %
(1,00883 0,37283)
xci
75
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
76
xcii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Keterangan :
A= Absorbansi kontrol sel
B= Absorbansi kontrol media
C= Absorbansi kontrol sel + Ekstrak uji
D= Absorbansi kontrol media + Ekstrak uji
commit to user
77
xciii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xciv
78
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Kontrol DMSO
DMSO Abs1 Abs2 Abs3 C A-B Abs MD1 Abs MD2 D C-D % Kehidupan % Kematian
250 1,045 0,991 0,968 1,0013 0,7494 0,359 0,351 0,355 0,646 86,2496525 13,7503475
500 1,089 0,918 1,025 1,0107 0,7494 0,354 0,349 0,352 0,659 87,9621907 12,0378093
1000 1,083 1,011 1,042 1,0453 0,7494 0,37 0,382 0,376 0,669 89,3188768 10,6811232
2000 1,035 0,997 0,967 0,9997 0,7494 0,384 0,391 0,388 0,612 81,6902975 18,3097025
Keterangan :
A= Rata-rata absorbansi kontrol sel
B= Rata-rata absorbansi kontrol media
C= Rata-rata absorbansi kontrol sel + Ekstrak uji
D= Rata-rata absorbansi kontrol media + Ekstrak uji
commit to user
79
xcv
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Kontrol DMSO
DMSO Abs1 Abs2 Abs3 C A-B Abs MK1 Abs MK2 Abs MK3 D C-D % Kehidupan % Kematian
25 0,939 0,872 0,902 0,9043 0,636 0,35 0,347 0,368 0,355 0,549 86,37316562 13,62683438
50 0,912 0,894 0,93 0,912 0,636 0,357 0,351 0,358 0,355 0,557 87,52620545 12,47379455
100 0,9 0,94 0,901 0,9137 0,636 0,346 0,354 0,366 0,355 0,558 87,78825996 12,21174004
200 0,906 0,939 0,896 0,9137 0,636 0,37 0,359 0,368 0,366 0,548 86,16352201 13,83647799
400 0,93 0,94 0,912 0,9273 0,636 0,373 0,381 0,372 0,375 0,552 86,79245283 13,20754717
Keterangan :
A= Rata-rata absorbansi kontrol sel
B= Rata-rata absorbansi kontrol media
C= Rata-rata absorbansi kontrol sel + Ekstrak uji
D= Rata-rata absorbansi kontrol media + Ekstrak uji
commit to user
80
xcvi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Waktu Inkubasi
Case Processing Summary
Cases
Descriptives
Median 98.8900
Variance 13.710
Minimum 91.83
Maximum 102.12
Range 10.29
Median 98.3548
Variance 26.773
Minimum 91.95
Maximum
commit to user 106.89
xcvii
81
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Range 14.94
Median 97.8147
Variance 8.020
Minimum 93.95
Maximum 103.93
Range 9.97
xcviii
82
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Maximum 70.25
Range 39.13
Interquartile Range 24.63
Skewness .399 .717
Kurtosis -.783 1.400
72 Mean 17.9112 5.30722
95% Confidence Interval for Lower Bound 5.6727
Mean
Upper Bound 30.1496
5% Trimmed Mean 17.5507
Median 15.6053
Variance 253.499
Std. Deviation 15.92166
Minimum 1.29
Maximum 41.02
Range 39.74
Interquartile Range 33.38
Skewness .422 .717
Kurtosis -1.694 1.400
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Waktu
Inkubasi Statistic df Sig. Statistic df Sig.
% Hidup Kontrol 24 .210 9 .200* .853 9 .080
*
48 .191 9 .200 .930 9 .477
*
72 .153 9 .200 .959 9 .792
*
% Hidup Ekstrak Uji 24 .208 9 .200 .871 9 .125
48 .182 9 .200* .932 9 .500
*
72 .195 9 .200 .867 9 .115
a. Lilliefors Significance Correction
*. This is a lower bound of the true significance.
Cases
xcix
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Cases
Descriptives
Konsentrasi Ektrak Uji Statistic Std. Error
% Hidup Kontrol 39 Mean 100.1716 1.08227
95% Confidence Interval for Mean Lower Bound 97.6759
Upper Bound 102.6673
5% Trimmed Mean 100.1165
Median 100.9082
Variance 10.542
Std. Deviation 3.24680
Minimum 95.86
Maximum 105.47
Range 9.60
Interquartile Range 5.41
Skewness .259 .717
Kurtosis -.791 1.400
78 Mean 97.1333 1.55890
95% Confidence Interval for Mean Lower Bound 93.5385
Upper Bound 100.7281
5% Trimmed Mean 96.9848
Median 97.1712
Variance 21.872
Std. Deviation 4.67671
Minimum 91.83
Maximum 105.11
Range 13.29
Interquartile Range 8.33
Skewness .566 .717
Kurtosis -.524 1.400
155 Mean 99.6314 1.17956
95% Confidence Interval for Mean Lower Bound 96.9113
Upper Bound 102.3514
5% Trimmed Mean 99.5434
Median 98.8900
Variance
commit to user 12.522
Std. Deviation 3.53868
c
84
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Minimum 93.95
Maximum 106.89
Range 12.94
Interquartile Range 3.33
Skewness .735 .717
Kurtosis 2.055 1.400
% Hidup Ekstrak Uji 39 Mean 65.6410 8.82207
95% Confidence Interval for Mean Lower Bound 45.2973
Upper Bound 85.9848
5% Trimmed Mean 65.4832
Median 57.9813
Variance 700.460
Std. Deviation 26.46621
Minimum 35.23
Maximum 98.89
Range 63.66
Interquartile Range 58.26
Skewness .247 .717
Kurtosis -1.774 1.400
78 Mean 47.2738 10.42442
95% Confidence Interval for Mean Lower Bound 23.2351
Upper Bound 71.3126
5% Trimmed Mean 47.2395
Median 45.1756
Variance 978.017
Std. Deviation 31.27327
Minimum 2.73
Maximum 92.43
Range 89.70
Interquartile Range 61.09
Skewness .060 .717
Kurtosis -1.273 1.400
155 Mean 30.9999 7.69093
95% Confidence Interval for Mean Lower Bound 13.2645
Upper Bound 48.7352
5% Trimmed Mean 31.0989
Median 33.0814
Variance 532.354
Std. Deviation 23.07280
Minimum 1.29
Maximum 58.93
Range 57.64
Interquartile Range 50.45
Skewness -.123 .717
Kurtosis -1.577 1.400
commit to user
85
ci
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Tests of Normality
Konsentr Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
asi
Ektrak
Uji Statistic df Sig. Statistic df Sig.
*
% Hidup Kontrol 39 .164 9 .200 .951 9 .699
78 .181 9 .200* .905 9 .280
*
155 .193 9 .200 .934 9 .520
*
% Hidup Ekstrak Uji 39 .205 9 .200 .864 9 .106
78 .152 9 .200* .948 9 .670
*
155 .170 9 .200 .882 9 .163
a. Lilliefors Significance Correction
*. This is a lower bound of the true significance.
Pearson Correlations
Correlations
Konsentrasi Ektrak % Hidup
Waktu Inkubasi Uji % Hidup Kontrol Ekstrak Uji
Waktu Inkubasi Pearson Correlation 1 .000 .018 -.854**
Sig. (2-tailed) 1.000 .930 .000
N 27 27 27 27
Konsentrasi Ektrak Uji Pearson Correlation .000 1 .008 -.472*
Sig. (2-tailed) 1.000 .969 .013
N 27 27 27 27
% Hidup Kontrol Pearson Correlation .018 .008 1 -.004
Sig. (2-tailed) .930 .969 .986
N 27 27 28 27
** *
% Hidup Ekstrak Uji Pearson Correlation -.854 -.472 -.004 1
Sig. (2-tailed) .000 .013 .986
N 27 27 27 27
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
commit to user
cii86
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Tabel Panduan interpretasi hasil uji hipotesis berdasarkan kekuatan korelasi, nilai
p, dan arah korelasi
No Parameter Nilai Interpretasi
1 Kekuatan 0,00 0,199 Sangat lemah
Korelasi (r) 0,20 0,399 Lemah
0,40 - 0,599 Sedang
0,60 - <0,799 Kuat
0,80 - 1,00 Sangat kuat
2 Nilai p P<0,05 Terdapat korelasi yang bermakna antara dua
variabel yang diuji
P>0,05 Tidak terdapat korelasi yang bermakna
antara dua variabel yang diuji
3 Arah + (positif) Searah, semakin besar nilai satu variabel
korelasi semakin besar pula nilai variabel lainnya.
- (negatif) Berlawan arah, semakin besar nilai satu
variabel, semakin kecil nilai variabel
lainnya
Sumber: Dahlan (2009).
commit to user
87
ciii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Rf = = 7,4/8 = 0,925
8 mm
7,4 mm
commit to user
88
civ
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Pengalaman Kerja :
Dosen Akademi Analis Kesehatan Nasional Surakarta. (2008 Sekarang).
commit to user
cv89
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Epistaksis perdarahan dari hidung yang dapat terjadi akibat sebab lokal atau
sebab umum (kelainan sistemik)
Fosforilasi penambahan gugus fosfat pada suatu protein atau molekul organik lain
Limfoma jenis kanker darah yang terjadi ketika limfosit B atau T, yaitu sel
darah putih yang menjaga daya tahan tubuh, menjadi abnormal dengan
membelah lebih cepat dari sel biasa atau hidup lebih lama dari
biasanya
Lisogenik siklus reproduksi virus dengan sel inang yang tidak segera pecah
tetapi mengalami masa laten
Litik siklus reproduksi virus yang menyebabkan sel inang pecah dengan
cepat
Hidrofobik commit
takut dengan air; sukar laruttodalam
user air
cvi
90
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
In vitro kultur suatu sel, jaringan, atau bagian organ tertentu di dalam
laboratorium
Plasmid DNA ekstra kromosom pada sel bakteri yang dapat menggabungkan
atau memisahkan diri dengan kromosom
Sitotoksis bersifat racun atau antibodi yang memiliki tindakan racun tertentu
pada sel-sel dari organ tertentu
Transformasi masuknya DNA telanjang ke dalam sel dan mengubah sifat sel
Virion partikel virus lengkap, yang utuh secara struktural dan menular
commit to user
91
cvii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
cviii